2.1
Belajar Dan Pembelajaran 2.2.1 Belajar Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang
sepanjang hidupnya. Proses belajar terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Pertanda bahwa seseorang itu telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri orang itu yang mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan, keterampilan, atau sikapnya (Azhar Arsyad, 2013). Banyak ahli yang berpendapat mengenai belajar. Menurut W.S. Winkel (Yatim Riyanto, 2009) pengertian belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas Menurut Munir (2010), belajar adalah proses perubahan perilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungan. Jadi perubahan perilaku adalah hasil belajar. Artinya seseorang dikatakan telah belajar, jika ia dapat melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan sebelumnya. Perilaku itu meliputi aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor). Kemudian Lester D. Crow mengemukakan belajar ialah upaya untuk memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap-sikap. Belajar dikatakan berhasil manakala seseorang mampu mengulangi kembali materi yang telah dipelajarinya, maka belajar seperti ini disebut “rote learning”. Kemudian, jika yang telah dipelajari itu mampu disampaikan dan diekspresikan dalam bahasa sendiri, maka disebut “overlearning”. Dari pendapat-pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis, suatu proses dan kegiatan guna memperoleh pengetahuan dan
pengalaman, melalui interaksi individu terhadap lingkungan yang ditandai dengan perubahan tingkah laku dalam dirinya yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman sikap, tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar.
2.2.2 Pembelajaran Kata pembelajaran merupakan terjemahan dari istilah Bahasa Inggris, yaitu “instruction”. Instruction diartikan sebagai proses interaktif antara guru dan siswa yang berlangsung secara dinamis. Menurut Usman (Asep Jihad, 2008) pembelajaran adalah inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Pembelajaran pada hakikatnya merupakan proses interaksi antara guru dengan siswa, baik interaksi langsung seperti kegiatan tatap muka maupun secara tidak langsung, yaitu dengan menggunakan berbagai media pembelajaran. Didasari oleh adanya perbedaan interaksi tersebut, maka kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai pola pembelajaran (Rusman, 2013). Sejalan Dengan Pendapat diatas menurut Warsita (2008) dalam Rusman (2013) “Pembelajaran adalah suatu usaha untuk membuat peserta didik belajar atau suatu kegiatan untuk membelajarkan peserta didik”. Dengan kata lain, pembelajaran merupakan upaya menciptakan kondisi agar terjadi kegiatan belajar. Pembelajaran itu menunjukkan pada usaha siswa mempelajari bahan pelajaran sebagai akibat perlakuan guru.
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 Ayat 20, “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Oleh karena itu, ada lima jenis interaksi yang dapat berlangsung dalam proses belajar dan pembelajaran, yaitu: 1) interaksi antara pendidik dengan peserta didik; 2) interaksi antara sesama peserta didik atau antar sejawat; 3) interaksi peserta didik dengan nara sumber; 4) interaksi peserta didik bersama pendidik dengan sumber belajar yang sengaja dikembangkan; 5)interaksi peserta didik bersama pendidik dengan lingkungan sosial dan alam (Miarso, 2008) dalam (Rusman, 2013). Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru,lingkungan dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar (BSNP, 2006) dalam (Rusman, 2013). Dari uraian di atas disimpulkan bahwa pembelajaran adalah sebagai upaya sistematis yang terdapat interaksi didalamnya baik itu antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, siswa dengan sumber belajar, sehingga mengarah kepada perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
2.2
Teori Belajar Ada beberapa teori belajar yang melandasi pembelajaran dengan multimedia
diantaranya adalah teori behavioristik, teori kognitif, teori konstruktivistme. 2.3.1 Teori Behaviorisme Dalam teori behaviorisme menyatakan belajar adalah tingkah laku yang dapat diamati yang disebabkan adanya stimulus dari luar. Seseorang dapat dikatakan belajar ditunjukkan dari perilaku yang dapat dilihat bukan dari apa yang ada dalam fikiran siswa (Ally, 2004
dalam Rusman, 2013). Strategi belajar dengan behavioris dapat digunakan untuk mengajar “apa” (Tentang fakta-fakta) (Rusman, 2013). Manusia sangat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian di dalam lingkungannya yang akan memberikan pengalaman-pengalaman belajar. Belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang terjadi karena adanya stimulasi dan respons yang dapat diamati. Seseorang dianggap telah belajar apabila mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Menurut teori behaviorisme ini manipulasi lingkungan sangat penting agar dapat diperoleh perubahan tingkah laku yang diharapkan. Menurut pandangan behaviorisme pembelajaran merupakan penguasaan respons (acquisition of responses) dari lingkungan yang dikondisikan. Pembelajaran dicapai melalui respons berulang-ulang dan pemberian penguatan (reinforcement). Peserta didik mempelajari pola yang terbentuk secara perlahan-lahan dari respons tersebut. Konsentrasi kajian behaviorisme ialah pada tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. 