Kitab-kitab Injil: Layakkah Dipercaya?

  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kitab-kitab Injil: Layakkah Dipercaya? as PDF for free.

More details

  • Words: 1,017
  • Pages: 3
Injil: Layakkah Dipercaya? Sebuah Pembelaan Berdasarkan Lukas 1:1-4

Deky H. Y. Nggadas Periode Pra-Kitab-kitab Injil: Sebuah ilustrasi Bayangkan bahwa saudara dibawa secara ajaib ke masa dimana Yesus pernah hidup dan melayani. Di sana, saudara mengamati aktivitas para murid sesudah Yesus naik ke sorga (bnd. Kis. 2 dst.). Setiap hari para rasul mengisahkan kembali apa yang Yesus pernah katakan dan lakukan semasa hidup-Nya. Kelihatannya mereka bukan hanya melakukannya dengan bersemangat, melainkan juga dengan keberanian yang belum pernah saudara lihat dari seorang pendeta manapun. Namun, saudara heran karena saudara tidak pernah melihat mereka membawa sebuah buku hitam berlabel: Alkitab. Lalu, saudara mendekati salah satu di antara mereka dan bertanya, “Bapak koq khotbah tanpa Alkitab?” Orang itu tampak bingung mendengar pertanyaan saudara. “Apakah Alkitab itu?”, orang itu balik bertanya. Kini saudara sadar bahwa mereka tidak memiliki Alkitab. Saudara bertanya lagi, “Pak, bagaimana Bapak yakin bahwa yang Bapak kisahkan itu memang tepat seperti yang dikatakan dan dilakukan Yesus?”. Orang itu menjawab, “… kami tidak mengikuti dongeng-dongeng isapan jempol manusia, ketika kami memberitahukan kepadamu kuasa dan kedatangan Tuhan kita, Yesus Kristus sebagai raja, tetapi kami adalah saksi mata dari kebesaran-Nya” (lih. 2 Pet 1:16 dst). Tiba-tiba saudara dibawa kembali ke tahun 2008 dan duduk dalam keheranan: “Mereka koq nggak punya Alkitab ya….” Beberapa hari kemudian, saudara mendapat informasi dari sebuah siaran radio yang bermotto “to reach the unreach people” bahwa yang mereka punyai saat itu hanya Perjanjian Lama saja. “Lalu, bagaimana dengan PB?”, saudara merenung sambil terus mendengarkan pemaparan sang nara sumber dalam siaran tersebut. Ternyata, kitab Injil yang pertama (Injil Markus) baru mulai ditulis 10-30 tahun sesudah Yesus naik ke sorga. Jadi sebelum kitab Injil yang pertama ditulis, semua tutur kata Yesus dan perbuatannya dikisahkan kembali secara lisan (dari mulut ke mulut) berdasarkan ingatan para murid. Saudara pun tertidur pulas karena kelelahan, mungkin juga karena kebingungan. Fakta yang mengejutkan? Jangan panik! Mungkin agak mengejutkan kalau saya menegaskan bahwa situasi yang diilustrasikan di atas benar-benar terjadi sebelum kitab-kitab Injil ditulis. Bahwa sebelum kitab-kitab Injil ditulis, tutur kata dan perbuatan Yesus dikisahkan kembali secara lisan (dari mulut ke mulut) oleh para rasul yang adalah saksi mata pelayanan Yesus. Saya tidak tahu apakah saudara pernah memperhitungkan fakta ini atau tidak. Namun yang jelas, fakta ini tidak bisa kita sangkali. Dan ironisnya, fakta ini dapat menimbulkan masalah serius bagi keyakinan kita terhadap kehandalan isi Alkitab (khususnya kitab-kitab Injil). Jika isi kitab-kitab Injil sebelum dituangkan dalam bentuk tulisan pernah melewati proses penceritaan/pengisahan secara lisan, bagaimana kita yakin bahwa isinya masih sama persis seperti yang dikatakan dan dilakukan Yesus? Bukankah dalam pengalaman kita, sebuah informasi yang diedarkan secara lisan sangat besar kemungkinannya untuk mengalami perubahan atau bahkan Email: [email protected]

Page 1

kehilangan keasliannya? Jadi pertanyaan utamanya adalah apakah isi kitabkitab Injil layak untuk dipercayai sebagai informasi yang akurat? Jangan panik! KITAB-KITAB INJIL DAPAT DIPERCAYA SEPENUHNYA! Bagaimana membuktikannya? Banyak cara dapat dikemukakan disini untuk membuktikannya, dan salah satunya adalah seperti yang akan dijelaskan berikut ini.

