Kepemimpinan 1 2015.docx

  • Uploaded by: RAFFI ANANDITA PERDANA
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kepemimpinan 1 2015.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,203
  • Pages: 26
MAKALAH MANAJEMEN KEPEMIMPINAN 1

Disusun oleh : Akbar Fajarmanik

(13/349148/TK/41054)

Angela Aris Setyoputri

(13/348246/TK/40844)

Farida Arisa

(13/349250/TK/41070)

Fariz Azwar Azmi

(13/348292/TK/40871)

Ira Syofyana

(13/348119/TK/40800)

Kuniawan

(13/349178/TK/41057)

Shinta Dewi

(13/348248/TK/40845) Dosen Pembimbing :

Ir. Wahyu Hasokowati, M.A.Sc. JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA 2015

MOTIVASI Motivasi adalah karakteristik psikologi manusia yang memberi kontribusi pada tingkat komitmen seseorang. Hal ini termasuk faktor-faktor yang menyebabkan, menyalurkan, dan mempertahankan tingkah laku manusia dalam arah tekad tertentu. Sedangkan memotivasi adalah proses manajemen untuk mempengaruhi tingkah laku manusia berdasarkan pengetahuan mengenai "apa yang membuat orang tergerak" ini. Motivasi dan memotivasi berkaitan dengan sejumlah tingkah laku manusia yang disadari di antara : (1) gerakan refleks, seperti bersin atau getaran kelopak mata; dan (2) kebiasaan yang dipelajari, seperti menggosok gigi atau gaya tulisan tangan. A Asumsi Dasar Mengenai Motivasi dan Memotivasi Beberapa asumsi dasar pada saat meneliti teori motivasi dan kebiasaan memotivasi yang dilakukan oleh manajer : 1. Motivasi biasanya diasumsikan sebagai hal yang baik. 2. Motivasi adalah satu dari beberapa faktor yang menentukan prestasi kerja seseorang. 3. Pasokan motivasi kurang banyak dan perlu penggantian secara periodik, 4. Motivasi merupakan peralatan yang dapat dipakai oleh manajer untuk mengatur hubungan pekerjaan dalam organisasi.

B

Teori Motivasi 1. Pandangan Awal Mengenai Motivasi

Model Tradisional

Model Hubungan Manusia

(Frederick Taylor dan

(Elton Mayo dan para

manajemen ilmiah)

peneliti lain yang sezaman)

Model Sumber Daya Manusia (Douglas McGregor)

Asumsi 1. Pekerjaan pasti tidak disukai 1. Orang ingin merasa berguna 1. Pekerjaan belum pasti tidak oleh kebanyakan orang.

dan penting.

disukai. Orang ingin memberikan konstribusi bagi sasaran yang berarti yang pembentukannya telah mereka bantu.

1

2. Apa yang mereka kerjakan 2. Orang ingin menjadi dan

2. Kebanyakan orang dapat

kurang penting daripada apa

bekerja lebih kreatif, mengarahkan

dihargai sebagai individu.

yang mereka peroleh untuk

diri, dan mengendalikan diri

mengerjakannya.

daripada yang dituntut oleh pekerjaan mereka saat ini.

3. Beberapa ingin atau dapat

3. Kebutuhan ini lebih penting

menangani pekerjaan yang

daripada uang dalam

memerlukan kreativitas,

memotivasi orang untuk

mengarahkan diri, atau

bekerja.

mengendalikan diri. Kebijakan 1. Manajer harus mengawasi

1. Manajer harus membuat

1. Manajer harus menggunakan

secara ketat dan

bawahan merasa berguna dan sumber daya manusia yang kurang

mengendalikan bawahan.

penting.

dimanfaatkan.

2. Dia harus membagi

2. Dia harus tetap memberi

2. Dia harus menciptakan

pekerjaan menjadi operasi

informasi kepada bawahan dan lingkungan tempat semua anggota

yang sederhana, dilakukan

mendengarkan penolakan

berulang-ulang, mudah

mereka terhadap rencananya. batas kemampuan mereka.

dapat memberi kontribusi sampai

dipelajari. 3. Dia harus menetapkan

3. Manajer harus memberi

3. Dia harus mendorong partisipasi

pekerjaan rutin dan prosedur

kesempatan bawahan untuk

penuh dalam hal-hal yang penting,

secara rinci, dan memaksakan mengarahkan diri dan ini dengan lembut tapi tegas.

terus menerus memperluas

mengendalikan diri pada hal- pengarahan diri dan pengendalian hal yang rutin.

diri.

Harapan 1. Orang dapat tahan terhadap 1. Berbagi informasi dengan

1. Memperluas pengaruh bawahan,

pekerjaan kalau gajinya

bawahan dan melibatkan

pengarahan diri, dan pengendalian

lumayan dan atasannya adil.

mereka dalam keputusan rutin diri akan menyebabkan perbaikan akan memuaskan kebutuhan

langsung dalam efisiensi operasi.

dasar mereka untuk menjadi dan merasa penting. 2

2. Bila tugas cukup sederhana 2. Memuaskan kebutuhan ini 2. Kepuasan kerja mungkin dan orang dikendalikan

akan memperbaiki semangat

diperbaiki sebagai "hasil

dengan ketat, mereka akan

dan mengurangi penolakan

sampingan" dari bawahan

menghasilkan produk sesuai

pada wewenang formal-

menggunakan secara penuh

dengan standar.

bawahan akan "bersedia

sumber daya mereka.

bekerja sama".

2. Pandangan Kontemporer Mengenai Motivasi a

Teori Kebutuhan Menurut teori kebutuhan, seseorang mempunyai motivasi kalau dia belum mencapai tingkat kepuasan tertentu dengan kehidupannya. Kebutuhan yang telah terpuaskan bukan lagi menjadi motivator. Berbagai teori kebutuhan berdasarkan apa yang dijadikan tingkat dan kapan kepuasaan benar-benar tercapai, antara lain : 

