Kelompok5_aliranmagma.docx

  • Uploaded by: Rafida Aulia
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kelompok5_aliranmagma.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,771
  • Pages: 14
MAKALAH MEKANIKA FLUIDA ALIRAN MAGMA

KELOMPOK 5 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

NIM

SLAMET RIYADI SILALAHI ARI SAPUTRA M. ILHAM PRIBADI IRA PUTRI UTARI RAFIDA AULIA SINTA AGUSTINA DEWI M. BONARDO BAJORA

F1D314010 F1D314011 F1D314051 F1D315007 F1D315009 F1D315011 F1D315026

Dosen Pengampu: Tri Kusmita, S.Si., M.Si

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS JAMBI 2017 1

Kata Pengantar Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah yang bertemakan tentang “Aliran Magma” ini dengan baik dan lancar tanpa kekurangan satu apapun. Makalah ini dibuat dalam rangka untuk menyelesaikan tugas pembuatan makalah pada mata kuliah Termodinamika dan Mekanika Fluida. Selain itu juga, tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menambah wawasan kita tentang apa itu yang dimaksud dengan Aliran Magma dan segala macam yang berhubungan dengan materi ini. Kami berharap untuk kedepannya, makalah ini dapat menjadi sumber referensi tentang Aliran Magma dan juga agar makalah ini bisa menambah wawasan dan pengetahuan kita lagi. Kami juga menyadari bahwasannya makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu kami selalu terbuka untuk menerima kritik dan saran dari para pembaca semuanya demi penyempurnaan dan perbaikan makalah ini ke depannya.

Jambi, 17 November 2017

Kelompok 5

2

DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................................... 2 Daftar Isi ............................................................................................................................. 3 Bab 1: Pendahuluan ............................................................................................................ 5 1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 5 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 6 1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................... 7 Bab 2: Isi ............................................................................................................................. 8 2.1 Teori Dasar ............................................................................................................ 8 2.2 Pembahasan ........................................................................................................... 22

3

BAB I PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang Indonesia berada pada titik pertemuan tiga lempeng tektonik (tectonic plate) yang saling bertabrakan yaitu lempeng Eurasia, Lempeng Indo Australia dan Lempeng Pasifik, membuat Negara Indonesia tercabik-cabik dan pada akhirnya membuatnya menjadi rangkaian gunung api aktif (rangkaian Gunung Api Indonesia). Kawasan Indonesia menjadi area benturan antara Lempeng Indo Australia yang bergerak ke utara dan Lempeng Pasifik yang relative kearah barat. Itulah yang menyebabkan kepulauan Indonesia dihimpit oleh dua pergerakan, masing-asing ke arah utara dan ke arah barat. Kecepatan pergerakan itu mencapai 4-6 cm pertahun, maka lempeng yang yang bertabrakan tersebut menunjam tepat ditengah Kepulauan Indonesia dan memberikan kesempatan pada magma untuk naik persis diatas Nusantara dan membentuk banyak pulau yang dikelilingi lautan. Sementara di utara ada lempeng ketiga, yaitu lempeng Eurasia yang menahan himpitan tersebut, sehingga membuat Indonesia berada dalam pertarungan tiga lempeng besar dunia. Akibat benturan ketiga lempeng tersebut, membuat retaknya beberapa bagian pada kerak bumi, selain menimbulkan panas, juga memproduksi batuan cair (magma). Melalui retakan-retakan tersebut yang bisa dikatakan sebagai bidang lemah, magma cair tersebut terdorong naik ke permukaan bumi dan membentuk kerucut-kerucut gunung api. Zona subduksi yang terbentuk sangatlah luas, dimulai dari sisi selatan barat Pulau Sumatera hingga sisi selatan Pulau Jawa. Zona tersebut berlanjut hingga ke Nusa Tenggara yang memanjang dari barat ke timur. Lalu di bagian timur Nusantara jalurnya memutar, dimulai dari Laut Banda di Maluku. Zona subduksi inilah yang membuat Indonesia kaya akan gunung api dan dikenal sebagai Ring of Fire.

4

1.2

Rumusan Masalah 1. Apa definisi vulkanisme? 2. Bagaimana aktivitas gunung api? 3. Bagaiamana asal-usul magma? 4. Bagaimana penyebaran aktivitas magma?