Jawaban Berdasarkan Lukas 1:1-4 Berdasarkan pendahuluan (prolog) Injil Lukas ini, kita mendapat beberapa informasi penting terkait dengan pertanyaan-pertanyaan di atas. Pertama, Lukas menulis Injilnya dengan menggunakan sumber-sumber tertentu (ay. 1-3). Sumber-sumber itu adalah bahan-bahan yang disusun oleh “banyak orang” (kemungkinan besar merujuk kepada sumber-sumber tertulis) dan bahan-bahan yang berasal dari “para saksi mata dan pelayan firman”. Sumber yang terakhir disebut ini diyakini oleh para ahli sebagai sumbersumber lisan (oral tradition). Siapakah “para saksi mata dan pelayan firman” itu? Mereka adalah para rasul (Luk. 6:12-16), mungkin juga termasuk 70 murid yang diutus memberitakan Injil (Luk. 10:1-12). Bagi Lukas, apa yang ia tulis adalah seperti yang telah disampaikan para saksi mata dan pelayan firman. Kata seperti (Yun: kathos) di sini menegaskan keidentikan tulisan Lukas dengan apa yang berasal dari para rasul sendiri. Kedua, hasil tulisan Lukas sebenarnya lahir dari suatu riset yang saksama (Yun. akribos, sebenarnya dapat juga diterjemahkan dengan “akurat”; bnd. 1Tes. 5:2; Mat. 2:8; Ef. 5:15) dan teratur (Yun. kathekhes, “berurutan”). Kita tidak perlu masuk dalam perdebatan tentang apakah yang dimaksud dengan “teratur” di sini. Namun, yang jelas tulisan Lukas lahir dari penelitian yang cermat dan pengelolaan sumber secara cerdas untuk kebutuhan pembacanya (Teofilus dan mungkin juga orang-orang non-Yahudi di sekitarnya). Ketiga, Lukas memberikan jaminan bahwa apa yang ia tulis itu dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya (ay. 4). Lukas menggunakan kata asfaleian yang secara literal berarti “aman atau tanpa bahaya” (Kis. 5:23; 1Tes. 5:3) dan secara figuratif berarti “pasti atau benar” (Luk. 1:4.). Menarik untuk diperhatikan bahwa kata ini biasa digunakan untuk para penjaga yang bertugas mengamankan para napi supaya tetap dalam kondisi aman; juga digunakan dalam Mat 27:64 ketika para prajurit diperintahkan untuk mengamankan kubur Yesus supaya tidak dicuri para murid. Dalam konteks hukum, kata ini digunakan untuk menandai keabsahan atau legalitas suatu dokumen. Dengan demikian, secara sempit, kita dapat berkata bahwa Lukas menggunakan kata ini secara figuratif untuk meyakinkan pembacanya tentang kehandalan (reliabilitas) tulisannya. Dalam pengertian yang lebih luas, Lukas ingin menunjukkan bahwa kepercayaan Kristen adalah benar dan patut dipertimbangkan untuk dianut. Mengapa? Oleh karena berita keselamatan yang ia tuliskan melalui Injilnya (dan juga Kisah Para Rasul) ditunjang oleh kesaksian para saksi mata, dan juga oleh fakta sejarah (Lukas adalah satusatunya penulis PB yang menghubungkan sejarah penebusan dengan sejarah dunia; mengenai keakuratan/ketepatan catatan historis Lukas, saudara dapat membaca hasil riset Sir William Ramsey, A. N. Sherwin-White; C. J. Hemer, dan Marthin Hengel). Email: [email protected]

Page 2

Singkatnya, pembaca kitab ini diajak untuk memperhitungkan secara serius kebenaran yang ditulis oleh Lukas. Kesimpulan: Cukup komprehensif? Tidak! Lalu…? Uraian di atas masih menyisakan pertanyaan, apakah prolog/pendahuluan Injil Lukas juga ikut menjadi jaminan bagi ketiga Injil lainnya (Matius, Markus, dan Yohanes)? Apakah dengan meyakini argumentasi Lukas kemudian serta merta menjadikan ketiga Injil yang lain benar? Tentu saja tidak, karena prolog itu ditujukan Lukas bagi tulisannya sendiri. Lalu apa yang dapat kita petik dari uraian di atas untuk meyakini kehandalan isi kitab-kitab Injil? Dengan adanya kita diyakinkan oleh Lukas perihal kebenaran tulisannya, paling tidak menunjukkan bahwa fakta akan adanya periode lisan tersebut di atas, tidak berpengaruh secara serius terhadap kehandalan kitab-kitab Injil. Ternyata Lukas menjamin bahwa tulisannya adalah “sungguh benar”. Itulah sebabnya, mayoritas ahli PB menyebut Lukas sebagai seorang “sejarawan dan teolog” yang handal.

Email: [email protected]

Page 3

Related Documents