Khaerul Amin, ( Tugas Meringkas ).docx

  • Uploaded by: erul
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Khaerul Amin, ( Tugas Meringkas ).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,857
  • Pages: 23
TUGAS MERINGKAS MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

DISUSUN OLEH : KHAERUL AMIN TRISETYO NIM : 180601007

D4 ANESTESIOLOGI UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA PURWOKERTO 2018

PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH BANGSA INDONESIA HINGGA MASA KINI.

A. MASA AWAL KEMERDEKAAN Dengan ditetapkannya Pancasila dan UUD 1945 oleh PPKI merupakan modal berharga bagi terselenggarakannya roda pemerintahan negara RI. Paling tidak, bangsa Indonesia telah memiliki ketentuan-ketentuan yang pasti dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Namun, sebelum semua alat perlengkapan negara tersusun, bangsa Indonesia dihadapkan persoalan eksternal yaitu kehadiran tentara Sekutu dan NICA ke wilayah Indonesia.sebagaimana kita ketahui bahwa pada tanggal 29 September 1945, sekutu bersama orang-orang NICA dengan mengatasnamakan Palang Merah Internasional mendarat di Surabaya untuk mengurus orang-orang Belanda bekas tawanan tentara Jepang. Bagi bangsa dan Pemerintah Indonesia kehadiran mereka sebenarnya bukan masalah. Artinya, bangsa dan Pemerintah Indonesia dapat menerima, bahkan membantunya apabila diperlukan. Namun dalam perkembangannya, orang-orang NICA terus berusaha menguasai wilayah Indonesia (Nederlands Indies) secara de facto. Itulah sebabnya Wolhoff dalam bukunya “Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara” mengatakan bahwa sejak 17 Agustus 1945 dalam sebagian wilayah negara Koninkrijk de Nederlander (wilayah Hindia Belanda) berkembanglah dua macam pemerintah, yaitu sentral dan lokal. a. Pemerintah Republik Indonesia memprtahankan hak kedaulatannya atas seluruh bekas wilayah Hindia Belanda, baik tehdap dunia internasionalberdasarka hak mutlak setiap bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri. b. Pemerintah Nederlandshe, suatu persekutuan hukum otonom dalam ikatan negara Koninkrijk der Nederlander yang kedaulatannya atas wilayah Hindia Belanda diakui secara de jure dunia internasional berdasarkan traktat-traktat dan perjanjian-perjanjian internasional yang lain berusaha menguasai kembali.

Begitulah Konstelasi politik sesudah ProklamasiKemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, membawa konsekuensi bagi bangsa dan negara Indonesia untuk berjuang dalam rangka mempertahankan dan menguasai secara de facto atas seluruh wilayah Indonesia. Bangsa Indonesia dengan segala kemampuan dan keyakinan yang ada siap mengusir penjajah yang hendak kembali menginjak-injak kemerdekaan itu. Dalam masa-masa 1945-1949 segala perhatian bangsa dan negara Indonesia benar-benar tercurahkan untuk menuangkan perang kemerdekaan. Oleh karena itu, sistem pemerintah dan kelembagaan sebagaimana ditentukan dalam UUD 1945 belum dapat dilaksanakan.

Waktu itu masih terus diberlakukan ketentuan. Aturan Peralihan pasal IV UUD 1945 yang mengatakan bahwa: Sebelum

Majelis Permusyawaratan

Rakyat, Dewan

Perwakilan Rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut UUD ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan Komite Nasional. Namun karena kuatnya tekanan yang dilakukan orang-orang NICA, maka dalam rangka mengoptimalkan semua kekuatan bangsa Wakil Presiden Drs. Mocammad Hatta mengeluarkan Maklumat Wakil Presiden No. X pada tanggal 16 Oktober 1945. Maklumat ini pada dasarnya berisi perubahan kedudukan Komite Nasional Indonesia sebagai pembantu Presiaden menjadi lembaga legislatif. Perubahan ini sebenarnya bukan persoalan karena memiliki tujuan yang baik. Apakah maklumat tersebut dapat dikatakan sebagai penyimpangan UUD 1945? Inilah persoalan yang menarik untuk dikaji. Di satu sisi, setiap orang berhak menyatakan bahwa Maklumat Wakil Presiden No. X merupakan penyimpangan dan sisi lain, orang juga berhak menyatakan sebagai bukan penyimpangan kaena bisa dianggap sebagai amandemen. Lebih-lebih, jika dikaitkan dengan kenyataan bahwa pada waktu itu belum ada lembaga legislatif. Seiring dengan perkembangan yang terjadi, pemerintah mengeluarkan Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 tentang pembentukan partai-partai politik. Maklumat ini dikeluarkan atas dasar semakin meluasnya desakan dari masyarakat agar pemerintah memberi kebebasan masyarakat untuk membentuk partai politik. Kebijaksanaan ini mengandung arti positif, terutama dalam rangka memanfaatkan seluruh kekuatan bangsa. Bukan partai politik merupakan organisasi yang paling mampu mengorganisasikan para pengikutnya secara baik. Sejak saat itu, lahirlah partai-partai politik di wilayah Indonesia dalam jumlah yang sangat besar. Lahirnya partai politik ini membawa perkembangan baru yaitu munculnya desakan agar sistem Presidentil Kabinet diganti dengan sistem Parlementer Kabinet. Untuk itu, pemerintah akhirnya mengeluarkan Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 tentang perubahan sistem Kabinet Presidentil menjadi Kabinet Parlementer. Perubahan ini berdasarkan usul Badan Pekerja Komite Nasioanal Indonesia Pusat pada tanggal 11 Nopember 1945. Perubahan ini nyatanyata merupakan penyimpangan konstitusional. Sejak lahirnya Maklumat Pemerintah 14 Nopember 1945, maka di Indonesia berlangsung sistem

pertanggungjawaban Menteri-Menteri kepada parlemen. Ini

berarti sejak saat itu kepala pemerintah (eksekutif) diegang oleh Perdana Menteri sebagai pimpinan kabinet. Secara bersama-sama atau sendiri-sendiri, Perdana Menteri dan para Menteri bertanggungjawab kepada KNIP, tidak bertanggungjawab kepada Presiden seperti yang dikehendaki oleh UUD 1945.

Sementara mengusir orang-orang NICA belum juga berhasil. Bagi Bangsa Indonesia hak untuk menentukan nasib sendiri merupakan hak yang harus dibela dan dipertahankan, serta harus diperjuangkan dengan segala konsekuensinya sebagai negara yang telah merdeka dan berdaulat. Sikap seperti ini terbukti dengan munculnya perlawanan-perlawanan rakyat terhadap tentara Inggris dan NICA di setiap daerah yang mereka datangi. Pertempuran terjadi di mana-mana, seperti Ambarawa, Surabaya, Bndung, dan sebagainya. Munculnya perlawanan yang sengit dari rakyat Indonesia, memaksa Belanda untuk mengadakan perundingan dengan pemerintah Indonesia. Perundingan-perundingan yang dilakukan berhasil menghasilkan perjanjian-perjanjian, meskipun oleh Belanda sering dilanggar dan dikhianati. Sementara, pemerintah Indonesia (PM Syahrir maupun PM Amir Syarifuddin) tidak mampu memaksakan isi perjanjian kepada Belanda sehingga akhirnya kedua Kepala Pemerintahan tidak mendapat kepercayaan dari rakyat. Akhirnya, Kepala Pemerintahan diambil alih oleh Wakil Presiden, Drs. Mochammad Hatta. Dengan sendirinya, sistem kabinet Presidentil. Setelah melalui perjuangan yang panjang, akhirnya Belanda mengakui kedaulatan Indonesia, namun Bangsa Indonesia terpaksa harus menerima berdirinya negara yang tidak sesuai dengan cita-cita Proklaamasi 17 Agustus 1945 dan tidak sesuai kehendak UUD 1945. Negara Kesatuan Republik Indonesia terpaksa berubah menjadi Negara Indonesia Serikat (Republik Indonesia Serikat) berdasarkan Konstitusi RIS.

