BAB I LATAR BELAKANG Wilayah Simeulue terletak di bagian barat Sumatera dan dikelilingi oleh perairan Samudera Hindia sehingga memberikan ciri massa air oseanik yang terbuka dan memiliki sirkulasi yang baik. Dikelilingi garis pantai yang cukup panjang, memiliki sejumlah pulau, adanya teluk dan selat, menjadikan wilayah perairan Simeulue sangat potensial untuk dikembangkan kegiatan budidaya laut (Idris et al., 2007). Pengembangan budidaya laut dapat menyerap tenaga kerja baru bagi daerah desa pesisir yang umumnya masuk dalam kategori desa tertinggal (FAO, 1995). Pengembangan perikanan budidaya juga diharapkan dapat mengurangi gejala over fishing yang terjadi di perairan Indonesia (Dahuri, 1998; Dahuri et al., 2001; Effendi, 2004; Idris et al., 2007). Ikan kerapu memiliki nilai ekonomis tinggi dengan permintaan yang cukup besardi pasar Asia Tenggara (Pierre et al., 2008; Yamamoto, 2006; Tookwinas, 1989) perairan yang cocok bagi budidaya kerapu adalah perairan yang tenang, terhindar dari badai, dan mudah dijangkau. Beberapa daerah di aceh salah satunya Simeulue telah melakukan budidaya ikan kerapu, selain itu Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Busung Simeulue juga sudah mulai memproduksi benih ikan kerapu dan ini membuat benih ikan kerapu mulai mudah di dapatkan di propinsi aceh sehingga hal itu menjadi acuan bagi daerah aceh lainnya untuk melakukan budidaya laut khususnya ikan kerapu. Salah satu kegiatan budidaya laut yang populer untuk dikembangkan adalah penggunaan keramba jaring apung (KJA). Pemilihan lokasi KJA yang tepat merupakan hal yang sangat menentukan, mengingat kegagalan dalam pemilihan lokasi akan berakibat resiko yang permanen dalam kegiatan produksi (Radiarta et al., 2005; Ismail et al., 2001). Untuk memperoleh hasil yang memuaskan, hendaknya dipilih lokasi yang sesuai dengan karakteristik biofisik (persyaratan hidup) bagi jenis ikan yang dibudidayakan (Milne, 1979; Muir dan Kapetsky, 1998; Smith, 1982; Tucker, 1999).
Permasalahan yang dihadapi oleh para pembudidaya di Pulau Simeulue adalah belum adanya nilai ataupun spasial yang menggambarkan tingkat kesesuaian atau lokasi yang tepat dari perairan di pulau tersebut yang merupakan zona perikanan berkelanjutan. Akibatnya para pembudidaya, khususnya KJA kerapu menentukan lokasi budidaya tidak berdasarkan informasi tentang kelayakan lahan (site suitability). Permasalahan ini dapat menyebabkan kegiatan pemanfaatan space pada zona tersebut menjadi tidak tepat. Dampak positif dari melakukan budidaya tidak bisa terlepas dari kondisi lingkungan yang strategis dan mendukung, dapat ditinjau dari kondisi ekologis sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk melakukan kegiatan budidaya, dengan melakukan analisis kesesuaian lokasi dengan parameter-parameter yang dijadikan acuan penelitian. Oleh karena itu, diperlukan suatu analisis penentuan kesesuaian lokasi KJA kerapu di Pulau Simeulue.
BAB II TINJAUAN TEORI 1.
Arus Arus air pada lokasi yang dipilih diusahakan tidak terlalu kuat namun tetap ada
arusnya agar tetap terjadi pergantian air dengan baik dan kandungan oksigen terlarut dalam wadah budidaya ikan tercukupi, selain itu dengan adanya arus maka dapat menghanyutkan sisa-sisa pakan dan kotoran ikan yang terjatuh di dasar perairan. Dengan tidak terlalu kuatnya arus juga berpengaruh terhadap keamanan jaring dari kerusakan sehingga masa pakai jaring lebih lama. Bila pada perairan yang akan dipilih ternyata tidak ada arusnya (kondisi air tidak mengalir), disarankan agar unit budidaya atau jaring dapat diusahakan di perairan tersebut, tetapi jumlahnya tidak boleh lebih dari 1% dari luas perairan. Pada kondisi perairan yang tidak mengalir, unit budidaya sebaiknya diletakkan ditengah perairan sejajar dengan garis pantai. Kecepatan arus yang ideal untuk pembesaran ikan Kerapu adalah : 15 – 30 cm/detik. Kecepatan arus >30 cm/detik dapat mempengaruhi posisi jaring dan jangkar. Sebaliknya kecepatan arus yang terlalu kecil dapat mengurangi pertukaran air dalam jaring, sehingga berpengaruh terhadap ketersediaan oksigen, serta ikan mudah terserang parasit. 2.
