KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT RI
KINERJA TIM KOORDINASI PEMULANGAN TENAGA KERJA INDONESIA BERMASALAH DAN KELUARGANYA DARI MALAYSIA (TK-PTKIB) TAHUN 2007
Jakarta,
Desember 2007
ii
PENGANTAR Tanggal 18 Oktober 2004, dengan Keputusan Presiden RI No. 106 Tahun 2004 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK-PTKIB), Pemerintah RI bertindak responsif terhadap rencana Pemerintah Malaysia yang akan mendeportasi pendatang asing tanpa izin (PATI) ke negerinya, yang sebagian besar berasal dari Indonesia. TK-PTKIB ditugaskan untuk berkoordinasi dengan Pemerintah Malaysia, memberikan bantuan pemulangan kepada TKIB, dan mempersiapkannya kembali menjadi TKI yang berkualitas dan memenuhi persyaratan. Sejak tahun 2004, TK-PTKB dengan Satgas dan Poskonya di daerah entry point telah memberikan layanan dengan sebaik-baiknya walaupun dengan dana operasional yang terbatas. TKPTKIB juga berupaya membantu TKIB yang ingin kembali bekerja di Malaysia secara benar, antara lain melalui pelayanan satu atap walaupun tidak berjalan dengan lancar. Tahun 2007, Pemerintah Malaysia dengan pasukan Relanya kembali gencar merazia PATI dan mendeportasinya ke daerah entry point terdekat, sehingga menambah beban kerja Satgas TKIB di daerah perbatasan seperti Tanjung Pinang, Entikong dan Nunukan. Laporan kinerja TK-PTKIB Tahun 2007 ini disusun sebagai pertanggungjawaban sekaligus sebagai bahan evaluasi guna peningkatan pelayanan di tahun 2008, yang dipekirakan akan lebih banyak lagi TKIB yang dideportasi dari Malaysia. Semoga Allah SWT menerima amal pekerjaan ini dan berkenan memberikan kekuatan dan bimbingan-Nya kepada kita semua dalam mengemban tugas pemulangan TKIB ini selanjutnya. Jakarta, Desember 2007 Deputi Menko Kesra Bidang Koordinasi Pemberdayaan Perempuan, selaku Ketua Tim Koordinasi Pelaksanaan dan Pemantauan Satgas TK-PTKIB,
Dra. Maswita Djaja, MSc
iii
DAFTAR ISI Halaman PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
iii
I.
II.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tugas dan Fungsi C. Landasan Kerja D. Ruang Lingkup Kegiatan
1 3 4 4
RENCANA STRATEGIS A. Visi dan Misi B. Tujuan dan Sasaran C. Strategi D. Kebijakan E. Program
5 5 7 8 8
III. KINERJA TAHUN 2007 A. Koordinasi Penganggaran B. Reorganisasi TK-PTKIB dan Penajaman Rencana Kerja C. Koordinasi Kebijakan Penanganan TKIB D. Koordinasi Pemulangan TKIB E. Koordinasi Pemberdayaan TKIB dan Calon TKI F. Koordinasi Pemantauan dan Evaluasi G. Koordinasi Pelaksanaan Tugas Sewaktu-waktu H. Evaluasi dan Rekomendasi
11 21 31 46 53 62 70
IV.
76
PENUTUP
LAMPIRAN 1.
Keputusan Presiden RI No. 106 Tahun 2004 tentang Tim Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK-PTKIB).
2.
Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesra No. 27/ KEP/MENKO/KESRA/XI/2004 tentang Pembentukan Satuan Tugas TK-PTKIB.
3.
Keputusan Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Kesra No. 366/KEP/SESMENKO/KESRA/ XI/2007 tentang Pembentukan Sekretariat Satuan Tugas TK-PTKIB.
iv
11
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Globalisasi dan kemajuan teknologi informasi dan transportasi telah mendorong meningkatnya migrasi penduduk antar negara, tidak terkecuali di kawasan ASEAN. Derasnya migrasi antar negara di kawasan ini, didorong oleh adanya kebijakan bebas visa untuk keperluan kunjungan atau wisata yang ternyata telah dimanipulasi oleh orang yang tidak bertanggung-jawab untuk mengirimkan WNI ke luar negeri, bukan untuk berwisata tetapi untuk bekerja di negeri jiran. Dengan tidak adanya visa kerja walaupun mempunyai visa kunjungan, menyebabkan banyak di antara ”wisatawan pekerja” tersebut yang dieksploitasi dalam bentuk penahanan paspor, upah rendah, penyekapan, bahkan perlakuan-perlakuan yang tidak manusiawi. Ketika visa kunjungan telah habis, wisatawan yang pekerja tersebut menjadi ilegal karena overstay, dan atau undocomented, yang menjadikannya semakin rentan untuk dieksploitasi. Walaupun beresiko seperti itu, modus pengiriman TKI tersebut banyak diminati oleh calon tenaga kerja Indonesia yang tidak mendapat kesempatan kerja di dalam negeri, khususnya bagi mereka yang berpendidikan rendah dan tidak mempunyai keterampilan tinggi. Di Malaysia mereka banyak dipekerjakan pada jenis pekerjaan yang kasar, kotor, terkadang berbahaya dengan gaji murah di pedalaman (hutan, kebun sawit, kebun karet), dan juga di perkotaan (kedai, rumah tangga, pabrik, pasar, atau bangunan). Jenis pekerjaan seperti itu sudah tidak diminati lagi oleh warga negara Malaysia yang berpendidikan relatif lebih baik. Dalam pelaksanaannya, ”penempatan” TKI secara tidak resmi di Malaysia bermitra dengan ”agen” setempat, tetapi Pemerintah Malaysia seolah menutup mata karena memang TKI tersebut diperlukan di negeri itu khususnya untuk sektor perkebunan. TKI ilegal ini walaupun berpendidikan rendah tetapi mempunyai keterampilan
Satgas TK-PTKIB Pusat
1
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
memadai untuk dipekerjakan di perkebunan kelapa sawit yang banyak terdapat di Malaysia. Akan tetapi statusnya tersebut menyebabkan mereka dibayar rendah, dan sering sengaja dilaporkan kepada yang berwajib menjelang pembayaran gajinya. Pemulangan pendatang asing tanpa izin (PATI) di Malaysia baik melalui program amnesti maupun deportasi telah berlangsung sejak tahun 2004, namun sampai sekarang masih tetap berlangsung karena lemahnya pemeritah Malaysia menindak para majikan yang mempekerjakan TKI ilegal dan adanya aparat korup yang dengan bayaran tertentu telah membiarkan masuknya para pekerja ke Malaysia dengan status pelancong (visa kunjungan). Namun kelemahan juga terjadi di dalam negeri Indonesia. Pihak Imigrasi tidak mempunyai dasar hukum yang kuat untuk menahan para pekerja Indonesia yang masuk Malaysia dengan visa kunjungan, di samping banyaknya pelabuhan tradisional dan jalan-jalan tikus di perbatasan yang dipergunakan oleh pihak tertentu untuk memasukkan TKI secara ilegal ke Malaysia. Pemerintah RI melalui Tim Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK-PTKIB) yang dibentuk melalui Keppres No. 106 Tahun 2004, sesuai dengan penugasannya telah membantu memberikan layanan yang proporsional dan layak pada Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah (TKIB) dan keluarganya yang pulang ke Indonesia. TK-PTKIB adalah tim lintas sektoral yang melaksanakan tugasnya sesuai dengan fungsi sektoralnya masing-masing, yang sehari-hari dijalankan oleh Satuan Tugas TK-PTKIB. Tim ini tetap berjalan walaupun telah ada Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2006 tentang BNP2TKI dan Inpres No. 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI, karena masih dalam masa transisi dan menunggu pengaturan dan keputusan lebih lanjut dari Presiden. Sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan tugas Satgas TKPTKIB, disusunlah laporan kinerja Satgas TK-PTKIB Tahun 2007, didasarkan pada Rencana Kinerja Tahun 2007, disesuaikan dengan perkembangan dan berbagai perubahan lingkungan strategis yang terjadi.
Satgas TK-PTKIB Pusat
2
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
B.
Tugas dan Fungsi
Sebagaimana tertuang dalam Keputusan Presiden RI No. 106 Tahun 2004 tentang Tim Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK-PTKIB) disebutkan bahwa tugas TK-PTKIB adalah untuk menyusun dan mengkoordinasikan kebijakan dan program pemulangan TKIB ke Indonesia, dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku dan hak asasi manusia. Dalam melaksanakan tugas, TK-PTKIB mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk: a. b. c. d.
e. f. g. h. i.
Melakukan koordinasi lebih lanjut dengan Pemerintah Malaysia atas dasar prinsip tanggung jawab bersama. Melaksanakan pendataan sebelum keberangkatan/pemulangan. Melakukan pemeriksaan dan pelayanan kesehatan. Melakukan pengecekan dan pengurusan hak-hak gaji/upah/ penghasilan lain, harta benda, piutang serta hak-hak melekat lainnya. Pemberian dokumen perjalanan/Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP). Mengatur pengangkutan sesuai dengan jadwal dan lokasi tujuan pemulangan/daerah asal. Melaksanakan pengawalan, penjagaan, pengamanan dan perlindungan selama perjalanan sampai ke tempat asal. Pemberian pelayanan kebutuhan dasar sejak dari penampungan, selama perjalanan sampai ke tempat asal. Mempersiapkan kembali menjadi Tenaga Kerja Indonesia yang berkualitas dan memenuhi persyaratan.
Dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari, TK-PTKIB melalui Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat No.27/KEP/MENKO/KESRA/XI/2004, membentuk Satuan Tugas TKPTKIB yang terdiri dari pejabat-pejabat teknis sektor terkait. Sedang di tingkat daerah, TK-PTKIB bekerjasama dengan Gubernur dan Bupati/Walikota daerah entry dan exit point serta daerah asal TKIB, dan/atau dengan pihak lain yang dipandang perlu. C.
Landasan Kerja Dalam melaksanakan tugasnya, TK-PTKIB mengacu kepada:
1. 2.
Undang-undang No. 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut. Undang-undang No. 6 Tahun 1974 tentang Kesejahteraan Sosial.
Satgas TK-PTKIB Pusat
3
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
16.
D.
Undang-undang No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian. Undang-undang No.10 Tahun 1992 tentang Kependudukan dan Keluarga Sejahtera. Undang-undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan. Undang-undang No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran. Undang-undang No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri. Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang Kesehatan. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Keputusan Presiden RI No. 106 Tahun 2004 tentang Tim Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK-PTKIB) Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesra No. 27/KEP/ MENKO/KESRA/XI/2004 tentang Pembentukan Satuan Tugas Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK-PTKIB). Ruang Lingkup Kegiatan Ruang lingkup tugas TK-PTKIB meliputi:
1. Koordinasi dengan Pemerintah Malaysia tentang pemulangan TKIB atas dasar prinsip tanggung jawab bersama. 2. Koordinasi dengan instansi sektoral Pusat dan Daerah serta pihak lain yang dipandang perlu, dalam pemulangan TKIB sejak dari Malaysia sampai ke daerah asalnya dengan selamat dan bermartabat. 3. Koordinasi dengan instansi sektoral Pusat dan Daerah serta pihak lain yang dipandang perlu dalam mempersiapkan kembali TKIB menjadi Tenaga Kerja Indonesia yang berkualitas dan memenuhi persyaratan. 4. Koordinasi dengan instansi sektoral Pusat dan Daerah serta pihak lain yang dipandang perlu dalam pelaksanaan tugas sewaktuwaktu dari Pimpinan.
Satgas TK-PTKIB Pusat
4
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
II. RENCANA STRATEGIS
A.
Visi dan Misi
Visi TK-PTKIB adalah Terwujudnya koordinasi lintas sektor Pusat, Daerah dan di Malaysia agar terselenggara pemulangan TKIB dengan selamat dan bermartabat, dan terbina menjadi TKI yang berkualitas dan memenuhi persyaratan. Untuk mewujudkan visi tersebut, maka sejalan dengan tugas dan fungsinya, misi TK-PTKIB adalah: 1. Peningkatan koordinasi dengan Pemerintah Malaysia agar terselenggara pemulangan TKIB dengan selamat dan bermartabat. 2. Peningkatan koordinasi, keterpaduan dan sinkronisasi kebijakan, program dan kegiatan pelayanan kepada TKIB dan TKI, antar instansi sektoral Pusat dan Daerah, dengan Perwakilan RI di Malaysia dan dengan pihak-pihak lain yang diperlukan. 3. Peningkatan mekanisme kerjasama dalam memfasilitasi pelayanan dan pemberian bantuan dalam pemulangan TKIB sejak di Malaysia sampai ke daerah asalnya di Indonesia, dan dalam memfasilitasi pengiriman kembali TKI sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. 4. Peningkatan pemantauan, analisis dan evaluasi kebijakan, program dan kegiatan pelayanan dan pemberian bantuan dalam pemulangan TKIB sejak di Malaysia sampai ke daerah asalnya di Indonesia. B.
Tujuan dan Sasaran
Sejalan dengan arahan Keputusan Presiden No. 106 Tahun 2004, maka TK-PTKIB menetapkan tujuan yaitu: 1. Meningkatkan keterpaduan dan sinkronisasi penyiapan dan perumusan kebijakan, program dan kegiatan pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi persyaratan.
Satgas TK-PTKIB Pusat
5
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
2. Mewujudkan dan melaksanakan sistem/mekanisme dalam memfasilitasi pemangku kepentingan (stake-holder) terkait dalam memberikan pelayanan dan bantuan kepada TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi persyaratan. 3. Meningkatkan akuntabilitas kebijakan, program dan kegiatan pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi persyaratan. 4. Mewujudkan dan melaksanakan sistem pemantauan, analisis dan evaluasi kebijakan, program dan kegiatan pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi persyaratan, yang efektif dan berhasilguna Adapun sasaran yang akan dicapai, adalah: 1. Terwujudnya kebijakan, program dan kegiatan pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi persyaratan yang tidak tumpang tindih, manusiawi dan menghormati HAM. 2. Terlaksananya mekanisme untuk memfasilitasi stake-holder terkait dalam pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi persyaratan. 3. Meningkatnya akuntabilitas kebijakan, program dan kegiatan pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi persyaratan. 4. Terwujudnya rekomendasi peningkatan kebijakan, program dan kegiatan pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi persyaratan. 5. Terwujudnya sistem informasi dan networking pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi persyaratan, yang menyeluruh dan dapat dipercaya (reliable). Sasaran tersebut akan dicapai, disesuaikan dengan ketersediaan sumberdaya yang ada dan kondisi lingkungan strategis yang berkembang.
Satgas TK-PTKIB Pusat
6
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
C.
Strategi
Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran tersebut di atas, berbagai faktor lingkungan strategis dipertimbangkan: 1. Demokratisasi, yang tercermin dari kehendak masyarakat untuk ikut mengawasi dan mengontrol pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi persyaratan. 2. Desentralisasi, yang diwujudkan dengan memberikan ruang gerak yang memadai bagi daerah sesuai dengan kemampuan sumberdaya yang dimilikinya, untuk ikut berpartisipasi menyelesaikan masalah nasional berkaitan dengan pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi persyaratan. 3. Globalisasi, yang mempengaruhi hubungan antar negara baik bilateral, multilateral dan regional. 4. Akuntabilitas, yang menghendaki adanya transparansi yang berkaitan dengan pelayanan dan pemberian bantuan Pemerintah RI dalam pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi persyaratan. Selanjutnya, dengan mempertimbangkan kesiapan sumberdaya yang ada, maka strategi yang akan ditempuh dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran adalah: 1. Memfasilitasi dan menjembatani instansi sektoral Pusat dan Daerah serta pihak lain yang diperlukan, dalam penyelenggaraan pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi persyaratan. 2. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman TKIB dan calon TKI tentang cara bermigrasi yang baik dan aman serta terhadap kebijakan deportasi Pemerintah Malaysia terhadap PATI di Malaysia. 3. Pemampuan aparatur baik Pusat, Daerah dan di Perwakilan RI di Malaysia serta pihak lain yang diperlukan, dalam pemberian layanan dan bantuan dalam pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi persyaratan.
Satgas TK-PTKIB Pusat
7
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
4. Meningkatkan serta mengembangkan kemitraan dan jejaring kerja baik antar instansi sektoral Pusat dan Daerah serta pihak lain yang diperlukan. D.
Kebijakan
Strategi tersebut di atas dituangkan dalam bentuk kebijakan operasional TK-PTKIB sebagai berikut: 1. Koordinasi dalam rangka memfasilitasi dan menjembatani instansi sektoral Pusat dan Daerah serta pihak lain yang diperlukan, dilakukan dengan memrioritaskan pada institusi/lembaga yang terkait langsung di lapangan. 2. Koordinasi peningkatan pengetahuan dan pemahaman TKIB dan calon TKI tentang cara bermigrasi yang baik dan aman serta terhadap kebijakan deportasi Pemerintah Malaysia terhadap PATI di Malaysia dilakukan dengan proaktif melibatkan aparat Perwakilan RI di Malaysia dan komunitas penduduk Indonesia yang ada di Malaysia, bekerja sama dengan institusi/lembaga tempatan yang peduli. 3. Koordinasi pemampuan aparatur baik Pusat, Daerah dan di Perwakilan RI di Malaysia serta pihak lain yang diperlukan, dilakukan melalui pembina teknis instansi sektoral masing-masing. 4. Koordinasi peningkatan dan pengembangan kemitraan dan jejaring kerja dilaksanakan dengan memanfaatkan kemajuan sistem informasi dan kemudahan komunikasi serta ketersediaan fasilitas jaringan internet dan mengupayakan adanya pertukaran data dan informasi secara teratur. E.
Program
Berdasarkan asas prioritas dan kesiapan sumber daya yang diperlukan, maka disusun program pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi persyaratan, sebagai berikut: 1. Tahun Anggaran 2007 a. Koordinasi Pemerintah RI dan Malaysia serta Pertemuan Tingkat Menteri untuk membahas proses pemulangan TKIB secara bermartabat dan selamat sampai ke daerah asalnya di Indonesia.
Satgas TK-PTKIB Pusat
8
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
b. Sosialisasi kebijakan razia Pendatang Asing Tanpa Ijin (PATI) di Malaysia oleh pasukan RELA dan deportasi TKIB dari Malaysia. c. Koordinasi pemulangan TKIB di daerah exit point di Malaysia, dan di daerah entry point, transit dan daerah asal TKIB di Indonesia. d. Koordinasi penyusunan anggaran pemulangan TKIB dari Malaysia. e. Koordinasi pelaksanaan kegiatan sektoral, antar Pemerintah Pusat dan Daerah, swasta dan kelembagaan masyarakat, dalam pembinaan dan pemberdayaan TKIB menjadi TKI yang berkualitas dan memenuhi persyaratan. f.
Koordinasi monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pemulangan TKIB dari Malaysia. g. Pelaksanaan tugas sewaktu-waktu dari Pimpinan. 2. Tahun Anggaran 2008 a. Koordinasi Pemerintah RI dan Malaysia serta Pertemuan Tingkat Menteri untuk membahas penyelesaian masalah TKIB di dalam dan di luar negeri. b. Sosialisasi kebijakan razia Pendatang Asing Tanpa Ijin (PATI) di Malaysia oleh pasukan RELA dan deportasi TKIB dari Malaysia. c. Sosialisasi cara bermigrasi yang baik dan aman kepada TKIB serta calon TKI dan pencari kerja di dalam negeri. d. Sosialisasi alternatif kesempatan kerja di pedesaan melalui berbagai program pemerintah seperti PNPM Mandiri, UMKM, Kredit Perkasa, dan lain-lain. e. Koordinasi pemulangan TKIB di daerah exit point di Malaysia, dan di daerah entry point, transit dan daerah asal TKIB di Indonesia. f. Koordinasi penyusunan anggaran pemulangan TKIB dari Malaysia. g. Koordinasi pelaksanaan kegiatan sektoral, antar Pemerintah Pusat dan Daerah, swasta dan kelembagaan masyarakat, dalam pembinaan dan pemberdayaan TKIB menjadi TKI yang berkualitas dan memenuhi persyaratan. h. Koordinasi penyempurnaan pedoman, juklak, juknis dan standar operasional prosedur tentang penanganan TKIB dengan adanya Perpres No. 81 Tahun 2006 tentang BNP2TKI
Satgas TK-PTKIB Pusat
9
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
i. j.
dan Inpres No. 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI. Koordinasi monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pemulangan TKIB dari Malaysia. Pelaksanaan tugas sewaktu-waktu dari Pimpinan.
