1. JUDUL : ANALISIS
FAKTOR-FAKTOR
YANG
MEMPENGARUHI
KESEDIAAN MEMBAYAR PENGUNJUNG WISATA ALAM SALIPER ATE, (STUDI KASUS DI DESA LABUAN KECAMATAN LABUAN BADAS KABUPATEN SUMBAWA BESAR )
2. Latar Belakang Pembangunan adalah suatu kegiatan yang menyeluruh terpadu dan berkesinambungan yang dilakukan dengan serangkaian program. Titik berat program pembangunan adalah bidang ekonomi dengan sasaran utama mencapai keseimbangan antara sektor pertanian dan sektor industri serta terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat. Pembangunan Ekonomi yang menitik beratkan pada pertumbuhan sering bertentangan dengan prinsip pelestarian linkungan, sehingga sering dikatakan bahwa antara pembangunan ekonomi dan lingkungan terkesan kontradiktif (berlawanan). Tetapi hal ini tidaklah selalu benar karena antara dua kepentingan ini bisa saling berinteraksi atau diintegrasikan sehingga kepentingan ekonomi dan lingkungan bisa sama-sama tercapai. Kuatnya saling interaksi dan ketergantungan antara dua faktor tersebut maka diperlukan pendekatan yang cocok bagi kepentingan pembangunan kerkelanjutan dan pembangunan berwawasan lingkungan (sustainable development). Pembangunan berkelanjutan diartikan sebagai pembangunan yang tidak ada henti-hentinya dalam pemenuhan kebutuhan generasi sekarang tanpa merugikan kebutuhan generasi yang akan datang. Dengan kata lain pembangunan berkelanjutan berarti memasukan linkungan kedalam sistim ekonomi. Dalam hal ini lingkungan
1
dipandang sebabagai aset utama yang menyediakan kebutuhan umat manusia. Lingkungan menyediakan sistim pendukung kehidupan untuk mengatasi proses depresiasi (pengurangan) dari aset lingkungan dan untuk kepentingan aktivitas ekonomi jangka panjang dalam memenuhi kebutuhan manusia. Aktivitas ekonomi meliputi dua aspek yaitu aspek produksi dan aspek konsumsi barang-barang dan jasa. Produksi merupakan aktivitas yang mengahasilkan barang dan jasa, sedangkan konsumsi merupakan kegiatan menggunakan barangbarang dan jasa tersebut. Pada sisi lain lingkungan menyediakan tiga fungsi utama; (1) sebagai tempat kembalinya limbah (sink). Aktivitas produksi dan konsumsi barang-barang dan jasa menghasilkan limbah atau produk sisa (waste products) yang semuanya akan bermuara ke lingkungan alam; (2) sebagai sumberdaya (resaurces) alam lingkungan menyediakan bahan-bahan mentah (raw materials) yang di transformasi menggunakan energi untuk menghasilkan barang-barang dan jasa melalui proses produksi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat; (3) sebagai sumber hiburan atau kesenangan (estetic). Dalam hal ini lingkungan memberikan jasa secara langsung kepada konsumen seperti pemandangan dan panorama yang indah, serta jasa lain yang tidak terhitung, (Addinulyakin, 1-4;2004 dalam Miranti). Dalam pemanfaatan fungsi lingkungan sebagai sumber kesenangan (estetic) diatas perlu adanya pengelolaan lingkungan seperti halnya usaha-usaha atau kegiatan lain tentu memerlukan dana untuk membiayai kegiatan tersebut. Dalam kehidupan ini tidak ada sesuatu yang sifatnya bebas tanpa biaya atau pengorbanan; demikian pula dengan pengelolaan lingkungan. Untuk mengelola lingkungan dengan baik
2
diperlukan sumberdaya tidak hanya sumberdaya manusia, tetapi juga sarana dan prasarana yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan tersebut. Misalnya untuk mengelola taman rekreasi diperlukan sarana dan prasarana yang memadai yang semua itu memerlukan biaya dalam pengelolaannya dimana diperlukan suatu nilai atau rasio yang dapat digunakan untuk mengukur seberapa besar nilai guna atau manfaat terhadap lingkungan dari kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan sumber daya tersebut,(suparmoko, 101;2000). Sebelum memberikan penilaian terhadap lingkungan perlu dipahami terlebih dahulu, “nilai apakah yang dapat diberikan kepada suatu sumber daya alam atau lingkungan tersebut?”. Pada dasarnya nilai lingkungan dibedakan menjadi dua yaitu nilai atas dasar penggunaan (instrumental value) dan nilai yang terkandung di dalamnya (intrinsic value). Nilai atas dasar penggunaan menunjukan kemampuan lingkungan apabila digunakan untuk memenuhi kebutuhan; sedangkan nilai yang terkandung dalam lingkungan adalah nilai yang menempel pada lingkungan tersebut. Atas dasar penggunaannya (instrumental value/use value), nilai lingkungan dibedakan atas dasar penggunaan langsung (direct use value), nilai penggunaan tidak langsung (indirect use value), nilai atas dasar pilihan penggunaan (option use value), dan nilai yang diwariskan (bequest value). Sebagai contoh dalam penelitian ini adalah taman narmada, dimana air dan hasil perkebunan mempunyai penggunaan secara langsung, kawasan taman untuk kegiatan rekreasi serta udara yang bersih untuk kesehatan merupakan penggunaan secara tidak langsung; pemenuhan kebutuhan rekreasi individual dimasa datang merupakan contoh yang memiliki nilai pilihan;
3
selanjutnya pemenuhan kebutuhan rekreasi, dan pelestarian pemenuhan kebutuhan dimasa datang yang merupakan warisan dari generasi sebelumnya yang mempunyai nilai warisan. Nilai atas dasar tanpa penggunaan (intrinsic value / non-use value), nilai lingkungan juga dibedakan menjadi nilai atas dasar warisan dari generasi yang sebelumnya (bequest value) dan nilai karena keberadaannya saja (existence value). Misal untuk taman narmada, keberadaan taman narmada yang dilestarikan dapat memenuhi
kebutuhan
rekreasi
dan
kesenangan
yang
lain
(warisan)
dan
keberadaannya itu sendiri memelihara sumberdaya hayati (biodiversity). Dari berbagai macam penggunaan dan keberadaan itu ekonom berusaha memberikan nilai dalam rupiah sehingga semua dampak akan dapat dievaluasi secara lebih jelas dan pasti apabila ada kegiatan atau bencana. Jadi dalam menentukan nilai lingkungan secara keseluruhan atau nilai totalnya, kita dapat menjumlahkan nilai penggunaan langsung, nilai penggunaan tidak langsung dan nilai keberadaannya.