2.3.2 Teori Kognitif Pendapat yang lainnya dikemukakan oleh Richard Mayer dalam teori kognitif dari multimedia dan teori ACT-R oleh Jhon Anderson dalam pernyataannya bahwa manusia memiliki dua saluran untuk memproses informasi. Penggunaan animasi dalam multimedia akan menstimulasi sensor visual dan audio atau verbal dan non verbal Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertin yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan,penataan, dan penggunaan pengetahuan. Dalam perkembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia/konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman,memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi,
pemecahan masalah, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berfikirdan keyakinan. Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa. Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis,tingkah laku seseorang itu senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi (Suardi, 2015: 139-140). Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respons, lebih dari itu belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati (Suardi, 2015: 139-140). 2.3.3 Teori Konstruktivisme Konstruktivisme adalah suatu pendapat yang menyatakan bahwa perkembangan kognitif merupakan suatu proses dimana anak secara aktif membangun sistem arti dan pemahaman terhadap realita melalui pengalaman dan interaksi mereka. Menurut pandangan konstruktivisme anak secara aktif membangun pengetahuan dengan cara terus-menerus mengasimilasi dan mengakomodasi informasi baru, dengan kata lain konstruktivisme adalah teori perkembangan kognitif yang menekankan peran aktif siswa dalam membangun pemahaman mereka tentang realita (Slavin, dalam Asyhar 2010). Konstruktivisme menganggap manusia mampu mengkonstruk atau membangun pengetahuan setelah ia berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam lingkungan yang sama, manusia akan mengkonstruk pengetahuannya secara berbeda-beda yang tergantung dari pengalaman
masing-masing
sebelumnya.
Puedjiadi
dalam
Rusman
(2013:
113)
mengemukakan bahwa dalam pembelajaran, guru perlu memotivasi siswa menggunakan teknik-teknik yang kritis untuk mengaplikasikan konsep-konsep yang bermakna bagi dirinya.
Ini berarti belajar tidaklah terjadi dengan cara yang linier melainkan melalui serangkaian siklus yang berulang. Paradigma konstruktivistik tentang pembelajaran merupakan pardigma alternatif yang muncul sebagai akibat terjadinya revolusi ilmiah dari sistem pembelajaran yang cenderung berlaku pada abad industri ke sistem pembelajaran yang semestinya berlaku pada abad pengetahuan sekarang ini. Menurutparadigma konstruktivistik, ilmu pemgetahuan bersifat sementara terkait dengan perkembangan yang dimesiasi baik secara sosial maupun kultural, sehingga cenderung bersifat subyektif (Rusman, 2013: 113).
2.3
Desain Pembelajaran 2.4.1 Pengertian Desain Pembelajaran Desain pembelajaran dapat dimaknai dari berbagai sudut pandang, misalnya sebagai
disiplin, sebagai ilmu, sebagai sistem, dan sebagai proses. Sebagai disiplin, desain pembelajaran membahas berbagai penelitian dan teori tentang strategi serta proses pengembangan pembelajaran dan pelaksanaannya. Sebagai ilmu, desain pembelajaran merupakan ilmu untuk menciptakan spesifikasi pengembangan, pelaksanaan, penilaian, serta pengelolaan situasi yang memberikan fasilitas pelayanan pembelajaran dalam skala makro dan mikro untuk berbagai mata pelajaran pada berbagai tingkatan kompleksitas. Sebagai sistem, desain pembelajaran merupakan pengembangan sistem pembelajaran dan sistem pelaksanaannya termasuk sarana serta prosedur untuk meningkatkan mutu belajar. Sementara itu desain pembelajaran sebagai proses adalah pengembangan pengajaran secara sistematik yang digunakan secara khusus teori-teori pembelajaran unuk menjamin kualitas pembelajaran. Pernyataan tersebut mengandung arti bahwa penyusunan perencanaan
pembelajaran harus sesuai dengan konsep pendidikan dan pembelajaran yang dianut dalam kurikulum yang digunakan. Dengan demikian dapat disimpulkan desain pembelajaran adalah praktek penyusunan media teknologi komunikasi dan isi untuk membantu agar dapat terjadi transfer pengetahuan secara efektif antara guru dan peserta didik. Proses ini berisi penentuan status awal dari pemahaman peserta didik, perumusan tujuan pembelajaran, dan merancang "perlakuan" berbasis-media untuk membantu terjadinya transisi. Idealnya proses ini berdasar pada informasi dari teori belajar yang sudah teruji secara pedagogis dan dapat terjadi hanya pada siswa, dipandu oleh guru, atau dalam latar berbasis komunitas. Dalam desain pembelajaran dikenal beberapa model yang dikemukakan oleh para ahli. Secara umum, model desain pembelajaran dapat diklasifikasikan ke dalam model berorientasi kelas, model berorientasi sistem, model berorientasi produk, model prosedural dan model melingkar. (Endang Rusyani, 2015)
