Kelompok Kmb Ca Paru

  • Uploaded by: IRMA BUDI LESTARI
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kelompok Kmb Ca Paru as PDF for free.

More details

  • Words: 5,030
  • Pages: 28
KANKER PARU - PARU

Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas KMB Di Susun Oleh Kelompok 3 : 1. Adde Prasatyo Prabowo 2. Ayeni 3. Dahlia Futri Priyadi 4. Irma Budi Lestari 5. Ricko Mudzaki Akbar 6. Siti Nurjannah 7. Vita Amelia

Kelas 1-C (Transfer)

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2017

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan penulis kesehatan jasmani maupun rohani dengan rahmat dan Hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan Makalah Al- Islam yang berjudul “KANKER PARU – PARU” tepat pada waktunya. Makalah ini ditulis sebagai salah satu persyaratan untuk melengkapi tugas KMB. Dalam penulisan makalah ini, penulis mendapat banyak bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Allah SWT

yang telah memberikan penulis jalan dalam menyelesaikan hambatan-

hambatan dalam menyusun makalah ini. 2. Kedua Orang tua tersayang yang telah mensupport dan memberikan banyak kesempatan pada penulis dari segi moril maupun materil. 3. Dosen pembimbing dalam bentuk pengetahuan berbagai macam. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, yang artinya masih banyak sekali kekurangannya. Maka dari itu penyusun meminta saran dan kritik dari pembaca, untuk memperbaiki makalah yang selanjutnya.

Penyusun,

Kelompok 3

DAFTAR ISI Kata Pengantar

i

Daftar Isi

ii

BAB I LATAR BELAKANG

1

BAB II TINJAUAN TEORI

3

BAB III TINJAUAN KASUS BAB IV PEMBAHASAN BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran

30 31 33 33 33

Daftar Pustaka

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Tujuan 1. Tujuan Umum 2. Tujuan Khusus

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi

Kanker atau neoplasma ganas adalah penyakit yang ditandai dengan kelainan siklus sel khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak terkendali (pembelahan sel melebihi batas normal), menyerang jaringan biologis di dekatnya, menginvasi ke jaringan tubuh yang lain melalui siklus darah atau sistem limfatik, disebut metastasis.Kanker paru merupakan suatu transformasi ganas dan ekpansi jaringan paru, dan merupakan kanker paling mematikan dari seluruh kanker di dunia, menyebabkan 1,2 juta kematian. Walaupun angkanya menurun, namun kanker paru tetap menjadi salah satu sebab kematian kanker tertinggi diamerika serikat, membunuh kurang lebih 173003 orang amerika tiap tahun (Joyce M Black, 2014). Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer). Dalam pengertian klinik yang dimaksud dengan kanker paru primer adalah tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus (karsinoma bronkus = bronchogenic carcinoma) (Kemenkes, 2016). Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel-sel yang mengalami proliferasi dalam paru (Underwood, Patologi, 2000). B. Etiologi Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang bertanggungjawab dalam peningkatan insiden kanker paru. 1. Merokok Merupakan faktor utama terjadinya kanker paru. Orang yang merokok 10x lebih mungkin terserang kanker paru dibandingkan bukan perokok. Sekitar 90% pria dan 80% wanita yang mengalami kanker paru adalah, pernah menjadi, perokok. Resiko kanker paru meningkat sesuai peningkatan durasi dan jumlah rokok yang diisap per hari. 2. Radiasi Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen etiologi operatif. Bahan radioaktif seperti kobalt dan radium diduga merupakan agen etiologi operatif. 3. Kanker paru akibat kerja Terdapat insiden yang tinggi pada pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel, arsenik, hematite,asbestos dan kromat. 4. Polusi udara

Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota. Contoh: Polusi udara, pemaparan gas RT, asap kendaraan/ pembakaran (Thomson, Catatan Kuliah Patologi,1997) 5. Genetik Kanker merupakan penyakit genetik yang pada permulaan terbatas pada sel sasaran kemudian menjadi agresif pada jaringan sekitarnya. Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru, yakni: a. Proton oncogen. b. Tumor suppressor gene. c. Gene encoding enzyme. Teori Onkogenesis. Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen suppresor tumor dalam genom (onkogen). Adanya

inisiator

mengubah

gen

supresor

tumor

dengan

cara

menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan (insersi/ inS) sebagian susunan pasangan basanya, tampilnya gen erbB1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara alamiah- programmed cell death). Perubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan yang autonom. Dengan demikian kanker merupakan penyakit genetic yang pada permulaan terbatas pada sel sasaran kemudian menjadi agresif pada jaringan sekitarnya. 6. Diet Rendahnya konsumsi betakaroten, selenium dan vitamin A menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru (Ilmu Penyakit Dalam, 2001) C. Manifestasi Klinis Tanda dan Gejala Pada Pasien dengan Ca Paru adalah sebagai berikut: 1. Gejala awal Stridor lokal dan dispnea yang mungkin disebabkan oleh obstruksi bronkus. 2. Gejala umum a. Batuk Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh masa tumor. Batuk mulai sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai titik dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam berespon terhadap infeksi sekunder.

