BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Ovarium mempunyai fungsi dan peranan yang penting sebagai organ reproduksi khususnya bagi wanita , namun dalam fungsi dan peranannya terdapat masalah yang patut untuk diperhatikan. Masalah tersebut adalah kista ovarium, potensinya dapat menyerang kaum wanita pada umumnya. Namun pada hegemoni sekarang ini kaum wanita kurang atau bahkan tidak memperhatikan hal-hal yang berkaitan sehingga resiko timbul kista ovarium menjadi tinggi. Demikian juga etiologi dari kista ovarium juga sangat erat dengan aktifitas sehari-hari menjadi faktor pendukung kerentanan individu terkena kista ovarium. Tahun 2008 WHO (World Health Organization) telah memaparkan bahwa kista ovarium merupakan penyebab kematian utama pada kasus keganasa ginekologi. Kista ovarium juga merupakan kanker kelima yang sering menjadi penyebab kematian pada wanita setelah setelah kanker paru-paru, kolorental, payudara dan pankreas. Angka insiden pada wanita di bawah 50 tahun sebanyak 5,3/100.000 dan meningkat menjadi 41,4/100 pada wanita di atas 50 tahun. Resiko yang paling ditakuti dari kista ovarium yaitu mengalami degenerasi keganasan, disamping itu bisa juga mengalami torsi atau terpuntir sehingga menimbulkan nyeri akut, perdarahan, atau infeksi. Begitu tingginya resiko terjadi kista ovarium mengharuskan setiap kaum wanita meningkatkan perhatian dan kewaspadaan terhadap segala yang berkaitan mengenai kista ovarium. Sehingga peran perawat dalam health educator sangat diperlukan yaitu menjelaskan, mengajarkan, memberi arahan serta memberi asuhan keperawatan yang sesuai terhadap penanganan klien dengan kista ovarium. 1.2
Tujuan
1.2.1
Tujuan Umum
1.2.1.1
Membantu mahasiswa dalam memahami secara umum konsep dari kista ovarium
1.2.2
Tujuan Khusus
1.2.2.1
Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan kista ovarium
1.2.2.2
Mampu menemukan masalah keperawatan pada klien dengan kista ovarium
1.2.2.3
Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan kista ovarium
1.2.2.4
Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan kista ovarium
1.2.2.5
Mampu mengevaluasi tindakan yang sudah dilakukan pada klien dengan kista ovarium
1.2.2.6
Mampu mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, penghambat serta dapat mencari solusinya.
1.2.2.7
Mampu mendokumentasikan semua kegiatan keperawatan dalam bentuk narasi
1.2.3
Manfaat Mahasiswa mampu memahami tentang Kista Ovarium sehingga dapat menunjang pembelajaran perkuliahan pada mata kuliah Keperawatan Maternitas. Mahasiswa mampu memahami proses asuhan keperawatan yang dilakukan pada klien dengan Kista Ovarium sehingga dapat menjadi bekal saat melakukan proses asuhan keperawatan selama dirumah sakit.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Anatomi dan Fisiologi
A.
Anatomi Ovarium
Sebuah ovarium terletak disetiap sisi uterus, di bawah dan di belakang tuba falopii. Dua ligamen mengikat ovarium pada tempatnya, yakni bagian messovarium ligamen lebar uterus, yang memisahkan ovarium dari sisi dinding pelvis lateral kira-kira setinggi spina illiaka anterior superior, dan ligamentum ovarii propium, yang mengikat ovarium ke uterus. Pada palpasi,ovarium dapat digerakkan. Ovarium memiliki asal yang sama (homolog) dengan testis pada pria.Ukuran dan bentuk ovarium menyerupai sebuah almond berukuran besar. Saat ovulasi, ukuran ovarium dapat berubah menjadi dua kali lipat untuk sementara. Ovarium yang berbentuk oval ini memiliki konsistensi yang padat dan sedikit kenyal. Sebelum menarche, permukaan ovarium licin. Setelah maturasi seksual, luka parut akibat ovulasi dan ruptur folikel yang berulang membuat permukaan nodular menjadi kasar. Ligamen Ovarium terdiri dari: Ligamen Ovarii Propium adalah ligamentum yang membentang dari extremitas uterina menuju ke corpus uteri disebelah dorsocaudal tempat masuknya tuba uterina ke uterus. Ligamen Suspensorium Ovarii adalah ligamentum yang membentang dari extremitas tubaria kearah cranial dan menghilang pada lapisan yang menutupi Musculus Psoas Major. Ligamen Mesovarium adalah ligamentum yg merupakan duplikat dari lapisan mesenterica yang melebar ke arah dorsal. Vaskularisasi dan Inervasi Ovarium: Ovarium mendapatkan vaskularisasi dari a. ovarica dan v. ovarica. Dimana v. ovarica dextra akan bermuara ke VCI. Sedangkan v. ovarica sinistra akan bermuara ke v. renalis sinistra lalu akan bermuara ke VCI. Ovarium dipersarafi oleh plexus hypogastricus B.
