Kewajiban Hukum Auditor.docx

  • Uploaded by: Erine Saskia Anggraini
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kewajiban Hukum Auditor.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,725
  • Pages: 19
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Kewajiban Hukum Auditor secara umum sama dengan profesi lainnya merupakan subjek hukum dan peraturan lainnya. Auditor akan terkena sanksi atas kelalaiannya, seperti kegagalan untuk mematuhi standar profesional di dalam kinerjanya. Profesi ini sangat rentan terhadap penuntutan perkara atas kelalaiannya yang digambarkan sebagai sebuah krisis. Dalam hal terjadinya pelangaran yang dilakukan oleh seorang Akuntan Publik dalam memberikan jasanya, baik atas temuan-temuan bukti pelanggaran apapun yang bersifat pelanggaran ringan hingga yang bersifat pelanggaran berat, berdasarkan PMK No. 17/PMK.01/2008 hanya dikenakan sanksi administratif, berupa: sanksi peringatan, sanksi pembekuan ijin dan sanksi pencabutan ijin. Penghukuman dalam pemberian sanksi hingga pencabutan izin baru dilakukan dalam hal seorang Akuntan Publik tersebut telah melanggar ketentuan-ketentuan yang diatur dalam SPAP dan termasuk juga pelanggaran kode etik yang ditetapkan oleh IAPI, serta juga melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berhubungan dengan bidang jasa yang diberikan, atau juga akibat dari pelanggaran yang terus dilakukan walaupun telah mendapatkan sanksi pembekuan izin sebelumya, ataupun tindakan-tindakan yang menentang langkah pemeriksaan sehubungan dengan adanya dugaan pelanggaran profesionalisme akuntan publik. Akan tetapi, hukuman yang bersifat administratif tersebut walaupun diakui merupakan suatu hukuman yang cukup berat bagi eksistensi dan masa depan dari seorang Akuntan Publik, ternyata masih belum menjawab penyelesaian permasalahan ataupun resiko kerugian yang telah diderita oleh anggota masyarakat, sebagai akibat dari penggunaan hasil audit dari Akuntan Publik tersebut.

Selama melakukan audit, auditor juga bertanggungjawab (Boynton,2003,h.68): a. Mendeteksi kecurangan 

Tanggung jawab untuk mendeteksi kecurangan ataupun kesalahankesalahan yang tidak disengaja, diwujudkan dalam perencanaan dan pelaksanaan audit untuk mendapatkan keyakinan yang memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material yang disebabkan oleh kesalahan ataupun kecurangan.



Tanggung jawab untuk melaporkan kecurangan jika terdapat bukti adanya kecurangan. Laporan ini dilaporkan oleh auditor kepada pihak manajemen, komite audit, dewan direksi

b. Tindakan pelanggaran hukum oleh klien 

Tanggung jawab untuk mendeteksi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh klien. Auditor bertanggung jawab atas salah saji yang berasal dari tindakan melanggar hukum yang memiliki pengaruh langsung dan material pada penentuan jumlah laporan keuangan. Untuk itu auditor harus merencanakan suatu audit untuk mendeteksi adanya tindakan melanggar hukum serta mengimplementasikan rencana tersebut dengan kemahiran yang cermat dan seksama.



Tanggung jawab untuk melaporkan tindakan melanggar hukum. Apabila suatu tindakan melanggar hukum berpengaruh material terhadap laporan keuangan, auditor harus mendesak manajemen untuk melakukan revisi atas laporan keuangan tersebut. Apabila revisi atas laporan keuangan tersebut kurang tepat, auditor bertanggung jawab untuk menginformasikannya kepada para pengguna laporan keuangan melalui suatu pendapat wajar dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar bahwa laporan keuangan disajikan tidak sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.

