Kinetika Kimia.docx

  • Uploaded by: Ronny Harris Ramadhan
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kinetika Kimia.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,742
  • Pages: 19
BAB II PEMBAHASAN 2.1 LAJU REAKSI Laju reaksi adalah laju penurunan reaktan (pereaksi) atau laju bertambahnya produk (hasil reaksi). Laju reaksi ini juga menggambarkan cepat lambatnya suatu reaksi kimia, sedangkan reaksi kimia merupakan proses mengubah suatu zat (pereaksi) menjadi zat baru yang disebut sebagai produk. Dapat dirumuskan secara matematis untuk memudahkan pembelajaran. Pada reaksi kimia: A → B, maka laju berubahnya zat A menjadi zat B ditentukan dari jumlah zat A yang bereaksi atau jumlah zat B yang terbentuk per satuan waktu. Pada saat pereaksi (A) berkurang, hasil reaksi (B) akan bertambah. Perhatikan diagram perubahan konsentrasi pereaksi dan hasil reaksi pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram perubahan konsentrasi pereaksi dan hasil reaksi. Berdasarkan gambar tersebut, maka rumusan laju reaksi dapat kita definisikan sebagai: laju reaksi = – ∆ [A] / ∆ t atau laju reaksi = + ∆ [B] / ∆ t Tanda – (negatif) menunjukkan pengurangan konsentrasi reaktan Tanda + (positif) menunjukkan peningkatan konsentrasi produk Dalam perbandingan tersebut, tanda + atau – tidak perlu dituliskan karena hanya menunjukkan sifat perubahan konsentrasi. Contoh:

Perhatikan penguraian nitrogen dioksida NO2, menjadi nitrogen oksida NO, dan oksigen O2 : 2NO2 → 2NO + O2 a. Tulislah pernyataan untuk laju rata-rata berkurangnya konsentrasi NO2 dan laju rata-rata bertambahnya konsentrasi NO dan O2 b. Jika laju rata-rata berkurangnya konsentrasi NO2 ditetapkan dan dijumpai sebesar 4×10-13mol L-1s-1, berapakah laju rata-rata padanannya (dari) bertambahnya konsentrasi NO dan O2 Jawaban : a. Laju rata-rata berkurangnya konsentrasi NO2 dinyatakan sebagai :

Laju rata-rata bertambahnya konsentrasi NO dan O2 dinyatakan sebagai:

b. Untuk tiap dua molekul NO2 yang bereaksi terbentuk dua molekul NO. Jadi berkurangnya konsentrasi NO2 dan bertambahnya konsentrasi NO berlangsung dengan laju yang sama

2.2 HUKUM LAJU REAKSI Hukum laju reaksi (The Rate Law) menunjukkan korelasi antara laju reaksi (v) terhadap konstanta laju reaksi (k) dan konsentrasi reaktan yang dipangkatkan dengan bilangan tertentu (orde reaksi). Hukum laju reaksi dapat dinyatakan dalam persamaan berikut : Secara umum reaksi kimia dapat ditulis sebagai: aA + bB ——-> cC + dD persamaan laju reaksi untuk reaksi kimia secara umum adalah: v = k [A]x [B]y dengan: v = laju reaksi kimia

k = konstanta laju reaksi A = konsentrasi zat A B = konsentrasi zat B x = orde reaksi zat A y = orde reaksi zat B x+y = orde total / tingkat laju reaksi

x dan y adalah bilangan perpangkatan (orde reaksi) yang hanya dapat ditentukan melalui eksperimen. Nilai x maupun y tidak sama dengan koefisien reaksi a dan b. Bilangan perpangkatan x dan y memperlihatkan pengaruh konsentrasi reaktan A dan B terhadap laju reaksi. Orde total (orde keseluruhan) atau tingkat reaksi adalah jumlah orde reaksi reaktan secara keseluruhan. Dalam hal ini, orde total adalah x + y. Contoh: 1. Reaksi 2A + B → C mempunyai tetapan lajun reaksi k dengan orde reaksi A = 2 dan orde reaksi B = 1. Persamaan laju reaksi pembentukan C adalah... Jawab: Pada soal diketahui x = 2, y = 1. Maka laju reaksi untuk 2A + B → C adalah: v = kA2.B 2. Suatu reaksi kimia aA + bB → C. Ketika konsentrasi kedua reaktan A dan B dinaikkan dua kali lipat, laju reaksi meningkat menjadi empat kali lipat. Ketika hanya konsentrasi A yang dinaikkan dua kali lipat dan konsentrasi B dibiarkan tetap, laju reaksi menjadi dua kali lipat. Berdasarkan data tersebut, maka persamaan laju reaksinya adalah... Jawab: persamaan laju reaksi umum adalah: v = k [A]x [B]y ketika konsentrasi B tetap:  v = k2Ax .By  v =2 kAx .By 2x = 2 x = 1.