1.3

Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui definisi vulkanisme 2. Untuk mengetahui aktivitas gunung api 3. Untuk mengetahui asal-usul magma 4. Untuk mengetahui penyebaran aktivitas magma

5

BAB II ISI 2.1. Tinjauan Pustaka Semua gejala di dalam bumi sebagai akibat adanya aktivitas magma disebut vulkanisme. Vulkanisme didefinisikan sebagai proses keluarnya magma ke permukaan. Magma yang naik itu tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Ada berbagai hal yang menjadi pendorong sehingga peristiwa tersebut terjadi. Tempat keluarnya magma pun bukan saluran sembarangan. Melainkan sebuah saluran khusus yang biasa disebut dengan saluran kepundan atau diatrema. Keluarnya magma ke permukaan bumi umumnya melalui retakan batuan, patahan, dan pipa kepundan pada gunung api. Aktivitas

vulkanik

pada

umumnya

digambarkan

sebagai

proses

yang

menghasilkan gambaran menakjubkan, atau kadang menakutkan dari suatu bentuk struktur kerucut yang secara periodik melakukan erupsinya. Erupsi dari gunung api ini kadang –kadang merupakan letusan yang sangat hebat (eksplosif), tetapi kadangkadang berlangsung dengan tenang. Faktor utama yang mengontrol macam erupsi gunung api adalah komposisi magma, temperatur magma dan kandungan gas yang terdapat dalam magma. Faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi mobilitas dari magma , atau sering disebut viskositas (kekentalan) magma. Semakin kental magma, semakin sulit magma untuk mengalir. Kandungan gas dalam magma juga akan berpengaruh terhadap mobilitas dari magma. Keluarnya gas dari magma menyebabkan magma menjadi semakin kental. Keluarnya gas ini dapat pula menyebabkan tekanan yang cukup kuat untuk keluarnya magma melalui lubang kepundan. Pada waktu magma bergerak naik ke atas mendekati permukaan pada gunung api, tekanan pada bagian magma yang paling atas akan berkurang. Berkurangnya tekanan akan mengakibatkan lepasnya gas dari magma dengan cepat. Pada temperatur tinggi dan tekanan yang rendah, memungkinkan gas untuk mengembangkan volumenya sampai beberapa kali dari volumenya mula-mula. Magmabasaltik yang kandungan gasnya cukup besar, memungkinkan gas tersebut untuk keluar melalui lubang kepundan gunung api dengan relatif mudah. Keluarnya gas tersebut dapat membawa lava yang disemburkan sampai bermeter-meter 6

tingginya. Sedangkan pada magma yang kental, keluarnya gas tidak mudah, tetapi gas tersebut akan berkumpul pada kantong-kantong dalam magma yang menyebabkan tekanan meningkat besar sekali. Tekanan yang besar ini akan dikeluarkan dengan letusan yang hebat dengan membawa material yang setengah padat dan padat melalui lobang kawah gunung api. Jadi besarnya gas yang keluar dari magma akan sangat mempengaruhi sifat erupsi gunung api. Magma mengandung bermacam gas yang jumlahnya kira-kira 1 sampai 5% dari berat total, dan sebagian besar merupakan uap air.meskipun persentasenya kecil, tetapi jumlah gas yang dikeluarkan bisa mencapai ribuan ton per hari. Komposisi gas yang dikeluarkan dalam aktivitas gunung api mengandung 70% uap air(H2O), 15% karbon dioksida (CO2), 5% nitrogen (N), 5% sulfur (S), dan sisanya terdiri dari Asam Klorida (HCl), Asam Sulfat (H2SO4,), Asam Sulfida (H2S), dan argon (Ar). Gas – gas yang dikeluarkan oleh gunung api disebut ekshalasi. Magma terbentuk apabila batuan dipanaskan hingga mencapai titik leburnya. Pada kondisi permukaan, batuan dengan komposisigranitik mulai melebur pada temperatur sekitar 750oC, sedangkan batuan basaltikmencapai temperatur 1000o C. Karena batuan mempunyai komposisi mineral yang sangat bervariasi, maka batuan akan melembur dengan sempurna dengan perbedaan temperatur sampai beberapa ratus derajat dari pertama kali batuan mulai melebur. Cairan yang pertama terbentuk pada waktu batuan mengalami pemanasan yang tinggi adalah mineral yang mempunyai titik lebur terendah. Bila pemanasan berlangsung terus, maka proses peleburan akan berlangsung terus mengikuti masingmasing titik lebur mineral yang menyusun batuan tersebut, sampai komposisi cairan mendekati komposisi batuan asalnya. Tetapi kadang-kadang proses peleburan ini tidak berlangsung sempurna. Proses peleburan yang bertahap ini disebut partial melting. Hasil yang signifikan dari proses partial melting adalah dihasilkannya cairan magma dengan kandungan silika yang lebih tinggi daripada batuan asalnya. Salah satu sumber panas yang melebur batuan berasal dari peluruhan mineral radioaktif yang terkonsentrasi pada mantel bumi bagian atas dan kerak bumi. Model dari magma yag digunakan adalah model transport magma dari chamber yang relatif besar di dekat zona bawah permukaan yang kehilangan gas, dan kembalinya aliran degas (menghilangkan gas) magma ke sumber chamber. Tujuan