Lebih jauh Soedarjono dalam Sarsiti (2003) mengungkapkan bahwa auditor memiliki beberapa tanggung jawab yaitu: a. Tanggung jawab terhadap opini yang diberikan. Tanggung jawab ini hanya sebatas opini yang diberikan, sedangkan laporan keuangan merupakan tanggung jawab manajemen. Hal ini disebabkan pengetahuan auditor terbatas pada apa yang diperolehnya melalui audit. Oleh karena itu penyajian yang wajar posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum, menyiratkan bagian terpadu tanggung jawab manajemen. b. Tanggung jawab terhadap profesi. Tanggung jawab ini mengenai mematuhi standar/ketentuan yang telah disepakati IAI, termasuk mematuhi prinsip akuntansi yang berlaku, standar auditing dan kode etik akuntan Indonesia. c. Tanggung jawab terhadap klien. Auditor

berkewajiban

melaksanakan

pekerjaan

dengan

seksama

dan

menggunakan kemahiran profesionalnya, jika tidak dia akan dianggap lalai dan bisa dikenakan sanksi. d. Tanggung jawab untuk mengungkapkan kecurangan. Bila ada kecurangan yang begitu besar tidak ditemukan, sehingga menyesatkan, akuntan publik harus bertanggung jawab. e. Tanggung jawab terhadap pihak ketiga Tanggung jawab ini seperti investor, pemberi kredit dan sebagainya. Contoh dari tanggung jawab ini adalah tanggung jawab atas kelalaiannya yang bisa menimbulkan kerugian yang cukup besar, seperti pendapat yang tidak didasari dengan dasar yang cukup. f. Tanggung jawab terhadap pihak ketiga atas kecurangan yang tidak ditemukan. Dengan melihat lebih jauh penyebabnya, jika kecurangan karena prosedur auditnya tidak cukup, maka auditor harus bertanggung jawab.

2.2 Pemahaman Hukum dalam Kewajiban Auditor Banyak profesional akuntansi dan hukum percaya bahwa penyebab utama tuntutan hukum terhadap kantor akuntan publik adalah kurangnya pemahaman pemakai laporan keuangan tentang perbedaan antara kegagalan bisnis dan kegagalan audit, dan antara kegagalan audit, dan risiko audit. Berikut ini defenisi mengenai kegagalan bisnis, kegagalan audit dan risiko audit menurut Loebbecke dan Arens (1999,h.787) : 1. Kegagalan bisnis : kegagalan yang terjadi jika perusahaan tidakmampu membayar kembali utangnya atau tidak mampu memenuhi harapan para investornya, karena kondisi ekonomi atau bisnis, seperti resesi, keputusan manajemen yang buruk, atau persaingan yang tak terduga dalam industri itu. 2. Kegagalan audit : kegagalan yang terjadi jika auditor mengeluarkan pendapat audit yang salah karena gagal dalam memenuhi persyaratan-persyaratan standar auditing yang berlaku umum. 3. Risiko audit : adalah risiko dimana auditor menyimpulkan bahwa laporan keuangan disajikan dengan wajar tanpa pengecualian, sedangkan dalam kenyataannya laporan tersebut disajikan salah secara material. Bila di dalam melaksanakan audit, akuntan publik telah gagal mematuhi standar profesinya, maka besar kemungkinannya bahwa business failure juga dibarengi oleh audit failure. Dalam hal yang terakhir ini, akuntan publik harus bertanggung jawab. Sementara, dalam menjalankan tugasnya, akuntan publik tidak luput dari kesalahan. Kegagalan audit yang dilakukan dapat dikelompokkam menjadi ordinary negligence, gross negligence, dan fraud (Toruan,2001,h.28). Ordinary negligence merupakan kesalah yang dilakukan akuntan publik, ketika menjalankan tugas audit, dia tidak mengikuti pikiran sehat (reasonable care). Dengan kata lain setelah mematuhi standar yang berlaku ada kalanya auditor menghadapi situasi yang belum diatur standar. Dalam hal ini auditor harus menggunakan “common sense” dan mengambil keputusan yang sama seperti seorang (typical) akuntan

