Kerangka Konseptual An Stain Malang

  • Uploaded by: Prof. DR. H. Imam Suprayogo
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kerangka Konseptual An Stain Malang as PDF for free.

More details

  • Words: 1,780
  • Pages: 6
Kerangka Konseptual Pengembangan STAIN Malang Bagikan 27 Maret 2009 jam 9:55 Secara jujur harus saya akui bahwa penyusunan kerangka konseptual pengembangan STAIN Malang bukan saya lakukan sejak awal memulai memimpin kampus ini. Konsep yang akan saya jelaskan berikut saya susun setelah cukup lama melaksanakan peran kepemimpinan perguruan tinggi ini. Tetapi sejak awal, prinsip-prinsip yang saya jadikan pegangan merupakan bagian dari konsep yang saya susun dimaksud. Prinsip-prinsip tersebut saya peroleh bukan dari teori atau ahli manajemen atau leadership yang sudah ada, melainkan merupakan hasil inspirasi yang saya peroleh dari al Qur^an. Logika yang saya gunakan adalah, bahwa rasulullah dalam perjuangannya menghadapi kaum kafir Quraisy yang sedemikian berat, tetapi tokh berhasil gemilang. Menurut keyakinan saya apa yang ia (rasulullah) lakukan selalu berada pada garis petunjuk dan berada pada scenario Allah swt. Saya mencoba untuk memahami, sekalipun bukan ahli tafsir, ayat-ayat al Qur^an dan juga peristiwa-peristiwa sejarah pada awal perjuangan Rasulullah. Lewat perenungan yang lama dan mendalam, tatkala membaca ayat-ayat awal al Qur^an diturunkan, saya memperoleh inspirasi bagaimana menggerakkan masyarakat, yang kemudian saya gunakan sebagai pegangan dalam mengembangkan perguruan tinggi Islam yang saya pimpin. Kerangka konseptual yang saya maksud saya gambarkan sebagai sebuah segi tiga. Garis datar bagian bawah yang membentuk segi tiga, menggambarkan bahwa semua gerakan selalu bersumber dari inspirasi dan kekuatan penggerak. Sumber inspirasi dan kekuatan penggerak, berada pada kedua ujung garis datar tersebut. Ujung sebelah kanan dan ditarik garis puncak, saya gunakan untuk menggambarkan bahwa dalam membangun gerakan selalu bersumber dari hasil pemahaman yang mendalam terhadap fenomena yang ada. Proses pemahaman itu dilakukan melalui kegiatan yang disebut dengan qiro^ah atau perintah iqro^. Kegiatan membaca sedemikian penting dalam kehidupan ini, sehingga ayat pertama kali turun adalah perintah untuk membaca. Dan, konon sekalipun rasulullah termasuk orang yang tidak mampu membaca, ia juga diperintah membaca. Sedemikian penting kegiatan membaca (memahami jagad raya), sampai-sampai orang yang tidak mampu membaca pun diperintah untuk membaca. Kegiatan membaca, dengan demikian, bukan sebatas membaca huruf-huruf, kata-kata, ataupun kalimat-kalimat, melainkan membaca dalam pengertian yang luas. Semua orang kiranya sepakat bahwa pemahaman akan dihasilkan dari kegiatan membaca pada tingkatnya masing-masing. Dimulai dari kegiatan membaca pada ujung garis datar sebelah kanan