2.5 Prinsip Desain Multimedia Menurut Mayer (2009) ada dua belas prinsip yang harus diperhatikan dalam mendesain multimedia yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu : 1. Prinsip- prinsip untuk mengurangi proses yag tidak relevan terdiri dari: a) Prinsip Koherensi (kesesuaian) : Orang belajar lebih baik ketika kata- kata, gambar, suara, video, animasi yang tidak perlu dan tidak relevan tidak digunakan. b) Prinsip sinyal : orang belajar lebih baik ketika kata-kata, diikuti dengan memberi tanda dan penekanan yang relevan terhadap apa yang disajikan
c) Prinsip redunansi : Orang yang belajar lebih baik dari gambar dan narasi daripada dari gambar, narasi dan teks pada layar d) Prinsip kedekatan ruang : Orang belajar lebih baik ketika kata dan gambar terkait disandingkan berdekatan dibandingkan apabila disandingkan berjauhan atau terpisah. e) Prinsip kesinambungan waktu : Orang belajar lebih baik ketika kata dan gambar terkait disajikan secara simultan (bersamaan) dibandingkan apabila disajikan bergantian atau setelahnya 2. Prinsip-prinsip untuk mengelola proses yang penting terdiri dari : a) Prinsip segmentasi (pengelompokkan) : Orang yang belajar lebih baik bila pelajaran menggunakan multimedia disajikan dalam bagian yang terpadu dan tuntas bukan dalam bentuk unit yang berkesinambungan b) Prinsip pra-latihan : Orang yang belajar lebih baik dari multimedia pembelajaran bila mereka mengetahui dan mengenal karakteristik dari konsep-konsep materi c) Prinsip Modalitas (pengandaian) : Orang yang belajar lebih baik dari animasi dan narasi, dari pada animasi dan teks pada layar. 3. Prinsip-prinsip untuk mengembangkan proses lanjutan a) Prinsip multimedia : orang belajar lebih baik dari gambar dan kata daripada sekedar kata-kata saja b) Prinsip personalisasi : Orang belajar lebih baik dari teks atau kata- kata yang sering mereka gunakan daripada kalimat yang lebih bersifat formal c) Prinsip suara : Orang belajar lebih baik saat narasi dalam multimedia pembelajaran diucapkan dengan suara manusia dengan ramah daripada oleh suara yang dirancang oleh mesin
d) Prinsip gambar : orang tidak selalu belajar lebih baik dengan multimedia bila hanya gambar pembicara saja yang ditampilkan pada layar. Sehubungan dengan prinsip-prinsip tersebut, maka unsur- unsur yang ada dalam multimedia perlu di desain sedemikian rupa sehingga multimedia yang dihasilkan mempunyai daya tarik dalam tampilannya.
2.6 Model Pengembangan Desain pembelajaran dapat dimaknai dari berbagai sudut pandang, misalnya sebagai disiplin, sebagai ilmu, sebagai sistem, dan sebagai proses. Sebagai disiplin, desain pembelajaran membahas berbagai penelitian dan teori tentang strategi serta proses pengembangan pembelajaran dan pelaksanaannya. Sebagai ilmu, desain pembelajaran merupakan ilmu untuk menciptakan spesifikasi pengembangan, pelaksanaan, penilaian, serta pengelolaan situasi yang memberikan fasilitas pelayanan pembelajaran dalam skala makro dan mikro untuk berbagai mata pelajaran pada berbagai tingkatan kompleksitas. Sebagai sistem, desain pembelajaran merupakan pengembangan sistem pembelajaran dan sistem pelaksanaannya termasuk sarana serta prosedur untuk meningkatkan mutu belajar. Sementara itu desain pembelajaran sebagai proses adalah pengembangan pengajaran secara sistematik yang digunakan secara khusus teori-teori pembelajaran unuk menjamin kualitas pembelajaran. Pernyataan tersebut mengandung arti bahwa penyusunan perencanaan pembelajaran harus sesuai dengan konsep pendidikan dan pembelajaran yang dianut dalam kurikulum yang digunakan. Dengan demikian dapat disimpulkan desain pembelajaran adalah praktek penyusunan media teknologi komunikasi dan isi untuk membantu agar dapat terjadi transfer pengetahuan secara efektif antara guru dan peserta didik. Proses ini berisi penentuan status awal dari
pemahaman peserta didik, perumusan tujuan pembelajaran, dan merancang "perlakuan" berbasis-media untuk membantu terjadinya transisi. Idealnya proses ini berdasar pada informasi dari teori belajar yang sudah teruji secara pedagogis dan dapat terjadi hanya pada siswa, dipandu oleh guru, atau dalam latar berbasis komunitas. Dalam desain pembelajaran dikenal beberapa model yang dikemukakan oleh para ahli. Secara umum, model desain pembelajaran dapat diklasifikasikan ke dalam model berorientasi kelas, model berorientasi sistem, model berorientasi produk, model prosedural dan model melingkar. 2.6.1 Model Dick and Carrey Salah satu model desain pembelajaran adalah model Dick and Carey. Model ini termasuk ke dalam model prosedural. Langkah–langkah Desain Pembelajaran menurut Dick and Carey adalah: a) Mengidentifikasikan tujuan umum pembelajaran. b) Melaksanakan analisi pembelajaran c) Mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik siswa d) Merumuskan tujuan performansi e) Mengembangkan butir–butir tes acuan patokan f) Mengembangkan strategi pembelajaran g) Mengembangkan dan memilih materi pembelajaran h) Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif i) Merevisi bahan pembelajaran j) Mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif.