4
Berikut ini adalah diagram konsep nilai suatu sumberdaya alam atau lingkungan. Sumberdaya lingkungan
Nilai penggunaan
Nilai penggunaan langsung
Nilai penggunaan tak langsung
Nilai Tanpa Penggunaan
Nilai penggunaan alternatif
Nilai warisan
Nilai keberadaan
Rekreasi generasi berikutnya
Pelestarian sumberdaya hayati
MISALKAN Hasil penjualan perkebunan
Rekreasi dan udara yang bersih
Rekreasi yang akan datang
Gambar1. Diagram nilai sumberdaya alam dan lingkungan (Suparmoko,10310;2000). Pada umumnya untuk taman-taman rekreasi pengunjung hanya dipungut biaya masuk. Hasil keseluruhan biaya masuk tersebut digunakan untuk mengelola tamantaman rekreasi. Besarnya biaya masuk yang dibebankan kepada pengunjung mencerminkan nilai lingkungan dan kesediaan membayar oleh para pengunjung yang memanfaatkan taman-taman rekreasi tersebut.
5
Berikut ini adalah data jumlah kunjungan ke wisatawan ke Sumbawa Besar 2002-2006. Tabel 1. Jumlah Kunjungan wisatawan tersebar ke obyek-obyek rekreasi ada di Sumbawa Besar Tahun 2002-2006.
No
Tahun
Wisatawan
Wisatawan
Domestik
Mancanegara
Jumlah
1
2002
11236
1856
13092
2
2003
17183
1876
19059
3
2004
28614
4471
33085
4
2005
25204
2595
27799
5
2006 Jumlah
20510
3559
24069
Total 102747 14357 Sumber : Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kab.Sumbawa Besar
117104
Berdasarkan data pada tabel diatas, dapat dilihat bahwa jumlah pengunjung wisatawan di Kabupaten Sumbawa dari tahun 2002-2004 mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu pada tahun 2002 sebanyak 13.092 pengunjung, tahun 2003 sebanyak 19.059 pengujung, tahun 2004 sebanyak 33.085. pengunjung, tahun 2005 mengalami fluktuasi kunjungan sebanyak 27.799 pengunjung dan tahun 2006 mengalami fluktuasi kunjungan terendah sebanyak 24.069 kunjungan. Total jumlah pengunjung keseluruhan dari tahun 2002-2006 adalah 117.104 pengunjung. Untuk lebih jelasnya garafik di bawah dapat memberikan informasi tentang jumlah kunjungan wisatawan yang berkunjung ke obyek-obyek wisata di Kabupaten Sumbawa :
6
Grafik 1. Jumlah Kunjungan Wisatawan Domestik dan Mancanegara Ke obyek-obyek wisata Di Sumbawa
Jumlah Kunjungan
Grafik Jumlah Kunjungan Wisatawan Domestik dan Mancanegara Ke obyek-obyek Wisata di Sumbawa 140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0
Wisatawan Domestik Wisatawan Mancanegara Jumlah 2002
2003
2004
2005
2006
Jumlah Total
Tahun
Sumber : Data primer di olah Dari grafik di atas memperlihatkan fluktuasi jumlah kunjungan wisatawan ke obyek-obyek wisata di Sumbawa besar dimana pada tahun 2005 dan 2006 mengalami fluktuasi kunjungan mencapai titik terendah masing masing dengan angka sebesar 27.799 pengunjung dan 24.069 kunjungan, hal ini disebabkan kurangnya perhatian Pemda setempat dalam memanfaatkan potensi ekonomi yang dimiliki obyek-obyek
wisata
di
Sumbawa,
kurangnya
promosi
pariwisata
untuk
memperkenalkan potensi wisata di Sumbawa merupakan salah satu penyebabnya. Terkait dengan potensi ekonomi obyek-obyek wisata alam yang ada di Sumbawa, Saliper ate adalah salah satu obyek wisata alam yang memiliki potensi ekonomi yang patut untuk di banggakan, akan tetapi dengan kian banyaknya obyek wisata alam lainnya menyebabkan pengelolaan wisata alam ini sedikit terabaikan. Hal ini terlihat dari tidak adanya data jumlah kunjungan wisatawan padahal jika di lihat dari potensi kunjungan setiap harinya, obyek wisata ini selalu ramai dikunjungi oleh
7
wisatawan local, terutama pada saat hari-hari libur, potensi kunjungan selalu melonjak tajam. Permasalahan ini menjadi menarik untuk menjadi bahan kajian empiris oleh penulis. Dalam Pengelolaan dan pengembangan kawasan Wisata Alam Saliper Ate Kabupaten Sumbawa. lingkungan wisata alam Sumbawa membutuhkan dana yang besar dimana, dana tersebut dapat berasal dari pemerintah maupun pendapatan yang dihasilkan dari karcis masuk (entry fees) ke lokasi Wisata alam Saliper Ate. Namun biaya masuk tersebut masih tergolong sangat rendah, sehingga pendapatan yang diperoleh Obyek Wisata Saliper Ate belum dapat memenuhi untuk pengelolaan dan pengembangannya. Dengan demikian harus dicari alternatif yang dapat digunakan untuk menghasilkan pendapatan yang lebih baik dalam mengelola kawasan Wisata Alam Saliper Ate. Salah satu alternatif yang dapat ditempuh adalah perlu dilakukan suatu penelitian untuk mencoba menggali kesediaan membayar (willingness to pay) pengunjung Wisata Alam Saliper Ate kecamatan Labuan Badas, Kabupaten Sumbawa Besar. 3. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: a. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi kesediaan membayar tambahan biaya masuk oleh pengunjung Wisata Alam Saliper Ate ? b. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi besarnya tambahan biaya masuk pengunjung Wisata Alam Saliper Ate ?