Kedalaman Kedalaman perairan sangat berpengaruh terhadap kualitas air pada lokasi
tersebut. Lokasi yang dangkal akan lebih mudah terjadinya pengadukan dasar akibat dari pengaruh gelombang yang pada akhirnya menimbulkan kekeruhan. Kedalaman perairan yang ideal untuk pembesaran ikan kerapu menggunakan KJA adalah 5-15 meter. Perairan yang terlalu dangkal (<5 meter) dapat mempengaruhi kualitas air yang berasal dari sisa kotoran ikan yang membusuk dan perairan yang terlalu dangkal sering terjadi serangan ikan buntal yang merusak jaring. Sebaliknya kedalaman >15 meter membutuhkan tali jangkar yang terlalu panjang.
3.
Kecerahan Kecerahan perairan yang baik untuk budidaya ikan kerapu adalah >4 meter. Hal
ini berkaitan dengan pemantauan ikan di dasar jaring serta pemantauan sisa pakan. Kecerahan yang rendah karena tingkat bahan organik yang tinggi menyebabkan cepatnya perkembangan organisme penempel seperti kutu ikan, lumut, cacing, kekerangan dan lain-lain yang dapat menempel pada ikan dan jaring sehingga dapat menghambat perkembangbiakan ikan. 4.
Salinitas Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air. Salinitas
juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Salinitas yang diperlukan untuk pengembangan keramba jaring apung yaitu sebesar 20 hingga 32 ppt. sementara menurut Chua dan Teng (1978) dan Yoshimitsu et al. (1986) melaporkan kondisi ekologi yang cocok untuk budidaya ikan kerapu yaitu dengan salinitas dengan nilai sebesar 30 hingga 33 ppt. 5.
Suhu Suhu air yang optimal sebaiknya 27-32ºC. Hal ini sangat penting bagi
pertumbuhan ikan yang dipelihara. Lokasi budidaya juga sebaiknya terhindar dari stratifikasi suhu dan oksigen. Sementara menurut Chua dan Teng (1978) dan Yoshimitsu et al. (1986) melaporkan kondisi ekologi yang cocok untuk budidaya ikan kerapu yaitu dengan suhu air sebesar 24-31oC. 6.
pH Kondisi perairan dengan pH netral atau sedikit kearah basa sangat ideal untuk
kehidupan ikan air laut. Sedangkan jika pH rendah mengakibatkan aktifitas tubuh menurun atau ikan menjadi lemah, lebih mudah, terkena infeksi dan biasanya diikuti dengan tingkat mortalitas tinggi. Ikan diketahui mempunyai toleransi pada pH antara 4,0 – 11,0. Pertumbuhan ikan kerapu akan baik pada nilai pH normal yaitu sebesar 8,0 – 8,2.
7.
Skoring dan Pembobotan Adanya perhitungan skoring dan pembobotan ini digunakan untuk mengetahui
kesesuaian lahan yang akan dijadikan lokasi keramba jaring apung yaitu dengan menyusun matriks kesesuaian lahan berdasarkan sistem pembobotan seperti pada tabel dibawah ini : Tabel 1 Kriteria Kelayakan Lokasi untuk Budidaya Sistem Keramba Jaring Apung Kategori (rating) No
Parameter
Bobot
Sangat Sesuai (4)
Sesuai (3)
Sesuai Bersyarat (2)
Tidak Sesuai (1)
1.
Suhu
3
27 - 29
25 - <27 atau > 29 – 31
20 - <25 atau >31 – 35
<20 atau >35
2.
Salinitas
3
31 - 33
27 - <31 atau >33 – 35
20 - <27 atau >35 – 37
<20 atau >37
3.
Arus
3
15 – 30
10 - <15 atau >30 – 40
5 - <10 atau >40 - 50
<5 atau >50
4.
Kedalaman
2
7 – 15
5 - <7 atau 15 – 20
4 - <5 atau >20 – 25
<4 atau >25
5.
Oksigen
2
5–8
4 - <5 atau >8 – 9
3 - <4 atau >9 – 10
<3 atau >10
6.
pH
2
7,5 – 8
7 - <7,5 atau >8 – 8,5
6 - <7 atau >8,5 – 9
<6 atau >9
7.