Model Dick and Carey terdiri dari 10 langkah. Setiap langkah sangat jelas maksud dan tujuannya sehingga bagi perancang pemula sangat cocok sebagai dasar untuk mempelajari model desain yang lain. Kesepuluh langkah pada model Dick and Carey menunjukan hubungan yang sangat jelas, dan tidak terputus antara langkah yang satu dengan yang lainya. Dengan kata lain, system yang terdapat pada Dick and Carey sangat ringkas, namun isinya padat dan jelas dari satu urutan ke urutan berikutnya. Langkah awal pada model Dick and Carey adalah mengidentifikasi tujuan pembelajaran. Langkah ini sangat sesuai dengan kurikulum perguruan tinggi maupun sekolah menengah dan sekolah dasar, khususnya dalam mata pelajaran tertentu di mana tujuan pembelajaran pada kurikulum agar dapat melahirkan suatu rancangan pembangunan. Penggunaan model Dick and Carey dalam pengembangan suatu mata pelajaran dimaksudkan agar (1) pada awal proses pembelajaran anak didik atau siswa dapat mengetahui dan mampu melakukan hal–hal yang berkaitan dengan materi pada akhir pembelajaran, (2) adanya pertautan antara tiap komponen khususnya strategi pembelajaran dan hasil pembelajaran yang dikehendaki, (3) menerangkan langkah–langkah yang perlu dilakukan dalam melakukan perencanaan desain pembelajaran.
2.6.2 Model Kemp Model Kemp termasuk ke dalam contoh model melingkar jika ditunjukkan dalam sebuah diagram. Secara singkat, menurut model ini terdapat beberapa langkah dalam penyusunan sebuah bahan ajar, yaitu:
Gambar 2.2 model pembelajaran menurut Kemp
a) Menentukan tujuan dan daftar topik,menetapkan tujuan umum untuk pembelajaran tiap topiknya; b) Menganalisis karakteristik pelajar, untuk siapa pembelajaran tersebut didesain; c) Menetapkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dengan syarat dampaknya dapat dijadikan tolak ukur perilaku pelajar; d) Menentukan isi materi pelajaran yang dapat mendukung tiap tujuan; e) Pengembangan prapenilaian/ penilaian awal untuk menentukan latar belakang pelajar dan pemberian level pengetahuan terhadap suatu topik;
f) Memilih aktivitas pembelajaran dan sumber pembelajaran yang menyenangkan atau menentukan strategi belajar-mengajar, jadi siswa siswa akan mudah menyelesaikan tujuan yang diharapkan; g) Mengkoordinasi dukungan pelayanan atau sarana penunjang yang meliputi personalia, fasilitas-fasilitas, perlengkapan, dan jadwal untuk melaksanakan rencana pembelajaran; h) Mengevaluasi pembelajaran siswa dengan syarat mereka menyelesaikan pembelajaran serta melihat kesalahan-kesalahan dan peninjauan kembali beberapa fase dari perencanaan yang membutuhkan perbaikan yang terus menerus, evaluasi yang dilakukan berupa evaluasi formatif dan evaluasi sumatif 2.6.3 Model ASSURE Model ASSURE merupakan suatu model yang merupakan sebuah formulasi untuk Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) atau disebut juga model berorientasi kelas. Model ini terdiri atas enam langkah kegiatan yaitu:
Analyze Learners
States Objectives
Select Methods, Media, and Material
Utilize Media and materials
Require Learner Participation
Evaluate and Revise
a) Analisis Pelajar Jika sebuah media pembelajaran akan digunakan secara baik dan disesuaikan dengan ciri-ciri oelajar, isi dari pelajaran yang akan dibuatkan medianya, media dan bahan pelajaran