3. Tahun Anggaran 2009 a. Koordinasi Pemerintah RI dan Malaysia serta Pertemuan Tingkat Menteri untuk membahas penyelesaian masalah TKIB di dalam dan di luar negeri. b. Sosialisasi kebijakan razia Pendatang Asing Tanpa Ijin (PATI) di Malaysia oleh pasukan RELA dan deportasi TKIB dari Malaysia. c. Sosialisasi cara bermigrasi yang baik dan aman kepada TKIB serta calon TKI dan pencari kerja di dalam negeri. d. Sosialisasi alternatif kesempatan kerja di pedesaan melalui berbagai program pemerintah seperti PNPM Mandiri, UMKM, Kredit Perkasa, dan lain-lain. e. Koordinasi pemulangan TKIB di daerah exit point di Malaysia, dan di daerah entry point, transit dan daerah asal TKIB di Indonesia. f. Koordinasi penyusunan anggaran pemulangan TKIB dari Malaysia. g. Koordinasi pelaksanaan kegiatan sektoral, antar Pemerintah Pusat dan Daerah, swasta dan kelembagaan masyarakat, dalam pembinaan dan pemberdayaan TKIB menjadi TKI yang berkualitas dan memenuhi persyaratan. h. Koordinasi implementasi pedoman, juklak, juknis dan standar operasional prosedur tentang penanganan TKIB yang telah disempurnakan. i. Koordinasi monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pemulangan TKIB dari Malaysia. j. Pelaksanaan tugas sewaktu-waktu dari Pimpinan.
Satgas TK-PTKIB Pusat
10
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
III.
KINERJA TAHUN 2007
Kinerja TK-PTKIB pada Tahun 2007 adalah sebagai berikut: A.
Koordinasi Penganggaran Pengajuan anggaran pemulangan TK-PTKIB sebesar Rp 10 milyar pada awal tahun 2007, setelah melalui pembahasan akhirnya pada tanggal 29 November 2007, mendapatkan kepastian alokasi dana APBN-P sebesar Rp 9,1 milyar, untuk kegiatan koordinasi TK-PTKIB dan penguatan Satgas TKIB Daerah sebesar Rp 825 juta,- yang dialokasikan pada DIPA Kementerian Koordinator Bidang Kesra, serta untuk permakanan dan pemulangan TKIB sebesar Rp 8,3 milyar yang dialokasikan pada DIPA Departemen Sosial. Mengingat sempitnya waktu untuk implementasi program, segera dilaksanakan penyesuaian rencana kerja agar dana yang tersedia dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
B.
Reorganisasi TK-PTKIB dan Penajaman Rencana Kerja 1)
Reorganisasi TK-PTKIB
Reorganisasi TK-PTKIB khususnya dilakukan pada susunan keanggotaan Sekretariat Satgas TK-PTKIB karena adanya alih tugas beberapa pejabat sebelumnya. Secara terinci mengenai organisasi Sekretariat Satgas TK-PTKIB dapat diperiksa dalam Laporan Kinerja Sekretariat Satgas TK-PTKIB Tahun 2007. Sementara organisasi Tim Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TKIB) sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden RI No. 106 Tahun 2004, tidak mengalami perubahan, karena walaupun Direktorat Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri, Depnakertrans telah dilikuidasi sehubungan dengan dibentuknya Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dengan Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2006, mengingat sampai dengan tahun 2007 masih belum stabil baik dari segi personil maupun penganggarannya,
Satgas TK-PTKIB Pusat
11
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
maka untuk sementara susunan keanggotaan TK-PTKIB tidak ada perubahan, sebagai berikut: Ketua
: Menteri Koordinator Bidang Kesra
Wakil Ketua I
: Menteri Luar Negeri
Wakil Ketua II
: Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Anggota
: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l.
Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Sosial, Menteri Kesehatan, Menteri Perhubungan, Menteri Keuangan, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Menteri Negara BUMN, Panglima TNI, Kepala Kepolisian Negara RI, Duta Besar RI untuk Malaysia, Para Konsul Jenderal RI di Malaysia.
Sekretaris
: Sekretaris Menko Kesra
Wakil Sekretaris I
: Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler, Dep. Luar Negeri.
Wakil Sekretaris II
: Direktur Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri, Depnakertrans *).
*) Dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden RI No. 7 Tahun 2007 tanggal 12 Februari 2007 tentang Perubahan Keenam atas Peraturan Presiden RI No. 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara RI, Direktorat Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (Ditjen PPTKLN), dilikuidasi dan kegiatan operasionalnya dialihkan menjadi tanggung jawab Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) yang dibentuk melalui Peraturan Presiden RI No. 81 Tahun 2006. Jabatan Dirjen PPTKLN sebagai Wakil Sekretaris II, sementara tidak diisi sambil menunggu masa transisi dan kejelasan mengenai tugas dan tanggung jawab Instansi Pemerintah yang akan menangani TKI Bermasalah (BNP2TKI ?) atau Pekerja Migran Bermasalah (Departemen Sosial).
Satgas TK-PTKIB Pusat
12
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Perihal organisasi Satuan Tugas (Satgas) TK-PTKIB sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesra No. 27/KEP/MENKO/KESRA/XI/2004, dengan pertimbangan yang sama juga tidak mengalami perubahan, dengan susunan keanggotaan sebagai berikut: 1.
PENGARAH Ketua
: Sekretaris Menko Kesra
Ketua I
: Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler, Deplu.
Ketua II
: Direktur Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri, Depnakertrans.
Anggota
: 1.
Satgas TK-PTKIB Pusat
Direktur Jenderal Pemerintahan Umum, Depdagri. 2. Direktur Jenderal Administrasi Kependudukan, Depdagri. 3. Direktur Jenderal Bantuan dan Jaminan Sosial, Depsos. 4. Direktur Jenderal Imigrasi, Depkumham. 5. Sekretaris Direktur Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri, Depnakertrans. 6. Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Dephub. 7. Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Dephub. 8. Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Dephub. 9. Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan, Depkeu. 10. Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, Depkes. 11. Direktur Jenderal Pelayanan Medik, Depkes.
13
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
12. Deputi Menteri BUMN Bidang Restrukturisasi dan Privatisasi. 13. Deputi Menteri Pemberdayaan Perempuan Bidang Kualitas Hidup Perempuan. 14. Asisten Operasi Kepala Staf Umum, Mabes TNI. 15. Direktur Samapta Babinkam, Mabes POLRI. 16. Kepala Babinkam Mabes POLRI. 2. KOORDINASI PELAKSANAAN DAN PEMANTAUAN Ketua
: Deputi Menko Kesra Bidang Koordinasi Pemberdayaan Perempuan.
Wakil Ketua I
: Staf Ahli Menko Kesra Bidang Peranserta Masyarakat.
Wakil Ketua II
: Staf Ahli Menko Kesra Bidang Ekonomi Kerakyatan.
Wakil Ketua III
: Direktur Perlindungan WNI dan BHI, Deplu.
Sekretaris
: Asisten Deputi Urusan Kesempatan Kerja Perempuan, Kementerian Koordinator Bidang Kesra.
Wakil Sekretaris
: Direktur Bantuan Sosial Korban Tindak Kekerasan dan Pekerja Migran, Ditjen Banjamsos, Depsos.
Anggota
: 1. 2. 3. 4. 5.
Satgas TK-PTKIB Pusat
Direktur Perlindungan dan Advokasi, Depnakertrans. Direktur Lalu Lintas Keimigrasian, Depkumham. Direktur Tramtib dan Linmas, Ditjen PUM, Depdagri. Direktur Pendaftaran Penduduk, Ditjen Adminduk, Depdagri Direktur Lalu Lintas Angkutan Laut, Dephub.
14
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
6. 7. 8. 9. 10. 11.
12.
13. 14.
Direktur Lalu Lintas Angkutan Udara, Dephub. Direktur Lalu Lintas Angkutan Jalan, Dephub. Direktur Anggaran II, Depkeu. Direktur Pelayanan Medik Dasar, Depkes. Direktur Epidemi dan Kesehatan Masyarakat, Ditjen PPM-PL, Depkes. Asisten Deputi Perlindungan Perempuan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan. Asisten Deputi Urusan Informasi dan Administrasi Kekayaan, Kementerian BUMN. Perwira Pembantu Utama IV, OPS, Mabes TNI. Wadir Samapta Babinkam Mabes POLRI.
Tatalaksana koordinasi TK-PTKIB, secara umum tidak mengalami perubahan. Secara keseluruhan, koordinasi pemulangan TKIB serta pembinaan dan pemberdayaannya menjadi TKI yang berkualitas dan memenuhi persyaratan, dilaksanakan oleh TK-PTKIB, yang secara teknis operasional dikoordinasikan oleh Satgas TK-PTKIB. Koordinasi penyelenggaraan layanan kepada TKIB di luar negeri (Malaysia) yang dilakukan oleh Konsulat Jenderal RI dan Kantor Penghubung/Konsulat RI di Malaysia, dilaksanakan melalui Kedutaan Besar RI di Kualalumpur dan secara nasional dikoordinasikan oleh Departemen Luar Negeri yang juga anggota TK-PTKIB. Koordinasi penyelenggaraan layanan kepada TKIB di daerah, dilaksanakan melalui Departemen Dalam Negeri yang juga anggota TK-PTKIB. Menteri Dalam Negeri melalui Radiogram No.560/2909/SJ tanggal 29 Oktober 2004 telah meminta kepada Gubernur dan Bupati/Walikota Daerah entry point, transit dan daerah asal untuk membentuk Satgas secara lintas sektoral
Satgas TK-PTKIB Pusat
15
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
dengan tugas operasional untuk menangani penerimaan dan pemulangan TKIB dari Malaysia, dan melaksanakan hal-hal sebagai berikut: (1) (2) (3) (4) (5) (6)
Mengkoordinir tugas sektor secara terpadu; Mengkoordinir pengangkutan dari debarkasi ke daerah asal; Melakukan pendataan dengan identitas diri yang jelas; Mempersiapkan tempat transit sementara; Mempersiapkan pelayanan kesehatan; Memprioritaskan pelayanan khusus kepada kaum wanita dan anak; (7) Mencegah adanya penyelundupan manusia serta narkoba; (8) Melakukan pengamanan dan penegakan hukum. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Pemerintah Daerah diharapkan memberikan bantuan serta memfasilitasi kegiatan di lapangan secara optimal sesuai dengan kemampuan masingmasing daerah. Satgas TK-PTKIB Daerah yang dibentuk: (1)
Satgas TK-PTKIB Medan dan Posko TK-PTKIB Belawan, Provinsi Sumatera Utara.
(2)
Satgas TK-PTKIB Kota Tanjung Pinang, Provinsi Kepulauan Riau.
(3)
Satgas TK-PTKIB Tanjung Balai Karimun, Provinsi Kepulauan Riau.
(4)
Satgas TK-PTKIB Batam, Provinsi Kepulauan Riau.
(5)
Satgas TK-PTKIB Kota Dumai, Provinsi Riau.
(6)
Satgas TK-PTKIB Pontianak dan Posko TK-PTKIB Entikong, Provinsi Kalimantan Barat.
(7)
Satgas TK-PTKIB Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur.
(8)
Satgas TK-PTKIB Kota Pare-pare, Provinsi Sulawesi Selatan.
(9)
Satgas TK-PTKIB Tanjung Priok, Provinsi DKI Jakarta.
(10) Satgas TK-PTKIB Tanjung Emas, Provinsi Jawa Tengah. (11) Satgas TK-PTKIB Tanjung Perak, Provinsi Jawa Timur. Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan dan Mataram Provinsi NTB masih belum ada Satgas TK-PTKIB walaupun menangani cukup banyak TKIB yang pulang melalui pelabuhan daerah yang bersangkutan.
Satgas TK-PTKIB Pusat
16
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Sementara itu, Perwakilan RI di Lumpur Malaysia telah membentuk Perlindungan WNI yang bertugas pendataan dan memberikan pelayanan para TKIB. 2)
Johor Bahru dan Kuala Satgas Pelayanan dan antara lain melakukan dan perlindungan kepada
Penajaman Rencana Kerja
Rencana kerja TK-PTKIB yang disusun pada awal tahun anggaran 2007, adalah sebagai berikut: a.
b.
c.
Koordinasi Kebijakan Penanganan TKIB (1)
Pertemuan koordinasi dengan Satgas Pelayanan dan Perlindungan WNI Perwakilan RI di Malaysia.
(2)
Pertemuan koordinasi Satgas TK-PTKIB dan Satgas TKIB Daerah, serta dengan BNP2TKI dan Tim Inpres No. 6 Tahun 2006.
Koordinasi Pemulangan TKIB (1)
Koordinasi pengumpulan data pemulangan TKIB dari Satgas Pelayanan dan Perlindungan WNI Perwakilan RI di Malaysia dan Satgas TKIB Daerah.
(2)
Koordinasi Satgas TK-PTKIB dan Satgas Daerah penyelesaian berbagai masalah pemulangan TKIB.
(3)
Sosialisasi kebijakan razia Pendatang Asing Tanpa Ijin (PATI) di Malaysia dan deportasi TKIB dari Malaysia.
Koordinasi Pemberdayaan TKIB dan Calon TKI (1)
(2) (3)
(4) d.
dalam
Sosialisasi program pemerintah tentang pendidikan luar sekolah dan diklat kecakapan hidup bagi mereka yang putus sekolah dan berkeinginan untuk bekerja. Sosialisasi program alternatif pembukaan kesempatan kerja di pedesaan. Sosialisasi berbagai skema kredit pendanaan bagi peningkatan kompetensi kerja calon TKI dan bagi mereka yang ingin berusaha sendiri. Sosialisasi peningkatan kepedulian masyarakat melalui pengembangan radio komunitas di daerah sumber TKI.
Koordinasi Penganggaran Untuk mendukung pemulangan TKIB dari Malaysia, Pemerintah RI pada tahun 2007 menganggarkan dana sebesar Rp 8 milyar untuk membantu pemulangan 18.950 TKIB, yang dialokasikan dalam DIPA Departemen Sosial. Sementara anggaran untuk operasional Satgas TKPTKIB belum teralokasikan karena keterbatasan DIPA Kementerian Koordinator Bidang Kesra tahun 2007, demikian pula dana untuk operasional Satgas TKIB Daerah belum secara jelas didukung oleh APBN maupun APBD.
Satgas TK-PTKIB Pusat
17
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Sehubungan dengan itu, Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat mengusulkan dukungan dana pemulangan TKIB melalui APBN-P Tahun 2007 sebesar Rp 10 milyar, yang terdiri dari: (1)
Koordinasi Pemulangan TKIB sebesar Rp 2 milyar untuk kegiatan: (a) Pertemuan koordinasi dengan Satgas Pelayanan dan Perlindungan WNI Perwakilan RI di Malaysia (b) Pertemuan koordinasi Satgas TK-PTKIB, Satgas Pelayanan dan Perlindungan WNI Perwakilan RI di Malaysia, dan Satgas TKIB Daerah (c) Penguatan Satgas Pelayanan dan Perlindungan WNI Perwakilan RI di Malaysia, dan Satgas TKIB Daerah (d) Sekretariat Satgas TKPTKIB dan Media Center (e) Montoring dan evaluasi daerah entry point dan daerah asal TKIB (f) Monitoring ke daerah kantong TKI di Malaysia (g) Peningkatan kepedulian masyarakat dan kelengkapan informasi bagi eks TKIB dan kelompok masyarakat melalui pengembangan radio komunitas di daerah sumber TKI.
(2)
Dukungan operasional pemulangan TKIB dari daerah entry point ke daerah asal di Indonesia sebesar Rp 8,0 milyar untuk biaya penampungan, permakanan dan transportasi TKIB ke daerah asal.
Sementara APBN-P masih dalam proses pengajuan, operasional Satgas TK-PTKIB, Sekretariat Satgas TK-PTKIB, dan Satgas TKIB Daerah diharapkan tetap berjalan dengan menggunakan atau mengoptimalisasikan berbagai sumber daya yang memungkinkan. e.
f.
Koordinasi Pemantauan dan Evaluasi (1)
Pemantauan dan evaluasi ke daerah entry point dan daerah asal TKIB di Indonesia.
(2)
Pemantauan ke daerah kantong TKI di Malaysia.
(3)
Pelaporan pelaksanaan pemulangan TKIB kepada Presiden dan kepada masyarakat.
Koordinasi Pelaksanaan Tugas Sewaktu-waktu Koordinasi pelaksanaan tugas sewaktu-waktu dari Pimpinan akan dilaksanakan dengan menggunakan sarana komunikasi yang ada dan melakukan peninjauan langsung jika diperlukan.
Rencana kerja TK-PTKIB sebagaimana tersebut di atas, kemudian dipertajam dengan adanya kepastian alokasi anggaran APBN-P yang ditetapkan oleh Departemen Keuangan tanggal 29 November 2007, sebagai berikut: a.
Koordinasi Kebijakan Penanganan TKIB (1) Pertemuan koordinasi dengan Satgas Pelayanan dan Perlindungan WNI Perwakilan RI di Malaysia.a
Satgas TK-PTKIB Pusat
18
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
(2) Pertemuan koordinasi Satgas TK-PTKIB dan Satgas TKIB Daerah, serta dengan BNP2TKI dan Tim Inpres No. 6 Tahun 2006.a b.
Koordinasi Pemulangan TKIB (1) Koordinasi pengumpulan data pemulangan TKIB dari Satgas Pelayanan dan Perlindungan WNI Perwakilan RI di Malaysia dan Satgas TKIB Daerah.a (2) Koordinasi Satgas TK-PTKIB dan Satgas Daerah dalam penyelesaian berbagai masalah pemulangan TKIB.a (3) Sosialisasi kebijakan razia Pendatang Asing Tanpa Ijin (PATI) di Malaysia dan deportasi TKIB dari Malaysia, dirubah menjadi: Penguatan kelembagaan 11 Satgas TK-PTKIB di daerah entry point di Indonesia, dan Satgas Pelayanan dan Perlindungan WNI Johor Bahru, Malaysia.
c.
Koordinasi Pemberdayaan TKIB dan Calon TKI (1) Sosialisasi program pemerintah tentang pendidikan luar sekolah dan diklat kecakapan hidup bagi mereka yang putus sekolah dan berkeinginan untuk bekerja. (2) Sosialisasi program alternatif pembukaan kesempatan kerja di pedesaan. (3) Sosialisasi berbagai skema kredit pendanaan bagi peningkatan kompetensi kerja calon TKI dan bagi mereka yang ingin berusaha sendiri. (4) Sosialisasi peningkatan kepedulian masyarakat melalui pengembangan radio komunitas di daerah sumber TKI.
d.
Koordinasi Penganggaran Untuk mendukung pemulangan TKIB dari Malaysia, Pemerintah RI pada tahun 2007 menganggarkan dana sebesar Rp 8 milyar untuk membantu pemulangan 18.950 Pekerja Migran Bermasalah (PMB) atau TKIB, yang dialokasikan dalam DIPA Departemen Sosial. Namun sampai dengan akhir semester I tahun 2007, anggaran tersebut telah habis sehingga Depsos harus memulangkan PMB atau TKIB menggunakan dana talangan dari pihak rekanan antara lain dari PT. PELNI dan PT. DAMRI. Sementara anggaran untuk operasional Satgas TK-PTKIB tidak teralokasikan
Satgas TK-PTKIB Pusat
19
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
dalam DIPA Kementerian/Lembaga pusat, demikian pula untuk operasional Satgas TKIB Daerah belum didukung secara optimal oleh APBD yang bersangkutan. Adanya kepastian alokasi APBN-P sebesar Rp 9,1 milyar yang diperuntukkan kegiatan koordinasi dan penanganan TKIB pusat dan daerah, Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Departemen Sosial dan Departemen Keuangan menyepakati penggunaan dana APBN-P Tahun 2007 sebagai berikut: (1) Koordinasi Pemulangan TKIB sebesar Rp 825 juta, untuk kegiatan: (a) Pertemuan koordinasi dengan Satgas Pelayanan dan Perlindungan WNI Perwakilan RI di Malaysia (b) Pertemuan koordinasi Satgas TK-PTKIB, Satgas Pelayanan dan Perlindungan WNI Perwakilan RI di Malaysia, dan Satgas TKIB Daerah (c) Penguatan Satgas Pelayanan dan Perlindungan WNI Perwakilan RI di Malaysia, dan Satgas TKIB Daerah (d) Sekretariat Satgas TK-PTKIB dan Media Center (e) Montoring dan evaluasi daerah entry point dan daerah asal TKIB (f) Monitoring ke daerah kantong TKI di Malaysia (g) Peningkatan kepedulian masyarakat dan kelengkapan informasi bagi eks TKIB dan kelompok masyarakat melalui pengembangan radio komunitas di daerah sumber TKI. (2) Dukungan operasional pemulangan TKIB dari daerah entry point ke daerah asal di Indonesia sebesar Rp 8,3 milyar untuk biaya penampungan, permakanan dan transportasi TKIB ke provinsi daerah asal.a Sebelum adanya kepastian tentang dana APBN-P tersebut, operasional Satgas TK-PTKIB, Sekretariat Satgas TK-PTKIB, dan Satgas TKIB Daerah tetap berjalan dengan menggunakan atau mengoptimalisasikan berbagai sumber daya yang memungkinkan.a e.
Koordinasi Pemantauan dan Evaluasi (1) Pemantauan dan evaluasi ke daerah entry point dan daerah asal TKIB di Indonesia.a (2) Pemantauan ke daerah kantong TKI di Malaysia.
Satgas TK-PTKIB Pusat
20
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
(3) Pelaporan pelaksanaan pemulangan Presiden dan kepada masyarakat.a f.
TKIB
kepada
Koordinasi Pelaksanaan Tugas Sewaktu-waktu Koordinasi pelaksanaan tugas sewaktu-waktu dari Pimpinan akan dilaksanakan dengan menggunakan sarana komunikasi yang ada dan atau melakukan peninjauan langsung jika diperlukan.a
C.