Fisiologi Ovarium
Ovarium adalah sepasang organ berbentuk kelenjer dan tempat menghasilkan ovum. Kelenjar itu berbentuk biji buah kenari, terletak di kanan dan kiri uterus, di bawah tuba uterine dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum uteri. Ovarium terdiri atas korteks di sebelah luar dan diliputi oleh epitelium germinativum yang berbentuk kubik dan di dalam terdiri dari stroma serta folikel primordiial dan medula sebelah dalam korteks tempat terdapatnya stroma dengan pembuluh darah, serabut sara dan sedikit otot polos. (Bobak. 1995) Fungsi ovarium adalah: 1. Memproduksi ovum Hormon gonodotrofik dari kelenjar hipofisis bagian anterior mengendalikan (melalui aliran darah) produksi hormon ovarium. Hormon perangsangfolikel (FSH) penting untuk awal pertumbuhan folikel de graaf, hipofisis mengendalikan pertumbuhan ini melalui Lutenizing Hormon (LH) dan sekresi luteotrofin dari korpus lutenum. 2. Memproduksi hormon estrogen Hormon estrogen dikeluarkan oleh ovarium dari mulai anak-anak sampai sesudah menopause (hormon folikuler) karena terus dihasilkan oleh sejumlah besar folikel ovarium dan seperti hormon beredar dalam aliran darah. Estrogen penting untuk pengembangan organ kelamin wanita dan menyebabkan perubahan anak gadis pada masa pubertas dan penting untuk tetap adanya sifat fisik dan mental yang menandakan wanita normal. 3. Memproduksi hormon progesterone Hormon progesteron disekresi oleh luteum dan melanjutkan pekerjaan yang dimulai oleh estrogen terhadap endometrium yaitu menyebabkan endometrium menjadi tebal, lembut dan siap untuk penerimaan ovum yang telah dibuahi. (Bobak, 1995) 2.2
Definisi
Kista ovarium merupakan salah satu tumor jinak ginekologi yang paling sering dijumpai pada wanita di masa reproduksinya. Sebagian besar kista terbentuk karena perubahan kadar hormon yang terjadi selama siklus haid, produksi dan pelepasan sel telur dari ovarium. Kista ovarium adalah benjolan yang membesar, seperti balon yang berisi cairan yang tumbuh di indung telur. Kista tersebut disebut juga kista fungsional karena terbentuk selama siklus menstruasi normal atau setelah telur dilepaskan sewaktu ovulasi (Yatim, 2005). Kista ovarium merupakan jenis yang paling sering terjadi terutama yang bersifat non neoplastik, seperti kista retensi yang berasal dari korpus luteum. Tetapi disamping itu ditemukan pula jenis yang merupakan neoplasma. Oleh karena itu, kista ovarium dibagi dalam 2 golongan : 1. Kista ovarium Non neoplastik (fungsional) a) Kista Folikel Kista ini berasal dari folikel de graaf yang tidak sampai berevolusi, namun tumbuh terus menjadi kista folikel, atau dari beberapa folikel primer yang setelah tumbuh di bawah pengaruh estrogen tidak mengalami atresia yang lazim, melainkan membesar menjadi kista. (Prawirohardjo, 2002). Kista folikel adalah struktur normal, fisiologis, sementara dan seringkali multiple, yang berasal dari kegagalan resorbsi cairan folikel dari yang tidak berkembang sempurna. Paling sering terjadi pada wanita muda yang masih menstruasi dan merupakan kista yang paling lazim dijumpai oleh ovarium normal. b) Kista korpus Luteum Dalam keadaan normal korpus luteum akan mengecil dan menjadi korpus albikans. Terkadang korpus lutem akan mempertahankan diri ( korpus luteum persistens), perdarahan yang sering terjadi di dalamnya menyebabkan terjadinya kista, berisi cairan yang berwarna merah coklat karena darah tua. Dinding kista terdiri atas lapisan berwarna kuning, terdiri atas sel-sel luteum yang berasal dari sel-sel teka. Kista korpus luteum dapat menimbulkan gangguan haid, berupa amenore diikuti oleh perdarahan tidak teratur. Adanya kista dapat juga menyebabkan rasa berat
di perut bagian bawah dan perdarahan yang berulang dalam kista dapat menyebabkan ruptur. c) Korpus Teka Lutein Kista ini dapat terjadi pda kehamilan, lebih jarang di luar kehamilan. Kista lutein yang sesungguhnya, umumnya berasal dari korpus luteum hematoma. Kista teka lutein biasanya bilateral, kecil dan lebih jarang dibanding kista folikel atau kista korpus luteum. Kista teka lutein diisi oleh cairan berwarna kekuning-kuningan, secara perlahan-lahan terjadi reabsorpsi dari unsur-unsur darah, sehingga akhirnya tinggallah cairan yang jernih atau sedikit bercampur darah. Pada saat yang sama dibentuklah jaringan fibroblast pada bagian lapisan lutein sehingga pada kista teka ltein yang tua, sel-sel lutein terbenam dalam jaringan-jaringan perut (Wiknojosastro,2005). 