Ketika konsentrasi A dan B dinaikkan:  v = k2Ax .2By  v = 4 kAx .By 2𝑥 .2𝑦 = 4 2𝑦 = 4 y = 1. Jadi, persamaan laju reaksinya adalah v = k [A] [B]

2.3 HUBUNGAN ANTARA KONSENTRASI REAKTAN DAN WAKTU Hukum laju memungkinkan kita unruk menghitung laju reaksi dari konstanta laju dan konsentrasi reaktan. Hukum laju dapat juga dikonversi menjadi persamaan yang memungkinkan kita untuk menentukan konsentrasi reaktan disetiap waktu selama reaksi berlangsung. Hukum laju yang digunakan ialah reaksi dengan orde pertama secara keseluruhan. 1. Reaksi Orde pertama Reaksi dengan orde satu adalah reaksi dimana laju bergantung pada konsentrasi reaktan yang dipangkatkan dengan bilangan satu. Secara umum, reaksi dengan orde satu dapat diwakili oleh persamaan reaksi berikut : A ——-> Produk Laju reaksi dapat dinyatakan dalam persamaan : v = – ∆ [A]/∆ t Dari hukum laju, kita juga mengetahui bahwa: v = k [A] Dengan menggabungkan kedua persamaan laju reaksi : – ∆[A]/∆ t = k [A]

(1)

Kita dapat menetukan satuan dari konstanta laju k orde pertama dengan transposisi: k=–

∆ [A] 1 [A] ∆ t

karena satuan untuk ∆ [A dan [A] adalah M dan satuan untuk ∆t adalah detik, maka 𝑀 1 satuan untuk k adalah 𝑀 𝑑𝑒𝑡 = 𝑑𝑒𝑡 = 𝑑𝑒𝑡 −1

(tanda minus tidak masuk dalam perhitungan satuan). Dengan penyelesaian kalkulus, kita dapat menunjukkan dari persamaan (1) bahwa: ln { [A]t / [A]0 }= – kt

(2)

keterangan: ln = logaritma natural (logaritma dengan bilangan pokok e) [A]0 = konsentrasi saat t = 0 (konsentrasi awal sebelum reaksi) [A]t = konsentrasi saat t = t (konsentrasi setelah reaksi berlangsung selama t detik) Dari persamaan (2) dapat diubah menjadi: ln { [A]t - [A]0 }= – kt

atau

ln [A]t = – kt + ln [A]0 contoh: perubahan siklopropana menjadi propena dalam fasa gas adalah reaksi orde pertama dengan konstanta laju 6,7 x 10−4 pada suhu 500C. a. Jika konsentrasi awal siklopropana adalah 0,25M, berapa konsentrasinya setelah 8,8 menit? b. Berapa lama diperlukan agar konsentrasi siklopropana turun dari 0,25M menjadi 0,15M? c. Berapa lama diperlukan untuk mengubah 74 persen dari bahan awalnya? Jawab: a. Diketahui konsentrasi awal senyawa dan ditanyakan konsentrasinya setelah beberapa saat, sehingga diperlukan persamaan (2), karena k diketahuidalam satuan 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 −1, kita harus mengkonversi 8,8 menit menjadi detik. ln ln

[A]t [A]0

– = - kt

[A]t

– = (6,7 x 10−4 𝑠 −1)(8,8 min x

0,25 M

60 𝑑𝑒𝑡 1 𝑚𝑖𝑛

)

dengan menyelesaikan persamaan ini, kita mendapatkan , ln

[A]t

– = 0,354

0,25 M [A]t

– = 𝑒 −0,354

0,25 M

[A]t = 0,18 M

b. Kita gunakan persamaan (2) maka didapatkan: ln

0,15 M

– = (6,7 x 10−4 detik −1)t

0,25 M

t = 6,7 x 102 detik t = 13 menit c. Dalam perhitungan seperti ini, kita perlu mengetahui konsentrasi bahan awal yang sebenarnya. Jika 74 persen bahan awal telah bereaksi, maka jumlah yang tersisa setelah waktu t ialah (100% - 74%), atau 26%. Jadi, [A]t / [A]0 = 26%/100%, atau 0,26. Persamaan (2) dapat disusun ulang menjadi: t=

1 𝑘

ln

[A]t



[A]0 1

= 6,7 x 10−4 detik−1 ln

1,0



0,26

= 2,0 x 103 detik = 33 menit 2. Waktu-paruh (half-life) Waktu-paruh (half-life) suatu reaksi, t12, ialah waktu yang diperlukan agar konsentrasi reaktan turun menjadi setengah dari konsentrasi awalnya. Dengan menata persamaan (2) maka diperoleh t=

1 𝑘

ln

[A]t



[A]0

berdasarkan definisi paruh-waktu, bila t = t12. [A] = [A]0/2, maka t12 =

1

ln 𝑘

[A]t – [A]0/2

t12 =

1

0,693

ln 2 𝑘

k



(4)

contoh: penguraian etana (C2 H6 ) menjadi radikal metiltermasuk reaksi ordo pertama dengan konstanta laju 5,36 x 10−4 detik −1 pada 700C. Hitunglah waktu-paruh reaksi ini dalam menit. Jawab: Untuk reaksi orde pertama, kita hanya memerlukan konstanta laju unruk menghitung waktu-paruh reaksi. Dari persamaan (4).