itu sendiri. Lebih lanjut sukar untuk menganalisis semua cirri pelajar yang ada, namun ada tiga hal penting dapat dilakuan untuk mengenal pelajar sesuai .berdasarkan cirri-ciri umum, keterampilan awal khusus dan gaya belajar b) Menyatakan Tujuan Menyatakan tujuan adalah tahapan ketika menentukan tujuan pembelajaran baik berdasarkan buku atau kurikulum. Tujuan pembelajaran akan menginformasikan apakah yang sudah dipelajari anak dari pengajaran yang dijalankan. Menyatakan tujuan harus difokuskan kepada pengetahuan, kemahiran, dan sikap yang baru untuk dipelajari c) Pemilihan Metode, media dan bahan Ada tiga hal penting dalam pemilihan metode, bahan dan media yaitu menentukan metode yang sesuai dengan tugas pembelajaran, dilanjutkan dengan memilih media yang sesuai untuk melaksanakan media yang dipilih, dan langkah terakhir adalah memilih dan atau mendesain media yang telah ditentukan. d) Penggunaan Media dan bahan Terdapat lima langkah bagi penggunaan media yang baik yaitu, preview bahan, sediabahan, sedikan persekitaran, pelajar dan pengalaman pembelajaran. e) Partisipasi Pelajar di dalam kelas Sebelum pelajar dinilai secara formal, pelajar perlu dilibatkan dalam aktivitas pembelajaran seperti memecahkan masalah, simulasi, kuis atau presentasi. f) Penilaian dan Revisi Sebuah media pembelajaran yang telah siap perlu dinilai untuk menguji keberkesanan dan impak pembelajaran. Penilaian yang dimaksud melibatkan beberaoa aspek diantaranya
menilai pencapaian pelajar, pembelajaran yang dihasilkan, memilih metode dan media, kualitas media, penggunaan guru dan penggunaan pelajar. 2.6.4 Model 4D Model pengembangan perangkat seperti yang disarankan oleh Thiagarajan, Semmel, dan Semmel (1974) adalam model 4-D. Model ini terdiri dari 4 tahap pengembangan, yaitu define, design, develop, dan desseminate atau diadaptasikan menjadi model 4-P, yaitu pendefinisian, perancangan, pengembangan, dan penyebaran. Secara garis besar keempat tahap tersebut sebagai berikut (dalam Rusdi) : 1)
Tahap Pendefinisian (define). Tujuan tahap ini adalah menentapkan dan
mendefinisikan syarat-syarat pembelajaran di awali dengan analisis tujuan dari batasan materi yang dikembangkan perangkatnya. Tahap ini meliputi 5 langkah pokok, yaitu: (a) Analisis awal akhir, (b) Analisis siswa, (c) Analisis tugas. (d) Analisis konsep, dan (e) Perumusan tujuan pembelajaran. 2)
Tahap Perancangan (Design ). Tujuan tahap ini adalah menyiapkan prototipe
perangkat pembelajaran. Tahap ini terdiri dari empat langkah yaitu, (a) Penyusunan tes acuan patokan, merupakan langkah awal yang menghubungkan antara tahap define dan tahapdesign. Tes disusun berdasarkan hasil perumusan Tujuan Pembelajaran Khusus (Kompetensi Dasar dalam kurikukum KTSP). Tes ini merupakan suatu alat mengukur terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa setelah kegiatan belajar mengajar, (b) Pemilihan media yang sesuai tujuan, untuk menyampaikan materi pelajaran, (c) Pemilihan format. Di dalam pemilihan format ini misalnya dapat dilakukan dengan mengkaji format-format perangkat yang sudah ada dan yang dikembangkan di negaranegara yang lebih maju.
3)
Tahap Pengembangan (Develop). Tujuan tahap ini adalah untuk menghasilkan
perangkat pembelajaran yang sudah direvisi berdasarkan masukan dari pakar. Tahap ini meliputi: (a) validasi perangkat oleh para pakar diikuti dengan revisi, (b) simulasi yaitu kegiatan mengoperasionalkan rencana pengajaran, dan (c) uji coba terbatas dengan siswa yang sesungguhnya. Hasil tahap (b) dan (c) digunakan sebagai dasar revisi. Langkah berikutnya adalah uji coba lebih lanjut dengan siswa yang sesuai dengan kelas sesungguhnya. 4)
Tahap penyebaran (Disseminate). Pada tahap ini merupakan tahap penggunaan
perangkat yang telah dikembangkan pada skala yang lebih luas misalnya di kelas lain, di sekolah lain, oleh guru yang lain. Tujuan lain adalah untuk menguji efektivitas penggunaan perangkat di dalam KBM (Rusdi,2008).