Hierarki Kebutuhan Menurut Maslow

3

Maslow memandang motivasi manusia sebagai hierarki lima macam kebutuhan, mulai dari kebutuhan fisiologis yang paling mendasar sampai kebutuhan tertinggi yaitu aktualisasi diri. Menurut Maslow, individu akan termotivasi untuk memenuhi kebutuhan yang paling menonjol, atau paling kuat, bagi mereka pada waktu tertentu. Kemenonjolan dari kebutuhan ini tergantung pada situasi saat ini dan pengalaman mutakhir. Dimulai dengan kebutuhan fisik, yang paling mendasar, setiap kebutuhan harus dipuaskan sebelum individu tersebut mempunyai keinginan untuk memuaskan kebutuhan di tingkat yang lebih tinggi lagi. Kesimpulan dari teori Maslow adalah kebutuhan karyawan yang pertama adalah upah yang cukup untuk membeli makanan, tempat berteduh, dan melindungi mereka dan keluarga secara memuaskan, di samping lingkungan kerja yang aman. Kemudian kebutuhan akan keamanan harus dipenuhi--jaminan adanya pekerjaan, bebas dari ancaman hukuman dan tindakan sewenang-wenang, serta peraturan yang ditentukan dengan jelas. Kemudian manajer dapat menawarkan intensif yang didesain untuk memberikan harga diri, rasa memiliki, atau kesempatan yang berkembang kepada karyawan. Teori kebutuhan adalah tantangan bagi manajer untuk mempraktekkan dengan dua alasan, yaitu : ① Manajer yang bekerja dalam jaringan hubungan yang kompeks dengan orang yang masing-masing kebutuhannya mungkin berbeda jauh. Perbedaan ini akan semakin nyata dalam era bisnis global yang dilaksanakan melewati "batas-batas" budaya. Menurut Geert Hoftsade bahwa hierarki kebutuhan Maslow tidak menguraikan proses motivasi secara univerasal. Sebaliknya teori itu menguraikan sistem nilai spesifik yaitu masyarakat kelas menengah Amerika. Jadi orang dengan budaya yang mempunyai sistem nilai lain mungkin mempertimbangkan mengenai kebutuhan sosial atau harga diri sebelum kebutuhan terhadap keamanan menjadi fokus utama dari aktivitas mereka. ① Kebutuhan seseorang dapat berubah dengan berlalunya waktu. Walaupun Maslow berpikir dalam arti orang maju menuju hierarki yang lebih tinggi, kadang-kadang lingkungan memaksa untuk bergerak menuruni hierarki itu. Namun, Maslow sendiri dalam tahun-tahun terakhirnya merevisi teorinya tersebut (R. Covey dalam bukunya First Thing First). Menurutnya Maslow mengakui bahwa aktualisasi diri bukanlah kebutuhan tertinggi namun masih ada lagi yang lebih tinggi yaitu self transcendence yaitu hidup itu mempunyai suatu tujuan yang lebih tinggi dari dirinya. Mungkin yang 4

dimaksud Maslow adalah kebutuhan mencapai tujuan hidup beragama. Sekarang lebih dikenal sebagai kebutuhan spiritual (https://ronawajah.wordpress.com/2007/08/03/teori-maslow-koreksi/). (sumber : http://www.psikologiku.com/teori-hirarki-kebutuhan-abraham-maslow/) 

Teori Erg Teori Erg adalah teori motivasi yang mengatakan bahwa orang berusaha keras untuk memenuhi hierarki kebutuhan tentang keberadaan, hubungan, dan pertumbuhan; bila usaha untuk salah satu tingkat kebutuhan mengalami frustrasi, orang tersebut akan merosot ke tingkat yang lebih bawah. Teori Erg dikembangkan oleh Clayton Alderfer yang sependapat dengan Maslow bahwa motivasi karyawan dapat diukur menurut hierarki kebutuhan, tetapi teorinya berbeda dari Teori Maslow dalam dua hal mendasar yaitu : ① Alderfer memecahkan kebutuhan hanya menjadi 3 kategori, yaitu : kebutuhan eksistensi, kebutuhan keterkaitan, dan kebutuhan pertumbuhan ① Alderfer menekankan bahwa kalau kebutuhan yang lebih tinggi mengalami kekecewaan, kebutuhan yang lebih rendah akan kembali, walaupun sudah terpuaskan. Maslow sebaliknya merasa bahwa suatu kebutuhan setelah terpenuhi akan kehilangan kekuatan untuk memotivasi tingkah laku. Kalau Maslow memandang orang bergerak secara tetap menapaki hierarki kebutuhan, Alderfer memandang orang bergerak naik turun pada hierarki kebutuhan dari waktu ke waktu dan dari situasi ke situasi.



Tiga Macam Kebutuhan John W. Atkinson mengusulkan ada 3 macam dorongan mendasar dalam diri orang yang termotivasi, yaitu : ① Kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement) Berkaitan dengan sejauh mana orang tersebut termotivasi untuk melaksanakan tugasnya. Orang dengan kebutuhan berprestasi yang tinggi suka bertanggung jawab untuk memecahkan masalah. Mereka cenderung untuk menetapkan sasaran yang cukup sulit untuk mereka sendiri dan mengambil resiko yang sudah diperhitungkan untuk mencapai sasaran ini, dan mereka amat menghargai umpan balik tentang seberapa baik mereka bekerja. Sehingga, dapat disimpulkan orang dengan kebutuhan berprestasi yang tinggi cenderung termotivasi dengan situasi kerja yang penuh tantangan dan persaingan, sedangkan orang dengan kebutuhan 5

prestasi yang rendah cenderung berprestasi jelek dalam situasi kerja yang sama. ② Kebutuhan kekuatan (need for power) Berkaitan dengan tingkat kendali yang diinginkan seseorang atas situasi yang dihadapinya. Kebutuhan ini dapat dihubungkan dengan bagaimana orang menghadapi kegagalan dan keberhasilan. Takut gagal dan erosi kekuatan seseorang dapat menjadi motivator kuat untuk beberapa orang. Sebaliknya untuk beberapa orang takut sukses dapat menjadi faktor memotivasi. ③ Kebutuhan untuk berafiliasi/berhubungan dekat dengan orang lain (need for affiliation) Kebutuhan untuk berafiliasi disebutkan sebagai alasan mengapa telecommuting atau bekerja dari rumah sendiri via jalur komunikasi ke kantor tidak tersebar luas di daerah urban seperti yang pernah diperkirakan. Banyak orang tidak perlu diherankan ingin berada di sekeliling rekan kerjanya. Keseimbangan antara ketiga dorongan tersebut bervariasi dari satu orang ke orang yang lain. TEORI KEADILAN Teori keadilan adalah suatu teori motivasi yang menekankan peran yang dimainkan oleh keyakinan seseorang akan keadilan dan kejujuran dari penghargaan dan hukuman dalam menentukan prestasi dan kepuasan kerjanya. Suatu individu akan termotivasi jika mereka menerima sesuatu sesuai dengan apa yang telah diusahakan. Selain itu, individu juga akan menilai keadilan berdasarkan apa yang diterimanya dan apa yang diterima orang lain untuk input yang serupa. Individu akan menggunakan metoda yang berbeda untuk mengurangi ketidakadilan. Sebagian orang akan lebih membandingkan apakah usaha mereka lebih besar atau lebih kecil daripada anggapan mereka semula, atau bahkan imbalan tersebut lebih berharga atau kurang berharga. Selain itu orang lain mungkin akan mencoba mengubah tingkah laku rekan sekerjanya yang dijadikan pembanding. Anggota kelompok yang menerima pembayaran sama tetapi memperlihatkan kurang berusaha mungkin dibujuk agar bekerja lebih keras. Pekerja dengan prestasi tinggi mungkin dibujuk agar “tidak membuat tampak jelek”. TEORI HARAPAN Teori harapan merupakan teori motivasi yang menyatakan bahwa orang memilih bagaimana bertindak dari berbagai alternatif tingkah laku, berdasarkan harapannya apakah ada keuntungan yang diperoleh dari tiap tingkah laku. David Nadler dan Edward Lawler menguraikan empat macam asumsi mengenai tingkah laku dalam organisasi yang menjadi dasar pendekatan harapan, yaitu : 1. Tingkah laku ditentukan oleh kombinasi faktor-faktor dalam individu dan faktor-faktor dalam lingkungan. 2. Individu secara sadar membuat keputusan mengenai tingkah laku mereka dalam organisasi. 3. Individu mempunyai kebutuhan, keinginan, dan sasaran berbeda. 4. Individu memilih diantara alternatif tingkah laku atas dasar harapan mereka bahwa suatu tingkah laku akan membawa hasil yang diinginkan. 6