2. Kista ovarium Neoplastik a) Kistoma Ovarii Simpleks Kistoma ovarii simpleks adalah kista yang permukaannya rata dan halus, biasanya bertangkai, seringkali bilateral, dan dapat menjadi besar. Dinding kista tipis berisi cairan jernih yang serosa dan berwarna kuning. b) Kistadenoma Ovarii Muscinosum Bentuk kista multilokular dan biasanya unilatelar, dapat tumbuh menjadi sangat besar. Gambaran klinis terdapat perdarahan dalam kista dan perubahan degeneratif sehingga timbul perlengketan kista dengan omentum, usus, dan peritonem parietale. Kista ini berasal dari teratoma. Selain itu, bisa terjadi ileus karena perlekatan dan produksi musim yang terus bertambah akibat pseudomiksoma peritonei. c) Kistadenoma Ovarii Serosum Kista ini berasal dari epitel germinativum. Bentuk kistanya unilokular, bila multilokular perlu dicurigai adanya keganasan. Kista ini dapat membesar, tetapi tidak sebesar musinosum. Selain teraba massa intraabdominal juga dapat timbul asites. d) Kista Dermoid
Kista dermoid adalah teratoma kistik jinak dengan struktur ektodermal berdiferensiasi sempurna dan lebih menonjol daripada mesoderm dan entoderm. Dinding kista keabu-abuan dan agak tipis, konsistensi sebagian kistik kenyal dan sebagian lagi padat. Dapat terjadi perubahan kearah keganasan, seperti karsinoma epidermoid. Kista ini diduga berasal dari sel telut melalui proses partenogenesis (Smeltzer, 2002). 2.3
Etiologi
Sampai sekarang ini penyebab dari kista ovarium belum sepenuhnya dimengerti, tetapi beberapa teori menyebutkan adanya gangguan dalam pembentukan estrogen dan dalam mekanisme umpan balik ovarium-hipotalamus. Penyebab terbentuknya kista pada ovarium adalah gagalnya sel telur atau folikel untuk berovulasi. Munculnya penyakit kista disebabkan beberapa hal, yaitu : 1. Adanya catatan kesehatan pernah mengalami kista ovarium sebelumnya 2. Siklus menstruasi yang tidak normal 3. Peningkatan distribusi lemak di bagian tubuh bagian atas 4. Peningkatan kesuburan pada wanita. Pada wanita yang tidak subur, resiko tumbuhnya kista naik menjadi empat kali lipat 5. Menstruasi dini, yang terjadi di usia 11 tahun atau lebih muda lagi 6. Hipotiroidsm tau ketidakseimbangan hormonal 7. Menderita kanker ovarium atau kanker metastatik. Pada penderita kanker ovarim, biasanya ditemukan pula kista ovariumnya. 8. Merokok. 2.4
Manifestasi Klinis
Kebanyakan kista ovarium tidak menunjukan tanda dan gejala. Sebagian besar gejala yang ditemukan adalah akibat pertumbuhan aktivitas hormone atau komplikasi tumor tersebut. Kebanyakan wanita dengan kanker ovarium tidak menimbulakan gejala dalam waktu yang lama. Gejala umumnya sangat berfariasi dan tidak spesifik. Tanda dan gejala yang sering muncul pada kista ovarium antara lain :
1. Menstruasi yang tidak teratur, disertai nyeri. 2. Perasaan penuh dan tertekan diperut bagian bawah. 3. Nyeri saat bersenggama. 4. Perdarahan. 5. Pada stadium awal gejalanya dapat berupa: 6. Gangguan haid 7. Jika sudah menekan rectum atau VU mungkin terjadi konstipasi atau sering berkemih. 8. Dapat terjadi peregangan atau penekanan daerah panggul yang menyebabkan nyeri spontan dan sakit diperut. 9. Nyeri saat bersenggama. Pada stadium lanjut : 1. Asites 2. Penyebaran ke omentum (lemak perut) serta oran organ di dalam rongga perut (usus dan hati) 3. Perut membuncit, kembung, mual, gangguan nafsu makan, 4. Gangguan buang air besar dan kecil. 5. Sesak nafas akibat penumpukan cairan di rongga dada. Bila ditemukan sifat kista seperti diatas, harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memperkuat dugaan ke arah kanker ovarium seperti tindakan USG dengan Doppler untuk menentukan arus darah dan bahkan mungkin diperlukan untuk menunjang diagnosis adalah pemeriksaan tumor marker seperti Ca-125 dan Ca 72-4, beta – HCG dan alfafetoprotein. Semua pemeriksaan diatas belum bisa memastikan diagnosis kanker ovarium, akan tetapi hanya sebagai pegangan untuk melakukan tindakan operasi. Prosedur operasi pada pasien yang tersangka kanker ovarium sangat berbeda dengan kista ovarium biasa. 2.5
Patofisiologi
Fungsi ovarium yang normal tergantung kepada sejumlah hormone dan kegagalan pembentukan salah satu hormone tersebut bisa mempengaruhi fungsi ovarium. Ovarium tidak akan berfungsi secara normal jika tubuh wanita tidak menghasilkan hormone hipofisa dalam jumlah yang tepat.
