BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Air Hasil analisis kadar air mie kering campuran tepung kacang merah dan tepung terigu dengan penambahan ekstrak ubi jalar ungu dapat dilihat pada Tabel. Tabel . Kadar Air Mie Kering No.
Perlakuan
Rata-rata (%)
1.
A
4.83
2.
B
4.54
3.
C
4.35
4.
D
3.14
Tabel di atas menunjukkan rata-rata kadar air berkisar antara 3.14% 4.83%. Kadar air teringgi terdapat pada perlakuan A yang dibuat dengan formulasi 80% tepung terigu dan 20% tepung kacang merah. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran) menunjukkan bahwa pencampuran tepung kacang merah dan tepung terigu dalam pembuatan mie kering, tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air mie kering. Kadar air merupakan faktor yang sangat penting pada produk mie kering. Hal ini dikarenakan daya simpan serta keawetan mie sangat ditentukan oleh kadar air. Semakin tinggi kadar air, maka daya simpan akan semakin singkat. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah kadar air, maka daya simpan semakin lama. Berdasyarkan syarat mutu mie kering pada SNI Nomor 01-2974-1992 yang terdapat pada Tabel 3, kadar air maksimal yang terdapat dalam mie kering adalah sebesar 8%. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengujian telah sesuai dengan syarat mutu yang ditentukan karena pada seluruh perlakuan, kadar air yang diperoleh dibawah 8%. Berdasarkan penelitian, kadar air pada mie kering cenderung menurun seiring dengan meningkatnya rasio tepung kacang merah. Hal ini disebabkan karena tepung kacang merah mengandung kadar air yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kadar air tepung terigu. Kadar air tepung kacang merah adalah sebesar 11.16%. Sedangkan kadar air tepung terigu adalah 14.5% (SNI 3751 : 2009). Selain itu,
proses pengeringan juga mengakibatkan kadar air pada mie kering akan mengalami penurunan karena penguapan. 4.2 Kadar Abu Hasil analisis kadar abu mie kering campuran tepung kacang merah dan tepung terigu dengan penambahan ekstrak ubi jalar ungu dapat dilihat pada Tabel. Tabel . Kadar Abu Mie Kering No.
Perlakuan
Rata-rata (%)
Notasi**
1.
A
1.77
a
2.
B
2.15
b
3.
C
2.67
c
4.
D
2.97
d
BNT 1% = 0.27 (**) Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata
Tabel di atas menunjukkan rata-rata kadar abu berkisar antara 1.77% 2.97%. Kadar abu teringgi terdapat pada perlakuan D yang dibuat dengan formulasi 20% tepung terigu dan 80% tepung kacang merah. Sedangkan kadar abu terendah diperoleh dari perlakuan 80% tepung terigu dan 20% tepung kacang merah. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran) menunjukkan bahwa pencampuran tepung kacang merah dan tepung terigu dalam pembuatan mie kering, memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar abu mie kering. Uji BNT 1% menunjukkan bahwa tiap perlakuan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini terlihat dari notasi yang berbeda pada tiap perlakuan. Berdasarkan syarat mutu mie kering pada SNI Nomor 01-2974-1992 yang terdapat pada Tabel 3, kadar abu maksimal yang terdapat dalam mie kering adalah sebesar 3%. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengujian telah sesuai dengan syarat mutu yang ditentukan karena pada seluruh perlakuan, kadar air yang diperoleh dibawah 3%.
4.3 Kadar Protein Hasil analisis kadar protein mie kering campuran tepung kacang merah dan tepung terigu dengan penambahan ekstrak ubi jalar ungu dapat dilihat pada Tabel. Tabel . Kadar Protein Mie Kering No.
Perlakuan
Rata-rata (%)
Notasi**
1.
A
18.86
a
2.
B
20.24
b
3.
C
21.97
c
4.