Asumsi ini menjadi dasar untuk model harapan, yang mempunyai tiga komponen utama: 1. Harapan hasil prestasi Individu mengharapkan konsekuensi tertentu dari tingkah laku mereka. Misalnya, seorang karyawan yang sedang berfikir untuk melampaui kuota penjualan mungkin mengharapkan pujian, bonus, dan tidak adanya reaksi atau bahkan permusuhan dari kawan kawannya. 2. Valensi Kekuatan untuk memotivasi yang bervariasi dari satu individu ke individu yang lain. Contohnya, bagi seorang manajer yang menghargai uang dan prestasi, peralihan ke jabatan yang lebih tinggi dikota lain mugkin mempunyai valensi yang tinggi, bagi manajer yang menghargai afiliasi dengan semua rekan kerja dan kawannya, pemindahan yang sama akan mempunyai valensi yang rendah. 3. Harapan prestasi usaha Harapan orang mengenai seberapa sulit untuk melaksanakan tugas secara berhasil mempengaruhi keputusan tentang tingkah laku. Contohnya, orang cenderung memilih pekerjaan yang memiliki peluang terbaik untuk mencapai hasil yang mereka hargai. Tingkah laku seseorang sampai tingkat tertentu akan tergantung pada tipe hasil yang diharapkan. Beberapa hasil berfungsi sebagai: 1. Imbalan intrinsik Imbalan yang dirasakan langsung oleh orang yang bersangkutan. Contohnya adalah perasaan berhasil menunaikan tugas, harga diri naik, dan kepuasan karena mengembangkan keterampilan baru. 2. Imbalan ekstrinsik Penghargaan yang disediakan oleh agen dari luar, seperti supervisor atau kelompok kerja. Contohnya bonus, pujian, atau promosi. Teori harapan berarti bahwa manajer harus memperhatikan secara simultan sejumlah faktor ketika berhadapan dengan para karyawan mereka. Nadler dan Lawler memberi rekomendasi agar manajer: 1. Menentukan imbalan yang bernilai bagi setiap karyawan. Manajer harus dapat menentukan imbalan apa yang dicari karyawan dengan mengamati reaksi mereka dalam situasi yang berbeda dan dengan menyakan imbalan apa yang mereka inginkan. 2. Menentukan prestasi kerja yang diinginkan. Manajer harus menetapkan tingkah laku seperti apa yang mereka inginkan sehingga pegawainya mendapat imbalan. 3. Menentukan tingkat prestasi kerja yang dapat dicapai. Bila karyawan merasa sasaran sasaran yang ditetapkan untuk mereka terlalu sulit atau tidak mungkin, motivasi merekapun menjadi rendah. 4. Menghubungkan imbalan dengan prestasi kerja. Untuk mempertahankan motivasi, imbalan yang memadai harus jelas berhubungan dalam jangka pendek dengan prestasi kerja yang sukses. 7

5. Menganalisis faktor yang mungkin berlawanan dengan efektivitas imbalan. Misalnya kalau kelompok kerja bawahan lebih menyukai produktivitas rendah, maka imbalan diatas rata- rata mungkin diperlukan untuk memotivasi bawahan agar mengejar produktivitas tinggi. Selain itu tunjangan senioritas juga perlu diberikan untuk menghargai lama seseorang bekerja dalam organisasi, bukan mutu prestasi kerja seseorang. 6. Memastikan bahwa imbalan tersebut memadai. Karena imbalan yang kecil hanya akan menjadi motivasi yang kecil.

Modifikasi tingkah Laku Modifikasi tingkah laku biasanya menggunakan empat metode, yaitu: 1. Penguatan Positif Tingkah laku yang diinginkan didorong atau dikuatkan dengan konsekuensi yang positif. Contoh: kenaikan gaji. 2. Belajar Menghindar Karyawan akan mengubah tingkah lakunya untuk menghindari konsekuensi yang kurang menyenangkan. Contoh: kritik dan teguran. 3. Pemadaman Untuk menghentikan perilaku yang tidak diinginkan, manajer tidak memberikan kelonggaran staff-staffnya untuk melakukan perilaku tersebut 4. Hukuman Manajer bisa menggunakan hukuman untuk menghentikan perilaku anak buah yang tidak diinginkan. Contoh: demosi. Peraturan Hamner untuk menggunakan Teknik Modifikasi tingkah laku: 1. Jangan memberi imbalan semua individu dengan cara yang sama. 2. Waspadai bahwa kegagalan memberi respons dapat juga mengubah tingkah laku. 3. Pastikan untuk memberitahu semua orang apa yang dapat mereka lakukan untuk memperoleh penguatan 4. Pastikan untuk memberitahu semua orang apa yang keliru dari pekerjaan mereka 5. Jangan menghukum di depan orang lain 6. Bersikaplah adil Teori Penguatan kemauan bebas Seseorang akan berperilaku lebih produktif jika mereka memilki sedikit kendali dari situasi yang sedang mereka hadapi. 8

Teori menentukan sasaran Orang termotivasi ketika mereka bertingkah laku dalam cara yang membawa mereka menuju ke sasaran tertentu dengan jelas dan memiliki harapan yang besar untuk dicapai. Proses penentuan sasaran menurut Christoper Early dan Christine Shalley: 1. Penetapan standar yang dicapai 2. Evaluasi standar tersebut apakah bisa dicapai atau tidak 3. Evaluasi apakah standar sesuai dengan sasaran pribadi 4. Standar diterima Kesenjangan Generasi Kesenjangan Generasi yaitu perbedaan dalam menetapkan nilai di antara kelompok umur yang berbeda. Kesenjangan generasi yang terjadi adalah adanya dua kelompok yang disebut “ledakan bayi” dan “penjinak bayi”. Ledakan bayi merupakan orang-orang yang lahir pada masa 1946-1964. Sedangkan penjinak bayi adalah sebutan untuk orang-orang yang lahir setelah tahun 1964. Perbedaan pendapat di antara keduanya adalah dalam hal prospek masa depan untuk mengisi tempat kerja. Perbedaan antara sikap ledakan dan penjinak, antara lain: 

Penjinak berpendapat ledakan menghalangi jalan mereka, sementara ledakan ingin penjinak menunggu giliranmu



Penjinak berpendapat ledakan terlalu banyak melakukan politik, sementara ledakan beranggapan penjinak naif mengenai hubungan di tempat kerja



Penjinak berpendapat ledakan terperangkap dalm hierarki kuno, sementara ledakan menganggap penjinak tidak menghargai otoritas