B. MASA ORDE LAMA Pada masa Orde lama, Pancasila dipahami berdasarkan paradigma yang berkembang pada situasi dunia yang diliputi oleh tajamnya konflik ideologi. Pada saat itu kondisi politik dan keamanan dalam negeri diliputi oleh kekacauan dan kondisi sosial-budaya berada dalam suasana transisional dari masyarakat terjajah (inlander) menjadi masyarakat merdeka. Masa orde lama adalah masa pencarian bentuk implementasi Pancasila terutama dalam sistem kenegaraan. Pancasila diimplementasikan dalam bentuk yang berbeda-beda pada masa orde lama. Terdapat 3 periode implementasi Pancasila yang berbeda, yaitu periode 1945-1950, periode 1950-1959, dan periode 1959-1966. Pada periode 1945-1950, implementasi Pancasila bukan saja menjadi masalah, tetapi lebih dari itu ada upaya-upaya untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara dengan faham komunis oleh PKI melalui pemberontakan di Madiun tahun 1948 dan oleh DI/TII yang akan mendirikan negara dengan dasar islam. Pada periode ini, nilai persatuan dan kesatuan masih tinggi ketika menghadapi Belanda yang masih ingin mempertahankan penjajahannya di bumi Indonesia. Namun setelah penjajah dapat diusir, persatuan mulai mendapat tantangan. Dalam kehidupan politik, sila keempat yang mengutamakan musyawarah dan mufakat tidak dapat dilaksanakan,sebab demokrasi yang diterapkan

adalah demokrasi parlementer, dimana presiden hanya berfungsi sebagai kepala negara, sedang kepala pemerintahan dipegang oleh Perdana Menteri. Sistem ini menyebabkan tidak adanya stabilitas pemerintahan. Kesimpulannya walaupun konstitusi yang digunakan adalah Pancasila dan UUD 1945 yang presidensiil, namun dalam praktek kenegaraan system presidensiil tak dapat diwujudkan. Pada periode 1950-1959, walaupun dasar negara tetap Pancasila, tetapi rumusan sila keempat bukan berjiwakan musyawarah mufakat, melainkan suara terbanyak (voting). Sistem pemerintahannya yang liberal sehingga lebih menekankan hak-hak individual. Pada periode ini persatuan dan kesatuan mendapat tantangan yang berat dengan munculnya pemberontakan RMS, PRRI, dan Permesta yang ingin melepaskan diri dari NKRI. Dalam bidang politik, demokrasi berjalan lebih baik dengan terlaksananya pemilu 1955 yang dianggap paling demokratis. Tetapi anggota Konstituante hasil pemilu tidak dapat menyusun UUD seperti yang diharapkan. Hal ini menimbulkan krisis politik, ekonomi, dan keamanan, yang menyebabkan pemerintah mengeluarkan Dekrit Presiden 1959 untuk membubarkan Konstituante, UUD 1950 tidak berlaku, dan kembali kepada UUD 1945. Kesimpulan yang ditarik dari penerapan Pancasila selama periode ini adalah Pancasila diarahkan sebagai ideology liberal yang ternyata tidak menjamin stabilitas pemerintahan. Pada periode 1956-1965, dikenal sebagai periode demokrasi terpimpin. Demokrasi bukan berada pada kekuasaan rakyat sehingga yang memimpin adalah nilai-nilai Pancasila tetapi berada pada kekuasaan pribadi presiden Soekarno. Terjadilah berbagai penyimpangan penafsiran terhadap Pancasila dalam konstitusi. Akibatnya Soekarno menjadi otoriter, diangkat menjadi presiden seumur hidup, politik konfrontasi, menggabungkan Nasionalis, Agama, dan Komunis, yang ternyata tidak cocok bagi NKRI. Terbukti adanya kemerosotan moral di sebagian masyarakat yang tidak lagi hidup bersendikan nilai-nilai Pancasila, dan berusaha untuk menggantikan Pancasila dengan ideologi lain. Dalam mengimplentasikan Pancasila, Bung Karno melakukan pemahaman Pancasila dengan paradigma yang disebut USDEK. Untuk memberi arah perjalanan bangsa, beliau menekankan pentingnya memegang teguh UUD 45, sosialisme ala Indonesia,demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin dan kepribadian nasional. Hasilnya terjadi kudeta PKI dan kondisi ekonomi yang memprihatinkan. Walaupun posisi Indonesia tetap dihormati di dunia internasional dan integritas wilayah serta semangat kebangsaan dapat ditegakkan. Kesimpulan yang ditarik adalah Pancasila telah diarahkan sebagai ideology otoriter, konfrotatif dan tidak member ruang pada demokrasi bagi rakyat.

C. MASA ORDE BARU MPR RI pada Sidang Umumnya tahun 1978 menerbitkan Ketetapan MPR RI No.II/MPR/1978, tentangPedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila tertanggal 22 Maret 1978. Pasal 5 dari Ketetapan tersebut menyebutkan bahwa:”Presiden sebagai Mandataris MPR atau sebagai Presiden bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengusahakan agar Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila tersebut dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.” Maka dalam waktu yang singkat Presiden mengambil langkah-langkah untuk mengimplementasikan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4) tersebut.

Implementasi Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4) Setelah diadakan koordinasi antara lembaga-lembaga yang diharapkan untuk menangani implementasi P-4, pada tanggal 3 Agustus 1978, sekitar lima bulan setelah terbit TAP II/MPR/1978, Presiden menerbitkan Instruksi Presiden No.10 tahun 1978, tentang Penataran Pegawai Republik Indonesia mengenai Hasil-hasil Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tahun 1978. Adapun pertimbangannya mengapa Pegawai Republik Indonesia didahulukan dalam memahami dan mengamalkan Pancasila, karena Pegawai Republik Indonesia adalah aparat Pemerintah dan Negara yang harus lebih dahulu untuk mengamalkan Pancasila dalam melaksanakan tugas, utamanya dalam melayani masyarakat. Isi instruksi tersebut adalah agar Menteri-menteri, Jaksa Agung, Kepala Lembaga Nondepartemen, Gubernur Bank Indonesia, dan Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I menyelenggarakan penataran bagi pegawai dalam lingkungan masing-masing mengenai hasil-hasil Sidang Umum MPR RI tahun 1978, utamanya mengenai P-4. Pada lampiran dari Instruksi Presiden No.10 tahun 1978, pada pasal 4 disebutkan terdapat lima tingkat penataran yakni penataran tingkat (a) Nasional, (b) Instansi Pusat, (c) Propinsi, (d) Kabupaten/Kotamadya, (e) Kecamatan. Penataran tersebut menghasilkan tiga buku, yakni (1) Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, (2) Undang-Undang Dasar 1945, dan (3) Garis-garis Besar Haluan Negara, merupakan materi pelengkap yang dipergunakan dalam penataran P4.Adapun materi pokok adalah (1) TAP MPR RI No.II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, (2) UUD 1945, dan TAP MPR RI tentang Garis garis Besar Haluan Negara.Bahan tersebut merupakan tiga hal saling kait mengkait dalam pelaksanaan pembangunan bangsa. Berhubungan dengan pentingnya tiga bahan tersebut Presiden Soeharto, pada waktu membuka penataran calon Penatar tingkat Nasional di Istana Bogor pada tanggal 1 Oktober 1978, menegaskan bahwa: Pancasila adalah sumber dari segala gagasan kita mengenai wujud masyarakat yang kita anggap baik, yang menjamin kesentosaan kita semua, yang mampu memberi