D
23.18
d
BNT 1% = 0.55 (**) Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata
Tabel di atas menunjukkan rata-rata kadar protein berkisar antara 18.66% 23.18%. Kadar protein teringgi terdapat pada perlakuan D yang dibuat dengan formulasi 20% tepung terigu dan 80% tepung kacang merah. Sedangkan kadar protein terendah diperoleh dari perlakuan 80% tepung terigu dan 20% tepung kacang merah. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran) menunjukkan bahwa pencampuran tepung kacang merah dan tepung terigu dalam pembuatan mie kering, memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar protein mie kering. Uji BNT 1% menunjukkan bahwa tiap perlakuan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini terlihat dari notasi yang berbeda pada tiap perlakuan. Kadar protein pada mie kering terus meningkat seiring dengan meningkatnya penambahan tepung kacang merah. Kadar protein yang tinggi pada kacang merah, yaitu sebesar 24.37 per 100 gr bahan (Tabel 1), mengakibatkan meningkatnya kadar protein pada mie kering di tiap perlakuan dalam penelitian ini. Berdasarkan syarat mutu mie kering pada SNI Nomor 01-2974-1992 yang terdapat pada Tabel 3, kadar protein minimal yang terdapat dalam mie kering adalah sebesar 11%. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengujian telah sesuai dengan syarat mutu yang ditentukan karena pada seluruh perlakuan, kadar protein yang diperoleh diatas 11%.
4.4 Kadar Lemak Hasil analisis kadar lemak mie kering campuran tepung kacang merah dan tepung terigu dengan penambahan ekstrak ubi jalar ungu dapat dilihat pada Tabel. Tabel . Kadar Lemak Mie Kering No.
Perlakuan
Rata-rata (%)
Notasi**
1.
A
3.18
a
2.
B
3.46
a
3.
C
3.91
b
4.
D
4.01
b
BNT 1% = 0.39 (**) Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata
Tabel di atas menunjukkan rata-rata kadar lemak berkisar antara 3.18% 4.01%. Kadar lemak teringgi terdapat pada perlakuan D yang dibuat dengan formulasi 20% tepung terigu dan 80% tepung kacang merah. Sedangkan kadar lemak terendah diperoleh dari perlakuan 80% tepung terigu dan 20% tepung kacang merah. Kadar lemak pada mie kering terus meningkat seiring dengan meningkatnya penambahan tepung kacang merah. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran) menunjukkan bahwa pencampuran tepung kacang merah dan tepung terigu dalam pembuatan mie kering, memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar lemak mie kering. Uji BNT 1% menunjukkan bahwa perlakuan A dan B berbeda signifikan dengan perlakuan C dan D. Namun perlakuan A tidak berbeda signifikan dengan perlakuan B, begitu juga perlakuan C tidak berbeda signifikan dengan perlakuan D. 4.5 Kadar Serat Kasar Hasil analisis kadar serat kasar mie kering campuran tepung kacang merah dan tepung terigu dengan penambahan ekstrak ubi jalar ungu dapat dilihat pada Tabel.
Tabel . Kadar Serat Kasar Mie Kering No.
Perlakuan
Rata-rata (%)
Notasi**
1.
A
2.16
a
2.
B
4.39
b
3.
C
9.09
c
4.
D
10.79
d
BNT 1% = 1.16 (**) Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata
Tabel di atas menunjukkan rata-rata kadar serat kasar mie kering berkisar antara 2.16% - 10.79%. Kadar serat kasar teringgi terdapat pada perlakuan D yang dibuat dengan formulasi 20% tepung terigu dan 80% tepung kacang merah. Sedangkan kadar serat kasar terendah diperoleh dari perlakuan 80% tepung terigu dan 20% tepung kacang merah. Terdapat kecenderungan semakin meningkat substitusi tepung kacang merah, semakin tinggi juga kadar serat kasar dari mie kering. Diduga tingginya kadar serat kasar, karena semakin besar tingkat penambahan tepung kacang merah. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran) menunjukkan bahwa pencampuran tepung kacang merah dan tepung terigu dalam pembuatan mie kering, memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar serat kasar mie kering. Uji BNT 1% menunjukkan bahwa tiap perlakuan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini terlihat dari notasi yang berbeda pada tiap perlakuan. 4.6 Total Karbohidrat Hasil analisis total karbohidrat mie kering campuran tepung kacang merah dan tepung terigu dengan penambahan ekstrak ubi jalar ungu dapat dilihat pada Tabel. Tabel . Total Karbohidrat Mie Kering No.