Fungsi ovarium yang abnormal kadang menyebabkan penimbunan folikel yang terbentuk secara tidak sempurna di dalam ovarium. Folikel tersebut gagal mengalami pematangan dan gagal melepaskan sel telur, terbentuk secara tidak sempurna di dalam ovarium karena itu terbentuk kista di dalam ovarium. Setiap hari ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut folikel de graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang rupture akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5-2 cm dengan kista di tengah-tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mulamula akan membesar kemudian secara gradual akan mengecil selama kehamilan. Kista ovari berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa kista folikural dan luteal yang kadang-kadang disebut kista theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh gonadotropin, termasuik FSH dan HCG. Kista fungsional multiple dapat terbentuk karena stimulasi gonadotropin atausensitivitas terhadap gonadotropin yang berlebih. Kista folikel dan luteal, kelainan yang tidak berbahaya ini berasal dari folikel de graaf yang tidak pecah atau folikel yang sudah pecah dan segera menutup kembali. Kista demikian seringnya adalah multipel dan timbul langsung di bawah lapisan serosa yang menutupi ovarium, biasanya kecil, dengan diameter 1- 1,5 cm dan berisi cairan serosa yang bening, tetapi ada kalanya penimbunan cairan cukup banyak sampai mencapai diameter 4-5 cm, sehingga teraba massa dan menimbulkan sakit pada daerah pelvis. Pada neoplasia tropoblastik gestasional (hydatidiform mole danchoriocarcinoma) dan kadang-kadang pada kehamilan multiple dengan diabetes, HCg menyebabkan kondisi yang disebut hiperreaktif lutein. Pasien dalam terapi infertilitas,induksi ovulasi dengan menggunakan gonadotropin (FSH dan LH) atau terkadang
clomiphene citrate, dapat menyebabkan sindrom hiperstimulasi ovari, terutama bila disertai dengan pemberian HCG. Kista neopalasia dapat tumbuh dari prolifelasi sel yang berlebih dan tidak terkontrol dalam ovarium serta dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasia yang ganas dapat berasal dari semua jenis sel dan jaringan ovarium. Sejauh ini, keganasan paling sering berasal dari epitel permukaan (mesotelium) dan sebagian besar lesi kistik parsial. Jenis kista jinak yang serupa dengan keganasan ni adalah kistadenoma serosa dan mucinous. Tumor ovari ganas yang lain dapat terdiri dari area kistik, termasuk jenis ini adalah tumor sel granulosa dari sec cord sel dan germ cel tumor dari germa sel primordial. Teratoma berasal dari tumor germ sel yang berisi elemen dari 3 lapisan germinal embrional; ektodermal, endodermal, dan mesodermal. Pathway (????) 2.6
Pemeriksaan Diagnostik 1. Pap smear Pap Smear untuk mengetahui displosia seluler menunjukan kemungkinan adaya kanker / kista. 2. Ultrasound / scan CT Memungkinkan visualisasi kista yang diameternya dapat berkisar dari 1-6 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk membantu mengindentifikasi ukuran / lokasi massa, dan batas-batanya. 3. Laparoskopi Laparoskopi dilakukan untuk melihat adanya tumor, perdarahan, perubahan endometrial. Laparoskopi juga berguna untuk menentukan apakah kista berasal dari ovary atau tidak dan juga untuk menentukan jenisnya. 4. Hitung darah lengkap
Penurunan Hb dapat menununjukan anemia kronis sementara penurunan Ht
menduga
kehilangan
darah
aktif,
peningkatan
SDP
dapat
mengindikasikan proses inflamasi / infeksi (Doenges. 2000). 5. Foto Rontgen Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks. Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat gigi dalam tumor. 2.7
Penatalaksanaan
Pengangkatan kista ovarium yang besar biasanya adalah melalui tindakan bedah, misal laparatomi, kistektomi atau laparatomi salpingooforektomi. Kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium dan menghilangkan kista. Perawatan pasca operasi setelah pembedahan untuk mengangkat kista ovarium adalah serupa dengan perawatan setelah pembedahan abdomen dengan satu pengecualian penurunan tekanan intra abdomen yang diakibatkan oleh pengangkatan kista yang besar biasanya mengarah pada distensi abdomen yang berat. Hal ini dapat dicegah dengan memberikan gurita abdomen sebagai penyangga. Tindakan keperawatan berikut pada pendidikan kepada klien tentang pilihan pengobatan dan manajemen nyeri dengan analgetik / tindakan kenyamanan seperti kompres hangat pada abdomen atau teknik relaksasi napas dalam, informasikan tentang perubahan yang akan terjadi seperti tanda – tanda infeksi, perawatan insisi luka operasi (Lowdermilk.dkk. 2005). Tindakan operasi pada tumor ovarium neoplastik yang tidak ganas ialah pengangkatan tumor dengan mengadakan reseksi pada bagian ovarium yang mengandung tumor. Akan tetapi jika tumornya besar atau ada komplikasi, perlu dilakukan pengangkatan ovarium, bisanya disertai dengan pengangkatan tuba (Salpingo-oovorektomi) (Wiknjosastro, et.all, 1999). Asuhan post operatif merupakan hal yang berat karena keadaan yang mencakup keputusan untuk melakukan operasi, seperti hemorargi atau infeksi. Pengkajian dilakukan untuk mengetahui tanda-tanda vital, asupan dan keluaran, rasa sakit dan