publik bertindak. Sedangkan gross negligence merupakan kegagalan akuntan publik mematuhi standar profesional dan standar etika. Standar ini minimal yang harus dipenuhi. Bila akuntan publik gagal mematuhi standar minimal (gross negligence) dan pikiran sehat dalam situasi tertentu (ordinary negligence), yang dilakukan dengan sengaja demi motif tertentu maka akuntan publik dianggap telah melakukan fraud yang mengakibatkan akuntan publik dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana. Sebagian besar profesional akuntan setuju bahwa bila suatu audit gagal mengungkapkan kesalahan yang material dan oleh karenanya dikeluarkan jenis pendapat yang salah, maka kantor akuntan publik yang bersangkutan harus diminta mempertahankan kualitas auditnya. Jika auditor gagal menggunakan keahliannya dalam pelaksanaan auditnya, berarti terjadi kegagalan audit, dan kantor akuntan publik tersebut atau perusahaan asuransinya harus membayar kepada mereka yang menderita kerugian akibat kelalaian auditor tersebut. Kesulitan timbul bila terjadi kegagalan bisnis, tetapi bukan kegagalan audit. Sebagai contoh, jika sebuah perusahaan bangkrut, atau tidak dapat membayar hutangnya, maka umumnya pemakai laporan keuangan akan mengklaim bahwa telah terjadi kegagalan audit, khususnya bila laporan audit paling akhir menunjukkan bahwa laporan itu dinyatakan secara wajar. Lebih buruk jika terdapat kegagalan bisnis dan laporan keuangan yang kemudian diterbitkan salah saji, para pemakai akan mengklaim auditor telah lalai sekalipun telah melaksanakannya sesuai dengan standar auditing yang berlaku umum. Akuntan publik bertanggung jawab atas setiap aspek tugasnya, termasuk audit, pajak, konsultasi manajemen, dan pelayanan akuntansi, sehingga jika benarbenar terjadi kesalahan yang diakibatkan oleh pihak akuntan publik dapat diminta pertanggung jawabannya secara hukum. Beberapa faktor utama yang menimbulkan kewajiban hukum bagi profesi audit diantaranya adalah (Loebbecke dan Arens,1999,h.786): 1. Meningkatnya kesadaran pemakai laporan keuangan akan tanggung jawab akuntan publik

2. Meningkatnya perhatian pihak-pihak yang terkait dengan pasar modal sehubungan dengan tanggung jawab untuk melindungi kepentingan investor 3. Bertambahnya kompleksitas audit yang disebabkan adanya perubahan lingkungan yang begitu pesat diberbagai sektor bisnis, sistem informasi, dsb 4. Kesediaan kantor akuntan publik untuk menyelesaikan masalah hukum diluar pengadilan, untuk menghindari biaya yang tinggi. Pemahaman terhadap hukum tidaklah mudah mengingat pemahaman tersebut menuntut suatu kesadaran dari perilaku-perilaku yang terlibat di dalamnya dan juga adanya kemungkinan interpretasi yang berbeda-beda terhadap keberadaan suatu hukum. Hal ini juga yang terjadi pada profesi akuntan publik di mana perilaku-perilaku yang terlibat terkadang kurang memahami secara benar apa yang telah menjadi kewajiban yang nantinya akan mempunyai konsekuensi terhadap hukum. Suatu pemahaman yang baik terhadap hukum akan membawa profesi akuntan publik minimal ke dalam praktek-praktek yang sehat, yang dapat meningkatkan performance dan kredibilitas publik yang lebih baik. Sebaliknya apabila akuntan publik kurang memahaminya pada iklim keterbukaan di era reformasi seperti sekarang ini maka akan dapat membawa perkembangan fenomena ke dalam konteks yang lebih luas pada publik yang sudah mulai berani melakukan tuntutan hukum terhadap berbagai profesi termasuk profesi akuntan publik.

2.3 Kewajiban Hukum Bagi Auditor Auditor secara umum sama dengan profesi lainnya merupakan subjek hukum dan peraturan lainnya. Auditor akan terkena sanksi atas kelalaiannya, seperti kegagalan untuk mematuhi standar profesional di dalam kinerjanya. Profesi ini sangat rentan terhadap penuntutan perkara (lawsuits) atas kelalaiannya yang digambarkan sebagai sebuah krisis (Huakanala dan Shinneke,2003,h.69). Lebih lanjut Palmrose dalam Huanakala dan Shinneka menjelaskan bahwa litigasi

terhadap kantor akuntan publik dapat merusak citra atau reputasi bagi kualitas dari jasa-jasa yang disediakan kantor akuntan publik tersebut. Menurut Rachmad Saleh AS dan Saiful Anuar Syahdan (Media akuntansi, 2003) tanggung jawab profesi akuntan publik di Indonesia terhadap kepercayaan yang diberikan publik seharusnya akuntan publik dapat memberikan kualitas jasa yang dapat dipertanggung jawabkan dengan mengedepankan kepentingan publik yaitu selalu bersifat obyektif dan independen dalam setiap melakukan analisa serta berkompeten dalam teknis pekerjaannya. Terlebih-lebih tanggung jawab yang dimaksud mengandung kewajiban hukum terhadap kliennya.

