Kelompok I Fitokimia.docx

  • Uploaded by: ELIYAROSA
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kelompok I Fitokimia.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,746
  • Pages: 25
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Produktivitas padi di Indonesia diketahui masih sangat rendah yakni 5,7 ton per hektar. Rendahnya hasil produktivitas padi ini diyakini salah satunya penyebabnya adalah serangan gulma yang dapat menyebabkan penurunan produktivitas padi 23 % hingga 61%. Umumnya petani menggunakan herbisida sintetis untuk mengendalikan gulma, namun kenyataannya berdampak pada penurunan produktivitas tanah, keracunan pada manusia dan organisme bukan sasaran serta memunculkan gulma resisten. Penggunaan herbisida nabati dengan memanfaatkan bahan dari alam atau sisa tumbuhan menjadi alternatif untuk menanggulangi gulma. Kulit buah Jengkol (Pithecellobium jiringa) selama ini tergolong limbah organik yang berserakan di pasar tradisional dan tidak memberikan nilai ekonomis. Sampah organik ini mengotori lingkungan dan parahnya turut memberi kontrribusi pada banjir yang terjadi di daerah. Hal tersebut menunjukkan bahwa perhatian akan kulit jengkol masih sangat kurang, terbukti dengan dikategorikannya menjadi sampah organik yang mengganggu. Gulma adalah tanaman penggangu yang tumbuh di sekitar tanaman yang dibudidayakan, apabila tidak dikendalikan, gulma akan menimbulkan persaingan dengan tanaman pokok yang dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan tanaman padi. Penurunan hasil padi sawah karena persaingan dengan gulma berkisar 25-50% Sundaru et al. (1976). Untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan gulma, maka perlu dilakukan pengendalian sebelum menimbulkan persaingan dengan padi. Ada beberapa cara pengendalian gulma, namun yang biasa dilakukan pada lahan padi sawah adalah secara manual

dan

kimiawi dengan herbisida sintetis.

Pengendalian gulma secara manual membutuh waktu kurang lebih 15 hari kerja untuk luasan satu hektar. Perkembangan terakhir menunjukkan upah buruh tani semakin mahal menyebabkan pengendalian gulma dengan penyiangan kurang efisien; ini mendorong petani untuk menggunakan herbisida sintetis (Rahayu, 2001).

Herbisida sintetis walaupun dapat memberikan hasil yang memuaskan untuk menekan pertumbuhan gulma tetapi banyak masalah yang ditimbulkan. Selain harganya mahal, herbisida sintetis dapat menimbulkan pencemaran, menurunkan sifat fisik tanah, dapat menyebabkan keracunan pada tanaman dan membunuh organisme bukan sasaran serta meninggalkan residu pada produk yang dikonsumsi manusia (Rahayu, 2001). Menurut Subha-Rao (1995) residu herbisida dapat bertahan di dalam tanah mulai 1 bulan sampai 18 bulan; ini dapat berpengaruh terhadap tanaman dan manusia. Adanya kerugian akibat herbisida sintetis, kiranya perlu digali potensi penggunaan herbisida alami (bioherbisida) untuk padi sawah seperti penggunaan kulit buah jengkol, selama ini pemanfaatan jengkol terbatas pada pengguanaan bijinya sebagai bahan makanan. Memang dalam biji jengkol terkandung berbagai senyawa yang dibuthkan oleh tubuh selain rasanya yang memang lezat, namun ternyata dalam kulit jengkol yang terbuang dan tidak memiliki nilai jual tersebut terkandung senyawa-senyawa yang dapat dijadikan berbagai bahan yang berguna bagi manusia dan ramah lingkungan. Menurut Enni dan Kripinus (1998) kulit buah

jengkol

mengandung senyawa

penghambat dari berbagai asam lemak rantai panjang dan asam fenolat. Dua golongan senyawa ini merupakan dua di antara 19 senyawa pertumbuhan tanaman lain (Einheling, 1995). Dalam kulit jengkol bahkan terkandung alkaloid, terpenoid, saponin dan asam fenolat. Asam fenolat ini di dalamnya termasuk flavonoid dan tanin. Tanin ini terdapat pada berbagai tumbuhan berkayu dan herba, berperan sebagai pertahanan tumbuhan dengan cara menghalangi serangga dalam mencerna makanan. Serangga yang memakan tumbuhan dengan kandungan tanin tinggi akan memperoleh sedikit makanan, akibatnya akan terjadi penurunan pertumbuhan (Howe & Westley; 1988). Pada prinsipnya kulit buah jengkol bisa digunakan sebagai herbisida alami untuk mengendalikan gulma melalui pemanfaatan mekanisme alelopati

secara tidak langsung.