Koordinasi Kebijakan Penanganan TKIB Dalam tahun 2007, rapat-rapat koordinasi yang membahas tentang kebijakan penanganan TKIB telah dilakukan, baik yang dibiayai dari anggaran Satgas TK-PTKIB, maupun dalam berbagai rapat lainnya yang diselenggarakan oleh K/L dan SKPD yang materi bahasannya terkait dengan masalah TKIB. Berbagai kebijakan telah dibahas dalam tingkat pengambil keputusan yang cukup tinggi, namun masih memerlukan adanya keputusan lebih lanjut dari pengambil keputusan pada tingkat yang lebih tinggi yaitu tingkat Menteri atau Menteri Koordinator. 1)
Pembagian Tugas
Diperlukan adanya kebijakan dalam rangka pengaturan tugas antar sektor atau antar K/L dan antar SKPD yang lebih komprehensif, sehubungan dengan dibentuknya Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) melalui Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2006, dan pembentukan Tim Inpres No. 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI. Termasuk dalam hal ini diperlukan adanya kebijakan yang mengatur masalah penganggaran dan alokasinya. Juklak Pemulangan TKIB yang dikeluarkan oleh Satgas TKPTKIB tahun 2004, sampai dengan tahun 2005 masih berjalan, namun ternyata Satgas Daerah mengalami kesulitan dalam mereimburse dana talangan yang telah mereka keluarkan untuk penanganan TKIB di daerahnya masing-masing. Oleh karena itu, mulai tahun 2006, Departemen Sosial cq. Direktorat Jenderal Bantuan dan Jaminan Sosial menetapkan bahwa dana pemulangan dan permakanan Pekerja Migran Bermasalah (PMB atau TKIB) dari entry point ke provinsi asal ditanggung oleh Depsos, melalui mekanisme reimbursement. Sementara dana
Satgas TK-PTKIB Pusat
21
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
permakanan dan pemulangan PMB atau TKIB dari provinsi ke kabupaten/kota daerah asal ditanggung oleh provinsi yang bersangkutan menggunakan dana dekonsentrasi dari Depsos ke SKPD yang menangani masalah sosial di provinsi. Mekanisme tersebut terus berjalan sampai dengan akhir tahun 2007, dan rencananya masih akan diberlakukan tahun 2008 sampai ada juklak yang baru, yang diharapkan telah tuntas pertengahan tahun 2008. Dalam juklak yang baru, perlu diatur pembagian tugas antara Departemen Sosial yang salah satu tupoksinya adalah memberikan jaminan sosial pada pekerja migran sejak dari pra, selama dan pasca penempatan, dan BNP2TKI yang menurut Perpres No. 81 Tahun 2006, bertugas: a. melakukan penempatan atas dasar perjanjian secara tertulis antara Pemerintah dengan Pemerintah negara Pengguna Tenaga Kerja Indonesia atau Pengguna berbadan hukum di negara tujuan penempatan; b. memberikan pelayanan, mengkoordinasikan, dan melakukan pengawasan mengenai: 1) dokumen; 2) pembekalan akhir pemberangkatan (PAP); 3) penyelesaian masalah; 4) sumber-sumber pembiayaan; 5) pemberangkatan sampai pemulangan; 6) peningkatan kualitas calon Tenaga Kerja Indonesia; 7) Informasi; 8) kualitas pelaksana penempatan Tenaga Kerja Indonesia; 9) peningkatan kesejahteraan Tenaga Kerja Indonesia dan keluarganya. Berdasarkan Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, yang dimaksud dengan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) adalah “setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah”. Sementara itu, Direktorat Bantuan Sosial Korban Tindak Kekerasan dan Pekerja Migran, Direktorat Jenderal Bantuan dan Jaminan Sosial, Departemen Sosial juga mempunyai tugas untuk
Satgas TK-PTKIB Pusat
22
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
memberikan bantuan sosial kepada “pekerja migran (PM)”, yang didefinisikan sebagai “semua pekerja baik yang berdokumen maupun tidak, yang bekerja di luar daerah asalnya (migrasi), baik di dalam maupun di luar negeri”. Berdasarkan pengertian tersebut, perlu disepakati bersama perihal Departemen Sosial, atau BNP2TKI, serta satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang diserahi tanggung jawab dan ditugasi untuk menangani “TKI Bermasalah” dan atau “Pekerja Migran Bermasalah”. 2)
Pendataan dengan sistem biometrik
Sistem pendataan TKIB juga perlu disempurnakan melalui suatu kebijakan yang mengikat K/L dan atau SKPD yang bertugas dan berwenang melaksanakan pendataan, baik kepada calon TKI atau PM, maupun kepada TKI atau PM Bermasalah. Ditjen Imigrasi telah menerapkan sistem biometrik untuk pembuatan paspor bagi calon TKI, dan bagi calon pekerja yang perginya ke luar negeri menggunakan visa pelancong. Pihak Kepolisian juga telah menggunakan sistem biometrik untuk mendata para penyandang masalah hukum yang tadinya adalah TKI dan atau “wisatawan pekerja”. Sistem biometrik perlu juga diterapkan oleh Departemen Sosial, BNP2TKI dan atau SKPD yang bertugas untuk mendata para TKI/PM Bermasalah, yang selama ini belum dilakukan. Data base biometrik TKI atau PM Bermasalah dapat dipergunakan untuk pengawasan dan pengendalian pengeluaran dokumen perjalanan ke luar negeri, terutama bagi mereka yang telah beberapa kali menjadi TKI atau PM Bermasalah. Di samping itu, pendataan kependudukan yang dilakukan melalui Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) yang dikembangkan oleh Departemen Dalam Negeri hendaknya juga mulai mengaplikasikan sistem biometrik agar sejak awal data kependudukan mempunyai ciri spesifik yang sulit untuk dipalsukan. Dengan penerapan sistem biometrik dalam pengurusan KTP, kemungkinan pemalsuan data-data kependudukan yang banyak terjadi dalam kasus-kasus pengiriman TKI non-prosedural antara lain melalui “pendewasaan umur” dapat dihindari.
Satgas TK-PTKIB Pusat
23
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
3)
Pengawasan pelabuhan/lintas batas tradisional
Negara kepulauan Republik Indonesia yang wilayahnya sebagian besar lautan dan hanya 36,6% daratan berupa rangkaian dari 17.000 pulau-pulau, membuat batas-batas antar wilayah kabupaten/kota dan propinsi di dalam negeri, maupun dengan negara tetangga menjadi sangat “porous”, mudah ditembus dengan berbagai cara. Perbatasan antara provinsiprovinsi di Pulau Sumatera dengan Singapura dan dengan Semenanjung Malaysia yang melalui laut, sangat mudah ditembus. Demikian pula perbatasan antara provinsi di Kalimantan dengan Malaysia Timur (Serawak dan Sabah) sangat mudah dilewati melalui “jalan-jalan tikus” dari Kalimantan Barat menuju Kuching, Serawak atau dari Kalimantan Timur menuju Tawau, Sabah. Demikian pula yang terjadi di perbatasan antara Papua dengan Papua New Guinea, yang memang secara tradisional ke dua penduduk negara tersebut sering kali saling berkunjung sebagai saudara. Kota-kota di daerah perbatasan seperti: Medan (Sumatera Utara); Dumai (Riau), Tanjung Balai Karimun, Batam, Tanjung Pinang (Kepulauan Riau); Pontianak, Entikong, Sambas (Kalimantan Barat), Nunukan dan Tarakan (Kalimantan Timur), dan Bitung (Sulawesi Utara) dikenal sebagai daerah transit dan tempat pemberangkatan tenaga kerja Indonesia dan “wisatawan pekerja” Indonesia ke luar negeri. Tingkat “keporousan” perbatasan Indonesia dengan negara tetangga terungkap ketika pada tahun 2004 dan 2005 Pemerintah Malaysia memulangkan Pendatang Asing Tanpa Izin (PATI) ke Indonesia secara besar-besaran, ternyata pada tahun-tahun berikutnya masalah PATI di Malaysia ini tidak berkurang, dan masih banyak PATI asal Indonesia yang akhirnya dideportasi ke daerah entry point terdekat. Untuk meningkatkan pengawasan lalu lintas penduduk atau tenaga kerja yang akan melintas batas, Pemerintah Malaysia dan Indonesia tahun 2005 sepakat membentuk Lembaga Pelayanan Satu Atap yang ditempatkan di 11 titik di daerah perbatasan Malaysia-Indonesia yaitu di Medan (Sumatera Utara), Tanjung Uban (Kepulauan Riau), Dumai (Riau), Entikong (Kalimantan Barat), dan Nunukan (Kalimantan Timur), juga di daerah lainnya
Satgas TK-PTKIB Pusat
24
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
seperti Jakarta (DKI Surabaya (Jawa Timur), (Nusa Tenggara Barat) Namun layanan Satu diharapkan.
Jakarta), Semarang (Jawa Tengah), Pare-pare (Sulawesi Selatan), Mataram dan Kupang (Nusa Tenggara Timur). Atap ini tidak berjalan sebagaimana
Sambil terus-menerus meminta kepada Pemerintah Malaysia untuk menindak para majikan, agency dan calo-calo tenaga kerja yang mempekerjakan tenaga kerja Indonesia ilegal di Malaysia, dari pihak Indonesia perlu meningkatkan pengawasasan lalu lintas penduduk yang melintas perbatasan melalui pelabuhan tradisionil dan jalan-jalan tikus yang jumlahnya sangat banyak membentang dari sejak Provinsi Kepulauan Riau, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Kepolisian RI melalui program Polmas, keberadaan Bintara Pembina Desa (Babinsa), Satuan Polisi Pamong Praja dan lembaga masyarakat setempat perlu dikoordinasikan sehingga daerah-daerah yang rawan dengan lalu lintas ilegal ini dapat diawasi selain untuk pengawasan masalah TKI Bermasalah juga mencegah masuknya orang asing yang tidak berniat baik ke Indonesia. 4)
Penanganan akar masalah
Berbagai kekurangan melanda unsur atau kelompok masyarakat yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama telah menyebabkan terjadinya TKI Bermasalah. Kelompok masyarakat tersebut direpresentasikan oleh: • Masyarakat umum atau rakyat biasa. • Penyelenggara negara (eksekutif, legislatif, yudikatif), termasuk di dalamnya pemerintah pusat dan daerah, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, keimigrasian, instansi sektoral, rumah sakit, panti sosial, sekolah, perguruan tinggi, dan lain sebagainya. • Kelompok masyarakat yang dipresentasikan oleh LSOM. • Kelompok rentan (laki-laki, perempuan dan anak) • Pelaku pengiriman dan penempatan TKI ilegal. • Pengguna TKI. • TKI Bermasalah.
Satgas TK-PTKIB Pusat
25
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Masing-masing kelompok masyarakat tersebut mempunyai karakteristik tersendiri, sebagai berikut : • Masyarakat bangsa Indonesia adalah masyarakat yang beriman dan religius sehingga mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap sesamanya, demokratis, terbuka, dan mereka tinggal di suatu wilayah yang dikenal subur dan kaya akan barang tambang demikian pula lautnya yang luas mengandung berbagai kekayaan laut yang tidak ternilai harganya. Akan tetapi saat ini bangsa Indonesia baru saja lepas dari krisis multi dimensi yang telah berlangsung lama dan pernah menurunkan status bangsa Indonesia dari berpendapatan menengah menjadi rendah, dan yang mendorong meningkatnya kemiskinan di Indonesia. Karena kemiskinan itu, banyak anak sulit melanjutkan sekolah dan penduduk kurang mendapatkan informasi yang diperlukan. Kemiskinan moral (demoralisasi) juga terjadi dalam masyarakat yang mendorong meningkatnya berbagai tindak kejahatan di segala bidang. Di masyarakat juga masih kuat berlaku budaya patriarki yang menempatkan perempuan pada posisi subordinat, dan banyak di antaranya berperilaku bias gender. Masih ada adat, tradisi dan sosial budaya masyarakat yang dinilai “merugikan” seperti pernikahan dini, mendahulukan kepentingan anak laki-laki daripada perempuan, dan lain sebagainya. Pembangunan yang dilaksanakan dalam tiga dasa warsa terakhir telah mendorong transisi masyarakat agraris ke industri, yang diikuti dengan perubahan pola hidup yang cenderung konsumtif, yang tetap dicoba dipertahankan walaupun masih berada dalam situasi yang belum sepenuhnya lepas dari krisis. • Penyelenggara negara Indonesia selain mempunyai kewenangan dan sumber daya manusia (termasuk aparat Kepolisian dan TNI) yang cukup berkualitas, mempunyai anggaran dan berbagai fasilitas jaminan/layanan masyarakat (pemerintahan, sosial, pendidikan, keagamaan, kesehatan, dan lain sebagainya) yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, juga mempunyai kapasitas intelektual serta komitmen yang tinggi dalam penangangan TKI Bermasalah yang ditegaskan penetapan Keppres No. 106 Tahun 2004 tentang TK-PTKI, Inpres No. 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem
Satgas TK-PTKIB Pusat
26
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Penempatan dan Perlindungan TKI, serta pembentukan BNP2TKI melalui Perpres No. 81 Tahun 2006 sebagai pelaksanaan amanat Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri. Namun demoralisasi ternyata juga melanda sebagian oknum penyelenggara negara. Ada oknum aparat yang terlibat dalam pemalsuan identitas penduduk, menjadi backing kejahatan terorganisir, atau bahkan terlibat dalam rantai kegiatan pengiriman TKI non-prosedural bahkan secara ilegal. Pemalsuan identitas penduduk mungkin terjadi karena administrasi kependudukan masih lemah. Social Security Number yang sedang dikembangkan masih belum dioperasionalkan secara nasional. Di samping faktor aparat, masalah perangkat penegakan hukum juga dinilai kurang mendukung sehingga penegakan hukum berkaitan dengan pelanggaran penempatan TKI dirasakan masih lemah. Faktor anggaran yang terbatas merupakan masalah klasik sehingga penanganan TKI Bermasalah yang memerlukan biaya besar, dinilai masih belum memuaskan. • Kepedulian masyarakat Indonesia yang direpresentasikan oleh lembaga swadaya dan organisasi masyarakat (LSOM), karena bukan merupakan institusi birokrasi, menjadi lebih mandiri, profesional, dan cepat tanggap terhadap masalah yang berkembang di masyarakat. Banyak di antara LSOM sangat peduli kepada nasib perempuan dan anak Indonesia yang masih banyak memerlukan perhatian. Walaupun demikian, kemandirian LSOM bukannya tak terbatas. Masalah anggaran seringkali menjadi hambatan utama, di samping jumlahnya yang masih relatif sedikit jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia secara keseluruhan. Sering kali keterbatasan dukungan anggaran menyebabkan LSOM membatasi ruang lingkup program dan ruang gerak mereka, serta jangkauan layanan yang mereka sediakan. • Dalam masyarakat Indonesia masih banyak terdapat kelompok rentan (laki-laki, perempuan dan anak-anak) yang pada umumnya adalah miskin, kurang pendidikan, kurang informasi, dan tidak mempunyai pekerjaan. Ada juga kelompok lain yang perilakunya materialistis konsumtif dan senang berfoya-foya
Satgas TK-PTKIB Pusat
27
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
yang menyebabkan mereka cenderung rentan terhadap bujukan untuk melakukan hal-hal yang kurang baik. Ada lagi kelompok lain yang karena adat atau tradisi, harus nikah dalam usia muda dan karena belum siap secara mental, seringkali pernikahan kandas dan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, mereka cenderung rawan terhadap bujukan untuk ikut mencari uang dengan cara menjadi TKI di luar negeri atau di luar daerah tempat tinggalnya. Beruntung mereka telah pernah menerima sedikit banyak pelajaran agama sehingga banyak di antaranya sangat religius dan beriman, yang mendorong mereka - jika ada kesempatan untuk mencoba meraih kehidupan yang lebih baik. • Demoralisasi telah membawa sebagian masyarakat ingin hidup senang tanpa bekerja keras, dan kemudian memilih menjadi pelaku penyedia tenaga kerja dengan cara yang tidak benar, entah sebagai calo atau penampung atau penyalur tenaga kerja ilegal di dalam dan di luar negeri. Untuk tingkat penampung dan penyalur biasanya mempunyai dana besar dan mempunyai back up untuk mendukung usahanya. Karena perbuatannya melanggar hukum, membuat mereka berlaku gesit agar terhindar dari kejaran para penegak hukum. Tetapi karena mendatangkan untung yang besar, pekerjaan ini tetap menarik bagi sebagian orang untuk melakukannya. • Pengguna TKI Bermasalah pada umumnya mereka yang mau untung besar dengan biaya sedikit. Sering kali sengaja tidak membayarkan upahnya, dan jika pekerjaan dianggap tidak memerlukan tenaga lagi, mereka dilaporkan ke yang berwajib sehingga tertangkap dan dideportasi. Demoralisasi telah menyebabkan beberapa majikan TKIB berlaku tidak menghargai hasil kerja pekerjanya, sering melakukan kekerasan kepada TKIB, pelecehan seksual, dan memanfaatkan kondisinya yang tidak berdokumen untuk mengeksploitasi TKIB. Pemerintah setempat semestinya bertindak tegas kepada pengguna TKIB sehingga hasrat orang yang menyerempet-nyerempet bahaya mencari kerja ilegal di negeri orang menjadi berkurang. Jika tidak ada permintaan, pasti tidak ada yang datang untuk bekerja di luar ketentuan yang telah ditetapkan.
Satgas TK-PTKIB Pusat
28
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
• TKI Bermasalah pada umumnya adalah laki-laki, perempuan dan banyak diantaranya adalah anak-anak di bawah umur walaupun seringkali dokumen kependudukannya menyatakan sudah di atas 18 tahun. Banyak di antaranya yang sudah menikah. Di antara mereka ada yang bernasib baik, menerima pendapatan yang walaupun untuk ukuran setempat di bawah standar, tetapi nilainya masih lebih tinggi dibandingkan jika mereka bekerja di daerah asalnya. Mereka juga senang karena mempunyai pengalaman kerja di luar negeri, dapat mengenal kebudayaan bangsa lain dan dapat menikmati berbagai kemajuan di daerah tempat kerjanya. Secara relatif mereka mempunyai kehidupan yang lebih baik, dan dalam beberapa hal menjadi tumpuan keluarga. Akan tetapi banyak pula yang menderita. Karena perlakuan di luar batas kewajaran, banyak yang cacat tubuh, sakit, bahkan meninggal dunia. Seringkali mereka menjadi apatis karena trauma fisik dan psikologis yang dideritanya baik selama proses rekrutmen, transportasi, di penampungan maupun setelah penempatan di tempat kerjanya, yang bukan berarti penderitaan akan berakhir. Kondisi tersebut membuat masa depan mereka, khususnya anak-anak dan remaja, menjadi suram dan tak berpengharapan. Pemerintah telah menyelenggarakan berbagai kebijakan, program dan kegiatan dalam rangka mengatasi berbagai akar masalah yang menyebabkan terjadinya TKI Bermasalah. Di samping berbagai program yang berupaya membuka kesempatan kerja dan berusaha di pedesaaan, pemerintah juga berupaya meningkatkan kapasitas dan kompetensi calon TKI baik yang ingin bekerja di dalam negeri maupun di luar negeri. Hal ini sejalan dengan salah satu tugas dari Keppres No. 106 tahun 2004 untuk: “Mempersiapkan kembali TKIB menjadi Tenaga Kerja Indonesia yang berkualitas dan memenuhi persyaratan”, sebagai bagian dari kebijakan pemerintah untuk meningkatkan investasi nasional dalam rangka pembangunan manusia Indonesia. Pembangunan manusia Indonesia diarahkan pada perbaikanperbaikan dan penyelesaian persoalan-persoalan kronis yang menyangkut kualitas hidup manusia, seperti masalah kemiskinan, pendidikan, anak-anak dan remaja putus sekolah, buta aksara,
Satgas TK-PTKIB Pusat
29
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
kesehatan, kematian ibu melahirkan, rawan pangan, kurang gizi dan gizi buruk, keterbatasan pelayanan air bersih, energi, transportasi dan komunikasi, termasuk mengatasi kesulitan akses masyarakat terhadap sumber-sumber permodalan dan pengembangan usaha. Dalam rangka itu, pemerintah telah meluncurkan 55 program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat ke dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, yang dilaksanakan di tingkat pedesaan dan perkotaan, yang diharapkan berdampak langsung dalam meningkatkan keberdayaan dan daya beli masyarakat miskin. PNPM diarahkan untuk meningkatkan lapangan kerja baru melalui pembangunan infrastruktur di pedesaan dan lingkungan kumuh di perkotaan, serta pengembangan usaha ekonomi produktif dengan melibatkan keluarga miskin termasuk kaum perempuan dalam perencanaan hingga implementasinya. Dengan disertai pertumbuhan ekonomi tahun demi tahun yang terus meningkat, diyakini angka kemiskinan semakin lama akan semakin mengecil yang berarti memperbaiki Indeks Pembangunan Manusia. Pada tahun 2007, jumlah kecamatan yang dilibatkan dalam PNPM Mandiri sebanyak 2.891 kecamatan dengan pagu bantuan program sebesar Rp 500 juta per kecamatan. Pada tahun 2008, alokasi dana PNPM Mandiri sebesar Rp 7 triliun, dan akan dialokasikan untuk 453 kabupaten/kota, 3.988 kecamatan, dan 16.417 desa/kelurahan tertinggal. Dengan itu diharapkan paradigma pembangunan manusia sebagai investasi sosial semakin memasyarakat, di samping mendorong lahirnya model pembangunan daerah, dan mendorong prakarsa daerah untuk meningkatkan pembangunan manusia sesuai dengan semangat otonomi daerah. Selain pemerintah, lembaga masyarakat seperti Yayasan Damandiri juga mengembangkan Program Posdaya (Pos Pemberdayaan Keluarga), yaitu suatu lembaga keswadayaan masyarakat di tingkat pedesaan dan pedukuhan, yang difungsikan sebagai sentral semua kekuatan pembangunan di pedukuhan yang dalam operasionalisasinya diperkuat dengan pendampingan, dan dukungan dana yang cukup tinggi.
