MAKALAH TENTANG RECHTSSTAAT SEBAGAI TUGAS KEWARGANEGARAAN
Anggota Kelompok: 1. Muhammad Naseem 2. Arnel Azistya Razak 3. Aldo Farros Yolisal Royyan 4. Adithia Kurniawan 5. Akmal Wisnu Yuwana 6. Muhammad Firmandoyo
(185110500111026) (185110500111027) (185110500111028) (185110507111007) (185110507111017) (185110507111019)
FAKULTAS ILMU BUDAYA PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS 2018/2019
A. Pengertian Rechtsstaat Rechtsstaat adalah sebuah doktrin hukum Eropa Daratan yang berasal dari sistem hukum Jerman. Dalam bahasa Indonesia, istilah ini dapat diterjemahkan menjadi "negara hukum". Rechtsstaat adalah sebuah "negara konstitusional" yang membatasi kekuasaan pemerintah dengan hukum. Istilah ini seringkali dikaitkan dengan konsep rule of law dalam sistem hukum Inggris-Amerika, namun keduanya berbeda karena konsep rechtsstaat juga menegakkan sesuatu yang dianggap adil (contohnya konsep kebenaran moral berdasarkan etika, rasionalitas, hukum, hukum alam, agama atau equity). Konsep ini digunakan untuk melindungi masyarakat dari penyalahgunaan kekuasaan. Warga Negara dapat memiliki kebebasan sipil yang dijhamin oleh hukum dan dapat menegakkan hak warga negara. doktrin ini berbeda dengan konsep Obrigkeitsstaat (negara yang didasarkan pada penggunaan kekuasaan yang sewenang-wenang). Dalam area kontinental eropa (kecuali Inggris) penggunaan istilah rechtsstaat sering digunakan untuk membedakan rechtsstaat dengan anglo-saxon yang dianut Inggris, walaupun pada dasarnya memiliki kesamaan dalam inti dari doktrin tersebut. B. Sejarah singkat mengenai Rechtstaat Ide mengenai negara hukum tersebut telah dimulai sejak zaman Yunani Kuno sekitar abad V SM, tepatnya disaat perkembangan kehidupan filsafat mengalami puncaknya, saat itu dikenal dua orang filosof yang cukup gemilang dengan ide‐idenya bagi perkembangan peradaban umat manusia berikutnya, Plato dan Aristoteteles. Dalam jangka waktu yang cukup lama ide dari kedua filosof dilupakan orang. Kemudian ketika awal abad ke 17 M mulai muncul kembali pembahasan tentang paham negara hukum oleh tiga nama yang cukup dikenal dalam bidangan hukum, JohnLocke, Montesquieu dan J.J.Rousseau. ketiga tokoh ini dapat memberikan pemikiran tentang Negara hukum dengan lebih rinci dalam penyampainannya. Kemudian ide tersebut dikenalkan ke negara lain khususnya negara yang sangat maju pada zamannya. Pada akhirnya Ide negara hukum dikembangkan menjadi dua aliran doktin yang dianut oleh berbagai Negara, doktrin Anglo saxon (Inggris) lahirnya aliran Anglo Saxon ini kenyataannya lebih banyak dipengaruhi oleh pandangan Montesquieu dan Rousseau LʹEsprit des Lois karya Montesquieu dan Du Contract Social karya Rousseau yang di terbitkan di London. Meskipun tidak secara langsung dapat mengubah bentuk penyelenggaraan kekuasaan di Inggris, tapi pengaruh tersebut tidak juga dapat dinapikan peranannya dalam perkembangan ketatat negaraan di negara itu. Negara hukum yang di Inggris lebih dikenal dengan sebutan rule of law tersebut, akhirnya mengilhami aliran penyelenggaraan pemerintahan di Inggris dan juga Negara Negara
yang memiliki hubungan historis yang erat dengannya, seperti halnya Amerika Serikat, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan negara‐negara Anglo Saxon. Kemudian ada aliran kontinental eropa yang memiliki latar belakang yang sama, yaitu untuk mengurangi keabsolutan raja dalam sebuah negara. Untuk itu dilakukan upaya agar ada perjanjian masyarakat pada pihak raja, dimana rakyat memberikan kekuasaan pemerintahan, dan raja harus menjamin ketentraman masyarakat. Upaya tersebut lebih dikenal dengan kontrak sosial melalui tokoh yang mengupayakannya. Agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan lagi maka dibentuklah berbagai macam oraganisasi berdasarkan konstitusi, maka diadakanlah pemisahan kekuasaan dalam pemerintahaan. Bentuk ini dikenal dengan Trias Politika, kekuasaan negara di atur oleh badan organisasi yang terpisah, yaitu badan eksekutif, badan legislatif dan badan yudikatif. Dengan bentuk tersebut, maka pihak raja hanya memegang kekuasaan menjalakan undang-undang saja. Raja tidak boleh mencampuri urusan lain, kecuali apa yang telah ditetapkan menjadi wewenangnya berdasarkan konstitusi. ini dikenal dengan sebutan Negara penjaga malam (nachtwachterstaat). Sehingga pada waktu terkenal lah suatu dalil laisses faire, laissez allez (biarkan berbuat, biarkan lewat) model ini dikenal dengan Negara liberal. Keadaan tersebut memunculkan anggapan ekonomi Negara akan sehat jika setiap manusia dibiarkan menggurus kepentingan ekonominya sendiri. Namun dalam perkembanganya eropa merasa Negara dengan model tersebut terlalu liberal, kemudian munculah gagasan untuk memperbaikinya. Friedrich Julius Stahl (seorang sarjana Jerman) negara hukum (rechtsstaat) harus memiliki ciri‐ciri, yaitu adanya perlindungan HAM, adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan, adanya pemerintahan berdasarkan peraturan‐peraturan (wetmatigheid van bestuur) adanya peradilan administrasi yang bebas dalam perselisihan. Konsep Negara hukum tersebut dianut oleh sebagian besar negara‐negara Eropa (khususnya selain Inggris). C. Unsur-Unsur Negara Hukum Indonesia Dalam UUD 1945 1. BersumberpadaPancasila PenjelasanUmum Bagian III UUD 1945 mengatakan bahwa Undang‐Undang Dasar menciptakan pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan dan pasal‐ pasalnya. Pokok pikiran tersebut meliputi Susana kebatinan dri Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. Pokok pemikiran ini dapat mewujudkan cita-cita hukum (rechtsidee) yang menguasai hukum dasar Negara, baik hukum yang tertulis (Undang-Undang Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis.
2. Sistem Konstitusi Sistem hukum dasar merupakan dasar penyelenggaraan pemerintahan Negara Indonesia, yang secara formalnya diatur dalam UUD 1945. Ketentuan konstitusi mengenai susunan dan kedudukan pemerintah, melalui UUD 1945 diuraikan sebagai berikut: 1) Presiden ialah penyelenggara kekuasaan pemerintah (Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 sesudah amandemen). 2) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung (Pasal 6 Aayat (1) UUD 1945 sesudah amandemen). 3) Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan (Pasal 7 UUD 1945 sesudah amandemen). 4) Jika Presiden mangkat, berhenti atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masajabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya (Pasal 8 ayat (1) UUD 1945 sesudah amandemen). 5) Menteri Negara ialan pembantu Presiden (Pasal 17 ayat (1) UUD 1945 sebelum dan sesudah amandemen). 6) Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR (Penjelasan UUD 1945, Sistem Pemerintahan Negara V). 7) Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR (Penjelasan UUD 1945, Sistem Pemerintahan Negara VI). 8) Menteri Negara diangkat dan diberhentikan oleh Presiden (Pasa l17 ayat (2) UUD 1945 sebelum dan sesudah amandemen). 3. Kedaulatan rakyat Unsur ketiga dari Negara hukum menurut UUD 1945 adalah ditetapkannya azas kedaulatan rakyat (volkssouvereiniteit). Rumusan kedaulatan rakyat ini dapat ditemukan dalam pembukaan UUD 1945 Alinea IV yaitu kedaulatan berdasarkan pancasila. 4. Persamaan hukum Unsur keempat negara hukum yang dimuat dalam UUD 1945 adalah unsur persamaan dalam hukum (equality before the law). Unsur ini dijelaskan dalam Pasal 27 ayat (1), yaitu: ʺSegala warga Negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. 5. Kekuasaan Kehakiman yang Bebas
Terdapat beberapa pasal dalam UUD 1945 yang berkenaan dengan kekuasaan kehakiman, diantaranya Pasal 24 menyatakan bahwa: 1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. 2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. 6. Pembentukan undang-undang Pembentukan UUD 1945 dilakukan oleh DPR dan presiden dalam proses perancangaan atau rencana pembuataan. Hal itu dijelaskan dalam Pasal 5 dan Pasal 20. Dalam Pasal 5 ayat (1) dikatakan: ʺPresiden berhak mengajukan rancangan undang‐undang kepada Dewan Penwakilan Rakyatʺ. Kemudian Pasal 20 ayat (1) menetapkan: ʺDPR memegang kekuasaan membentuk undang‐undangʺ. Pasal 20 ayat (2) berbunyi: “Setiap rancangan undang‐undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. ” Dan kemudian Pasal 20 ayat (3) berbunyi: “ Presiden mengesahkan racangan undang ‐ undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang‐undang.” D. Konsep Rechtsstaat Indonesia Istilah Rechtsstaat , merupakan istilah yang digunakan sebagai konsep Negara hukum bagi Negara-negara Eropa Kontinental. Negara rechtsstaat pada permulaanya merupakan Negara penjaga malam (nachtwachterstaat), yakni di mana Negara menjaga ketertiban dan pertahanan keamanan saja. Negara baru bertindak apabila keamanan dan ketertiban terganggu. Negara hukum formal tersebut, sebagaimana merujuk pada pandangan Friedrich Julius Stahl, terdapat empat unsur dalam rechtsstaat yaitu, perlindungan HAM, pemisahan dan pembagian, pemerintahan berdasarkan peraturan- peraturan, dan peradilan yang bebas. Hukum formal kemudian menjadi Negara hukum material, yakni dimana Negara lebih luas dalam melaksanakan tugas Negara dalam kepentingan umum. Sebaliknya di Indonesia, rechtsstaat diartikan sebagai Negara hukum secara langsung dalam Bahasa Indonesia, sebagaimana dinyatakan dalam UUD 1945. Rechtsstaat Indonesia tidak dapat dikategorikan langsung ke dalam konsep rechtsstaat kontinental eropa atau tidak dapat diindentikkan dengan konsep rule of law Anglo saxon.