menuju garis puncak digunakan untuk menggambarkan fase-fase gerakan menuju puncak tujuan hidup manusia, yaitu ridho Allah. Fasefase itu setelah iqro^ maka melahirkan kesadaran. Istilah kesadaran diambil dari kata mudatsir. Kata mudatsir sendiri berarti berselimut. Istilah berselimut menggambarkan seseorang yang pasif, tidak banyak bergerak, dan dengan panggilan hai orang yang berselimut maka melahirkan kesadaran. Tatkala orang menjadi sadar, maka lahirlah semangat untuk bangkit. Dalam bahasa al Qur^an disebut qiyam atau dengan kalimat perintah qum. Selanjutnya, kebangkitan akan melahirkan semangat juang. Akan tetapi, dalam setiap perjuangan selalu dipersyaratkan adanya jiwa dan raga bersih atau disebut ath thoharoh. Dalam al Qur^an disebut : wa syiyabaka fathohhir. Berjuang atau jihad harus dilakukan untuk mengagungkan asma Allah dan juga diliputi oleh suasana sabar. Demikian pula suasana thohhir atau bersih, dapat dimaknai bersih dari hal-hal yang bersifat angkara murka, dholim, mungkar dan sifat subyektif atau mengharap sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Sudah barang tentu, karena fase-fase yang digambarkan ini bukan merupakan suasana riil melainkan menyangkut kehidupan batin, maka fase-fase itu tidak mungkin dapat dipahami secara linier dan berurut dari satu fase ke fase berikutnya, melainkan bisa jadi, fase-fase itu berulang pada bagian-bagian tertentu tumbuh dan berkembang dan berpengaruh pada fase yang lain. Pada titik ujung lainnya pada gambar segitika digunakan untuk menunjukkan kekuatan lainnya, yang tidak mustahil ini juga tumbuh dan berkembang dari kegiatan membaca secara seksama. Kekuatan itu adalah core of beliave, core of volue, visi dan misi. Dalam bahasa sederhana seseorang akan bersedia melakukan kegiatan dengan penuh kesungguhan dan istiqomah jika yang bersangkutan menyandang kepercayaan bahwa usahanya akan membawa keberhasilan dalam hidupnya. Selain itu, jika yang bersangkutan memahami nilai-nilai luhur yang akan diperjuangkan itu. Dalam konteks pengembangan STAIN Malang dibangun pemahaman bahwa keterlibatan mereka berjuang di kampus ini adalah dalam rangka memperjuangkan Islam, ajaran yang bersumber pada tauhid, kebenaran yang datang dari Dzat Yang Maha Kuasa Kepercayaan dan keyakinan yang kukuh tersebut akan melahirkan kekuatan yang bersumber dari dalam atau yang bersifat internal. Setidak-tidaknya ada tiga kekuatan yang mendorong orang untuk melakukan sesuatu. Pertama, dorongan untuk memperoleh sesuatu yang bersifat material. Misalnya, seseorang mau bekerja oleh karena tahu bahwa ia akan memperoleh uang atau upah setelah selesai menunaikan pekerjaannya. Motivasi kerja seperti ini sesungguhnya merupakan tingkat motoivasi yang terendah. Para buruh atau pekerja biasanya termotivasi oleh kekuatan ini. Hubungan kerja bersifat