Satgas TK-PTKIB Pusat
30
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Di samping PNPM Mandiri, Pemerintah juga meluncurkan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk pendidikan, pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas dan Kelas II RS pemerintah atau RS swasta yang ditunjuk, bantuan tunai bersyarat (BTB) dalam bentuk Program Keluarga Harapan (PKH), yang akan terus dilanjutkan. Berbagai program tersebut di atas secara khusus tidak disebutkan ditujukan kepada TKIB, tetapi TKIB sebagai warga masyarakat mempunyai hak yang sama dengan warga lainnya untuk dapat mengakses program-program pembangunan tersebut diatas, baik dalam rangka peningkatan pendidikan dan keterampilan maupun dalam meraih peluang kesempatan kerja di pedesaan tanpa harus menjadi pekerja migran - yang tanpa persiapan secukupnya - ternyata banyak mendatangkan permasalahan. D.
Koordinasi Pemulangan TKIB Sebagaimana Juklak Pemulangan TKIB dari Satgas TK-PTKIB Pusat tahun 2004, mekanisme penyelenggaraan layanan kepada TKIB, di tingkat lapangan di luar negeri, dilaksanakan oleh Perwakilan RI setempat, sedang di dalam negeri dilaksanakan oleh Dinas-dinas yang tergabung dalam Posko/Satgas PTKIB Daerah, dengan didukung oleh anggaran masing-masing sektor dan APBD, untuk selanjutnya dikoordinasikan secara vertikal ke Pusat melalui mekanisme sektoral maupun melalui Pemerintah Daerah, kepada sektor induk di Pusat yang juga tergabung dalam Satgas TK-PTKIB. Namun mekanisme ini hanya berjalan sampai dengan tahun 2005, dan mengalami banyak hambatan karena Satgas PTKIB Daerah banyak yang tidak berhasil mereimburse dana talangan yang telah dipergunakan, kepada sektor induk di Pusat. Sejak tahun 2006, biaya pemulangan dan permakanan TKIB deportan dari Malaysia ke entry point Indonesia terdekat dibiayai oleh Pemerintah Malaysia, sementara untuk TKIB lainnya dibiayai oleh sponsor atau Perwakilan RI. Pemulangan TKIB baik deportan maupun lainnya dari entry point ke provinsi daerah asal didanai oleh Departemen Sosial cq. Direktorat Bantuan Sosial Korban Tindak Kekerasan dan Pekerja Migran, sedang biaya pemulangan dari provinsi ke kabupaten/kota daerah asal didanai dari dana dekonsentrasi Departemen Sosial di SKPD yang mengurusi masalah sosial di Provinsi.
Satgas TK-PTKIB Pusat
31
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Berdasarkan data Departemen Sosial, sepanjang tahun 2007 jumlah TKIB yang dipulangkan oleh Satgas PTKIB Daerah di seluruh Indonesia dan dilaporkan ke Departemen Sosial sebanyak 36.315 orang. Jumlah tersebut belum termasuk TKIB yang pulang di luar yang dideportasi atau yang tidak tercatat karena pulang ke Indonesia melalui pelabuhan tradisionil atau melalui jalur-jalur tikus yang banyak terdapat di daerah perbatasan. Tabel 1.
Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia, tahun 2004-2007 TKIB (Orang)
No.
Tahun
Keterangan
1.
2004
356.256
TKIB amnesti dan deportasi.
2.
2005
170.585
TKIB amnesti dan deportasi.
3.
2006
30.604
TKIB deportasi.
4.
2007
36.315
TKIB deportasi.
Sumber: Media Center KMK, 2004-2006, Depsos, 2008.
1)
Perwakilan RI Johor Bahru, Malaysia Konsulat Jenderal RI sebagai Perwakilan RI di Johor Bahru, Malaysia, telah berupaya optimal dalam menangani TKIB melalui pendekatan tertentu tergantung pada permasalahan dan cara bagaimana TKI tersebut datang ke Malaysia. •
Penyelesaian permasalahan TKI yang masuk dengan prosedur resmi dan memiliki job order, dapat dengan mudah diselesaikan dengan pendekatan dan berkoordinasi dengan aparat terkait, seperti Pejabat Buruh, Kepolisian, majikan, PJTKI, Agency Pekerja, dengan mengacu kepada hak dan kewajiban sebagaimana tertuang dalam job order serta Undang-undang Perburuhan setempat. Upaya perlindungan yang dilakukan terhadap kasus-kasus seperti ini mempunyai tingkat keberhasilan sampai lebih dari 90%.
Satgas TK-PTKIB Pusat
32
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
•
Penyelesaian permasalahan TKI yang masuk melalui calo/ tekong tanpa job order, berangkat sendiri, direkrut langsung oleh majikan atau menggunakan visa pelancong, mengalami kesulitan karena TKI tersebut dapat dikatakan ilegal dari sisi Undang-undang Ketenagakerjaan RI yaitu karena tidak melalui prosedur yang ditetapkan (tanpa job order) dan tidak terdata di Perwakilan RI, namun legal keberadaannya di Malaysia karena memiliki paspor dan permit kerja yang sah. TKI seperti ini sangat banyak di Malaysia dan sangat rentan terhadap masalah ketenagakerjaan karena walaupun memiliki permit yang sah tetapi tidak memiliki kontrak kerja dengan majikan. Gaji, jam kerja, dan kewajiban-kewajiban lain ditentukan sepihak oleh majikan dan sering mengabaikan hak-hak pekerja lainnya seperti misalnya kalau lembur, serta tunjangan lainnya. TKI sering mengalami pengebirian hak-haknya oleh majikan nakal. Kasus ini sebagian besar menimpa TKI yang bekerja di perladangan, perkebunan, peternakan dan konstruksi. Upaya perlindungan dilakukan kasus per kasus, namun sering hasilnya kurang optimal karena ketiadaan kontrak kerja. Salah satu upaya yang ditempuh KJRI adalah melakukan pendekatan kepada Syarikat Buruh di Malaysia untuk membantu penyelesaian kasus TKI khususnya yang bekerja di ladang kelapa sawit, karet dan perkebunan.
•
Penyelesaian permasalahan TKI yang masuk tanpa paspor, yang menjadi korban perdagangan orang (trafiking), atau yang masuk secara legal tetapi kemudian menjadi ilegal karena overstay, sangat sulit dilaksanakan karena keberada-annya sulit dideteksi, selalu berpindahpindah tempat diatur oleh trafficker atau majikan nakal, dalam keadaan tanpa dokumen dan diancam sehingga korban tidak berani melapor kepada yang berwenang. Bagi korban yang berhasil lari dan meminta perlindungan ke KJRI dibantu dengan sebaik-baiknya dan bekerjasama dengan aparat terkait, KJRI mengupayakan adanya sanksi
Satgas TK-PTKIB Pusat
33
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
hukum kepada trafficker atau majikan nakal tersebut. Pemulangan TKI korban trafiking ke Indonesia, dilakukan berkoordinasi dengan Kepolisian RI dan juga dengan IOM. TKI dengan status seperti tersebut di atas memang sangat rentan terhadap tindakan eksploitasi yang dilakukan oleh majikan karena keberadaannya yang ilegal atau un-documented. Mereka digaji di bawah standar atau tidak digaji sama sekali, atau pembayaran gajinya diulurulur dan jika TKI mendesak, TKI tersebut dilaporkan ke aparat sebagai pendatang haram. Mereka ditangkap dan akhirnya dipenjara tanpa memperoleh hasil jerih payahnya, namun jika mereka diam dan menerima imbalan seadanya, majikan membiarkan-nya tinggal lama di Malaysia untuk bekerja. Modus eksploitatif seperti ini dapat dikategorikan sebagai bentuk modern slavery atas TKI ilegal tersebut. Kenyataan yang pahit memang menimpa para Pendatang Asing Tanpa Ijin (PATI) di Malaysia yang jumlahnya sekitar 600.000 pekerja asing dengan 70% di antaranya adalah TKI. Mereka menjadi mangsa (korban) penangkapan Ikatan Relawan Rakyat (RELA) secara semena-mena, akan tetapi sangat sedikit atau bahkan tidak ada tindakan hukum kepada agency pekerja yang menyalurkan dan kepada majikan nakal yang mempekerjakan TKI ilegal. Sesuai dengan asas keadilan, penangkapan PATI seharusnya dibarengi juga dengan penangkapan majikan nakal yang mempekerjakannya, dan juga kepada agency pekerja yang menyalurkannya. Pemerintah Malaysia menyatakan akan terus melaksanakan razia kepada PATI dan tidak akan melakukan program pemutihan termasuk kepada TKI Bermasalah. •
Penyelesaian permasalahan TKI yang terkena kasus pidana mendapat perhatian penuh dari KJRI dengan memberikan perlindungan dalam bentuk pendampingan dan pembelaan hukum melalui penyediaan lawyer setempat, dan terus mengikuti dan memantau perkembangan kasus TKI dengan menghadiri sidang pengadilan.
Satgas TK-PTKIB Pusat
34
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
KJRI telah menyewa lawyer yang bonafid dan diketahui mempunyai iktikad baik untuk membela TKI. KJRI juga melakukan simulasi persidangan dengan bimbingan lawyer untuk melatih TKI agar tidak shock pada saat menghadiri persidangan yang sebenarnya. Upaya yang dilakukan berhasil menyelamatkan dan atau pengurangan hukuman bagi TKI yang terkena kasus berat. Dalam memberikan perlindungan ini, KJRI tidak mencapuri substansi persidangan. •
Penyelesaian permasalahan TKI yang ditahan, dipenjara dan dideportasi yang jumlahnya mencapai puluhan ribu orang, oleh KJRI diwujudkan dengan melakukan pendekatan khusus kepada di Mahkamah PATI dan Mahkamah Rendah atau pengadilan-pengadilan di Johor dan sekitarnya. Pendekatan dan rayuan (himbauan) ini telah menghasilkan pengurangan hukuman bagi PATI asal Indonesia. Bagi PATI asal Indonesia karena tidak mempunyai dokumen (undocumented), yang seharusnya dipenjara maksimum 8 bulan, dapat dikurangi menjadi sekitar 1-4 bulan, serta hukuman cambuk yang seharusnya 4-6 kali cambukan dapat dikurangi menjadi satu cambukan saja. KJRI tidak dapat membantu permasalahan TKI yang ditahan, karena deportasi TKI baru diketahui setelah ada surat pemberitahuan dari Kantor Imigrasi setempat yang memerlu-kan pengesahan KJRI sebelum dideportasi. KJRI secara rutin melakukan pengechekan langsung pada PATI yang diduga asal Indonesia yang akan dideportasi, yang ada di penjara-penjara untuk memastikan bahwa yang bersangkutan memang betul-betul WNI. Telah beberapa kali terjadi, terdapat warga negara Myanmar, Kamboja, Filipina, China dan Bangladesh yang mengaku sebagai WNI dan mencoba ikut dideportasi ke Indonesia. Kesibukan KJRI sejak 1 Juli 2007 semakin meningkat untuk melakukan pengechekan seluruh PATI yang diduga WNI di Semenanjung Malaysia yang pendeportasian-nya dipusatkan melalui Pelabuhan Pasir Gudang di Johor Bahru ke pelabuhan entry point terdekat di Indonesia yaitu ke Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau.
Satgas TK-PTKIB Pusat
35
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
•
Penyelesaian permasalahan TKI sebagai Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT), dilakukan KJRI dengan membentuk task force yang disebut ”Tim Buser”, mengingat bervariasi, berbelit dan lamanya penyelesaian berbagai kasus TKI PLRT oleh pihak terkait dan penyelesaiannya di Mahkamah Malaysia. Jumlah TKI PLRT di Malaysia mencapai ratusan ribu orang, namun banyak yang bermasalah walaupun sudah ada MoU antara RI-Malaysia yang ditandatangani 13 Mei 2006 di Bali. Perlindungan kepada PLRT dirasakan sangat kurang, sementara pihak Malaysia terlihat enggan untuk melaksanakan dan mensosialisasikan MoU tersebut. Setiap minggu 15-30 orang TKI PLRT datang mengadu ke KJRI melaporkan permasalahan seperti gaji tidak dibayar, bekerja terlalu berat, pelecehan seksual, dibuang oleh majikan di suatu tempat, penganiayaan/penyiksaan, dijadikan sebagai pekerja seksual komersial (PSK), dan lain-lain. Tim Buser dibentuk tahun 2005 sebagai hasil pendekatan KJRI kepada Ketua Polis Diraja Malaysia Johor yang menyetujui penangkapan majikan nakal, yang pada umumnya tidak membayar gaji TKI PLRT. Komponen Tim Buser terdiri dari home staff, local staff KJRI dan Kepolisian setempat yang bekerjasama menyelesaikan permasalahan TKIB dengan majikan, baik melalui penyelesaian secara kekeluargaan, secara perdata maupun pidana. Tim Buser selama 2 tahun bertugas telah membantu menyelamatkan uang TKI PLRT senilai lebih dari Rp 8 milyar.
Sepanjang tahun 2007, KJRI telah membantu mengidentifikasi PATI asal Indonesia yang akan dideportasi, dan sebanyak 34.845 orang TKIB telah dideportasi oleh Pemerintah Malaysia melalui Johor Bahru ke Tanjungpinang. Akan tetapi jumlah PATI yang dipenjara Johor Bahru relatif tetap karena masuknya PATI yang baru. Menurut pengamatan, tidak semua deportan adalah ilegal namun tetap dideportasi dengan berbagai alasan. Pembuatan IDCard oleh majikan yang diprogramkan oleh Pemerintah
Satgas TK-PTKIB Pusat
36
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Malaysia belum dilaksanakan seluruhnya. Perlakuan kepada TKIB di penjara juga banyak yang mengalami kekerasan dan pemerasan. Terhadap hal ini, KJRI Johor Bahru telah menyampaikan protes kepada yang berwenang dan juga melalui ”KPK” Malaysia. 2)
Satgas PTKIB Tanjungpinang dan Batam Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau merupakan entry point terdekat untuk menerima TKIB deportan dari Johor Bahru Malaysia, di samping Batam, Tanjungbalai Karimun, dan Dumai (Prov. Riau). Satgas TKIB Tanjung Pinang melaporkan bahwa sebagai dampak kebijakan Pemerintah Malaysia yang memusatkan pedeportasian PATI asal Indonesia di Semenanjung Malaysia dilakukan via Johor Bahru ke Tanjungpinang, selama tahun 2007 ini telah menerima TKIB dari Johor Bahru, menampung dan memberangkatkan TKIB tersebut ke daerah asal yang jumlahnya mencapai 34.845 orang. Sementara ini, untuk menampung TKIB yang menunggu keberangkatan kapal PELNI ke Pulau Jawa (Senin dan Kamis), Satgas PTKIB telah bekerjasama dengan PPTKIS PT. Pinang Siam, namun masih memerlukan adanya sarana untuk anak-anak dan kendaraan operasional termasuk ambulance untuk mengangkut TKIB yang sakit. Untuk tahun 2007, penanganan TKIB yang sakit ini menggunakan Askeskin, namun menurut petunjuk yang baru dari Askeskin, tahun 2008 Askeskin hanya diperuntukkan bagi penduduk miskin setempat yang didata oleh BPS yang disahkan oleh Walikota. Ketentuan baru ini akan menyulitkan pemberian layanan kesehatan kepada TKIB. Dana operasional Satgas TKIB juga sangat terbatas padahal harus menangani jumlah TKIB yang melonjak, yang dideportasi dari Johor Bahru dan juga TKIB non-deportan yang masuk ke Tanjung Pinang. Sementara itu Satgas PTKIB Batam melaporkan bahwa sebagai daerah industri, Batam memiliki 5 pelabuhan resmi dan 62 pelabuhan ”tikus” yang rawan untuk pengiriman TKI ilegal dan trafiking ke Singapura maupun Malaysia. Sebagai
Satgas TK-PTKIB Pusat
37
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
daerah transit, Satgas TKIB Batam mengusulkan agar Pusat bertanggung jawab terhadap penanganan TKIB dari luar Batam, sedang APBD untuk penanganan penduduk lokal. Mengingat bahwa pemulangan TKIB hampir terjadi setiap waktu, maka dapat diusulkan anggarannya melalui SKPD dengan komposisi 70% berasal dari APBN dan 30% dari APBD. Untuk itu, diperlukan adanya petunjuk dari Satgas TKPTKIB Pusat kepada Pemerintah Daerah mengenai hal ini. Mengenai pengamanan daerah perbatasan, telah ada Peraturan Kapolri tentang Pengamanan Perbatasan Darat dan Pengamanan Pulau-pulau Terpencil yang dapat dijadikan dasar termasuk untuk mengendalikan pengiriman TKI ilegal melalui pelabuhan tradisionil atau jalan-jalan ”tikus” yang banyak terdapat di daerah perbatasan dengan Malaysia dan Singapura. Potensi Polmas, Babinsa, Satpol PP dan LSM setempat perlu didayagunakan sehingga lalu lintas penduduk dapat terawasi dengan baik termasuk kemungkinan masuknya teroris ke wilayah Indonesia. 3)
Satgas PTKIB Pontianak dan Posko Entikong Entikong adalah Pos Lintas Batas RI-Malaysia yang ada di Kab. Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat, yang secara geografis berbatasan langsung dgn Malaysia (Sarawak) dengan panjang perbatasan ± 800 km. Di sepanjang perbatasan tersebut terdapat 3 pintu gerbang resmi Pos Lintas Batas, dan 64 jalan tikus yg memungkinkan untuk masuk keluarnya TKI ilegal dan juga untuk jalur perdagangan orang (trafficking in persons). PATI asal Indonesia yang ada di Sarawak dideportasi oleh Pemerintah Malaysia ke wilayah Indonesia melalui Entikong yang dapat ditempuh dengan jalan darat sejauh 330 km dari Pontianak. Mengingat bahwa Kalimantan Barat juga merupakan daerah transit masuknya tenaga kerja Indonesia dari luar Kalimantan Barat ke Sarawak Malaysia, maka Satgas PTKIB dibentuk di Pontianak dan membentuk Posko di Entikong untuk menangani pemulangan TKI Bermasalah.