Tujuh unsur dalam konsep Negara hukum, empat unsur dalam konsep rechtsstaat dan tiga unsur konsep anglo saxon. Enam dari Tujuh unsur tersebut menurut beberapa ahli sudah terpenuhi oleh Negara Indonesia sebagai syarat menjadi Negara Hukum. Tetapi unsur-unsur tersebut dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan Negara Indonesia yaitu cita Negara hukum Indonesia Pancasila. Hal itulah yang menjadi suatu keistimewaan bagi Negara hukum Indonesia jika dibandingkan dengan konsep Negara hukum lainnya. Dengan demikian, rechtsstaat merupakan negara berdasarkan atas hukum sesuai dengan cita Negara hukum pancasila, dengan kata lain bukan termasuk dalam konsep eropa continental maupun Anglo saxon. Arti rechtsstaat dalam negera Indonesia harus sesuai dengan tujuan Negara tersebut. Tujuan Negara Indonesia sebagaimana dituangkan dalam alenia keempat pembukaan UUD 1945, meliputi: a. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; b. Memajukan kesejahteraan umum; c. Mencerdaskan kehidupan bangsa; d. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial
E. Penutup Dalam penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Indonesia mungkin dapat menjadi Negara Hukum, dengan mengambil berbagai unsur-unsur Negara hukum yang sudah ada di Dunia, kemudian dikembangkan agar dapat mencapai cita Negara hukum Indonesia. UUD 1945 juga mengambil beberapa unsur dari rechtsstaat. Rechtsstaat juga memiliki kesamaan pada inti pencapain cita-cita Negara hukum dengan Negara Rule of Law, akan tetapi terdapat perbedaan yang mencolok sehingga mereka lebih mudah untuk dibedakan dalam sistem pelaksanaan hukum Negara.
Refrensi - KONSEP RECHTSSTAAT DALAM NEGARA HUKUM INDONESIA (Kajian Terhadap Pendapat Azhari) Oleh:Sayuti; hlm 83-103. - https://id.wikipedia.org/wiki/Rechtsstaat - https://en.wikipedia.org/wiki/Rechtsstaat -https://www.his-online.de/en/research/project-details/projects/the-rule-of-law-in-europe/
MAKALAH RULE OF LAW Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “Kewarganegaraan” yang di bimbing oleh Bapak Kamarudin,LLM
Disusun oleh : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Baruna Beta Wijaya Binti Muifatun Nazilah Hanas Ulfah Safitri Jihan Qanita Mira Amalia Ristra Naufal Kusumawardani Silsilya Wahyu Nurya Vika Nirvana Aulia
(185110500111044) (185110500111034) (185110507111008) (185110501111025) (185110501111031) (185110507111010) (185110507111004) (185110501111020)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS BRAWIJA 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmatnya, atas anugrah hidup dan kesehatan yang telah kami terima, serta petunjuk-Nya sehingga kami diberikan kemampuan dan kemudahan dalam penyusunan Makalah Rule Of Law. Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum cukup baik. Kami menyadari bahwa kami masih banyak kekurangan yang terdapat dalam makalah ini. Kami juga menyadari masih banyak mempunyai keterbatasan pengetahuan dalam materi, sehingga menjadi keterbatasan kami pula untuk memberikan penjelasan yang lebih dalam tentang masalah ini. Oleh karena itu, kami sangat menghargai kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan tugas akhir ini. Akhir kata kami mohon maaf sebesar-besarnya bila terdapat kekurangan dan kesalahan. Semoga makalah ini membawa manfaat bagi kita dan juga dapat menambah pengetahuan kita agar dapat lebih luas.
Malang,11 Februari 2019
Penyusun
DAFTAR ISI
i. ii. iii. iv.
v. vi.
Cover.............................................................................................................................1 Kata pengantar.............................................................................................................2 Daftar Isi.......................................................................................................................3 BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................4 a. Latar Belakang.......................................................................................................4 b. Rumusan Masalah..................................................................................................4 c. Tujuan Penulisan....................................................................................................4 BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................5 BAB III PENUTUP......................................................................................................9 a. Kesimpulan.............................................................................................................9 b. Daftar Pustaka......................................................................................................10
BAB 1 PENDAHULUAN a. LATAR BELAKANG MASALAH Masyarakat yang tidak jauh dari tata tertib yang harus dipatuhi. Segala kehidupan masyarakat telah diatur dalam berbagai aturan, tujuannya gara masyarakat dapat hidup tertib,dan tenteram. Selain itu adanya aturan yang dapat dijadikan sebagai batasan perilaku masyarakat. Apabila tidak ada hukum ,kehidupan masyarakat akan kacau karena mereka hidup tanpa ada batasan hukum. Namun di Indonesia sendiri yang menjadi hukum sebagai kaida kehidupan berbangsa dan bernegara,masih banyak di temui pelanggaran huku, yang tak jarang dilakukan oleh aparat yang dianggap sebaga penegak hukum. Adanya masalah ini membuat kita sebagai mahasiswa sudah mampu berpikir kritis akan di bawa kemana penegakan hukum yang ada di negara ini. Jangan sampai hukum hukum yang telah dibuat dalam bentuk peraturan tanpa dipahami apa tujuan dari hukum tersebut. b. RUMUSAN MASALAH 1. Apa definisi Rule of Law 2. Apa latar belakang Rule of Law 3. Apa mekanisme pembuatan Rule of Law 4. Apa fungsi Rule of Law 5. Apa ciri ciri konsep Rule of Law 6. Apa Prinsip Rule of Law 7. Bagaimana perkembangan rule of law di Indonesia c. TUJUAN PENULISAN 1. Untuk mengetahui definisi Rule Of Law 2. Untuk mengetahui latarbelakang Rule of Law
3. Untuk mengetahui ciri ciri Rule of Law 4. Untuk mengetahui prinsip Rule of Law
BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Rule of law adalah suatu legalisme hukum yang mengandung suatu gagasan bahwa keadilan dapat dilayani dengan cara pembuatan sistem peraturan dan juga prosedur yang objektif, tidak memihak, juga tidak personal serta otonom. Rule of law merupakan konsep mengenai “common law” ialah seluruh aspek negara yang menjunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun atas prinsip keadilan serta egalitarian. Rule of law ialah rule by the law bukan rule by the man. Keadilan harus berlaku kepada setiap orang, oleh sebab itu lahirlah doktrin “Rule Of Law”. Fried Man menggemukakan Rule of law adalah doktrin dengan semangat dan juga idealisme keadilan yang tinggi. Menurut Friedman membedakan rule of law menjadi 2 yaitu pengertian secara formal (in the formal sense) dan pengertian secara hakiki/materil (ideological sense). Secara formal, rule of law diartikan sebagai kekuasaan umum yang terorganisasi (organized public power), hal ini dapat diartikan bahwa setiap warga negara mempunyai aparat penegak hukum. Sedangkan secara hakiki, rule of law terkait dengan penegakan hokum yang menyangkut ukuran hukum yaitu: baik dan buruk). Rule of law tidak saja hanya memiliki sistem peradilan yang sempurna di atas kertas belaka, akan tetapi ada tidaknya rule of law di dalam suatu negara ditentukan oleh kenyataan, apakah rakyatnya benar-benar dapat menikmati keadilan, dalam arti perlakuan yang adil dan baik dari sesama warga negaranya, maupun dari pemerintahannya, sehingga inti dari rule of law adanya jaminan keadilan yang dirasakan oleh masyarakat. Dengan demikian, inti dari Rule of Law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakat, terutama keadilan sosial. Prinsip-prinsip di atas merupakan dasar hukum pengambilan kebijakan bagi penyelenggara negara/pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah, yang berkaitan dengan jaminan atas rasa keadilan, terutama keadilan sosial.
2. Latar Belakang Rule of Law Rule of Law adalah doktrin huku yang mulai muncul pada abad ke-19, bersamaan dengan kelahiran negara konstitusi dan demokrasi. Rule of Law lahir sejalan dengan tumbuh suburnya demoktasi dan mengingkatnya peran parlemen dalam penyelenggaraan Negara dan sebagai reaksi terhadap negara absolut yang berkembang sebelumnya. Rule of law merupakan konsep tentang Common law dimana segenap lapisan masyarakat dan negara beserta seluruh kelembagaannya mejunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun diatas prinsip keadilan dan egalitarian. Rule of Law adalah rule by the law dan bukan rule by the man. Ia lahir dengan mengambil alih dominasi yang diambil oleh kaum gereja,ningrat,dan kerajaan, menggeser negara kerajaan dan memunculkan negara konstitusi yang pada gilirannya melahirkan doktrin rule of law.
