Kesehatan Spiritual.docx

  • Uploaded by: Ega Gefrie
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kesehatan Spiritual.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,682
  • Pages: 18
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Organisasi kesehatan dunia (WHO) telah menetapkan seseorang yang dikatakan sehat harus memenuhi empat unsur kesehatan yaitu, aspek fisik, psikis, sosial dan spiritual (Potter & Perry, 2013). Aspek spiritual merupakan salah satu faktor penting dalam kesehatan seseorang, namun masih seringkali diabaikan dalam pemenuhannya. Oleh sebab itu pemenuhan kebutuhan spiritual dan emosional dari pasien merupakan tugas dari perawat. Pemenuhan asuhan spiritual secara holistik dengan pemahaman yang terbuka dan hubungan baik dengan orang lain dapat dilakukan oleh seseorang yang memiliki spiritualitas yang tinggi. Spiritualitas menurut Mickley ET all dalam Potter & Perry, (2013) yaitu suatu yang bersifat multidimensi, yang terdiri dari dimensi ekstensial dan dimensi agama. Dimensi ekstensial berfokus pada tujuan dan arti dari kehidupan, sedangkan dimensi agama berfokus terhadap hubungan individu dengan Tuhannya. Farran et al. (1989) dalam Potter & Perry (2013), menyampaikan bahwa komitmen tertinggi dari individu yang merupakan suatu prinsip yang komprehensif dari perintah, atau nilai final yaitu argumen yang sangat kuat yang diberikan untuk pilihan dalam hidup kita. Makna spiritualitas sendiri dipengaruhi oleh kultur, perkembangan, pengalaman hidup, dan ide- ide mereka tentang hidup (Potter & Perry, 2013). Karakteristik pada spiritualitas yaitu pencarian makna dan tujuan hidup seseorang, hubungan, serta transendensi. Pemenuhan kebutuhan spiritual merupakan suatu hal penting dalam mencapai suatu kualitas hidup seseorang. Sebagai seorang perawat yang memiliki tugas dalam pemenuhan kebutuhan fisik, sosial, emosional serta spiritual pasien, tentunya akan menimbulkan suatu krisis dan stres bagi perawat di tempat kerja. Kesehatan spiritual atau kesejahteraan spiritual menurut (Hunglemann et all, 1985 dalam Potter & Perry, 2013) adalah suatu rasa keharmonisan dimana merasa

saling dekat dengan Tuhan, diri sendiri, alam, serta dengan orang lain. Kesehatan spiritual menurut (Shojaei, 2011 dalam Abbas et al., 2016) merupakan suatu pemeliharaan dan aktualisasi dalam berhubungan dengan Allah dan merancang pribadi yang stabil dan dari pribadi stabil tersebut memiliki tujuan hidup, jujur, mempunyai hubungan produktif yang sehat dengan diri sendiri dan orang lain. Ekspresi dari spiritualisasi seseorang terhadap orang lain dapat dilihat dari perassaan kegembiraan, tertawa, keterlibatan dalam keagamaan, melalui persahabatan, tertawa, ampunan, harapan, melayani orang lian, serta memiliki rasa empati terhadap orang lain (Kozier, 2010). 1.2. Tujuan 1.2.1

Tujuan Umum

a. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Kebutuhan Dasar manusia I (KDM I). b. Untuk mengetahui dan menambah wawasan lebih banyak pengetahuan KDM I tentang “Konsep Kesehatan Spiritual “. 1.2.2

Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mengetahui konsep kesehatan spiritual b. Mahasiswa mampu mengaplikasikan konsep kesehatan spiritual c. Mahasiswa memiliki landasan pengetahuan dalam melaksanakan tindakan keperawatan yang berhubungan dengan spiritual.