8
4. Tujuan Dan Manfaat Penelitian 4.1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar tambahan biaya masuk oleh pengunjung Wisata Alam Saliper Ate. 2. Untuk mengetahui seberapa besar tambahan biaya masuk yang bersedia dibayar oleh pengunjung Wisata Alam Saliper Ate. 4.2. Manfaat Penelitian a. Secara akademik untuk memenuhi salah satu syarat dalam mencapai
kebulatan
program study strata satu ( S-1 ) pada Fakultas Ekonomi Universitas Mataram. b. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang berminat untuk mengadakan penelitian yang sama. c. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi bagi pihak-pihak yang terkait dalam pengembangan sumber daya lingkungan.
5. Tinjauan Pustaka 5.1. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang kesediaan membayar (willegness to pay) dilakukan oleh Abdul Manan, mahasiswa STIE Pariwisata API Yogyakarta pada Tahun 2006. “
9
Obyek wisata Pantai Tanjung Belandang sangat potensial untuk memberikan kontribusi pendapatan bagi daerah (PAD) dari sektor pariwisata. Hal ini tidak berlebihan bila dilihat dari jumlah kunjungan setiap bulannya. Walaupun jumlah pengunjung ke pantai ini belum dapat diketahui secara pasti karena penerapan tiket masuk belum secara kontinyu, tetapi secara umum pengunjung yang datang khususnya pada setiap akhir pekan dapat dikatakan cukup sifnifikan untuk ukuran Kabupaten Ketapang. Dilihat dari perkembangan kepariwisataan di Kabupaten Ketapang, segmen pasar Pantai Tanjung Belandang saat ini adalah wisatawan lokal. Tetapi untuk masa yang akan datang sangat mungkin obyek ini dan obyek wisata lainnya mentargetkan wisatawan luar termasuk wisatawan mancanegara. Pengembangan kawasan wisata pantai Tanjung Belandang membutuhkan dana yang besar, dimana dana tersebut dapat berasal dari pemerintah maupun pendapatan yang dihasilkan dari biaya masuk (entry fees) ke lokasi wisata. Masalahnya adalah Pemerintah Kabupaten Ketapang sendiri belum mempunyai dana yang cukup untuk pengembangan kawasan, di sisi lain kawasan pantai ini belum menerapkan tiket masuk sehingga belum ada alternatif pembiayaan. Dengan demikian harus dicari alternatif yang dapat digunakan untuk menghasilkan pendapatan yang lebih baik dalam mengelola kawasan ini. Salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah perlu dilakukan suatu penelitian untuk mencoba menggali kemungkinan diterapkan biaya masuksecara kontinyu. Selain mencoba menggali kemungkinan diterapkannya tiket masuk secara kontinyu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui nilai manfaat ekonomi kawasan serta bagaimana strategi pengembangan Pantai Tanjung Belandang.
10
Sampel dari penelitian ini adalah pengunjung pantai, masyarakat dan berbagai pihak seperti pemerintah, DPRD, LSM serta tokoh masyarakat. Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian adalah teknik penilaian kontingensi (contingency valuation method). Contingency valuation method merupakan teknik untuk mengukur nilai manfaat ekonomi kawasan Pantai Tanjung Belandang dengan berusaha menggali kesediaan responden untuk membayar (willingnes to pay) secara individu dibawah skenario pasar hipotesis. Sedangkan travel cost method (metode biaya perjalanan) digunakan
untuk penilaian
menggunakan
perkiraan
secara
ekonomi yang
dihubungkan dengan ekosistem atau lokasi yang digunakan untuk rekreasi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa 83 % responden setuju diterapkannya tiket masuk dengan catatan bahwa kawasan ini perlu dilengkapi dengan fasilitas yang memadai. Besarnya kesediaan untuk membayar biaya masuk ke Pantai Tanjung Belandang adalah Rp. 5.000,- sebanyak 47,5 % Rp. 10.000,- sebanyak 23% Rp. 15.000,- sebanyak 20%
Rp. 20.000 sebesar 5% dan Rp. 25.000,- sebanyak 4,5%,
(www: kipde-ketapang.go.id/ 01-03-06).” Penelitian lain Menggunakan metode kontingensi sudah banyak dilakukan, diantaranya Analisis Tarif Gas Bumi berdasarkan Willingness To Pay oleh Talhah Tamia Shahab (2007), Penelitian ini dimaksudakn untuk mengetahui seberapa besar keinginanan para langganan gas bumi untuk membayar jasa yang telah diterimanya dalam hal-hal yang perlu diperhatikan bagi perusahaan untuk meningkatkan atau memperbaiki layanan. Sebagai pertimbangan dalam menentukan tarif gas bumi.
11
Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa WTP pelanggan terhadap kenaikan tariff gas bumi sangat rendah, antara 0-2,9 persen.