Kecerahan
1
≥5
4 - <5
3 - <4
<3
Sumber : modifikasi dari KLH (2004); Radiarta et al. (2004); Sudjiharno dan Winanto (1998); Langkosono dan Wenno (2003); Anonim (2001); Mainassy et al. (2005); Chua dan Teng (1978); Minggawati dan Lukas (2012).
Tabel 2 Kesesuaian Lahan Perairan untuk Budidaya Kerapu di Keramba Jaring Apung No
Parameter
Bobot
1.
Kedalaman (m)
2.
Kecerahan (m)
3.
Kecepatan Arus (m/det)
S1
S2
Kelas
Skor
25
8 - 20
5
10
>5
5
25
0,2 - 0,4
5
Kelas 5 - <8 atau>20 <25 3–5 0,05 - <0,2 atau >0,40 - <0,50
N Skor
Kelas
Skor
3
<5 atau >25
1
3
<3
1
3
<0,05 atau >0,5
1
4.
Suhu (oC)
10
27 - 32
5
20 – 26
3
<20 atau >35
1
5.
Salinitas (ppt)
10
30 - 35
5
20 – 29
3
<20 atau >35
1
10
7,0 - 8,5
5
3
<4,0 atau >9,0
1
6.
Derajat Keasaman
4,0 - <7,0 atau >8,5 - <9,0
No
7.
Parameter
Bobot
Oksigen Terlarut (mg/l)
S1
S2
N
Kelas
Skor
Kelas
Skor
Kelas
Skor
10
>5
5
3 - <5
3
<3,0
1
8.
Nitrat (mg/l)
10
0,2 – 0,4
5
0,02 – 0,19
3
<0,02 atau >0,4
1
9.
Ammonia (mg/l)
10
<0,1
5
0,1 – 0,2
3
<0,3
1
10.
Fosfat (mg/l)
10
0,2 – 0,5
5
0,004 – 0,19
3
<0,004 atau >0,5
1
Total : bobot x skor
650
390
130
Sumber : Sunyoto (1996) dalam Amri et al. (2010), Amin (2001), Kurnia (2011), Adipu et al. (2013), Yusuf (2013), Akbar dan Sudaryanto (2002).
Tabel 3 Parameter Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya Kerapu Kriteria Kesesuaian No
Parameter Bobot
Sesuai
Kurang Sesuai
Tidak Sesuai
S1 (3)
S2 (2)
N (1)
1.
Salinitas
1
>75
25-75
< 25
2.
Batimetri (m)
5
1-3
3 - 10
> 10
3.
Arus (cm/dt)
3
0 - 15
15 -30
> 30
4.
Kecerahan (m)
3
> 10
5-10
<5
5.
Suhu ( C)
3
28-30
25-28
< 25 & > 30
6.
DO (mg/l)
1
>4
2-4
<2
7.
pH
3
7.5 -8.6
6.5 -7.5
< 6.5 & > 8.6
19
Skor 3
Skor 2
Skor 1
o
Total
Sumber: Materi Kuliah Perencanaan Wilayah Pesisir dan Kelautan tentang Kesesuaian Perairan
Berdasarkan tiga referensi yang kita dapat diatas, maka parameter yang akan kita gunakan untuk analisis kesesuaian perairan untuk budidaya ikan kerapu di Keramba Jaring Apung yaitu:
Tabel 4 Parameter Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya Kerapu di Perairan Simeulue Kriteria Kesesuaian No
Parameter Bobot
Sesuai
Kurang Sesuai
Tidak Sesuai
S1 (3)
S2 (2)
S3 (1)
1.
Kedalaman (m) 1
15
7 - 15
4 - <7 atau 15 - 25
<4 atau >25
2.
Salinitas 2
10
>75
25 - 75
<25
15
0 - 15
15 - 30
>30
3
3.
Arus (cm/dt)
4.
Kecerahan (m) 4
10
> 10
5 - 10
<5
5.
Suhu (oC) 5
10
27 - 29
30 - 35
<26 atau >30
6.