b. Hemoptisis Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang mengalami ulserasi. c. Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan. Tanda-tanda bahaya dari kanker paru. a. b. c. d. e.

suara sesak perubahan poola nafas batuk persisten sputum dengan semburan darah hemoptisis yang nyata , yaitu : 1) Sputum berwarna seperti karat atau bernanah 2) Rasa lelah 3) Nyeri dada, bahu, punggung, atau lengan 4) Episode efusi pleura, pnemunia, atau bronkitis berulang 5) Dispnea, demam, atau penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan Pada kebanyakan kasus, kanker paru dapat menyerupai kondisi paru lainnya. Manifestasi ekstrapulmonal dapat terjadi sebelum manifestasi paru. Temuan pemeriksaan klinis yang spesifik dapat bervariasi bergantung jenis tumor, lokasi, dan luas tumor dan juga kondisi kesehatan paru sebelumnya.

3. Pada pemeriksaan fisik Tanda yang dapat ditemukan pada kanker paru dapat bervariasi tergantung pada letak, besar tumor dan penyebarannya. Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) supraklavikula, leher dan aksila menandakan telah terjadi penyebaran ke KGB atau tumor di dinding dada, kepala atau lokasi lain juga menjadi petanda penyebaran. Sesak napas dengan temuan suara napas yang abnormal pada pemeriksaan fisik yang didapat jika terdapat massa yang besar, efusi pleura atau atelektasis. Venektasi (pelebaran vena) di dinding dada dengan pembengkakan (edema) wajah, leher dan lengan berkaitan dengan bendungan pada vena kava superior (SVKS). Sindroma Horner sering terjadi pada tumor yang terletak si apeks (pancoast tumor). Thrombus pada vena ekstremitas ditandai dengan edema disertai nyeri pada anggota gerak dan gangguan sistem hemostatis (peningkatan kadar D-dimer) menjadi gejala telah terjadinya bendungan vena dalam (DVT). Tanda-tanda patah tulang patologik dapat terjadi pada kanker yang bermetastasis ke tulang. Tanda-tanda gangguan neurologis akan didapat jika kanker sudah menyebar ke otak atau tulang belakang.

D. Patofisiologi E. Stadium Kanker Paru-paru 1. Stadium 1 Kanker masih berada di dalam paru-paru dan belum menyebar ke kelenjar getah 2.

bening di sekitarnya. Besarnya tumor pada tahap ini masih di bawah 5 cm. Stadium 2 Tumor berukuran lebih dari 5 cm. Namun berapapun ukurannya, tumor dapat dikatakan memasuki stadium 2 apabila kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di dekatnya, otot dan jaringan di sekitarnya, dan saluran pernafasan (bronkus), kanker menyebabkan paru-paru kolaps (mengerut), terdapat lebih dari satu tumor berukuran kecil dalam satu paru-paru.

3.

Stadium 3 Pada tahap ini, ada sel kanker yang telah menyebar ke kelenjar getah bening yang berada jauh dari paru-paru atau kanker menyerang bagian tubuh penting lainnya

4.

seperti esofagus (kerongkongan), trakea, atau pembuluh darah utama di jantung. Stadium 4 Kanker sudah menyebar ke kedua paru-paru atau organ tubuh lain yang jauh dari paru-paru seperti otak dan hati. Selain itu, dapat dikategorikan stadium 4 apabila kanker menyebabkan penumpukan cairan pada paru-paru.

F. Pemeriksaan Diagnosa Deteksi dini terhadap kanker dapat meningkatkan keberhasilan proses pengobatannya. Berikut ini adalah beberapa tes yang bisa dilakukan untuk memastikan diagnosis kanker. 1. Pemeriksaan dahak Dahak yang kita keluarkan saat batuk dapat diperiksa di laboratorium dengan mikroskop. Terkadang pemeriksaan ini bisa digunakan untuk melihat apakah terdapat sel-sel kanker di dalam paru-paru. 2. Tes pencitraan Diagnosis pertama untuk kanker paru-paru biasanya menggunakan X-ray. Pencitraan X-ray dari paru-paru bisa memperlihatkan tumor yang ada. Jika dari X-ray dicurigai terdapat kanker paru-paru, tes lanjutan perlu dilakukan untuk memastikannya. 3. CT Scan bisa memperlihatkan abnormal kecil yang tidak bisa terlihat dengan X-ray. Dengan memanfaatkan CT scan, pencitraan yang lebih jelas dan detail bisa didapatkan. 4. PET-CT Scan