insisi. Terapi intravena, antibiotik dan analgesik biasanya diresepkan. Intervensi mencakup tindakan pemberiaan rasa aman, perhatian terhadap eliminasi, penurunan rasa sakit dan pemenuhan kebutuhan emosional Ibu (Hlamylton, 1995). Efek anestesi umum mempengaruhi keadaan umum penderita, karena kesadaran menurun. Selain itu juga diperlukan monitor terhadap keseimbangan cairan dan elektrolit, suara nafas dan usaha pernafasan, tanda-tanda infeksi saluran kemih, drainese urin dan perdarahan. Perawat juga harus mengajarkan bagaimana aktifitas pasien di rumah setelah pemulangan, berkendaraan mobil dianjurkan setelah satu minggu di rumah, tetapi tidak boleh mengendarai atau menyetir untuk 3-4 minggu, hindarkan mengangkat benda-benda yang berat karena aktifitas ini dapat menyebabkan kongesti darah di daerah pelvis, aktifitas seksual sebaiknya dalam 4-6 minggu setelah operasi, kontrol untuk evaluasi medis pasca bedah sesuai anjuran. 2.8
Komplikasi
Kista ovarium yang besar bisa mengakibatkan ketidaknyamanan pada ovarium. Jika kista yang besar menekan kandung kemih akan mangakibatkan seseorang menjadi sering berkemih karena kapasitas kandung kemih menjadi berkurang. Beberapa wanita dengan kista ovarium tidak menimbulkan keluhan, tapi dokterlah yang menemukan pada pemeriksaan pelvis. Masa kista ovarium yang berkembang setelah menopause mungkin akan menjadi suatu keganasan (kanker). Beberapa komplikasi dari kista ovarium antara lain: 1. Torsio Kista Ovarium. Komplikasi kista ovarium bisa berat, komplikasi paling sering dan paling berbahaya
adalah
torsio
dari
kista
ovarium
yang
merupakan
kegawatdaruratan medis yang menyebabkan tuba falopi berotasi, situasi ini bisa menyebabkan nekrosis. Kondisi ini sering menyebabkan infertilitas. Manifestasi dari torsio kista ovarium adalah nyeri perut unilateral yang biasanya menyebar turun ke kaki. Pada kondisi ini pasien harus segera di bawa ke rumah sakit. Jika pembedahan selesai pada 6 jam
pertama setelah onset krisis, intervensi pada kista torsio bisa dilakukan. Jika torsio lebih dari 6 jam dan tuba falopi sudah nekrosis, pasien akan kehilangan tuba falopinya. 2. Perdarahan dan ruptur kista. Komplikasi lain adalah perdarahan atau rupturnya kista yang ditandai dengan ascites dan sering sulit untuk dibedakan dari kehamilan ektopik. Situasi ini juga perlu pembedahan darurat. Gejala dominan dari komplikasi ini adalah nyeri kuat yang berlokasi di salah satu sisi dari abdomen (pada ovarium
yang
mengandung
kista).
Ruptur
kista
ovarium
juga
mengakibatkan anemia. Ruptur kista ovarium sulit dikenali karena pada beberapa kasus tidak ditemukan gejala. Tanda pertama yang bisa terjadi adalah terasa nyeri di abdomen bagian bawah, mual, muntah dan demam. 3. Infeksi. Infeksi bisa mengikuti komplikasi dari kista ovarium. Kista ovarium yang tidak terdeteksi dan susah untuk didiagnosis bisa mengakibatkan kematian akibat septikemia. Gejala infeksi pertama adalah demam, malaise, menggigil dan nyeri pelvis. 2.9
Prognosis
Prognosis dari kista jinak sangat baik. Kista jinak tersebut dapat tumbuh di jaringan sisa ovarium atau di ovarium kontralateral. Kematian disebabkan karena karsinoma ovari ganas berhubungan dengan stadium saat terdiagnosis pertama kali dan pasien dengan keganasan ini sering ditemukan sudah dalam stadium akhir. Angka harapan hidup dalam 5 tahun rata-rata 41.6%, bervariasi antara 86.9% untuk stadium FIGO Ia dan 11.1% untuk stadium IV. Tumor sel granuloma memiliki angka bertahan hidup 82% sedangakan karsinoma sel skuamosa yang berasal dari kista dermoid berkaitan dengan prognosis yang buruk. Sebagian besar tumor sel germinal yang terdiagnosis pada stadium awal memiliki prognosis yang sangat baik (william, 2005) Disgerminoma dengan stadium lanjut berkaitan dengan prognosis yang lebih baik dibandingkan germinal sel tumor nondisgerminoma. Tumor yang lebih tidak agresif dengan potensi keganasan yang rendah mempunyai sifat yang lebih jinak
tetapi tetap berhubungan dengan angka kematian yang tinggi. Secara keseluruhan angka bertahan hidup selama 5 tahun adalah 86.2%.