kesejahteraan lahir batin bagi kita semua.Pancasila lah yang menjiwai Undang-Undang Dasar 1945. Karena itu Undang-Undang Dasar 1945 tidak akan kita fahami atau mungkin kita laksanakan secara keliru jika kita tidak memahami Pancasila. Selanjutnya apa yang diamanatkan oleh Pancasila dan apa yang ditunjukkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 harus tercermin dalam Garis-garis Besar Haluan Negara, yang merupakan strategi pembangunan kita dalam setiap tahap. Karena itu untuk melaksanakan Garisgaris Besar Haluan Negara sesuai dengan cita-cita Kemerdekaan, maka kita semua harus memahami dan menghayati Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 itu sendiri.

Penataran P-4 dan Indoktrinasi Penyelenggaraan penataran P-4 adalah merupakan realisasi Ketetapan MPR RI, jadi merealisasikan kehendak rakyat. Pelaksanaan penataran P-4 diselenggarakan sesuai dengan tata cara demokrasi yang dianut oleh bangsa Indonesia. Jadi kalau Presiden kemudian menetapkan dan mengatur pelaksanaan penataran P-4 tiada lain adalah mengemban amanat MPR RI. Namun ada pula yang menuduh bahwa penyelenggaraannya terlalu indoktrinatif, bahkan ada yang mempersoalkan, apakah masalah moral warganegara itu menjadi tanggung jawab negara?Sejauh mana negara memiliki kewenangan dalam mengatur moral warganegaranya?Dapatkah

negara

memaksakan

sesuatu

nilai

tertentu

pada

warganegaranya?Pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan yang sangat mendasar, bahkan mungkin sangat filosofis.Apakah sebenarnya indoktrinasi itu? Indoktrinasi adalah suatu tindakan atau proses untuk mentranformasikan ajaran atau prinsip tertentu. Setiap proses pendidikan dan pengajaran pasti mengandung tindakan indoktrinasi, yakni untuk mentranformasikan prinsip-prinsip atau nilai-nilai tertentu. Dalam kehidupan bersama pasti diperlukan adanya common denominator, adanya common platform, yang dipergunakan sebagai dasar terjadinya kehidupan bersama. Secara sadar ataupun tidak sadar terjadilah proses indoktrinasi. Apabila tranformasi tersebut berlangsung secara alami, maka tidak dikatakan indoktrinasi, tetapi apabila berlangsung dalam proses paksaan maka lalu dikatakan indoktrinasi. Jadi sebenarnya suatu proses transformasi prinsip dan nilai tergantung pada pendekatan dan metoda yang diterapkan, sehingga dikatogarikan sebagai indoktrinasi dan bukan.

D. MASA REFORMASI (MASA KINI) Terlepas dari kenyataan yang ada, gerakan reformasi sebagai upaya memperbaiki kehidupan bangsa Indonesia ini harus dibayar mahal, terutama yang berkaitan dengan dampak politik, ekonomi, sosial, dan terutama kemanusiaan.Para elite politik cenderung hanya memanfaatkan gelombang reformasi ini guna meraih kekuasaan sehingga tidak mengherankan apabila banyak terjadi perbenturan kepentingan politik.Berbagai gerakan

muncul disertai dengan akibat tragedi kemanusiaan yang sangat memilukan.Banyaknya korban jiwa dari anak-anak bangsa dan rakyat kecil yang tidak berdosa merupakan dampak dari benturan kepentingan politik. Tragedi “amuk masa” di Jakarta, Tangerang, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Irian Jaya, serta daerahdaerah lainnya merupakan bukti mahalnya sebuah perubahan. Dari peristiwa-peristiwa tersebut, nampak sekali bahwa bangsa Indonesia sudah berada di ambang krisis degradasi moral dan ancaman disintegrasi. Kondisi sosial politik ini diperburuk oleh kondisi ekonomi yang tidak berpihak kepada kepentingan rakyat. Sektor riil sudah tidak berdaya sebagaimana dapat dilihat dari banyaknya perusahaan maupun perbankan yang gulung tikar dan dengan sendirinya akan diikuti dengan pemutusan hubungan kerja (PHK). Jumlah pengangguran yang tinggi terus bertambah seiring dengan PHK sejumlah tenaga kerja potensial.Masyarakat kecil benar-benar menjerit karena tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup seharihari.Kondisi ini diperparah dengan naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) dan listrik, serta harga bahan kebutuhan pokok lainnya. Upaya pemerintah untuk mengurangi beban masyarakat dengan menyediakan dana sosial belum dapat dikatakan efektif karena masih banyak terjadi penyimpangan dalam proses penyalurannya. Ironisnya kalangan elite politik dan pelaku politik seakan tidak peduli den bergaming akan jeritan kemanusiaan tersebut. Di balik keterpurukan tersebut, bangsa Indonesia masih memiliki suatu keyakinan bahwa krisis multidimensional itu dapat ditangani sehingga kehidupan masyarakat akan menjadi lebih baik. Apakah yang dasar keyakinan tersebut? Ada beberapa kenyataan yang dapat menjadi landasan bagi bangsa Indonesia dalam memperbaiki kehidupannya, seperti: (1) adanya nilai-nilai luhur yang berakar pada pandangan hidup bangsa Indonesia; (2) adanya kekayaan yang belum dikelola secara optimal; (3) adanya kemauan politik untuk memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA

A. Hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 Pada hakekatnya inti dari pembukaan UUD 1945 adalah terdapat dalam alinea IV. Sebab dalam alinea IV tersebut mencakup segala aspek penyelenggaraan pemerintahan Negara yang berdasarkan Pancasila. Hubungan antara Pembukaan UUD 1945 adalah bersifat timbal balik sebagai berikut: 1) Hubungan Formal Pancasila merupakan norma dasar hukum yang positif. Dengan demikian tata kehidupan bernegara tidak hanya bertopang pada asas-asas sosial, politik dan ekonomi saja, akan tetapi juga perpaduan asas-asas kultural, religius dan kenegaraan yang unsurnya terdapat dalam Pancasila. Rumusan Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia adalah seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV, yang berdasarkan pengertian ilmiah merupakan Pokok Kaidah Negara yang fundamental. Pemmbukaan UUD 1945 berfungsi dan berkedudukan sebagai Mukadimah dari UUD 1945 dalam kesatuan yang tidak dapatdipisahkan, juga sebagai suatu yang bereksistensi sendiri yang hakekat hukumnya berbeda dengan pasal-pasalnya. Sehingga posisi Pancasila sebagai inti Pembukaan UUD 1945 sangat kuat dan permanen. Perumusan yang menyimpang dari pembukaan tersebut adalah tidak sah, hal ini telah diatur dalam ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1996, (juncto Tap No. V/MPRS/1973). 2) Hubungan Secara Material Hubungan kedua antara Pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila adalah hubungan secara formal. Bila ditinjau dari proses perumusan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945, secara kronologis materi pertama yang dibahas oleh BPUPKI adalah dasar filsafat Pancasila baru kemudian Pembukaan UUD 1945. Setelah itu tersusunlah Piagam Jakarta yang disusun oleh panitia 9 sebagai wujud bentuk pertama Pembukaan UUD 1945. Berdasarkan urutan tertib hukum Indonesia, Pembukaan UUD 1945 adalah tertib hukum yang tertinggi, yang bersumber dari Pancasila. Deengan kata lain Pancasila merupakan sumber tertib hukum Indonesia. Secara material tertib hukum Indonesia adalah dijabarkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. B. Penjabaran Pancasila dalam Batang Tubuh UUD NRI tahun 1945 Hubungan Pembukaan UUD NRI tahun 1945 yang memuat Pancasila dengan batang tubuh UUD NRI tahun 1945 bersifat kausal dan organis. Hubungan kausal mengandung pengertian Pembukaan UUD NRI tahun 1945 merupakan penyebab keberadaan batang