t12 =

0,693 k



0,693

= 5,36 x 10−4 detik−1 – = 1,29 x 103 detik = 21,5 menit 3. Reaksi orde-kedua Reaksi orde-kedua adalah reaksi yang lajunya bergantung pada konsentrasi salah satu reaktan dipangkatkan dua atau pada konsentrasi dua reaktan berbeda yang masing-masingnya dipangkatkan satu. Jenis yang paling sederhana melibatkan hanya satu molekul reaktan: A ——-> Produk Laju reaksi dapat dinyatakan dalam persamaan : v = – ∆ [A]/∆ t Laju reaksi juga dapat dinyatakan dalam persamaan : v = k [A]2 Satuan k dapat diperoleh dari persamaan : k = v / [A]2 = M.s-1/M2 = s-1/M atau 1/M.s Dengan menggabungkan kedua persamaan laju reaksi : – ∆[A]/∆ t = k [A]2 Penyelesaian dengan kalkulus, akan diperoleh persamaan berikut : 1 / [A]t = 1 / [A]0 + kt

(5)

Kita dapat memperoleh persamaan untuk waktu-paruh dari reaksi dengan menetapkan [A]t = [A]0/2 dalam persamaan (5)

orde kedua

1 / [A]0/2 = 1 / [A]0 + kt Dengan menentukan t12 kita dapatkan t12 =

1 𝑘[A]0

(6)

perhatikan bahwa waktu paruh reaksi orde kedua berbanding terbalik dengan konsentrasi reaktan awal. Hasil ini dapat diterima karena waktu-paruh akan lenih singkat ditahap awal reaksi ketika terdapat lebih banyak molekul reaktan yang Saling bertumbukan. Mengukur waktu-paruh pada konsentrasi-konsentrasi awal yang berbeda adalah salah satu cara untuk membedakan antara reaksi orde pertama dan reaksi orde kedua. Contoh:

Atom iodin bergabung membentuk molekul iodin dalam fasa gas I(g) + I(g) → I2 (g) Reaksi ini mengikuti kinetika orde kedua dan memiliki konstanta laju yang tinggi 7,0 x 109/M . detik pada suhu 23C. a. Jika konsentrasi awal I 0,086 M, hitunglah konsentrasi setelah 2,0 menit. b. Hitunglah waktu paruh reaksi jika konsentrasi awal I 0,60 M dan jika 0,42 M. Jawab: a. Untuk menghitung konsentrasi suatu spesi setelah beberapa saat pada reaksi orde kedua, kita memerlukan konsentrasi awal dan konstanta laju. Dengan menerapkan persamaan (5). 1 [A] 1 [A]

1

= [A]0 + kt 1

= 0,086 M + (7,0 x 109/M . detik) (2,0 min x

60 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 1 min

dimana [A] adalah konsentrasi pada t = 2,0 menit. Dengan menyelesaikan persamaan ini, kita dapatkan [A] = 1,2 x 10-12 M Ini merupakan konsentrasi yang sangat rendah sehingga hampir-hampir tidak terdeteksi. Konstanta laju yang sangat besar untuk suatu reaksi berarti bahwa secara praktis semua atom I bergabung hanya setelah 2,0 menit waktu reaksi. b. Kita memerlukan persamaan (6) untuk bagian ini. Untuk [I]0 = 0,60 M 1

t12 = 𝑘[A]0 =

1 (7,0 x 109/M .detik)(0,60 M)

= 2,4 x 10-10 detik Untuk [I]0 = 0,42 M t12 =

1 (7,0 x 109/M .detik)(0,42 M)

= 3,4 X 10-10 detik Hasil ini menegaskan bahwa waktu paruh pada reaksi orde kedua bukanlah suatu konstanta melainkan bergantung pada konsentrasi awal reaktan.