2.3.1 Kewajiban menurut common law Common Law adalah hukum yang tidak tertulis. Hukum ini berdasarkan atas keputusan pengadilan dan bukan atas hukum yang dibuat dan disahkan oleh pihak legislatif. Common law berasal dari prinsip-prinsip yang berdasarkan keadilan, alas an, dan hal-hal yang masuk akal, dan bukannya hukum hukum yang absolute, tetap, dan kaku. Prinsip-prinsip common law ditentukan oleh kebutuhan sosial masyarakat. Menurut common law, kewajiban hukum para CPA berkaitan luas dengan 2 pihak, yaitu para klien dan pihak ketiga.

a. Kewajiban kepada klien Seorang CPA berada dalam hubungan kontraktual langsung dengan klien. Dengan menyetujui untuk melaksanakan jasa bagi klien, CPA berperan sebagai kontraktor independen. Jasa-jasa spesifik yang akan diberikan, sebaiknya disebutkan dalam surat perikatan. Istilah hubungan pribadi dalam kontrak (privity of contract) menunjuk pada hubungan kontraktual yang ada antara dua atau lebih pihak yang terlibat dalam kontrak. Cirri khas suatu perikatan audit adalah anggapan bahwa audit akan dilakukan sesuai dengan standar professional, yaitu, standar auditing yang berlaku umum (GAAS), kecuali kontrak menyebutkan kalimat lain yang berarti

sebaliknya. Seorang akuntan bertanggung jawab kepada klien sesuai dengan hokum kontrak atau tort law (hukum yang mengatur tentang tuntutan ganti rugi).

-

Hukum Kontrak (Contract Law) Seorang auditor bertanggung jawab kepada klien atas pelanggaran kontrak (breach of contract), apabila ia: 1. Menerbitkan laporan audit standar tanpa melakukan audit sesuai GAAS 2. Tidak mengirimkan laporan audit sesuai dengan batas waktu yang telah disepakati 3. Melanggar hubungan kerahasiaan klien Kewajiban auditor harus atas pelanggaran kontrak dapat meluas sampai subrogee. Subrogee ialah pihak yang memperoleh hak pihak lain melalui substitusi. Sebagai contoh, jaminan karyawan dianggap merupakan bagian yang penting dari lingkungan pengendalian intern perusahaan. Apabila terjadi penggelapan, perusahaan penjamin akan membayar kerugian yang diasuransikan. Selanjutnya sesuai dengan hak subrogasi terhadap klaim kontraktual yang diasuransikan, CPA dapat digugat atas kegagalannya menemukan kecurangan tersebut. Apabila terjadi pelanggaran kontrak, penggugat akan mencari satu atau lebih jalan keluar sebagai berikut : 1. Kewajiban spesifik tergugat dalam kontrak, 2. Kerugian keuangan langsung yang terjadi akibat pelanggaran tersebut, 3. Kerugian terkait dan kerugian sebagai konsekuensi yang merupakan akibat tidak langsung atas pelanggaran tersebut.

-

Hukum Kerugian (Tort Law) Seorang CPA juga bertanggung jawab kepada klien menurut hukum kerugian. Tindakan merugikan (tort action) adalah tindakan salah yang merugikan milik, badan, atau reputasi seseorang. Tindakan merugikan dapat dilakukan berdasarkan salah satu penyebab berikut ini : 1. Kelalaian yang biasa (ordinary negligence), yaitu kelalaian untuk menerapkan tingkat kecermatan yang biasa dilakukan secara wajar oleh orang lain dalam kondisi yang sama atau dengan kata lain ketiadaan

kepedulian

(reasonable

care)