Satgas TK-PTKIB Pusat
38
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Permasalahan TKIB tidak lepas dari permasalahan ketenagakerjaan di Kalimantan Barat yaitu rendahnya kualitas tenaga kerja, terbatasnya sarana pendidikan dan pelatihan tenaga kerja, dan rendahnya kesempatan kerja di dalam negeri yang menyebabkan banyaknya TKI ilegal yang pergi ke Malaysia. Gedung Balai Latihan Kerja yang ada Entikong sejauh ini juga belum dimanfaatkan dengan optimal. Banyaknya TKI ilegal yang masuk ke Malaysia, menyebabkan mereka ditangkap dan dideportasi ke Indonesia melalui Entikong. Pedeportasian ini telah berlangsung bertahuntahun yang mengindikasikan bahwa deportasi dengan segala eksesnya tidak menyurutkan niat pencari kerja Indonesia untuk masuk ke Malaysia dengan cara apapun, dan mencari pekerjaan di sana walaupun dalam kondisi ilegal, bergaji rendah, dan tidak ada jaminan kesehatan atau perlindungan jika terjadi sesuatu musibah. Selama tahun 2007, Satgas PTKIB Kalimantan Barat telah membantu pemulangan TKIB sebanyak 2.000 orang (per 6 Desember 2007), yang berasal dari Kalimantan Barat 1.227 orang dan yang berasal dari luar Kalimantan Barat sebanyak 773 orang. Dalam rangka penanganan masalah TKIB, diusulkan adanya Prosedur Tetap (Protap), dan dukungan anggaran (APBN) yang cukup karena masalah TKI merupakan masalah nasional. Agar diperoleh pengendalian yang kuat, diperlukan adanya pemusatan anggaran di Pemerintah/Satgas PTKIB Provinsi. Selain menangani pemulangan TKIB, perlu juga diimbangi dengan langkah-langkah perbaikan selama prapenempatan, proses penempatan, selama bekerja dan sesudah selesai bekerja dan kembali ke daerah asalnya. 4)
Satgas PTKIB Nunukan Nunukan adalah Pos Lintas Batas RI-Malaysia yang ada di Kab. Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur, yang secara geografis berbatasan langsung dgn Malaysia (Sabah). Berbeda dengan Entikong yang dapat melalui jalan darat ke Sarawak Malaysia, dari Nunukan ke Sabah (Tawao) Malaysia, harus melalui jalur laut, menggunakan perahu selama sekitar
Satgas TK-PTKIB Pusat
39
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
satu jam penyeberangan. Penduduk Nunukan sendiri tidak banyak, sehingga pencari kerja yang ke Malaysia melalui Nunukan adalah mereka yang berasal dari Sulawesi, Jawa, NTB, NTT dan sedikit sekali dari Kalimantan. Dari Nunukan ke daerah asal TKI, langsung ada pelayaran PELNI menuju Pare-pare, Makassar, Surabaya, Mataram dan Kupang, sehingga Satgas PTKIB dibentuk langsung di Kab. Nunukan. Di wilayah Sabah memang banyak kesempatan kerja di bidang pertanian (perkebunan), dan menurut informasi majikan Malaysia lebih senang dengan TKI ilegal karena lebih murah dan lebih mudah dikendalikan. Namun dari sisi TKI, pekerjaan tersebut beresiko tinggi karena tidak ada jaminan kerja. Calo-calo tenaga kerja yang ada juga sering kali menyebabkan TKI tidak mendapat gaji. Walaupun demikian, para TKIB yang dideportasi ke Nunukan, banyak yang tidak mau kembali ke daerah asal dengan berbagai alasan dan berupaya kembali masuk ke Malaysia. Satgas TKIB Nunukan yang dibentuk setiap tahun, bertugas menjemput dan mendata TKIB deportasi, memberikan layanan kesehatan melalui Askeskin, dan penyelesaian kasus-kasus TKIB dengan menggunakan dukungan dana dari Dinas Sosial. Untuk mendukung kegiatan ini, dana operasional Satgas TKIB dirasakan sangat minim. Dalam rangka pelayanan paspor, Nunukan telah mempunyai Kantor Imigrasi, namun tidak ada satupun Kantor Imigresen dari pihak Malaysia. Menurut pengamatan Satgas TKIB Nunukan, tenaga kerja Indonesia umumnya berpendidikan rendah (< SD), tetapi hal tersebut malah disenangi majikan karena murah dan mudah diatur, dan mereka pada umumnya mempunyai kompetensi yang baik di bidang perkebunan kelapa sawit. Satgas TKIB Nunukan mengusulkan agar program transmigasi (perkebunan) di Nunukan sebesar 50% dapat dialokasikan bagi TKIB. Selama tahun 2007 (November), Satgas PTKIB telah membantu memroses paspor dan dokumen yang diperlukan untuk TKI sebanyak 68.638 orang, dan telah membantu menangani TKIB deportan sebanyak 5.589 orang.
Satgas TK-PTKIB Pusat
40
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Dari jumlah tersebut hanya 88 orang yang mau pulang ke daerah asalnya, selebihnya memilih tinggal di Nunukan dan berupaya untuk dapat kembali masuk dan bekerja di Malaysia mengadu nasib mencari peruntungannya. Sebagaimana karakter orang Sulawesi, jika telah menyatakan ingin keluar dari daerahnya dan telah dilepas secara adat, mereka enggan kembali ke daerah asal jika dinilai belum berhasil. Di Nunukan juga terdapat fasilitas pendidikan untuk anak-anak TKI di Sabah yang mau menempuh pendidikan di sekolah Indonesia, antara lain di Pondok Pesantren Hidayatullah dan Sekolah Katolik Gabriele. Selain itu juga terdapat pondok pesantren Al Furqon di Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, yang juga banyak menampung anak-anak TKI. 5)
Satgas PTKIB Pare-pare Kota Pare-pare sebagai Kota Jasa, Niaga, dan Pendidikan, berjarak 155 km dari Makassar dan merupakan kota besar kedua di Provinsi Sulawesi Selatan yang memiliki pelabuhan laut besar yang disinggahi kapal-kapal penumpang dan barang, yang menghubungkan kota besar di Jawa, Bali, Makassar, Balikpapan, Nunukan (Kalimantan Timur) dan Tawao (Sabah, Malaysia). Kota Pare-pare oleh Satgas TK-PTKIB Jakarta dinyatakan sebagai salah satu entry point pemulangan TKIB dari Malaysia khususnya yang berasal dari negara bagian Sabah. Sepanjang tahun 2007, Satgas TKIB Kota Pare-pare telah menangani sebanyak 337 TKIB yang berasal dari Malaysia Timur (Sabah), dan mereka selanjutnya dipulangkan ke kabupaten-kabupaten yang ada di Sulawesi Selatan, di samping ke provinsi lain seperti Sulawesi Barat, Tengah dan Tenggara. Selain menangani pemulangan TKIB, Satgas TKIB Pare-pare juga telah mencegah pemberangkatan calon TKI yang diperkirakan akan menjadi TKIB karena akan berangkat menggunakan paspor dan visa kunjungan ke Malaysia via Nunukan. Sekitar 16 orang calon TKIB yang pada umumnya buruh tani, saat ini sedang berada di sentra penampungan, sementara 2 orang pengurus PJTKI yang akan memberangkatkan calon TKI tersebut, sedang dalam pemeriksaan oleh Kepolisian.
Satgas TK-PTKIB Pusat
41
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TKIB Pare-pare sejauh ini masih mengacu kepada Juklak Pemulangan TKIB yang dikeluarkan oleh Satgas TK-PTKIB Pusat tahun 2004, sehingga dalam pelaksanaannya mengalami hambatan karena sejak tahun 2006 biaya pemulangan dan permakanan sudah tidak lagi di Dep. Perhubungan tetapi dari Depsos. Biaya operasional Satgas TKIB juga tidak dialokasikan dalam APBD, sehingga untuk pemulangan TKIB banyak menggunakan dana sektoral SKPD up Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kesejahteraan Sosial Kota Pare-pare. Untuk pemulangan TKIB ini, Satgas Pare-pare masih berhutang biaya pemulangan sebesar Rp 20 juta. Di Pelabuhan Pare-pare, kondisi ruang penerimaan dan kantor Satgas TKIB juga sangat terbatas, para TKIB tersebut diangkut menggunakan kendaraan pribadi milik anggota Satgas TKIB ke penampungan, yang sebetulnya didesain sebagai sentra pemberdayaan TKI. Selanjutnya mereka dipulangkan ke daerah asalnya ke kabupaten sekitar Parepare (Sengkang, Sokei, Tator, Luwu), bahkan ke Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat (Mamuju, Polman) dan sulawesi Tenggara (Buton, Mina). Dirjen Perhubungan pernah menjanjikan memberikan ambulance namun sampai dengan saat ini belum ada realisasinya. Sebagai kota jasa, niaga dan pendidikan, Kota Parepare bekerjasama dengan Depnakertrans dan Jamsostek bermaksud mengembangkan Sentra Pemberdayaan TKI di suatu lahan seluas 4 hektar ditambah tanah cadangan seluas 2 hektar untuk Balai Latihan Kerja. Tahun 2004, kelembagaan Sentra ini ditarik ke Pusat namun sampai dengan saat ini belum ada kelanjutannya, sehingga bangunan dan saluran air yang ada menjadi rusak karena tidak terpelihara. Untuk TKIB yang ada di penampungan, mereka diberikan air melalui mobil tangki. Pelayanan Satu Atap yang tahun 2005 diujicobakan di Pare-pare, sejauh ini belum ada kelembagaannya, walaupun sudah ada Kantor Imigrasi, Kantor Kesehatan Pelabuhan, dan KP3, sementara Pos Pelayanan dari BP2TKI belum ada, baru ada di Makassar. Di Pare-pare terdapat 10 Cabang PJTKI dengan 4 Cabang di antaranya aktif beroperasi.
Satgas TK-PTKIB Pusat
42
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Untuk tujuan Malaysia Timur, banyak orang Bugis yang berniat merantau untuk mencari kerja ke sana, di samping ada kesamaan budaya, secara geografis jaraknya dekat ke Pare-pare, selain juga karena lapangan kerja di Sulawesi Selatan belum mencukupi, dan seandainya ada, hasilnya tidak seimbang dengan yang diiming-imingi jika bekerja di Malaysia. Orang Bugis yang berangkat merantau biasanya tidak akan pulang sebelum berhasil. Derasnya arus migrasi orang-orang Bugis ke Malaysia Timur ini sebesar 90% melalui Pare-pare, sementara hanya 10% yang melalui Makassar. Konsep Sentra Pemberdayaan TKI dimaksudkan untuk memberdayakan calon TKI melalui pelatihan-pelatihan dan kemudian bekerjasama dengan PJTKI menempatkan mereka bekerja ke luar negeri sesuai dengan job order dari negara penerima. Satgas TKIB Pare-pare menginformasikan bahwa pada Januari-Februari 2008, akan ada pemulangan sekitar 6.000 TKIB dari perkebunan (Pelda) di Sabah, dengan 3.000 di antaranya akan langsung dikembalikan ke Pare-pare. Pelda Plantation yang bersangkutan menghendaki mereka masuk kembali ke Malaysia sebagai TKI legal. Untuk itu, Satgas TKIB bermaksud bekerja sama dengan PJTKI setempat dan Agency di Sabah untuk memroses pengiriman kembali TKIB tersebut menjadi TKI yang legal dan memenuhi persyaratan (antara lain harus ada job order). 6)
Satgas PTKIB Tanjungpriok Satgas PTKIB Tanjungpriok dibentuk berdasarkan surat keputusan dari Departemen Sosial dan melibatkan berbagai sektor dan pengelola pelabuhan termasuk bekerjasama dengan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dalam penanganan TKIB. Satgas PTKIB Tanjung Priok telah mempunyai fasilitas ruang tunggu penumpang dengan daya tampung seribu orang, untuk menerima pengiriman TKIB dari seluruh daerah entry point di perbatasan, yang akan diteruskan ke daerah asal masing-masing menggunakan sarana angkutan darat atau laut. Satgas TKIB telah membina kerjasama yang baik dengan Perum DAMRI, PT. PELNI, dan RS Koja.
Satgas TK-PTKIB Pusat
43
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Sepanjang tahun 2007, Satgas TKIP Tanjungpriok telah menerima sebanyak 12.537 orang TKIB dari Tanjungpinang dan daerah entry point lainnya, dan meneruskan pemulangan TKIB tersebut ke daerah-daerah di Pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi, NTB dan NTT baik melalui jalan darat maupun melalui angkutan laut. Namun Satgas TKIB sering mengalami kesulitan berkaitan dengan data TKIB yang berbeda antara manifes dari daerah pengirim dengan yang turun di Tanjung Priok. Satgas menyarankan adanya pengawalan dan perlakuan khusus di kapal, serta pembuatan berita acara penyerahan dari perusahaan pengangkut kepada Satgas TKIB, serta adanya kelengkapan sarana komunikasi perkantoran Satgas yang memadai 7)
Satgas PTKIB Tanjungemas Satgas PTKIB Tanjungemas Semarang yang dibentuk oleh Pemda setempat, telah didukung dengan dana operasional dari APBD walupun jumlahnya sangat terbatas. Satgas PTKIB Tanjungemas menerima pemulangan TKIB dari Tanjungpriok yang dikirim melalui angkutan darat, karena angkutan laut jarang yang singgah di Semarang. TKIB yang daerah asalnya di Jawa Tengah tetapi jauh dari Semarang seperti di Tegal, Cilacap dan sebagainya langsung turun di daerah tersebut sehingga datanya tidak tercatat di Satgas Tanjungemas, Semarang. Selama tahun 2007 (posisi 19 Desember) jumlah TKIB yang diterima Satgas Tanjungemas sebanyak 616 orang, laki-laki 384 orang dan perempuan 232 orang. Jumlah ini tidak termasuk yang turun dijalan, yang tidak diketahui karena tiadanya pemberitahuan dari Satgas PTKIB Tanjungpriok.
8)
Satgas PTKIB Tanjungperak Satgas PTKIB Tanjungperak Surabaya menerima pengiriman TKIB dari Tanjungpinang via Tanjungpriok melalui angkutan laut (PT.PELNI), selain yang dipulangkan melalui Pontianak Provinsi Kalimantan Barat dan via Nunukan Provinsi Kalimantan Timur.
Satgas TK-PTKIB Pusat
44
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Setibanya di Tanjung Perak Surabaya, pendataan ulang dilakukan oleh Satgas PTKIB Jawa Timur, kemudian dengan Bus DAMRI diantar ke Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Timur untuk diberi pengarahan dan permakanan. Selanjutnya diantar ke terminal bus Bungurasih untuk dipulangkan ke daerahnya masing-masing. Jumlah TKIB tahun 2007 yang dipulangkan ke Jawa Timur, sampai dengan 22 Desember 2007 berjumlah 11.411 orang, terdiri dari 11.390 orang Jawa Timur (laki-laki 8.419 orang, perempuan 2.971 orang), serta 21 orang lainnya yang meneruskan perjalanan ke Bali, NTB dan NTT. TKIB Jawa Timur mendapat bantuan dari Dinas Tenaga Kerja Jawa Timur, berupa bantuan akomodasi, konsumsi dan transpor pemulangan ke daerah asal sebesar Rp 25 ribu per orang. Sedangkan untuk TKI luar Jawa Timur akan menjadi tanggungan provinsi yang bersangkutan. TKIB Jawa Timur berasal dari hampir seluruh kabupaten di Jawa Timur antara lain dari Kabupaten Sampang, Pamekasan, Sumenep, Bangkalan, Jember, Tulungagung, Blitar, Ponorogo, Trenggalek, Lumajang, Banyuwangi, Lamongan, Tuban, Bojonegoro, Probolinggo, Kediri, Malang, Nganjuk, Bondowoso, Ngawi, Madiun, Surabaya, Situbondo, Magetan, Pacitan, Jombang, Gresik, Pasuruan, Mojokerto, Sidoarjo, dan lain-lain. Dari luar Jawa Timur, TKIB berasal dari Jawa Tengah, NTB, Bali, NTT dan Lampung. Bagi TKIB yang sakit dan tidak bisa pulang, Satgas PTKIB mengantar hingga sampai tujuan dengan mobil dinas, serta dilengkapi dengan berita acara serah terima sebagai bukti tanggung jawab petugas yang mengantar. Dalam proses pemulangan para TKIB, mereka dikawal oleh petugas sampai di terminal bus Bungurasih saja, karena keterbatasan anggaran. Pemerintah Jawa Timur terus berupaya memperbaiki mekanisme penempatan TKI di Malaysia agar hak-hak TKI terlindungi dan mendapatkan perlakuan yang bermartabat, antara lain melalui pelayanan satu atap. Pemerintah juga memberikan penilaian kepada PJTKI (Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia) dan menindaknya jika melanggar
Satgas TK-PTKIB Pusat
45
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
ketentuan penempatan tenaga kerja. Kepada TKIB deportan dilakukan pendataan ulang dan dibantu untuk melengkapi dokumennya, yaitu jika yang bersangkutan berniat kembali bekerja di Malaysia untuk memenuhi lowongan kerja sesuai permintaan. E.
Koordinasi Pemberdayaan TKIB dan Calon TKI 1)
Pemberdayaan eks TKIB Departemen Sosial melalui Direktorat Bantuan Sosial Korban Tindak Kekerasan dan Pekerja Migran, Ditjen Bantuan dan Jaminan Sosial, berkepentingan untuk memberikan bantuan sosial dalam bentuk pemberdayaan kepada pekerja migran sejak dari pra, selama dan purna penempatan. Pada pra-penempatan, banyak ditemui kasus percaloan, pemalsuan dokumen, penipuan job order, manipulasi usia, penyiapan tenaga kerja yang tidak memenuhi standar kompetensi, penampungan yang tidak layak, pemaksaan atas biaya pemberangkatan, meninggalkan hutang bagi keluarga yang ditinggalkan, pemerasan, jaminan kesehatan yang tidak layak, pelecehan seksual, keluarga terlantar, intimidasi, dan sebagainya. Pada masa penempatan, berbagai masalah menimpa para TKI dalam bentuk penelantaran (gaji tidak sesuai kontrak, tidak memahami isi kontrak, gaji tidak dibayar, dipekerjakan pada pihak lain yang tidak sesuai kontrak, ketidakmampun menyesuai-kan diri dengan lingkungan kerja yang baru, rendahnya perlindungan kepada TKI, pengusiran, dan sebagainya), diskriminasi, eksploitasi ekonomi, seksual, penyiksaan/penganiayaan, dibiarkan dalam situasi berbahaya, penyanderaan dokumen oleh majikan, perlakuan salah (abuse) oleh majikan, dan sebagainya. Pada masa purna penempatan, TKI menemui permasalahan sejak tiba di debarkasi hingga pemulangan ke daerah asalnya. Pada saat pemulangan, banyak yang mengalami pemerasan, kurangnya perlindungan sosial, tindak kekerasan, penipuan oleh calo angkutan, perampokan, perlakuan diskriminatif, penukaran valuta asing di bawah
Satgas TK-PTKIB Pusat
46
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
nilai tukar, depresi, hamil di luar nikah, tidak mendapat jaminan asuransi, dan lain-lain. Sesampainya di daerah asal, banyak yang masih mengalami trauma psikososial akibat kekerasan yang diterimanya, penelantaran, ketidakmampuan memanfaatkan remintansi, disfungsional keluarga, dan lainlain. Kajian Departemen Sosial (2006) melaporkan bahwa masalah sosial TKIB atau pekerja migran bermasalah yang berkaitan dengan tindak kekerasan sebesar 72,6%, ketidakmampuan menyesuaikan diri 17,9%, kesenjangan taraf kehidupan ekonomi 7,9% dan keretakan rumah tangga sebesar 1,66%. Dalam rangka mengatasi masalah sosial pekerja migran, Departemen Sosial membuat program pemberdayaan pada tahap pra, selama dan purna penempatan. Program pemberdayaan pada tahap pra penempatan seperti sosialisasi kepada masyarakat dan pelatihan bagi calon pekerja migran (TKI), yang dilaksanakan sendiri maupun bekerjasama dengan Depnakertrans dan BNP2TKI, serta pemberian pinjaman modal untuk pemberangkatan yang disalurkan melalui bank dan dikembalikan setelah perkerja migran memperoleh pendapatan/gaji. Pada masa penempatan, pekerja migran (TKI) mendapat pendampingan berupa pelatihan, supervisi, monitoring dan evaluasi. Bantuan sosial juga diberikan kepada keluarga pekerja migran (TKI) yang tidak mampu berupa pendampingan sosial, pelatihan, bantuan stimulan serta supervisi, monitoring, dan evaluasi. Kepada keluarga juga diberikan penyuluhan dan pendampingan dalam mengelola keuangan hasil pendapatan pekerja migran (TKI), termasuk pemberdayaan kepada anak pekerja migran yang tidak mampu berupa bantuan pendidikan dan pendampingan. Pada masa purna penempatan, TKI mendapat bantuan sosial berupa pendampingan proses pemulangan sampai ke tempat tinggal pekerja migran, serta pemberdayaan pemanfaatan hasil pendapatan/gaji selama bekerja sebelumnya. Khusus untuk pekerja migran (TKI)
Satgas TK-PTKIB Pusat
47
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Bermasalah, diberikan bantuan sosial berupa sosialisasi, need assessment kebutuhan pengembangan usaha, pelatihan, pendampingan sosial, bantuan stimulan serta supervisi, monitoring dan evaluasi. Dalam rangka meningkatkan pelayanan dan perlindungan kepada WNI di luar negeri (termasuk TKI), pada 29 Juli 2007, bertempat di KBRI Singapura, Menteri Luar Negeri RI meresmikan sistem “Pelayanan Warga” (Citizen Services) di 6 Perwakilan RI yaitu KBRI Singapura (pilot project), selanjutnya akan dibangun di KBRI Seoul, KBRI Bandar Seri Begawan, KBRI Amman, KBRI Doha dan KBRI Damaskus. Pelayanan Warga adalah suatu sistem pelayanan melalui satu pintu di Perwakilan RI dengan harapan dapat memperkuat fungsi pelayanan bagi semua WNI melalui pendekatan kepedulian dan keberpihakan, agar Perwakilan RI dapat lebih sensitif, responsif, proaktif terhadap setiap permasalahan yang dihadapi WNI dan inovatif dalam penyelesaian masalah serta mendorong Perwakilan RI untuk memberikan pelayanan dan perlindungan yang prima (cepat, tepat, murah dan memuaskan). Operasionalisasi Pelayanan Warga didasarkan pada Peraturan Menteri Luar Negeri yang dilengkapi dengan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Tugas Pelayanan Warga di Perwakilan RI yang memuat secara rinci langkah-langkah yang harus dilakukan oleh seorang pejabat Pelayanan Warga di dalam menjalankan fungsinya melakukan pelayanan WNI. Peraturan Menteri tersebut dapat menjadi masukan bagi penyusunan SOP penanganan TKIB. BNP2TKI melaporkan bahwa sejak dibentuk bulan Maret 2007, telah menempatkan Tim di Tanjung Priok untuk perlindungan TKI. Menurut BNP2TKI, TKIB merupakan akibat dari terbatasnya informasi yang diperoleh oleh calon TKI karena berdasarkan studi hanya 6% informasi berasal dari Pemerintah sedang 64% lainnya berasal dari calo-calo. Untuk itu, BNP2TKI melakukan upaya sosialisasi sampai di tingkat kecamatan.