7

dari model ini adalah untuk mengukur gas fluks dan komposisi fumarol untuk mendesak dimensi dan dinamis dari sistem vulkanik degassing. Sebuah saluran silinder menghubungkan ruang magma yang mendalam untuk kedalaman dangkal. Ruangan yang berisi fraksi volume gas-gas yang tidak larut dianggap sebagai CO2, sedangkan gas yang larut diasumsikan sebagai H2O. Campuran gas kemudian lolos dari magma, memasok fluks gas ke atmosfer. Pandangan konsensus terlihat bahwa gas dapat memisahkan diri relatif mudah dari sistem basaltik viskositas rendah tapi membutuhkan tion forma- dan runtuhnya busa di magma lebih kental. Tingkat degassing di gunung berapi ventilasi basaltik yang terbuka terus-menerus aktif, seperti Stromboli, Masaya, Erebus, dan Izu Oshima, kemudian kemungkinan akan dibatasi oleh tingkat di mana magma yang kaya gas dipasok ke zona dangkal degassing ( Stevenson, 1992). Karena magma degassed lebih padat daripada magma yang kaya lebih dalam gas, degassing drive konvektif dibatalkan dalam salurannya. Magma gasnya kembali ke ruang yang dalam sementara magma yang kaya gas naik untuk mengisi zona degassing dangkal. Tingkat emisi gas sebagai sumed menyamai tingkat pasokan gas ke zona degassing dangkal. Ini menandakan bahwa emisi gas tidak dibatasi oleh mekanisme escape gas. Tingkat overtuning menempatkan batas atas laju emisi gas dan tergantung pada perbedaan kepadatan antara degas dan kaya gas magma ( dr) dan viskositas magma yang naik (mc) dan magma yang turun (md). Menurut Koyagu- chi dan Blake (1989), Jika dapur magma naik maka akan menempati radius Rb dalam radius R dapat menggunakan rumus:

Di mana R adalah jari-jari berdimensi cairan meningkat, yang diberikan oleh (R b / R), dan g adalah percepatan karena gravitasi. Jika ruang yang terkait mengandung fraksi volume dari sebuah gas yang tidak larut dan densitas ty rCO2 di bagian atas ruangan, dan fraksi volume kristal dalam ruang fc dengan kepadatan kristalnya sama dengan yang ada pada ruang lelehannya, maka perbedaan kepadatan konveksinya adalah di mana fd adalah sebuah fraksi volume kristal di magma degassed.

8

Pada penentuan fluks gas dapat bergantung pada tingkat upflow volumetrik magma (Q):

Di mana laju aliran juga tergantung pada sities visco dari magma. Viskositas meningkat sebagai dari jumlah air terlarut yang menurun (McBirney dan Murase, 1984). Untuk rasio hasil fluks gasnya dapat menggunkana persamaan:

Oleh karena itu, untuk komposisi furamol yang diberikan, dalam persamaan tersebut adalah densitas gas yang sebanding dengan kedalaman ruang. Secara umum, kandungan gas pada ruang lebih tinggi tingkatan densitas kontrasnya dan karena itulah fluks gasnya meningkat. Namun, dampak lain dari gas chamber pada magma yang naik karena ekspansi gas. Pendinginanan ini secara signifikan dapat meningkatkan viskositas magma di ruang yang terdapat gas yang tinggi dan mengurangi fluks gas (Giberti et al, 1992).

2.3. Pembahasan Mengetahui pengaruh empat variabel terhadap fluks air dari zona degassing yang diberikan oleh Persamaan. (8): jumlah air degassed (DC), konduit ra-dius (R), kandungan kristal magma kamar (fc), dan fraksi volume gas ruangan (a). The magnitude of degassing mempengaruhi air degassed meleleh con-tenda (Cld) dan karenanya kerapatan magma degonded (rmd) dan viskositas (mmd). Fraksi volume gas kamar mempengaruhi kerapatan naik (rmc), jumlah pendinginan akibat dekompresi, dan karenanya viskositas magma degassed (mmd). Variabel tambahan adalah kedalaman ruang magma (Hc), yang menentukan tekanan dan densitas ruang gas dan karenanya tingkat pendinginan dekompresi. Kami mengalkulasi fluks gas dari saluran yang 9