Perlakuan
Rata-rata (%)
Notasi**
1.
D
66.69
a
2.
C
67.09
a
3.
B
69.59
b
4.
A
71.35
b
BNT 1% = 2.21 (**) Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata
Tabel di atas menunjukkan rata-rata total karbohidrat mie kering berkisar antara 66.69% - 71.35%. Total karbohidrat teringgi terdapat pada perlakuan A yang dibuat dengan formulasi 20% tepung terigu dan 80% tepung kacang merah. Sedangkan total karbohidrat terendah diperoleh dari perlakuan 80% tepung terigu dan 20% tepung kacang merah. Terdapat kecenderungan semakin meningkat substitusi tepung kacang merah, maka akan semakin turun total karbohidrat dari mie kering. Penentuan total karbohidrat mie kering dilakukan melalui hasil pengurangan 100% dengan kadar air, kadar abu, kadar lemak, dan kadar protein. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran) menunjukkan bahwa pencampuran tepung kacang merah dan tepung terigu dalam pembuatan mie kering, memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap total karbohidrat mie kering. Uji BNT 1% menunjukkan bahwa perlakuan A dan B berbeda signifikan dengan perlakuan C dan D. Namun perlakuan A tidak berbeda signifikan dengan perlakuan B, begitu juga perlakuan C tidak berbeda signifikan dengan perlakuan D. 4.7 Cooking Time Hasil analisis cooking time mie kering campuran tepung kacang merah dan tepung terigu dengan penambahan ekstrak ubi jalar ungu dapat dilihat pada Tabel. Tabel . Cooking Time Mie Kering No.
Perlakuan
Rata-rata (detik)
Notasi**
1.
D
288.67
a
2.
C
330.33
a
3.
B
402.00
b
4.
A
425.67
b
BNT 1% = 58.22 (**) Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata
Tabel di atas menunjukkan rata-rata cooking time mie kering berkisar antara 288.67 detik – 425.67 detik. Cooking time terlama terdapat pada perlakuan A yang dibuat dengan formulasi 20% tepung terigu dan 80% tepung kacang merah. Sedangkan cooking time terendah diperoleh dari perlakuan 80% tepung terigu dan 20% tepung kacang merah. Terdapat kecenderungan semakin meningkat substitusi tepung kacang merah, maka akan semakin cepat waktu masak optimum dari mie kering. Hal ini dikarenakan tepung kacang merah memiliki kandungan protein yang
lebih tinggi sehingga mampu menyerap air. Tingginya penyerapan air membuat waktu pemasakan menjadi semakin singkat. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran) menunjukkan bahwa pencampuran tepung kacang merah dan tepung terigu dalam pembuatan mie kering, memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap cooking time mie kering. Uji BNT 1% menunjukkan bahwa perlakuan A dan B berbeda signifikan dengan perlakuan C dan D. Namun perlakuan A tidak berbeda signifikan dengan perlakuan B, begitu juga perlakuan C tidak berbeda signifikan dengan perlakuan D. 4.8 Cooking Loss Hasil analisis cooking loss mie kering campuran tepung kacang merah dan tepung terigu dengan penambahan ekstrak ubi jalar ungu dapat dilihat pada Tabel. Tabel . Cooking Loss Mie Kering No.
Perlakuan
Rata-rata (%)
Notasi**
1.
A
3.27
a
2.
B
8.73
b
3.
C
12.87
b
4.
D
18.33
c
BNT 1% = 5.13 (**) Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata
Tabel di atas menunjukkan rata-rata cooking loss mie kering berkisar antara 3.27% – 18.33%. Cooking loss tertinggi terdapat pada perlakuan D yang dibuat dengan formulasi 80% tepung terigu dan 20% tepung kacang merah. Sedangkan cooking loss terendah diperoleh dari perlakuan 20% tepung terigu dan 80% tepung kacang merah. Terdapat kecenderungan semakin meningkat substitusi tepung kacang merah, maka akan semakin tinggi cooking loss dari mie kering. Semakin banyak tepung kacang merah yang ditambahkan, maka proporsi tepung terigu yang ditambahkan akan menjadi semakin sedikit, sehingga kemampuan gluten untuk mengikat bahan semakin menurun. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran) menunjukkan bahwa pencampuran tepung kacang merah dan tepung terigu dalam pembuatan mie kering, memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap cooking loss mie kering. Uji BNT 1% menunjukkan bahwa perlakuan A berbeda signifikan terhadap perlakuan lainnya.