4. Reaksi orde ke-nol Untuk reaksi orde ke nol A ——-> Produk Hukum lajunya adalah v = k [A]0 =k Jadi, laju reaksi orde ko nol ialah suatu konstanta, tidak bergantung pada konsentrasi reaktan. 2.4 ENERGI AKTIVASI DAN KETERGANTUNGAN KONSTANTA LAJU TERHADAP SUHU Walau ada sedikit pengecualian, laju reaksi meningkat dengan menkngkatnya suhu. Sebagai contoh, waktu yang diperlukan untuk merebus telur pada 100°C (sekitar 10 menit) lebih singkat dibandingkan pada 80C (sekitar 30 menit). Sebaliknya, cara yang efektif untuk mengawetkan makanan ialah dengan menyimpannya pada suhu dibawah nol, yang akan memperalmbat laju pembusukan. Agar reaksi kimia dapat terjadi, reaktan harus bertumbukan. Tumbukan ini memindahkan energi kinetik (energi gerak) dari satu molekul ke molekul lainnya, sehingga masing-masing molekul teraktifkan. Tumbukan antarmolekul memberikan energi yang diperlukan untuk memutuskan ikatan sehingga ikatan baru dapat terbentuk. Kadang-kadang, walaupun terjadi tumbukan, energi kinetik yang tersedia tidak cukup untuk dipindahkan sehingga molekul tidak dapat bergerak dengan cukup cepat. Kita dapat mengatasi hal ini dengan memanaskan campuran reaktan. Suhu adalah ukuran energi kinetik rata-rata dari molekul tersebut; menaikkan suhu akan meningkatkan energi kinetik yang ada untuk memutuskan ikatan-ikatan ketika tumbukan. Saat tumbukan antarmolekul terjadi, sejumlah energi kinetik akan digunakan untuk memutuskan ikatan. Jika energi kinetik molekul besar, tumbukan yang terjadi mampu memutuskan sejumlah ikatan. Selanjutnya, akan terjadi pembentukan kembali ikatan baru. Sebaliknya, jika energi kinetik molekul kecil, tidak akan terjadi tumbukan dan pemutusan ikatan. Dengan kata lain, untuk memulai suatu reaksi kimia, tumbukan antarmolekul harus memiliki total energi kinetik minimum sama dengan atau lebih dari energi aktivasi (Ea), yaitu jumlah energi minimum yang diperlukan untuk memulai suatu reaksi kimia. Saat molekul bertumbukan, terbentuk spesi kompleks teraktifkan (keadaan transisi), yaitu spesi yang terbentuk sementara sebagai hasil tumbukan antarmolekul sebelum pembentukan produk. A + B reaktan

——->

AB*

——->

keadaan transisi produk

C + D

Konstanta laju reaksi (k) bergantung pada temperatur (T) reaksi dan besarnya energi aktivasi (Ea). Hubungan k, T, dan Ea dapat dinyatakan dalam persamaan Arrhenius sebagai berikut : k = A e –Ea / RT atau

ln k = ln A – Ea / R.T

keterangan: k = konstanta laju reaksi Ea = energi aktivasi (kJ/mol) T = temperatur mutlak (K) R = konstanta gas ideal (8,314 J/mol.K) e = bilangan pokok logaritma natural (ln) A = konstanta frekuensi tumbukan (faktor frekuensi) Dari persamaan Arrhenius terlihat bahwa laju reaksi (dalam hal ini diwakili konstanta laju reaksi) semakin besar saat reaksi terjadi pada temperatur tinggi yang disertai dengan energi aktivasi rendah. Kadang-kadang, walaupun telah terjadi tumbukan dengan energi kinetik yang cukup, reaksi tetap tidak menghasilkan produk. Hal ini disebabkan oleh molekul yang tidak mengalami tumbukan pada titik yang tepat. Tumbukan yang efektif untuk menghasilkan produk berkaitan erat dengan faktor orientasi dan sisi aktif molekul bersangkutan. Dengan demikian, molekul harus bertumbukan pada arah yang tepat atau dipukul pada titik yang tepat agar reaksi dapat terjadi. Sebagai contoh, reaksi antara molekul A-B dengan C membentuk molekul C-A dan B. A-B + C ——-> C-A + B Terlihat bahwa untuk menghasilkan produk molekul C-A, zat C harus bertumbukan dengan molekul A-B pada ujung A. Jika zat C menumbuk molekul A-B pada ujung B, tidak aka ada produk yang dihasilkan. Ujung A dari molekul A-B dikenal dengan istilah sisi aktif, yaitu tempat pada molekul dimana tumbukan harus terjadi agar reaksi dapat menghasilkan produk. Saat zat C menumbuk ujung A pada molekul A-B, akan ada kesempatan untuk memindahkan cukup energi untuk memutus ikatan A-B. Setelah ikatan A-B putus, ikatan C-A dapat terbentuk. Persamaan untuk proses tersebut dapat digambarkan dengan cara berikut : C∙∙∙∙∙∙∙A∙∙∙∙∙B ——-> C-A + B Jadi, agar reaksi ini dapat terjadi, harus terdapat tumbukan antara zat C dengan molekul A-B pada sisi aktifnya. Tumbukan antara zat C dengan molekul A-B harus memindahkan cukup energi untuk memutuskan ikatan A-B (pemutusan ikatan memerlukan energi) sehingga memungkinkan ikatan C-A terbentuk (pembentukan ikatan melepaskan energi).