bisa memperlihatkan lokasi sel kanker yang aktif. Pencitraan ini biasa dilakukan jika hasil pemeriksaan dengan CT Scan menunjukkan terdapat sel kanker pada stadium awal. 5. Biopsi atau pengambilan sampel jaringan paru-paru Prosedur ini dilakukan setelah tes pencitraan dan memperlihatkan bahwa terdapat sel kanker pada bagian dada. Dokter akan mengambil sampel sel jaringan dari dalam paru-paru. G. Klasifikasi Klasifikasi menurut WHO untuk neoplasma pleura dan paru-paru : Karsinoma bronkogenik. 1. Karsinoma epidermoid (skuamosa) Kanker ini berasal dari sel kapitel bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus, dan menonjol ke dalam bronkhi besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa centimeter dan cenderung menyebar langsung ke gelenjar getah bening hilus, dinding dada, dan mediastinum. 2. Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat) Biasanya terletak di tengah sekitar percabangan utama bronki. Tumor ini timbul dari sel-sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus. Terbentuk dari sel-sel kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar limfe hilus, demikian pula dengan penyebaran hematogen ke organ-organ distal. 3. Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar) Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru-paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi sering kali meluas melalui pembulih darah dan limfe pada stadium dini, dan secara klinis tetap tidak menunjukan gejala-gejala sampai terjadinya mestastatis yang jauh. 4. Karsinoma sel besar Merupakan sel-sel ganas yang besar dan berdeferensial sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung untuk

timbul pada jaringan paru-paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran eksternal dan cepat ke tempat-tempat yang jauh. H. Penatalaksanaan Manajemen terapi dibagi atas 2 jenis karsinoma yaitu: 1. Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK = non small cell carcinoma) Pilihan pengobatan sangat tergantung pada stadium penyakit, tampilan umum penderita, komorbiditas, tujuan pengobatan dan cost-effectiveness. Modalitas penanganan yang tersedia adalah bedah, radiasi, kemoterapi, dan terapi target. Pendekatan penanganan dilakukan secara integrasi multidisiplin. a. Bedah Modalitas ini adalah terapi utama untuk sebagian besar KPKBSK, terutama stadium I-II dan stadium IIIA yang masih dapat direseksi setelah kemoterapi neoadjuvan. Jenis pembedahan yang dapat dilakukan adalah lobektomi, segmentektomi dan reseksi sublobaris. Pilihan utama adalah lobektomi yang menghasilkan angka kehidupan yang paling tinggi. Namun, pada pasien dengan komorbiditas kardiovaskular atau kapasitas paru yang lebih rendah, pembedahan segmentektomi dan reseksi sublobaris paru dilakukan. Intervensi menggunakan bronkoskopi berkembang dalam tahun-tahun terakhir, terutama untuk obstruksi saluran pernapasan sentral (trakea dan bronkus) akibat keganasan, dengan saluran bronkial sehat dan parenkim yang berfungsi dengan baik distal dari stenosis. Penilaian sebab dan luas stenosis, dan permeabilitas saluran bronchial distal dari stenosis

dapat

dilakukan

menggunakan

bronkoskopi

fleksibel.

Fungsi

permeabilitas dapat dinilai menggunakan pemeriksaan CT scan. Metode bronkoskopi intervensi yang paling sering digunakan adalah dengan bronkoskopi kaku (rigid bronchoscopy) dan pengeluaran massa secara mekanik, terutama untuk massa proximal, intralumen. Komplikasi paling sering intervensi ini adalah perdarahan. Teknik anestesi yang dapat digunakan adalah anestesi umum, dan dapat dikombinasikan dengan anestesi regional (epidural, blok paravertebral). b. Radioterapi Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam tatalaksana kanker paru. Radioterapi dalam tatalaksana Kanker Paru Bukan Sel Kecil (KPKBSK) dapat berperan di semua stadium KPKBSK sebagai terapi kuratif definitif, kuratif neoajuvan atau ajuvan maupun paliatif.

c. Kemoterapi Kemoterapi dapat diberikan sebagai modalitas neoadjuvant pada stadium dini, atau sebagai adjuvant pasca pembedahan. Terapi adjuvant dapat diberikan pad KPKBSK stadium IIA, IIB dan IIIA. Pada KPKBSK stadium lanjut, kemoterapi dapat diberikan dengan tujuan pengobatan jika tampilan umum pasien baik (Karnofsky >60%; WHO 0-2). Namun, guna kemoterapi terbesar adalah sebagai terapi paliatif pada pasien dengan stadium lanjut. Ada beberapa jenis kemoterapi yang dapat diberikan. Lini pertama diberikan kepada pasien yang tidak pernah menerima pengobatan kemoterapi sebelumnya (chemo naïve). Kelompok ini terdiri dari kemoterapi berbasisplatinum dan yang tidak mengandung platinum (obat generasi baru). Pilihan utama obat berbasisplatinum adalah sisplatin, pilihan lain dengan karboplatin. Kemoterapi lini kedua diberikan kepada pasien yang pernah mendapat kemoterapi lini pertama, namun tidak memberikan respons setelah 2 siklus, atau KPKBSK menjadi lebih progresif setelah kemoterapi selesai. Obat-obat kemoterapi lini kedua adalah doksetaksel dan pemetreksat. Selain itu, dapat diberikan juga kombinasi dari dua obat tidak-berbasis platinum. Kemoterapi lini ketiga dan seterusnya sangat tergantung pada riwayat pengobatan sebelumnya. d. Terapi Target Terapi target diberikan pada penderita dengan stadium IV KPKBSK EGFR mutasi positif yang sensitif terhadap EGFR-TKI. Terapi EGFR-TKI yang tersedia yaitu Gefitinib, Erlotinib atau Afatinib. e. Terapi Kombinasi Terapi radiasi dan kemoterapi dapat diberikan pada kasus-kasus tertentu, terutama yang tidak memenuhi syarat untuk menjalani pembedahan. Selain itu, terapi kombinasi dapat diberikan dengan tujuan pengobatan pada pasien