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1
Pengkajian
Yaitu suatu kegiatan mengumpulkan dan mengorganisasikan data yang dikumpulkan dari berbagai sumber dan merupakan dasar untuk tindakan dan keputusan yang diambil pada tahap-tahap selanjutnya. Adapun pengkajiannya meliputi : 1. Biodata Meliputi identitas pasien, identitas penanggung jawab dan identitas masuk. 2. Riwayat kesehatan Meliputi keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga dan riwayat sosial ekonomi. 3. Status Obstetrikus, meliputi : Menstruasi : menarche, lama, siklus, jumlah, warna dan bau Riwayat perkawinan : berapa kali menikah, usia perkawinan Riwayat persalinan Riwayat KB Pengkajian pasca operasi rutin, menurut (Ingram, Barbara, 1999): Kaji tingkat kesadaran Ukur tanda-tanda vital Auskultasi bunyi nafas Kaji turgor kulit
Pengkajian abdomen a)
Inspeksi ukuran dan kontur abdomen
b)
Auskultasi bising usus
c)
Palpasi terhadap nyeri tekan dan massa
d)
Tanyakan tentang perubahan pola defekasi
e)
Kaji status balutan
Kaji terhadap nyeri atau mual Kaji status alat intrusif Palpasi nadi pedalis secara bilateral Evaluasi kembalinya reflek gag Periksa laporan operasi terhadap tipe anestesi yang diberikan dan lamanya waktu di bawah anestesi. Kaji status psikologis pasien setelah operasi Data penunjang Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan darah lengkap (NB, HT, SDP) Terapi : terapi yang diberikan pada post operasi baik injeksi maupun peroral 3.2
Analisa Data Data
Etiologi
Masalah Keperawatan
DS : Klien mengatakan
Kista Ovarium
Gangguan rasa nyaman :
bahwa dia merasa nyeri
↓
pada luka di perutnya.
Operasi ↓
P : Klien merasa nyeri
Luka Insisi
karena adanya luka post
↓
nyeri abdomen
operasi.
Diskontinuitas Jaringan
Q : Klien mengatakan nyerinya
seperti
↓ Nyeri
berdenyut-denyut. R
:
Klien
merasakan
di
perutnya.
nyeri
S : Skala nyeri yang dialami klien adalah 2 (sedang). 0
:
1: 2
Tidak
nyeri
Nyeri :
ringan
Nyeri
3:
sedang
Nyeri
berat
4: Nyeri tak tertahankan T : nyerinya sejak 2 hari yang
lalu
dilakukan
setelah
operasi
dan
nyerinya kadang-kadang muncul
DO : -Klien
masih
terlihat
meringis kesakitan ketika bergerak. - Skala nyeri 2 (sedang). -TTV TD
:
120/80
N
:
85
T
mmHg
kali/menit
:
36,5˚C
R : 20 kali/menit DS : DO : Luka post Op
Kista Ovarium ↓
Resiko infeksi
Pembedahan ↓ Invasi kuman sekunder ↓ Resiko infeksi DO : klien menyatakan
Kista Ovarium
Ansietas
↓
kecemasannya DS : klien terlihat tidak
Operasi ↓
tenang
Kurang pengetahuan ↓ Ansietas DS : Klien mengatakan
↓
mual, muntah. DO :
dari
porsi
yang
dari kebutuhan tubuh
- Klien tampak tidak
menurun
Menekan organ perut
Rasa begah di perut ↓
nafsu makan BB
↓ ↓
disediakan
-
Gangguan nutrisi kurang
Pembesaran ovarium
- Klien hanya memakan ¼
Kista Ovarium
(1kg
dalam seminggu) 64kg menjadi 63 kg
Anoreksi, mual, muntah ↓ Intake tidak adekuat ↓ Nutrisi kurang dari kebutuhan
DS : - Klien mengatakan sudah 2 hari tidak BAB
Kista Ovarium ↓ Operasi
- Klien mengatakan ada
↓
rasa untuk BAB namun
Imobilitas
tidak keluar
↓
Resiko konstipasi
-
Klien
mengatakan
Peristaltik usus ↓ ↓
sebelumnya tidak pernah seperti ini
Resiko konstipasi
DO : -Klien tampak kurang beraktivitas -
Klien
kelihatan
takut
untuk
beraktivitas -
Klien
terlihat
terbaring lemah di tempat tidur.