3. Mekanisme pembuatan Rule of Law a. Diawali adanya gagasan untuk melakukan pembatasan kekuasaan pemerintahan Negara. b. Sarana yang dipilih untuk maksud tersebut yaitu Demokrasi Konstitusional adalah konsepsi negara hukum. c. Perumusan yuridis dari demokrasi konstitusional adalah konsepsi negara hukum. Unsur- unsur rule of law menurut A.V. Dicey terdiri dari Supremasi aturan-aturan hukum. Kedudukan yang sama didalam menghadapi hukum. Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang serta keputusan-keputusan pengadilan. Paham rule of law di Inggris diletakkan pada hubungan antara hukum dan keadilan,di Amerika di letakkan pada hak-hak asasi manusia, dan di Belanda paham rule of law lahir dari paham kedaulatan hukum untuk mengawasi pelaksanaan tugas kekuatan pemerintah. Di indonesia, inti dari rule of law adalah jaminan adanya keadilan bagi seluruh masyarakatnya, khususnya keadilan sosial. Syarat-syarat dasar terselenggaranya pemerintahan yang demokrasi menurut rule of law adalah
Adanya perlindungan konstitusional. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak. Pemelihan umum yang bebas. Kebebasan untuk menyatakan pendapat. Kebebasan untuk berserikat atau berorganisasi dan beroposisi. Pendidikan kewarganegaraan.
4. Fungsi Rule of Law Fungsi rule of law pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal terhadap “rasa keadilan” bagi rakyat Indonesia dan juga ‘’keadilan sosial’’, sehingga diatur pada pembukaan UUD 1945, bersifat tetap dan instruktif bagi penyelenggaraan negara. Dengan demikian, inti dari Rule of Law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakat, terutama keadilan sosial. Prinsip-prinsip di atas merupakan dasar hukum pengambilan kebijakan bagi penyelenggara negara/pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah, yang berkaitan dengan jaminan atas rasa keadilan, terutama keadilan sosial. 5.
Ciri-ciri Rule of Law Adanya supremasi aturan-aturan hukum Kesamaan kedudukan di depan hukum (equality before the law) Jaminan perlindungan HAM Perbedaan Negara hukum Indonesia dengan Amerika tersebut: a. Di Amerika tegaknya keadilan tanpa harus selalu terkait pada formalitas Di negaranegara ini penegakan hukum boleh saja keluar dari teks resmi pasal-pasal undang-ndang. Di Indonesia yang menggunakan konsep rechtsstaat berarti semua tergantung bagaimana bunyi atau teks ketentuan hukumnya dalam pasal-pasalnya. Salah satu alasan Indonesia dipandang merujuk konsepsi Negara hukum seperti Amerika ialah sumber hukum yurisprudensi, yakni putusan-putusan hakim, padahal dalam konsep negara rechsstaat semua harus tergantung bagaimana bunyi atau teks ketentuan hukumnya dalam pasalpasalnya. Yurisprudensi di Indonesia peranannya selama ini masih sekunder tidak seperti di lingkungan negara yang menganut sistem rule of low seperti anglo-Amerika pengadilan lebih besar pengaruhnya. b. Supremasi hukum di Indonesia menurut konsep (rechtstaat) adalah menempatkan negara sebagai subyek hukum, sehingga konsekuensi hukumnya dapat dituntut di pengadilan. Sementara di Negara Amerikat tidaklah demikian, supremasi hukum menurut konsep Rule Of Law, tidak menempatkan sebagai subyek hukum. Negara dalam konsep ini tidak dapat berbuat salah, sehingga konsekuensinya tidak dapat mempertanggungjawabkan sesuatu di pengadilan. c. Di Amerika tidak mengenal pengadilan khusus bagi pejabat negara yang melanggar hukum, system peradilannya mono yakni peradilan umum yang berpuncak di Supreme Court, jika di Indonesia semacam Mahkamah Agung. Tidak mengenal adanya perbedaan perkara, semua perkara tunduk pada satu sistem peradilan. Ciri yang menonjol pada konsep rule of law ialah ditegakkannya hukum yang adil dan tepat (just law). Karena semua orang mempunyai kedudukan yang sama dihadapan hukum. Sedangkan di
Indonesia terdapat peradilan khusus mengenal adanya perbedaan perkara. Mahkamah Agung di Indonesia membawai 4 badan peradilan yaitu Peradilan Umum, Peradilan Militer, Peradilan Agama, dan Peradilan Tata Usaha Negara. Bila tidak puas dengan keputusan dari 4 peradilan itu, baru dapat banding ke MA. 6. Prinsip-Prinsip Rule of Law Prinsip-prinsip rule of law secara formal termuat di dalam pasal-pasal UUD 1945, yaitu: 1.Negara Indonesia adalah negara hukum (Pasal 1 ayat 3). 2.Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (Pasal 24 ayat1). 3. Segenap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hokum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (Pasal27 ayat 1). 4.Dalam Bab X A tentang Hak Asasi Manusia, memuat 10 pasal, antara lain bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hokum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum (pasal 28 ayat 1); 5.Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (Pasal 28 ayat 2). Pelaksanaan rule of law mengandung keinginan untuk terciptanya negara hukum, yang membawa keadilan bagi seluruh rakyat. Penegakan rule of law harus diartikan secara hakiki (materiil), yaitu dalam arti ‘’pelaksanaan dari just law.’’ Prinsip-prinsip rule of law secara hakiki (materiil) sangat erat kaitannya dengan ‘’the enforcement of the rules of law’’ dalam penyelenggaraan pemerintahan terutama dalam hal penegakan hukum dan implementasi prinsip-prinsip rule of law. Berdasarkan pengalaman berbagai negara dan hasil kajian menunjukkan bahwa keberhasilan ‘’the enforcement of the rules of law’’ teragntung pada kepribadian nasional masing-masing. Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa rule of law merupakan institusi sosial yang memiliki struktur sosiologis yang khas dan mempunyai akar budayanya yang khas pula. Rule of law ini juga merupakan legalisme, suatu aliran pemikiran hukum yang di dalamnya terkandung wawasan social, gagasan tentang hubungan antar manusia, masyarakat dana negara, yang dengan demikian memuat nilai-nilai tertentu dan memiliki struktur sosiologisnya sendiri. Legalisme tersebut mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan system peraturan dan prosedur yang sengaja bersifat objektif, tidak memihak, tidak personal, dan otonom. Secara kuantitatif, peraturan perundang-undangan yang terkait dengan rule of law telah banyak dihasilkan di negara kita, namun implementasi/penegakannya belum mencapai hasil yang optimal, sehingga rasa keadilan sebagai perwujudan pelaksanaan rule of law belum dirasakan sebagian besar masyarakat. 7. Perkembangan rule of law di Indonesia.
Jika di Inggris rule of law diletakkan pada hubungan antara hukum dan keadilan, di Amerika di letakkan pada hubungan antara hukum dan keadilan, di Amerika di letakkan sebagai HAM, dan di Belanda paham rule of law lahir dari paham kedaulatan negara, melalui paham kedaulatan hukum untuk mengawasi pelaksanaan tugas kekuatan pemerintah. Maka di Indonesia, inti dari rule of law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakatnya, khususnya keadilan sosial. Pembukaan UUD 1945 memuat prinsipprinsip rule of law. Prinsip-prinsip rule of law di dalam pembukaan UUD 1945 bersifat tetap dan instruktif bagi penyelenggara negara, karena pembukaan UUD 1945 merupakan pokok kaidah fundamental NKRI. Penerapan rule of law dalam kehidupan berbangsa dan bernegara mengandung keinginan untuk terciptanya negara hukum yang membawa keadilan bagi seluruh rakyat. dengan demikian inri rule of law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakat, terutama keadilan sosial.