dengan

tampilan umum baik (Karnofsky >70%) dan penurunan berat badan minimal, dan pasien usia lanjut yang mempunyai komorbiditas berat atau kontraindikasi operasi. Regimen kemoterapi dan terapi radiasi dapat diberikan secara bersamaan (concurrent therapy), selang-seling (alternating therapy), atau secara sekuensial. Hasil paling baik didapat dari regimen concurrent therapy. f. Pilihan Terapi Berdasarkan Stadium a. Stadium 0

Modalitas terapi pilihan adalah pembedahan atau Photo Dynamic Therapy (PDT). b. Stadium I Modalitas terapi pilihan adalah pembedahan, yang dapat dilakukan bersamaan dengan VATS. Bila pasien tidak dapat menjalani pembedahan, maka dapat diberikan terapi radiasi atau kemoterapi dengan tujuan pengobatan. Selain itu, juga dapat diberikan kombinasi terapi radiasi dengan kemoterapi. Pada stadium IB, dapat diberikan kemoterapi adjuvant setelah reseksi bedah. c. Stadium II Terapi pilihan utama adalah reseksi bedah, jika tidak ada kontraindikasi. Terapi radiasi atau kemoterapi adjuvant dapat dilakukan bila ada sisa tumor atau keterlibatan KGB intratoraks, terutama N2 atau N3. Bila pasien tidak dapat menjalani pembedahan, maka dapat diberikan terapi radiasi dengan tujuan pengobatan. Kombinasi terapi radiasi dengan kemoterapi dapat memberikan hasil yang lebih baik. d. Stadium IIIA Pada stadium ini, dapat dilakukan pembedahan (bila tumor masih dapat dioperasi dan tidak terdapat bulky limfadenopati), terapi radiasi, kemoterapi, atau kombinasi dari ketiga modalitas tersebut. Reseksi bedah dapat dilakukan setelah kemoterapi neoadjuvant dan/atau dengan kemoterapi adjuvant, terutama pada pasien dengan lesi T3-4, N1. Pada pasien yang tidak dapat menjalani pembedahan, dapat dilakukan terapi radiasi sendiri dengan tujuan pengobatan. Kombinasi terapi radiasi dengan kemoterapi dapat memberikan hasil yang lebih baik. Jika ada keterlibatan kelenjar getah bening atau respons buruk terhadap operasi, maka pemberian kemoterapi sendiri dapat dipertimbangkan. Regimen ini terdiri dari 4-6 siklus pemberian obat kemoterapi. Pada pasien dengan adenokarsinoma dan hasil uji mutasi gen EGFR positif, dapat diberikan obat golongan EGFR-TKI. e. Stadium IIIB Modalitas pengobatan yang menjadi pilihan utama bergantung pada kondisi klinis dan tampilan umum pasien. Terapi radiasi sendiri pada lesi primer dan lesi metastasis ipsilateral dan KGB supraklavikula. Kemoterapi sendiri dapat diberikan dengan regimen 4-6 siklus. Kombinasi terapi radiasi dan kemoterapi dapat memberikan hasil yang lebih baik. Obat golongan EGFR-TKI diberikan

pada adenokarsinoma dengan hasil uji mutasi gen EGFR positif yang sensitive EGFR-TKI. f. Stadium IV Tujuan utama terapi pada stadium ini bersifat paliatif. Pendekatan tata laksana KPKBSK stadium IV bersifat multimodalitas dengan pilihan terapi sistemik (kemoterapi, terapi target), dan modalitas lain (radioterapi , dan lain-lain). 2. Kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK = small cell carcinoma) Secara umum, jenis kanker paru ini dapat dibagi menjadi dua kelompok: a. Stadium terbatas (limited stage disease = LD) b. Stadium lanjut (extensive stage disease = ED) Berbeda dengan KPBSK, pasien dengan KPKSK tidak memberikan respon yang baik terhadap terapi target. a. Stadium Terbatas Pilihan modalitas terapi pada stadium ini adalah kombinasi dari kemoterapi berbasis-platinum dan terapi radiasi toraks. Kemoterapi dilakukan paling banyak 4-6 siklus, dengan peningkatan toksisitas yang signifikan jika diberikan lebih dari 6 siklus. Regimen terapi kombinasi yang memberikan hasil paling baik adalah concurrent therapy, dengan terapi radiasi dimulai dalam 30 hari setelah awal kemoterapi. Pada pasien usia lanjut dengan tampilan umum yang buruk >2, dapat diberikan kemoterapi sisplatin, sedangkan pasien dengan tampilan umum baik (01) dapat diberikan kemoterapi dengan karboplatin. Setelah kemoterapi, pasien dapat menjalani iradiasi kranial profilaksis (prophylaxis cranial irradiation, PCI). b. Stadium Lanjut Pilihan utama modalitas terapi stadium ini adalah kemoterapi kombinasi. Regimen kemoterapi yang dapat digunakan pada stadium ini adalah: sisplatin/karboplatin dengan etoposid (pilihan utama), sisplatin/karboplatin dengan irinotecan. Pilihan lain adalah radiasi paliatif pada lesi primer dan lesi metastasis. I. Komplikasi Jika Kanker Paru tidak segera ditangani akan menimbulkan komlikasi – komplikasi sebagai berikut: 1. Sindrom vena kava superior obstruksi sebagian atau menyeluruh vena kava superior, merupakan komplikasi potensial kanker paru, terutama ketika tumor melibatkan mediastinum superior atau nodus limfe mediastinal. Aliran vena yang mengalami obstruksi dari kepala dan leher