Penjinak beranggapan bahwa ledakan tidak mengikuti teknologi mutakhir dan ledakan tidak ingin fakta itu disebut-sebut

KEPEMIMPINAN INTRODUKSI Study kasus : Kebijakan Kepemimpinan Baru di GE (General Electric) Jack Welch seorang lulusan teknik kimia dengan gelar doktor mengambil alih pimpinan General Electric tahun 1981 dan menjadi pimpinan GE kedelapan paling muda. Dia membuat perubahan cepat dalam seluruh aspek perusahaan. 9

Sejak hari hari pertamanya di GE dia meluangkan banyak waktu untuk memikirkan jalan keluar untuk melaksanakan tugas dan mengubah sistem birokrasi perusahaan. Dia mengetahui bahwa unsur pokok untuk menyelesaikan tugas adalah inisiatif, kebebasan manajerial, dan tidak memberi toleransi pada manajer yang tidak produktif. Dari pengalamannya bertahun-tahun, Welch merasa yakin bahwa perusahaan yang terlalu birokratis dan menejemennya beralpis-lapis akan membuatnya tidak mampu membuat keputusan dengan cepat apalagi mengimplementasikannya. Pada tahun 1991, Welch berhasil memotong lapisan menejemen GE menjadi 4-6 dari 9-11 birokrasi. Sejak tahun 1981 GE telah mengurangi lebih dari 180.000 karyawan dan menjual bisnis senilai $12 miliar. Namun, kebijakannya ini menuai pro dan kontra. Tenaga kerja yang terorganisir secara terbuka menentang metode Welch karena ketamakan, kesombongan, dan sikap meremehkan karyawan oleh perusahaan. Tetapi pengangum Welch percaya dia melakukan tugas luar biasa karena visinya dan perubahan ini adalah perubahan yang sering kali di sulit dilakukan namun sebenarnya adalah tindakan yang dibutuhkan. Welch membawa semangat untuk berubah dan visi mengenai cara bersaing dalam pasar global yang penuh tuntutan pada masa depan ke dalam perusahaan. Mendefinisikan Kepemimpinan Istilah yang berkaitan dengan kepemimpinan: -

Leadership (kepemimpinan) Proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan dari anggota kelompok

-

Power (kekuasan) Kemampuan untuk menggunakan pengaruh, artinya kemampuan untuk mengubah sikap atau tingkah laku individu atau kelompok

-

Influence (pengaruh) Tindakan atau contoh tingkah laku yang menyebabkan perubahan sikap atau tingkah laku orang atau kelompok lain

Ralph M. Stogdhill mendefinisikan kepemimpinan manajerial sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari anggota kelompok. Ada empat implikasi penting dalam definisi ini, yaitu : 1.

Kepemimpinan melibatkan orang lain, karyawan, atau pengikut. Dengan kemauan mereka menerima pengarahan dari pemimpin, anggota kelompok membantu mendefinisikan status 10

pemimpin dan membuat proses kepemimpinan menjadi mungkin. Tanpa ada orang yang dipimpin, semua mutu kepemimpindari seorang manajer menjadi tidak relevan. 2.

Kepemimpinan melibatkan distribusi kekuasaan yang tidak merata antara pemimpin dan anggota kelompok. Anggota kelompok bukannya tanpa kekuasaan, mereka dapat membentuk aktivitas kelompok dengan berbagai cara. Sekalipun demikian, pemimpin biasanya mempunyai kekuasaan lebih besar. Lima dasar kekuasaan manager :

3.

-

Kekuasaan menghargai

-

Kekuasaan memaksa

-

Kekuasaan sah

-

Kekuasaan rujukan

-

Kekuasaan keahlian

Aspek ketiga dari kepemimpinan adalah kemampuan menggunakan bentuk kekuasaan untuk mempengaruhi tingkah laku pengikut dengan berbagai cara.

4.

Kepemimpinan menggabungkan ketiga aspek pertama dan mengakui bahwa kepemimpinan adalah mengenai nilai. Kepemimpinan moral menyangkut nilai-nilai persyaratan bahwa pengikut diberi cukup pengetahuan mengenai alternatif agar dapat membuat pilihan yang telah dipertimbangkan kalau tiba saatnya memberikan respon pada usulan pemimpin untuk memimpin.

Walaupun kepemimpinan berkaitan erat dengan menejemen, namun keduanya memiliki konsep yang berbeda. Warren Bennis mengatakan bahwa kebanyakan organisasi terlalu banyak dikelola (overmanaged) dan terlalu sedikit dipimpin (underlead). Seseorang dapat menjadi manajer yang efektif, yaitu manajer yang ahli membuat rencana dan administrator yang adil dan teratur, namun kurang mampu membangkitkan motivasi dari seorang pemimpin. Sementara itu, orang lain juga dapat menjadi pemimpin yang efektif, yaitu pemimpin yang terampil dalam membangkitkan antusias dan kesetiaan, namn kurang mampu dalam menyalurkan energi yang mereka timbulkan dalam diri orang lain. Pendekatan Sifat pada Kepemimpinan 1. Pemimpin dan bukan pemimpin Meskipun seseorang memiliki kriteria seorang pemimpin, namun ia belum tentu bisa menjadi seorang pemimpin. Demikian pula sebaliknya, banyak pemimpin yang awalnya 11

tidak memiliki kriteria pemimpin justru dipercaya menjadi pemimpin dan sifat-sifat kepemimpinannya lebih keluar setelah menjadi pemimpin. Dari beberapa bukti sejauh ini mengatakan bahwa orang yang menjadi pemimpin tidak menpunyai perbedaan sifat yang jelas dengan bukan pemimpin. 2. Pemimpin efektif dan tidak efektif Kepemimpinan efektif tidak tergantung pada sifat-sifat tertentu, tetapi lebih pada seberapa cocok sifat pemimpin itu dengan kebutuhan dan situasinya. Walaupun kaum wanita lebih jarang menjadi pemimpin dibanding kaum pria, namun wanita sama efektifnya jika sudah menjadi pemimpin. Anita Roddick dari The Body Shop dan Usie Tompkins dari Esprit merupakan contoh pemimpin wanita yang sukses. Pandangan stereotipe rasial merupakan masalah lain ketika kita berusaha mencari hubungan antara sifat dan mutu kepemimpinan, karena kepemimpinan yang bermutu mungkin tidak dikenali dan tidak dimanfaatkan.