BAB III PENUTUPAN a. Kesimpulan Rule of Law adalah doktrin huku yang mulai muncul pada abad ke-19, bersamaan dengan kelahiran negara konstitusi dan demokrasi. Rule of Law lahir sejalan dengan tumbuh suburnya demoktasi dan mengingkatnya peran parlemen dalam penyelenggaraan Negara dan sebagai reaksi terhadap negara absolut yang berkembang sebelumnya. Rule of Law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakat, terutama keadilan sosial. Prinsipprinsip di atas merupakan dasar hukum pengambilan kebijakan bagi penyelenggara negara/pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah, yang berkaitan dengan jaminan atas rasa keadilan, terutama keadilan sosial. Dengan demikian, inti dari Rule of Law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakat, terutama keadilan sosial. Prinsip-prinsip di atas merupakan dasar hukum pengambilan kebijakan bagi penyelenggara negara/pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah, yang berkaitan dengan jaminan atas rasa keadilan, terutama keadilan sosial
Daftar Pustaka
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Rule_of_law (diakses pada tanggal 10/2/2019) http://pangeranarti.blogspot.com/2014/11/pengertian-rule-of -lawlengkap.html?m=1 (aziz,farhan diakses pada tanggal 10/2/2019) http://mentarijuju.blogspot.com/2015/11/makalah-rule-of-law.html?m=1 (juju,juarika diakses pada tanggal 10/2/2019) http://www.google.com/amp/s/guruppkn.com/fungsi-rule-of-law/amp (tika,ericha diakses pada tanggal 10/2/2019)
MAKALAH “NEGARA HUKUM ISLAM”
Disusun Oleh : 1. Silvia Kristel 2. Yusriyah Khoirunisa 3. Yuninda Luthfitasari 4. Wini Suci As Zahra 5. Monica Dea Agatha 6. Nuning Zahrotun Nasikhah 7. Nabila Arista Rizky 8. Deliana Putri
BAB I PENDAHULUAN
Pengertian negara menurut R. Kranen Burg adalah organisasi kekuasaan yang diciptakan kelompok manusia yang disebut bangsa. Adapun menurut Logeman, negara adalah organisasi kekuasaan yang menyatukan kelompok manusia yang disebut bangsa. Negara bisa berdiri jika memenuhi unsur-unsur pokok yaitu, umat, teritorial (luas tanah), dan pemerintaha. Yang disebut negara Islam adalah jika suatu negara dipimpin oleh seorang khalifah yang menerapkan hukum syara’. Negara Islam merupakan kekuatan politik praktis yang berungsi untuk menerapkan dan memberlakukan hukum-hukum Islam serta mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia sebagai sebuah risalah dengan dakwah dan jihad. Negara Islam inilah satu-satunya tariqah yang dijadikan Islam untuk menerapkan sistem dan hukum-hukumnya secara menyeluruh dalam kehidupan dan masyarakat. Menurut Fazlur Rahman, negara Islam adalah organisasi yang dibentuk oleh masyarakat muslim itu dalam rangka memenuhi keinginan mereka dan tidak untuk kepentingan lain. Maksud dari “keinginan mereka” adalah untuk melaksanakan kehendak Allah sebagaimana tercantum dalam wahyu Allah (Al-Quran). Sejarah Islam mengungkapkan kepada kita bahwa Rasulullah telah berjuang semaksimal mungkin dengan mengerahkan kekuatan dan pikiran, yang ditopang hidayah wahyu, untuk mendirikan Daulah Islam atau Negara Islam bagi dakwah beliau serta penyelamat bagi pengikut beliau. Orang-orang yang beriman tidak cukup hanya beriman saja, melainkan harus berhijrah dan berjihad memperjuangkan tegaknya Dinullah dengan
mengumpulkan segenap kekuatan dan kekuasaan. Negara adalah bentuk konkrit dari kekuatan dan kekuasaan itu. Kekuasaan itu sangat ajaib. Kita bisa berbuat apa saja dengan kekuasaan. Namun hanya kekuasaan yang berdasarkan Islam sajalah yang dapat dijamin akan memuaskan semua orang. Tidak ada bentuk kekuasaan yang diterapkan atas manusia kecuali, mengutip istilah Yusuf Qardhawy, “kekuasaan syariat.” Banyak yang menyebut kekuasaan berdasarkan syariat ini sebagai “theo-demokrasi” atau “Demokrasi Islam”. Namun, di Indonesia, S.M Kartosoewirjo secara tegas menyatakan bentuk kekuasaan itu sebagai Negara Al-Jumhuriyah AlIndonesiah atau suatu Al-daulatul Islamiyah atau dengan sebutan Darul Islam yang secara nasiona dikenal dengan nama Negara Islam Indonesia.
BAB II ISI
Konstitusi Negara Islam Menurut Al-Mawardi Nama lengkap ilmuwan Islam ini adalah Abu Hasan Ali bin Habib alMawardi al-Bashri, ia lahir di Basrah pada tahun 370 H dan meninggal pada tahun 450 H. Dia seorang pemikir Islam yang terkenal, tokoh terkemuka mazhab Syafi’i, dan pejabat tinggi yang besar pengaruhnya dalam pemerintahan Abbasiyah. Setelah berpindah-pindah dari satu kota ke kota yang lain sebagai hakim, akhirnya dia kembali dan menetap di Baghdad, dan mendapat kedudukan yang terhormat pada pemerintahan Khalifah Qadir.34 Al Mawardi termasuk penulis yang produktif. Cukup banyak karya tulisnya dalam berbagai cabang ilmu, dari ilmu bahasa sampai sastra, tafsir, fiqh dan ketatanegaraan. Sebuah negara Islam, menurutnya, dinilai baik apabila memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut: (1) keyakinan agama berfungsi sebagai kekuatan moral yang mampu mengendalikan keinginan dan hawa nafsu manusia; (2) penguasanya kharismatik, berwibawa, dan dapat diteladani; (3) keadilan merata; (4) keamanan kuat dan terjamin; dan (5) kesuburan tanahnya dapat menjamin kebutuhan pangan warga negara. Dalam rangka terwujudnya negara ideal seperti itulah al Mawardi menyusun karya monumental, yang mengambil bentuk “konstitusi umum” bagi sebuah negara. 35 34 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, 58. 35 Nina M. Armando (et al.), Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005), 3. 57 Buku yang terkenal itu adalah Al-Ahkam Al-Sulthaniyah, buku tersebut sudah berkali-kali dicetak di Mesir dan telah disalin ke dalam banyak bahasa. Buku ini sedemikian lengkap dan dapat dikatakan sebagai “konstitusi umum” untuk negara, berisikan pokok-pokok kenegaraan seperti tentang jabatan khalifah dan syarat-syarat bagi mereka yang dapat diangkat sebagai pemimpin atau kepala negara dan para pembantunya, baik di pemerintah pusat, maupun di daerah.36 Dalam teorinya, al Mawardi
menekankan pada pentingnya kepemimpinan umat (imamah), posisi khalifah sebagai imam, serta kewajiban dan fungsi imam. Sentralitas imam dalam pemerintahan menjadi perhatian utama, bukan pada bagaimana proses pembentukan negara berlangsung dan bagaimana peran atau sumbangan Islam dalam proses tersebut.37 Al Mawardi memandang Imamah sebagai sebuah lembaga politik yang masih sentral dan penting dalam negara. Hal ini tanpak dalam pendahuluan kitabnya al Ahkam al Sultaniyah, “Sesungguhnya imam (khalifah) itu di proyeksikan untuk mengambil alih peran kenabian dalam menjaga agama dan mengatur dunia.38 Pernyataan ini mengandung arti bahwa seorang imam adalah pimpinan agama di satu pihak dan pemimpin politik di pihak lain. Sifat kepemimpinan ini pula yang tampak dalam diri Nabi Muhammad SAW. Ia menjadi Rasul Allah di satu pihak dan sebagai 36 Ibid., 59. 37 Abdul Aziz, Chiefdom Madinah: Salah Paham Negara Madinah, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2011), 16. 38 Imam Al Mawardi, Al Ahkam Al Sulthaniyah: Hukum-Hukum Penyelenggaraan Negara dalam Syariat Islam, terj. Fadli Bahri, (Jakarta: Darul Falah, 2006), 1. 58 pemimpin negara di pihak lain. Demikia juga dengan para Khulafaurrasyidin mereka memegang kekuasaan kepemimpinan agama dan kepemimpinan politik sekaligus. Kata imam sendiri merupakan turunan dari kata amma amma yang berarti “menjadi ikutan”. Kata imam berarti “pemimpin atau contoh yang harus diikuti”, atau “mendahului, memimpin.” Orang yang menjadi pemimpin harus selalu di depan untuk diteladani sebagai contoh dan ikutan. Kedudukan imam sama dengan khalifah, yaitu pengganti Rasul sebagai pemelihara agama dan penanggung jawab urusan umat.39 Manusia merupakan makhluk sosial sekaigus makhluk politik yang selalu membutuhkan kehadiran manusia lainnya dalam mencapai kesejahteraan hidupnya. Mereka hidup berkelompok dan membentuk masyarakat. Dan agar terjalin keharmonisan hubungan di antara mereka, maka harus dibuat suatu peraturan yang harus dipatuhi oleh seluruh anggota kelompok, dan mereka harus memilih pemimpin untuk mengatur dan melaksanakan peraturan tersebut. Jika imamah (kepemimpinan) telah diketahui sebagai hal yang wajib menurut syari’at, maka status wajibnya imamah (kepemimpinan) adalah fardhu kifayah seperti jihat, dan mencari ilmu. Artinya jika imamah 39 J Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta: PT Raia Grafindo Persada, 1997), 59. 59 (kepemimpinan) telah dijalankan oleh orang yang berhak menjalankannya, maka imamah (kepemimpinan) telah gugur dari orang lain.40 Menurut al Mawardi, untuk pemilihan atau seleksi diperlukan dua hal. Pertama, Ahl al-Ikhtiar atau mereka yang berwenang untuk memilih imam bagi umat. Mereka harus memenuhi tiga syarat: 1)