2.6.5 Model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional) Secara garis besar, model pengembangan PPSI mengikuti pola dan siklus pengembangan yang mencakup: (1) perumusan tujuan, (2) pengembangan alat evaluasi, (3) kegiatan belajar, (4) pengembangan program kegiatan, (5) pelaksanaan pengembangan. Sesuai bagan di atas, perumusan tujuan menjadi dasar bagi penentuan alat evaluasi pembelajaran dan rumusan kegiatan belajar. Rumusan kegiatan belajar lebih lanjut menjadi dasar pengembangan program kegiatan, yang selanjutnya adalah pelaksanaan pengembangan. Hasil pelaksanaan tentunya dievaluasi, dan selanjutnya hasil evaluasi digunakan untuk merevisi pengembangan program kegiatan, rumusan kegiatan belajar, dan alat evaluasi. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dapat ditarik kesimpulan bahwa ada model pengambangan sistem pembelajaran dan ada pula model pengembangan perangkat
pembelajaran. Diagram diatas menggambarkan bahwa PPSI, model Kemp, model Dick dan Carey bukan khusus model pengembangan perangkat melainkan model pengembangan sistem pembelajaran. Jadi terlihat bahwa model Thiagarajan khusus merupakan pengembangan perangkat pembelajaran yang secara detail menjelaskan langkah-langkah operasional pengembangan perangkat, model ini lebih terinci dan lebih sistematis (Rusdi,2008). 2.6.6 Model DELPHI Delphi telah digunakan dalam beberapa keadaan berbeda. Semula Delphi digunakan sebagai suatu proses untuk peramalan teknologi (Helmer, 1967; Pyke and North, 1969). Sebagai contoh, Delphi digunakan untuk meramalkan dampak dari suatu kebijakan penggunaan lahan baru atas pertumbuhan populasi, polusi, pertanian, pajak, dan lain lain ( Kaufman dan Gustafson, 1973).Dasar-dasar dalam metode Delphi adalah bahwa latihan komunikasi group di antara ahli-ahli yang tersebar secara geografis (Adler dan Ziglio, 1996). Metode ini membuat para ahli dapat menyepakati keputusan secara sistematis dengan permaslaahan yang sangat kompleks. Esensi utama dari teknik ini hampir fokus pada permasalahan. Metode ini menggunakan media questionnaire yang didesain agar dapat memunculkan atau mengembangkan respon individu terhadap sebuah permasalahan dan mereview pendapat dari beberapa pakar atau ahli mengenai permasalahan yang telah ditetapkan. Pada dasarnya, metode Delphi digunakan untuk menyelesaikan kekurangan dari aksi atau kegiatan komite yang konvensional, seperti pertemuan dan rapat-rapat yang menyulitkan. Menurut Fowles (1978), dalam proses original analisa Delphi memiliki elemen kunci :pertama, menstruktur arus informasi; kedua, memperoleh umpan balik dari partisipan (pakar atau ahli); ketiga, saling ketidaktahuan identitas antarpartisipan. Dengan jelas bahwa elemen-
elemen ini memberikan keuntungan terhindar dari dinamika permasalahan kelompok diskusi dari konferensi tatap muka yang konvensional (Husni,2004).
Menurut Fowles (1978), terdapat beberapa langkah dalam metode Delphi : 1.
Membentuk sebuah tim kerja yang mengambil keputusan dan meminitor
analisa Delphi pada partisipan. 2.
Pemilihan satu atau lebih panel untuk berpartisipasi. Biasanya secara teratur
kepada partisipan pada suatu daerah investigasi, seperti penelitian dan proyek. 3.
Melaksanakan ronde pertama questionnaire I Delphi.
4.
Menguji
pengejaan
(mengenai
ambiguitas,
kejanggalan,
dlsb.)
pada
lembarquestionnaire untuk penulisan lebih baik seperlunya. 5.
Menyerahlan lembar questionnaire pertama pada panelis.
6.
Analisa respon-respon dari ronde pertama.
7.
Persiapan terhadap ronde dua lembar pertanyaan Delphi (dengan pengujian
yang memungkinkan). 8.
Menyerahkan lembar questionnaire II pada panelis.
9.
Analisa respon-respon dari ronde kedua (iterasi atau pengulangan proses
langkah 7 hingga 9 dapat dilakukan menurut keperluan hingga tercapai stabilitas hasil yang didapatkan).
10.
Persiapan mengenai laporan oleh tim analisa untuk menyimpulkan hasil dari analisa.
Analisa
Delphi
menggunakan
instrument
penelitian
berupa questionnaire.