Perlakuan B tidak berbeda signifikan terhadap perlakuan C tetapi berbeda signifikan terhadap perlakuan A dan D. Perlakuan D juga berbeda signifikan terhadap perlakuan lainnya yaitu perlakuan A, B, dan C. 4.9 Swelling Index Hasil analisis swelling index mie kering campuran tepung kacang merah dan tepung terigu dengan penambahan ekstrak ubi jalar ungu dapat dilihat pada Tabel. Tabel . Swelling Index Mie Kering No.
Perlakuan
Rata-rata (%)
Notasi**
1.
D
68.08
a
2.
C
69.36
a
3.
B
71.50
ab
4.
A
73.20
b
BNT 1% = 3.45 (**) Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata
Tabel di atas menunjukkan rata-rata swelling index mie kering berkisar antara 68.08% – 73.20%. Swelling index tertinggi terdapat pada perlakuan A yang dibuat dengan formulasi 20% tepung terigu dan 80% tepung kacang merah. Sedangkan swelling index terendah diperoleh dari perlakuan 80% tepung terigu dan 20% tepung kacang merah. Terdapat kecenderungan semakin meningkat substitusi tepung kacang merah, maka akan semakin rendah tingkat swelling index dari mie kering. Swelling index berkaitan dengan kandungan gluten yang ada di dalam mie kering. Gluten memiliki sifat fisis yang elastis sehingga memudahkan mie untuk dapat menahan gas CO2 dan membuat mie dapat mengembang. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran) menunjukkan bahwa pencampuran tepung kacang merah dan tepung terigu dalam pembuatan mie kering, memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap swelling index mie kering. Uji BNT 1% menunjukkan bahwa perlakuan A dan B tidak berbeda signifikan tetapi berbeda signifikan terhadap perlakuan C dan D. Perlakuan C dan D juga berbeda signifikan terhadap perlakuan A dan B.
4.10 Daya Serap Air Hasil analisis daya serap air mie kering campuran tepung kacang merah dan tepung terigu dengan penambahan ekstrak ubi jalar ungu dapat dilihat pada Tabel. Tabel . Daya Serap Air Mie Kering No.
Perlakuan
Rata-rata (%)
Notasi**
1.
D
155.53
a
2.
C
184.60
b
3.
B
220.47
c
4.
A
261.67
d
BNT 1% = 48.62 (**) Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata
Tabel di atas menunjukkan rata-rata daya serap air mie kering berkisar antara 155.53% - 261.67%. Daya serap air teringgi terdapat pada perlakuan A yang dibuat dengan formulasi 80% tepung terigu dan 20% tepung kacang merah. Sedangkan daya serap air terendah diperoleh dari perlakuan 20% tepung terigu dan 80% tepung kacang merah. Terdapat kecenderungan semakin meningkat substitusi tepung kacang merah, semakin rendah juga daya serap air dari mie kering. Hasil ini diduga karena semakin tinggi kandungan gluten atau protein dalam mie, semakin tinggi kemampuan daya serap air mie kering. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran) menunjukkan bahwa pencampuran tepung kacang merah dan tepung terigu dalam pembuatan mie kering, memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap daya serap air mie kering. Uji BNT 1% menunjukkan bahwa tiap perlakuan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini terlihat dari notasi yang berbeda pada tiap perlakuan.
4.11 Uji Organoleptik 4.11.1 Warna Hasil pengujian organoleptik dengan metode hedonik terhadap warna mie kering berkisar antara 3.04 – 3.76 (suka). Hasil analisis tingkat kesukaan terhadap warna mie kering dapat dilihat pada Tabel. Tabel . Nilai Rata-rata Tingkat Kesukaan terhadap Warna Mie Kering No.
Perlakuan
Rata-rata (%)
Notasi*
1.
D
3.04
a
2.
C
3.40
ab
3.
B
3.56
b
4.