dari

seseorang

yangdiharapkan dari seseorang dalam situasi tertentu. 2. Kelalaian kotor (gross negligence), kelalaian untuk menerapkan tingkat kecermatan yang paling ringan pada suatu kondisi tertentu. Hal ini karena tidak adanya sedikitpun kepedulian (lack of event slight care), atau suatu tindakan sembrono dari seseorang. 3. Constructive

fraud

(kecurangan

konstruktif)

yaitu

adanya

kesembronoan yang luar biasa, meskipun tidak ada maksud untuk menipu atau merugikan. Terjadi bila auditor mengetahui audit yang memadai belum tuntas, tatapi tetap mengeluarkan opini, meskipun tidak ada maksud menipu pengguna laporan keuangan 4. Kecurangan (fraud), yaitu penipuan yang direncanakan, misalnya salah saji, menyembunyikan, atau tidak mengungkapkan fakta yang material, sehingga dapat merugikan pihak lain.

b. Kewajiban Kepada Pihak Ketiga Kewajiban auditor kepada pihak ketiga menurut common low merupakan hal yang penting dalam setiap pembahasan tentang kewajiban auditor. Pihak ketiga (third party) dapat didefinisikan sebagai seseorang yang tidak mengetahui tentang pihak-pihak yang ada di dalam kontrak. Menurut sudut pandang hukum, terdapat dua kelompok pihak ketiga, yaitu : pemegang

utama dan pemegang hak lainnya. Pemegang hak utama (primery beneficiary) adalah seorang yang namanya telah diketahui oleh seorang auditor sebelum audit dilaksanakan sebagai penerima utama laporan auditor. Sebagai contoh, pada saat surat perikatan di tandatangani, bahwa klien melaporkan bahwa akan digunakan untuk mendapatkan pinjaman dari City National Bank, maka bank tersebut akan menjadi pemegang hak utama. Sebaliknya, pemegang hak lainnya (uder beneficiaries) adalah pihak ketiga yang namanya tidak disebutkan, seperti para kreditor, pemegang saham, dan investor potensial. Auditor bertanggung jawab kepada semua pihak ketiga atas semua kelalaian kotor dan kecurangan menurut hukum kerugian (tort law). Sebaliknya kewajiban auditor atas kelalaian biasa pada umumnya berbeda antara kedua kelompok pihak ketiga tersebut, yaitu: -

Pemegang hak utama Seseorang yang namanya telah diketahui oleh seorang auditor sebelum audit dilaksanakan sebagai penerima utama laporan auditor. -

Pemegang hak lainnya Pihak ketiga yang namanya tidak disebutkan, seperti para kreditor, pemegang saham, dan investor potensial. Faktor-faktor lingkungan berikut telah memberikan sumbangan yang cukup berarti atas terjadinya perubahan tersebut :

Konsep kewajiban telah berubah secara lambat namun signifikan untuk mewajibkan perlindungan pelanggan dari kesalahan pabrikan (kewajiban produk) dan dari kesalahan profesional (kewajiban jasa). Perusahaan bisnis dan kantor-kantor akuntan telah bertumbuh dalam ukuran yang memungkinkan mereka memikul dengan lebih baik bentuk tanggung jawab yang baru. Jumlah individu dan kelompok yang mengandalkan laporan keuangan yang telah diaudit telah bertumbuh dengan mantap.

Putusan-putusan pengadilan telah mengakui adanya 2 kategori pihak ketiga lain sebagai pemegang hak sebagai berikut: -

Golongan yang telah diketahui sebelumnya (foreseen class) Apabila klien menginformasikan kepada CPA bahwa laporan audit akan digunakan untuk mendapatkan pinjaman bank, maka semua bank merupakan pihak yang telah diketahui sebelumnya, namun para kreditor niaga dan pemegang saham potensial tidak tergolong dalam golongan yang telah diketahui sebelumnya. Konsep golongan yang telah diketahui sebelumnya tidak meliputi semua investor, pemegang saham, kreditor yang ada sekarang maupun yang akan datang. Pergeseran pertama dari doktrin Ultramares terjadi dalam bentuk penerimaan pengadilan secara spesifik atas konsep golongan yang telah diketahui sebelumnya (foreseen class). Konsep ini dijelaskan dalam Restatement (second) of Torts 552 sebagai berikut : 1. Seseorang yang memiliki kepentingan dalam melaksanakan usahanya, profesinya, atau pekerjaan, atau dalam transaksi lainnya, dimana ia memiliki kepentingan keuangan, ternyata memberikan informasi tidak benar yang akan menjadikan pedoman yang lain dalam melakukan transaksi bisnisnya, akan bertanggungjawab atas kerugian keuangan yang disebabkan oleh diandalkannya secara beralasan informasi tersebut, apabila ia gagal kecermatan, atau kompetensi