Questionnaire merupakan alat pemeroleh data primer yang disusun berdasarkan parameterparameter analisis yang dibutuhkan dan relevan sesuai dengan maksud dan tujuan dari penelitian. Penyusunan questionnaire dalam Delphi biasanya dibentuk dalam format tabulasi (matriks). Pada questionnaire I, disusun pernyataan hasil transformasi dari sub-indikator variabel, kemudian diverifikasi dan divalidasi oleh para pakar terkait. Setelah mendapatkan masukan dan pendapat dari beberapa pakar, kemudian pernyataan-pernyataan tersebut ditransformasikan menjadi pertanyaan yang dituangkan dalam bentuk questionnaire II, dan digunakan sebagai instrument pengumpulan data yang didistribusikan kepada responden yang dapat merepresentasikan populasi terkait variabel tersebut. 2.6.7
Model ADDIE
Model yang digunakan untuk mengembangkan suatu media pembelajaran ada begitu banyak. Tetapi dalam pengembangan ini digunakan
model desain pembelajaran yang
sifatnya lebih generik yaitu model ADDIE (Analysis-Design-Develop-Implement-Evaluate). ADDIE muncul pada tahun 1990-an yang dikembangkan oleh Reiser dan Mollenda. Salah satu fungsinya ADDIE yaitu menjadi pedoman dalam membangun perangkat dan infrastruktur program pelatihan yang efektif, dinamis dan mendukung kinerja pelatihan itu sendiri. Model ini menggunakan 5 tahap pengembangan yakni :
1. Analisis 1. Menganalisis kebutuhan dan karakteristik siswa Sebuah perencanaan media didasarkan atas kebutuhan. Dalam pembelajaran yang dimaksud dengan kebutuhan adalah adanya kesenjangan antara kemampuan, keterampilan dan sikap siswa yang kita inginkan dengan kemampuan, keterampilan dan sikap yang mereka miliki sekarang. Kompetensi yang dimiliki peserta didik dapat diketahui melalaui proses analisis karakter peserta didik, yaitu meliputi: a) Karakteristik khusus, seperti pengetahuan, keterampilan, dan sikap awal pesarta didik. b) Karakteristik umum, seperti kelas berapa, jenis kelamin apa, latar belakang budaya apa, kebiasaan, dan sebagainya. Dari analisisis tersebut dan beberapa kebutuhannya inilah yang digunakan sebagai dasar dalam pengembangan media pembelajaran yang akan di buat.
2. Menganalisis Tujuan Pembelajaran Dalam pembelajaran tujuan merupakan faktor yang sangat penting, karena tujuan itu akan menjadi arah kepada siswa untuk melakukan perilaku yang diharapkan dengan tujuan tersebut. Dick and Carey, mengatakan bahwa tujuan pembelajaran yang telah diidentifikasi perlu dianalisis untuk mengenali keterampilan-keterampilan bawaan (sub ordinate skills) yang mengharuskan anak didik belajar menguasainya dan langkahlangkah prosedural bawaan yang ada harus diikuti anak didik untuk dapat belajar tertentu. 3. Menganalisis Materi Pembelajaran Materi pembelajaran menempati posisi yang sangat penting dari keseluruhan kurikulum yang harus dipersiapkan agar pelaksanaan pembelajaran dapat mencapai sasaran. Sasaran tersebut harus sesuai dengan kompetensi dasar, artinya materi yang ditentukan untuk kegiatan pembelajaran hendaknya materi yang benar-benar menunjang tercapainya kompetensi dasar serta indikator. Oleh sebab itu analisis materi pembelajaran perlu dilakukan agar tujuan dari pembelajaran dapat tercapai. 4. Analisis Teknologi Analisis teknologi bertujuan untuk mengidentifikasi kemampuan teknologi yang dimiliki seperti telepon, e-mail, chat room technology, news group technology dan list server technology dengan cara melakukan analisis untuk mendukung kinerja, melakukan tes dan penilaian, mendistribusi dan pengiriman produk multimedia serta melakukan analisis tentang keahlian dan dokumen yang dimiliki. 2. Desain Setelah selesai menganalisis, yang harus dilakukan selanjutnya adalah tahap desain atau perancangan. Perancangan dimulai dengan menetapkan tujuan belajar, merancang materi pembelajaran dan alat evaluasi hasil belajar. Rancangan model/metode pembelajaran ini