tubuh UUD NRI tahun 1945, sedangkan hubungan organis berarti Pembukaan dan batang tubuh UUD NRI tahun 1945 merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Sesuai dengan Penjelasan UUD NRI tahun 1945, Pembukaan UUD mengandung empat pokok pikiran, yaitu : a. Pokok pikiran pertama berintikan ‘Persatuan’ b. Pokok pikiran kedua berintikan ‘Keadilan sosial’ c. Pokok pikiran ketiga berintikan ‘Kedaulatan rakyat’ d. Pokok pikiran keempat berintikan ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’

1) Pokok pikiran pertama menegaskan bahwa aliran pengertian negara persatuan diterima dalam Pembukaan UUD NRI tahun 1945. 2) Pokok pikiran kedua merupakan penegasan tujuan atau suatu cita-cita yang hendak dicapai. 3) Pokok pikiran ketiga mengandung konsekuensi logis yang menunjukkan bahwa sistem negara yang terbentuk dalam Undang-Undang Dasar harus berdasar atas kedaulatan rakyat dan permusyawaratan perwakilan. 4) Pokok pikiran keempat menuntut konsekuensi logis, yaitu Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. 5) MPR RI telah melakukan amandemen UUD NRI tahun 1945 sebanyak empat kali yang terjadi pada 19 Oktober 1999, 18 Agustus 2000, 9 November 2001, dan 10 Agustus 2002. Amandemen dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu: pertama, pasal-pasal yang terkait aturan pemerintahan negara dan kelembagaan negara; kedua, pasal-pasal yang mengatur hubungan antara negara dan penduduknya yang meliputi warga negara, agama, pertahanan negara, pendidikan, dan kesejahteraan sosial; ketiga, pasal-pasal yang berisi materi lain berupa aturan mengenai bendera negara, bahasa negara, lambang negara, lagu kebangsaan, perubahan UUD, aturan peralihan, dan aturan tambahan.

C. Implementasi Pancasila dalam pembuatan kebijakan negara dalam bidang Politik, Ekonomi, Sosial Budaya dan Hankam Adapun

implementasi

dalam

pembuatan

kebijakan

Negara

dalam

bidang

POLSEKBUDHANKAM diantaranya: 1) Pokok-pokok pikiran persatuan, keadilan sosial, kedaulatan rakyat, dan Ketuhanan Yang Maha Esa yang terkandung dalam Pembukaan UUD NRI tahun 1945 merupakan pancaran dari Pancasila untuk mewujudkan cita-cita hukum.

2) Penjabaran keempat pokok pikiran tersebut mencakup empat aspek kehidupan bernegara, yaitu: politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan yang disingkat menjadi POLEKSOSBUD HANKAM. 3) Aspek politik dituangkan dalam pasal 26, pasal 27 ayat (1), dan pasal 28. Aspek ekonomi dituangkan dalam pasal 27 ayat (2), pasal 33, dan pasal 34. 4) Aspek sosial budaya dituangkan dalam pasal 29, pasal 31, dan pasal 32. Aspek pertahanan keamanan dituangkan dalam pasal 27 ayat (3) dan pasal 30. 5) Pasal 26 ayat (1) dengan tegas mengatur siapa-siapa saja yang dapat menjadi warga negara Republik Indonesia. (2) menyatakan bahwa penduduk ialah warga Negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. 6) Adapun pada pasal 29 ayat (3) dinyatakan bahwa syarat-syarat menjadi warga negara dan penduduk Indonesia diatur dengan undang-undang. 7) Pasal 27 ayat (1) menyatakan kesamaan kedudukan warga negara di dalam hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya. Pasal 28 menetapkan hak warga negara dan penduduk untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya, yang diatur dengan undang-undang.Pasal 26, 27 ayat (1), dan 28 di atas adalah penjabaran dari pokok-pokok pikiran kedaulatan rakyat dan kemanusiaan yang adil dan beradab yang masing-masing merupakan pancaran dari sila keempat dan kedua Pancasila. Kedua pokok pikiran ini adalah landasan bagi kehidupan nasional bidang politik di negara Republik Indonesia.

IMPLEMENTASI PANCASILA DALAM PEMBUATAN KEBIJAKAN NEGARA Secara yuridis-konstitusional kedudukan Pancasila sudah jelas, bahwa Pancasila adalah pandangan hidup bangsa, dasar negara Republik Indonesia, dan sebagai ideologi nasional. Sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila merupakan kristalisasi nilai-nilai yang kebenarannya diakui, dan menimbulkan tekad untuk dilaksanakan dalam kehidupan seharihari. Sejarah telah mengungkapkan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin baik, di dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Menyadari bahwa untuk kelestarian kemampuan dan kesaktian Pancasila itu, perlu diusahakan secara nyata dan terus menerus penghayatan dan pengamalan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya oleh setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah. Pancasila sebagai dasar negara dan landasan idil bangsa Indonesia, dewasa ini dalam zaman reformasi telah menyelamatkan bangsa Indonesia dari ancaman disintegrasi selama lebih dari lima puluh tahun. Namun sebaliknya sakralisasi dan penggunaan berlebihan dari ideologi Negara dalam format politik orde baru banyak menuai kritik dan protes terhadap pancasila. Sejarah implementasi pancasila memang tidak menunjukkan garis lurus bukan dalam pengertian keabsahan substansialnya, tetapi dalam konteks implementasinya. Tantangan terhadap pancasila sebagai kristalisasi pandangan politik berbangsa dan bernegara bukan hanya bersal dari faktor domestik, tetapi juga dunia internasional. Pada zaman reformasi saat ini pengimplementasian pancasila sangat dibutuhkan oleh masyarakat, karena di dalam pancasila terkandung nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang sesuai dengan kepribadian bangsa. Selain itu, kini zaman globalisasi begitu cepat menjangkiti negara-negara di seluruh dunia termasuk Indonesia. Gelombang demokratisasi, hak asasi manusia, neo-liberalisme, serta neo-konservatisme dan globalisme bahkan telah memasuki cara pandang dan cara berfikir masyarakat Indonesia. Hal demikian bisa meminggirkan pancasila dan dapat menghadirkan sistem nilai dan idealisme baru yang bertentangan dengan kepribadian bangsa. Implementasi merupakan

suatu

pancasila realisasi

dalam praksis

kehidupam untuk

bermasyarakat

mencapai

tujuan

pada

hakikatmya

bangsa.

Adapun

pengimplementasian tersebut di rinci dalam berbagai macam bidang antara lain POLEKSOSBUDHANKAM.