pH 6
10
7,6 – 8,6
6,5 - 7,5
<6,6 atau >8,6
Skor 3
Skor 2
Skor 1
Total 1Ahmad
et al., 1991; Sunyoto, 1994
2Laevastu 3Cholik
dan Hayes, 1981; Radiarta et al., 2004; Ingmanson dan Wallace, 1985; Ahmad et al., 1991
et al., 1995; Ahmad et al., 1991; Ingmanson dan Wallace, 1985; Lumb, 1989; Hardjojo dan
Djokosetiyanto, 2005; Mayunar et al., 1995; Radiarta et al., 2005; KLH, 2004 4Laevastu
dan Hayes, 1981; Boyd, 1982; Nybakken, 1998; Radiarta et al., 2005
5Laevestu
dan Hayes, 1981; Hardjojo dan Djokosetiyanto, 2005; Brown dan Gratzek, 1980; Davis, 1975;
Kinne, 1972; Mayunar et al., 1995; Sumaryanto et al., 2001; Peres dan Olivia-teles, 1999 6Gao
et al., 2011; Zweig et al., 1999
Pembobotan pada setiap faktor pembatas/parameter ditentukan berdasarkan pada dominannya parameter tersebut terhadap suatu peruntukan kelayakan lahan budidaya laut. Faktor-faktor pembatas tersebut diurutkan dari yang paling berpengaruh, karena setiap parameter memiliki andil yang berbeda dalam menunjang kehidupan komoditas. Parameter yang memiliki peran yang besar akan mendapatkan nilai lebih besar dari parameter yang tidak memiliki dampak yang besar (Hidayat et al., 1995). Setiap faktor pembatas dalam kolom matriks dibuat skala penilaian (rating) dengan angka 1 (tidak sesuai), angka 2 (kurang sesuai) dan 3 (sesuai). Perkalian bobot dengan skala penilaian (rating) akan mendapatkan nilai akhir (skor) dari faktorfaktor tersebut. Kemudian dihitung skor total semua faktor pembatas dari setiap kolom skala penilaian (rating) mulai dari 1 hingga 3.
BAB III REVIEW JURNAL YANG TERKAIT
ANALISIS KESESUAIAN BUDIDAYA KJA IKAN KERAPU MENGGUNAKAN SIG DI PERAIRAN RINGGUNG LAMPUNG Indah Febry Hastari1*, Rahmat Kurnia , dan M. Mukhlis Kamal Mahasiswa Pascasarjana Mayor Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, IPB E-mail:
[email protected] Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, IPB
I.
PENDAHULUAN Kerapu merupakan salah satu jenis ikan karang yang memiliki nilai ekonomis
tinggi dan banyak dibudidayakan di perairan laut Indonesia (Sugama, 2001). Menurut Yulianto et al. (2015), perairan yang cocok bagi budidaya kerapu di karamba jaring apung (KJA) adalah perairan yang tenang, terhindar dari badai, dan mudah dijangkau. KJA terbesar yang berada di provinsi Lampung berada di perairan Ringgung. keberhasilan usaha budidaya laut termasuk budidaya kerapu. Analisis kesesuaian parameter perairan untuk komoditas budidaya perlu dilakukan agar diketahui tingkat kesesuaiannya untuk komoditas yang dibudidayakan (Purnawan et al., 2015; Radiarta et al., 2004). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian lahan budidaya KJA kerapu dengan menggunakan metode SIG di perairan Ringgung, provinsi Lampung. II.
METODE PENELITIAN Lokasi pengambilan sampel disajikan dalam Gambar berikut.
Gambar 1 Lokasi Penelitian di Perairan Ringgung, Lampung Tabel 1 Jenis dan Sumber Data Penelitian
Analisa Data Analisis Kesesuaian Lahan Kesesuaian parameter untuk budidaya kerapu di KJA terbagi ke dalam tiga tingkatan pada setiap parameternya, yaitu sangat sesuai (S1), sesuai (S2), dan tidak
sesuai (N) (Sirajuddin, 2009). Tingkatan kesesuaian tersebut ditentukan berdasarkan kesesuaian parameter fisika-kimiawi perairan terhadap budidaya ikan (Tiskiatoro, 2006). Parameter yang dapat memberikan pengaruh lebih kuat sebagai faktor pembatas bagi organisme budidaya diberi bobot lebih tinggi. Kriteria kesesuaiaan disusun berdasarkan parameter fisika-kimiawi perairan yang dipersyaratkan dengan mengacu pada matriks kesesuaiaan (Tabel 2). Tabel 2 Kriteria Kesesuaian Lahan Perairan Untuk Budidaya Kerapu di KJA
Tabel 3 Pemberian Bobot dan Skor Pada Parameter Fisika-Kimiawi Perairan
Pemberian bobot dan skor (Tabel 3) dengan mempertimbangkan pengaruh variabel yang menentukan keberhasilan budidaya (Beveridge, 1991). Pemberian skor diberikan dengan nilai 1, 3 dan 5 sesuai kriteria dan batas yang ditentukan. Jika hasil pengukuran suatu parameter fisika-kimiawi perairan berada dalam kondisi optimum, maka skor yang diberikan tinggi, yakni 5. Namun sebaliknya, bila hasil pengukuran tersebut berada pada batas yang kurang optimum maka skor yang diberikan semakin rendah, yakni 1 atau 3. Perhitungan pada indeks kesesuaian berdasarkan rumus (Noor, 2009) : 𝑛
IK = ∑ (
𝑁𝑡 ) x 100% … … … . (1) 𝑁𝑚𝑎𝑥
𝑡=1
Dimana: IK = Indeks kesesuaian (%), Ni = Nilai parameter ke-i, Nmaks = Nilai maksimum kelas, dan N = 1,2,3,....,10. Berdasarkan perhitungan rumus indeks kesesuaian diatas, maka didapatkan kelas kesesuaian parameter fisika-kimiawi perairan sebagaimana telah disajikan pada Tabel 4 dibawah ini.