masih bersifat konseptual dan akan mendasari proses pengembangan berikutnya. Dalam hal ini, terlebih dahulu perlu disiapkan beberapa alternatif bentuk desain tampilan, materi-materi yang dibutuhkan seperti, gambar, animasi, teks, suara, movie, file persentasi dan lain-lain. Selain itu, dipertimbangkan pula sumber-sumber pendukung lain, semisal sumber belajar yang relevan, lingkungan belajar yang seperti apa seharusnya, dan lain-lain. Semua itu tertuang dalam suatu dokumen bernama blue-print yang jelas dan rinci. 3. Pengembangan Pengembangan adalah proses mewujudkan blue-print alias desain tadi menjadi kenyataan. Artinya, jika dalam desain diperlukan suatu software berupa media pembelajaran, maka media tersebut harus dikembangkan. Software yang digunakan adalah Lectora Inspire, produk yang akan dihasilkan berupa media pembelajaran yang berisi desain tampilan, isi materi, animasi, teks, contoh soal, suara, video, dan evaluasi. Setelah produk jadi, maka produk tersebut divalidasi oleh tim ahli, yaitu ahli media dan ahli materi guna mendapatkan saran dan perbaikan terhadap produk. Kemudian produk direvisi sesuai saran dan masukan dari tim ahli sampai produk dinyatakan baik dan layak untuk diuji cobakan. Flowchart yang telah dibuat dalam tahap desain, diwujudkan dalam bentuk nyata sebagai sebuah produk media pembelajaran yang siap diimplementasikan. 1. Validasi ahli Media pembelajaran Kesetimbangan Kimia divalidasi oleh tim ahli yaitu ahli media dan ahli materi. Jika ada saran atau masukan untuk perbaikan dan penyempurnaan, maka naskah perlu direvisi. Adakalanya, validasi-revisi ini dilakukan berulang kali untuk meminimalisasi kekurangan atau ketidak-sempurnaan naskah. 2. Revisi
Tahap ini dilakukan jika pada saat uji coba produk ditemukan kelemahan-kelemahan dari media pembelajaran pada materi Kesetimbangan Kimia. Jika tanggapan dari validator sudah bagus dan media pembelajaran yang digunakan sudah efektif, maka tidak perlu diadakan revisi. Produk dapat langsung digunakan untuk kondisi nyata di lapangan atau dalam pembelajaran yang sesungguhnya. 4. Implementasi Implementasi adalah langkah nyata untuk menerapkan sistem pembelajaran yang sedang kita buat. Artinya, pada tahap ini semua yang telah dikembangkan diinstal atau diset sedemikian rupa sesuai dengan peran atau fungsinya agar bisa diimplementasikan. 5. Evaluasi Evaluasi adalah proses untuk melihat apakah sistem pembelajaran yang sedang dibangun berhasil, sesuai dengan harapan awal atau tidak. Sebenarnya tahap evaluasi bisa terjadi pada setiap empat tahap di atas. Evaluasi yang terjadi pada setiap empat tahap diatas itu dinamakan evaluasi formatif, karena tujuannya untuk kebutuhan revisi. Misalnya, pada tahap rancangan, mungkin kita memerlukan salah satu bentuk evaluasi formatif misalnya review ahli untuk memberikan input terhadap rancangan yang sedang kita buat. Pada tahap pengembangan, mungkin perlu uji coba dari produk yang kita kembangkan atau mungkin perlu evaluasi kelompok kecil. (Endang Rusyani, 2015)
Alasan mengapa model ADDIE ini dipilih untuk pengembangan ini, yaitu : 1.
Model ini berupa model prosedural, yaitu model yang bersifat deskriptif, menunjukkan langkah-langkah yang jelas dan cermat untuk menghasilkan produk.
2.
Tahap-tahap pengembangan dalam model ini sama dengan standar tahap pengembangan, namun model ini dirancang khusus untuk pembelajaran berbasis multimedia. Hal ini sangat sesuai dengan produk yang akan dikembangkan.
3.
Kelebihan model ADDIE terdapat pada strukturnya yang sistematis, sehingga tidak membinggungkan pendesain dalam merancang suatu multimedia. Selain itu langkahlangkahnya dapat dengan mudah dipahami oleh karena itu pendesain dapat dengan mudah mengaplikasikan langkah-langkah tersebut.
Dapus
Arsyad, A., 2015. Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers. Rusman, 2013. Belajar Dan Pembelajaran Berbasis Komputer. Bandung: Alfabeta. Rusman, 2013. Belajar Dan Pembelajaran Berbasis Komputer. Bandung: Alfabeta. Suardi, M., 2015. Belajar Dan Pembelajaran. Yogyakarta: Deepublish. Asyhar, R., 2012. Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran. Jakarta: Referensi. Kemendikbud.Diakses tanggal 5 november 2015. Pengertian Dan Perkembangan Konsep Media Pembelajaran. https://sumberbelajar.belajar.kemdikbud.go.id/PTP/Konten%20Materi/91%20Anas%20 Sabayasa/diklat%201171/modul%201279/Buku/Modul%20Media_KB1.pdf.