A
3.76
b
BNT 5% = 0.50 (*) Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata
Tabel di atas menunjukkan nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap warna mie kering. Nilai teringgi terdapat pada perlakuan A yang dibuat dengan formulasi 80% tepung terigu dan 20% tepung kacang merah. Sedangkan nilai terendah diperoleh dari perlakuan 20% tepung terigu dan 80% tepung kacang merah. Terdapat kecenderungan semakin meningkat substitusi tepung kacang merah, semakin rendah juga tingkat kesukaan panelis terhadap warna mie kering. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran) menunjukkan bahwa panelis ratarata berada pada kategori suka untuk warna dari mie kering. Warna mie kering yang dihasilkan yaitu ungu gelap. Hal ini disebabkan oleh penggunaan ekstrak ubi jalar ungu yang mana ubi jalar ungu memiliki pigmen antosianin. Uji BNT 5% menunjukkan bahwa perlakuan A dan B berbeda signifikan dari perlakuan lainnya. Perlakuan C tidak berbeda signifikan terhadap perlakuan D, tetapi berbeda signifikan terhadap perlakuan A dan B. 4.11.2 Aroma Hasil pengujian organoleptik dengan metode hedonik terhadap aroma mie kering berkisar antara 3.20 – 3.76 (suka). Hasil analisis tingkat kesukaan terhadap aroma mie kering dapat dilihat pada Tabel.
Tabel . Nilai Rata-rata Tingkat Kesukaan terhadap Aroma Mie Kering No.
Perlakuan
Rata-rata (%)
Notasi*
1.
D
3.20
a
2.
C
3.20
a
3.
B
3.28
a
4.
A
3.76
b
BNT 5% = 0.44 (*) Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata
Tabel di atas menunjukkan nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap aroma mie kering. Nilai teringgi terdapat pada perlakuan A yang dibuat dengan formulasi 80% tepung terigu dan 20% tepung kacang merah. Sedangkan nilai terendah diperoleh dari perlakuan 20% tepung terigu dan 80% tepung kacang merah. Terdapat kecenderungan semakin meningkat substitusi tepung kacang merah, semakin rendah juga tingkat kesukaan panelis terhadap aroma mie kering. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran) menunjukkan bahwa panelis ratarata berada pada kategori suka untuk aroma dari mie kering. Uji BNT 5% menunjukkan bahwa perlakuan A, B, dan C tidak berbeda signifikan, tetapi berbeda signifikan terhadap perlakuan D. Aroma merupakan faktor yang sangat penting untuk menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Hal ini dikarenakan sebelum memakan atau mencicipi produk, konsumen terlebih dahulu mencium aroma dari produk tersebut untuk menilai layak atau tidaknya produk tersebut untuk dimakan. 4.11.3 Rasa Hasil pengujian organoleptik dengan metode hedonik terhadap rasa mie kering berkisar antara 2.86 – 4.02 (suka). Hasil analisis tingkat kesukaan terhadap rasa mie kering dapat dilihat pada Tabel.
Tabel . Nilai Rata-rata Tingkat Kesukaan terhadap Rasa Mie Kering No.
Perlakuan
Rata-rata (%)
Notasi**
1.
D
2.86
a
2.
C
3.42
ab
3.
B
3.58
b
4.
A
4.02
b
BNT 1% = 0.66 (**) Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata
Tabel di atas menunjukkan nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap rasa mie kering. Nilai teringgi terdapat pada perlakuan A yang dibuat dengan formulasi 80% tepung terigu dan 20% tepung kacang merah. Sedangkan nilai terendah diperoleh dari perlakuan 20% tepung terigu dan 80% tepung kacang merah. Terdapat kecenderungan semakin meningkat substitusi tepung kacang merah, semakin rendah juga tingkat kesukaan panelis terhadap rasa mie kering. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran) menunjukkan bahwa panelis ratarata berada pada kategori suka untuk rasa dari mie kering. Uji BNT 5% menunjukkan bahwa perlakuan A dan B berbeda signifikan dari perlakuan lainnya. Perlakuan C tidak berbeda signifikan terhadap perlakuan D, tetapi berbeda signifikan terhadap perlakuan A dan B.