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Konsep Spiritualitas 2.1.1. Pengertian Spiritual Spiritualitas adalah suatu satu kesatuan tema yang ada didalam hidup kita dan merupakan suatu keadaan hidup. Farran et al, (1989) dalam Potter Parry (2013) mengatakan bahwa spiritual merupakan suatu komitmen tertinggi individu, dan merupakan prinsip yang paling komprehensif dari perintah atau suatu nilai final yaitu argumen yang sangat kuat yang diberikan dalam hidup kita. Watson (1999) menggambarkan

bahwa

spiritualitas

merupakan

milik

manusia

yang

memungkinkan kesadaran diri, meningkatkan kesadaran, dan memberikan kekuatan untuk melampaui diri dari biasanya (Chan, 2010). Mickley et al (1992) dalam Hamid (2008) mengatakan bahwa spiritualitas sebagai suatu yang multidimensi, yaitu dimensi eksistensial dan dimensi agama, dimana dimensi eksistensial lebih berfokus terhadap tujuan dan arti dari kehidupan,sedangkan dimensi agama lebih memandang pada hubungan seseorang dengan tuhan yang maha esa (Hamid, 2008). Spiritualitas adalah suatu yang multidimensi yang mengacu kepada hubungan seseorang terhadap dirinya sendiri, dan berhubungan dengan orang lain, serta hubungannya dengan kekuatan yang lebih tinggi atau Tuhannya. Spiritualitas dapat membantu seseorang dalam menentukan makna hidup dan tujuan hidup mereka DeLaune (2011). Frankl (1985) dalam DeLaune (2011) menekankan bahwa kebutuhan akan makna merupakan kekuatan utama dalam kehidupan seseorang. Ketika seseorang mengajukan pertanyaan seperti “apa artinya ini” dan “mengapa saya?” merupakan suatu usaha seseorang dalam menemukan suatu makna. Frankl (1985) dalam DeLaune (2011) menyebutkan bahwa, orang yang menemukan kebermaknaan dengan yang mereka ambil dari dunia, dan apa yang telah mereka berikan kepada dunia, serta sikap mereka dalam menanggapi suatu masalah

(DeLaune & Ladner, 2011). Banyak orang yang mengalami kesulitan dalam membedakan spiritualitas dengan realigi. Kedua istilah berikut pastinya memiliki hubungan dimana seseorang mengikuti suatu ritual atau praktik keagamaannya tentunya untuk mengekspresikan spiritualitasnya, namun kedua istilah tersebut tidak sama. Keyakinan spiritual merupakan suatu upaya seseorang dalam memahami tempat seseorang didalam kehidupan, yaitu bagaimana seseorang melihat dirinya dalam hubungannya dengan sesuatu yang lebih tinggi, diri sendiri, orang lain dan lingkungan secara menyeluruh. Sedangkan religi berkaitan dengan “keadaan melakukan” atau suatu sistem yang berkaitan dengan bentuk ibadah tertentu. Emblem (1992) dalam Potter Perry (2013) mendefinisikan religi merupakan suatu sistem keyakinan dan ibadah yang terorganisasi serta memiliki suatu aturan-aturan tertentu yang dipraktikkan dalam kehidupan sehari- hari untuk secara jelas menunjukkan spiritualitas mereka (Potter & Perry, 2013). Perbandingan spiritualitas dan agama dapat dilihat di tabel 2.1. Tabel 2.1 Perbandingan antara religi dan spiritualitas Religi

Spiritualitas

a)

Sesuatu didalam spiritualitas

Universal

b)

Golongan agama

umum

c)

Kebiasaan ritual

secara spontan

d)

Kognitif

affectiv

e)

Bersifat umum

private

Sumber : DeLaune & Ladner, (2011) 2.1.2. Tahapan Perkembangan Spiritual Proses perkembangan manusia tidak hanya terjadi perkembangan secara fisik, kognitif, moral, namun mereka juga mengalami perkembangan spiritual. Westerhoff (1976) dalam Berman (2008) menjelaskan bahwa spiritualitas mengalami perkembangan yang sebelumnya cara berprilaku, kepercayaan masih dipandu oleh orang tua dan orang lain selama masih bayi dan anak-anak dan ketika

mereka dewasa, keyakinan yang dimiliki akan berfungsi sebagai petunjuk untuk melakukan sesuatu tindakan. Fowler membagi perkembangan spiritual ini kedalam bebrapa tahapan dengan masing - masing karakteristiknya seperti yang terdapat didalam tabel 2.2 (Kozier, Barbara J. Berman, 2008). Tabel 2.2. Tahap Perkembangan Spiritual Tahap perkembangan

Karakteristik  Neonatus dan balita memperoleh dasar-dasar spiritual dari rasa percaya, kebersamaan, keberanian, serta rasa