Satgas TK-PTKIB Pusat
48
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
BNP2TKI juga sedang melakukan stratifikasi terhadap 832 Balai Latihan Kerja yang ada di Indonesia, dan untuk tahun 2008 bertekad mewujudkan “1 juta TKI dengan 1 juta ID-Card (Indonesia)”, untuk mengatasi hilangnya identitas TKI jika paspornya disimpan majikan, dirampas atau hilang. 2)
Pemberdayaan Calon TKI Penempatan TKI ke luar negeri merupakan program nasional untuk mengurangi pengangguran di dalam negeri yang cukup tinggi, dan telah dimulai sejak tahun 1980-an dengan menempatkan TKI ke Timur Tengah dan Malaysia. Pada saat sekarang, Pemerintah telah menempatkan TKI di 16 negara (kawasan Timur Tengah dan Asia Pasifik) dengan jumlah TKI sekitar 3 juta orang. Para calon TKI (CTKI) pada umumnya berasal dari kelompok marginal, lemah secara ekonomi, tingkat pendidikan rendah, kurang terampil, kurang informasi, dan kurang menguasai bahasa asing, sehingga peluang kerjanya sebagian besar (70%) di sektor informal yaitu sebagai penata laksana rumah tangga (PLRT), perawat orang tua jompo, sopir, dan sebagainya. Hanya sebagian kecil (30%) yang berpeluang bekerja di sektor formal seperti pekerja di sektor industri, perkebunan, konstruksi, teknologi informasi dan perhotelan. Untuk dapat bekerja di luar negeri, CTKI dipersyaratkan untuk: mempunyai paspor, mengikuti pelatihan, tes kesehatan, mempunyai visa kerja, membayar transportasi lokal, akomodasi dan konsumsi, tiket keberangkatan, asuransi TKI, biaya pembinaan TKI, dan jasa perusahaan yang jumlahnya cukup besar tergantung pada jenis pelatihan dan negara tujuan bekerja. Kondisi ekonomi CTKI yang marginal menyebabkan mereka menggunakan jasa rentenir untuk membiayai proses rekrutmen dan pemberangkatannya, karena mereka belum mengetahui sumber pendanaan lainnya yang dapat membantu CTKI. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah mengupayakan kerjasama dengan pihak perbankan untuk pembiayaan proses rekrutmen, pengurusan dokumen,
Satgas TK-PTKIB Pusat
49
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
pemeriksaan kesehatan dan psikologi, pelatihan kerja dan sertifikat kompetensi, serta biaya lainnya untuk penempatan CTKI. Sejauh ini, pemerintah telah menjalin kerjasama dengan perbankan dalam rangka memberikan fasilitas kredit kepada CTKI yang akan bekerja ke luar negeri, khususnya penempatan ke Taiwan, yaitu: Bank Chinatrust Indonesia, Hua Nan Commercial Bank, Sunny Commercial Bank, dan Bank Mandiri (Persero) TBk. Terdapat Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang bersedia memberikan kredit untuk CTKI sebesar sekitar Rp 5,5 juta yaitu: PD. BPR Kulon Progo, PT. BPR Panca Artha Monjali, PT. BPR Gunung Kawi, PT. BPR Setia Karin Abadi, PT. BPR BKK Ungaran, PT. BPR Kota Pasuruan, PT. BPR Harta Tanamas (Jakarta), PT. BPR Bekasi Bina Tanjung Makmur, PT. BPR NTT, PT. BPR Bina Usaha Dana Kab. Flores Timur, PT. BPR Sumatera Utara, dan PT. BPR NTB. Sementara Bank yang sudah bekerjasama namun baru memberikan fasilitas kredit untuk TKI Purna, yaitu Bank Negara Indonesia, dan Bank Rakyat Indonesia. Kota Pare-pare di Provinsi Sulawesi Selatan yang terletak di pinggang Pulau Sulawesi di Selat Makassar, dengan fasilitas Pelabuhan Nusantara-nya, menjadikan Parepare sebagai pintu utama masuk dan keluarnya TKI di Kawasan Timur Indonesia dari dan atau ke luar negeri utamanya ke Sabah dan Sarawak Malaysia. Selain memiliki Kantor Imigrasi, Kantor-kantor Cabang PPTKIS, Lembaga Pelatihan Ketenagakerjaan, dan RSUD Andi Makkasau sebagai RS rujukan, Pare-pare juga mempunyai Sentra Pelayanan dan Penempatan TKI Kawasan Timur Indonesia (SP2TKI-KTI) yang telah diresmikan oleh Presiden RI pada tahun 2004. Sebagai kota jasa, niaga dan pendidikan, pengembangan SP2TKI-KTI di suatu lahan seluas 4 hektar ditambah tanah cadangan seluas 2 hektar untuk Balai Latihan Kerja, merupakan suatu upaya yang strategis dalam mendukung penempatan TKI ke luar negeri, namun kelembagaan Sentra ini masih belum ditetapkan oleh Menteri negara PAN dan masih berada di bawah BP2TKI Makassar.
Satgas TK-PTKIB Pusat
50
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Ketidakjelasan status ini menyebabkan operasional dan pemeliharaan fasilitas yang ada menjadi terbengkalai, sehingga bangunan dan saluran air yang ada menjadi rusak karena tidak terpelihara. Saat ini bangunan Sentra dimanfaatkan oleh Satgas PTKIB Pare-pare untuk menampung TKIB dengan fasilitas seadanya, sehingga untuk TKIB yang ada di penampungan, mereka harus diberikan air melalui mobil tangki. SP2TKI-KTI ini mempunyai arti strategis mengantisipasi karakteristik masyarakat di Sulawesi Selatan, Tengah, Barat dan Tenggara yang senang merantau. Untuk tujuan Malaysia Timur, banyak orang Bugis yang berniat merantau untuk mencari kerja ke sana, di samping karena ada kesamaan budaya, secara geografis jaraknya dekat ke Pare-pare, selain juga karena lapangan kerja di Sulawesi Selatan belum mencukupi, dan seandainya ada, hasilnya tidak seimbang dengan yang diiming-imingi jika bekerja di Malaysia. Orang Bugis yang berangkat merantau biasanya tidak akan pulang sebelum berhasil. Derasnya arus migrasi orang-orang Bugis ke Malaysia Timur ini sebesar 90% melalui Pare-pare, sementara hanya 10% yang melalui Makassar. Konsep Sentra Pemberdayaan TKI dimaksudkan untuk memberdayakan calon TKI melalui pelatihan-pelatihan dan kemudian bekerjasama dengan PJTKI menempatkan mereka bekerja ke luar negeri sesuai dengan job order dari negara penerima. Satgas TKIB Pare-pare menginformasikan bahwa pada Januari-Februari 2008, akan ada pemulangan sekitar 6.000 TKIB dari perkebunan (Felda) di Sabah, dengan 3.000 di antaranya akan langsung dikembalikan ke Pare-pare. Felda Plantations yang bersangkutan menghendaki mereka masuk kembali ke Malaysia sebagai TKI legal. Untuk itu, Satgas TKIB bermaksud bekerjasama dengan PJTKI setempat dan Agency di Sabah untuk memroses pengiriman kembali TKIB tersebut menjadi TKI yang legal dan memenuhi persyaratan (antara lain harus ada job order). SP2TKI-KTI akan sangat berarti jika dapat memberikan pelayanan dan mampu meningkatkan keterampilan dan kelengkapan informasi yang diperlukan kepada para TKI yang dipulangkan tersebut
Satgas TK-PTKIB Pusat
51
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
sehingga dapat kembali bekerja di Malaysia dalam status legal dan memenuhi prosedur penempatan yang dipersyaratkan. 3)
Pemberdayaan Anak-anak TKI Pemberdayaan juga mencakup anak-anak TKIB, yang jumlahnya diperkirakan sebanyak 24.200 orang di Sabah, Malaysia Timur. Anak-anak ini lahir dari orang tua TKI yang statusnya ilegal tetapi sudah berada di Malaysia selama bertahun-tahun. Anak-anak ini hanya mempunyai surat keterangan lahir dari petugas setempat, sehingga statusnya menjadi mengambang dan karenanya tidak bisa masuk sekolah negeri kerajaan Malaysia. Untuk mengatasi permasalahan anak-anak TKI di Sabah Malaysia yang tidak memperoleh akses pendidikan, Pemerintah Indonesia pada tahun 2006-2007 telah mengirim guru bantu ke Sabah, Malaysia sebanyak 109 orang, yang pelaksanaannya dilakukan melalui 4 tahap yaitu: Tahap I sebanyak 25 orang dilaksanakan pada tanggal 29 Agustus 2006, Tahap II sebanyak 26 orang dilaksanakan pada tanggal 11 September 2006, Tahap III sebanyak 28 orang dilaksanakan pada tanggal 7 Mei 2007, Tahap IV sebanyak 30 orang dilaksanakan pada tanggal 2 Juli 2007. Para guru bantu tersebut ditempatkan di 79 pusat-pusat belajar yang tersebar di perkebunan-perkebunan kelapa sawit di Sabah, yang penyelenggaraannya dilaksanakan oleh HUMANA (Borneo Child Aid Society), sebuah lembaga swadaya masyarakat (Non Government Organization, NGO) yang bergerak di bidang pendidikan bekerja sama dengan KJRI Sabah. Tugas para guru tersebut adalah mengajarkan anakanak TKI tentang ke-Indonesia-an yaitu tentang Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN), Sejarah, Bahasa Indonesia, dan Geografi Indonesia, agar mempunyai pengetahuan tentang tanah airnya, di samping pelajaran membaca dan berhitung. Saat ini anak-anak TKI yang memperoleh layanan pendidikan melalui pusat-pusat belajar HUMANA sekitar 5.700 anak dari sekitar 24.200 anak-anak TKI di Sabah Malaysia, sehingga diperkirakan masih sekitar 18.300 anak TKI yang belum terlayani.
Satgas TK-PTKIB Pusat
52
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Tahun 2008 sebanyak 51 orang guru akan mengakhiri masa tugas, bagi guru yang tidak bersedia melanjutkan akan dicari guru pengganti, dan untuk memperlancar pelaksanaan tugas para guru, pada tahun 2008 akan dikirim seorang guru senior yang berfungsi sebagai koordinator dan supervisor. Pendidikan pada anak-anak TKI juga diberikan melalui keikutsertaan mereka belajar di sekolah-sekolah di perbatasan di Kabupaten Nunukan, sebagaimana yang diselenggarakan oleh Pondok Pesantren Hidayatullah dan Sekolah Katolik Gabriele yang banyak menampung anakanak TKI. Lembaga lain yang berpartisipasi antara lain adalah Susteran PRR, LPA Aisyiah dan lain-lain yang memberikan pendidikan dan pembinaan spiritual pada anakanak TKI. Departemen Agama juga telah memberikan bantuan dana kepada pondok pesantren Al Furqon di Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, yang juga banyak menampung anak-anak TKI. Rencana pendirian Sekolah Indonesia di Kota Kinabalu (SIKK) perlu dipercepat sehingga pemenuhan hak anak-anak TKI tentang pendidikan dapat segera terpenuhi. SIKK diharapkan menjadi pusat pendidikan Indonesia di wilayah Sabah yang memayungi pusat-pusat belajar bagi anak-anak TKI yang tersebar di perkebunan-perkebunan kelapa sawit di Sabah, Malaysia. F.
Koordinasi Pemantauan dan Evaluasi Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan selain dengan melaksanakan kunjungan kerja ke lapangan, juga dilakukan menggunakan sarana komunikasi dan informasi yang tersedia seperti melalui telepon, faksimili, dan internet. • Medan adalah exit dan entry point bagi pengiriman TKI dan penerimaan TKIB dari Malaysia, yang berasal dari Sumatera Utara dan dari daerah lain. Maraknya pengiriman TKI melalui Medan dapat diindikasikan dari adanya 12 PPTKIS (Perusahaan Pengerah TKI Swasta) dan 65 Cabang PPTKIS di Medan. Untuk menangani pemulangan TKIB, dibentuk Satgas PTKIB Medan dan Posko PTKIB di Pelabuhan Belawan, yang untuk tahun 2007 telah mendapat dukungan dana operasional dari APBD.
Satgas TK-PTKIB Pusat
53
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
TKIB deportan asal Sumatera Utara, dipulangkan dari Malaysia ke Medan melalui Tanjungpinang. Selain sebagai tempat pemberangkatan TKI legal dan prosedural, Medan juga dikenal sebagai tempat pemberangkatan TKI non-prosedural karena banyak WNI yang bermaksud bekerja ke luar negeri menggunakan visa kunjungan sementara, dan bahkan TKI ilegal tanpa dokumen, baik yang berasal dari Sumatera Utara maupun dari daerah lain. Sering terjadi pengiriman TKI yang masih di bawah umur (kurang dari 21 tahun). Untuk mengurangi terjadinya TKIB di kemudian hari, tahun 2008 Pemerintah Provinsi Sumatera Utara akan lebih memprioritaskan pengiriman TKI sektor formal ke Malaysia untuk mengisi berbagai peluang kerja di sektor-sektor penting di negara tersebut, dengan meningkatkan mutu pelatihan dan pengajaran di Balai Latihan Kerja Sumatera Utara. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara juga akan meningkatkan Pelayanan Satu Atap yang sudah dimulai sejak tahun 2005, untuk mempercepat pengurusan paspor TKI. Selain untuk mempermudah, kebijakan pelayanan satu atap juga dimaksudkan untuk lebih memfokuskan perlindungan dan penanganan terhadap TKI yang memiliki masalah di negara penempatan. Selain menerapkan pelayanan satu atap, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara juga telah membentuk Posko Penanganan Pemulangan TKI Bermasalah, yang sejak 2005-2007 telah menangani 1.521 kasus TKI Bermasalah. Selain itu ada pula Pos Pengendalian Pelayanan Pemberangkatan yang telah menangani 51.663 TKI, dan pelayanan pemulangan sebanyak 19.125 TKI. • Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau memerlukan perhatian Satgas TK-PTKIB Pusat karena sejak semester II tahun 2007, Pemerintah Malaysia mengambil kebijakan untuk memusatkan pemulangan deportan TKIB dari Semenanjung Malaysia melalui Johor Bahru dan kemudian mendeportasimya ke entry point Indonesia terdekat yaitu ke Tanjung Pinang. Hal ini telah menyebabkan Satgas TKIB Tanjung Pinang menjadi lebih berat beban kerjanya, kekurangan biaya penampungan dan pemulangan, serta biaya operasional Satgas TKIB.
Satgas TK-PTKIB Pusat
54
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Pemulangan TKIB dari Malaysia melalui Tanjung Pinang telah mencapai 34.845 orang, dan menurut informasi dari Satgas Pelayanan dan Perlindungan WNI Perwakilan RI Johor Bahru, Malaysia, jumlah TKIB yang akan dipulangkan (dideportasi) tahun 2008 diperkirakan mencapai 80.000 orang. Hal ini memerlukan pengaturan kembali Petunjuk Pelaksanaan Pemulangan TKIB dan Keluarganya dari Malaysia (Oktober 2004), termasuk dengan adanya Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2006 tentang BNP2TKI, sehingga penanganan TKIB dapat berlangsung dengan lebih baik. Sebagai daerah transit, pengiriman TKI ke luar negeri di Tanjung Pinang dilakukan oleh 3 PPTKIS yang salah satunya adalah PT. Pinang Siam, yang memiliki Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLKLN) di Tanjung Pinang. Satgas PTKIB Tanjungpinang ternyata belum memiliki tempat penampungan sehingga untuk sementara memanfaatkan tempat penampungan milik PPTKIS PT. Pinang Siam untuk menampung TKIB selama menunggu kedatangan kapal PELNI yang membawa mereka ke daerah asalnya di Pulau Jawa, Sulawesi, Sumatera, NTB dan NTT. Kebetulan PT. Pinang Siam adalah perusahaan yang mendapat kontrak dari Pemerintah Malaysia untuk mengangkut TKIB dari Johor Bahru ke Tanjung Pinang, sehingga kerjasama tersebut membantu penghematan biaya. Biaya sarana dan prasarana penampungan ditanggung PT. Pinang Siam, sedang biaya permakanan dari Departemen Sosial melalui Satgas TKIB Tanjung Pinang. Selama di penampungan, TKIB dijaga oleh Satpol PP Tanjung Pinang. Banyak di antara TKIB tersebut menyatakan akan segera kembali ke Malaysia kapan waktu sudah selesai mengurus persuratan yang diperlukan. Sebagian menyatakan bahwa keluarganya masih ada di Malaysia sehingga harus kembali, sebagian lainnya ingin kembali ke Malaysia karena tergiur upah yang tinggi dibanding di Indonesia, walaupun pada kenyataannya upah yang tinggi tersebut tidak dapat dibawa pulang ke Indonesia karena tidak dibayarkan majikan atau dirampas oleh Rela. Sebagian lagi merasa malu untuk pulang ke daerah asalnya jika belum dapat menunjukkan hasil kerja di luar negeri.
Satgas TK-PTKIB Pusat
55
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Dengan posisinya sebagai daerah entry point utama penerima TKIB deportan dari Johor Bahru Malaysia, Satgas PTKIB Tanjungpinang menyarankan: (a) Juklak pemulangan TKIB dengan adanya BNP2TKI atau BP3TKI di daerah (b) pembentukan Satgas PTKIB Provinsi Kepulauan Riau (c) dukungan pembangunan tempat penampungan TKIB (d) dukungan APBN untuk operasional Satgas PTKIB Tanjungpinang dan pelayanan kepada kesehatan, permakanan, transportasi, dan pengawalan TKIB (e) peningkatan pengawasan pelabuhan tradisionil dan jalan-jalan tikus yang banyak terdapat di Tanjungpinang (f) peningkatan administrasi kependudukan (g) pengetatan prosedur pemberangkatan TKI (syarat, prosedur, hak-hak dan kewajiban TKI, dan MoU dengan daerah asal) (h) sosialisasi perencanaan ketenagakerjaan yang jelas, informasi ketersediaan kesempatan kerja di Malaysia (dan luar negeri lainnya), pengupahan, alamat-alamat penting di Malaysia, dan informasi lainnya yang diperlukan. • Walaupun tidak sebanyak menerima TKIB sebagaimana Tanjungpinang, Satgas PTKIB Batam dan Tanjungbalai Karimun tetap memberikan pelayanan sebagaimana mestinya kepada TKIB, yang pada umumnya bukan deportan tetapi TKIB yang dipulangkan oleh majikan atau melalui Perwakilan RI Johor Bahru atau Singapura. Sebagai daerah transit, Satgas TKIB Batam mengusulkan agar Pusat bertanggung jawab terhadap penanganan TKIB dari luar Provinsi Kepulauan Riau, sedang APBD untuk penanganan penduduk lokal. Mengingat bahwa pemulangan TKIB hampir terjadi setiap waktu, maka dapat diusulkan anggarannya melalui SKPD dengan komposisi 70% berasal dari APBN dan 30% dari APBD. Untuk itu, diperlukan adanya petunjuk dari Menko Kesra kepada Pemerintah Daerah mengenai hal ini. • Sebagai daerah asal TKI dan daerah transit menuju Sarawak, Malaysia, Satgas PTKIB Kalimantan Barat di Pontianak serta Posko TKIB Entikong dan Balaikarangan banyak menerima TKIB baik yang berasal dari Kalimantan Barat (Sambas, Pontianak, Bengkayang, Landak, Sanggau, Sekadau, dan Kota Pontianak) maupun dari Jawa, Sulawesi, NTB dan NTT. Posko TKIB Entikong menangani TKI asal Kalimantan Barat, sedang
Satgas TK-PTKIB Pusat
56
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Posko TKIB Balaikarangan menangani TKIB dari luar Kalimantan Barat yang pemulangan ke daerah asalnya memerlukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah asal. Pemulangan TKIB ke daerah asal merupakan alternatif terakhir, karena jika pada kenyataanya tenaga TKIB dibutuhkan, mereka bisa kembali bekerja di Sarawak setelah mengurus dokumen ketenagakerjaan. Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat melalui konsep Border Development Center (BDC) telah mengambil langkah ke depan dengan membangun Balai Latihan Kerja (BLK) di daerah Entikong, guna meningkatkan kualitas dan kemampuan TKI untuk memenuhi kebutuhan konsumen pengguna jasa. Letak BLK yang berdekatan dengan negara tujuan TKI, diharapkan cepat mendapatkan informasi tentang kebutuhan pasar tenaga kerja serta persyaratan kualifikasi yang diperlukan, yang akan dipenuhi melalui pelatihan untuk menciptakan tenaga kerja yang siap pakai. Di daerah perbatasan juga akan dibangun Kantor Pelayanan Administrasi dan Hukum bagi TKI, sehingga permasalahan administrasi dan hukum yang dihadapi para TKI dapat segera diatasi. Dalam kawasan BDC juga akan dibangun perumahan tenaga kerja untuk menampung TKI yang bekerja pergi pulang yaitu siang bekerja di Serawak, sore harinya kembali ke tempat tinggal mereka. Dengan demikian mereka tidak terpisah dari keluarga sehingga persoalan sosial dapat diperkecil. • Nunukan merupakan pintu masuk resmi yang terdekat ke wilayah Sabah, Malaysia, akan tetapi masih banyak terdapat jalan-jalan tikus di sepanjang perbatasan Kabupaten Nunukan dengan Malaysia, yang dapat ditempuh melalui jalan darat maupun laut. Kondisi ini juga membuka peluang keluar masuknya TKI non-prossedural dan bahkan TKI ilegal yang rentan menjadi TKIB. Para pencari kerja tersebut masuk ke Malaysia melalui Tawau, yang ditempuh sekitar satu jam perjalanan dengan ferry cepat dari Nunukan. Perjalanan dari Nunukan tidak dikenai biaya fiskal, dan banyak agency pekerja di Tawau yang manjual jasa mencarikan pekerjaan sebagai pembantu, baby sitter, sopir atau pekerja perkebunan dengan imbalan 20% dari gaji per bulan. Bekerja sebagai pembantu di Tawau, menerima gaji minimal RM 1.000 atau sekitar Rp 2,8 juta sebulan.