menghasilkan gelaja sindrom vena kava superior ( edema pada leher dan wajah, sakit kepala, pusing, gangguan penglihatan, dan sinkope), dan dapat terjadi secara akut atau secara bertahap. Vena dada atas dan leher mengalami dilatasi; terjadi kemerahan, diikuti dengan sianosis. Edema serebral dapat mengenai tingkat kesadaran; edema laring dapat mengganggu respirasi. 2. Sindrom paraneoplastic Biasanya berkaitan dengan kanker paru mencakup sindrom sekresi ADH yang tidak tepat (SIADH) dengan retensi cairan, hiponatremia, edema, sindrom Cushing terkait produksi ACTH abnormal dan hiperkalsemia. Tumor paru juga dapat menghasilkan faktor prokoagulasi, meningkatkan risiko trombosis vena, emboli paru, dan endokarditis trombotik. Pada kanker paru, gejala neuromuskular seperti kelemahan otot dan keletihan ekstremitas dapat menjadi indikasi pertama penyakit (Huether & McCance, 2008). 3. Pada saat diagnosis Kanker paru biasanya mengalami kemajuan yang baik, dengan metastasis jauh terjadi pada 39% pasien dan keterlibatan nodus limfe regional pada sekitar 37% pasien lain. Prognosis biasanya buruk: Angka kesintasan 5 tahun keseluruhan adalah hanya 15% (ACS, 2009) J. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Riwayat atau adanya faktor resiko: 1) Perokok berat dan kronis baik sigaret maupun cerutu 2) Terpajan terhadap lingkungan karsinogen (Polusi

udara,arsenic,debu

logam,asap kimia,debu radioaktif,dan asbestos) 3) Penyakit paru kronis sebelumnya yang telah mengakibatkan pembentukan jaringan parut dan fibrosis pada jaringan paru. b. Pemeriksaan fisik berdasarkan pengkajian system pernapasan c. Pemeriksaan Diagnostik: 1) Foto dada menunjukan sisi lesi 2) Analisis sputum untuk sitologi menyatakan tipe sel kanker 3) Skan tomografi komputerbdan tomogram paru menunjukan lokasi tumor dan ukuran tumor 4) Bronkoskopi dapat dilakukan untuk memperoleh sempel untuk biopsy dan mengumpulkan hapusan bronchial tumor yang terjadi di cabang bronkus

5) Aspirasi dengan jarum dan biopsi jaringan paru dapat dilakukan jika pemeriksaan radiologi menunjukan lesi di paru-paru perifer 6) Radionuclide scan terhadap organ-organ lain menentukan lusnya metastase 7) Mediastinoskopi menentukan apakah tumor telah metastase ke nodus limfe mediastinum 2. Diagnosa Keperawatan a. Bersihan Jalan napas tidak efektif berhubungan dengan kehilangan fungsi silia. b. Kerusakan pertukaran Gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen c. Nyeri akut berhubungan dengan invasi Pleura 3. Perencanaan (Intervensi) a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungn dengan kehilangan fungsi silia jalan nafas, Peningkatan jumlah/ viskositas sekret paru, meningkatnya tahanan jalan nafas Kriteria hasil : 1) Menyatakan/ menunjukkan hilangnya dispnea. 2) Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih 3) Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan. 4) Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/ mempertahankan bersiahn jalan nafas. Intervensi : 1) Catat perubahan upaya dan pola bernafas. Rasional : Penggunaan otot interkostal/ abdominal dan pelebaran nasal menunjukkan peningkatan upaya bernafas. 2) Observasi penurunan ekspensi dinding dada dan adanya. Rasional: Ekspansi dad terbatas atau tidak sama sehubungan dengan akumulasi cairan, edema, dan sekret dalam seksi lobus. 3) Catat karakteristik batuk (misalnya, menetap, efektif, tak efektif), juga produksi dan karakteristik sputum. Rasional : Karakteristik batuk dapat berubah tergantung pada penyebab/ etiologi gagal perbatasan. Sputum bila ada mungkin banyak, kental, berdarah, adan/ atau purulen. 4) Pertahankan posisi tubuh/ kepala tepat dan gunakan alat jalan nafas sesuai kebutuhan. Rasional : Memudahkan memelihara jalan nafas atas paten bila jalan nafas pasein dipengaruhi.