Pendekatan Tingkah Laku pada Kepemimpinan Para peneliti berusaha memisahkan karakteristik tingkah laku dari pemimpin efektif. Tingkah laku melihat apa yan dilakukan pemimpin, bukan sifat apa yang dimiliki pemimpin. 1. Fungsi kepemimpinan Fungsi kepemimpinan (leadership function) merupakan aktivitas yang dipertahankan kelompok dan berkaitan dengan tugas yang harus dilaksanakan pemimpin, atau seseorang lain, agar kelompok dapat berfungsi secara efektif. Agar berfungsi secara efektif, kelompok memerlukan seseorang untuk melakukan dua fungsi utama, yaitu fungsi yang berhubungan dengan tugas atau memecahkan masalah dan fungsi memelihara kelompok atau sosial. Fungsi memelihara kelompok termasuk seperti menegahi perselisihan, dan memastikan individu merasa dihargai oleh kelompok. Seseorang yang mampu menjalankan kedua peran tersebut akan menjadi pemimpin yang efektif. 2. Gaya kepeminpinan Kedua fungsi kepemimpinan yang berhubungan dengan tugas dan pemeliharaan kelompok cenderung diekspresikan dalam dua gaya kepemimpinan berbeda. Manajer yang berorientasi pada tugas mengawasi karyawan secara ketat untuk memastikan tugas dilaksanakan dengan memuaskan. Manajer yang berorientasi pada karyawan lebih

12

menekankan motivasi daripada mengendalikan bawahan. Mereka mencari hubungan bersahabat, saling percaya, dan saling menghargai dengan karyawan. Prue Leith adalah contoh manajer yang berorientasi pada tugas. Dia adalah pemilik Leith Group yang didirikan di Inggris yang merupakan restoran, bisnis jasa boga dan school of food and wine. Wayne Yetter dan Rob Cohen adalah contoh manajer yang berorientasi pada karyawan. Di Astra/Merck group sebuah perusahaaan farmasi di Wayne, Pensylvania, tempat Yetter menjadi presiden perusahaan dan Cohen menjadi chief information officer (CIO), mereka mendorong manajer untuk mendelegasikan pekerjaan dan memberi wewenang kepada tim. Mereka menganggap ini adalah cara terbaik bagi perusahaan untuk melakukan pekerjaan yang harus diselesaikan dalam waktu yang terbatas. Sebagai hasilnya, karyawan dapat menciptakan budaya perusahaan sendiri. Bagaimana manajer memimpin dipengaruhi oleh latar belakang, pengetahuan, nilainilai, pengalamannya (kekuasaan yang ada di tangan manajer). Karakteristik anak buah juga harus dipertimbangkan sebelum manajer dapat memilih gaya kepemimpinan yang tepat. Menurut Tannembaun dan Schmidt, seorang manager dapat memberikan partisipasi dan kebebasan yang lebih besar jika karyawan meminta kemandirian dan kebebasan bertindak, ingin memperoleh tanggung jawab dalam membuat keputusan, mendukung sasaran organisasi, cukup berpengetahuan dan berpengalamanuntuk menangani masalah secara efisien, dan mempunyai pengalaman yang membuat mereka mengharapkan menejemen partisipatif. Namun jika persyaratan ini tidak ada, manajer dapat menggunakan gaya otoriter yang kemudian di modifikasi setelah karyawan merasa lebih percaya diri, terampil, dan memberikan komitmen kepada organisasi. Pada akhirnya, pilihan gaya kepemimpinan manajer harus memperhitungkan kekuasaan sitasional seperti gaya yang dikehendaki organisasi, ukuran dan kekompakan kelompok , sifat tgas kelompok, tekanan waktu, bahkan faktor lingkungan.

3. Studi Ohio State dan University of Michigan Di Ohio State University peneliti mempelajari efektivitas mengenai apa yang mereka sebut “struktur memprakarsai” (beroientasi pada tugas) dan “pertimbangan” (beroientasi pada pada karyawan). Peneliti dari University of Michigan menemukan hasil yang berbeda. Mereka mmbedakan antara manajer yang berorientasi pada produksi dan pada karyawan. Manajer yang berorientasi pada produksi menetapkan standar kerja yang kaku. Mengorganisasikan tugas sampai ke rincian yang kecil-kecil, menentukan metode kerja 13

yang harus diikuti, dan mengawasi kerja karyawan secara ketat. Manajer berorientasi pada karyawan mendorong partisipasi karyawan dalam menentukan sasaran dan keputusan lain yang menyangkut pekerjaan serta membantu memastikan prestasi kerja yang tinggi dengan membangkitkan kepercayaan dan penghargaan. 4. Kepemimpinan berorientasi pada karyawan dan TQM Beberapa aspek dari gerakan ke arah mutu seirama dengan gaya kepemimpinan berorientasi pada karyawan. Peneliti menemukan bahwa program mutu paling baik dapat gagal jika karyawan tidak dilibatkan.

Kisi-kisi manajerial Salah satu kesimpulan dari studi Ohio State University dan Michigan University adalah bahwa gaya kepemimpinan mungkin memiliki dimensi lebih dari satu. Kisi-kisi manajerial (Managerial grid), dikembangkan oleh Robert Blake dan Jane Mouton membantu mengukur perhatian relatif manajer terhadap dua dimensi, orientasi terhadap tugas ataupun orientasi terhadap karyawan. Kisi-kisi manajerial yang diajukan didasarkan oleh tingkat perhatian pada manusia dan produksi, antara lain: - Manajemen klub. - Manajemen acuh tak acuh. - Manajemen di Persimpangan Jalan. - Manajemen Tim. - Manajemen Otoriter.

14

Pendekatan Kontingensi pada Kepemimpinan Kepemimpinan yang efektif bergantung pada banyak variabel, dan tidak ada satupun gaya yang efektif untuk semua ini. Oleh karena itu, peneliti mencari faktor-faktor dalam setiap situasi yang mempengaruhi efektivitas gaya kepemimpinan tertentu dan ditemukan teori yang menyatukan faktor-faktor tersebut dengan pendekatan kontingensi. Teori ini memfokuskan pada faktor-faktor berikut ini: - Tuntutan tugas - Harapan dan tingkah laku rekan setingkat - Karakteristik, harapan, dan tingkah laku karyawan - Budaya organisasi, dan kebijaksanaan

15

Dalam bagian berikut ini, akan ditinjau empat model kontingensi kepemimpinan yang lebih mutakhir dan terkenal Model Kepemimpinan Situasional dari Hersey dan Blanchard Hersey dan Blanchard mengatakan bahwa gaya kepemimpinan yang paling efektif bervariasi dengan "kesiapan" dari karyawan. Kesiapan didefinisikan dengan keinginan untuk berprestasi, kemauan untuk menerima tanggung jawab dan kemampuan yang berhubungan dengan tugas, keterampilan, dan pengalaman. Sasaran dan pengetahuan dari pengikut merupakan variabel yang penting dalm menentukan gaya kepemimpinan yang efektif. Hersey dan Blanchard yakin bahwa hubungan antara seorang manajer dan pengikut bergeser melewati empat fase. Saat karyawannya berkembang, manajer perlu menyesuaikan kembali gaya kepemimpinannya.