Memiliki sikap adil. 2) Memiliki ilmu pengetahuan yang memungkinkan mereka mengetahui siapa yang memenuhi syarat untuk diangkat menjadi imam. 3) Memiliki wawasan yang luas dan kearifan yang memungkinkan mereka memilih siapa yang paling tepat untuk menjadi imam, dan paling mampu mengelola kepentingan umat di antara mereka yang memenuhi syarat untuk jabatan itu.41 Kedua, Ahl al-Imamah, atau mereka yang berhak mengisi jabatan imam. Mereka harus memiliki tujuh syarat: 1) Sikap adil dengan segala persyaratannya. 2) Ilmu pengetahuan yang memadai untuk ijtihad terhadap kasuskasus dan hukum-hukum. 40 Ibid., 2. 41 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, 63. 60 3) Sehat inderawi (telinga, mata, dan mulut) agar ia mampu menangani langsung permasalahan yang telah diketahuinya. 4) Sehat organ tubuh dari cacat yang menghalanginya bertindak dengan sempurna dan cepat. 5) Wawasan yang memadai untuk mengatur kehidupan rakyat dan mengelola kepentingan umum. 6) Keberanian yang memadai yang membuatnya mampu melindungi rakyat, dan melawan musuh. 7) Keturunan Quraisy.42 Jabatan imamah (kepemimpinan) dapat dianggap sah dengan dua cara yaitu, pertama, pemilihan oleh ahlu al-aqdi wa al-hal (mereka yang berwenang mengikat dan melepaskan) yakni para ulama, cendekiawan dan pemuka masyarakat. Kedua, penunjukan oleh imam sebelumnya.43 Para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah keanggotaan ahlu al-aqdi wa alhal sehingga pengangkatan imam oleh mereka dianggap sah. Pertama, sekelompok ulama berpendapat, bahwa pemilihan imam tidak sah kecuali dengan dihadiri seluruh anggota ahlu alaqdi wa al-hal dari setiap daerah, agar imam yang mereka angkat diterima oleh seluruh lapisan dan mereka semua tunduk kepada imamah (kepemimpinannya). Kedua, 42 Imam Al Mawardi, Al Ahkam Al Sulthaniyah, 3-4. 43 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, 64. 61 kelompok fuqaha’ dan para teolog di Basrah berpendapat, bahwa minimal lembaga yang memilih imam yaitu ahlu al-aqdi wa al-hal beranggotakan lima orang, dan salah satu dari mereka diangkat menjadi imam dengan persetujuan empat orang lainnya. Dasar pendirian kelompok ini adalah dahulu Abu Bakar diangkat menjadi khalifah pertama melalui pemilihan oleh lima orang, dan Umar bin Khattab telah membentuk “dewan formatur” yang terdiri dari enam orang untuk memilih seorang diantara mereka sebagai khalifah penggantinya dengan persetujuan lima anggota yang lain.44 Ketiga, kelompok ulama Kufah berpendapat, bahwa ahlu al-aqdi wa al-hal dianggap sah dengan tiga orang. Salah seorang dari ketiganya ditunjuk sebagai imam (khalifah) dengan persetujuan dua anggota yang lain. Jadi salah seorang dari mereka menjadi imam, dan dua orang lainnya menjadi saksi sebagaimana akad nikah dianggap sah dengan dihadiri satu
orang wali dan dua orang saksi. Keempat, kelompok lain berpendapat, bahwa ahlu al-aqdi wa alhal dianggap sah sekalipun dilakukan oleh seorang saja. Alasan yang dikemukakan karena dahulu Ali bin Abu Thalib diangkat oleh Abbas, paman Nabi, ia berkata kepada Ali: “Ulurkan tanganmu, aku membaiatmu”, melihat apa yang dilakukan oleh Abbas, orang yang hadir serentak memberi baiat 44 Imam Al Mawardi, Al Ahkam Al Sulthaniyah, 5. 62 kepada Ali.45 Dalam hal ini al Mawardi tidak menyebutkan posisinya, pendapat mana yang didukungnya. Menurut al Mawardi, salah satu tugas penting dari anggota lembaga pemilih (ahlu al-aqdi wa al-hal) adalah mengadakan penelitian terdahulu terhadap calon kepala negara apakah ia telah memenuhi persyaratan. Jika ia bersedia menjadi imam, maka segera di baiat, dengan pembaiatan tersebut maka ia resmi menjadi imam (khalifah) yang sah, kemudian seluruh umat harus membaiatnya dan taat kepadanya. Namun jika ia menolak dijadikan imam, maka ia tidak boleh dipaksa untuk menerima jabatan imam, karena imamah adalah akad atas dasar kerelaan, dan tidak boleh ada unsur paksaan di dalamnya. Dan jika ada diantara pemilih yang tidak setuju kepada pemimpin terpilih, maka jabatan imamah diberikan kepada orang lain yang layak menerimanya.46 Pendapat al Mawardi di atas menunjukkan bahwa proses pengangkatan kepala negara merupakan persetujuan dari kedua belah pihak, merupakan hubungan kontrak sosial atau perjanjian antara yang memilih dan yang dipilih atas dasar suka rela. Konsekuensinya kedua belah pihak mempunyai kewajiban dan hak secara timbal balik. Oleh karenanya maka imam, selain berhak untuk ditaati oleh rakyat dan untuk menuntut loyalitas 45 Ibid., 5-6. 46 Ibid., 6. 63 penuh dari mereka, ia sebaliknya mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi terhadap rakyatnya. Menurut al Mawardi ada sepuluh tugas yang harus dilakukan oleh imam, yaitu: 1. Melindungi keutuhan agama sesuai dengan prinsip-prinsipnya yang ditetapkan dan ijma’ generasi salaf. Jika muncul pembuat bid’ah, atau orang sesat yang membuat syubhat tentang agama, ia menjelaskan hujjah kepadanya, menerangkan yang benar kepadanya, dan menindaknya sesuai dengan hak-hak dan hukum yang berlaku, agar agama tetap terlindungi dari segala penyimpangan dan umat terlindungi dari usaha penyesatan. 2. Menerapkan hukum kepada dua pihak yang beperkara, dan menghentikan perseteruan di antara dua pihak yang berselisih, agar keadilan menyebar secara merata, orang yang zalim tidak berlaku semena-mena, dan orang teraniaya tidak merasa lemah. 3. Melindungi wilayah negara dan tempat-tempat suci, agar manusia dapat leluasa bekerja, dan bepergian ketempat mana pun dengan aman dari gangguan terhadap jiwa dan harta.
4. Menegakkan hukum pidana, agar perkara yang dilarang Allah tidak dilanggar dan hak setiap hamba-Nya tidak di rusak. 5. Melindungi negara dari serangan musuh, dengan cara membuat benteng pertahanan yang tangguh dan kuat. 6. Memerangi orang yang menentang Islam setelah sebelumnya ia di dakwahi hingga ia masuk Islam, atau masuk dalam perlindungan kaum Muslimin, agak hak Allah terealisir yaitu kemenangan-Nya atas seluruh agama. 7. Mengambil fai (harta yang didapatkan kaum Muslimin tanpa pertempuran) dan sedekah sesuai dengan yang diwajibkan syari’at secara tekstual atau ijtihad tanpa rasa takut dan paksa. 8. Menenukan gaji, dan apa saja yangdiperlukan dalam Baitul Mal (kas negara) tanpa berlebih lebihan, kemudian mengeluarkannya tepat pada waktunya, tidak mempercepat atau menunda pengeluarannya. 9. Mengangkat orang-orang terlatih untuk menjalankan tugas-tugas, dan orang-orang yang jujur untuk mengurusi masalah keuangan, agar tugas-tugas ini dikerjakan oleh orang-orang yang ahli, dan keuangan dipegang oleh orang-orang yang jujur. 10. Terjun langsung menangani segala persoalan, dan menginspeksi keadaan, agar ia sendiri yang memimpin umat dan melindungi agama.47 Tugas-tugas tersebut tidak boleh ia delegasikan kepada orang lain dengan alasan sibuk, istirahat atau ibadah. Jika tugas-tugas tersebut ia 47 Ibid., 23-24 65 limpahkan kepada orang lain, sungguh ia berkhianat kepada umat, dan menipu penasihat.48 Apabila pemimpin telah melaksanakan dan menjamin hak-hak rakyatnya, berarti pula ia telah melaksanakan hak-hak Allah. Jadi pelaksanaan syari’at dan terwujudnya kemaslahatan rakyat menjadi tujuan utama penyelenggaraan pemerintahan. Artinya kekuasaan politik adalah alat untuk melaksanakan seperangkat hukum yang disyari’atkan oleh Allah dan alat untuk mewujudkan kemaslahatan rakyat. 49 Jika pemimpin telah memenuhi hakhak rakyat dan telah melaksanakan kewajiban-kewajibannya kepada rakyat, maka ia mempunyai dua hak atas umat (rakyat). Pertama, rakyat taat kepadanya. Kedua, menolongnya selama ia tidak berubah. Dua hal yang mengubah kondite dirinya dan karena dua hal tersebut, ia harus mundur dari imamah (kepemimpinan). 1. Cacat dalam keadilannya. 2. Cacat tubuh.50 Adapun cacat dalam keadilannya adalah ia berbuat salah dan fasiq, keluar dari jalan yang benar, perbuatan dan keyakinannya bercampur dengan hal-hal tercela dan mungkar lantaran ia menuruti hawa
nafsunya. 48 Ibid., 25 49 J Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah, 262. 50 Imam Al Mawardi, Al Ahkam Al Sulthaniyah, 26. 66 Adapun yang dimaksud dengan cacat tubuh adalah sesuatu yang menimpa fisiknya dan membuatnya tidak mampu lagi menjalankan roda pemerintahan, yaitu: 1. Kehilangan panca indra. Kelihangan panca indra yang dimaksud adalah hilangnya ingatan dan hilangnya penglihatan, yang menghalangi seseorang untuk bisa diangkat menjadi imamah (pemimpin). 2. Kehilangan organ-organ tubuh lainnya. Hilangnya organ tubuh yang menghalangi seseorang untuk menjadi imam adalah hilangnya organ tubuh yang menyebabkan seseorang hanya mampu mengerjakan sebagian pekerjaan, seperti hilangnya salah satu tangan atau salah satu kaki. Dalam kondisi seperti itu, ia tidak sah diangkat menjadi pemimpin, karena ia tidak mampu bertindak dengan sempurna.51 3. Kehilangan kebebasan untuk bertindak karena menjadi “tawanan” pembantu-pembantunya atau menjadi tawanan musuh.52 Jika kepala negara yang fasik kemabli bersikap adil, maka ia tidak boleh melaksanakan jabatannya kecuali dengan kontrak sosial yang baru. 51 Ibid., 31. 52 Ibid., 33. 67 Artinya kepala negara yang fasik harus disingkirka dan tidak lagi sah menduduki jabatan itu.53 Jika kepala negara berada dalam tawanan, maka seluruh umat wajib membebaskannya, karena diantara hak imam adalah mendapatkan pertolongan. Ia tetap menjadi imam selagi masih ada harapan ia bisa dibebaskan, dan ada jaminan ia bisa dilepaskan, dengan perang atau tebusan. Tetapi jika upaya pembebasan menemui jalan buntu maka ia harus di copot dari jabatannya, kemudian dewan pemilih mengangkat orang lain sebagai iam baru bagi kaum muslimin.54 3. Konstitusi Negara Islam Kartosuwirjo Kartosuwirjo sudah sejak tahun 20-an telah memperjuangkan ide sebuah negara Islam dan pengertian Kartosuwirjo atas sebuah negara Islam adalah sebuah negara yang benarbenar menjalankan syari’at dan hukum Islam sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan sunah Nabi secara konsekuen dan menyeluruh. Seperti yang telah Allah firmankan dalam Al-Quran: “Masuklah kalian ke dalam agama Islam secara total menyeluruh, dan jangan kalian ikuti langkah-langkah syetan”. (Qs. Al-Baqarah, 2:208). Maksud total menyeluruh (kaffah) itu ialah dalam seluruh lapangan dan sektor kehidupan masyarakat dan negara, umat Islam harus Islami atau berdasarkan Islam. Baik dari segi 53 J Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah, 263. 54 Imam Al Mawardi, Al Ahkam Al Sulthaniyah, 33-34. 68 Politik, ekonomi, kultural, pendidikan, kebudayaan dan lain lain, seluruhnya harus Islami atau berdasarkan Islam. Kartosuwirjo menguraikan struktur politik negara Islam Indonesia dalam konstitusi Qanun Asasi, yang dirancang pada tahun 1948. Qanun Asasi tersebut diawali oleh sebuah penjelasan singkat yang