yang

memadai

dalam

mendapatkan

atau

mengkomunikasikan informasi tersebut. 2. Kecuali seperti yang dinyatakan dalam ayat 3, kewajiban yang dinyatakan dalam ayat 1 terbatas pada kerugian yang diderita, a. Oleh seseorang atau suatu kelompok terbatas yang mendapatkan manfaat dan pedoman yang dimaksudkan dengan memberikan

informasi atau mengetahui bahwa penerima bermaksud untuk memberikan informasi tersebut b. Yang terjadi karena mengandalkan informasi tersebut dalam transaksi yang dimaksudkan dapat di pengaruhi oleh informasi tersebut

atau

mengetahui

bahwa

penerima

bermaksud

menggunakan informasi tersebut untuk mempengaruhi transaksi yang substainsial. 3. Kewajiban seseorang yang sedang dalam tugas public untuk memberikan informasi luas yang dimaksudkan untuk melindungi pihak-pihak yang menderita kerugian dalam bentuk transaksi oleh kelompok yang mendapat manfaat yang ceritakan dari tugas tersebut.

-

Pihak-pihak yang dapat diketahui sebelumnya (foreseeable parties) Perorangan atau entitas yang diketahui ataupun yang akan diketahui auditor akan mengandalkan laporan audit dalam membuat keputusan bisnis dan investasi digolongkan sebagai pihak-pihak yang dapat diketahui sebelumnya. Pihak yang dapat diketahui sebelumnya meliputi para kreditor, pemegang saham, dan investor yang ada sekarang maupun yang akan datang. Sebelumnya, keadaan dapat diketahui dapat digunakan secara luas oleh pengadilan-pengadilan yang menangani kasus-kasus kerugian fisik. Sebagai contoh, keadaan dapat diketahui secara universal digunakan dalam kasus-kasus kewajiban produk apabila kelalaian pabrikan menyebabkan kerugian fisik. Konsep ini diterapkan dalam kasus kelalaian audit yang terjadi pada awal tahun 1980-an.

2.3.2 Pembelaan dalam common law

Pada umumnya auditor harus menggunakan kecermatan sebagai pembelaan dalam gugatan pelanggaran kontrak termasuk tuntuan ganti rugi atas kelalaian. Dalam hal tuntutan ganti rugi, pembelaan utama adalah bukti kecermatan atau kelalaian kontributif. Apabila menggunakan pembelaan berdasarkan kecermatan, auditor harus berusaha membuktikan bahwa audit tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan GAAS. Kertas kerja auditor merupakan alat bukti yang penting dalam pembelaan. Selain itu, auditor harus dapat meyakinkan sidang pengadilan bahwa pada dasarnya dalam proses audit terdapat batasan-batasan yang bersifat melekat. Dengan demikian, karena digunakan teknik pengujian selektif, maka terdapat risiko bahwa kesalahan yang material atau penyimpangan yang ada, dapat saja tidak terdeteksi. Restatement (Second) of Torts pasal 465 (1965) mendefinisikan kelalaian kontributif (contributory negligence) yaitu pelaksanaan kerja di bawah standar yang dilakukan penggugat sebagai bagian yang harus dilaksanakannya, di mana ia harus menyesuaikan perlindungannya sendiri, dan yang secara hukum menjadi penyebab timbulnya kelalaian tergugat yang menimbulkan karugian penggugat. Dengan demikian, apabila penggugat telah berkontribusi atas kerugian karena kelalaiannya sendiri, maka hukum mempertimbangkan ia akan bertanggung jawab sebagai tergugat atas kerugian tersebut. Dalam kasus semacam ini, tidak terdapat dasar untuk memperoleh ganti rugi karena kalalaian satu pihak telah meniadakan kelalaian pihak lainnya. Pada sebagian Negara bagaian, kelalaian kontributif ini merupakan bahan pembelaan bagi auditor hanya bila kelalaian tersebut secara langsung menyebabkan kegagalan auditor dalam melaksanakan tugasnya. Dalam kasus besar, adanya kenyataan bahwa struktur pengadilan intern klien tidak mampu mencegah timbulnya masalah akuntansi, dinyatakan tidak cukup untuk melepas tanggung jawab auditor. Meminimalkan Risiko Litigasi