Tabel 4 Kelas Kesesuaian Parameter Fisika-Kimiawi Perairan
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kesesuaian Lahan Kondisi Peraiaran Ringggung Akbar dan Sudaryanto (2002) menyatakan nilai kecepatan arus yang optimal untuk budidaya kerapu berkisar antara 0,23 m/detik - 0,50 m/detik. Suhu optimum untuk budidaya kerapu di KJA berkisar antara 27oC - 32oC. Ikan kerapu menyukai hidup di habitat perairan karang dengan salinitas 30 ppt sampai 35 ppt. Bila dikelaskan, maka kesesuaian salinitas di perairan Ringgung dapat dikelompokkan menjadi satu kelas, yakni S1 (sangat sesuai). Ikan kerapu akan baik pertumbuhannya bila dipelihara pada perairan dengan nilai pH lebih besar dari 7 (Affan, 2012). Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004, kadar DO yang sesuai untuk biota laut bernilai lebih besar dari 5 mg/l.
Kesesuaian Parameter Perairan Tabel 5 Nilai Indeks dan Kelas Kesesuaian Pada Stasiun Pengamatan di Perairan Ringgung
Hasil Kesesuaian Lahan Perairan Untuk Budidaya Kerapu di KJA Berdasarkan peta hasil analisis kesesuaian lahan perairan (Gambar 3) dengan menggunakan perhitungan ArcGIS 10.3 (Tabel 7), diperoleh bahwa area yang dapat mendukung budidaya kerapu di KJA pada perairan Ringgung seluas 8522,16 ha (85,94%) yang masuk ke dalam kategori S1 (sangat sesuai), seluas 559,69 ha (5,64%) yang masuk ke dalam kategori S2 (sesuai) dan 835 ha (8,42%) yang masuk ke dalam kategori N (tidak sesuai) dari total luas lahan perairan untuk budidaya kerapu sebesar 99.168,5 ha. Hasil tersebut menunjukkan bahwa perairan Ringgung dikategorikan sesuai untuk usaha budidaya kerapu. Tabel 6 Luas Kelas Kesesuaian Lahan Perairan Untuk Budidaya Kerapu di KJA pada Perairan Ringgungm Lampung
Gambar 2 Peta KesesuaianLahan Perairan Untuk Budidaya Kerapu di KJA pada Perairan Ringgung, Lampung
IV.
KESIMPULAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata kedalaman
perairan berkisar antara 5,13 m - 19,67 m, kecerahan berkisar antara 1,67 m - 8,50 m, kecepatan arus berkisar antara 0,10 m/detik - 0,27 m/detik, suhu perairan berkisar antara 30,70 oC - 30,83 oC, pH berkisar antara 8,20 - 8,51, DO berkisar antara 5,90 mg/l - 6,12 mg/l, nitrat berkisar antara 0,72 mg/l - 0,77 mg/l , ammonia berkisar antara 0,10 mg/l - 0,24 mg/l, dan fosfat berkisar antara 1,01 - 1,28 mg/l yang secara umum masih sesuai untuk budidaya kerapu di KJA. Kesesuaian lahan di perairan Ringgung memiliki tingkat kesesuaian sangat sesuai (85,94%) dengan luasan 8.522,16 ha, sesuai (5,64%) dengan luasan 559,69 ha, dan tidak sesuai sebesar 8,42% dengan luasan 835 ha dari luasan total perairan sebesar 99.168,5 ha.