Survey juga
menunjukkan bahwa kualitas gas bumi yang disalurkan serta pelayanan penyaluran gas bumi masih perlu diperbaiki dan ditingkatkan. Samilles Godlief Marthin (2007) melakukan Studi Kemampuan-Kemauan Membayar konsumen Jasa Angkutan Umum Bus Damri-Patas AC di Kota Surabaya. Penelitian ini berutjuan untuk mengetahui berapa kemampuan-kemauan membayar konsumen, kondisi masyarakat konsumen angkutan umum bus DAMRI, sehingga nantinya dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan didalam pemerintah menentukan kebijakan tarif yang berujung pada besarnya subsidi yang diterima DAMRI. Tidak Jauh berbeda dengan Samiles, I Gede Made Oka Aryawan (2007), juga menggunakan model kontingensi untuk melakukan penelitian tentang Valuasi Tarif Angkutan Kota Dengan Analisis Ability To Pay (ATP) dan Willingness To Pay (WTP) pada Trayek Ubung-Krereng Di Kota Denapsar. Penelitian tersebut bertunjuan untuk mengetahuai kemampuan dan kemauan membayar masyarakat atas jasa angkutan kota yang ditawarkan. Hasil studi menunjukkan bahwa 1) Tarif yang berlaku sudah diatas tariff yang semestinya berlaku berdasarkan pendekatan biaya pokok produksi. 2) Kelompokdengan pendapatan sampai RP. 1.000.000,- perbulan dalamkondisi trayek Rp/Trayek, 62 persen, 42 persen dan 17perse, mempunyai ATP lebih besar dari tariff Biaya Pokok Produksi (BPP), tariff resmi dan tariff nyata. 28 persen, 12 persen dan 2,5 prsen responden mempunyai WTP lebih besar dari tariff BPP, tariff resmi dan tariff nyata. Kelompok responden yang mempunyai pendapatan diatas Rp.
12
1.000.000,- per bulan dalam Rp/Trayek, 90 persen, 72 persen, dan 40 persen mempunyai ATP lebih besar dari tariff BPP, tariff resmi dan tariff nyata. 19 persen, 9 persen dan 3 persen responden mempunyai WTP lebih besar dari tariff BPP, tariff resmi dan tariff nyata. Hasil akhir dari studi ini adalah dengan adanya ATP dan WTP dapat dijadikanpembanding dalam menganalisa tariff angkutankota yang optimal yang didasarkan atas Biaya Pokok Produksi. 5.2. Kajian Teoritis 5.2.1. Penentuan Nilai ( Valuation ) Lingkungan Terhadap Penggunaan Dalam analisa ekonomi lingkungan, penilaian lingkungan dari perubahan lingkungan itu sangat komplek karena nilai keuntungan itu bukan hanya nilai moneter (berupa uang) dari konsumen yang menikmati langsung (users) jasa perbaikan kualitas lingkungan tetapi juga nilai yang berasal dari konsumen potensial dan orang lain karena alasan tertentu (non-users) jasa tersebut mungkin juga memperoleh keuntungan dari penyediaan barang lingkungan tersebut. Beberapa sumber benefit yang diperoleh pengguna langsung jasa lingkungan : 1. Penetuan Nilai Lingkungan Terhadap Pengguna Langsung Metode ini mendasarkan diri secara langsung pada harga pasar dan produktivitas. Hal ini dimungkinkan bila perubahan dalam kondisi lingkungan mempengaruhi kemampuan berproduksi. Ada tiga pendekatan yaitu pertama yang menyangkut produktivitas yang berubah dalam kaitannya dengan perubahan kondisi lingkungan, pendekatan ini disebut juga dengan metode dosis-respon; kedua yang
13
menggambarkan hilangnya pendapatan dengan perubahan kondisi lingkungan; dan yang ketiga pengeluaran untuk mencegah. a. Metode Dosis-Respon (The Dose Response Method) Metode ini adalah suatu metode yang menganggap kualitas lingkungan sebagai suatu faktor produksi. Misalnya kualitas air bagi industri yang menggunakan air untuk tujuan proses produksi. Kegiatan-kegiatan itu perlu adanya peningkatan kualitas lingkungan yang selanjutnya mengakibatkan terjadinya suatu perubahan dalam biaya produksi dan mengakibatkan terjadinya perubahan terhadap harga, tingkat pengembalian modalnya dengan menganggap bahwa tidak ada kesempurnaan pasar yang mengaggu harga pasar, benefit dari peningkatan kualitas lingkungan itu bisa diukur dari perubahan pasar yang bisa diselediki tersebut. b. Metode Perilaku Mencegah (The Averting Behavior method) Metode ini menilai kualitas lingkungan berdasarkan pada pengeluaran untuk mengurangi atau mengatasi efek negatif dari polusi. Contoh kasus pencemaran udara yang mengakibatkan terganggunnya pernafasan sehingga mengharuskan pasien berkunjung ke dokter. Biaya berkunjung kedokter ini dianggap sebagai nilai dari benefit untuk memperbaiki kualitas lingkungan.