Laju reaksi berkaitan dengan frekuensi tumbukan efektif yang terjadi antarmolekul. Apabila frekuensi tumbukan efektif semakin besar, tumbukan antarmolekul semakin sering terjadi, mengakibatkan produk terbentuk dalam waktu yang singkat. Dengan meningkatkan frekuensi tumbukan efektif antarmolekul, produk dalam jumlah besar dapat dihasilkan dalam waktu yang singkat. Beberapa faktor yang dapat mengubah jumlah frekuensi tumbukan efektif antarmolekul , antara lain : 1. Sifat reaktan dan ukuran partikel reaktan Agar reaksi dapat terjadi, harus terdapat tumbukan antarmolekul pada sisi aktif molekul. Semakin besar dan kompleks molekul reaktan, semakin kecil pula kesempatan terjadinya tumbukan di sisi aktif. Kadang-kadang, pada molekul yang sangat kompleks, sisi aktifnya seluruhnya tertutup oleh bagian lain dari molekul, sehingga tidak terjadi reaksi. Secara umum, laju reaksi akan lebih lambat bila reaktannya berupa molekul yang besar dan kompleks (bongkahan maupun lempengan). Laju reaksi akan lebih cepat bila reaktan berupa serbuk dengan luas permukaan kontak yang besar. Semakin luas permukaan untuk dapat terjadi tumbukan, semakin cepat reaksinya. 2. Konsentrasi reaktan Menaikkan jumlah tumbukan akan mempercepat laju reaksi. Semakin banyak molekul reaktan yang bertumbukan, semakin cepat reaksi tersebut. Sepotong kayu dapat terbakar di udara (yang mengandung gas oksigen 20%), tetapi kayu tersebut akan terbakar dengan jauh lebih cepat di dalam oksigen murni. Dengan mempelajari efek konsentrasi terhadap laju reaksi, kita dapat menentukan reaktan mana yang lebih mempengaruhi laju reaksi (ingat tentang orde reaksi). 3. Tekanan pada reaktan yang berupa gas Tekanan pada reaktan yang berupa gas pada dasarnya mempunyai pengaruh yang sama dengan konsentrasi. Semakin tinggi tekanan reaktan, semakin cepat laju reaksinya. Hal ini disebabkan adanya kenaikan jumlah tumbukan. Peningkatan tekanan dapat memperkecil volume ruang sehingga molekul semakin mudah bertumbukan satu sama lainnya. 4. Suhu Secara umum, menaikkan suhu menyebabkan laju reaksi meningkat. Pada kimia organik, ada aturan umum yang mengatakan bahwa menaikkan suhu 10°C akan menyebabkan kelajuan reaksi menjadi dua kali lipat. Kenaikan suhu dapat meningkatkan jumlah tumbukan antarmolekul. Menaikkan suhu menyebabkan molekul bergerak dengan lebih cepat, sehingga terdapat peningkatan kesempatan bagi molekul untuk saling bertumbukan dan bereaksi. Menaikkan suhu juga menaikkan energi kinetik rata-rata molekul. Energi kinetik minimum yang dimiliki molekul harus sama atau lebih besar dari energi aktivasi agar reaksi dapat berlangsung. Reaktan juga harus bertumbukan pada sisi aktifnya. Kedua faktor inilah yang menentukan apakah suatu reaksi berlangsung atau tidak.

5. Katalis (Katalisator) Katalis adalah zat yang menaikkan laju reaksi tanpa dirinya sendiri berubah di akhir reaksi. Hal ini berarti katalis terbentuk kembali setelah reaksi berakhir. Katalis dapat menaikkan laju reaksi dengan memilih mekanisme reaksi lain yang energi aktivasinya lebih rendah dari mekanisme semula. A + B ——-> C + D

(tanpa katalis)

A + B ——-> C + D

(dengan katalis)

kdengan katalis > ktanpa katalis sehingga vdengan katalis > vtanpa katalis Laju reaksi akan lebih cepat jika puncak energi aktivasinya lebih rendah. Hal ini berarti reaksi akan lebih mudah terjadi. Total energi reaktan dan produk tidak dipengaruhi oleh katalis. Hal ini berarti entalpi (∆H) reaksi tidak dipengaruhi oleh katalis. Katalis dapat menurunkan energi aktivasi reaksi dengan satu dari dua cara berikut : 1. Memberikan permukaan dan orientasi Terjadi pada katalis heterogen. Katalis ini hanya mengikat satu molekul pada permukaan sambil memberikan orientasi yang sesuai untuk memudahkan jalannya reaksi. Katalis heterogen adalah katalis yang berada pada fasa yang berbeda dengan reaktan. Katalis ini umumnya merupakan logam padat yang terbagi dengan halus atau oksida logam, sedangkan reaktannya adalah gas atau cairan. Katalis heterogen cenderung menarik satu bagian dari molekul reaktan karena adanya interaksi yang cukup kompleks yang belum sepenuhnya dipahami. Setelah reaksi terjadi, gaya yang mengikat molekul ke permukaan katalis tidak ada lagi, sehingga produk terlepas dari permukaan katalis. Katalis dapat siap melakukannya lagi. 2. Mekanisme alternatif Terjadi pada katalis homogen, yaitu katalis yang mempunyai fasa sama dengan reaktannya. Katalis ini memberikan mekanisme alternatif atau jalur reaksi yang memiliki energi aktivasi yang lebih rendah dari reaksi aslinya. Dengan demikian, reaksi dapat berlangsung dalam waktu yang lebih singkat. 2.5 MEKANISME REAKSI Persamaan reaksi total adalah menyatakan perubahan kimia total yang terjadi jika reaksi telah selesai. Ini tidak berarti bahwa semua pereaksi langsung mengalami perubahan menghasilkan produk. Tetapi perubahan kimia total biasanya merupakan jumlah dari serangkaian reaksi-reaksi sederhana. Reaksi yang sederhana ini disebut proses elementer. Rangkaian proses elementer yang akhirnya akan menghasilkan produk disebut mekanisme reaksi. Mekanisme reaksi membicarakan sederetan tahap dari suatu reaksi kimia, yang disebut tahap elementer, yang berguna juga untuk menentukan persamaan hukum laju. Berikut penjelasannya.

