KEMAGNETAN BATUAN DAN PALEOMAGTISME Pendahuluan
Paleomagnetik merupakan studi tentang rekaman medan magnetik bumi dalam batuan. Mineral-mineral tertentu dalam batuan menunjukkan rekaman arah dan intensitas medan magnet pada waktu terbentuknya batuan. Jika magnetik ini berasal dari waktu terbentuknya batuan, pengukuran arah dapat diugunakan untuk menentukan garis lintang dimana batuan dibbentuk. Jika garis lintangnya berbeda dengan garis lintang berikutnya dimana batuan ditemukan, maka bukti yang sangat kuat ini telah mendukung bahwa batuan dapat bergerak melintasi permukaan bumi. Selain itu, jika hal ini dapat ditunjukkan dengan pola pergerakan yang berbeda dari sebelumnya dari batuan pada umur yang sama dan benua yang berbeda, maka pergerakan relatif seharusnya terjadi diantara batuan tersebut. Dalam hal ini pengukuran paleomagnetik menunjukkan bahwa apungan benua terjadi, dan memberikan perkiraan kuantitatif pertama dari pergerakan benua relatif (Kearey, philip.et.all, 2008). Sifat Magnetik Batuan dan Mineral Suatu bahan yang bersifat magnetik berada dalam pengaruh kuat medan magnet luar, maka bahan tersebut akan termagnetisasi. Besarnya magnetisasi ini sebanding dengan momen magnetik tiap volume. Magnetisasi yang dihasilkan sebanding dengan kuat medan yang mempengaruhinya dan bergantung pada nilai suseptibilitas magnetik medium tersebut. Suseptibilitas merupakan harga magnet suatu bahan terhadap pengaruh magnet, yang pada umunya erat kaitannya dengan kandungan mineral dan oksida besi. Semakin besar kandungan mineral magnetik di dalam batuan, akan semakin besar harga suseptibilitasnya
Sifat magnetik batuan dipengaruhi oleh kandungan mineral dan atom-atom penyusun batuan tersebut. Proses magnetisasi batuan beku terjadi pada saat batuan beku mengalami pendinginan dan melewati temperatur Curie. Pada umumnya bersumber dari medan amgnet bumi, namun pada beberapa kasus bersumber dari batuan sekitarnya. Sifat magnetik material pembentuk batuan-batuan dapat dibagi menjadi : 1.
Diamagnetik Dalam batuan diamagnetik atom-atom pembentuk batuan mempunyai kulit
elektron berpasangan dan mempunyai spin yang berlawanan dalam tiap pasangannya. Jika mendapat medan magnet dari luar orbit, elektron tersebut akan berpresesi yang menghasilkan medan magnet lemah yang melawan medan magnet luar tadi mempunyai suseptibilitas negatif dan kecil, dan suseptibilitasnya tidak tergantung pada medan magnet luar. Contoh : bismuth, gypsun, grafit, marmer, kuarsa, garam. 2.
Paramagnetik Di dalam paramagnetik terdapat kulit elektron terluar yang belum jenuh yakni ada
elektron yang spinnya tidak berpasangan dan mengarah pada arah spin yang sama. Jika terdapat medan magnetik luar, spin tersebut berpresesi menghasilkan medan magnet yang mengarah searah dengan medan tersebut sehingga memperkuatnya. Akan tetapi momen magnetik yang terbentuk terorientasi acak oleh agitasi termal, oleh karena itu bahan tersebut dapat dikatakan mempunyai sifat suseptibilitas positif dan sedikit lebih besar dari satu serta suseptibilitasnya bergantung pada temperatur. Contoh : piroksen, olivin, biotit, dll. 3.
Ferromagnetik Terdapat banyak kulit elektron yang hanya diisi oleh suatu elektron sehingga
mudah terinduksi oleh medan luar. Keadaan ini diperkuat lagi oleh adanya kelompok-kelompok bahan berspin searah yang membentuk dipol-dipol magnet (domain) mempunyai arah sama, apalagi jika di dalam medan magnet luar. Ferromagnetik bersifat suseptibilitasnya positif dan jauh lebih besar dari satu serta bergantung pada temperatur. Contoh : besi, nikel, kobalt. 4.
Antiferromagnetik Pada bahan antiferromagnetik domain-domain tadi menghasilkan dipol magnetik
yang saling berlawanan arah sehingga momen magnetik secara keseluruhan sangat
kecil. Bahan antiferromagnetik yang mengalami cacat kristal akan mengalami medan magnet kecil dan suseptibilitasnya seperti pada bahan paramagnetik. Sehingga suseptibilitasnya seperti paramagnetik, tetapi harganya naik sampai dengan titik Curie kemudian turun lagi menurut hukum Curie-Weiss. Contoh : hematite. 5.
Ferrimagnetik Pada bahan ferrimagnetik domain-domain tadi juga saling antiparalel tetapi
jumlah dipol pada masing-masing arah tidak sama sehingga masih mempunyai resultan magnetisasi cukup besar. Suseptibilitasnya tinggi dan tergantung temperatur. Contoh : magnetit, ilmenit, pirhotit.
Gambar 1. Klarifikasi unsur atas sifat magnetiknya
Gambar 2. Tipe magnetisasi pada batuan. Paleomagnetisme terbagi menjadi 2 bagian:
Studi variasi sekuler (secular variation) melihat perubahan skala kecil dalam arah dan intensitas medan magnet bumi . Kutub utara magnet terus bergeser relatif terhadap sumbu rotasi Bumi . Magnet adalah vektor dan variasi medan magnet terdiri dari pengukuran palaeodireksional deklinasi magnetik dan inklinasi magnetik dan pengukuran palaeointensitas. Magnetostratigraphy menggunakan sejarah polaritas pembalikan medan magnet bumi yang terekam dalam batuan untuk menentukan usia batuan tersebut . Pembalikan telah terjadi
pada interval yang tidak teratur sepanjang sejarah Bumi. Usia dan pola pembalikan ini diketahui dari studi tentang perekahan lantai dasar samudera.