BAB IV ANALISIS KSESUAIAN PERAIRAN
Kondisi dasar laut menjadi hal yang penting untuk diamati sebelum meletakkan KJA pada suatu daerah. Dasar perairan tempat KJA sebaiknya memiliki topografi yang landai (Mayunar et al., 1995). Selanjutnya kedalaman dasar laut juga harus lebih dalam dari 5 meter (Krisanti dan Imran, 2006; Sunyoto, 1994). Berdasarkan hasil pengukuran menunjukkan kedalaman terendah adalah 5 m. Cahaya juga dibutuhkan oleh ikan budidaya, untuk menentukan keberadaan mangsa melalui pantulan cahaya yang ditangkap oleh sensor di mata ikan (Laevastu dan Hayes, 1981). Sejalan dengan hal tersebut, kecerahan terendah (5 m) sekitar perairan Simeulue, karena kecerahan yang sesuai dengan budidaya keramba jarring apung ini yaitu >10 m. Namun secara keseluruhan kecerahan diPerairan Simeulue ini berkisar antara 5 - >10 m, sehingga masih layak digunakan untuk budidaya ikan kerapu. Kecepatan arus yang terukur di Perairan Simeulue ini sangat cocok untuk budidaya ikan kerapu, berdasarkan hasil analisis tidak terdapat spot-spot yang tergolong tidak sesuai untuk dilakukannya budidaya keramba jarring apung untuk ikan kerapu. Adapun kecepatan arus yang terdapat diperairan Simeulue ini yaitu berkisar 0 – 30 cm/dt. Arus yang terlalu kencang akan mempengaruhi ketahanan bangunan keramba dan pakan yang banyak terbuang terbawa oleh arus sebelum sempat dimakan oleh ikan yang di budidaya. Kecepatan arus yang sesuai juga dapat mengurangi polutan yang dihasilkan dan untuk memastikan limbah yang dihasilkan terbawa dari lokasi budidaya (Lumb, 1989). Nilai salinitas yang diperoleh pada perairan Simeulue ini secara keseluruhan tergolong kurang sesuai, namun masih bias dimanfaatkan dengan rekayasa pembangunan keramba jarring apung. Kondisi salinitas di Perairan Simeulue ini yaitu berkisar antar 25 – 75 berada dalam perairan teluk yang semi tertutup serta adanya
masukan (runoff) sungai yang terdapat di sekitar perairan tersebut diduga menurunkan salinitas air laut di sekitarnya (Stewart, 2006). Kondisi salinitas tersebut tentunya perlu dipertimbangkan dalam menjalankan proses budidaya kerapu. Jenis kerapu yang akan dibudidayakan hendaknya memiliki toleransi terhadap kondisi salinitas rendah, serta turut dilakukan proses aklimatisasi terlebih dahulu (Kohno et al., 1988; Ahmad et al., 1991; Radiarta et al., 2004). Suhu yang terukur saat pengamatan adalah 27 - 35 °C dan terdapat beberapa titik dilokasi perairan Simeulue yang memiliki suhu tidak sesuai untuk budiday ikan kerapu,sementara nilai pH 6,5 – 8,6 yang tergolong untuk dilakukannya budidaya keramba jarring apung ini. Pengamatan terhadap nilai suhu dan pH di perairan ini menunjukkan kesesuaian dengan syarat yang dibutuhkan untuk pengembangan kegiatan budidaya laut. (KLH, 2004; Mayunar et al., 1995; Sumaryanto et al., 2001). Hasil penilaian (scoring) yang dilakukan di perairan Simeulue menunjukkan bahwa perairan ini berada dalam kategori sangat sesuai untuk dikembangkan menjadi lokasi KJA budidaya kerapu. Meskipun demikian, perlu diperhatikan lebih lanjut kondisi salinitas dan potensi sedimentasi yang dapat menjadi faktor penentu keberhasilan kegiatan budidaya kerapu berbasis KJA. Salah satunya adalah pemilihan jenis kerapu yang akan dibudidayakan pada lokasi tersbut (Chen et al., 1977; Kohno et al., 1988). Akhirnya, keberhasilan kegiatan budidaya KJA juga ditentukan oleh penanganan yang tepat dalam operasional KJA agar resiko kegagalan relatif rendah dan hasil yang didapat bisa berlangsung secara berkesinambungan (Ali, 2003). Berikut ini table yang menunjukkan tingkat kebenaran berdasarkan paramaeter yang dibutuhkan dengan ketersediaan data yang dimiliki peneliti: Tabel 1 Kriteria Kesesuaian
No
Parameter
Bobot
Sesuai S1 (3)
Kriteria Kesesuaian Kurang Sesuai S2 (2)
Tidak Sesuai S3 (1)
1
Kedalaman (m)
15
7-15
4-<7 atau 15-25
<4 atau >25
2
Salinitas (ppt)
10
>75
25-75
< 25
3
Arus (cm/dt)
15
0 - 15
15 -30
> 30
No 4
Parameter Kecerahan (m) o
Kriteria Kesesuaian Kurang Sesuai S2 (2)
Bobot
Sesuai S1 (3)
Tidak Sesuai S3 (1)
10
> 10
5-10
<5
5
Suhu ( C)
10
27-29
30-35
< 26 atau > 30
6
pH
10
7,6 – 8,6
6,5 -7,5
< 6.6 atau > 8.6
7
Oksigen terlarut
10
>5
3 - <5
<3
8
Nitrat
10