Pengimplementasian Pancasila Berikut beberapa implementasi pancasila diberbagai bidang : 1. Implementasi pancasila dalam bidang politik. Pembangunan dan pengembangan bidang politik harus mendasarkan pada dasar ontologis manusia. Hal ini di dasarkan pada kenyataan objektif bahwa manusia adalah sebagai subjek Negara, oleh karena itu kehidupan politik harus benar-benar merealisasikan tujuan demi harkat dan martabat manusia. Pengembangan politik Negara terutama dalam proses reformasi dewasa ini harus mendasarkan pada moralitas sebagaimana tertuang dalam sila-sila pancasila dam esensinya, sehingga praktek-praktek politik yang menghalalkan segala cara harus segera diakhiri. Implementasi pancasila dalam pembuatan kebijakan negara dalam bidang politik dituangkan dalam pasal 26, 27 ayat (1), dan pasal 28. Pasal-pasal tersebut adalah penjabaran dari pokok-pokok pikiran kedaulatan rakyat dan kemanusiaan yang adil dan beradap yang masing-masing merupakan pancaran dari sila ke-4 dan ke-2 pancasila. Kedua pokok pikiran ini adalah landasan bagi kehidupan nasional bidang politik di Negara Republik Indonesia. Berdasarkan penjabaran kedua pokok pikiran tersebut, maka pembuatan kebijakan negara dalam bidang politik harus berdasar pada manusia yang merupakan subyek pendukung pancasila, sebagai mana dikatakan oleh Noto Nagoro (1975:23) bahwa yang berketuhanan, berkemanusiaan,berpersatuan, berkerakyatan, dan berkeadilan adalah manusia. Manusia adalah subyek negara dan oleh karena itu politik negara harus berdasar dan merealisasikan harkat dan martabat manusia di dalamnya. Hal ini dimaksudkan agar sistem politik negara dapat menjamin hak-hak asasi manusia.Dengan kata lain, pembuatan kebijakan negara dalam bidang politik di Indonesia harus memperhatikan rakyat yang merupakan pemegang kekuasaan atau kedaulatan berada di tangan rakyat. Selain itu, sistem politik yang dikembangkan adalah sistem yang memperhatikan pancasila sebagai dasar-dasar moral politik. 2. IMPLEMENTASI PANCASILA DALAM BIDANG EKONOMI. Di dalam dunia ilmu ekonomi terdapat istilah yang kuat yang menang, sehingga lazimnya pengembangan ekonomi mengarah pada persaingan bebas dan jarang mementingkan moralitas kemanusiaan. Hal ini tidak sesuai dengan Pancasila yang lebih tertuju kepada ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang humanistic yang mendasarkan pada tujuan demi kesejahteraan rakyat secara luas (Mubyarto,1999). Pengembangan ekonomi bukan hanya mengejar pertumbuhan saja melainkan demi kemanusiaan, demi kesejahteraan seluruh masyarakat. Maka sistem ekonomi Indonesia mendasarkan atas kekeluargaan seluruh bangsa.

Implementasi pancasila dalam pembuatan kebijakan negara dalam bidang politik dituangkan dalam pasal 27 ayat (2), pasal 33 dan pasal 34. Pasal-pasal tersebut adalah penjabaran dari pokok-pokok pikiran kedaulatan rakyat dan keadilan sosial yang masingmasing merupakan pancaran dari sila ke 4 dan sila ke-5 pancasila. Kedua pokok pikiran ini adalah landasan bagi pembangunan sistem ekonomi pancasila dan kehidupan ekonomi nasional. Berdasarkan penjabaran pokok-pokok pikiran tersebut, maka pembuatan kebijakan negara dalam bidang ekonomi di indonesia dimaksudkan untuk menciptakan sistem perekonomian yang bertumpu pada kepentingan rakyat dan berkeadilan. Salah satu pemikiran yang sesuai dengan maksud ini adalah gagasan ekonomi kerakyatan yang dilontarkan oleh Mubyarto, sebagaimana dikutip oleh Kaelan (2000:239), yaitu pengembangan ekonomi bukan hanya mengejar pertumbuhan, melankan demi kemanusiaan, demi kesejahteraan seluruh bangsa. Dengan kata lain, pengembangan ekonomi tidak bisa di pisahkan dengan nilai-nilai moral kemanusiaan. 3. IMPLEMENTASI PANCASILA DALAM BIDANG SOSIAL DAN BUDAYA Dalam pembangunan dan pengembangan aspek sosial budaya hendaknya didasarkan atas sistem nilai yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Terutama dalam rangka bangsa Indonesia melakukan reformasi di segala bidang dewasa ini. Sebagai anti-klimaks proses reformasi dewasa ini sering kita saksikan adanya stagnasi nilai social budaya dalam masyarakat sehingga tidak mengherankan jikalau di berbagai wilayah Indonesia saat ini terjadi berbagai gejolak yang sangat memprihatinkan antara lain amuk massa yang cenderung anarkis, bentrok antara kelompok masyarakat satu dengan yang lainnya yang muaranya adalah masalah politik. Oleh karena itu dalam pengembangan social budaya pada masa reformasi dewasa ini kita harus mengangkat nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia sebagai dasar nilai yaitu nilai-nilai pancasila itu sendiri. Dalam prinsip etika pancasila pada hakikatnya bersifat humanistic, artinya nilai-nilai pancasila mendasarkan pada nilai yang bersumber pada harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya. Implementasi pancasila dalam pembuatan kebijakan negara dalam bidang politik dituangkan dalam pasal , 29, pasal 31, dan pasal 32. Pasal-pasal tersebut adalah penjabaran dari pokok-pokok pikiran Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradap, dan persatuan yang massing-masing merupakan pancaran dari sila pertama, kedua, dan ke-tiga pancasila. Ketiga pokok pikiran ini adalah landasan bagi pembangunan bidang kehidupan keagamaan, pendidikan, dan kebudayaan nasional. Berdasarkan penjabaran pokok-pokok pikiran tersebut, maka implementasi pancasila dalam pembuatan kebijakan negara dalam bidang sosial budaya mengandung pengertian bahwa nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat indonesia harus diwujudkan dalam ptoses pembangunan masyarakat dan kebudayaan di indonesia. Dengan demikian, pancasila sebagai sumber nilai dapat menjadi arh bagi kebijakan

negara dalam mengembangkan krhidupan sosial budaya indonesia yang beradab, sesuai dengan sila ke-2, kemanusiaan yang adil dan beradab.Pengembangan sosial budaya harus dilakukan dengan mengangkat nilai-nilaiyang dimliki bangsa indonesia, yaitu nilai-nilai pancassila. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari fungsi pancasila sebagai sebuah sistem etika yang keseluruhan nilainya bersumber dari harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang beradap.