Sebagaimana profesi yang lain, seperti dokter dan pengacara, dewasa ini para CPA juga menjalankan praktiknya di dalam iklim kebijakan public nasional yang sedang menekankan pada pentingnya perlindungan bagi konsumen (masayarakat umum) dari pekerjaan di bawah standar yang dilakukan oleh para professional. Dari hasil analisis atas berbagai kasus pengadilan yang melibatkan para CPA, direkomendasikan sejumlah tindak pencegahan yang perlu diambil oleh seorang CPA untuk meminimalkan risiko terjerarat dalam litigasi, yaitu: -

Menggunakan surat perikatan untuk semua jenis jasa professional. Suratsurat terssebut akan menjadi dasar persetujuan kontraktual serta meminimalkan risiko kesalah pahaman tentang jasa yang telah disepakati.

-

Melakukan investigasi yang menyeluruh atas klien prospektif. Investigasi ini penting untuk meminimalkan kemungkinan CPA dikaitkan dengan klien yang manajemennya tidak memiliki integritas.

-

Lebih menekankan mutu jasa daripada pertumbuhan. Kemampuan sebuah koantor akuntan public untuk menetapkan staf dengan tepat pada suatu perikatan merupakan hal yang penting bagi mutu pekerjaan yang akan dihasilkan. Penerimaan tugas dengan objek usaha baru yang akan menimbulkan perlunya kerja lembur yang berlebihan, beban kerja di atas normal, serta kurangnya supervise dari professional yang berpengalaman sebaiknya ditolak.

-

Mematuhi sepenuhnya ketentuan professional. Kepatuhan pada Statement on Auditing Standard (SAS) merupakan hal yang penting. Seorang auditor harus mampu memberikan alasan terjadinya setiap penyimpangan dari pedoman yang telah ditetapkan.

-

Mengakui keterbatasan ketentuan professional. Pedoman professional tidak mencakup semuanya. Selain itu, pengujian subjektif atas kelayakan dan kewajaran akan digunakan oleh para hakim, juri, dan pejabat

pemerintah dalam menimbang pekerjaan auditor. Auditor harus menggunakan pertimbangan professional yang mantap selama audit berlangsung dan dalam penerbitan laporan audit. -

Menetapkan dan menjaga standar yang tinggi atas pengendalian mutu. Kantor CPA dan para auditor secara perorangan jelas dinyatakan bertanggung jawab atas pengendalian mutu. Review sejawat (peer review) akan memberikan keyakinan independen tentang mutu dan efektivitas berkanjut prosedur yang telah dirumuskan.

-

Memperhatikan tindak pencegahan dalam perikatan tentang keterlibatan klien dalam kesulitan keuangan. Ancaman atas keadaan klien yang tidak solven ataupun kepailitan dapat mengarah kepada kesengajaan salah saji dalam laporan keuangan. Banyak gugatan hukum yang dilancarrkan terhadap auditor berawal dari kepailitan perusahaan yang terjadi setelah terbitnya laporan auditor. Auditor harus menimbang dengan cermat kecukupan dan kompetensi bukti yang diperoleh ketika mengaudit perusahaan tersebut.

-

Mewaspadai risiko audit. Dalam pertemuan konsultatif antara para staf AICPA dengan Dewan Standar Auditing (ASB) yang dilaksanakan secara periodic, dibahas tentang masalah-masalah risiko audit yang harus diwaspadai. Risiko audit yang harus diwaspadai mengandung informasi penting tentang perkembangan ekonomi dan kebijakan dalam industry tertentu

yang

dapat

mempengaruhi

pemeriksaan

auditor

dan

pertimbangan professional. Mengenali resiko audit yang harus diwaspadai akan sangat membantu dalam menilai kelayakan dan kewajaran laporan keuangan seorang klien dalam industry tertentu.