0-3 Tahun

cinta dan kasih sayang. Transisi ketahap berikutnya dimulai ketika pemikiran dan bahasa anak sudah dapat memungkinkan menggunakan simbol-simbol  Merupakan fase fantasi, meniru dimana anak dapat dipengaruhi oleh contoh- contoh,suasana hati dan tindakan

Anak masa pra- sekolah (37 tahun )

 Anak dapat menghubungkan antara intuisi dengan kondisi terakhirnya melalui cerita- cerita,gambar dan perasaan serta menjadikan suatu keyakinan sebagai bentuk kejadian yang nyata (misalnya : santa claus, dan tuhan merupakan kakeknya yang berada di langit)  Anak sudah dapat menggunakan konsep secara abstrak atau fantasi untuk menggambarkan spirituallitas meraka serta anak sudah dapat berfikir konkrit untuk

Anak usia sekolah (7 -12 tahun)

menuntut bukti.  Anak sudah dapat menerima cerita dan arti dari keyakinan, anak dapat diajak diskusi tentang apa keyakinan mereka dan mengevaluasi pikiran.  Sudah mengetahui arti dan tujuan hidup, kepercayaan

Remaja

dapat berkembang dan mencobanya dalam kehidupan meraka serta keyakinan spiritual dapat membantu

pemahaman mereka tentang lingkungan.  Menguji nilai kepercayaan orang tua mereka dan dapat menolak atau menerimanya.  Umumnya

kepercayaan

mereka

sesuai dengan

kepercayaan orang-orang yang ada di sekitar mereka.  Sudah mampu mengetahui identitas diri dan dapat membedakan pandangan dunia, serta mengembangkan

Dewasa muda (18 – 25

agama dan kepercayaan

tahun)

secara personal sebagai

simbol agama dan keimanan.  Pada usia ini seseorang sudah mampu membedakan sesuatu yang salah dan benar, sudah memiliki rencana

Dewasa pertengahan (25 –

kehidupan, dan mengevaluasi kejadian terdahulu

38 tahun)

terhadap kepercayaan dan nilai spiritualitasnya.

Dewas akhir (38 – 65

 Pada tahap ini seseorang mengintropeksi diri dan nilai spiritualitasnya

tahun)

 Mulai membayangkan dan mempersiapkan kematian, menurut Heber (1987) bahwa seseorang yang spiritualitasnya baik dapat melanjutkan kehidupannya Lanjut usia ( 65 tahun

secara baik pula, serta dapat mmenerima kehidupan

sampai meninggal)

dan tidak takut mati, sedangkan bagi seseorang yang spiritualitasnya tidak baik menunjukkan kurangnya tujuan hidup, tidak dicintai, dan takut mati

Sumber : (Fowler, 1981 dalam Kozier, Barbara J & Berman 2008).

2.1.3. Karakteristik Spiritual Karakteristik spiritualitas seseorang dapat dilihat dengan bagaimana seseorang berhubungan dengan dirinya sendiri, orang lain, lingkungan, serta dengan Tuhannya, lihat tabel 2.3 (DeLaune & Ladner, 2011).

Tabel 2.3. Karakteristik Spiritualitas Karakteristik

Deskripsi

Hubungan dengan diri sendiri

Memiliki pengetahuan diri (siapa dirinya) dan mengetahui kemampuan diri sendiri, serta memiliki sikap percaya diri.

Hubungan dengan orang lain

Caring tehadap orang lain ketika meraka memerlukan bantuan Memiliki sikap berbagi

Hubungan dengan lingkungan

Melesatarikan alam Berkomunikasi dengan alam (contohnya: bertanam dan berjalan kaki)

Hubungan dengan Tuhan

Meditasi atau berdoa Berpartisipasi dalam ritual ibadah

Sumber : (DeLaune & Ladner, 2011). Penjelasan di atas dapat menyatakan secara ringkas bahwa seseorang terpenuhi kebutuhan spiritualnya jika mampu: a.

Mengetahui makna dan arti personal yang positif tentang tujuan serta keberadaannya di dunia

b.

Mengembangkan arti suatu masalah atau penderitaan dan dapat mengambil hikmah dari suatu kejadian tersebut

c.

Menjalin hubungan positif, rasa percaya dan cinta teradap orang lain serta mengembangkan hubungan dengan orang lain secara positif

d.