5) Kolaborasi pemberian bronkodilator, contoh aminofilin, albuterol dll. Awasi untuk efek samping merugikan dari obat, contoh takikardi, hipertensi, tremor, insomnia. Rasional : Obat diberikan untuk menghilangkan spasme bronkus, menurunkan viskositas sekret, memperbaiki ventilasi, dan memudahkan pembuangan sekret. Memerlukan perubahan dosis/ pilihan obat. b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan Hipoventilasi Kriteria hasil : 1) Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisi adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan. 2) Berpartisipasi dalam program pengobatan, dalam kemampuan/ situasi. Intervensi : 1) Kaji status pernafasan dengan sering, catat peningkatan frekuensi atau upaya pernafasan atau perubahan pola nafas. Rasional : Dispnea merupakan mekanisme kompensasi adanya tahanan jalan nafas. 2) Catat ada atau tidak adanya bunyi tambahan dan adanya bunyi tambahan, misalnya krekels, mengi. Rasional : Bunyi nafas dapat menurun, tidak sama atau tak ada pada area yang sakit.Krekels adalah bukti peningkatan cairan dalam area jaringan sebagai akibat peningkatan permeabilitas membrane alveolar-kapiler. Mengi adalah bukti adanya tahanan atau penyempitan jalan nafas sehubungan dengan mukus/ edema serta tumor. 3) Kaji adanmya sianosis Rasional : Penurunan oksigenasi bermakna terjadi sebelum sianosis. Sianosis sentral dari “organ” hangat contoh, lidah, bibir dan daun telinga adalah paling indikatif. 4) Kolaborasi pemberian oksigen lembab sesuai indikasi Rasional: memaksimalkan sediaan pertukaran Oksigen 5) Awasi dan gambarkan

Rasional: menunjukan ventilasi atau oksigenisasi. digunakan sebagai dasar evaluasi keefektifan terapi atau indicator kebutuhan perubahan terapi. c. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan kehilangan fungsi silia NOC : Status respirasi : ventilasi Status respirasi : jalan nafas paten Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien menunjukan keefektifan jalan nafas dibuktikan dengan kriteria hasil : 1) menunjukan jalan nafas yang paten (pasein tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) 2) saturasi oksigen dalam batas normal 3) mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas bersih, tidak ada sianosis, dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, bernafas dengan mudah) NIC 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)

:

monitor respirasi dan status oksigen lakukan fisioterapi dada posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan anjurkan pasien untuk istirahat dan nafas dalam ajarkan batuk efektif berikan bronkodilator

d. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen NOC : Keseimbangan asam basa, elektrolit Status respirasi : ventilasi Status respirasi : pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan keperawatan, kerusakan pertukaran gas teratasi dengan kriteria hasil : 1) AGD dalam batas normal 2) Tanda-tanda vital dalam batas normal 3) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu NIC

:

1) Monitor TTV, AGD, elektrolit 2) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan 3) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

4) Observasi sianosis khususnya membran mukosa 5) Lakukan fisioterapi dada 6) Ajarkan batuk efektif 7) Kolaborasi pemberian Oksigen e. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru. Pola napas tidak efektif adalah inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat (NANDA, 2011). Kriteria Hasil: Perubahan kedalaman pernapasan, perubahan ekskursi dada, melakukan posisi tiga titik, bradipnea, penurunan tekanan ekspirasi, penurunan tekanan inspirasi, penurunan ventilasi semenit, penurunan kapasitas vital, dispnea, peningkatan diameter anterior posterior, pernapasan cuping hidung, ortopnea, fase ekspirasi memanjang, takipnea, penggunaan otot aksesorius untuk bernapas (NANDA, 2011). Intervensi: f. Nyeri berhubungan dengan lesi dan invasi kanker pleura Kriteria Hasil: Melaporkan nyeri hilang Intervensi: 1) Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri. Buat rentang intensitas pada skala 0 – 10. Rasional: Membantu dalam evaluasi gejala nyeri karena kanker. Penggunaan skala rentang membantu pasien dalam mengkaji tingkat nyeri dan memberikan alat untuk evaluasi keefektifan analgesik, meningkatkan kontrol nyeri. 2) Kaji pernyataan verbal dan non-verbal nyeri pasien. Rasional: Ketidaksesuaian antar petunjuk verbal/ non verbal dapat memberikan petunjuk derajat nyeri, kebutuhan/ keefektifan intervensi. 3) Catat kemungkinan penyebab nyeri patofisologi dan psikologi. Rasional : Insisi posterolateral lebih tidak nyaman untuk pasien dari pada insisi anterolateral. Selain itu takut, distress, ansietas dan kehilangan sesuai diagnosa kanker dapat mengganggu kemampuan mengatasinya. 4) Dorong menyatakan perasaan tentang nyeri. Rasional : Takut/ masalah dapat meningkatkan tegangan otot dan menurunkan ambang persepsi nyeri.

5) Berikan tindakan kenyamanan. Dorong dan ajarkan penggunaan teknik relaksasi Rasional :Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian.