0,2 – 0,4
0,02 – 0,19
< 0,02 atau >0,4
9
Ammonia
5
<0,1
0,2 – 0,2
<0,3
10
Fosfat
5
0,2 – 0,5
0,004 – 0,19
<0,004 atau >0,5
100
Skor 3
Skor 2
Skor 1
Total Sumber: Hasil Analisis Tahun 2018
Parameter yang digunakan
Berdasarkan table diatas dapat dilihat bahwa terdapat 10 parameter yang digunakan untuk menganalisis tingkat kesesuaian di Perairan Simeulue yang akan digunakan untuk budidaya keramba jarring apung ikan kerapu. Namun dari 10 parameter yang ada, peneliti hanya memiliki/menggunakan 6 parameter saja. Sehingga jika dilihat berdasarkan nilai bobot yang ada disetiap parameter yang digunakan, tingkat kebenaran dari hasil analisis yang digunakan yaitu sebesar 70%. Untuk memperjelas hasil analisis yang telah kami lakukan berikut peta kondisi dari setiap parameter yang dikaji beserta kesesuaian perairan secara keseluruhan.
Berdasarkan perhitungan kesesuaian maka didapatkan kelas kesesuaian parameter perairan Simeulue sebagaimana telah disajikan pada table dibawah ini. Tabel 2 Kelas Kesesuaian Parameter Analisis Kesesuaian
Kelas
Sesuai
>131,8
Kurang Sesuai
73,4 – 131,7
Tidak Sesuai
15 – 73,3
Sumber: Hasil Analisis Tahun 2018
Hasil tersebut menunjukkan bahwa perairan Simeulue dikategorikan sesuai untuk usaha budidaya kerapu. Tabel 3 Luas Kelas Kesesuaian Lahan Perairan Untuk Budidaya Kerapu di KJA pada perairan Simeulue Keterangan Area
Luasan
Persentase (%)
Sesuai
5216,06
99,96
Kurang Sesuai
1,98
0,04
Tidak Sesuai
0,00
0
Total
5218,04
100
Sumber: Hasil Analisis Tahun 2018
Dari table diatas dapat kita lihat bahwa sebagian besar perairan yang ada di Simeulue ini sesuai untuk dijadikan tempat usaha budidaya ikan kerapu, hanya sedikit sekali titik perairan yang tergolong tidak sesuai, dan terdapat pula perairan yang masih kurang sesuai namun masih dapat dimanfaatkan dengan menggunakan metode rekayasa pembangunan keramba jarring apung untuk ikan kerapu ini.
BAB V PEMBAHASAN (APA PNTINGNYA ANALISS KESESUAIAN PERAIRAN TERSEBUT DAN APA HUBUNGANNYA DGN KONSEP ICM Pengembangan budidaya KJA ikan kerapu dalam konsep pengelolaan secara terpadu (integrated coastal management/ICM) merupakan suatu proses yang mengharmoniskan kepentingan antara berbagai stakeholder dalam menyusun dan mengimplementasikan suatu rencana terpadu (integrated plan) baik dari aktivitas didaratan (antropogenik) maupun aktivitas budidaya di lautan untuk melindungi ekosistem pesisir beserta sumberdaya alam yang terdapat didalamnya untuk kesejahteraan secara adil dan berkelanjutan. pengelolaan
yang
meliputi
ssessment),
penentuan
penilaian
tujuan,
secara
perencanaan
Suatu kerangka (sistem) kerja komprehensif dan
pengelolaan
(comprehensive pembangunan
(pemanfaatan) wilayah pesisir beserta segenap sumberdaya alamnya, dengan memperhatikan perspektif (aspirasi) tradisional, budaya dan historis serta konflik kepentingan dan penggunaan. Beberapa prinsip dasar dalam perencanaan pengembangan budidaya laut dalam konsep pengelolaan pesisir secara terpadu antara lain : (1) Agenda 21 Rio prinsip pembangunan berkelanjutan, (2) Keterpaduan dan koordinasi antar sektor, (3) Pelibatan masyarakat, (4) Pnalisis cost and benefit spesifik lokasi , (5) Pehitungan kapasitas lingkungan (daya dukung), (6) Penerapan aturan insentif, (7) Pengawasan dampak yang ditimbulkan oleh setiap aktivitas, (8) Evaluasi dan penyesuaian, serta (9) Efektivitas lembaga dan organisasi yang berperan (GESAMP, 2001). Selanjutnya parameter yang berhubungan dengan integrasi kegiatan perikanan budidaya dalam rencana pengelolaan pesisir antara lain : (1) parameter fisika meliputi pemetaan penggunaan lahan didaratan, kegiatan pembangunan, reklamasi dan pengairan; (2) parameter biologi dan kimia, meliputi kecerahan perairan, keberadaan padang lamun, mangrove, terumbu karang dan pencemaran bahan organik; (3) parameter sosial dan ekonomi masyarakat meliputi kepadatan penduduk, lapangan
pekerjaan, tingkatan pendapatan masyarakat, konflik antar sector berdasarkan perbedaan kepentingan (FAO, 1996). Sistem budidaya yang memperhitungkan ukuran daya dukung lingkungan perairan tempat berlangsungnya kegiatan budidaya dalam menentukan skala usaha/ukuran unit usaha akan dapat menjamin kontinuitas hasil panen.