Seperti telah disebutkan terdahulu, persamaan kimia yang sudah sepenuhnya setara tidak memberi informasi banyak tentang bagaimana reaksi sesungguhnya terjadi. Dalam banyak kasus, persamaan ini sekedar menyatakan jumlah dari sederet reaksi sederhana yang sering dinamakan tahap elementer (elementary steps, atau reaksi elementer) karena reaksi-reaksi sederhana tersebut merepresentasikan jalannya reaksi keseluruhan pada tingkat molekul. Urutan tahap-tahap elementer yang mengarah pada pembentuk produk dinamakan mekanisme reaksi (reaction mechanism). Sebagai contoh mekanisme reaksi, mari kita lihat reaksi antara nitrogen oksida dan oksigen: 2NO(g) + O2(g) → 2NO2(g) Kita mengetahui bahwa produk tidak terbentuk langsung dari tumbukan dua molekul NO dengan satu molekul O2 karena N2O2 terdeteksi selama jalannya reaksi. Anggaplah bahwa reaksi sebenarnya berlangsung dalam dua tahap elementer seperti berikut:

Pada tahap elementer pertama, dua molekul NO bertumbukan membentuk satu molekul N2O2. Peristiwa ini diikuti dengan reaksi antara N2O2 dan O2 yang menghasilkan dua molekul NO2. Persamaan kimia total, yang menyatakan keseluruhan perubahan, dinyatakan dengan menjumlahkan tahap elementer 1 dan 2:

Spesi seperti N2O2 disebut zat antara (intermediate) karena spesi-spesi itu muncul dalam mekanisme reaksi (yaitu tahap elementer) tetapi tidak dalam persamaan reaksi setara. Perlu diingat bahwa zat antara selalu terbentuk di awal tahap elementer dan terpakai dalam tahap elementer berikutnya. Banyaknya molekul yang bereaksi dalam tahap elementer menentukan molekularitas reaksi (molecularity of a reaction). Setiap tahap elementer yang baru dibahas disebut reaksi bimolekular (bimolekular reaction), yaitu tahap elementer yang melibatkan dua

molekul. Reaksi unimolekular (unimolecular reaction) adalah reaksi yang tahap elementernya hanya melibatkan satu molekul yang bereaksi. Contoh reaksi mekanisme tiga tahap atau tiga proses elementer: 2NO + 2H2 → 2H2O + N2 Maka akan terjadi 2NO

→ N2O2 (Tahap 1)

N2O2 + H20

→ N2O + H2O

(Tahap 2)

N2O + H2 → N2 + H2O

(Tahap 3)

Bila ketiga tahap reaksi ini dijumlahkan akan menghasilkan persamaan reaksi total, 2NO + 2H2 → 2H2O + N2 (Reaksi total)

Dengan mengetahui tahap elementer suatu reaksi, kita dapat menentukan hukum laju. Misalkan kita mengikuti tahap elementer unimolekular berikut: A → produk Karena ini adalah proses yang terjadi pada tingkat molekul, semakin banyak molekul A yang ada, semakin cepat laju pembentukan produk. Jadi kita dapat menuliskan hukum laju secara langsung berdasarkan tahap elementer: Laju = k [A] Untuk tahap bimolekular yang melibatkan molekul A dan B: A + B → produk Laju pembentukan produk bergantung pada seberapa sering A dan B bertumbukan, yang juga bergantung pada konsentrasi A dan B. Dalam hal ini kita dapat menuliskan hukum laju sebagai: Laju = k [A] [B] Sama halnya, untuk tahap elementer bimolekular dengan jenis A + A → produk Atau 2A → produk

Hukum lajunya menjadi v = k A2 contoh-contoh ini menunjukkan bahwa orde reaksi untuk setiap reaktan dalam tahap elementernya sama dengan koefesien stoikiometrinya di dalam reaksi kimia untuk tahap itu. Sebaliknya, kita tidak dapat mengetahui hanya dengan melihat persamaan reaktan setara saja apakah reaksi berlangsung seperti yang ditunjukkan atau dalam sederetan tahap elementer. Penentuan ini dilakukan dilaboratorium. Studi mengenai mekanisme reaksi melalui percobaan dimulai dengan pengumpulan data (pengukuran laju). Kemudian, kita analisis data tersebut untuk menentukan konstanta laju dan orde reaksi, dan kita tuliskan hukum lajunya. Akhirnya kita ajukan mekanisme yang betul untuk reaksi tersebut berdasarkan tahap elementernya. Uraian tahap dalam mengkaji mekanisme reaksi kurang lebih: Mengukur laju reaksi → merumuskan hukum laju → mempostulatkan mekanisme reaksi yang masuk akal Tahap elementer harus memenuhi dua syarat:  

Jumlah tahap elementer harus menghasilkan persamaan reaksi yang setara. Tahap penentu laju, yaitu tahap yang paling lambat dari seluruh rangkaian tahap menuju pembentukan produk, kita harus memprediksi hukum laju yang sama seperti yang ditentukan secara percobaan.