terdiri atas 10 pokok, antara lain disebutkan bahwa Negara Islam Indonesia tumbuh di masa perang, di tengah-tengah revolusi Nasional dan selama perang suci berjalan terus, Negara Islam Indonesia merupakan Negara Islam di masa perang atau “Darul Islam fi Waqtil Harbi”. Hukum yang berlaku di Negara Islam Indonesia adalah hukum Islam di masa perang. Perjuangan kemerdekaan yang telah berlangsung dinyatakan sudah kandas, dan umat Islam Indonesia akan meneruskan revolusi Indonesia dan telah mendirikan sebuah Negara Islam yang berdaulat, yaitu sebuah “Kerajaan Allah di dunia”. 55 Menurut pasal 1 konstitusi negara Islam Indonesia, negara yang diproklamirkan Kartosuwirjo adalah sebuah republik (Jumhuriyah). Dalam republik ini negara menjamin berlakunya syari’at Islam dan akan memberi keleluasaan bagi pemeluk agama lain untuk melakukan ibadahnya. Dasar hukum yang berlaku di Negara Islam Indonesia adalah hukum Islam dan hukum yang tertinggi adalah Al-Qur’an dan Hadith Nabi. Instansi tertinggi negara itu adalah Majlis Syuro, tetapi dalam keadaan genting hak tersebut 55 Holk H. Dengel, Darul Islam, 112. 69 dapat dialihkan kepada Imam dan Dewan Imamah. Berdasarkan konstitusi ini, semua kekuasaan terpusat di tangan Imam yang harus orang Indonesia asli dan beragama Islam. Sesuai dengan itu semua kedudukan tinggi lainnya hanya boleh diduduki oleh orang Islam.56 Berhubung tidak ada Parlemen, semua peraturan Negara Islam Indonesia dikeluarkan oleh Komandemen Tertinggi, yaitu Dewan Imamah yang dulu, dalam bentuk maklumat yang ditandatangani oleh Imam. Dari konstitusi tersebut dapat disimpulkan, bahwa Kartosuwirjo mendirikan Negara Islam Indonesia mengikuti Negara Islam pertama yaitu Negara Madinah yang di pimpin oleh Nabi Muhammad SAW. Hal tersebut dapat dilihat dari Qanun Asasi yang telah di bentuk oleh Kartosuwirjo.
Contoh Negara islam di dunia : Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Filipina, Thailand, Singapura, China, India, Pakistan, Bangladesh, Maladewa, Mesir, Arab Saudi, Yaman, Lebanon, Yordania, Palestina, Iran, Iraq, Afghanistan, Uni Emirat Arab, Qatar, Oman, Kuwait, Maroko, Aljazair, Tunisia, Turkmenistan, Azerbaijan, Kazakhtan, Uzbekistan, Senegal, Afrika Selatan, Kamerun, Mali, Ghana, Nigeria, Sudan, Bosnia Herzegovina, Albania, Turki, Jerman, Perancis, Spanyol, Inggris, Rusia, Suriname, Amerika Serikat, Australia.
BAB III PENUTUP
Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang menjadi bahasan dalam makalah ini, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan kerena terbatasnya pengetahuan kurangnya rujukan atau referensi yang kami peroleh hubungannya dengan makalah ini. Penulis banyak berharap kepada para pembaca yang budiman memberikan kritik saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis para pembaca khusus pada penulis.
Makalah kewarganegaraan “ Negara Hukum Pancasila”
Disusun Oleh Kelompok 5
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Eka Nurwahdaniyah Putri Rahayu Anggun ailing Anita carolin Siti Fatonah Isnaini Nadiyah sulhi Yulistia Wulandari
(185110501111001) (185110501111002) (185110500111050) (185110500111037) (185110500111038) (185110501111028) (185110500111042) (185110500111035)
Universitas Brawijaya
Malang 2019
Kata Pengatar
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya. Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi. Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
Malang, 10 februari 2019
Penulis
Daftar Isi
KATA PENGANTAR .................................................................................... DAFTAR ISI.................................................................................................... BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang ...................................................................... 1.2 Rumusan masalah ................................................................ 1.3 Tujuan penulisan ..................................................................
BAB II
PEMBAHASAN 2.1 Definisi Pancasila ................................................................ 2.2 Sejarah Pancasila ................................................................. 2.3 Pancasila Sebagai dasar negara ...........................................
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan ......................................................................... 3.2 Saran .................................................................................... DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang prinsip dasar dari konsep negara hukum adalah tindakan pemerintah berdasarkan hukum, bukan berdasarkan perseorangan, yang artinya bahwa hukum menekankan pada penegakan terhadap pengakuan, persamaan, kebebasan individual, dan Hak Asasi Manusia. di dalam konsep dari negara hukum terdapat dua model secara prinsip yaitu : model Eropa Kontiental dengan intinya rechstaat dan model dari Anglo Saxon yang memiliki intinya rule of law. Di sini kita akan membahas tentang negara hukum pancasila yang mana merupakan konsep yang dimiliki oleh Negara Indonesia. karena karakteristik yang dimiliki oleh pancasila merupakan dasar hukum bagi negara Indonesia. jadi penerapan dari konsep negara hukum di indonesia akan digaris bawahi oleh prinsip moral dari pandangan pancasila. oleh karena itu, penulis mencoba untuk melihat pada karakteristik dari konsep negara hukum pancasila.
1.2 Rumusan Masalah 1. Apa itu pancasila? 2. Bagaimana sejarah awal dari negara pancasila? 3. Bagaimana pancasila digunakan sebagai dasar negara?
1.3 Tujuan penulisan 1. Untung memahami apa itu pancasila 2. Untuk mengetahui sejarah pancasila 3. Mengetahui pacasila sebagai dasar negara
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Pancasila Pancasila merupakan falsafat bangsa Indonesia secara yuridis , secara historis, hukum (rechtsidee) dari bangsa Indonesia. Pancasila sendiri berisikan tentang asas ketuhanan yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa; asas kemanusiaan yaitu Kemanusiaan yang adil dan beradap, asas kebangsaan yaitu Persatuan Indonesia, asas kerakyatan yang diwujudkan dalam kedaulatan rakyat dengan bentuk demokrasi mufakat yaitu Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan; serta asas keadilan sosial untuk kepentingan umum yaitu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sehingga keberadaan Pancasila dapat digunakan sebagai penguji dari hukum positif yang ada di Indonesia, yang artinya segala pembentukan hukum serta penerapan dan pelaksanaannya tidak lepas dari nilai-nilai Pancasila sebagai Staatsfundamentalnor. Hal tersebut dikarenakan Pancasila merupakan jiwa dan falsafah dari hukum dan kehidupan berbangsa di Indonesia yang berasal dari jiwa bangsa Indonesia. selain itu Pancasila juga sebagai tolak ukur bagi segala kegiatan kenegaraan, kemasyarakatan, dan perorangan yang dimana nilai ketuhanan tersebut janganlah dipandang sempit hanya berpatokan pada suatu agama tertentu saja, namun harus dipandang sebagai nilai Ketuhanan yang bersifat universal, yaitu memiliki sifat Keadilan, memiliki sifat Kebenaran, memiliki sifat Kebaikan, memiliki sifat Welas Asih atau Pemurah, Memiliki sifat Pengampunan, memiliki sifat Kesetaraan, memiliki sifat Kebebasan, memiliki sifat Menghormati, memiliki sifat Penghukuman, memiliki sifat Tidak Egois,dll. B. Sejarah Pancasila Lahirnya Pancasila Sebagai realisasi janji Jepang maka pada hari ulang tahun Kaisar Hirohito tanggal 29 April 1945 Jepang memberi semacam “hadiah ulang tahun” kepada bangsa Indonesia, yaitu janji kedua dari pemerintah Jepang berupa “kemerdekaan tanpa syarat. Tindak lanjut janji tersebut dibentuklah suatu badan yang bertugas untuk menyelidi usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia yang dikenal dengan nama
BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persipan Kemerdekaan Indonesia), yang dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Zyunbi Tioosakai. Pada hari itu diumumkan nama-nama ketua serta para anggotanya sebagai berikut: Ketua : Dr. KRT. Radjiman Wediodiningrat Ketua Muda : Ichubangase (seorang anggota luar biasa Ketua Muda : RP. Soeroso (Merangkap ketua) Enam puluh anggota biasa bangsa Indonesia tidak termasuk ketua dan ketua muda dan mereka kebanyakan berasal dari Jawa, tetapi ada juga yang berasal dari Sumatera, Sulawesi, Maluku, beberapa peranankan Eropa, Cina dan Arab. 1. Sidang Pertama BPUPKI BPUPKI mulai bekerja pada tanggal 28 Mei 1945 pada tanggal 28 Mei 1945, dimulai upacara pembukaan dan pada kesesok harinya dimulai sidang-sidang (29 Mei -1 Juni 1945). Yang menjadi pembicaranya adalah Mr. Muh. Yamin, Mr. Soepomo, Drs. Moh. Hatta, dan Ir. Soekarno. Sayang sekali notulen sidang pertama sebanyak 40 halaman telah hilang dan sampai sekarang belum ditemukan, sehingga banyak catatan sejarah sidang tersebut tidak diketahui bangsa Indonesia. Hanya berdasar saksi hidup dapat dirunut garis-garis besar yang dibicarakan dalam sidang tersebut. a. Isi Pidato Mr. Muh Yamin Di dalam bukunya Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, dikatakan bahwa pada tanggal 29 Mei 1945 itu beliau berpidato tentang rancangan.usulan dasar negara sebagai berikut: 1.Peri Kebangsaan 2.Peri Kemanusiaan 3.Peri Ketuhanan 4.Peri Kerakyatan 5.Kesejahteraan Rakyat (Kaelan, 2000:35). Tetapi notulen pidato Mr. Muh. Yamin ini tidak terdapat di dalam arsip nasional. b. Isi Pidato Mr. Soepomo Sidang tanggal 31 Mei 1945 mengetengahkan pembicara Mr. Soepomo. Beliau adalah seorang ahli hukum yang sangat cerdas dan masih muda usia waktu itu. Di dalam pidatonya Mr. Soepomo menjelaskan bahwa dasar pemerintahan suatu negara bergantung pada staatsidee yang akan dipakai. Menurut Soepomo, di dalam ilmu negara ada beberapa aliran pikiran tentang negara yaitu: Pertama, aliran pikiran perseorangan (individualis) sebagaimana diajarkan oleh Thomas Hobbes (abad 17), Jean Jacques Rousseau (abad 18), Herbert Spencer (abad 19) dan Harold J Laski (abad 20). Menurut alam pikiran ini negara ialah masyarakat hukum (legal society) yang disusun atas kontrak seluruh orang dalam
masyarakat itu (kontrak sosial). Susunan negara ini terdapat di Eropa Barat dan Amerika. Kedua, aliran pikiran tentang negara berdasar teori golongan (class theory) sebagaimana diajarkan Karl Marx, Engels dan Lenin. Negara dianggap sebagai alat dari suatu golongan (suatu kelas) untuk menindas kelas yang lain. Negara ialah alatnya golongan yang mempunyai kedudukan ekonomi yang paling kuat untuk menindas golongan lain yang mempunyai kedudukan lemah. Negara kapitalis ialah perkakas borjuis untuk menindas kaum buruh, oleh karena itu para Marxis menganjurkan revolusi politik untuk merebut kekuasaan. Ketiga, Aliran pikiran lainnya: teori integralistik yang diajarkan Spinoza, Adam Muller, Hegel, dan lain-lain (abad 18-19). Menurut pikiran itu negara tidak menjaminm kepentingan seseorang atau golongan tetapi kepentingan masyarakat seluruhnya. Negara ialah susunan masyarakat yang integral, segala golongan, segala anggota hubungannya erat dan merupakan persatuan masyarakat yang organis. Negara tidak memihak kapada golongan yang paling kuat atau paling besar, tetapi menjamin kepentingan dan keselamatan hidup bagi seluruhnya sebagai persatuan yang tidak dapat dipisahkan. Setelah memaparkan ketiga teori tersebut Soepomo menawarkan kepada hadirin untuk memilih aliran pikiran mana yang akan digunakan dari ketiganya itu. Kemudian Soepomo sendiri mengusulkan bahwa tiap-tiap negara memiliki keistimewaan sendiri-sendiri, maka politik pembangunan negara Indonesia harus disesuaikan dengan sociale structur masyarakat Indonesia sekarang dan panggilan zaman. Beliau menolak faham individualistis karena contohnya di Eropa dengan menggunakan faham ini orang mengalami krisis rohani yang maha hebat. Demikian pula susunan negara Soviet Rusia yang bersifat diktaktor proletariat bertentangan dengan sifat masyarakat Indonesia yang asli. Prinsipnya, persatuan antara pimpinan dan rakyat, prinsip persatuan dalam negara seluruhnya yang menurut Soepomo ini cocok dengan aliran ketimuran dan masyarakat Indonesia. Semangat kebatinan dari bangsa Indonesia adalah persatuan hidup, persatuan kawulo dan gusti, dunia luar, dunia batin, mikrokosmos dan makrokosmos, rakyat dan pemimpin. Pemimpin sejati sebagai petunjuk jalan ke arah cita-cita yang luhur yang didamkan rakyat.
c. Isi Pidato Ir. Soekarno Pada hari keempat sidang pertama BPUPKI, tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mendapat giliran menyampaikan gagasannya mengenai dasar-dasar bagi Indonesia merdeka. Pidato Ir., Soekarno sangat menarik dan sering mendapat applus dari anggota sidang yang lain. Pada intinya, Ir. Soekarno pertama-taam memaparkan dasar-dasar Indonesia merdeka sebagaimana diminta oleh ketua BPUPKI dibicarakan di dalam sidang tersebut belum dibahas secara jelas oleh para pembicara sebelumnya. Menurut Ir. Soekarno, dasar bagi Indonesia merdeka itu adalah dasarnya suatu negara yang akan didirikan yang disebutnya philosophische grondsag, yaitu fundamen, filsafat, jiwa, pikiran yang sedalam-dalamnya yang di atasnya akan didirikan gedung Indonesia yang merdeka. Setiap negara mempunyai dasar sendiri-sendiri demikian pula hendaknya Indonesia. Selanjutnya Ir, Soekarno mengusulkan kepada sidang bahwa dasar bagi Indonesia merdeka itu disebut Pancasila, yaitu: 1.Kebangsaan (nasionalisme) 2.Kemanusiaan (internasionalisme) 3.Musyawarah, mufakat, perwakilan 4.Kesejhteraan sosial 5.Ketuhanan yang berkebudayaan Jika anggota sidang tidak setuju dengan rumusan yang lima di atas, maka rumusan itu dapat diperas menjadi tiga yang disebutnya Trisila, yaitu: 1.Sosio-nasionalisme 2.Sosio-demokrasi 3.Ketuhanan Kemudian, dibentuklah suatu panitia kecil berjumlah delapan orang untuk menyusun dan mengelompokkan semua usulan tersebut. Panitia delapan terdiri dari: 1.Ir. Soekarno 2.Drs. Moh Hatta 3.Sutardjo 4.K.H. Wachid Hasyim 5.Ki Bagus Hadikoesoemo 6.Oto Iskandardinata 7.Moh. Yamin 8.Mr. A.A. Maramis Setelah para panitia kecil yang berjumlah delapan orang tersebut bekerja meneliti dan mengelompokkan usulan yang masuk, diketahui ada perbedaan pendapat dari para anggota sidang tentang hubungan antara agama dan negara. Para anggota sidang yang beragama Islam menghendaki bahwa negara berdasarkan syariat Islam, sedangkan
golongan nasionalis menghendaki bahwa negara tidak mendasarkan hukum salah satu agama tertentu. Untuk mengatasi perbedaan ini maka dibentuk lagi suatu panitia kecil yang berjumlah sembilan orang (dikenal sebagai Panitia Sembilan), yang anggotanya berasal dari golongan nasionalis, yaitu: 1.Ir. Soekarno (Ketua) 2.Mr. Moh Yamin 3.K.H Wachid Hasyim 4.Drs. Moh. Hatta 5.K.H. Abdul Kahar Moezakir 6.Mr. Maramis 7.Mr. Soebardjo 8.Abikusno Tjokrosujoso 9.H. Agus Salim Panitia sembilan bersidang tanggal 22 Juni 1945 dan menghasilkan kesepakatan atau suatu persetujuan yang menurut istilah Ir,. Soekarno adalah suatu modus, kesepakatan yang dituangkan di dalam Mukadimah (Preambule) Hukum Dasar, alinea keempat dalam rumusan dasar negara sebagai berikut:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya; 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab; 3.Persatuan Indonesia; 4.Kerakyatan
yang
dipimpin
oleh
hikmat
kebijaksanaan
dalam
permusyawaratan/perwakilan; 5.Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Moh. Yamin mempopulerkan kesepakatan tersebut dengan nama Piagam Jakarta. Sidang Kedua BPUPKI 2. Pada sidang kedua BPUPKI tanggal 10 Juli 1945 Ir. Soekarno diminta menjelaskan tentang kesepakatan tanggal 22 Juni 1945 (Piagam Jakarta). Oleh karena sudah mencapai kesepakatan maka pembicaraan mengenai dasar negara dianggap sudah selesai. Selanjutnya dibicarakan mengenai materi undang-undang dasar (pasal demi pasal) dan penjelasannya. Penyusunan rumusan pasal-pasal UUD diserahkan kepada Mr. Soepomo. Demikian pula mengenai susunan pemerintahan negara yang terdapat dalam Penjelasan UUD. Sidang BPUPKI kedua ini juga berhasil menentukan bentuk negara jika Indonesia merdeka. Bentuk negara yang disepakati adalah republik dipilih oleh 55 dari 64 orang yang hadir dalam sidang. Wilayah negara disepakati bekas Hindia Belanda ditambah Papua dan Timor Portugis (39 suara) 3. Pembentukan PPKI
Sementara itu kedudukan Jepang yang terus menerus terdesak karena serangan balik Sekutu. Komando Tentara Jepang di wilayah Selatan mengadakan rapat pada akhir Juli 1945 di Singapura. Disetujui dalam rapat tersebut bahwa kemerdekaaan bagi Indonesia akan diberikan pada tanggal 7 September 1945, setahun setelah pernyataan Koiso. Akan tetapi dalam bulan Agustus terjadi perubahan cepat dan tanggal 7 Agustus Jendral Terauchi menyetujui pembentukan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI = Dokuritzu Zyunbi Iinkai) yang bertugas melanjutkan tugas BPUPKI dan mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan karena akan diadakannya pemindahan kekuasaan dari Jepang kepada bangsa Indonesia. Anggota PPKI terdiri dari 21 orang dengan ketua Ir. Soekarno dan Wakil Ketua Drs. Moh. Hatta. Secara simbolis PPKI dilantik oleh Jendral Terauchi dengan mendatangkan Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan Rajiman Wedyodiningrat, bekas ketua BPUPKI ke Saigon pada tanggal 9 Agustus 1945. Dalam pidatonya Terauchi mengatakan cepat lambatnya kemerdekaan bisa diberikan tergantung kerja PPKI. Dalam pembicaraan Terauchi dengan para pempimpin Indonesia tanggal 11 Agustus 1945, ia mengatakan bahwa kemerdekaan akan diberikan tanggal 24 Agustus 1945. Akan tetapi perkembangan cepat justru terjadi setelah bom atom dijatuhkan di Hirosima dan Nagasaki. Setelah kembali dari Saigon pada tanggal 14 Agustus 1945 di Kemayoran Ir. Soekarno mengumumkan bahwa Indonesia akan merdeka sebelum jagung berbunga dan kemerdekaan itu bukan merupakan hadiah dari Jepang melainkan hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri.Oleh karena itu Ir. Soekarno atas tanggung jawab sendiri menambah jumlah.