Satgas TK-PTKIB Pusat
57
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Banyak TKI yang telah lama tinggal di Sabah terutama mereka yang bekerja di perkebunan setempat, yang kemudian berkeluarga dan beranak pinak. Anak-anak TKI ini banyak yang status kewarganegaraannya tidak jelas karena hanya mempunyai surat keterangan lahir dari rumah sakit. Mereka ini tidak bisa masuk ke sekolah negeri Malaysia, sehingga beberapa LSM asing seperti HUMANA (Borneo Child Aid Society) tergerak memberikan pendidikan secara informal. Salah satu LSM yang berasal dari Indonesia adalah Forum Peduli Pendidikan Anak Indonesia (FPPAI) yang berdiri awal tahun 2007, dan telah membuka SD Budi Luhur 1,2, dan 3 di Keningau, Sabah. SD ini sekarang telah mempunyai 360 murid dari suku Toraja, Bugis, Jawa dan Timor, dan sehari-hari dikelola oleh 10 orang guru yang dibiayai dari sumbangan murid. Kegiatan LSM FPPAI ini semakin memperkuat upaya pendidikan anak-anak TKI yang dilakukan oleh Pemerintah dengan mengirim 109 guru Indonesia ke Sabah dan upaya pendirian Sekolah Indonesia di Kota Kinabalu. Di samping yang telah dilakukan oleh Pondok Pesantren Hidayatullah di Nunukan, Pondok Pesantren Al Furqon di Pulau Sebatik, dan Sekolah Katholik Gabriele di Nunukan yang memberikan pendidikan sekaligus menampung anak-anak TKI, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur juga berniat mendirikan sekolah terpadu SD-SMP Satu Atap di Nunukan yang dilengkapi dengan asrama sehingga anak-anak TKI di Sabah dapat mengenyam pendidikan Wajar 9 Tahun. LSM Asah Pena Kaltim juga akan mengupayakan pendidikan kesetaraan di Nunukan untuk anak-anak TKI yang ada di Sabah, Malaysia. • Pare-pare dengan pelabuhan Nusantaranya, dan letaknya yang strategis di Selat Makassar, membuat kota pantai ini menjadi pusat pemberangkatan TKI dari wilayah Sulawesi: Selatan, Tengah, Barat, dan Tenggara. Lalu lintas laut melalui Pare-pare cukup ramai karena setiap minggu ada 11 kapal yang melayani jalur Parepare-Nunukan, termasuk tiga kapal PELNI, yakni KM. Leuser, KM. Tidar dan KM. Binaiya. Setiap tahun, jumlah penumpang ke Nunukan rata-rata 200.000 penumpang.
Satgas TK-PTKIB Pusat
58
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Pada tahun 2004, Pemerintah memulai langkah untuk mempersiapkan Pare-pare menjadi pintu masuk penempatan TKI ke Sabah, Malaysia Timur, dan menjadikan Kota Pare-pare sebagai Pusat Pelayanan Penempatan dan Pemulangan (P4) TKI Malaysia Timur, khususnya Sabah. Guna merealisasikan rencana ini, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi meminta agar semua calon TKI yang akan ditempatkan ke Sabah, menggunakan fasilitas yang telah tersedia di Pare-pare. Di hamparan lahan berbukit seluas 6 ha, telah dibangun tempat penampungan TKI dengan kapasitas sekitar 400 orang, bangunan perkantoran dan rencananya bangunan Balai Latihan Kerja. Di tempat ini, para calon TKI lebih dulu dilatih sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan untuk kemudian ditempatkan sesuai dengan job order dari pengguna TKI. Dengan demikian, selain mendapat perlindungan hukum, para TKI dapat menikmati dengan utuh penghasilannya di Malaysia. Untuk pengurusan dokumen yang diperlukan TKI, Pare-pare telah memiliki layanan satu atap bagi para calon TKI dengan prosedur yang mudah dan murah. Pare-pare juga telah mempunyai RSU Makkasau yang telah memiliki persyaratan cukup untuk menjadi Rumah Sakit Pusat Medical Chek Up (MCU) bagi TKI yang akan diberangkatkan ke luar negeri. Dengan sarana dan prasarana yang ada seperti Laboratorium, radiologi, dan pemeriksaan fisioterapi serta dukungan 375 tim medis, 11 dokter spesialis dan 11 keahlian, RSU Makkasau siap memberikan pelayanan secara pofesional. RSU Makkasau perlu menyurat ke Departemen Kesehatan untuk mendapat akreditasi sebagai RSUP MCU bagi TKI di Kawasan Timur Indonesia. • Tanjungpriok adalah pelabuhan utama yang berada di Ibukota RI sehingga menjadi jendela bagi masyarakat yang menunjukkan penanganan TKIB secara bermartabat dan selamat yang dilakukan oleh pemerintah bersama dengan lembaga masyarakat yang peduli. Departemen Sosial yang bertugas memberikan bantuan sosial kepada pekerja migran bermasalah, kemudian membentuk Satgas/Posko Pemulangan Pekerja Migran Bermasalah dan Keluarganya di Tanjungpriok, yang beranggotakan dinas/instansi terkait termasuk LSM dan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI).
Satgas TK-PTKIB Pusat
59
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Masalah pendataan termasuk komunikasi data antar Satgas PTKIB di daerah entry point dengan Satgas PTKIB Tanjungpriok dan dengan Satgas PTKIB daerah transit/asal, dinilai agak terhambat karena ketiadaan alat komunikasi di Posko PTKIB Tanjungpriok. Petunjuk teknis pendataan yang hanya didasarkan pada wawancara tanpa dilengkapi dengan data biometrik, dirasakan kurang akurat sehingga seringkali daerah asal TKIB menjadi tidak jelas dan dengan demikian menyulitkan penyiapan moda transportasinya, dan dalam berkomunikasi dengan aparat di daerah asalnya. • Pelabuhan Tanjungemas di Semarang, Jawa Tengah, tidak tentu disinggahi setiap kapal PELNI yang datang dari Jakarta, sehingga TKIB asal Jawa Tengah sering harus turun di Pelabuhan Tanjungpriok Jakarta untuk kemudian dipulangkan menggunakan Bus DAMRI ke daerah asalnya. Kondisi ini menyebabkan TKIB yang daerah asalnya di bagian barat Jawa Tengah dan jauh dari Semarang tidak lapor ke Satgas TKIB Tanjungemas Semarang. Sementara manifes TKIB yang bersangkutan tidak ditembuskan ke Satgas PTKIB Semarang, sehingga data tentang pemulangan TKIB sampai ke daerah asalnya menjadi tidak jelas dan akurat. • Pelabuhan Tanjungperak menjadi tujuan pemulangan TKIB asal Jawa Timur. Setelah didata ulang dan diberikan pengarahan oleh aparat Satgas PTKIB Tanjungperak, serta istirahat dan makan, TKIB kemudian diantarkan ke terminal bus untuk diberangkatkan ke daerah asalnya masing-masing. Kepada TKIB diberikan uang saku sekedarnya (Rp 25.000) sebagai bekal perjalanan sampai ke tempat tinggalnya. Perlakuan Satgas PTKIB Jawa Timur seperti ini mungkin perlu dipertimbangkan untuk diberlakukan secara nasional. • Sementara itu, Pelabuhan Lembar, Mataram, Nusa Tenggara Barat, sebetulnya banyak menerima TKIB yang berasal dari NTB. Namun sejauh ini masih belum terkomunikasikan dengan baik dengan Satgas TK-PTKIB Pusat dan Satgas PTKIB lainnya. • Terkait dengan kebijakan Pemerintah Malaysia untuk memusatkan pemulangan deportan TKIB dari Semenanjung Malaysia melalui Johor Bahru, telah menambah beban kerja Perwakilan RI di Johor Bahru.
Satgas TK-PTKIB Pusat
60
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Sehubungan dengan itu, diperlukan adanya penguatan baik personil maupun sumber daya lainnya sehingga tambahan beban tugas yang terjadi tidak mengganggu kinerja Citizen Service yang telah dirintis oleh Departemen Luar Negeri untuk dibentuk di Perwakilan RI dalam memberikan pelayanan dan perlindungan kepada WNI termasuk TKI di luar negeri. Perwakilan RI Johor Bahru melaporkan bahwa Malaysia sangat tergantung kepada pekerja migran, yang memerlukan 400-450 ribu pekerja asing di semua sektor. Johor Bahru sendiri tahun 2008 memerlukan sekitar 800 ribu pekerja asing untuk membangun Wilayah Pembangunan (Ekonomi) Iskandar di bagian selatan kawasan tersebut yang luasnya tiga kali lipat luas Singapura. • Masalah TKIB juga membebani Perwakilan RI di Kuala Lumpur yang menangani sekitar seribu kasus TKIB setiap tahunnya. Walaupun sudah ada Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang PPTKLN, Perpres No. 81 Tahun 2006 tentang BNP2TKI, dan MoU RI-Malaysia tahun 2006 tentang Kesejahteraan dan Perlindungan TKI sektor informal di Malaysia, namun implementasinya masih tersendat, terbukti kehadiran TKI ilegal masih marak, banyak gaji TKI tidak dibayar, masih ada tindak kekerasan terhadap TKI, dan paspor TKI masih dipegang majikan atau agen di Malaysia. Sementara di Indonesia penyiapan TKI untuk pembantu rumah tangga tidak dilakukan dengan baik. Mereka direkrut dari kampung dan langsung dikirim ke Malaysia untuk bekerja pada majikan yang berpenghasilan menengah ke atas. Dengan kompetensi kerja yang tidak memenuhi standar tersebut, menyebabkan TKI rawan terhadap tindak kekerasan, karena para majikan di Malaysia telah membayar mahal untuk mendatangkan TKI, yaitu sebesar 5.000-6.000 RM (ringgit Malaysia) atau Rp 13,5-16,2 juta kepada agen di Malaysia. Status TKI yang ilegal juga mendorong majikan Malaysia untuk memberi gaji yang rendah, termasuk tak membayar upah TKI. Jika TKI yang bersangkutan meminta haknya, malah diancam dilaporkan kepada polisi atau imigrasi, dan petugas Rela. Padahal, sesuai Undang-Undang Perburuhan Malaysia, diberlakukan larangan bagi warga di negara itu untuk menampung atau mempekerjakan pekerja asing ilegal.
Satgas TK-PTKIB Pusat
61
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Sanksinya adalah denda berkisar RM 10.000-15.000. Namun, implementasi undang-undang tersebut dapat dikatakan masih nihil. Majikan dan aparat penegak hukum di negara itu berkolusi dengan mengorbankan TKI ilegal. Malaysia telah menerapkan standar ganda terhadap pendatang ilegal, di satu sisi, mereka memberlakukan aturan yang melarang penggunaan pekerja ilegal, tetapi di sisi lain Malaysia tetap membiarkan pekerja asing ilegal masuk dan bekerja di negara itu. Kelonggaran aturan itu dimungkinkan karena dengan menggunakan pekerja asing ilegal, upah buruh dapat ditekan lebih murah tetapi produktivitas perusahaan tetap tinggi. Jika tidak dibutuhkan lagi, pekerja itu dapat dipulangkan setiap saat ke negara asal tanpa membayar upah. Hal itulah yang menyebabkan TKI ilegal semakin banyak di Malaysia. Para majikan itu telah memanfaatkan berbagai ketidakberesan yang terjadi dalam pengiriman TKI ke Malaysia. Keberadaan TKI di Malaysia telah memberi kontribusi besar dalam pembangunan ekonomi Malaysia, yang telah membuat negeri itu menjadi produsen minyak sawit dan karet terbesar di dunia. Ketika tahun 2004 dan 2005 terjadi pemulangan TKI secara besar-besaran, perkebunan kelapa sawit di Lembah Kelang, menderita kerugian sekitar US$ 1,5 juta per hari karena tidak ada pekerja untuk membersihkan lahan, memetik, mengangkut, dan mengolah tandan buah sawit segar. Kehadiran pembantu rumah tangga dari Indonesia juga telah membuat sebagian besar ibu rumah tangga Malaysia dapat kembali bekerja dengan mendapat penghasilan sekitar RM 10.000 per bulan. Pembelanjaan uang tersebut telah memberi efek domino yang besar bagi pergerakan ekonomi di Malaysia. G.
Koordinasi Pelaksanaan Tugas Sewaktu-waktu Berbagai koordinasi yang diadakan oleh instansi sektoral dalam rangka peningkatan pelayanan dan perlindungan kepada TKI Bermasalah, antara lain adalah: •
Dalam rangka mereformasi sistem penempatan dan perlindungan TKI, Presiden pada tanggal 2 Agustus 2006 mengeluarkan Inpres No. 6 Tahun 2006 yang menugaskan kepada 14 instansi pemerintahan mulai dari Menteri
Satgas TK-PTKIB Pusat
62
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamananan; Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; para Menteri; Kepala Kepolisian Negara RI, hingga para Gubernur, Bupati/Walikota, untuk melaksanakan instruksi Presiden tersebut. Inpres ini merupakan sebuah dokumen kebijakan yang sangat penting untuk dijadikan titik tolak bagi terobosan efektif penataan migrasi dan perlindungan buruh migran Indonesia. Inpres tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI, meliputi: 1)
Kebijakan penempatan TKI (sasaran waktu Oktober 2006): (a) Penyederhanaan dan desentralisasi pelayanan penempatan TKI (b) Peningkatan kualitas dan kuantitas calon TKI (c) Pelayanan TKI di embarkasi dan debarkasi dengan Sistem One Roof Services.
2)
Kebijakan perlindungan TKI (sasaran waktu Juli 2007): (a) Advokasi dan pembelaan TKI (b) Penguatan fungsi Perwakilan RI dalam perlindungan TKI.
3)
Kebijakan pemberantasan calo/sponsor TKI (sasaran waktu Desember 2006): (a) Pemberantasan praktek percaloan/sponsor TKI di daerah (b) Pemberantasan tindakan premanisme dan percaloan terhadap TKI di embarkasi/ debarkasi.
4)
Kebijakan tentang lembaga penempatan TKI (sasaran waktu Desember 2006) yaitu tentang Peningkatan profesionalitas Lembaga Penempatan TKI.
5)
Kebijakan tentang dukungan lembaga perbankan (sasaran waktu Desember 2006): (a) Fasilitasi kredit untuk calon TKI (b) pengelolaan remitansi TKI.
Tim Inpres No. 6 Tahun 2006 pada akhir tahun 2007 sedang melakukan evaluasi pelaksanaan Inpres dan akan menyampaikan hasilnya kepada Satgas TK-PTKIB sebagai bahan masukan penyempurnaan Juklak dan SOP penanganan TKI Bermasalah. •
Sekretariat Wakil Presiden RI dalam rangka memberikan dukungan teknis kepada Wakil Presiden berkenaan dengan masalah ketenagakerjaan, telah melakukan pemantauan ke beberapa daerah dan memperoleh gambaran tentang tenaga kerja Indonesia sebagai berikut:
Satgas TK-PTKIB Pusat
63
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
1)
Tingkat pendidikan calon TKI rendah.
2)
Keterampilan tidak sesuai dengan permintaan pasar kerja.
3)
Kurangnya dukungan pelatihan dan permodalan untuk sektor informal.
4)
Sarana dan prasarana serta sumber daya manusia di Balai Latihan Kerja tidak memadai.
5)
Balai Latihan Kerja kurang didukung dengan pelatihan berbasis kompetensi.
6)
Hampir seluruh Balai Latihan Kerja penggunaannya di bawah kapasitas.
7)
Banyak instansi melaksanakan pelatihan tetapi koordinasi lemah.
8)
Tim Perencanaan Tenaga Kerja Daerah (TPTKD) atau Dewan Tenaga Kerja Daerah (DTKD) belum optimal, umumnya baru pada tahap menyusun perencanaan.
9)
Rendahnya pendidikan calon TKI untuk sektor informal (keputusan Mahkamah Konstitusi untuk tidak membatasi tingkat pendidikan calon TKI).
10) Kurangnya dukungan pelatihan bagi calon TKI khususnya bagi perempuan sebagai penata laksana rumah tangga (PLRT), karena tidak tersedianya pelatihan PLRT di Sulawesi Selatan kemudian dilaksanakan di Jakrta, dengan biaya lebih besar. 11) Kurangnya dukungan permodalan (beberapa Pemerintah Daerah telah menyediakan dana bergulir namun sangat terbatas). 12) Hanya sekitar 10% lulus tes untuk magang ke Jepang terutama karena alasan kesehatan (Jateng, Jatim, Jembrana). 13) Tidak tersedia dana pemulangan untuk TKI deportasi yang sakit atau stress. Daerah entry point bersedia membantu namun mohon didukung pembiayaan dari daerah asal dan Pusat. 14) Tempat penampungan TKI deportasi tidak memadai, khususnya untuk TKI perempuan, demikian pula pelayanan kesehatan di pelabuhan, terutama untuk TKI yang membawa bayi atau anak-anak.
Satgas TK-PTKIB Pusat
64
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
15) Pelabuhan pemulangan dan pemberangkatan TKI kurang didukung dengan prasarana yang memadai, seperti misalnya di Nunukan, pintu keluar masuk penumpang antar pulau dan dari luar negeri (Malaysia) tidak dipisah sehingga sulit dipantau. 16) Adanya TKI ilegal berangkat melalui jalan tikus di daerah perbatasan. 17) Sebagian besar calon TKI terikat dengan rentenir. 18) Di Nunukan, Batam, Tanjungpinang, TKI dari Malaysia ditunggu calo yang menguruskan dokumen baru. 19) Pada waktu pemulangan dari Malaysia, tidak tersedia informasi untuk TKI yang diperlukan apabila ingin kembali menjadi TKI (persyaratan, alamat kantor yang dapat dihubungi, dan lain-lain). Berbagai permasalahan tersebut telah dibahas dengan lintas sektor untuk mendapat jalan keluar yang sebaik-baknya. Salah satu masalah yang dibahas intensif adalah fasilitas Askeskin yang berdasarkan hasil pemantauan ke Jawa Timur, ternyata TKI ilegal yang dideportasi dari Malaysia dan membutuhkan pelayanan kesehatan, kesulitan mendapat dukungan pembiayaan karena keterbatasan APBD. Sekretariat Wapres kemudian menyurati Departemen Kesehatan dan telah direspon melalui Surat Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan No. JP.01.SJ.X.0361 tanggal 9 Juli 2007 yang secara garis besar menyampaikan: 1)
Program Jaminan Pemeliharaaan Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin (Askeskin) secara nasional dimulai tahun 2005 yang dikelola oleh PT. Askes (Persero) meliputi jaminan pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan kesehatan rujukan.
2)
Sasaran program adalah masyarakat miskin dan tidak mampu, pada tahun 2005 mencakup 36 juta jiwa, tahun 2006 mencakup 60 juta jiwa, dan tahun 2007 mencakup 76,4 juta jiwa.
3)
Penetapan masyarakat miskin adalah kewenangan Bupati/ Walikota yang dituangkan dalam Surat Keputusan.
Satgas TK-PTKIB Pusat
65
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
4)
Pada saat masyarakat miskin memerlukan pelayanan kesehatan harus menggunakan kartu Askeskin, atau identitas miskin lainnya dalam bentuk Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).