Satu analogi untuk tahap penentu laju adalah arus lalu lintas pada jalan yang sempit. Dengan anggapan mobil tidak dapat saling mendahului dijalan itu. Laju mobil yang bergerak ditentukan oleh mobil yang geraknya paling lambat. Perlu diingat bahwa untuk setiap skema reaksi yang diajukan, kita harus mampu mendeteksi keberadaan setiap zat antara yang terbentuk dalam satu atau lebih tahap elementer. Penguraian hidrogen peroksida memperjelas mekanisme reaksi berdasarkan percobaan ini. Reaksi ini dibantu oleh ion iodin. Reaksi keseluruhannya adalah: 2H2O2(aq) → 2H2O(I) + O2(g) Dari percobaan, hukum lajunya adalah v = k  H2O2 I- Jadi, reaksinya adalah orde pertama terhadap H2O2 maupun I-. Anda dapat melihat bahwa, penguraian tidak terjadi dalam satu tahap elementer seperti dalam persamaan reaksi setaranya. Jika ya, reaksinya adalah reaksi orde kedua untuk H2O2 (perhatikan koefisien 2 dalam persamaan). Selain itu ion I-, yang bahkan tidak ada dalam persamaan keseluruhan, muncul dalam rumus hukum laju. Bagaiman kita bisa menjelaskan kenyataan ini?

Kita dapat menjelaskan hukum laju yang teramati dengan menganggap bahwa reaksi berlangsung dalam dua tahap elementer yang terpisah, masing-masing adalah reaksi bimolekular.

Jika kita asumsikan lagi bahwa tahap 1 adalah tahap penentu laju, maka laju reaksi dapat ditentukan dari tahap pertama saja: v = k1  H2O2 I- dimana k1 = k. Perhatikan bahwa ion IO- adalah zat antara karena ion ini tidak muncul dalam persamaan keseluruhan. I- berbeda dari IO- karena ion I- ada pada awal reaksi dan pada akhir reaksi. Fungsi I- adalah katalis. Akhirnya perhatikan bahwa jumlah tahap 1 dan 2 menghasilkan persamaan reaksi yang setara. 2.6 PENGARUH KATALIS PADA LAJU REAKSI Laju menyatakan seberapa cepat atau seberapa lambat suatu proses berlangsung. Laju juga menyatakan besarnya perubahan yang terjadi dalam satu satua waktu. Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi kimia pada suhu tertentu, tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri. Suatu katalis berperan dalam reaksi tapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk. Katalis memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi pada suhu lebih rendah akibat perubahan yang dipicunya terhadap pereaksi. Katalis menyediakan suatu jalur pilihan dengan energi aktivasi yang lebih rendah. Katalis mengurangi energi yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi. Katalis memiliki beberapa sifat, di antaranya: 1. 2. 3. 4. 5.

Katalis tidak bereaksi secara permanen. Jumlah katalis yang diperlukan dalam reaksi sangat sedikit. Katalis tidak mempengaruhi hasil reaksi. Katalis tidak memulai suatu reaksi, tetapi hanya mempengaruhi lajunya. Katalis hanya bekerja efektif pada suhu optimum, artinya di atas atau di bawah suhu tersebut kerja katalis berkurang. 6. Suatu katalis hanya mempengaruhi laju reaksi secara spesifik, artinya suatu katalis hanya mempengaruhi laju satu jenis reaksi dan tidak dapat untuk reaksi yang lain. 7. Keaktifan katalis dapat diperbesar oleh zat lain yang disebut promotor. 8. Hasil suatu reaksi dapat bertindak sebagai katalis, sehingga zat tersebut disebut autokatalis. 9. Katalis dalam senyawa organik disebut enzim. 10. Terdapat katalis yang dapat memperlambat suatu reaksi, sehingga katalis itu disebut katalis negatif atau inhibitor.