c. Metode Pengeluaran untuk
mempertahankan (Defensive Expenditure
Method) Individu, perusahan maupun pemerintah banyak melakukan pengeluaran atau belanja demi menghindari dampak negatif dari pencemaran lingkuntgan. Rusaknya
14
lingkungan seringkali sulit untuk dihitung, namun informasi mengenai pengeluaran yang ditujukan untuk mengurangi dampak yang berupa memburuknya lingkungan dapat diketahui lebih pasti. Pendekatan ini akan memberikan nilai yang lebih rendah bagi kondisi lingkungan yang baik. 2. Penetuan Nilai Lingkungan Terhadap Pengguna Tidak Langsung Penetuan nilai lingkungan ini menggunakan informasi pasar secara tidak langsung. Beberapa metode yang digunakan dalam penentuan nilai lingkungan tidak langsung ini antara lain : a. Metode Evaluasi Kontigensi (Contigency Valuation Method) Metode evaluasi kontigensi (MVC) adalah suatu metode survey untuk menanyakan penduduk tentang nilai atau harga yang mereka berikan terhadap komoditi yang tidak memiliki pasar seperti barang lingkungan. Secara prinsip metode ini memiliki kemampuan untuk diterapkan dalam menilai keuntungan dari penyediaan barang lingkungan dan juga mampu menetukan pilihan estimasi pada kondisi yang tidak menentu. Prinsip yang mendasari metode ini adalah bahwa bagi orang yang memiliki preferensi yang benar tetapi tersembunyai terhadap seluruh jenis barang lingkungan, kemudian
diasumsikan
bahwa
orang
tersebut
mempunyai
kemampuan
mentransformasi preferensi kedalam bentuk nilai moneter/ uang. Dalam hal ini,diasumsikan bahwa orang akan bertindak nantinya seperti yang dikatakan ketika situasi hipotesis yang disodorkan akan menjadi kenyataan pada masa yang akan
15
datang. Dengan dasar asumsi ini,maka pada dasarnya metode MVC ini menilai barang lingkungan dengan menanyakan pertanyaan berikut : Berapakah jumlah tambahan uang yang ingin dibayar oleh seseorang atau rumah tangga (willingness to pay) untuk memperoleh peningkatan kualitas lingkungan. Pertanyaan diatas di gunakan untuk menentukan suatu pasar hipotesis terhadap perubahan lingkungan yang diinginkan. Menurut Anwar (1994) dalam Safri et.al (1996) pendekatan ini dilakukan dengan cara menentukan kesediaan membayar (willingness to pay) dari konsumen. Pendekatan ini dapat diterapkan pada keadaan yang dapat menimbulkan kesenangan (estetic) seperti pemandangan alam, kebudayaan, historis dan karakteristik lain yang unik serta situasi yang data harganya tidak ada. Penilaian kontigensi atau teknik survey dilakukan untuk menemukan nilai hipotensi konsumen atau rekreasi (Hufschmidt et.al, 1987). Metode ini lebih fleksibel dan diakui bersifat judgment value, sebab pertanyaan diperoleh dari pertanyaan hipotesis. Asumsi yang digunakan dalam metode kontigensi menurut Davis dan Johnson (1987) dalam Safri et.al (1996) : a. Responden harus representative dan comparable untuk semua survey b. Pada survey pertama, pengunjung harus mempunyai kemampuan cukup untuk mengembangkan nilai kreatif.
16
c. Wawancara dan kuisioner secara obyektif dapat menentukan nilai manfaat tanpa ada keadaan interpretasi dari masing-masing responden. b. Metode nilai kekayaan (Hedonic Pricing Method) Lingkup penerapan metode nilai hedonic-MHH relatif terbatas misalnya keuntungan adanya fasilitas rekreasi atau kesenangan yang diperoleh penghuni lokasi tertentu karena peningkatan kualitas lingkungan sekitarnya. Metode ini didasrkan pada gagasan bahwa barang pasar menyediakan pembeli dengan sejumlah jasa, yang beberapa diantaranya bisa merupakan kualitas lingkungan. Misalnya pembangunan rumah dengan kualitas udara segar disekitarnya, pembelinya akan menerima senagai pelengkap, mereka mau membayar lebih untuk rumah yang berada diarea dengan kualitas lingkungan yang baik, dibandingkan dengan rumah kualitas yang sama pada tempat lain yang kualitas lingkungannya jelek. Dengan anggapan bahwa orang akan membuat pilihan seperti itu, misalnya membeli rumah sesuai persis seperti rumah yang diingininya informasi tentang kualitas lingkungan akan diperhitungkan dalam harga dari rumah itu. c. Metode Biaya Perjalanan (Travel Cost Method) Metode Biaya Perjalanan-MBP (Travel Cost Method) ini dilakukan dengan menggunakan informasi tentang jumlah uang yang dikeluarkan dan waktu yang digunakan orang untuk mencapai tempat rekreasi untuk mengestimasi besarnya nilai benefit dari upaya perubahan kualitas lingkungan dari tempat rekreasi yang dikunjungi d. Metode Perbedaan Tingkat Upah
17
Metode ini didasarkan pada teori dalam pasar persaingan sempurna dimana tingkat upah tenaga kerja akan sama dengan nilai produktivitas marginal tenaga kerja tersebut, sedangkan penawaran tenaga kerja akan sesuai dengan kondisi kerja dan taraf hidup disuatu daerah. Oleh karena tingkat upah yang tinggi diperlukan untuk menarik tenaga kerja agar mau bekerja didaerah yang tercemar. Perbedaan tingkat upoah dianggap sebagai biaya dari adanya pencemaran tersebut. 5.2.2. Penentuan Nilai (Valuation) Lingkungan Tanpa Penggunaan 1. Nilai pilihan (Option Value) Meskipun seseorang tidak mempunyai rencana untuk menggunakan jasa lingkungan (estetic) itu, mereka kadang-kadang mau membayar sebagi pilihan untuk memanfaatkannya dimasa yang akan datang, sebagai contoh seorang yang memiliki mobil meskipun tidak ada rencana untuk memanfaatkan transportasi umum, berkeinginan untuk membayar sesuatu untuk mempertahankan operasi transportasi tersebut sebagai pilihan lain kalau suatu saat mobil itu mogok dan rusak. 2. Nilai Eksistensi / Keberadaan (Existence Value) Nilai atau harga yang diberikan oleh seorang terhadap eksistensi barang lingkungan tertentu, spesies atau alam dengan didasarkan pada etika dan norma tertentu, misalnya orang yang mau membayar ikan paus dilautan tetap ada atau hidup, meskipun mereka tidak mempunyai niat untuk pergi melihat. 3. Nilai Masa Depan (Biquest Value)
18
Orang bisa jadi membayar bagi ketersediaan barang-barang tertentu seperti obyek wisata alam untuk generasi yang akan datang, (Adinulyakin,99-224;2004).