3.3
Diagnosa Keperawatan
Gangguan rasa nyaman : nyeri abdomen berhubungan dengan insisi pada abdomen. Resiko
infeksi
berhubungan
dengan
invasi
kuman
sekunder
terhadap
pembedahan. Resiko konstipasi berhubungan dengan pembedahan abdominal. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksi, mual, muntah. Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi. 3.4 1.
Intervensi Gangguan rasa nyaman : nyeri abdomen berhubungan dengan insisi pada
abdomen. Tujuan :
Rasa nyaman terpenuhi Kriteria hasil : Skala nyeri 0, pasien mengungkapkan berkurangnya rasa nyeri, tanda-tanda vital normal. Intervensi : 1) Jelaskan penyebab nyeri pada pasien 2) Kaji skala nyeri pasien 3) Pantau TTV pasien 4) Ajarkan teknik relaksasi napas dalam 5) Ajarkan tehnik distraksi selama nyeri 6) Berikan individu kesempatan untuk istirahat yang cukup 7) Kolaborasi pemberian analgesik sesuai program dokter 2.
Resiko infeksi berhubungan dengan invasi kuman sekunder terhadap
pembedahan. Tujuan : Tidak terjadi infeksi. Kriteria hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi (TTV normal, tidak ada peningkatan leukosit). Intervensi : 1) Kaji tanda-tanda infeksi dan monitor TTV 2) Gunakan tehnik antiseptik dalam merawat pasien 3) Isolasikan dan instruksikan individu dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum mendekati pasien 4) Tingkatkan asupan makanan yang bergizi 5) Kolaborasi pemberian terapi antibiotik sesuai program dokter 3.
Resiko konstipasi berhubungan dengan pembedahan abdominal.
Tujuan : Tidak terjadi konstipasi Kriteria hasil : Peristaltik usus normal (5-35 kali per menit), pasien akan menunjukkan pola climinasi biasanya. Intervensi : 1) Monitor peristaltik usus, karakteristik feses dan frekuensinya 2) Dorong pemasukan cairan adekuat, termasuk sari buah bila pemasukan peroral dimulai. 3) Bantu pasien untuk duduk pada tepi tempat tidur dan berjalan. 4.
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksi, mual,
muntah. Tujuan : Tidak terjadi penurunan berat badan yang berlebih, IMT dalam batas normal (18,5-24,9). Kriteria hasil: Klien tidak merasa mual dan muntah. Nutrisi klien terpenuhi. Intervensi : 1) Tentukan BB ideal menurut usia dan tinggi badan. 2) Kajikemampuan klien untuk mendapatkan dan menggunakan nutrisi yang penting 3) Monitor intake nutrisi, spesifikkan porsi makanan yang dimakan. 4) Kaji adanya alergi makanan. 5) Temani pasien saat makan untuk mendorong intake nutrisi. 6) Timbang pasien setiap minggu dalam kondisi yang sama.
7) Berikan antipiretik sesuai instruksi sebelum makan. 8) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi 5.
Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pasien mengetahui tentang efek samping dari operasinya. Kriteria hasil : Pasien menyatakan memahami tentang kondisinya. Intervensi : 1) Tinjau ulang efek prosedur pembedahan dan harapan pada masa dating. 2) Diskusikan dengan lengkap masalah yang diantisipasi selama masa penyembuhan. 3) Diskusikan melakukan kembali aktifitas 4) Identifikasi keterbatasan individu 5) Kaji anjuran untuk memulai koitus seksual 6) Identifikasi kebutuhan diet 7) Motivasi pasien untuk minum obat yang diberikan secara rutin
3.5
Implementasi
Gangguan rasa nyaman : nyeri abdomen berhubungan dengan insisi pada abdomen. 1) Menjelaskan penyebab nyeri pada pasien 2) Mengkaji skala nyeri pasien 3) Memantau TTV pasien 4) Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam 5) Mengajarkan tehnik distraksi selama nyeri 6) Memberikan individu kesempatan untuk istirahat yang cukup 7) Berkolaborasi pemberian analgesik sesuai program dokter
Resiko
infeksi
berhubungan
dengan
invasi
kuman
sekunder
terhadap
pembedahan. 1) Mengkaji tanda-tanda infeksi dan monitor TTV 2) Menggunakan tehnik antiseptik dalam merawat pasien 3) Mengisolasi dan menginstruksikan individu dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum mendekati pasien 4) Meningkatkan asupan makanan yang bergizi 5) Berkolaborasi pemberian terapi antibiotik sesuai program dokter Resiko konstipasi berhubungan dengan pembedahan abdominal. 1) Memonitor peristaltik usus, karakteristik feses dan frekuensinya 2) Mendorong pemasukan cairan adekuat, termasuk sari buah bila pemasukan peroral dimulai. 3) Membantu pasien untuk duduk pada tepi tempat tidur dan berjalan. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksi, mual, muntah. 1) Menentukan BB ideal menurut usia dan tinggi badan. 2) Mengkaji kemampuan klien untuk mendapatkan dan menggunakan nutrisi yang penting 3) Memonitor intake nutrisi, spesifikkan porsi makanan yang dimakan. 4) Mengkaji adanya alergi makanan. 5) Menemani pasien saat makan untuk mendorong intake nutrisi. 6) Menimbang pasien setiap minggu dalam kondisi yang sama. 7) Memberikan antipiretik sesuai instruksi sebelum makan. 8) Memberikan informasi tentang kebutuhan nutrisi Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi. 1) Meninjau ulang efek prosedur pembedahan dan harapan pada masa dating. 2) Mendiskusikan dengan lengkap masalah yang diantisipasi selama masa penyembuhan. 3) Mendiskusikan melakukan kembali aktifitas 4) Mengidentifikasi keterbatasan individu
5) Mengkaji anjuran untuk memulai koitus seksual 6) Mengidentifikasi kebutuhan diet 7) Memotivasi pasien untuk minum obat yang diberikan secara rutin
3.6
Evaluasi
Gangguan rasa nyaman : nyeri abdomen berhubungan dengan insisi pada abdomen teratasi. Resiko infeksi berhubungan dengan invasi kuman sekunder terhadap pembedahan teratasi. Resiko konstipasi berhubungan dengan pembedahan abdominal teratasi. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksi, mual, muntah teratasi. Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi teratasi.