Berdasrkan Penggunaannya, katalis dapat dibedakan ke dalam dua golongan utama, yaitu: katalis homogen dan katalis heterogen.  Katalis homogen (Pembentukan senyawa antara) adalah katalis yang berada dalam fase yang sama. Umumnya bereaksi dengan satu atau lebih pereaksi untuk membentuk suatu perantara kimia yang selanjutnya bereaksi membentuk produk akhir reaksi, dalam suatu proses yang memulihkan katalisnya. Berikut ini merupakan skema umum reaksi katalitik, di mana C melambangkan katalisnya: A + C → AC (1) B + AC → AB + C (2) Meskipun katalis (C) termakan oleh reaksi 1, namun selanjutnya dihasilkan kembali oleh reaksi 2, sehingga untuk reaksi keseluruhannya menjadi : A + B + C → AB + C Salah satu contoh katalis homogen adalah reaksi fase gas antara berelang dioksida (SO2) dan oksigen (O2) untuk menghasilkan belerang trioksida (SO3), yaitu : 2SO2 (g) + O2 (g) → SO3 (g) (1) Lambat dan mempunyai energi pengaktifan tinggi. Laju reksi tersebut dapat ditingkatkan dengan menambahkan katalis, katalis yang digunakan adalah nitrogen oksida (NO). Reaksi hadirnya NO sebagai katalis adalah sebagai berikut : 2NO (g) + O2 (g) → 2NO2 (g) (2) NO2 (g) + SO2 (g) → SO3 (g) + NO (g) (3) Dua reaksi yang lebih cepat menggantikan reaksi yang lebih lambat. NO2 yang terbentuk dalam reaksi (2) merupakan senyawa antara darimana NO dihasilkan kembali dalam reaksi (3). Katalis ini dapat berada dalam dua wujud: a. dalam wujud gas, contoh:

2CO(g) +

O2(g)

NO(g) → 2CO2(g)

b. dalam wujud larutan, contoh:

C12H22O11(aq)

+

H2O(l)

H+ → C6H12O6(aq)

+ C6H12O6(aq)

 Katalis heterogen (Adsorpsi) adalah katalis yang ada dalam fase berbeda dengan pereaksi dalam reaksi yang dikatalisisnya. Penggunaan katalis heterogen biasanya pada suhu dan tekanan tinggi. Umumnya katalis heterogen berupa zat padat yang terdiri dari logam atau oksida logam dan pereaksinya berupa cair dan gas. Keuntungan penggunaan katalis heterogen adalah katalisnya dapat dipisahkan dengan penyaringan dari produk bila reaksi telah selesai. Banyak proses industri yang menggunakan katalis heterogen, sehingga proses dapat berlangsung lebih cepat dan biaya produksi dapat dikurangi. Beberapa logam ada yang dapat mengikat cukup banyak molekul-molekul gas pada permukannya, misalnya Ni, Pt, Pd dan V. Gaya tarik menarik antara atom logam dengan molekul gas dapat memperlemah ikatan kovalen pada molekul gas, dan bahkan dapat memutuskan ikatan itu. Satu contoh sederhana untuk katalisis heterogen yaitu bahwa katalis menyediakan suatu permukaan di mana pereaksi-pereaksi (atau substrat ) untuk sementara terjerap. Ikatan dalam substrat-substrat menjadi sedemikian lemah sehingga memadai terbentuknya produk baru. Ikatan atara produk dan katalis lebih lemah, sehingga akhirnya terlepas. Contoh: Fe(s)

N2(g)+3H2(g)



2NH3(g)

Ni(s)

C2H4(g)+H2(g)



C6H6(g)

Katalis dapat bekerja dengan membentuk senyawa antara atau mengabsorpsi zat yang direaksikan. Sehingga katalis dapat meningkatkan laju reaksi, sementara katalis itu sendiri tidak mengalami perubahan kimia secara permanen. Cara kerjanya yaitu dengan menempel pada bagian substrat tertentu dan pada akhirnya dapat menurunkan energi pengaktifan dari reaksi, sehingga reaksi berlangsung dengan cepat. Ada jenis katalis yang lain yaitu katalis enzim. Katalis enzim ini disebut sebagain katalis biologis. Banyak reaksi- reaksi penting yang dikatalisis oleh enzim, misalnya pengubahan karbohidrat atau amilum menjadi glukosa dalam mulut yang dikatalisis oleh enzim ptyalin. Enzim merupakan molekul protein dengan bentuk yang karakteristik yang hanya akan mengijinkan molekul-molekul Pereaksi tertentu berikatan. Reaksi enzimatik ada yang berlangsung secara homogen, Namun ada pula yang berlangsung secara heterogen. Karakteristik enzim adalah pada Kespesifikan dan efisiensinya. Dikatakan spesifik karena reaksi hanya berlangsung pada substrat yang spesifik. misalnya enzim urease spesifik untuk reaksi hidrolisis urea. Efisiensi enzim berkaitan dengan kemampuan enzim meningkatkan laju reaksi berlipat ganda dibandingkan tanpa enzim.

Berdasarkan fungsinya, katalis dibedakan menjadi 2, yaitu :

o Katalis positif (katalisator) yang berfungsi mempercepat reaksi. o katalis negatif (inhibitor) yang berfungsi memperlambat laju reaksi. Berdasarkan cara bereaksinya, katalis dibedakan menjadi 2, yaitu : o Katalis aktif yaitu katalis yang ikut terlibat reaksi dan pada akhir rekasi terbentuk kembali. o Katalis pasif yaitu katalis yang tidak ikut bereaksi, hanya sebagai media reaksi saja.

Related Documents


More Documents from "FarhahAyu"

Rpp Aulia.docx
June 2020 8
Gab Hiperbola.docx
October 2019 29
Kinetika Kimia.docx
October 2019 24
Hiperbola Semester 3c1
October 2019 17