3.
Klasifikasi Sumber Daya Alam Secara Umum SDA diklasifikasikan sebagai berikut: A. Berdasarkan Skala Penggunaan Waktu pembentukan SDA 1) Kelompok Stok:
Memiliki cadangan yang terbatas;
Eksploitasi SDA akan menghabiskan cadangan SDA;
Bila dimanfaatkan sekarang mungkin tidak tersedia lagi di masa datang; Disebut sebagai SDA yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable resources) atau terhabiskan (exhaustible); SDA dalam kelompok ini: mineral, logam, minyak dan gas bumi.
2) Kelompok Alur:
Jumlah fisik SDA dapat berubah sepanjang waktu;
Jumlah SDA yang dimanfaatkan sekarang dapat mempengaruhi ketersediaannya di masa mendatang; Disebut SDA yang dapat diperbaharui (renewable resources); SDA dalam kelompok ini adalah: hutan, tanah, ikan, udara, angin.
B. Berdasarkan Penggunaan Akhir SDA 1) Sumber Daya Material:
Dimanfaatkan sebagai bagian dari suatu komiditas (bahan baku);
3
Dikelompokkan menjadi: material metalik dan material non metalik.
2) Sumber Daya Energi:
Digunakan untuk menggerakan energi melalui proses transformasi panas maupun transformasi energi lainnya; Termasuk dalam kelompok SDA ini: energi surya, angin, minyak.
Sumber Daya Alam Skala Waktu Pembentukan Kel. Stok (Non Renewable) Habis dikonsumsi: minyak, gas, batubar a Dapat didaur ulang: besi, tembaga, alumnm
Kel. Alur (Renewable) Memiliki titik kritis: ikan, hutan, tanah
Kegunaan Akhir
SDA Material
Mat. Metalik: emas, besi,
SDA Energi
Energi matahari, minyak, angin, air
aluminium Tidak ada titik kritis: udara, angin, pasang surut
Mat. Non Metalik: tanah, pasir, air
Ekstraksi > Titik Kritis
Gambar 2. Bagan Klasifikasi Sumber Daya Alam
4.
Pengukuran Ketersediaan Sumber Daya Alam Ketika SDA sudah terdefinisikan, maka pertanyaan selanjutnya adalah
bagaimana mengukur ketersediaan SDA tersebut? Berdasarkan Konsep Rees (1990), pengukuran SDA diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: A. Pengukuran Ketersediaan SDA yang Tidak Terbarukan (Non Renewable): 1) Sumber Daya Hipotetikal:
Pengukuran deposit yang belum diketahui namun diharapkan ditemukan pada masa datang berdasarkan survei saat ini. Ketersediaan SDA diukur dengan mengekstrapolasi laju pertumbuhan produksi dan cadangan terbukti pada periode sebelumnya.
4
2) Sumber Daya Spekulatif: mengukur deposit yang mungkin ditemukan ditemukan pada daerah yang sedikit dieksplorasi, dimana menurut kondisi geologi yang ada kemungkinan besar ditemukan deposit. 3) Cadangan Kondisional: deposit sudah diketahui atau ditemukan dengan teknologi dan harga yang pada saat ini belum bisa dimanfaatkan secara ekonomis (belum memiliki nilai ekonomis). 4) Cadangan Terbukti: SDA sudah diketahui dan secara ekonomi dapat dimanfaatkan dengan teknologi, harga dan permintaan pada saat ini. B. Pengukuran Ketersediaan SDA yang Dapat Dibarukan (Renewable): 1) Potensi Maksimum:
Didasarkan pada pemahaman untuk mengetahui kapasitas SDA yang digunakan untuk menghasilkan barang/jasa dalam waktu tertentu. Pengukuran didasarkan pada perkiraan ilmiah atau teoritis.
Pengukuran ini lebih didasarkan kepada kemampuan biofisik alam tanpa mempertimbangkan kendala sosial ekonomi yang ada.
2) Kapasitas Lestari:
Konsep pengukuran berkelanjutan.
Ketersediaan SDA diukur berdasarkan kemampuannya untuk menyediakan kebutuhan bagi generasi kini dan juga generasi mendatang. Pada sumber daya perikanan dikenal dengan istilah Sustainable Yield¸ yaitu: secara teoritis, alokasi produksi dapat dilakukan sepanjang waktu, jika tingkat eksploitasi dikendalikan
3) Kapasitas Penyerapan:
Kemampuan SDA untuk dapat pulih seperti sediakala setelah menyerap limbah akibat aktivitas manusia. Kapasitas ini bervariasi akibat faktor eksternal seperti cuaca dan internal manusia.
4) Kapasitas Daya Dukung (Carrying Capacity): dimana didasarkan pada pemikiran bahwa lingkungan memiliki kapasitas untuk mendukung pertumbuhan organisme, misalnya ikan di kolam yang tumbuh berkembang secara positif jika daya dukung lingkungan masih besar.
5
5.
Pengukuran Kelangkaan Sumber Daya Alam Aspek kelangkaan SDA menjadi penting karena terkait dengan munculnya
persoalan tentang bagaimana mengelola SDA yang optimal. Hanley et al. (1997) menggunakan 3 (tiga) cara dalam mengukur kelangkaan SDA, sebagai berikut: A. Pengukuran berdasarkan Harga Riil:
Dapat diterima oleh banyak pihak. Tingginya harga SDA mencerminkan tingkat kelangkaan dari sumber daya tersebut (teori ekonomi klasik). Kelemahan pengukuran: kenaikan harga juga dipicu oleh distorsi pasar, harga riil hanya mencerminkan harga pasar, tapi tidak mencerminkan harga atas adanya biaya kesempatan (opportunity cost) sosial dari
kerusakan lingkungan akibat kegiatan ekstraksi SDA tersebut. B. Pengukuran berdasarkan Biaya per Unit (Unit Cost): Didasarkan kepada prinsip: jika sumber daya menjadi langka, maka biaya
ekstraksi SDA tersebut meningkat, yang berarti biaya per unit meningkat. C. Pengukuran berdasarkan Rente Kelangkaan (Scarcity Rent):
Didasarkan teori kapital sumber daya: rate of return Scarcity Rent: selisih antara harga per unit output dengan biaya ekstraksi marginal atau harga bersih (net price). Manfaat yang diperoleh dari aset SDA harus setara dengan opportunity cost dari aset yang lain, seperti saham.
Pada Gambar 3 terlihat SDA menghasilkan barang/jasa untuk proses industri berbasis sumber daya alam (I1). SDA juga langsung dikonsumsi rumah tangga (I2). Hasil proses industri berupa barang/jasa juga dikonsumsi oleh rumah tangga (I3). Kegiatan produksi oleh industri dan konsumsi oleh rumah tangga menghasilkan limbah yang dapat didaur ulang (D1 dan D2). Proses daur ulang ini ada yang langsung kembali ke alam dan lingkungan, misalnya proses pemurnian kembali air dan udara, dan ada yang kembali ke industri (D2), seperti pendaurulangan kertas, botol plastik. Dari limbah ini sebagian komponen ada yang tidak dapat didaur ulang, sehingga menjadi residual (D3) yang akan kembali ke lingkungan tergantung dari kemampuan kapasitas penyerapan atau asimilasinya.
6
Sumber Daya Alam dan Lingkungan I1
I2 I3
Produksi
Konsumsi
D2
D1
Limbah D3
Residual Gambar 3. Bagan Keterkaitan antara Sumber Daya Alam dan Aktifitas Ekonomi