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN Kista ovarium paling sering berupa kista folikel atau kista korpus luteum yang dapat menyebabkan amonorea yaitu kondisi ketiadaan menstruasi atau periode loncatan menstruasi. Kista ovarium merupakan perbesaran sederhana ovarium normal, folikel de graf atau korpus luteum atau kista ovarium dapat timbul akibat pertumbuhan dari epithelium ovarium. Asuhan yang di berikan pada kista ovarium didahului dengan melakukan pengkajian, untuk mendapatkan data dan merumuskan diagnosa yang muncul. Kanker Indung Telur (Kanker Ovarium) adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur). Kanker ovarium paling sering ditemukan pada wanita yang berusia 50-70 tahun dan 1 dari 70 wanita menderita kanker ovarium. Kanker Indung Telur (Kanker Ovarium) adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur). Kanker ovarium paling sering ditemukan pada wanita yang berusia 50-70 tahun dan 1 dari 70 wanita menderita kanker ovarium. Faktor resiko tejadinya kanker ovarium yaitu obat kesuburan, pernah menderita kanker payudara, riwayat keluarga yang menderita kanker payudara dan/atau kanker ovarium, riwayat keluarga yang menderita kanker kolon, paru-paru, prostat dan rahim. B. SARAN Berikan
penjelasan
yang
jelas
kepada
pasien
dan
tentang
penyakitnya. Penatalaksanaan yang efektif dan efisien pada pasien untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan mencegah terjadinya komplikasi. Kepada mahasiswaatau pembaca disarankan agar dapat mengambil pelajaran dari makalah ini sehingga apabila terdapat tanda dan gejala penyakit kista ovarium, maka kita dapat melakukan tindakan yang tepat agar penyakit tersebut tidak berlanjut ke arah yang lebih buruk.
DAFTAR PUSTAKA
Bilota, K.A.J. (2011). Kapita Selekta Penyakit dengan Implikasi Keperawatan. Jakarta: EGC. Bobak, Lowdermilk. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi keempat. Jakarta:EGC. Doenges, M.E. (2000). Rencana Keperawatan. Jakarta : EGC. Fadhilah, E. Hiswani & Jemadi. (2013). Karakteristik Wanita Penderita Kista Ovarium Di Rumah Sakit Vita Insani. (Internet) Termuat dalam: (Diakses tanggal 7 Agustus 2018). Indra, D. (2014). Aplikasi Untuk Mendiagnosa Penyakit Kista Ovarium Menggunakan
Metode
Forward
Chaining. (Internet)
Termuat
dalam:
(Diakses tanggal 7 Agustus 2018). Irianto, K. (2013). Anatomi dan Fisiologi. Bandung: Alfabeta. Kowalak, J. P. (2014). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC. Mansjoer, Arif (2001) .Kapita Selekta Kedokteran .Jakarta : EGC. Mashudi, (2011). Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi Dasar. Jakarta: Salemba Medika. Nugroho, T. (2012). Obsgyn: Obstetri dan Ginekologi. Yogyakarta: Nuha Medika. Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Nanda Nic Noc Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis. Yogyakarta: Mediaction. Pearce, Evelyn C. (2008). Anatomi dan Fisiolog untuk Paramedis Edisi Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Purwaningsih,
W. & Fatmawati, S. (2010). Asuhan Keperawatan
Maternitas. Yogyakarta: Nuha Medika.
Saraswati, S. (2010). 52 Penyakit Perempuan: Mencegah & Mengobati 52 Penyakit Yang Sering Diderita perempuan. Yogyakarta: Katahati. Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC. Wiknojosastro,
Hanifa.
Editor.
Abdul
Bari
Saifuddin,
Trijatmo
Rachimhadhi. (2009). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Yatim, F. (2005). Penyakit Kandungan. Jakarta: Penerbit Pustaka Populer Obor.