Pada fase pertama, perhatian tugas yang tinggi kepada karyawan adalah hal penting. Karyawan harus diberi instruksi seputar tugasnya dan dibiasakan dengan peraturan organisasi. Hal ini 16

dilakukan agar tugas yang dilakukan karyawan lebih tersrruktur dan karyawan terbiasa dengan tugas yang diembannya. Lalu, pada fase kedua ini, karyawan mulai terbiasa dengan tugasnya. Pada fase ini, karyawan mulai belajar tentang tugasnya, perhatiannya terhadap tugas tetap penting, namun mereka belum bisa berfungsi tanpa terstruktur. Manajer pada fase ini perlu meningkatkan hubungannya dengan karyawan. Fase ketiga, karyawan kemampuan dan motivasi terhadap tugas lebih besar dan aktif mencari untuk memiliki tanggung jawab yang besar. Manajer tetap memberi arahan dan pengawasan, namun relatif tidak terlalu ketat. Akan tetapi, manajer harus tetap mendukung dan memberi perhatian untuk memperkuat niat karyawan untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar. Ketika karyawan perlahan-lahan menjadi lebih percaya diri, bisa mengarahkan diri dan lebih berpengalaman, pemimpin dapat mengurangi jumlah dukungan dan perhatian. Dalam tahap keempat ini, karyawan tidak lagi memerlukan atau mengharapkan pengarahan dari manajer mereka. Mereka semakin mandiri. Model kepemimpinan situasional ini merekomendasikan tipe kepemimpinan yang dinamis dan fleksibel serta tidak statis. Motivasi, kemampuan dan pengalaman para karyawan harus terus menerus dinilai untuk menentukan kombinasi gaya mana yang paling memadai dengan kondisi fleksibel dan berubah-ubah. Apabila gaya yang digunakan memadai, bukan hanya memotivasi karyawan, tapi membantu mereka berkembang menjadi profesional. Namun, sejauh mana manajer mampu memilih gaya kepemimpinan dalam situasi yang berbeda adalah pertanyaan praktis yang belum terjawab. Hal ini mempengaruhi seleksi, penempatan dan promosi manajemen. Pemimpin yang mengadaptasi gaya ini tidak boleh kaku dengan alasan kekakuan tersebut dapat menghambat kinerja dan tugas organisasi tersebut. Tugas organisasi yang awalnya dapat dilakukan dengan efektif, bisa berubah menjadi rumit akibat kekakuan manajer. Gaya Kepemimpinan dan Situasi Kerja: Model Fiedler Fiedler menganggap bahwa cukup sulit untuk mengubah gaya manajemen untuk menuju sukses. Kebanyakan manajer tidak fleksibel dan mengubah gaya kepemimpinan agar cocok dengan situasi yang berfluktuasi dianggap olehnya tidak efisien. Tidak ada satu gaya yang cocok untuk setiap situasi. Untuk menghasilkan hasil yang efektif, situasi dalam keorganisasian dicocokkan dengan manajer atau manajer yang harus mencocok diri dengan situasi yang ada. Gaya kepemimpinan yang diajukan Fiedler berorientasi sama pada dua dimensi, karyawan dan 17

tugas. Perbedaanya adalah ukuran yang digunakan untuk penentuan gaya kepemimpinan didasarkan pada "tingkat seseorang menguraikan secara menguntungkan atau merugikan rekan sekerjanya yang paling tidak disukau (LPC, least preferred co-worker)" --- karyawan yang hampir tidak dapat diajak bekerja sama dengan orang". Manajer yang mengurai rekan kerja yang paling tidak disukai dengan cara yang menguntungkan cenderung memiliki LPC tinggi. Manajer yang memiliki LPC tinggi bersifat hangat, memperhatikan perasaan anak buah, suka memberi kebebasan dan menganggap hubungan dekat dengan karyawan adalah penting untuk efektivitas dalam bekerja. Manajer yang memiliki LPC rendah cenderung bersikap otoriter, kurang memperhatikan hubungan antar sesama rekan kerja dan memprioritaskan pada menyelesaikan tugasnya. Tanpa segan, manajer dengan LPC rendah menggunakan gaya yang keras untuk mempertahankan produksi. Selain itu, Fiedler juga mengidentifikasi bahwa ada tiga varibel yang dapat membantu dalam penentuan gaya kepemimpinan yang efektif, yaitu mutu hubungan pemimpin-anggota, struktur tugas dan kekuasaan posisi. Mutu hubungan pemimpin-anggota merupakan pengaruh paling penting terhadap kekuasaan dan efektivitas manajer. Apabila manajer memiliki hubungan baik dengan karyawannya, makan manajer tidak perlu menggunakan pangkat atau jabatan atau wewenang formal. Manajer yang memiliku hubungan kurang baik dengan karyawannya, perlu menggunakan perintah dan jabatan agar karyawannya ingin berkerja dengannya. Struktur tugas adalah variabek kedua yang terpenting. Apabila tugas yang diberikan terstruktur, maka anggota kelompok dapat memiliki ide yang jelas dalan pelaksanaann tugasnya. Tugas yang kurang struktur menyebabkan karyawan atau anggota kelompok ragu dalan melaksanakan tugasnya. Lalu, Fiedler menggunakan paramter diatas dan diperoleh 8 kombinasi untuk situasi kepemimpinan tersebut.

18

Model Fiedler menunjukkan bahwa pencocokan yang memadai gaya kepemimpinan dari ukuran LPC pada situasi yang ditentukan dari tiga variabel diatas untuk menghasilkan prestasi kerja manajerial yang efektif. Pendekatan Jalur-Sasaran pada Kepemimpinan Seperti pendekatan yang lainnya, model jalur-sasaran mencoba membantu untuk memahami dan meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam situasi yang berbeda. Model ini dirumuskan oleh Martin G. Evans dan Robert J. House. Pendekatan jalur-sasaran didasarkan pada motivasi model harapan. Motivasi seseorang tergantung pada harapannya akan imbalan atau daya tarik imbalan itu. Evans mengatakan hal yang paling penting adalah kemampuan manajer untuk memberikan imbalan dan menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh bawahan untuk memperolehnya. Dengan demikian, manajer menentukan ketersediaan "sasaran" (imbalan) dan "jalur" untuk mendapatkannya.