transaksional. Kedua, peraturan. Orang bekerja kaena ada peraturan. Motif kerja seperti ini biasanya melahikan sifat formalitas. Seseorang bekerja hanya didorong oleh kekuatan luar, yakni peraturan itu. Meninggalkan pekerjaan dianggap melanggar peraturan, dan takut mendapatkan sanksi. Akhirnya bekerja bukan karena dorongan batin, hati atau niat yang tulus, melainkan menghindar dari hukuman atau sanksi itu. Hal seperti itulah melahirkan sikap mendua atau sikap munafik. Islam menajarkan bahwa pekejaan harus dilandasi oleh niat ikhlas. Sikap ikhlas, dalam Islam merupakan puncak nilai perbuatan seseorang. Ketiga, panggilan batin. Orang bekerja karena panggilan batinnya untuk menunaikan sesuatu. Mereka berkeyakinan dengan menunaikan tugas pekerjaannya, maka mereka tidak saja mendapatkan sesuatu yang bersifat kebendaan, melainkan juga memperoleh kepuasan batin, karena dapat menunaikan tugas yang dianggap bernilai tinggi. Islam mengajarkan bekerja yang demikian itu. Berjuang untuk mewujudkan cita-cita luhur biaanya tidak mengharap balasan atau juga keuntungan. Berjuang biasanya justru dibarengi dengan pengorbanan. Tidak ada peruangan tanpa diikuti oleh semuah pengorbanan. Antara bejuang dan berkorban menyatu, di antara keduanya tidak bisa dipisahkan. Tidak mungkin berjuang tanpa pengorbanan. Berjuang tanpa pengorbanan, biasanya disebut sebagai broker atau simsyaroh. Semua warga kampus dengan demikian diajak mempossikan diri dalam menunai kan hidup sehari-hari sebagai pejuang, dan bukan sebagai broker atau simsaroh. Apa yang diperjuang kan tidak lain adalah nilai-nilai yang dipandang luhur, yaitu ajaran Islam itu sendiri. Peraturan dan juga imbalan tetap ada, akan tetapi motif-motif kerja seperti itu ditinggalkan. Upah dan peraturan diadakan, tetapi tidak dijadikan sebagai motivasi utama, melainkan sekedar sebagai konsekuensi kerja yang selalu membutuhkan kedua aspek itu. Tidak mungkin sebuah organisasi, apalagi organisasi profesional mengabaikan adanya upah atau peraturan. Mungkin kedua hal itu ---upah dan peraturan, jika diumpamakan sebagai sebuah makhluk biologis, dipadang sebagai jasadnya sedangkan perjuangan sebagai nafas atau nyawanya. Artinya, semua kegiatan yang ada di kampus selalu disemangati oleh nilai-nilai perjuangan itu. Selanjutnya semangat mengabdi warga kampus di arahkan untuk membangun 9 aspek penting penyangga pendidikan tinggi, yang kemudian sembilan aspek itu disebut sebagai arkanul jami’ah atau rukun universitas. Oleh karena posisinya diapandang sebagai rukun itu maka keberadaannya harus ada dan tidak boleh diabaikan. Ke sembilan rukun itu disusun berurutan secara tertip dan masing-masing aspek tidak boleh dipertukarkan tempatnya. Ke sembilan aspek itu adalah : (1) dosen, (2) masjid, (3) ma’had, (4) perpustakaan, (5)

laboratorium, (6) ruang pertemuan ilmiah atau ruang kuliah, (7) perkantoran sebagai sarana pelayanan kegiatan pengembangan keilmuan, (8) pusat pengembangan seni dan olah raga dan (9) sumber pendanaan yang luas dan kuat. Masing-masing unsur dalam arkanul jama’ah atau rukun universitas Islam negeri Malang harus dikembangkan baik kuantitas maupun kualitasnya. Dosen misalnya yang menempati urutan paling atas, dipandang paling penting. Universitas tidak akan berjalan dan bahkan tidak akan disebut sebagai universitas jika tidak tersedia tenaga pengajar atau peneliti yang disebut dengan istilah dosen ini. Jumlah dan kualitasnya harus dipenuhi, sekalipun hal itu dapat ditempuh seara bertahap. Yang kedua adalah masjid. Sebagai perguruan tinggi yang menyandang nama Islam, harus memiliki masjid dan selanjutnya masjid itu harus dihidupkan atau dimakmurkan. Memakmurkan masjid arinya menjadikan masjid itu sebagai tempat sholat berjama’ah lima waktu oleh seluruh warga kampus. Selain itu juga digunakan sebagai tempat melakukan kajian al Qur’an maupun kitab-kitan lainnya. Masjid selalu tampak diramaikan dan dibutuhkan oleh masyarakat lingkungannya. Di masjid warga kampus dapat menunaikan sholat berjama’ah, bersilaturrakhim secara efektif dan menyejukkan. Selanjutnya ma’had digunakan sebagai tempat mahasiswa hidup bersama-sama agar bisa menalankan kegiatan kampus secara lebih intensif, misalnya dalam menjalankan kehidupan spiritual ---sholat berjama’ah, sholat malam, tadarrus al Qur’an, mengembangkan kemampuan berbahasa asing bersama dan sebagainya. Selain perpustakaan, laboratorium dan tempat kuliah serta perkantoran, yang memerlukan penjelasan adalah pusat pengembangan seni dan olah raga. Kedua hal itu penting sebagai wahana membangun dua sifat sekaligus yang akan sangat berguna bagi seorang pemimpin. Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang diharapkan menjadi pemimpin umat dikemudian hari. Sifat keras dan sekaligus lembut harus dimiliki sebagai seorang pemimpin. Olah raga yang melahirkan sifat keras tetapi sportif sedangkan seni melahirkan sifat lembut. Kedua sifat itu penting dikembangkan sekaligus, melalui olah raga dan kegiatan seni tersebut. Aspek selanjutnya adalah penggalian sumber pendanaan yang luas dan kuat. Perguruan tinggi adalah institusi yang mahal, selalu membutuhkan pendanaan yang besar dan terus menerus. Sebagai perguruan tinggi milik pemerintah sesungguhnya pada setiap tahun akan memperoleh pendanaan dari pemerintah. Akan tetapi, sebagaimana yang berjalan selama ini, sebagai perguruan tinggi yang hidup dan berkembang di negara yang masih berkembang, subsidi pemerintah selalu tidak mencukupi. Oleh karena itu perguruan tinggi