2.3.3 Kewajiban menurut undang-undang sekuritas a. Securities Act Tahun 1933 Undang-undang ini dirancang untuk mengukur penawaran sekuritas kepada public melalui pos atau melalui interstate commerce.

b. Securities Exchange Act Tahun 1934 Undang-undang tahun 1934 ini mewajibkan perusahaan-perushaan yang termasuk dalam lingkup undang-undang ini untuk (1) mengarsipkan

laporan

pendaftaran

apabila

sekuritas

tersebut

diperdagangkan secara terbuka kepada masyarakat melalui pasar bursa efek atau pasar di luar bursa efek dan (2) menjaga agar arsip laporan pendaftaran tersebut tetap muktahir dengan cara mengarsip laporan tahunan, laporan kuartalan, dan informasi-informasi lain ynag berkaitan dengan SEC.

c. Private Securities Litigation Reform Act Tahun 1995 Undang-undang ini dimaksudkan untuk mengurangi risiko litigasi yang ceroboh bagi auditor, perusahaan yang menjual sekuritasnya kepada public dan para pihak yang berafiliasi dengan penerbit sekuritas.

2.4 Regulasi terhadap auditor di Indonesia Sedangkan kewajiban hukum yang mengatur akuntan publik di Indonesia secara eksplisit memang belum ada, akan tetapi secara implisit hal tersebut sudah ada seperti tertuang dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), Standar Akuntansi Keuangan (SAK), Peraturan-Peraturan mengenai Pasar Modal atau Bapepam, UU Perpajakan dan lain sebagainya yang berkenaan

dengan kewajiban hukum akuntan (Rachmad Saleh AS dan Saiful Anuar Syahdan,2003). -

Gelar Akuntan (UU Nomor 34 Tahun 1954)

-

Penyelenggaraan Pendidikan Profesi (Kepmen Nomor 179/U/2001)

-

Register Negara (Kepmen Nomor 331/KMK/017/1999)

-

Pemberian Jasa (Kepmen Nomor 426/KMK.06/2002 dan Nomor 359/KMK.06/2003)

-

Undang-Undang Akuntan Publik (rancangan)

-

Regulasi oleh Badan Pemerintah lainnya, seperti otoritas pasar modal, Bank Sentral dan lain-lain.

Regulasi oleh Organisasi Profesi Akuntan, antara lain: -

Standar Akuntansi

-

Standar Audit

-

Kode Etik Profesi

-

Self Regulation dan Expectation Gap

Daftar Pustaka

-

Alvin A Arens., Randal J Elder, Mark S Beasley, Auditing dan Jasa Assurance, (Jakarta: Erlangga), Jilid 1, Edisi 12, 2008

-

Elder J Randal, Mark S Beasley, Alvin A Arens, Amir Abadi, Jasa Audit dan Assurance Pendekatan Terpadu (Adabtasi Indonesia), (Jakarta: Salemba Empat), 2012.

-

Boynton, C William, Johnson N Raymond dan Kell G. Walter, 2003. Modern Auditing, buku satu, edisi ketujuh diterjemahkan oleh Paul A. Rajoe, dkk, Penerbit Erlangga, Jakarta.

-

Loebbecke dan Arens, 1999. Auditing, buku dua, edisi Indonesia, adaptasi oleh Amir Abadi Jusuf, Penerbit Salemba Empat, Jakarta

-

Budi Gautama Siregar, 2017, Etika Dan Tanggung Jawab Hukum Auditor. Padang: Jurnal Yurisprudentia Volume 3

-

Herman Fikri, 2014, Penegakkan Hukum Kejahatan Akuntansi Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 2011 Tentang Akuntan Publik. Jakarta: Jurnal Hukum ‘Inkracht’, Volume I, Nomor 1.

-

https://riswatunoval.wordpress.com/2013/11/12/kewajiban-hukum-auditor-diindonesia-by-shabrina-nayla-rahma

Related Documents

Kewajiban Hukum
April 2020 4
Kewajiban
April 2020 23
Hukum
June 2020 34
Hukum
November 2019 62
Hukum
June 2020 29

More Documents from ""