dipenuhi magri bas-alitik dan dacit yang degassing untuk rentang nilai untuk satu variabel, sambil menahan variabel lainnya konstan. Hasil untuk basalt ditunjukkan pada Gambar 4, untuk nilai konstan DCp0.004, Rp5 m, Ccp0.005, fcp0.3, Hcp2 km, Tcp1000 7C, dan tiga nilai a (0, 0,02, dan 0,04) pada Gambar 4, dan tiga nilai Hc (2, 4, 8 km) pada Gambar 4d. Nilai ini dipilih untuk mewakili sistem magma Stromboli, dan menghasilkan fluks air 0 ± 100 kg s ± 1, dengan urutan yang benar besarnya (lihat di bawah). Hasil ekuivalen untuk dasit ditunjukkan pada Gambar 5, di mana nilai konstan yang digunakan mewakili sistem magma Mount St. Helens: DCp0.023, Rp40 m, Ccp0.046, fcp0.39, Tcp910 7C, ap0, 0.01 , dan 0,02, dan Hcp4, 7, dan 10 km. Nilai ini menghasilkan fluks air 0 ± 5000 kg s ± 1, sekali lagi menutupi rentang yang diamati (lihat di bawah).

Gambar 4a menggambarkan bahwa laju degassing proporsional terhadap radius saluran ke daya keempat. Gambar-ure 4b menunjukkan bahwa fluks air meningkatkan perkiraan-secara linear dengan DC. Fluks menurun dengan peningkatan fc (Gambar 4c), karena peningkatan viskositas, reduksi dalam kontras densitas, dan jumlah lelehan yang berkurang yang tersedia untuk melepaskan air. Gambar 4d mengilustrasikan bahwa untuk fraksi volume gas ruang yang masuk akal, fluks terluar ditingkatkan sebagai peningkatan karena kerapatan bawah magma ruang meningkat. Namun, untuk nilai tinggi (10,05 untuk Hcp8 km), dan terutama untuk

10

ruang yang lebih dalam, pendinginan magma menaik secara signifikan meningkatkan viskositas dan mengurangi fluks water. Fraksi berhubungan kira-kira secara linear ke DC melalui Pers. 10, ditetapkan oleh nilai untuk [H2O] / [CO2], Hc (dan karenanya rCO2), dan fc. Larutan (Gambar 6) menunjukkan bahwa untuk jumlah yang wajar air yang dihilangkan dari pencairan Stromboli (20 ± 100% kehilangan air), saluran yang dibawa turun pada kisaran 4 ± 10 m, dan fraksi volume gas magma chamber adalah 1 ± 4%. Degassing air yang hampir sempurna nampaknya di Stromboli, karena ventilasi terbuka secara terbuka ke atmosfer. Hasil model ini tampak masuk akal dalam pengamatan permukaan ventilasi di Stromboli yang mengindikasikan beberapa saluran radius beberapa meter, meskipun tidak diketahui apakah ini menyatu atau mengubah ukuran atau bentuk dengan kedalaman. Sebagai tambahan, fraksi gas ruangan yang signifikan telah disimpulkan dari pemodelan sebelumnya (Jau-part dan Vergniolle 1989) untuk menjelaskan aktivitas Strombolian periodik yang disajikan secara obyektif. Hasil untuk saluran berisi degassing dacite ditunjukkan pada Gambar 5, dengan menggunakan komposisi Mount St. Helens tahun 1980 (Rutherford et al 1985). Ini menunjukkan kecenderungan yang sama pada diagram ekuivalen untuk basalt dengan contoh yang penting dari Gambar 5b, variasi fluks gas dengan DC, yang menunjukkan jumlah degassing optimum untuk sistem F25% air yang ada. Bila proporsi yang lebih besar dari air terlarut hilang dari lelehan, kenaikan Dr, tapi efek ini dibayangi oleh viskositas yang lebih tinggi dari lelehan degassed drier, sehingga fluks gas menurun. Kebalikannya adalah benar bila kurang dari jumlah air optimum yang hilang - jumlah air yang menurun dan jumlah kerapatan berkurang melebihi pengaruh viskositas rendah. model konveksi konvektif magma degassed padat dengan mag-ma yang mudah menguap yang mudah menguap di saluran yang terhubung ke ruang magma yang dalam. Pemodelan laboratorium dari dua cairan yang berbeda dari kepadatan dan viskositas yang berbeda dalam pipa vertikal sempit telah menunjukkan bahwa gaya overturn melibatkan material viskositas rendah (magma yang tidak terdegradasi) yang naik ke tengah saluran, dengan material viskositas tinggi (de- magma gas) tenggelam di sepanjang dinding (Gambar 2). Percobaan ini menentukan korelasi antara rasio laju alir dan viskositas yang dilaporkan pada Gambar 3. Emulsi gas model meningkat saat saluran melebar dan kristalit berkurang. Tingkat degassing dari magmatal basal dalam lipatan dengan jumlah air degassed (DC), karena hal ini berkaitan langsung dengan 11