harus berusaha mengembangkan pendanaan yang dapat memenuhi kebutuhan yang semakin lama semakin meningkat jumlahnya. Oleh karena itu perguruan tinggi harus mengembangkan sumber-sumber pendanaan itu yang luas dan kuat. Bahkan, pada suatu ketika agar perguruan tinggi memiliki kekuatan sebagai syarat tegaknya sifat independen terhadap siapapun, termasuk dihadapan pemerintah sekalipun, maka lembaga pendidikan tinggi harus mengurangi ketergantungannya dengan pihak-pihak manapun, tak terkecuali dengan pemerintah. Sembilan pilar atau disebut dengan arkanul jami’ah yang kukuh dan berkualitas diharapkan mampu, di antaranya melahirkan lulusan yang menyandang ciri-ciri : (1) memiliki kedalaman spiritual dan kekuatan aqidah, (2) keagungan akhlak, (3) keluasan ilmu dan (4) kematangan profesional. Lulusan yang memiliki kharasteristik seperti itu diharapkan dapat tampil sebagai pemimpin umat masa depan yang ditandai dengan ciri-ciri : (1) masyarakat yang selalu berubah dengan cepat, (2) berteknologi modern, (3) kompetisi yang semakin tajam, (4) membutuhkan pelayanan spiritual, (5) hubungan individu yang semakin renggang dan lain-lain. Lulusan perguruan tinggi yang berkharakteristik seperti itu dalam hidupnya akan sadar terhadap eksistenya dan selalu berorientasi pada apa yang desebut dengan ridha Allah. Selanjutnya kerangka konseptual yang berupa gambar segi tiga yang dijelaskan dimuka pelaksanaannya harus dilakukan dengan beberapa pendekatan yang dianggap epat. Menubah masyarakat ternyata tidak semudah mengubah benda-benda mati. Masing-masing orang atau kelompok orang memiliki pandangan hidup, kekuatan dan otoritasnya masing-masing. Sekalipun perubahan sudah menjadi kebutuhan, biasanya orang masih belum sepenuhnya percaya terhadap pembawa ide perubahan. Sekalipun perubahan dirasa perlu maka setiap orang juga belum tentu menyetujui perubahan itu jika mereka tidak yakin akan berada pada pihak yang teruntungkan. Oleh karena itu sesungguhnya tidak semua orang menyukai perubahan sekalipun perubahan itu akan mendatangkan kemajuan. Bahkan orang akan lebih memilih suasana stagnan asal mereka dengan kondisi stagnan itu masih teruntungkan. Tidak semua orang membutuhkan kemajuan, akan tetapi yang dibutuhkan oleh semua orang adalah keberuntungan. Atas dasar kenyataan itu maka dipilih beberapa pendekatan yang akan digunakan dalam pengembangan kampus ini, yaitu (1) berusaha melibatkan semua pihak, (2) tidak melakukan penggantian manakala tidak terpaksa, (3) berusaha menyenangkan semua orang, (4) memenuhi aspirasi semua pihak, (5) menggunakan pendekatan multi aproach. (bersambung)

Related Documents


More Documents from "valentino docarmo"