19

Evans mengatakan bahwa gaya kepemimpinan manajer mempengaruhi imbalan yang tersedia bagi karyawan, juga persepsi karyawan mengenai jalur untuk memperolehnya. Seorang manajer yang berorientasi pada karyawan, misalnya akan menawarkan bukan hanya gaji dan promosi, tetapi juga dukungan, dorongan, rasa aman dan rasa hormat. Manajer dengan tipe itu juga akan peka terhadap perbedaan antara karyawan dan akan menyesuaikan imbalan menurut orangnya. Sebaliknya, seorang manajer yang berorientasi pada tugas akan menawarkan imbalan yang kurang beragam, kurang bersifat individual. Tetapi, dia biasanya jauh lebih baik dalam menghubungkan prestasi kerja karyawan dengan imbalan daripada manajer yang berorientasi pada karyawan. Karyawan dari manajer yang berorientasi pada tugas mengetahui dengan pasti tingkat produktivitas dan prestasi yang harus mereka capai untuk mendapatkan bonus, kenaikan gaji atau promosi House dkk. mencoba memperluas teori jalur-sasaran dengan mengidentifikasi dua variabel yang membantu menentukan gaya kepemimpinan yang paling efektif: karakteristik pribadi karyawan dan tekanan lingkungan serta tuntutan di tempat kerja yang harus dihadapi karyawan. Karakteristik Pribadi dari Karyawan Menurut House, gaya kepemimpinan yang disukai oleh karyawan sebagian akan ditentukan oleh karakteristik pribadi mereka. Dia mengutip penelitian yang mengatakan bahwa individu yang merasa yakin tingkah laku mereka mempengaruhi lingkungan lebih menyukai gaya kepemimpinan partisipatif. Sedangkan mereka yang merasa yakin bahwa peristiwa terjadi karena nasib baik atau keberuntungan cenderung menyukai gaya otoriter. Contohnya adalah karyawan yang merasa kurang terampil mungkin akan menyukai manajer yang lebih banyak memberi pengarahan. Tekanan Lingkungan dan Tuntutan Tempat Kerja Faktor-faktor lingkungan juga mempengaruhi gaya kepemimpinan yang disukai karyawan. Salah satu faktor adalah sifat tugas karyawan. Misalnya, gaya yang terlalu mengarahkan tampaknya berlebihan dan bahkan menghina untuk tugas yang amat terstruktur. Akan tetapi, bila suatu tugas tidak menyenangkan, perhatian manajer mungkin menambah kepuasan dan motivasi karyawan. Faktor lain adalah sistem wewenang formal organisasi, yang menjelaskan tindakan mana akan mendapatkan persetujuan (misal: lebih rendah dari anggaran) dan mana yang akan ditolak (misal: lebih tinggi dari anggaran). Faktor lingkungan ketiga adalah kelompok kerja karyawan. Kelompok yang kurang kompak, misalnya, biasanya memperoleh manfaat dari gaya yang akan mendukung, penuh pengertian. Sebagai pedoman umum, gaya pemimpin akan memotivasi karyawan sejauh gaya itu memberikan kompensasi atas apa yang mereka pandang sebagai kekurangan dalam tugas, sistem 20

wewenang, atau kelompok kerja. Memutuskan Kapan untuk Menyertakan Bawahan: Model Vroom-Yetto dan Vroom-Jago Dalam buku mereka yang terbit tahun 1988, Victor Vroom dan Arthur Jago melontarkan kritik teori jalur-sasaran karena tidak memperhitungkan situasi ketika manajer memutuskan untuk melibatkan karyawan. Sebagai jalan keluarnya, mereka memperluas model kepemimpinan situasional klasik dari Vroom-Yetton untuk menyertakan perhatian terhadap mutu dan penerimaan keputusan. Model ini membantu manajer memutuskan kapan dan sejauh mana mereka harus menyertakan karyawan dalam memecahkan masalah tertentu. Model ini memisahkan lima gaya kepemimpinan yang menggambarkan kontinuum dari pendekatan otoriter (AI, AII), ke konsultatif (CI, CII), sampai ke pendekatan yang sepenuhnya partisipatif (GII). Vroom dan Yetton mengusulkan beberapa pertanyaan yang dapat diajukan kepada diri sendiri oleh manajer untuk membantu menentukan gaya mana yang akan digunakan untuk masalah yang sedang mereka hadapi. Apakah saya mempunyai informasi atau keahlian yang cukup untuk memecahkan masalah itu sendiri? Jika tidak, maka AI, yaitu saya membuat keputusan sendiri, tidak tepat Apakah saya perlu mengambil keputusab bermutu tinggi, yang kemungkinan besar tidak disetujui oleh karyawan? Bila demikian, GII, yaitu saya mencari konsensus dari kelompok, tidak tepat. Dalan kasus ini, melepaskan wewenang saya untuk membuat keputusan akhir mungkin berarti keputusan tidak akan mempunyai mutu obyektif yang diperlukan oleh masalah tersebut. Apakah masalah itu terstruktur? Artinya, apakah saya mengetahui informasi apa yang saya butuhkan dan ke mana harus mencarinya? Jika tidak, maka CI dan GII, yang membebaskan interaksi antar kelompok, akan lebih disukai. (Gaya yang lain akan menghalangi saya mendapat informasi yang saya butuhkan atau memberikan informasi dengan cara yang tidak efektif)

Berbagai tipe gaya kepemimpinan Tergantung pada sifat masalah lebih dari satu gaya kepemimpinan bisa cocok. Penelitian 21

Vroom dan kawan-kawan telah menyimpulkan bahwa keputusan yang konsisten dengan model tertentu cenderung berhasil dan yang tidak konsisten dengan model biasanya tidak berhasil. Pendekatan ini diperluas dengan hipotesis bahwa efektivitas keputusan tergantung pada mutu keputusan, komitmen pada keputusan, dan waktu yang diperlukan untuk membuat keputusan itu. Mereka juga yakin bahwa Efektivitas keseluruhan dari kepemimpinan = f (efektivitas - biaya pengambilan keputusan + nilai yang direalisasikan dalam pengembangan kemampuan orang dengan cara membuat keputusan itu mengikat) Membuat serangkaian keputusan yang efektif itu mungkin, namun jika keputusan ini hanya sedikit atau tidak mengembangkan kemampuan orang lain atau jika proses pengambilan keputusan tidak praktis dan mahal maka keputusan akan menurunkan nilai manusia dalam keseluruhan organisasi.Gaya kepemimpinan dapat saja dikendalikan oleh waktu atau perkembangan. Contoh berbagai gaya kepemimpinan adalah seperti ilustrasi berikut: AI: Manajer menyelesaikan masalah atau mebuat keputusan sendiri menggunakan informasi yang tersedia pada saat itu. AII: Manajer memperoleh informasi yang diperlukan dari bawahan dan kemudian memutuskan sendiri penyelesaian atas masalah tersebut. Mereka mungkin memberitahu ataupun dapat tidak memberitahu masalah kepada bawahannya ketika meminta informasi. CI: Manajer berbagi masalah dengan bawahan yang relevan secara individual, mendapatkan ide dan saran mereka tanpa mengumpulkan mereka sebagai kelompok. Kemudian manajer membuat keputusan yang tidak dipengaruhi bawahan. CII: Manajer berbagi masalah dengan bawahan sebagai suatu kelompok, secara kolektif memperoleh ide dan saran mereka dan keputusan tidak dipengaruhi bawahan. GII: Manajer berbagi masalah dengan bawahan sebagai suatu kelompok. Manajer dan bawahan bersama-sama membuat dan mengevaluasi alternative serta berusaha mencapai persetujuan atau consensus penyelesaian. Manajer tidak mencoba untuk mempengaruhi agar kelompok mengadopsi penyelesaian yang disukainya dan mengimplementasikan penyelesaian yang mendapat dukungan kelompok.