5.3. Kerangka Konseptual
Pengunjung
19
Wisata Alam Saliper ate
Kesediaan Membayar Tambahan Biaya Masuk
Bersedia
Tidak Bersedia
Faktor Faktor Yang Mempengaruhi 1. Jenis Kelamin 2. Umur 3. Tingkat Pendidikan 4. Tingkat Pendapatan 5. Kepuasan 6. Model kunjungan 7. Lama Kunjungan 8. Jarak Lokasi 9. Anggota Assosiasi
Penjelasan kerangka konseptual Dari kerangka konseptual diatas dapat dipaparkan sebagai berikut :
20
Pengunjung Wisata alam Saliper Ate adalah orang-orang yang berada didalam kawasan Wisata alam Saliper Ate. Setiap pengunjung Saliper Ate wajib dikenakan biaya masuk kawasan taman. Dalam penelitian ini peneliti menganalisis pengunjung Wisata Alam Saliper Ate untuk mendapatkan pengunjung yang bersedia membayar tambahan biaya masuk dan besarnya tambahan biaya masuk yang pengunjung Wisata Alam Saliper Ate bersedia membayar. Analisis ini ada dua kemungkinan respon atau jawaban dari pengunjung Wisata Alam Saliper Ate yaitu “ bersedia “ atau “tidak bersedia”. Jawaban atau respon pengunjung Wisata Alam Saliper Ate tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya : jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, kepuasan, model kunjungan, lama kunjungan , jarak lokasi, dan anggota assosiasi kelompok lingkungan. Dalam penelitian ini penelitian hanya menganalisis respon atau jawaban “ bersedia ” dari pengunjung taman narmada. 6. Perumusan Hipotesis Berdasarkan uraian dan perumusan masalah diatas, maka dapat diambil sebuah hipotesis: “diduga bahwa faktor-faktor seperti jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, kepuasan, model kunjungan, lama kunjungan, jarak lokasi dan anggota assosiasi kelompok lingkungan berpengaruh terhadap kesediaan membayar tambahan biaya masuk dan besarnya tambahan biaya masuk yang pengunjung Wisata Alam Saliper Ate”. 7. Metode Penelitian 7.1. Jenis Penelitian
21
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian diskriptif. Penelitian diskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai dari suatu variabel, baik satu variabel (dependent) atau lebih (independent) tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel lain, (iqbal hasan,7;2004). Penggunaan jenis penelitian ini didasarkan pada masalah yang dihadapi yaitu berusaha untuk menampilkan gambaran dan kesimpulan tentang kesediaan pengunjung membayar Wisata Alam Saliper Ate. Dengan cara mengumpulkan data data yang bekaitan dengan masalah tersebut kemudian data data tersebut diolah dan ditarik kesimpulan. 7.2. Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan dikawasan Wisata Alam Saliper Ate Kecamatan Labuan Badas Kabupaten Sumbawa Besar secara proposive sampling (pengambilan sampel secara tidak acak), dengan pertimbangan bahwa kawasan Wisata Alam Saliper Ate merupakan kawasan Wisata yang ramai dikunjungi oleh seluruh lapisan masyarakat. Selain itu sarana transportasi ke Saliper Ate sangat mudah. 7.2.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Wisata Alam Saliper Ate terletak didesa Labuan kecamatan Labuan Badas kabupaten Sumbawa Besar .Berjarak lebih kurang 15 km dari pusat kota Sumbawa Besar, terletak pada ketinngian lebih kurang 50m diatas permukaan laut. Wisata Saliper Ate berada di tepi jalan raya yang menghubungkan Desa Saliper denga desadesa lainnya di bagian Kota Sumbawa.
22
7.3. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dimana metode survei merupakan penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan menjadi keteranganketerangan secara faktual baik tentang institusi sosial, ekonomi, politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah, (M. Nazir, 86;2005 ). Metode survei ini dilakukan secara langsung untuk mengetahui kesediaan konsumen untuk memabayar atau kesediaan untuk memilih sejumlah barang dan jasa. Penilaian yang berdasar survei ini telah diterapkan terhadap sumber daya milik bersama atau barang yang tidak dapat dipisahkan, seperti kualitas udara dan air, juga diterapkan pada sumber daya menimbulkan kesenangan seperti pemandangan alam, kebudayaan, ekologi dimana harga pasar tidak ada, ( John A. Dixon, 330;1993 ). 7.4. Penentuan Responden Dalam penelitian ini, yang dikatagorikan sebagai populasi adalah seluruh pengunjung yang berada didalam kawasan Wisata Alam Saliper Ate dengan kreteria umur 17 th keatas (dewasa), dimana dari populasi tersebut akan diambil sampel 100 responden. Penentuan responden yang akan digunakan dalam penelitian ialah Nonprobality sampling. Nonprobability sampling merupakan teknik yang tidak memberi peluang / kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel yang meliputi purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu ( sugiono, 60-61;2005 ).
23
7.5. Tehnik Dan Alat Pengumpulan Data 7.5.1. Tehnik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini tehnik pengumpulan data yang akan digunakan adalah dengan cara: 1. Metode Dokumentasi, merupakan tehnik pengumpulan data dengan berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti dari hasil publikasi, lembaga-lembaga atau instansi pemerintah, organisasi lain seperti dinas pariwisata seni dan budaya. 2. Wawancara yaitu cara mengumpulkan data dengan cara mewawancarai responden yang akan dijadikan sampel untuk memperoleh data yang dibutuhkan dengan bantuan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. 7.5.2. Alat Pengumpulan Data Alat pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah quisioner. Quisioner merupakan suatu daftar yang berisi angka-angka, tabel-tabel, analisa statistic dan uraian serta kesimpulan hasil penelitian. Tujuan pokok pembuatan Quisioner antara lain untuk memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan survey, dan memperoleh informasi dengan reabilitas dan validitas setinggi mungkin,( sofyan effendi,175;1995 ).