Merasa diri berharga dan dapat membina integritas personal

e.

Memiliki kehidupan yang terarah yang terlihat dari harapan (Hamid, 2008)

2.2. Konsep Kesehatan Spiritual 2.2.1. Definisi Kesehatan Spiritual Kesehatan spiritual adalah rasa harmonis atau saling keterikatan antara diri sendiri dengan orang lain, alam serta dengan kehidupan tertinggi. Seseorang dapat memperoleh kesehatan spiritual dengan menemukan keseimbangan antara nilai -

nilai, tujuan, keyakinan dan hubungan mereka dengan orang lain. Seseorang yang sehat secara spiritual akan mampu memaafkan diri sendiri dan orang lain, dapat menerima suatu penderitaan atau kematian, memiliki kualitas hidup yang baik, dan memiliki nilai positif terhadap fisik, dan memiliki kesejahteraan emosional (Potter & Patricia A, 2009). Sehat spiritual adalah suatu rasa keharmonisan antara diri dengan orang lain, alam, dan kekuatan yang tertinggi (Allah) (Kozier, Barbara J. Berman, 2008). Thomas (1999) dalam Amirsyam (2010) sehat spiritual merupakan suatu kemampuan individu dalam membangun spiritualnya sehingga penuh dengan potensi dan kemampuan untuk mengetahui tujuan hidup, belajar mencintai orang lain, kasih sayang, kedamaian, kesejahteraan, serta dapat membantu diri sendiri dan orang lain untuk dapat menerima potensi tertinggi yang dimiliki (Syam, 2010). Seseorang dilahirkan dalam keadaan spiritual yang sehat, dan kemuadian mereka akan diajarkan religiusitas yang nantinya akan menentukan bagaimana tingkat spiritualitas seseorang (Memaryan, Rassouli, & Mehrabi, 2016). 2.2.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Spiritual Faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan spiritual seseorang menurut Ruth (2009) adalah budaya, jenis kelamin, pengalaman sebelumnya, krisis, isu moral dan pemisahan dapat mempengaruhi perubahan kesehatan spiritual seseorang. Faktor lain yang dapat mempengaruhi kesehatan spiritual menurut Hamid (2008) adalah tahap perkembangan. Faktor – faktor tersebut akan dijelaskan sebagai berikut: a.

Budaya (Ruth, 2009) Latar belakang sosial budaya seseorang akan mempengaruhi keyakinan, sikap dan nilai-nilai yang dimiliki oleh seseorang. Seseorang akan mengikuti dan mempelajari tradisi agama dan spiritual keluarga. Anak akan belajar pentingnya melaksanakan kegiatan keagamaan, termasuk nilai moral dari hubungan keluarga serta peran dalam berbagai bentuk kegiatan keagaman. Apapun tradisi agama atau sistem kepercayaan yang dianut seseorang, tetap saja pengalaman spiritual merupakan hal

yang unik bagi tiap individu. Namun tidak semua orang akan mengikuti tradisi spiritual dan agama dari keluarga asal meraka. b.

Jenis Kelamin Spiritual akan bergantung dengan kepercayaan masyarakat dan kelompok agama terhadap ajaran tentang jenis kelamin atau perilaku yang diharapkan untuk pria dan wanita. Sebagai contoh, islam memerintahkan wanita untuk menutup auratnya. Dalam beberapa kasus yang menjadi pemimpin spiritual selalu laki-laki.

c. Pengalaman Hidup Pengalaman hidup baik yang positif maupun negatif dapat mempengaruhi tingkat spiritualitas seseorang dan hal tersebut juga dipengaruhi oleh bagaimana seseorang mengartikan pengalaman tersebut secara spiritual. Peristriwa yang terjadi dalam kehidupan sering dianggap sebagai suatu cobaan yang diberikan Tuhan kepada manusia untuk menguji

keimanannya.

Begitu

pula

pengalaman

hidup

yang

menyenangkan sekalipun, seperti pernikahan, pelantikan kelulusan, kenaikan pangkat atau jabatan. Saat ini, kebutuhan spiritual akan meningkat memerlukan kedalaman spiritual dan kemampuan koping untuk memenuhinya. d.