4. IMPLEMENTASI

PANCASILA

DALAM

BIDANG

PERTAHANAN

DAN

KEAMANAN. Negara pada hakikatnya adalah merupakan suatu masyarakat hukum. Demi tegaknya hak-hak warga negara maka diperlukan peraturan perundang-undangan negara, baik dalam rangka mengatur ketertiban warga maupun dalam rangka melindungi hak-hak warganya. Implementasi pancasila dalam pembuatan kebijakan negara dalam bidang politik dituangkan dalam pasal 27 ayat (3) dan pasal 30. Pasal-pasal tersebut merupakan penjabaran dari pokok pikiran persatuan yang merupakan pancaran dari sila pertama pancasila. Pokok pikiran ini adalah landasan bagi pembangunan bidang pertahanan dan keamanan nasional. Berdasarkan penjabaran diatas, maka implementasi pancasila dalam pembuatan kebijakan negara pada bidang pertahanan dan keamanan harus diawali dengan kesadaran bahwa indonesia adalah negara hukum. Pertahanan dan keamanan negara di atur dan dikembangkan menurut dasar kemanusiaan, bukan kekuasaandengan kata lain, pertahanan dan keamanan indonesia berbasis pada moralitas keamanan sehingga kebijakan yang terkait dengannya harus terhindar dari pelanggaran hak-hak asasi manusia. Secara sistematis, pertahanan keamanan negara harus berdasar pada tujuan tercapainya kesejahteraan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa (sila pertama dan kedua), berdasar pada tujuan untuk mewujudkan kepentingan seluruh warga sebagai warga negara (sila ke tiga), harus mampu menjamin hak-hak dasar, persamaan derajat serta kebebasan kemanusiaan (sila keempat), dan ditujukan untuk mewujudkan keadilan dalam hidup masyarakat (sila kelima). Semua ini dimaksudkan agar pertahanan dan keamanan dapat ditempatkan dalam konteks negara hukum, yang menghindari kesewenang-wenangan negara dalam melindungi dan membela wilayah negara dengan bangsa, serta dalam mengayomi masyarakat.

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA A. Pengertian Ideologi Istilah ideologi berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari dua kata, yaitu idea dan logi. Ideaberarti melihat(idean), sedangkan logi berasal dari kata logos yang berarti pengetahuan atau teori. Jadi, ideologi dapat diartikan hasil penemuan dalam pikiran yang berupa pengetahuan atau teori. Ideologi dapat juga diartikan suatu kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas, pendapat (kejadian) yang memberikan arah tujuan untuk kelangsungan hidup.Ideologi terbagi mencadi dua,yaitu ideologi Terbuka dan Ideolgi tertutp,perbedaan ideologi terbuka dan tertutup ini sangat mencolok,sehingga dapat dengan mudah dikelompokkan. Indonesia adalah negara yang menganggap Pancasila sebagai Ideologi Terbuka dan pancasila sebagai sumber nilai .Namun sebenarnya,Ideologi sering dipahami secara berbeda-beda. Hal ini menimbulkan berbagai pendapat mengenai pengertian ideologi dari berbagai ahli, diantaranya :

a. Karl Marx Karl Marx memahami ideologi berlawanan dengan pengertian ideologi menurut Destutt de Tracy. Menurut Karl Marx, ideologi adalah kesadaran palsu. Mengapa disebut kesadaran palsu? Karena ideologi merupakan hasil pemikiran yang diciptakan oleh pemikirnya, padahal kesadaran para pemikir tersebut pada dasarnya ditentukan oleh kepentingannya.Jadi ideologi menurut Karl Marx adalah pengandalanpengandalan spekulatif yang berupa agama moralitas, atau keyakinan politik .Meskipun spekulatif ideologi

tersebut

dianggap sebagai

kenyataan untuk

menyembunyikan atau melindungi kepentingan kelas sosial pemikir tersebut. b. Louis Althuser Louis Althuser adalah murid Karl Marx. Meskipun begitu, ia tidak setuju dengan gagasan Karl Marx mengenai Ideologi.Menurutnya, Ideologi adalah gagasan spekulatif tetapi ideologi bukan gagasan palsu karena gagasan spekulatif tersebut bukan dimaksudkan untuk menggambarkan realitas melainkan untuk memberikan gambaran tentang bagaimana semestinya manusia menjalani hidupnya. Sesungguhnya setiap orang membutuhkan ideologi, karena setiap orang perlu memiliki keyakinan tentang bagaimana semestinya ia menjalankan kehidupannya. c. Dr. Alfian Ideologi adalah suatu pandangan atau sistem nilai yang menyeluruh dan mendalam tentang bagaimana cara yang tepat, yaitu secara moral dianggap benar dan adil, mengatur tingkah laku bersama dalam berbagai segi kehidupan.

d. Soerjanto Poespowardoyo Ideologi sebagai kompleks pengetahuan dan macam-macam nilai, yang secara keseluruhan menjadi landasan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami jagat raya dan bumi seisinya serta menentukan sikap dasar untuk mengolahnya. Berdasarkan pemahaman yang dihayatinya itu, seseorang menangkap apa yang dilihat baik dan tidak baik. e. Machiavelli Ideologi adalah sistem perlindungan kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa. f. M.Sastra Prateja Ideologi sebagai seperangkat gagasan atau pemikiran yang berorientasi pada tindakan yang diorganisir menjadi suatu sistem yang teratur. Dalam hal ini, ideologi mengandung beberapa unsur, yaitu :  Adanya suatu penafsiran atau pemahaman terhadap kenyataan.  Setiap Ideologi memuat seperangkat nilai atau suatu persepsi moral.  Ideologi merupakan suatu pedoman kegiatan untuk mewujudkan nilai-nilai di dalamnya. g. Thomas H Ideologi adalah suatu cara untuk melindungi kekuasan pemerintah agar dapat bertahan dan mengatur rakyatnya. h. Napoleon Ideologi merupakan keseluruhan pemikiran politik dan rival-rivalnya. Dari berbagai pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan, yaitu Ideologi dapat menjadi sesuatu yang baik ketika ideologi menjadi pendoman hidup menuju lebih baik. Ideologi dapat menjadi hal yang tidak baik ketika ideologi dijadikan alat untuk menyembunyikan kepentingan penguasa.

PERBANDINGAN IDEOLOGI PANCASILA DAN IDEOLOGI LAINNYA Pada saat Pidato di depan Majelis Umum PBB, Pak Karno mengusulkan agar Pancasila menjadi salah satu piagam yang di akui PBB sejajar dengan magna charta. Usulan ini didasarkan fakta pertarungan antara pengikut kapitalisme dan sosialisme yang menyebabkan ratusan juta manusia meninggal dalam perang dunia I, II, diteruskan hingga perang dingin. Pada saat itu Pancasila ditawarkan menjadi alternatif atas dua ideologi besar dunia yang saling mengkutub. Runtuhnya tembok Berlin tahun 1989 yang menandai berakhirnya perang dingin membuat peta dunia menjadi Unilateral. Kapitalisme memenangkan pertarungan yang berdarah-darah. Dunia yang unipolar membutuhkan keseimbangan, satu dekade ini Cina mulai muncul menjadi kekuatan penyeimbang Imperium AS. Kapitalisme yang merubah wajah dalam bentuk Neoliberalisme dengan asas pasar bebas memangsa bangsa-bangsa yang baru berkembang. Pada titik inilah sebenarnya Pancasila menjadi Relevan untuk ikut membangun wajah dunia agar lebih adil. Pancasila yang memiliki nilai-nilai religiusitas, nasionalisme, internasionalisme, demokrasi dan keadilan sosial merupakan konsep yang brilian dalam menghadapi situasi dunia yang semakin terpolar. Tentunya nilai-nilai universal yang termaktub dalam Pancasila dapat diterima di benua manapun. Dunia ketiga pada saat ini membutuhkan ideologi pemersatu agar tidak dimangsa oleh fundamentalisme ekonomi “pasar bebas” dan fundamentalisme agama. Dalam perjalanan sejarah, Indonesia merupakan pelopor Gerakan Non Blok dimana memiliki spirit memperjuangkan kepentingan negara-negara yang baru merdeka. Modal sejarah ini bisa dijadikan poin penting bahwa nilai-nilai pancasila mampu menjadi alternatif ditengah polarisasi ideologi kapitalisme dan sosialisme. Di tengah kemiskinan yang mengglobal, kelaparan dunia yang semakin besar, diperlukan terobosan agar tidak terjadi lagi penghisapan manusia atas manusia (exploitation par ‘l home de ‘l home), homo homini lupus. DUNIA berkembang dan berubah dengan sangat cepat, dan perubahan yang terjadi itu ikut mewarnai kehidupan bangsa kita secara fundamental. Ada beberapa penulis buku yang melalui konsep-konsepnya telah berhasil memotret realitas zaman yang sedang kita jalani ini. Di antaranya adalah Rowan Gibson (1997) yang menyatakan bahwa The road stop here. Masa di depan kita nanti akan sangat lain dari masa lalu, dan karenanya diperlukan pemahaman yang tepat tentang masa depan itu. New time call for new organizations, dengan tantangan yang berbeda diperlukan bentuk organisasi yang berbeda, dengan ciri efisiensi yang tinggi. Where do we go next; dengan berbagai perubahan yang terjadi, setiap organisasi-termasuk organisasi negara-perlu