Berdasarkan petunjuk Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan sebagaimana tersebut di atas, maka TKI ilegal yang dideportasi dapat menggunakan Askeskin untuk memperoleh pelayanan kesehatan dengan dilengkapi identitas miskin dalam bentuk Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari Pemerintah Kabupaten/Kota setempat. •
Direktorat Jenderal Bantuan dan Jaminan Sosial, Departemen Sosial cq. Direktorat Bantuan Sosial Korban Tindak Kekerasan dan Pekerja Migran (Dit. BS KTKPM), menginisiasi pembahasan dalam rangka pembagian tugas antara kementerian/lembaga yang menangani Tenaga Kerja Indonesia (TKI), Pekerja Migran (PM), dan TKI Bermasalah atau PM Bermasalah. Hal tersebut diangggap penting untuk dibahas dan disepakati bersama dalam rangka menyikapi Keputusan Presiden No. 106 Tahun 2004 tentang Tim Koordinasi Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia; Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia; Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2007; Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2006 tentang Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI); Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI; dan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia No. 82/HUK/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Sosial. Dalam rangka penyelenggaraan bantuan sosial pekerja migran (BSPM), Departemen Sosial berkomitmen bahwa (a) BSPM merupakan kebutuhan strategis dalam memenuhi hak-hak dasar yang telah diatur dalam konvensi internasional dan Undang-undang tentang HAM (b) sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan
Satgas TK-PTKIB Pusat
66
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Perlindungan TKI di Luar Negeri, bahwa kewenangan di bidang sosial meliputi masa pra-penempatan, selama dan purna penempatan mencakup layanan informasi dan advokasi sosial, perlindungan sosial, rehabilitasi psikososial serta pemberdayaan dan rujukan (c) semakin meningkatnya kasus-kasus perdagangan orang dengan modus pengiriman pekerja migran yang kemudian berakhir dengan pendeportasian pekerja migran dari berbagai negara yang memerlukan penanganan lintas sektor secara terpadu. Nilai strategis koordinasi lintas sektoral yang terpadu adalah: (a) terwujudnya kesepahaman persepsi bagi seluruh kementerian/lembaga, organisasi sosial, organisasi masyarakat, dan kelembagaan masyarakat lainnya bahwa pekerja migran sejak masa pra, selama dan purna penempatan menjadi tanggung jawab bersama, terutama yang berkaitan dengan pemberdayaan pekerja migran, penyediaan pelayanan satu atap, dan perlindungan kepada pekerja migran termasuk kepada keluarganya (b) meminimalkan overlapping dan memaksimalkan sinergitas berbagai satuan kebijakan, program dan kegiatan sehingga bantuan sosial dapat disajikan secara utuh, mendasar dan menyeluruh (c) koordinasi sektoral yang terpadu merupakan mandat Keppres No. 106 Tahun 2004 dan Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2006 (d) terwujudnya efisiensi dan efektivitas pelayanan terbaik untuk pekerja migran dan keluarganya. Bantuan sosial bagi pekerja migran termasuk kepada mereka yang bermasalah merupakan kewenangan Departemen Sosial, yang dalam penyelenggaraannya memerlukan dukungan lintas sektor, organisasi sosial, organisasi masyarakat, dan kelembagaan masyarakat lainnya. Bantuan sosial berupa bantuan transportasi dan permakanan pada fase pemulangan pekerja migran bermasalah yang dideportasi sebagaimana yang dilaksanakan saat ini, hanyalah sebagian kecil dari kewenangan Departemen Sosial secara keseluruhan. Departemen Sosial mengusulkan adanya pembagian tugas dalam rangka pemberian bantuan sosial kepada pekerja migran secara sinergis, sebagai berikut:
Satgas TK-PTKIB Pusat
67
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Tahapan 1. Pra Penempatan • Ijin Penempatan •
Rekrutmen
•
Kompetensi
•
Kesehatan
•
Dokumen
•
Pembekalan
•
Asuransi
•
Pemberangkatan
•
Data sebaran PM
•
Kesiapan Keluarga
2. Penempatan • Pendataan PM
•
•
Komunikasi PM
Remitansi
Satgas TK-PTKIB Pusat
Kegiatan 1. 2. 1. 2.
Pengurusan SIP Sosialisasi UU/Hak & kewajiban Perekrutan dan seleksi. Penyuluhan sosial, mental spiritual dan vokasional 1. Pendidikan dan latihan kerja 2. Mental dan spiritual 3. BLK 4. Uji kompetensi 1. Kesehatan dan psikologi. 2. Medical check-up. 1. Pengurusan dokumen. 2. Pengawasan 1. Pembekalan pemberangkatan 2. Pengenalan job order & kontrak 3. Imunisasi. 1. Pengurusan asuransi 2. Penjelasan asuransi 1. Transportasi. 2. Penampungan. 3. Pendampingan sosial, advokasi 1. Pendataan 2. Pemetaan sebaran PM Penyulunan sosial keluarga yang ditinggalkan PM.
1. Pengiriman data PM ke Perwakilan RI. 2. Pendataan PM di luar negeri 1. Monitor penempatan sesuai perjanjian kerja. 2. Memfasilitasi kontak dengan keluarga 1. Moda pengiriman remitansi 2. Monitoring pengiriman remitansi.
Penanggung Jawab BNP2TKI. Depnakertrans. BNP2TKI. Depsos. BNP2TKI. Depsos. Depnakertrans. BNSP. BNP2TKI. Depkes. BNP2TKI. Depnakertrans. BNP2TKI. Depnakertrans. Depkes. BNP2TKI. Depnakertrans. BNP2TKI. BNP2TKI. Depsos. BNP2TKI. BNP2TKI. Depsos.
BNP2TKI. Perwakilan RI. Perwakilan RI. Perwakilan RI. Perwakilan RI. BNP2TKI.
68
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
•
•
Tahapan
Kegiatan
PM Bermasalah
1. Perlindungan dan pemulangan PM Bermasalah ke Indonesia. 2. Perlindungan dan pemulangan PM Bermasalah ke daerah asal. 3. Rehabilitasi sosial dan pendampingan PM Bermasalah 1. Bimbingan sosial keluarga. 2. Jaminan sosial bagi keluarga.
Keluarga PM
3. Pemberdayaan sosial keluarga (diklat keterampilan, usaha ekonomi produktif, permodalan) 3. Purna Penempatan • Perselisihan
•
Pemulangan
•
Rehabilitasi
•
Reintegrasi
•
Kompetensi
Satgas TK-PTKIB Pusat
1. Advokasi dan bantuan hukum di luar negeri. 2. Advokasi dan bantuan hukum dalam negeri. 1. Memfasilitasi pemulangan TKI dan TKI Bermasalah. 2. Memfasilitasi pemulangan PM dan PM Bermasalah 3. Memfasilitasi kesehatan PM 1. Rehabilitasi sosial dan pendampingan TKI Bermasalah. 2. Rehabilitasi sosial dan pendampingan PM Bermasalah. 1. Reunifikasi keluarga. 2. Advokasi sosial keluarga untuk reintegrasi PM Bermasalah. 1. Pemberdayaan TKI Purna dan keluarganya. 2. Pemberdayaan PM Bermasalah dan keluarganya.
Penanggung Jawab Perwakilan RI. BNP2TKI, Depsos, Depkes, POLRI. BNP2TKI, Depsos, Depkes. Depsos. Akkessos, Jamsostek. Depsos.
Perwakilan RI. BNP2TKI, Depsos. BNP2TKI. Depsos. Depkes. BNP2TKI, Asuransi, Depkes. Depsos, Depkes. BNP2TKI. Depsos. BNP2TKI. Depsos.
69
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Prosedur tetap yang mengatur pembagian tugas dan tanggung jawab dalam memberikan pembinaan dan pelayanan kepada pekerja migran termasuk mereka yang bermasalah dan keluarganya, perlu ditetapkan oleh Presiden sehingga diperoleh kejelasan kewenangan dan kesatuan gerak langkah para pelaku guna menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi pekerja migran dan keluarganya yang didengung-dengungkan sebagai “pahlawan devisa”. Sehubungan dangan itu, perlu disepakati bersama oleh kementerian/lembaga tentang “kelompok sasaran pelayanan”, melalui pendefinisian secara rinci tentang TKI dan PM sehingga tidak terjadi tumpang tindih pelayanan, dan yang terpenting adalah tidak terjadi TKI/PM Bermasalah yang tidak mendapat pelayanan dan bantuan karena kementerian/lembaga merasa bukan tanggungjawabnya. H.
Evaluasi dan Rekomendasi Berdasarkan pada hal-hal tersebut di atas, dapat disimpulkan beberapa hal: 1.
Koordinasi Penganggaran dinilai kurang efektif karena hanya berhasil menampung beberapa kegiatan khususnya dalam mendukung operasional Satgas TK-PTKIB Pusat dan Satgas PTKIB daerah, dengan jumlah yang tidak mencukupi. Sebagai dampak kebijakan Pemerintah Malaysia untuk memusatkan deportasi TKI dari Semenanjung di Johor Bahru dan kemudian mengirimkannya ke entry point terdekat yaitu ke Tanjungpinang, telah menyebabkan tambahan beban kerja yang berat tidak saja di Satgas PTKIB Tanjungpinang, tetapi juga di Perwakilan RI di Johor Bahru. Kondisi ini memerlukan perhatian Satgas TK-PTKIB Pusat dalam rangka penguatan operasional Satgas PTKIB Daerah yang beban kerjanya besar, yaitu: Satgas PTKIB Tanjungpinang, Entikong, Nunukan, dan Tanjungpriok, serta Satgas Pelayanan dan Perlindungan WNI di Johor Bahru, Kuala Lumpur, Kuching dan Tawau. Tahun 2008 penganggaran untuk mendukung operasional Satgas PTKIB Daerah juga tidak tertampung dalam DIPA kementerian/lembaga yang pernah dan di-propose untuk mengalokasikan kebutuhan biaya operasional Satgas PTKIB
Satgas TK-PTKIB Pusat
70
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Daerah tersebut, seperti Ditjen Pemerintahan Umum, Departemen Dalam Negeri; BNP2TKI; atau Depsos. Satgas TKPTKIB Pusat perlu mengkoordinasikan dan memperjuangkan biaya operasional Satgas PTKIB Daerah dalam APBN-P tahun 2008. Untuk tahun 2009, perlu dikoordinasikan juga pengalokasian biaya operasional Satgas PTKIB Daerah agar dapat masuk dalam DIPA Kementerian/Lembaga yang paling kompeten yaitu Depsos, BNP2TKI dan Depnakertrans, demikian pula dengan APBD, perlu diarahkan agar mendukung biaya operasional Satgas PTKIB daerah dalam proporsi tertentu. 2.
Dengan adanya perubahan organisasi kementerian/lembaga dan berdasarkan evaluasi keaktifan anggota TK-PTKIB dan dalam Satgas TK-PTKIB, susunan organisasi TK-PTKIB dan Satgas TK-PTKIB perlu disempurnakan. Namun sebelumnya perlu dipertimbangkan penugasan dari BNP2TKI dan Ditjen Bantuan dan Jaminan Sosial, Departemen Sosial yang berkepentingan mengurusi TKI dan Pekerja Migran. Perlu dikaji lebih mendalam, apakah keberadaan BNP2TKI dan Departemen Sosial, kewenangannya sudah cukup untuk memberikan pelayanan dan perlindungan kepada TKI/PM. Jika dirasakan telah cukup, maka keberadaan TK-PTKIB dan Satgasnya sebagai sebuah organisasi ad hoc yang dibentuk dengan Keppres No. 106 Tahun 2004 dapat diakhiri.
3.
Koordinasi Kebijakan Penanganan TKIB sejauh ini dinilai belum cukup untuk mengatasi masalah karena belum banyak menyentuh permasalahan yang menurut berbagai pemikiran pakar menyatakan bahwa masalah TKIB sebagian besar berada di dalam negeri, seperti kemudahan memperoleh KTP dengan data dipalsukan, kurangnya pengawasan lintas batas khususnya yang melalui pelabuhan tradisionil dan jalan-jalan tikus, lemahnya penyiapan calon TKI (pendidikan, keterampilan, bahasa), mahalnya biaya untuk berangkat bekerja ke luar negeri, praktek-praktek percaloan dan lain sebagainya yang telah disikapi oleh Pemerintah dengan mengeluarkan Inpres No. 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI.
Satgas TK-PTKIB Pusat
71
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Upaya peningkatan pengiriman TKI legal formal ke luar negeri tanpa dibarengi dengan peningkatan pengawasan lintas batas pelabuhan tradisionil dan jalur-jalur tikus serta upaya pemberdayaan calon TKI dan pembukaan kesempatan kerja di pedesaan, diperkirakan tidak akan membuahkan hasil yang maksimal. Program penanggulangan kemiskinan dan pembukaan kesempatan kerja di pedesaan melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri masih memerlukan sosialisasi yang lebih meluas khususnya kepada TKIB bahwa mereka kini mempunyai peluang untuk mendapatkan pekerjaan di desa asalnya, sehingga tidak perlu memaksakan mencari kerja di luar negeri, terlebih dengan persiapan yang tidak memadai. 4.
Koordinasi pemulangan TKIB sejak tahun 2006 lebih banyak melibatkan peran Departemen Sosial khususnya untuk pemulangan dan permakanan TKIB dari daerah entry point ke provinsi asal TKIB. Biaya pemulangan dan permakanan TKIB dari provinsi asal ke kabupaten/kota asal di provinsi yang bersangkutan, dibiayai oleh dana dekonstrasi Departemen Sosial yang disalurkan ke SKPD yang membidangi masalah sosial di provinsi. Untuk pemulangan TKIB deportan dari luar negeri, sejauh ini menjadi tanggungjawab Pemerintah Malaysia untuk mengirimnya ke daerah entry point terdekat di wilayah Indonesia. Perwakilan RI mendukung dengan mengklarifikasi bahwa deportan yang bersangkutan memang benar orang Indonesia. Bagi TKIB non-deportan, Perwakilan RI telah memberikan pelayanan dan perlindungan yang optimal kepada WNI yang bersangkutan. Untuk tahun 2008, dana dekonsentrasi Departemen Sosial di provinsi tidak lagi mengalokasikan biaya pemulangan dan permakanan TKIB dari provinsi asal ke kabupaten/kota asalnya di provinsi yang bersangkutan. Departemen Sosial mengharapkan adanya partisipasi APBD untuk biaya pemulangan TKIB dari provinsi ke daerah asalnya.
Satgas TK-PTKIB Pusat
72
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
5.
Koordinasi pemberdayaan TKIB dimotori oleh Departemen Sosial melalui pemberian bantuan sosial berupa sosialisasi, need assessment kebutuhan pengembangan usaha, pelatihan, pendampingan sosial, bantuan stimulan serta supervisi, monitoring dan evaluasi, yang dilakukan sendiri oleh Departemen Sosial melalui SKPD bidang sosial, atau bekerjasama dengan BNP2TKI, Depnakertrans dan lembaga sosial setempat. Sementara untuk pemberdayaan Calon TKI, Depnakertrans dan BNP2TKI sejauh ini masih mengarahkan terutama pada calon TKI legal formal. Untuk Departemen Sosial, program pemberdayaan pada tahap pra penempatan berupa sosialisasi kepada masyarakat dan pelatihan bagi calon pekerja migran (TKI), serta pemberian pinjaman modal untuk pemberangkatan yang disalurkan melalui bank. Sentra Pelayanan dan Penempatan TKI Kawasan Timur Indonesia (SP2TKI-KTI) yang telah diresmikan oleh Presiden RI tahun 2004 di Pare-pare, merupakan suatu model pemberdayaan calon TKI yang perlu terus dikembangkan oleh Pemerintah Pusat dan diperluas ke daerah-daerah transit lainnya (Medan, Tanjungpinang, Entikong, Nunukan).
6.
Koordinasi pemantauan dan evaluasi sejauh ini berjalan cukup baik dengan memanfaatkan sistem komunikasi (telepon, faksimil) dan sistem informasi (internet), sehingga berbagai permasalahan yang mendesak dapat segera diambil tindakan secara koordinatif. Namun untuk menyelesaikan masalah secara komprehensif, monitoring dan evaluasi secara langsung masih diperlukan, untuk mengatasi keterbatasan informasi dan komunikasi serta memperdalam penggalian masalah sehingga solusi yang dirumuskan mampu menjadi pengungkit bagi penyelesaian masalah secara keseluruhan.
7.
Koordinasi pelaksanaan tugas sewaktu-waktu dilaksanakan dengan mengoptimalkan berbagai sumber daya yang ada, karena seringkali di luar perencanaan yang ada.
Satgas TK-PTKIB Pusat
73
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Berdasarkan pada kesimpulan tersebut di atas, dalam rangka meningkatkan pelayanan dan perlindungan kepada TKI/PM dan atau TKIB/PMB, direkomendasikan hal-hal sebagai berikut: a.
Perlunya pembagian tugas yang jelas bagi kementerian/ lembaga yang berwenang menangani TKI dan atau Pekerja Migran, melalui Prosedur Tetap (Protap) atau Standar Operasional Prosedur (SOP) tentang penanganan TKI atau Pekerja Migran, baik di dalam maupun di luar negeri, sejak pra, selama dan purna penempatan, termasuk mereka yang bermasalah.
b.
Satgas TK-PTKIB Pusat (Kementerian Koordinator Bidang Kesra) mengkoordinasikan pengajuan dana operasional Satgas TKIB tahun anggaran 2008 yang belum tertampung di kementerian/lembaga pusat maupun SKPD di daerah yang bersangkutan, melalui mekanisme APBN-P Tahun 2008. Untuk tahun anggaran selanjutnya, dana operasional Satgas PTKIB Daerah dialokasikan di Departemen Sosial dan didukung oleh APBD secara proporsional. Untuk itu diperlukan adanya surat dari Menko Kesra kepada Menteri Sosial serta Pemda provinsi dan kabupaten/kota terkait, agar mengalokasikan dana operasional Satgas PTKIB dalam APBN dan APBD setempat.
c.
Askeskin sebagai sumber pembiayaan pelayanan kesehatan bagi TKIB yang telah berjalan selama ini, perlu diupayakan agar tetap dapat dipergunakan oleh TKIB. Untuk itu diperlukan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dari Menteri Kesehatan tentang mekanisme administratif yang harus dilakukan agar TKIB di daerah entry point dan daerah transit dapat mengakses Askeskin untuk dukungan pelayanan kesehatan bagi dirinya.
d.
Perlu peningkatan koordinasi Satgas TKIB daerah perbatasan dengan Pemerintah Malaysia setempat berkaitan dengan kerjasama penanganan TKIB, dengan fasilitator dari Departemen Luar Negeri dan Perwakilan RI yang bersangkutan.
Satgas TK-PTKIB Pusat
74
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
e.
Perlu perluasan dan peningkatan pelayanan Citizen Services (Pelayanan Warga) di seluruh Perwakilan RI di Malaysia (Kuala Lumpur, Penang, Johor Bahru, Kuching, Kota Kinabalu, Tawau dan lain-lain).
f.
Perlu peningkatan kualitas dan kuantitas shelter untuk pemulihan TKIB khususnya di daerah entry point yang banyak menerima pemulangan TKIB seperti Tanjungpinang, Entikong, dan Nunukan.
g.
Perlu pembangunan Sentra Pelayanan, Penempatan dan Pemberdayaan TKI di daerah-daerah sumber dan daerah transit pemberangkatan TKI ke luar negeri seperti Medan, Tanjungpinang, Entikong, Nunukan, Pare-pare, Mataram dan lain-lain.
h.
Peningkatan implementasi Undang-undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dalam rangka pelayanan kepada TKIB agar berkualitas dan memenuhi persyaratan.
i.
Pengembangan sistem dan peningkatan implementasi pendataan TKI yang terintegrasi di dalam dan luar negeri, dan antar daerah, melalui aplikasi sistem biometrik dalam rangka peningkatan sekuritas identitas TKI.
j.
Peningkatan kesempatan kerja di dalam negeri melalui program transmigrasi, perkebunan, dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri.
k.
Meningkatkan partisipasi kelembagaan masyarakat, Bintara Pembina Desa (Babinsa), Pemolisian Masyarakat (Polmas), dan Satuan Polisi Pamong Praja dalam pengawasan pelabuhan-pelabuhan tradisional di daerah perbatasan.
l.
Perlu kerjasama dengan kelembagaan masyarakat, pihak swasta dan lembaga pemerintah pusat dan daerah dalam sosialisasi dan advokasi cara-cara bermigrasi yang aman dalam mencari kerja di luar negeri.
Satgas TK-PTKIB Pusat
75
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
IV. PENUTUP
Demikian laporan kinerja TK-PTKIB ini disusun dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsinya sebagaimana diarahkan dalam Keputusan Presiden RI No. 106 Tahun 2004 yaitu agar pemulangan TKIB dari Malaysia dapat dilaksanakan secara bermartabat dan dengan menjunjung tinggi HAM, serta TKIB dapat dibina dan diberdayakan sehingga dapat menjadi TKI berkualitas dan memenuhi persyaratan. Selain sebagai laporan pelaksanaan Program Kerja TK-PTKIB Tahun 2007, laporan kinerja ini dimaksudkan sebagai bahan evaluasi agar tindak lanjut pemulangan TKIB dan penempatan TKI sesuai dengan persyaratan, dapat berlangsung lebih baik dan bermanfaat bagi tenaga kerja Indonesia. Kepada seluruh unsur TK-PTKIB dan unit teknis yang tergabung dalam Satgas TK-PTKIB Pusat dan Daerah yang telah bekerja ekstra keras dalam memberikan pelayanan terbaik dalam pemulangan TKIB dan penempatan TKI sesuai dengan persyaratan, kami sampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya, dengan harapan agar tahun 2008 dapat lebih baik lagi bekerja. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa berkenan menerima amal pekerjaan kita dan memberikan kekuatan dan petunjuk-Nya dalam penugasan selanjutnya.
Jakarta,
Desember 2007
Deputi Menko Kesra Bidang Koordinasi Pemberdayaan Perempuan, selaku Ketua Tim Koordinasi Pelaksanaan dan Pemantauan Satgas TK-PTKIB.
Satgas TK-PTKIB Pusat
76