Krisis Dan Perubahan Krisis dan perubahan dapat menguatkan tingkat spiritualitas seseorang. Krisis spiritual sering dialami seseorang ketika menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan dan bahkan kematian, khususnya pada klien yang mengalami penyakit terminal atau prognosis yang buruk. Perubahan kehidupan dan krisis yang dihadapi tersebut merupakan suatu pengalaman spiritual.

e.

Terpisah Dari Ikatan Spiritual Klien yang menderita sakit, klien yang dirawat dirumah sakit atau dipanti jompo sering membuat seseorang merasa terisolasi dan kehilangan kebebasan pribadi dan dukungan sosial. Klien mungkin merasa tidak aman dan merasa terisolasi dalam ruangan yang asing baginya dan berubahnya kebiasaan hidup sehari-hari. Terpisahnya klien dari ikatan spiritual dapat berisiko terjadinya perubahan fungsi spiritual.

f.

Isu Moral Terkait Dengan Terapi Kebanyakan agama, proses penyembuhan penyakit dianggap merupakan sebagai cara Tuhan dalam menunjukkan kebesarannya, meskipun tidak sedikit yang menolak intervensi pengobatan. Prosedur dalam dunia medis sering sekali menjadi dilema karena dapat dipengaruhi oleh agama, misalnya transplantasi organ, sirkumsisi, pencegahan kehamilan, sterilisasi. Adanya konflik antara keyakinan agama dan prosedur medis sering dialami oleh klien serta tenaga kesehatan.

g.

Asuhan keperawatan yang tidak sesuai Perawat diharapkan peka dan mengerti kebutuhan spiritual klien ketika memberikan asuhan keperawatan, namun pada praktiknya perawat justru menghindar dalam memberikan asuhan keperawatan spiritual, alasannya perawat merasa kurang nyaman dengan kehidupan spiritualnya pribadi, kurang menganggap penting kebutuhan spiritual klien, tidak memiliki atau tidak mendapatkan pendidikan spiritual dalam keperawatan, atau merasa bahwa dalam pemenuhan kebutuhan spiritual klien bukanlah tugasnya, namun merupakan tanggung jawab dari pemuka agama. Isu yang mungkin timbul antara perawat dan klien dalam memberiakan asuhan spiritual, antara lain: 1) Pluralisme: klien dan perawat menganut kepercayaan dan iman yang berbeda dengan penerimaan terhadap kepercayaan yang

berbeda. 2) Fear: ketidakmampuan mengatasi situasi, merasa melanggar privasi klien, atau merasa bimbang atau tidak pasti dengan sistem kepercayaan dan nilai yang ada didalam dirinya sendiri 3) Kesadaran tentang pertanyaan spiritual: apa yang memberikan arti, tujuan, harapan dan merasakan cinta dalam kehidupan pribadi perawat 4) Bingung: bingung atau tidak dapat membedakan antara agama dan konsep spiritual. h.

Tahap Perkembangan Hamid (2008) menyatakan seorang anak seharusnya memiliki kemampuan berpikir abstrak sebelum memahami spiritualitas yang ada didalam dirinya untuk mengeksplorasi hubungan dengan kekuatan yang paling tinggi. Berdasarkan penelitian hasil david heller terhadap anak anak usia 4 sampai 12 tahun, dengan empat agama yang berbeda ditemukan mereka memiliki presepsi terhadap Tuhan dan kegiatan ibadah yang berbeda menurut usia, jenis kelamin, agama dan kepribadian anak. Anak-anak mendeskripsikan tentang Tuhan yang bekerja melalui kedekatan dengan manusia dan saling terikat dengan kehidupan, mempercayai tuhan terlibat dalam suatu perubahan,mempercayai tuhan memiliki kekuatan. Anak- anak yang dewasa, pengalaman hidup biasanya berpengaruh dengan kematangan keyakinan spiritual.

2.2.3. Indikator Kesehatan Spiritual Indikator seseorang dikatakan sehat spiritual menurut Kozier (2008) ditujukkan pada tabel 2.4 sebagai berikut: Tabel 2.4. Indikator Kesehatan Spiritual a. Beriman b. Berharap

c. Memiliki makna dan tujuan hidup d. Perasaan damai e. Kemampuan mencintai f.

Kemampuan untuk memaafkan

g. Kemampuan untuk berdoa h. Kemampuan untuk ibadah i.