perbedaan kepadatan (Dr) konveksi penggerak. Pada magma yang lebih silicic, laju degassing dalam lipatan, kemudian menurun, dengan DC karena viskositas in-crease menghambat kenaikan Dr. Model ini juga menggabungkan pendinginan adiabatik magma CO2-satu-nilai dalam saat naik ke zona degassing. . Cham-bers berisi lebih banyak gas umumnya menghasilkan tingkat de-gas yang lebih tinggi, namun pendinginan selama pendakian dapat menyebabkan viskositas magma meningkat cukup untuk mengurangi fluks gas dari sumber yang sangat dalam dan / atau sangat kaya gas. Pada Stromboli, fluks yang diamati pada air mag-matic F70 kg s / d (dan fluks CO2 yang serupa) dimodelkan oleh saluran radius 4 ± 10 m yang menghubungkan ruang bas-alt 2 km ke permukaan. Degassing melepaskan 20 ± 100% air terlarut di magma kamar (diasumsikan 0,5 wt.% H2O, 30% kristal) dan memerlukan fraksi volume gas ruangan CO2 ± 1% untuk menghasilkan komposisi fumaratol yang diamati. Degassing air magmatik F500 kg s '1 dari Gunung St. Helens pada bulan Juni 1980 dimodelkan dengan saluran radius 40 ± 60 m yang terhubung ke ruang leluhur dalam 7 km, dengan 4,6 wt.% H2O, dan 39% kristal. Dua rezim de-gassing teoretis sesuai dengan fluks yang diamati: (a) degassasi magma yang tidak efisien yang dipasok dari orang yang relatif miskin gas dan (b) degassing efisien dari magma yang dipasok dari ruang yang kaya gas. Singkatnya, konveksi yang disebabkan degassing menyediakan mekanisme pelepasan gas yang efisien pada tingkat dangkal dengan mengorbankan kandungan volatil ruang magma yang dalam.

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 1. Vulkanisme adalah segala kegiatan magma dari lapisan dalam litosfera yang bergerak ke lapisan yang lebih atas atau keluar ke permukaan bumi Proses vulkanisme ini menghasilkan berbagai bentukan di muka bumi ini. 2. Aktivitas erupsi gunung api melalui celah yang memanjang disebut fissure. Walaupun aktivitas vulkanik hanya berlangsung beberapa hari, sisa material seperti gas dan abu mengendap bertahun-tahun di lapisan atmosfer dan berdampak pada perubahan iklim di bumi.

12

3. Magma terbentuk apabila batuan dipanaskan hingga mencapai titik leburnya. Pada kondisi permukaan, batuan dengan komposisi granitik mulai melebur pada temperatur sekitar 750o C, sedangkan batuan basaltik mencapai temperatur 1000o C. 4. Aktivitas vukanik pada pusat pemekaran kerak samudera menghasilkan magma basaltik yang mengalir keluar melalui rekahan akibat pemekaran kerak samudera. Aktivitas vukanik pada zona subduksi menghasilkan batuan yang berkomposisiandesitik sampai granitik, dan terbentuk disepanjang tepi kerak samudera. Aktivitas vulkanik pada kerak benua menghasilkan lava basaltik, maupun lava granitik. Lava basaltik kemungkinan berasal dari partial melting batuan mantel bagian atas. Lava granitik dan debu Vulkanik dengan komposisi granitik umumnya terbentuk pada daratan tepi benua.

13

DAFTAR PUSTAKA Giberti G, Jaupart C, Sartoris G (1992) Steady-state operation of Stromboli Volcano, Italy:contstrains on the feeding system. Bull Vulcanol 54:535-541 Koyaguchi T, Blake S (1989) the dynamic of magma mixing in a rising magma batch. Bull Vulcanol 52: 127-137 Stevenson DS (1992) Heat Transfer in active volcanoes: models of magmas. In: Nicholls J, Russell JK (ends) Modern methods of igneous petrology: understanding magmatic process. Rev mineral 24: 125-152

14

More Documents from "Rafida Aulia"