merumuskan dengan tepat arah yang ingin dituju. Peter Senge (1994) mengemukakan bahwa ke depan terjadi perubahan dari detail complexity menjadi dynamic complexity yang membuat interpolasi menjadi sulit. Perubahan-perubahan terjadi sangat mendadak dan tidak menentu. Rossabeth Moss Kanter (1994) juga menyatakan bahwa masa depan akan didominasi oleh nilai-nilai dan pemikiran cosmopolitan, dan karenanya setiap pelakunya, termasuk pelaku bisnis dan politik dituntut memiliki 4 C, yaitu concept, competence, connection, dan confidence. a) Peran Ideologi Sejak berakhirnya perang dingin yang kental diwarnai persaingan ideologi antara blok Barat

yang

memromosikan

liberalisme-kapitalisme

dan

blok

Timur

yang

mempromosikan komunisme-sosialisme, tata pergaulan dunia mengalami perubahanperubahan yang mendasar. Beberapa kalangan mengatakan bahwa setelah berakhirnya perang dingin yang ditandai dengan bubarnya negara Uni Soviet dan runtuhnya tembok Berlin-di akhir dekade 1980-an- dunia ini mengakhiri periode bipolar dan memasuki periode multipolar. Periode multipolar yang dimulai awal 1990-an yang kita alami selama sekitar satu dekade, juga pada akhirnya disinyalir banyak pihak terutama para pengamat politik internasional, telah berakhir setelah Amerika Serikat di bawah pemerintahan Presiden George Bush memromosikan doktrin unilateralisme dalam menangani masalah internasional sebagai wujud dari konsepsi dunia unipolar yang ada di bawah pengaruhnya. Dapat disimpulkan bahwa era persaingan ideologis dalam dimensi global telah berakhir. Saat ini kita belum dapat membayangkan bahwa dalam waktu dekat akan muncul kembali persaingan ideologis yang keras yang meliputi seluruh wilayah dunia ini. Dunia sekarang ini cenderung masuk kembali ke arah persaingan antarbangsa dan negara, yang dimensi utamanya terletak pada bidang ekonomi karena setiap negara sedang berjuang untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi warga bangsanya. Dalam era yang seperti ini, kedudukan ideologi nasional suatu negara akan berperan dalam mengembangkan kemampuan bersaing negara yang bersangkutan dengan negara lainnya. Pancasila sebagai ideologi memiliki karakter utama sebagai ideologi nasional. Ia adalah cara pandang dan metode bagi seluruh bangsa Indonesia untuk mencapai cita-citanya, yaitu masyarakat yang adil dan makmur. Pancasila adalah ideologi kebangsaan karena ia digali dan dirumuskan untuk kepentingan membangun negara bangsa Indonesia. Pancasila yang memberi pedoman dan pegangan bagi tercapainya persatuan dan kesatuan di kalangan warga bangsa dan membangun pertalian batin antara warga negara dengan tanah airnya. Pancasila juga merupakan wujud dari konsensus nasional karena negara bangsa Indonesia ini adalah sebuah desain negara moderen yang disepakati oleh para pendiri

negara Republik Indonesia dengan berdasarkan Pancasila. Dengan ideologi nasional yang mantap seluruh dinamika sosial, budaya, dan politik dapat diarahkan untuk menciptakan peluang positif bagi pertumbuhan kesejahteraan bangsa.

b) Kesadaran Berbangsa Sebenarnya, proses reformasi selama enam tahun belakangan ini adalah kesempatan emas yang harus dimanfaatkan secara optimal untuk merevitalisasi semangat dan citacita para pendiri negara kita untuk membangun negara Pancasila ini. Sayangnya, peluang untuk melakukan revitalisasi ideologi kebangsaan kita dalam era reformasi ini masih kurang dimanfaatkan. Bahkan dalam proses reformasi-selain sejumlah keberhasilan yang ada, terutama dalam bidang politik-juga muncul ekses berupa melemahnya kesadaran hidup berbangsa. Manifestasinya muncul dalam bentuk gerakan separatisme, tidak diindahkannya konsensus nasional, pelaksanaan otonomi daerah yang menyuburkan etnosentrisme dan desentralisasi korupsi, demokratisasi yang dimanfaatkan untuk mengembangkan paham sektarian, dan munculnya kelompok-kelompok yang memromosikan secara terbuka ideologi di luar Pancasila. Patut disadari oleh semua warga bangsa bahwa keragaman bangsa ini adalah berkah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Oleh sebab itu, semangat Bhinneka Tunggal Ika harus terus dikembangkan karena bangsa ini perlu hidup dalam keberagaman, kesetaraan, dan harmoni. Sayangnya, belum semua warga bangsa kita menerima keragaman sebagai berkah. Oleh karenanya, kita semua harus menolak adanya konsepsi hegemoni mayoritas yang melindungi minoritas karena konsep tersebut tidak sesuai dengan konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) 1945 terbentuk dengan karakter utamanya mengakui pluralitas dan kesetaraan antarwarga bangsa. Hal tersebut merupakan kesepakatan bangsa kita yang bersifat final. Oleh karenanya, NKRI tidak dapat diubah menjadi bentuk negara yang lain dan perubahan bentuk NKRI tidak akan difasilitasi oleh NKRI sendiri. Cita-cita yang mendasari berdirinya NKRI yang dirumuskan founding fathers telah membekali kita dengan aspek-aspek normatif negara bangsa yang menganut nilai-nilai yang sangat maju dan modern. Oleh sebab itu, tugas kita semua sebagai warga bangsa untuk mengimplementasikannya secara konkret. NKRI yang mengakui, menghormati keragaman dan kesetaraan adalah pilihan terbaik untuk mengantarkan masyarakat kita pada pencapaian kemajuan peradabannya. Perlu disadari oleh semua pihak bahwa proses demokratisasi yang sedang berlangsung ini memiliki koridor, yaitu untuk menjaga dan melindungi keberlangsungan NKRI, yang menganut ideologi negara Pancasila yang membina keberagaman, dan memantapkan