Memiliki pengalaman spiritual

j.

Melakukan kegiatan ibadah dan membaca ayat-ayat

k. Berpartisipasi dalam meditasi l.

Berekspresi melalui lagu

m. Berekspresi melalui seni n. Berekspresi melalui tulisan o. Keterhubungan dengan diri sendiri p. Keterhubungan dengan orang lain q. Dapat berinteraksi dengan orang lain untuk berbagi pikiran , perasaan dan keyakinan.

Sumber : Kozier, barbara J. berman, (2008) 2.3. Kesehatan Spiritual dan Perawat Profesi keperawatan dibandingkan dengan tenga kesehatan lainnya, perawat lebih menghabiskan banyak waktu dengan pasien, mereka membantu pasien dalam menemukan makna hidup dan berusaha meningkatkan kesehatan mereka, membantu menyelesaikan krisis penyakit, hospitalisasi, dan kehilangan orang yang mereka cintai, perawat juga membantu meningkatkan hubungan pasien dengan Allah melalui nilai - nilai dan kualitas hidup (Mauk, 2004). Profesi keperawatan adalah profesi yang sangat identik dengan sikap caring. Profesi perawat memiliki fungsi yang tinggi terhadap kesehatan fisik, mental, spiritual kliennya Potter & Perry (2009). Perawat memberikan asuhan keperawatan yang tidak hanya aman, efektif tetapi juga memelihara kesehatan dan kesejahteraan hidup, sewhingga perawat harus dapat mencapai keseimbangan antara kehidupan profesional dan pribadi mereka. Perawat perlu memiliki waktu untuk dapat merenungkan kesehatan fisik pribadi mereka, kesehatan mental,

sosial serta

spiritual yang akan mempengaruhi pemenuhan asuhan keperawatan terhadap klien. Ketika perawat sehat secara fisik, mental, sosial dan spiritual, akan menyebabkan tingginya kualitas kerja mereka dan bermanfaat untuk orang lain sera menerima setiap situasi dan keterbatasan (Mauk, 2004). Banyaknya tuntutan pekerjaan perawat, serta meningkatnya kompleksitas perawatan kesehatan meyebabkan tidak sedikit perawat yang mengalami rasa frustasi, kelelahan dan kekecewaan terkait peran profesional. Figley (1995) dalam Mauk, (2004) mengidentifikasi penyebab kelelahan mencakup semua hal, tidak hanya melibatkan kelelahan fisik, tetapi juga kelelahan mental, sosial dan kelelahan spiritual. Perawat memberikan banyak energi dari waktu kewaktu, namun mereka tidak dapat mengembalikan keseimbangan energi pribadi mereka. Stres dan tekanan psikologis pada tugas dapat menyebabkan kelelahan sehingga beresiko untuk burnout. Sebaliknya, jika pengalaman menjadi perawat memberikan kepuasan, ketika perawat memiliki tujuan dalam memberikan asuhan keperawatan mereka akan mendapatkan rasa puas. Hal ini akan meningkatkan kepercayaan diri mereka, memiki kekuatan, dan memiliki spiritualitas yang baik (Mauk, 2004). 2.2.5. Kegiatan Untuk Mencapai Kesejahteraan Spiritual Kegiatan yang dilakukan untuk mencapai kesejahteraan spiritual antara lain: a.

Mengikuti Pengajian/ Kegiatan Keagamaan Berpartisipasi dalam komunitas keagamaan dapat memberikan banyak manfaat dan dapat memperkaya jiwa. Ritual ibadah menjadi sumber seseorang untuk mendapatkan kenyamanan.

b.

Berdoa Berdoa, menghabiskan waktu sendirian untuk bermeditasi, adalah suatu kegiatan atau latihan yang berguna. Seseorang dapat berdoa dengan doa yang sesederhana mungkin untuk meminta bantuan atau memohon rahman terhadap Allah.

c.

Dukungan Spiritual Dukungan spiritual dapat datang dari berbagai bentuk, ada yang mendapatkan dukungan spiritual dari suatu komunitas yang dijadwalkan secara rutin di mesjid. Cara lain yang sering digunakan seseorang untuk mendapat dukungan spiritual adalah mencari guru spiritual, atau pembimbing spiritual.

d.