7.6. Jenis Dan Sumber Data 7.6.1. Jenis Data
24
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari responden. Dalam data primer ini terdapat data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif, yaitu data berbentuk angka-angka. Seperti data yang mengenai umur, tingkat pendapatan, model kunjungan, lama kunjungan, dan jarak lokasi. Data kualitatif, yaitu data yang digunakan untuk melengkapi untuk menjelaskan serta memperkuat data kuantitatif sehingga dapat memberikan kemudahan dalam menganalisa data yang diteliti meliputi jenis kelamin, tingkat pendidikan, kepuasan dan Anggota Assosiasi lingkungan. 2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari terbitan atau publikasi dari lembagalembaga terkait. 7.6.2. Sumber Data Berdasarkan sumber data, maka data yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi : 1. Data primer, diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan responden yang akan dijadikan sampel, dengan menggunakan daftar pertanyaan (quisioner) yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. 2. Data sekunder, diperoleh dari hasil pengolahan fihak kedua atau data yang diperoleh dari hasil publikasi fihak lain seperti : Dinas Pariwisata seni dan Budaya Kabupaten Sumbawa Besar.
25
7.7. Identifikasi Dan Klasifikasi Variabel 7.7.1. Identifikasi Variabel Dalam penelitian ini variable-variabel yang digunakan dapat diidentifikasi, guna menghindari kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi. Beberapa variable pokok adalah sebagai berikut : 1. Kesediaan membayar tambahan biaya masuk 2. Besarnya tambahan biaya masuk 3. Jenis Kelamin 4. Umur 5. Tingkat Pendidikan 6. Tingkat Pendapatan 7. Kepuasan 8. Model Kunjungan 9. Lama Kunjungan 10. Jarak Lokasi 11. Anggota assosiasi kelompok lingkungan
7.7.2. Klasifikasi Variabel Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat di klasifikasikan sebagai berikut :
26
1. Variabel bebas ( Independent Varaible ) merupakan variabel yang berubah ubah tanpa adanya pengaruh dari variabel variabel lain meliputi Jenis Kelamin, Umur, Tingkat Pendidikan, Tingkat Pendapatan, Kepuasan, Lama kunjungan, Model Kunjungan, jarak lokasi, dan Anggota assosiasi kelompok lingkungan. 2. Variabel terikat ( dependent varieble ) merupakan variabel yang hanya akan berubah karena adanya pengaruh dari variabel-variabel bebas, seperti kesediaan membayar tambahan biaya masuk dan besarnya tambahan biaya masuk. 8. Definisi Operasional Variabel Untuk
memperoleh
proses
penelitian
variabel-variabel
yang
telah
diklasifikasikan diatas dapat didefinisikan sebagai berikut : 1. Kesediaan membayar tambahan biaya masuk, merupakan kesediaan pengunjung untuk membayar tambahan biaya masuk. 2. Besarnya tambahan biaya masuk, merupakan besarnya biaya yang ditambahkan dan sanggup dibayarkan oleh pengunjung. 3. Jenis kelamin, dalam penelitian ini responden yang digunakan sebagai sampel adalah pria dan wanita. 4. Umur adalah tingkat usia dari seluruh pengunjung kawasan taman narmada yang meliputi usia anak-anak, remaja/dewasa, orang tua. Dalam penelitian ini penulis mengambil sampel pengunjung Taman Narmada dengan umur 17 th keatas. 5. Pendidikan, dalam penelitian ini pendidikan yang ditamatkan oleh responden. 6. Pendapatan adalah pendapatan responden yang diterima selama satu bulan.
27
7. Kepuasan adalah nilai (value) yang diberikan oleh pengunjung atas barang atau jasa yang dinikmati. Dalam penelitian ini penulis mengukur tingkat kepuasan pengunjung terhadap fasilitas yang dimiliki taman narmada. 8. Model Kunjungan adalah bentuk kunjungan ke Taman Narmada. Dalam penelitian ini penulis menggunakan model kunjungan individu dan kelompok. 9. Lama Kunjungan adalah waktu yang dipakai pengunjung selama berada di dalam taman Narmada (Jam). 10. Jarak lokasi adalah jarak tempuh dari tempat tinggal pengunjung sampai ke lokasi Taman Narmada (Km). 11. Anggota Assosiasi, dalam penelitian ini penulis mendefinisikan apakah pengunjung termasuk kedalam anggota pecinta lingkungan atau tidak. 9. Prosedur Analisis Data Dalam penelitian ini analisis data yang digunakan adalah Analisis Regresi Logistik dan Analisis Linear Berganda. 9.1 Analisis Regresi Logistik Untuk menganalisis kesediaan membayar tambahan harga ais di desa Sakra digunakan analisis regresi logistic. Analisis ini digunakan untuk menganalisis pengaruh variable bebas terhadap variable terikat dimana nilai variable bersifat binary yaitu 1 dan 0. Pi =
1 , (Gujarati,288;2003) 1 + e −w
28
Pi =
1w 1 + e −w
Probabilitas (w=1)=pi Probabilitas (w=0)=1-pi Pi = Probabilitas pengunjung yang bersedia membayar tambahan 1-Pi= Probabilitas pengunjung yang tidak bersedia membayar tambahan ew ew w w Pi ew 1+ ew = 1 + ew = 1 + e = x = ew = w 1 1 − Pi 1 e 1+ ew 1− w 1+ ew 1+ e Pi =w 1 − Pi w=b0+b1X1+e, dimana i={1,2,3,4,5) w= b0+b1X1+b2X2+ b3X3+b4X4+b5X5+e w=1 →e=1-b0-biXi w=0→e=0-b0-biXi e= - b0-biXi Keterangan : w = Willingness (kesediaan) membayar tambahan e = error 9.2 Analisis Regresi Linear Berganda (multiple regression), Analisis regresi linier berganda ini digunakan jika parameter dari hubungan fungsional antara satu variabel dependen dengan lebih dari satu variabel independent.