BAB III TINJAUAN KASUS & PEMBAHASAN A. Tinjauan Kasus Seorang Laki – laki Tn. S, umur: 69 Tahun, Jenis Kelamin: Laki – laki, Pekerjaan supir angkot, Alamat: Gading Rejo. Pasien datang ke RSU dengan keluhan nyeri pada dada sebelah kanan. Nyeri dirasakan menjalar sampai ke perut sebelah kiri atas. Pasien juga merasa nyeri setiap kali pasien menarik napas. Napas dirasakan agak sesak. Keluhan ini dirasakan sejak kurang lebih 3 bulan yang lalu dan mulai memberat dalam beberapa minggu ini. Pasien sudah berobat namun, belum ada perbaikan. Pasien juga mengeluh mual dan muntah, susah makan, BAB dan BAK masih lancar. Riwayat penyakit dahulu: pasien belum pernah menderita gejala serupa, seperti ini sebelumnya. Riwayat penyakit jantung dan paru – paru disangkal. Riwayat darah tinggi dan penyakit gula juga disangkal. Riwayat penyakit

keluarga: tidak ada anggota keluarga yang menderita gejala serupa dengan pasien Pemeriksaan fisik: keadaan umum: sedang, tampak sesak napas. Kesadaran: compos mentis, vital sign: Tekanan darah: 100/70 mmHg, Nadi: 88x/menit, suhu: 36,8 C, respirasi: 28x/menit. Dada/Paru – paru: Inspeksi: simetris, tidak tampak deformitas, tidak terdapat retraksi, tidak tampak jejas Palpasi: terdapat ketinggalan gerak, vocal freitus kiri lebih teraba daripada yang kanan Perkusi: sonor pada region pulmo sinistra dan redup pada region pulmo dextra Auskultasi: SD Vesikuler menurun pada pulmo dextra, ronkhi kasar (+/+). CT Scan paru Kesan: 1. Massa tumor pada mediastrinum inferior posterior dextra (cenderung malignancy) “tumor berada pada tengah rongga antara paru2 kiri dan kanan di tengah2 jantung sebelah kanan bawah bagian belakang” 2. Pendesakan paru dextra (kanan) oleh massa tumor “ 3. Bronchiectasis ( suatu pelebaran abnormal yang menetap dari saluran nafas besar (bronkus) akibat adanya kerusakan pada dinding saluran nafas) pada lap bawah paru dextra 4. Pembesaran Lyphonodi parahiler dextra 5. Destruksi costa IX posterior dan corpus Vth IX Penatalaksanaan Kolaborasi 1. 2. 3. 4. 5.

O2 2 liter/menit Infus D 5% + Tramadol ( meningkatkan gula + pereda nyeri pasca op) Injeksi Ranitidin 2x1 gr (mual muntah) Renadinac 3x250 mg (obat Pereda nyeri) Pamol 3x500 mg (pct)

B. Asuhan Keperawatan A. Pengkajian 1. Identitas pasien: Nama

: Tn. S

Usia

: 59 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

2. Keluhan Utama: Pasien mengatakan nyeri pada dada sebelah kanan. Nyeri dirasakan menjalar sampai ke perut sebelah kiri atas. Pasien juga merasa nyeri setiap kali pasien menarik napas. Napas dirasakan agak sesak. Keluhan ini dirasakan sejak kurang lebih 3 bulan yang lalu dan mulai memberat dalam beberapa minggu ini. Pasien sudah berobat namun,

belum ada perbaikan. Pasien juga mengeluh mual dan muntah, susah makan, BAB dan BAK masih lancar. 3. Riwayat Kesehatan Sekarang: Pasien mengatakan nyeri pada dada sebelah kanan. Nyeri dirasakan menjalar sampai ke perut sebelah kiri atas. Pasien juga merasa nyeri setiap kali pasien menarik napas. Napas dirasakan agak sesak. 4. Riwayat Kesehatan Dahulu: Pasien mengatakan belum pernah menderita gejala serupa, seperti ini sebelumnya.. 5. Riwayat Kesehatan Keluarga Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita gejala serupa dengan pasien. 6. Data Fokus DS DO a. Pasien mengatakan nyeri pada a. Keadaan umum: sedang, tampak sesak dada

sebelah

kanan.

Nyeri

napas. Kesadaran: compos mentis, Vital

dirasakan menjalar sampai ke

Sign: Tekanan darah: 100/70 mmHg,

perut sebelah kiri atas, nyeri

Nadi:

dirasakan setiap kali menarik napas. b. Pasien mengatakan agak sesak saat bernafas. c. Pasien mengatakan keluhan ini dirasakan sejak kurang lebih 3 bulan

yang

lalu

dan

mulai

88x/menit,

suhu:

36,8

C,

respirasi: 28x/menit. b. Pemeriksaan dada/Paru – paru: Inspeksi: simetris, tidak tampak deformitas, tidak terdapat retraksi, tidak tampak jejas Palpasi: terdapat ketinggalan gerak, vocal freitus kiri lebih teraba daripada

beberapa

yang kanan Perkusi: sonor pada region pulmo

minggu ini. d. Pasien mengatakan sudah berobat

sinistra dan redup pada region pulmo

memberat

dalam

namun, belum ada perbaikan. e. Pasien mengatakan mual dan muntah, susah makan, BAB dan BAK masih lancar.