PENDEKATAN TINGKAH LAKU DARI KOUZES – POSNER : KETRERLIBATAN DINAMIS LAGI Kouzes dan Posner menyingkap pertanyaan baru dalam penelitian kepemimpinan dengan kembali 22

ke dasar dan mencoba mendaftar lima dasar kebiasaan dan sepuluh tingkah laku yang pada umumnya dipakai oleh pemimpin untuk menyelesaikan hal yang luar biasa. Mereka meminta kepada para pemimpin untuk menguraikan dengan caranya sendiri kapan mereka merasa paling berhasil dan mereka meminta kepeda karyawan untuk mendaftar karakteristik yang mereka kagumi dalam diri pemimpin tadi. Pentingnya penemuan ini adalah mereka menghilangkan sifat membingungkan penelitian mengenai kepemimpinan dengan menarik langsung pengalaman para pemimpin. MASA DEPAN TEORI KEPEMIMPINAN Penelitian mengenai perilaku pemimpin berkembang ke banyak arah. Pada bab ini akan dibahas mengenai kepemimpinan transformasional atau karismatik dan pembaruan ulang pendekatan tingkah laku akhir-akhir ini serta pengamatan tentang dua tantangan terhadap ide tradisional mengenai kepemimpinan. KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL ATAU KARISMATIK Orang yang mempunyai pengaruh yang luar biasa pada organisasinya disebut pemimpin karismatik atau transformsional. Perhatian kepada pemimpin karismatik akhir-akhir ini berasal dari dua sumber, yaitu: 1. Banyak perusahaan besar seperti AT&T, IBM, dan GM melakukan transformasi organisasi dan program perubahan besar-besaran yang harus diselesaikan dalam waktu singkat. Transformasi tersebut mmerlukan pemimpin yang transformasional. 2. Banyak orang merasa bahwa memfokuskan pada sifat, tingkah laku, dan situasi, teori kepemimpinan kehilangan pengertian akan pemimpin. Kemampuan untuk melihat pemimpin bisnis seperti Lee Iacoca atau tokoh militer seperti Jenderal Norman Schwartzkopt mengingatkan kita bahwa beberapa pemimpin tampaknya mempunyai karakteristik pribadi yang mebuat mereka berbeda tetapi tidak dapat diterangkan dengan teroti yang ada. Teori Bass mengenai kepemimpinan Transformasional. Bass membandingkan dua tipe tingkah laku kepemimpinan: transaksional dan transformasional. Pemimpin transaksional menetapkan apa yang harus dilakukan bawahan untuk mencapai tujuan mereka sendiri dan organisasi, mengklasifikasikan tuntutan tersebut dan membuat bawahan merasa percaya diri bahwa mereka dapat mencapai sasarannya dengan menambah 23

usaha yang dibutuhkan. Pemimpin transformasional memotivasi kita untuk berbuat lebih dari apa yang sesungguhnya diharapkan dari kita dengan meningkatkan arti penting dan nilai tugas di mata kita dengan mendorong dan mengorbankan kepentingan kita sendiri demi kepentingan tim, organisasi, atau kebijakan yang lebih besar dan dengan menaikkan tingkat kebutuhan kita ke taraf yang lebih itnggi seperti aktualisasi diri. Teori House mengenai kepemimpinan karismatik. Teori house mengemukakan bahwa pemimpin karismatik mempunyai tingkat kekuasaan rujukan yang sangat tinggi dan bahwa sebagian dari kekuasaan tersebut berasal dari kebutuhan mereka untuk mempengaruhi orang lain. Pemimpin karismatik mempunyai tingkat kepercayaan diri, dominasi, serta keyakinan yang sangat tinggi akan kebenaran moral dari keyakinannya atau sekurang-kurangnya kemampuan untuk meyakinkan para pengikutnya bahwa dia memiliki kepercayaan diri dan keyakinan tersebut. House berpendapat bahwa pemimpin karismatik mengkomunikasikan visi atau sasaran bertaraf lebih tinggi (transcendent) yang merebut komitmen dan energy para pengikutnya. Mereka secara hati-hati menciptakan citra keberhasilan dari kompetensi serta member contoh dalam tingkah laku mereka sendiri nilai yang mereka dukung. Mereka juga mengkomunikasikan harapan yang tinggi untuk para pengikutnya dan kepercayaan diri bahwa para pengikutnya akan berprestasi memenuhi harapan tersebut. TANTANGAN TERHADAP TEORI KEPEMIMPINAN. Kets de Vries mengutarakan tentang alasan orang menjadi pemimpin dapat dipahami dengan melakukam tinjauan psiko-analitik. Tinjauan tersebut ditemukan oleh Sigmund Freud yang berisi bahwa banyak tingkah laku manusia dibentuk oleh usaha bawah sadar untuk memuaskan kebutuhan dan dorongan yang belum terpenuhi. Dengan kata lain, kita tidak mungkin mengetahui mengapa kita melakukan apa yang kita lakukan, sebagian besar tingkah laku manusia dapat dilacak berasal dari pengalaman masa anak-anak yang sulit untuk diingat. Kets de Vries menegaskan penampilan bisa menipu dan bahwa kita perlu kembali ke teori yang lebih mendasar dari sifat manusia kalu kita mau memahami dinamika kepemimpinan yang rumit. Teori yag bertentangan dengan teori kepemimpinan misalnya teori House tentang pemimpin karismatik yang mengarahkan orang pada visi heroic, kenyataannya menurut Kets de Vries pemimpin yang dewasa mungkin saja mengungkapkan kebutuhan anak berumur tiga tahun untuk mengendalikan lingkungannya.

24

ROMANTIKA KEPEMIMPINAN.

Tantangan

kedua

bagi

kepemimpinan

tradisional

memfokuskan kepada para pengikut yaitu orang yang mencari pemimpin untuk mendapatkan petunjuk. Menurut pendapat ini, para pengikut telah mengembangkan pandangan yang diromantiskan atau diidealkan tentang apa yang dilakukan para pemimpin, prestasi apa yang dapat mereka capai dan bagaimana mereka dapat mempengaruhi kehidupan pengikutnya. Pandangan romantic ini telah berkembang karena kita merasa sulit memahami kerja system yang besar dan kompleks dalam masyarakat kita, maka kita berpaling kepada pemimpin untuk menyederhanakan hidup kita. Dengan demikian pandangan romantic tentang kepemimpinan dan pemimpin membahas tentang pengikut sama banyak dengan pembahasan tentang pemimpin. Mungkin saja orang membutuhkan pandangan romantis mengenai pemimpin utuk membantu mereka memusatkan perhatian dan mencapai sasaran organisasi. Jika demikian, seorang pemimpin mampu memotivasi dan mempengaruhi pengikutnya. DAFTAR PUSTAKA Stoner, J.A.F., 1995, Management, 6th ed., Prentice-Hall, Inc., New Jersey Mangkuprawira, Jafri. 2007. Teori Maslow : Koreksi. (https://ronawajah.wordpress.com/2007/08/03/teori-maslow-koreksi/ diakses pada 19 Maret 2015 pukul 14.00) psikologiku.com. 2010. Teori Hirarki Kebutuhan Abraham Maslow. (http://www.psikologiku.com/teori-hirarki-kebutuhan-abraham-maslow/ diakses pada 19 Maret 2015 pukul 14.45)

25

Related Documents

Kepemimpinan 1
May 2020 5
Kepemimpinan
June 2020 35
Kepemimpinan
May 2020 44
Kepemimpinan
July 2020 35
Kepemimpinan
May 2020 30
Kepemimpinan
June 2020 38

More Documents from ""