29
Adapun rumus dibawah ini digunakan untuk menganalisis besarnya tambahan harga karcis Pengunjung Saliper Ate. Y2 = β0+β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + β5 X5 + β6 X6+ β7X7+ β8 X8+ β9 X9+ e Keterangan : Y2 = Besarnya tambahan harga karcis yang bersedia dibayar oleh pengunjung wisata alam Saliper Ate. β0 =
Konstanta
β1, β2, β3, β4, β5, β6, β7, β8, β9 = koefisien regresi X1 = Jenis Kelamin X2 = Umur X3 = Tingkat Pendidikan X4 = Tingkat Pendapatan X5 = Kepuasan X6 = Model Kunjungan X7 = Lama Kunjungan X8 = Jarak/Lokasi X9 = Anggota Asosiasi Pencinta Lingkungan e
= Erorr
30
9.3 Uji Karakteristik (First Order Test) Untuk menguji ketepatan model dan pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara parsial dan simultan digunakan uji statistic yaitu uji t dan uji f dengan formulasi sebagai berikut : 3.9.1. Uji Parsial (uji secara individu) Pengujian signifikasi koefisiensi regresi secara parsial (individual) digunakan uji t (test). Prosedur pengujiannya sebagai berikut: 1. Menentukan formulasi hipótesis. Ho : βo = 0 (masing-masing variable X (X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, X9 ) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variable Y) 2. Menentukal level of significant ά = 5% 3. Kriteria pengajian
Ho Diterima Ha -tά /2,Diterima (n-k)
Ha tά /2, (n-k)
Diterima
Ho diterima apabila : -tά /2, (n-k) ≤ t hitung ≤ tά /2, (n-k) Ho ditolak apabila : t hitung > tά /2, (n-k) dan –t hitung tά /2, (n-k) 4. Formulasi perhitungan uji t (test) adalah :
31
t hitung =
b1 se(b1 )
5. Kesimpulan Apabila t hitung berada pada daerah terima Ho berarti variabel X tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel Y dan sebaliknya apabila t hitung berada pada daerah tolak Ho berarti variabel X mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel Y. 3.9.2. Uji Simultan (uji bersama-sama) Untuk mengetahui pengaruh variabel X terhadap variabel Y secara simultan, maka digunakan uji f test dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: Langkah-langkah pengujian 1. Formulasi hipotesis Ho dan Ha Ho : β1 = β2 = β3 = β4 = β5 = β6 = β7 = β8 = β9 = 0, diduga secara simultan X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, X9 tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel Y Ha : Other Wise, diduga secara simultan X1, X2 ,X3 ,X4 ,X5, X6, X7, X8, X9 mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variable Y. 2. Menentukan level of significance, ά = 5% dengan degree of freedom 95%.
32
3. Kriteria pegujian Ho Ditolak
Ho diterima f tab ( f ά : k-l. n-k)
Ho diterima apabila F hitung < F table Ha diterima apabila F hitung > F table
4. Uji ststistic F hitung =
R 2 /( k − l ) (1 − R 2 ) /( n − k )
Dimana R2 = Koefisien determinasi K = Jumlah variable bebas N = jumlah sampel
33
5. Kesimpulan 1. Jika F hitung < F tabel maka Ho diterima, artinya bahwa secara bersama-sama variabel X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, X9 tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel Y 2. Jika F hitung > F tabel maka Ho diterima, artinya bahwa secara bersama-sama variabel X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, X9 mempunyai pengaruh signifikan terhadapa variabel Y. 9.4 Uji Koefisien Determinasi (R 2 ) Koefisien Determinasi berganda (R 2 ) berguna untuk mengukur besarnya sumbangan variable independent secara keseluruhan terhadap variable dependennya. R 2 memiliki nilai antara 0 dan 1 (0
model
adalah
uji
multikolinieritas,
uji
autokorelasi
dan
uji
heteroskedastisitas.
34
9.5.1 Multikolinearitas Salah satu asumsi yang digunakan dalam metode OLS adalah tidak ada hubungan linear antara variabel independen. Adanya hubungan antara variabel independen dalam satu regresi disebut multikolinearitas. Hubungan linear antara variabel independen dapat terjadi dalam bentuk hubungan linear yang sempurna dan hubungan linear yang kurang sempurna. Konsekuensinya terhadap estimator OLS jika terjadi hubungan antara variabel independen di dalam satu model yaitu estimator masih bersifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator = tidak bias, linear dan mempunyai varian yang minimum). Namun, estimator mempunyai varian dan kovarian yang besar sehingga sulit mendapatkan estimasi yang tepat. 9.5.2 Heteroskedastisitas Suatu asumsi kritis dari model regresi linear klasik adalah bahwa gangguan semuanya mempunyai varian yang sama, jika asumsi ini tidak terpenuhi akan terjadi heteroskedastisitas atau dengan kata lain salah satu penyimpangan dalam asumsi klasik, di mana kondisi tertentu (disturbance) mengandung varian yang tidak konstan. Pengujian heteroskedastisitas dalam penelitian ini menggunakan uji Park, di mana lne2 menjadi dependen dan LnX1…LnXn menjadi variable independent yang menjadi acuannya adalah nilai t hitung dari LnX terhadap t tabelnya. 9.5.3 Autokorelasi
35
Autokorelasi adalah gejala adanya korelasi (hubungan) antara residual satu observasi dengan observasi yang lain yang berlainan watu. Salah satu asumsi penting metode OLS berkaitan dengan residual adalah tidak adanya hubungan antara residual satu dengan residual yang lain .
36