dextra Auskultasi: SD Vesikuler menurun pada pulmo dextra, ronkhi kasar (+/+). c. CT Scan paru Kesan: 1) Massa tumor pada mediastrinum inferior posterior dextra (cenderung malignancy) 2) Pendesakan paru dextra oleh massa

tumor 3) Bronchiectasis pada lap bawah paru dextra 4) Pembesaran Lyphonodi parahiler dextra 5) Destruksi costa IX posterior dan corpus Vth IX 6. Pasien diberikan terapi oksigen 2 liter/menit, Infus D 5% + Tramadol, Injeksi Ranitidin 2x1 gr, Renadinac 3x250 mg, Pamol 3x500 mg.

7. Analisa Data Data Fokus DS: a. Pasien mengatakan agak sesak saat bernafas. b. Pasien mengatakan keluhan

ini

dirasakan

sejak kurang bulan

yang

lebih 3 lalu

dan

mulai memberat dalam beberapa minggu ini. c. Pasien mengatakan sudah berobat namun, belum ada perbaikan. DO: a. Keadaan umum: sedang, tampak

sesak

Kesadaran:

napas. compos

mentis,

Vital

Sign:

Tekanan

darah:

100/70

mmHg, Nadi: 88x/menit,

Masalah Keperawatan Pola nafas tidak efektif

Etiologi Penurunan paru.

ekspansi

suhu: 36,8 C, respirasi: 28x/menit.

Terpasang

oksigen 2 liter/menit. b. Pemeriksaan dada/Paru – paru: Inspeksi:

simetris,

tidak

tampak deformitas, tidak terdapat

retraksi,

tampak jejas Palpasi:

tidak terdapat

ketinggalan gerak, vocal freitus kiri lebih teraba daripada yang kanan d. CT Scan paru Kesan: 1) Massa tumor pada mediastrinum posterior

inferior dextra

(cenderung malignancy) 2) Pendesakan paru dextra oleh massa tumor 3) Bronchiectasis pada lap bawah paru dextra 4) Pembesaran Lyphonodi parahiler dextra costa

5) Destruksi

IX

posterior dan corpus Vth IX DS: DO: Perkusi: sonor pada region pulmo sinistra dan redup pada region pulmo dextra Auskultasi: SD Vesikuler

menurun pada pulmo dextra, ronkhi kasar (+/+).

DS: a. Pasien mengatakan nyeri

Nyeri

Lesi dan infasi kanker pleura

pada dada sebelah kanan. b. Pasien mengatakan yeri dirasakan

menjalar

sampai ke perut sebelah kiri atas, nyeri dirasakan setiap

kali

menarik

napas. DO: a. Pasien terpasang Infus D 5% + Tramadol Pasien di berikan terapi Renadinac 3x250 mg. e. CT Scan paru Kesan: 1) Massa tumor pada mediastrinum posterior

inferior dextra

(cenderung malignancy) 2) Pendesakan paru dextra oleh massa tumor 3) Bronchiectasis pada lap bawah paru dextra 4) Pembesaran Lyphonodi parahiler dextra 5) Destruksi costa

IX

posterior dan corpus Vth IX DS:

Gangguan Nutrisi

intake tidak adekuat

a. Pasien mengatakan mual dan muntah b. Pasien mengatakan susah makan, BAB dan BAK masih lancar. DO: Pasien diberikan

terapi

Ranitidin 2x1 gr B. Diagnosa Keperawatan 1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru. 2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungn dengan kehilangan fungsi silia jalan nafas, peningkatan jumlah/ viskositas sekret paru, meningkatnya tahanan jalan nafas. 3. Nyeri berhubungan dengan lesi dan infasi kanker pleura. 4. Gangguan nutrisi berhubungan dengan intake tidak adekuat. C. Intervensi Keperawatan Tujuan: Kriteria Hasil: Intervensi 1. Auskultasi suara nafas, catat 1. adanya suara tambahan. 2. Monitor respirasi dan

status

oksigen. 3. Posisikan

untuk

pasien

Rasional

memaksimalkan ventilasi. 4. Lakukan fisioterapi dada. 5. Ajarkan latihan nafas dalam.

Tujuan: Kriteria Hasil: Intervensi

Rasional

1.

BAB IV EVIDANCE BASED A. Penatalaksanaan Terkait Jurnal Terlampir pada PDF file:///C:/Users/acer/Downloads/JRI-2017-37-1-60.pdf

BAB V KESIMPULAN & SARAN

A. KESIMPULAN B. SARAN

DAFTAR PUSTAKA Nanda International. 2011. Diagnosis keperawatan defnisi dan klasifikasi 2009- 2011. Jakarta: EGC.

Related Documents


More Documents from "Eka Rahayu"

Kelompok Kmb Ca Paru
August 2019 21
Mtkkk.docx
December 2019 10
1.docx
July 2020 5
Rab Kampus 4 Baru Ppn.xlsx
December 2019 21