keseta-raan. Oleh karenanya, tidak semua hal dapat dilakukan dengan mengatasnamakan demokrasi. Pancasila sebagaimana ideologi manapun di dunia ini, adalah kerangka berfikir yang senantiasa memerlukan penyempurnaan. Karena tidak ada satu pun ideologi yang disusun dengan begitu sempurnanya sehingga cukup lengkap dan bersifat abadi untuk semua zaman, kondisi, dan situasi. Setiap ideologi memerlukan hadirnya proses dialektika agar ia dapat mengembangkan dirinya dan tetap adaptif dengan perkembangan yang terjadi. Dalam hal ini, setiap warga negara Indonesia yang mencintai negara dan bangsa ini berhak ikut dalam proses merevitalisasi ideologi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karenanya, prestasi bangsa kita akan menentukan posisi Pancasila di tengah percaturan ideologi dunia saat ini dan di masa mendatang. A. Macam-Macam Ideologi Ideologi adalah sebuah istilah yang lahir pada akhir abad ke-18 atau tahun 1796 yang dikemukakan oleh filsuf Perancis bernama Destutt de Tracy dan kemudian dipakai Napoleon. Istilah itu berasal dari dua kata ideos yang berarti gagasan, dan logos yang artinya ilmu. Ideologi adalah ajaran atau ilmu tentang gagasan atau buah pikiran atau science des ideas (AL Marsudi, 2001:57). Pengertian Ideologi secara umum adalah suatu kumpulan gagasan, ide, keyakinan serta kepercayaan yang bersifat sistematis yang mengarahkan tingkah laku seseorang dalam berbagai bidang kehidupan, seperti bidang poloitik, bidang sosial, bidang kebudayaan dan bidang keagamaan Ideologi didunia bermacam-macam sesuai negaranya masing-masing. Ada lebih dari 10 macam ideologi yang dianut oleh berbagai negara dipenjuru dunia saat ini dengan ciri-ciri yang berbeda pula. Berikut 3 macam ideologi dan penjelasannya. 1) Pancasila Pancasila berasal dari bahasa sansekerta yaitu panca berarti lima dan sila berarti prinsip atau asas. Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Setelah pancasila ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 maka ia meningkat statusnya menjadi dasar negara. Sebagai suatu ideologi, pancasila memiliki beberapa dimensi yang menjadikan pancasila menjadi sebuah ideologi yang bermutu tinggi. Ketiga dimensi tersebut antara lain ; a) Dimensi idealistis, yaitu nilai-nilai dasar yang terkandung dalam pancasila yang bersifat sistematis dan rasional, yaitu hakikat nilai yang terkandung dalam ima sila pancasila.

b) Dimensi normatif, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila perlu dijabarkan dalam suatu sistem norma, sebagaimana yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945. c) Dimensi realistis, pancasila harus dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga bersifat realistis, artinya mampu dijabarkan dalam kehidupan nyata serta dalam berbagai bidang. Indonesia merupakan satu-satunya negara yang menganut Ideologi Pancasila 2) Liberalisme Liberalisme berasal dari bahasa latin yaitu dari kata “liberalis” yang berarti bebas, merdeka, tak terikat dan tak tergantung. Lahirnya liberalisme untuk pertama kalinya dikobarkan oleh kaum Borjuis, Prancis pada abad ke-18 sebagai reaksi protes terhada kepincangan yang telah berakar lama di Prancis. Sebagai akibat warisan sejarah masa lampau di Prancis yang memisahkan dan membedakan hak dan kewajiban antar golongan. Ada tiga hal yang mendasar dari Ideologi Liberalisme yakni Kehidupan, Kebebasan dan Hak Milik (life, liberty and property). Ciri-ciri Ideologi Liberalisme sebagai berikut : a) Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang lebih baik b) Anggota masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh, termasuk kebebasan berbicara c) Pemerintah hanya mengatur kehidupan masyarakat secara terbatas d) Kekuasaan dari seseorang terhadap orang lain merupakan hal buruk e) Suatu masyarakat dikatakan bahagia apabila setiap individu atau sebagian individu berbaghagia Negara yang menganut ideologi liberalisme diantaranya; Amerika Serikat, Kanada, Italia, Yunani, Jerman, Spanyol, Jepang, Korea, Hongkong, Malaysia dan Singapura. 3) Komunisme Komunisme merupakan sebuah ideologi dunia yang muncul sebagai reaksi dari kapitalisme. Komunisme adalah paham yang mendahulukan individu pemilik dan mengesampingkan kaum buruh. Paham komunis juga menyatakan semua hal dan sesuatu yang ada di suatu negara dikuasai secara mutlak oleh negara tersebut. Komunisme sebagai ideologi mulai diterapkan saat meletusnya Revolusi Bolshevik di Rusia tanggal 7 November 1917. Sejak saat itu komunisme diterapkan sebagai sebuah ideologi dan disebarluaskan ke negara lain. Ideologi komunisme menurut Darmodharjo (Afandi,2012:86) memiliki beberapa ciri khusus, seperti: a) Ateisme, artinya penganut ini tidak percaya adanya Tuhan dalam arti bahwa kehidupan manusia berdasarkan atas evolusi.

b) Dogmatisme, tidak mempercayai pikiran orang lain, artinya ajaran-ajaran yang baku berdasarkan atas pikiran Marx-Engel harus diterima begitu saja. c) Otoritas, pelaksanaan politik berdasarkan kekerasan. d) Pengkhianatan terhadap HAM, artinya tidak mengakui adanya hak-hak asasi manusia. e) Dictator, kekuasaan pemerintah dipegang oleh partai komunis, dan golongan lain dilenyapkan. Negara yang menganut ideologi komunisme adalah Tiongkok, Vietnam, Korea Utara, Kuba dan Laos. B. Perbandingan Ideologi Pancasila dengan Ideologi Lainnya Berikut beberapa perbandingan ideologi Pancasila dengan ideologi lain dalam beberapa aspek, yaitu: 1) Bidang Politik Hukum Pancasila

: Demokrasi Pancasila, hukum untuk menjujung tinggi keadilan dan

keberadaan individu dan masyarakat Liberalisme

: Demokrasi liberal, hukum untuk melindungi individu, dalam politik

mementingkan individu Komunisme

: Demokrasi rakyat, berkuasa mutlak satu partai politik, hukum untuk

melanggengkan komunis 2) Bidang Ekonomi Pancasila

: Peran negara ada untuk tidak terjadi monopoli yang merugikan

rakyat Liberalisme

: Peran negara kecil, swasta mendominasi

Komunisme

: Peran negara dominan, demi kolektivitas berarti demi negara,

monopoli negara 3) Bidang Agama Pancasila

: Bebas memilih agama, agama harus menjiwai dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Liberalisme

: Agama urusan pribadi, bebas beragama (mimilih agama/atheis)

Komunisme

: Agama harus dijauhkan dari masyarakat, ateheis

4) Pandangan terhadap Individu dan Masyarakat Pancasila

: Individu diakui keberadaannya, hubungan individu dan masyarakat

dilandasi 3S (Selaras, Serasi, Seimbang) Liberalisme

: Individu lebih penting daripada masyarakat, masyarakat diabdikan

bagi individu Komunisme

: Individu tidak penting, masyarakat tidak penting, kolektivitas yang

dibentuk negara lebih penting

Related Documents

Tugas Pkn Amin
May 2020 30
Maalouf, Amin
June 2020 18
Amin Cv
November 2019 32
3_ Amin
June 2020 9

More Documents from ""

Leaflet.docx
October 2019 15
May 2020 9
Makalah Nilai Keadilan.docx
December 2019 19
Implan.docx
June 2020 4