Energi spiritual yang dapat dari perawat Keperawatan merupakan suatu profesi yang mencakup seni dan bakat. Seorang perawat harusnya dapat memberikan asuhan keperawatan spiritul terhadap klien, sehingga klien dapat menangkap atau mengambil energi spiritual dari perawat tersebut (Mauk, 2004).

2.2.6. Kesehatan Spiritual Dalam Islam Islam secara harfiah berarti “menyerah” dengan apapun kehendak Allah. Dalam ajaran islam yang terdapat didalam Al-Quran dan hadist, tidak ada perbedaan antara agama dan spiritualitas. Dalam konteks islam, tidak ada spiritualitas tanpa pengalaman dan praktik keagamaan; agama akan memberikan jalan spiritual untuk keselamatan dan jalan hidup seseorang. Seorang muslim akan merangkul Allah dan mencari makna, tujuan dan kebahagiaan dalam kehidupan dunia dan akhirat (Abbas et al., 2016). Kesehatan spiritual menurut Mesbah (2012) dalam Abbas et al., (2016) mengatakan bahwa kesehatan spiritual merupakan suatu situasi dengan beberapa tahapan yang berbeda, dimana pengetahuan, sikap dan kemampuan akan diaktualisasikan dalam semangat yang akan menyebabkan keterkaitan dengan Allah, diri sendiri, masyarakat dan alam. Shojaei (2011) menyatakan kesehatan spiritual yaitu suatu aktualisasi individu sebagai fitrah untuk terhubung secara kuat dengan Allah sehingga individu tersebut memiliki pribadi yang stabil, memiliki tujuan hidup, jujur, dan hubungan produktif dengan dirinya sendiri dan orang lain. Kesehatan spiritual dalam islam merupakan serangkaian tindakan dan langkahlangkah yang diambil untuk mengembangkan jiwa sehingga seperti sifat sang

pencipta (Allah).

2.2.8. Tanda Sehat Spiritual Islam Menurut (Abbas et al., 2016), mencintai sang pencipta (Allah), tugas berbasis kehidupan, agama yang rasional, psikologis yang seimbang, percaya terhadap akhirat, dan memiliki moral yang baik yang merupakan karakteristik atau tanda sehat secara spiritual dalam islam. Abbas (2016) menjelaskan poin –poin diatas sebagai berikut: a.

Cinta sang pencipta Rasa keterhubungan dengan Allah, individu lainnya dan alam semesta. Karena Allah lah yang menciptakan manusia, maka Allah mengetahui apa yang terbaik untuk kehidupan umatnya. Individu menyembah dan berdoa serta mematuhi setiap perintah-Nya, dan apapun yang ia kerjakan hanya untuk Allah.

b.

Psikologis yang seimbang Seorang yang yang beriman terhadap Allah tidak akan mengalami stres, kecewaan yang berlebihan serta depresi. Mereka memiliki rasa damai, harapan, kepercayaan, memiliki makna, tujuan hidup serta kepuassan spiritual. Seeorang yang memiliki kesehatan spiritual percaya bahwa tidak akan ada sesuatu yang buruk dapat terjadi dan yang menyakiti kita kecuali atas kehendak Allah. Hal ini menyebabkan keseimbangan psikologis.

c.

Hidup berdasarkan tugas Ketika seseorang mengakui dan percaya bahwa Allah merupakan satu- satunya Tuhan Tugas dalam kehidupan mengharuskan seseorang untuk memahami dan memenuhi semua tanggung jawab dan tugas sehingga menjadi lebih dekat kepada Allah. Kehidupan berdasarkan tugas memiliki tiga sub kategori diantaranya: etika, upaya untuk suci, dan adil.

Seseorang yang berhubungan baik terhadap orang lain, mencoba untuk bertindak dengan cara yang benar sesuai tugasnya berdasarkan perintah Allah. Dengan ini ia akan menjadi individu yang penyayang dan penuh perhatian terhadap semua mahluk, bersifat jujur yang menjadi dasar mengingat Allah. Menghilangkan perasaan marah dan dendam, hal ini akan menyebabkan seseorang memiliki sikap alturisne. Alturisme berarti membantu orang lain dengan tulus, bahkan jika hal tersebut tidak akan membawa keuntungan untuk diri sendiri. Adil berarti tidak akan menghilangkan hak-hak orang lain. d.