C. Pancasila Sebagai Dasar Negara Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia, sebagaimana di tegaskan oleh “ Pembukaan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945 : “ . . . . . maka di susunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu undangundang dasar Negara Republik Indonesia yang berkadaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada (garis dari penulis) : Ketuhanan Yang Maha Esa . . . . . . . dan seterus nya”
Presiden soekarno dalam uraian “Pancasila Sebagai Dasar Negara” mengartikan dasar Negara itu sebagai Weltanshauung, demikian beliau berkata : “ saudara mengerti dan mengetahui, bahwa pancasila adalah saya anggap sebagai dasar dari pada Negara Republik Indonesia, atau dengan bahasa jerman : satu Weltanscahauung di atas mana kita meletakkan Negara Republik Indonesia” Weltanschauung suatu abstraksi, konsepsi atau susunan pengertian-pengertian yang melukiskan asal mula kekuasaan Negara, tujuan Negara dan cara penyelenggaraan kekuasaan Negara itu, di samping itu Weltanschauung berarti pandangan(filsafat) hidup dari suatu bangsa atau masyarakat tertentu. Pancasila dalam kedudukannya ini sering di sebut sebagai Dasar Filsafat atau Dasar
Falsafah Negara (Philosofische Gronslag) dari negara,ideology negara atau
(staatsidee). Dalam pengertian ini pancasila merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur pemerintahan negara atau dengan lain perkataan pancasila merupakan suatu dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara. Konsekuensinya seluruh pelaksanaan dan penyelenggaraan negara terutama segala peraturan perundang-undangan termasuk proses reformasi dalam segala bidang ini, dijabarkan dan diderivasikan dari nilai-nilai pancasila. Maka pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum, pancasila merupakan sumber kaidah hukum negara yang secara konstitusional mengatur negara Republik Indonesia beserta seluruh unsur-unsurnya yaitu rakyat,wilayah,serta pemerintahan negara. Sebagai dasar negara, Pancasila merupakan suatu asas kerokhanian yang meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum. Sehingga merupakan suatu sumber nilai,norma serta kaidah, baik moral maupun hukum negara, dan menguasai hukum dasar baik yang tertulis atau Undang-Undang Dasar maupun yang tidak tertulis atau convensi.Dalam kedudukannya sebagai dasar negara, pancasila mempunyai kekuatan mengikat secara hukum, Sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sebagai sumber tertib hukum Indonesia maka Pancasila tercantum dalam ketentuan tertinggi yaitu pembukaan UUD 1945, kemudian dijelmakan atau dijabarkan lebih lanjut dalam pokok-pokok pikiran. Yang meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945, yang pada akhirnya dikongkritisasikan dalam pasal-pasal UUD 1945, serta hukum positif lainnya.
Kedudukan pancasila sebagai dasar negara tersebut dapat dirinci sebagai berikut : - Pancasila sebagai dasar negara adalah merupakan sumber dari segala sumber hukum (sumber tertib hukum) Indonesia. Dengan demikian Pancasila merupakan asas kerokhanian tertib hukum Indonesia yang dalam Pembukaan UUD 1945 dijelma lebih lanjut ke dalam empat pokok pikiran. -
Meliputi suasana kebatinan (Geistlichenhintergrund) dari Undang-Undang Dasar
1945. -
Mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara (baik hukum dasar tertulis
maupun tidak tertulis). Mengandung norma yang mengharuskan Undang-Undang Dasar mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara (termasuk para penyelenggara partai dan golongan fungsional memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. Hal ini sebagaimana tercantum dalam pokok pikiran ketempat yang bunyinya sebagai berikut : “ . . . . .
Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab”. -
Merupakan sumber semangat bagi Undang-Undang Dasar 1945, bagi penyelenggara
negara, para pelaksana pemerintahan (juga para penyelenggara partai dan golongan fungsional). Hal ini dapat dipahami karena semangat adalah penting bagi pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, karena masyarakat dan negara Indonesia senantiasa tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan dinamika masyarakat. Dengan semangat yang bersumber pada asas kerokhanian negara sebagai
pandangan hidup
bangsa, maka dinamika masyarakat dan negara akan tetap diliputi dan diarahkan asas kerokhanian negara.
Dasar formal kedudukan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia tersimpul dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang bunyinya sebagai berikut : “ . . . . . . maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia
yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat
kebijaksanaan
dalam
permusyawaratan/perwakilan,
serta
dengan
mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Pengertian kata” . . . Dengan berdasar kepada . . . “ hal ini secara yuridis memiliki makna sebagai dasar negara. Walaupun dalam kalimat terakhir Pembukaan UUD 1945 tidak tercantum kata ’Pancasila’ secara eksplisit namun anak kalimat “ . . . dengan berdasar kepada . . . . “ ini memiliki makna dasar negara adalah Pancasila. Hal ini didasarkan atas interpretasi historis sebagaimana ditentukan oleh BPUPKI bahwa dasar negara Indonesia itu disebut dengan istilah Pancasila.
Sebagaimana telah ditentukan oleh pembentukan negara bahwa tujuan utama dirumuskannya Pancasila adalah sebagai dasar negara Republik Indonesia.Oleh karena itu fungsi pokok pancasila adalah sebagai dasar negara Republik Indonesia.Hal ini sesuai dengan dasar yuridis sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, ketetapan No XX/MPRS/1966.( Jo Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan No. IX/MPR/1978). Di jelaskan bahwa pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum Indonesia yang pada hakikatnya adalah merupakan suatu pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita moral yang meliputi suasana kebatinan serta watak dari bangsa Indonesia. Selanjutnya dikatakannya bahwa cita-cita tersebut adalah meliputi cita-cita mengenai kemerdekaan individu.Kemerdekaan bangsa, perikemanusiaan, keadilan social, perdamaian nasional dan mondial, cita-cita politik mengenai sifat, bentuk dan tujuan negara.Cita-cita moral mengenai kehidupan ke masyarakatan dan keagamaan sebagai pengejawantahan dari budi nurani manusia.
Dalam proses reformasi dewasa ini MPR melalui Sidang Istimewa tahun 1998, mengembalikan kedudukan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia yang tertuang dalam tap. No. XVIII/MPR/1998. Oleh karena itu segala agenda dalam proses reformasi, yang meliputi berbagai bidang selain mendasarkan pada kenyataan aspirasi rakyat (sila IV) juga harus mendasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila.
Reformasi tidak mungkin menyimpang dari nilai Ketuhanan.Kemanusiaan, persatuan, kerakyatan serta keadilan, bahkan harus bersumber kepadanya.
BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Pancasila sebagai dasar negara adalah merupakan sumber dari segala sumber hukum Indonesia.Pancasila merupakan asas kerokhanian dalam pembukaan UUD 1945 dijelma dalam 4 pokok pikiran meliputi : -
Suasana kebatinan dari UUD 1945
-
Mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara (baik hukum dasar tertulis
maupun tidak tertulis).
DAFTAR PUSTAKA Rachmah, Huriah. “Nilai-Nilai dalam Pendidikan Karakter Bangsa yang Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.” E-Journal Widya Non-Eksakta, Desember 2013. SH,jimly,Asshiddiqie.”ideologi,pacasila,dan konstitusi”.E-journal,2008.
KAELAN,2001,Pendidikan
pancasila,
yogyakarta:
Penerbit
Paradigma.
http://staffnew.uny.ac.id/upload/131655976/pendidikan/diktat-pancasila-bab-iii-budina.pdf (diakses tanggal 11 februari 2019)
Syahar, H.Syaidus, 1975, Pancasila Sebagai Paham Kemasyarakatan Dan Kenegaraan Indonesia, Alumni, Bandung.hlm:110-112 Wijaya,MH (2015). “Karakteristik Konsep Hukum Pancasila” . http://jurnal.unmas.ac.id/index.php/advokasi/article/download/158/135 diakses pada 11 Februari 2019.