Sistem
budidaya model ini sering diperkenalkan sebagai sistem budidaya berkelanjutan dan bertanggungjawab (sustainable and responsible aquaculture).
KESIMPULAN Bedasarkan hasil kajian pada Perairan Simeulue ini dapat diketahui bahwa nilai parameter utama, yaitu: suhu berkisar 27-35 °C, pH 6,5 – 8,6, kecerahan 5 - >10 m, kedalaman 4-<7 atau 15 - 25 m, salinitas 25 – 75 ppt, arus 0 – 3 cm/dt. Analisis kesesuaian menunjukkan perairan ini berada dalam kategori sangat layak. Ditemukan kondisi salinitas yang cenderung rendah diakibatkan adanya runoff sungai yang berada di sekitar perairan tersebut. Penentuan jenis kerapu yang memiliki adaptasi terhadap kondisi salinitas rendah diperlukan untuk keberhasilan kegiatan budidaya.
DAFTAR PUSTAKA
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=294017&val=4129&title=A nalisis%20Kesesuaian%20Wilayah%20Untuk%20Budidaya%20Ikan%20Keram ba%20Jaring%20Apung%20di%20Perairan%20Girsang%20Sipangan%20Bolon %20Danau%20Toba%20(Analysis%20of%20suitability%20area%20for%20float ing%20net%20cage%20ini%20Lake%20Toba%20Girsang%20Sipangan%20Bol on). Di akses tanggal 30 November 2017
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt/article/viewFile/17926/12796.
Di
akses tanggal 30 November 2017
http://www.stitek-balikdiwa.ac.id/images/jbd_v6n2_5.pdf. Di akses tanggal 30 November 2017
http://jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1ec61c9cb232a03a96d0947c6478e525e/2016/08/Jurnal-Amdani.pdf.
Di
akses
tanggal 30 November 2017
file:///C:/Users/user/Downloads/2365-4432-1-PB.pdf.
Di
akses
tanggal
22
tanggal
22
Desember 2017
http://repository.utu.ac.id/1395/1/BAB%20I-V.pdf.
Di
akses
Desember 2017
http://widiindrakesuma.blogspot.co.id/2015/05/perencanaan-keramba-jaringapung.html. Di akses tanggal 22 Desember 2017
http://ainulparnadi.blogspot.co.id/2013/01/pengembangan-budidaya-kerambajaring.html. Di akses tanggal 22 Desember 2017
https://id.wikipedia.org/wiki/Salinitas. Di akses tanggal 22 Desember 2017
http://robiblogaddes.blogspot.co.id/2016/12/keramba-jaring-apung-ikan-kerapudi.html. Di akses tanggal 22 Desember 2017
http://docplayer.info/52504490-Teluk-bagi-pengembangan-budidaya-kerambajaring-apung-ikan-kerapu.html.
Di
akses
tanggal
10
Januari
2018
Dosen: Apriadi Budi Raharja, St., M.Si Mata Kuliah: Perenc.Wil.Pesisir & Kelautan Tanggal Penyerahan: 11 Januari 2018
ANALISIS KESESUAIAN BUDIDAYA IKAN KERAPU MENGGUNAKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN SIMEULUE Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas Perenc.Wil.Pesisir & Kelautan
Oleh: MUHAMMAD THARIQ YURIADI (113060017) DWI DESSORA
(153060014)
TRI MAR’ATUL UMMAH
(153060082)
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG 2018