Percaya akhirat Percaya terhadap suatu kehidupan setelah kematian merupakan tanda atau karakteristik individu yang sehat spiritualnya. Individu dengan dengan kesehatan spiritual yang baik akan mengetahui akhirat adalah suatu kehidupan yang lebih baik dan hidup kekal. Dengan demikian, seseorang harus dapat memafaatkan sepenuhnya potensi yang diberikan kepada mereka untuk mencari ridha Allah. Kesehatan spiritual seseorang dapat diukur dengan beberapa kriteria berikut: tidak menyakiti orang lain, tenang dan damai, dekat dengan Allah, sabar, menghindari larangan Allah, mencari progresif dan pengetahuan agama, menjalankan kewajiban agama (Abbas et al., 2016).

DAFTAR PUSTAKA Abbas, H. ., Khorashadizadeh, F., Nabavi, F. H., & Mazlom, S. R. (2016). Spiritual Health

in

Nursing

From

the

Viewpoint

https://doi.org/10.5812/ircmj.24288.Review

Arini.

of

Islam,

(2015).

18(6).

Hubungan

Spiritualitas Perawat dan Kompetensi Asuhan Spiritual, 10 No. 2, 130–140. Azarsa, T., Davoodi, A., Khorami Markani, A., Gahramanian, A., & Vargaeei, A. (2015). Spiritual wellbeing, attitude toward spiritual care and its relationship with spiritual care competence among critical care nurses. Journal of caring sciences, 4(4), 309–20. https://doi.org/10.15171/jcs.2015.031 Chan, M. F. (2010). Factors Affecting Nursing Staff In Practising Spiritual Care. Journal

of

Clinical

Nursing,

19(15–16),

2128–2136.

https://doi.org/10.1111/j.1365-2702.2008.02690.x DeLaune,

S.

C.,

&

Ladner,

P.

K.

(2011).

Standards

&

Practice.

https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004 Hamid, P. Achir Yani S. (2008). Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa.Jakarta: EGC Kozier, Barbara J. Berman, A. (2008). Fundamentals Of Nursing : Concepts, Process, And Practice (8th ed.). USA: Pearso n Education , Inc., Upper Saddle River, New Jersey 07458. Kozier, B. (2010). Fundamental Of Nursing (7th ed.). Jakarta: EGC. Kurniawan, B. (n.d.). Pendidikan Agama Islam PT. Jakarta: GWI. Markani, A. K. (2015). Oncology Nurses Spiritual Health Experience: A Qualitative Content Analysis, 1(January 2014), 24–34. Mauk, kristen L. & nola A. (2004). Spiritual Care In Nursing Practice. New york: Lippincott Wiliams & Wilkins.

Memaryan, N., Rassouli, M., & Mehrabi, M. (2016). Spirituality Concept by Health Professionals in Iran: A Qualitative Study. Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine, 2016. https://doi.org/10.1155/2016/8913870 Potter, P. A., & Perry, Anne Grifin. (2013). Fundamentals Of Nursing (9th ed.). USA: ELSEVIER. Potter & Patricia A. (2009). Fundamentals Of Nursing (7 th). Mosby: Elsevier. Rahayuningsih, S. (2015). , Analisis Pengaruh Locus Of Control Dan Self Efficacy terhadap Kinerja dengan Etika Kerja Islam sebagai Variabel Moderating (Study Empiris pada Perawat di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang ). https://www.unisbank.ac.id/ojs/index.php/fe10/article/dow nload/4130/1161 Ruth, F. craven. (2009). Fundamental Of Nursing: Human Health And Fuction (6th ed.). USA: lipponcott williams & wilkins. Syam, A. (2010). Hubungan Antara Kesehatan Spiritual Dengan Kesehatan Jiwa Pada Lansia Muslim Di Sasana Tresna Werdha Kbrp Jakarta Timur lib.ui.ac.id/file?file=digital/20282452-T%20Amir%20Syam.pdf

Related Documents

Kesehatan
May 2020 31
Kesehatan
May 2020 30
Kesehatan
June 2020 25
Kesehatan Ibu
May 2020 20
Kesehatan Mata.docx
May 2020 28

More Documents from "Mira"