1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah cara memanfaatkan kulit buah jengkol sebagai bioherbisida gulma? 2. Bagaimanakah pengaruh konsentrasi ekstrak kulit buah jengkol pada konsterasi yang berbeda-beda terhadap gulma jagung ? 3. Adakah pengaruh kecepatan pertumbuhan jagung terhaap pemberian ektrak kulit buah jengkol ? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui apakah ektrak kulit buah jengkol mampu mengendalikan gulma 2. Mentahui konsentrasi ektrak kulit ua jengkol yang berbeda mampu membunuh gulma. 3. Mengetahui pengaruh ektrak kulit buah jengkol dapat mengendalikan gulma 4. Mengeahui pengaruh kecepatan pertumbuhan jagung dengan pemberian ektrak kulit buah jengkol/ 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Menambah pengetahuan tentang potensi alelokimia ekstrak kulit buah jengkol sebagai bioherbisida untuk mengendaliakn gulma 2. Bagi Pendidikan Memberikan informasi tentang senyawa kimia yang terdapat pada kulit buah jengkol yang dapat dijadikan sebagai bioerbisida serta dapat diimplementasikan dalam pembelajaran di kelas. 3. Bagi Masyarakat atau Pertanian

a. Dapat mengurangi penggunaan herbisida kimia dalam dunia pertanian. b. Memberikan informasi mengenai pemanfaatan senyawa kulit buah jengkol. c. Mendukung program pertanian ramah lingkungan yang berkelanutan sehingga di hasilkan produk prtanian yang lebih sehat dan aman untuk di konsumsi. d. Dapat memberikan manfaat kepada masyarakat umum dan usaha-usaaha kecil menengah untuk memanfaatkan kulit buah jengkol sebagai bioherbisida. d. Mengurangi penggunaan herbisida kimia dalam dunia pertanian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Jegkol Tumbuhan jengkol atau lebih dikenal dengan tumbuhan jering adalah termasuk dalam famili Fabaceae (suku biji-bijian). Tumbuhan kulit buah jengkol atau jering dengan nama Latinnya yaitu (Pithecellobium lobatum Benth.) dengan sinonimnya yaitu A. Jiringan, Pithecellobium jiringa dan Archindendron Paciflorum adalah tumbuhan khas di wilayah Asia Tenggara. Ciri-ciri morfologi tumbuhan jengkol sebagai berikut: Batang : Tinggi yaitu 20 m, tegak, bulat, berkayu, licin, percabangan simpodial, cokelat kotor. Daun : Majemuk, lonjong, berhadapan, panjang 10-20 cm, lebar 5- 15 cm, tepi rata, ujung runcing, pangkal membulat, pertulangan menyirip, tangkai panjang 0,1-1 cm, warna hijau tua. 9 10 Bunga : Struktur majemuk, berbentuk seperti tandan, diujung batang dan ketiak daun, tangkai bulat, panjang ± 3 cm, berwarna ungu kulitnya, benang sari kuning, putik silindris berwarna kuning, mahkota lonjong berwarna puti kekuningan. Buah : Bulat pipih berwarna coklat kehitaman, Biji

: Berkeping dua

Akar

: Berakar tunggang.

Klasifikasi Tanaman Jengkol Klasifikasi Ilmiah Jengkol adalah sebagai berikut: Kingdom

: Plantae

Subkingdom

: Tracheobionta

Divisi

: Magnoliophyta (berbunga)

Kelas

: Magnoliopsida (dikotil)

Ordo

: Fabales

Famili

: Mimosaceae (polong-polongan)

Genus

: Pithecellobium

Spesies

: Pithecellobium lobatum (Benth.)1

Kandungan Kimia yang terdapat kulit buah jengkol Kulit jengkol bersifat toksik karena mengandung senyawa kimia alkaloid, terpenoid, saponin, dan asam fenolat. Di dalam asam fenolat mengandung flavonoid dan tanin yang terdapat pada tumbuhan berkayu dan herba. Tanin dapat berperan sebagai pertahanan tumbuhan dengan cara menghalangi serangga dalam mencerna makanan. Serangga yang memakan tumbuhan dengan kandungan tanin tinggi akan menyebabkan sedikit makannya sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan populasi (Wiasih, et al., 2013). Berdasarkan uji senyawa kimia, ternyata kulit jengkol yang didekomposisi selama lima hari banyak mengandung senyawa penghambat, yaitu berbagai macam asam lemak rantai panjang dan fenolat. Dua golongan senyawa ini termasuk ke dalam senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan tumbuhan lain (Syam, et al., 2010). Kulit buah jengkol segar mengandung senyawa fenolat 39.000 ppm (setara 3.95 mg kg-1 ), flavonoid 3000 ppm (0.3 mg kg-1 ), terpenoid dan alkaloid (Muslim et al., 2012; Nurjanah, 2013). Jika terdekomposisi dalam tanah sawah membentuk alkaloid, terpenoid, steroid dan asam lemak rantai panjang serta asam fenolat; kandungan tertinggi adalah asam fenolat (Nurjannah et al., 2013). Senyawa tersebut bersifat alelokemis, yaitu dapat menghambat pertumbuhan tumbuhan lain melalui pemanfaatan alelopat yang terdapat dalam kulit buah jengkol. Mekanisme pengaruh alelokimia menghambat pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan sasaran melalui serangkaian proses yang cukup kompleks (Blum, 2011). Nurjannah

et

al.

(2007)

melaporkan

pengendalian

gulma

dengan

menggunakan kulit buah jengkol segar hanya mampu menekan pertumbuhan gulma pada awal pertanaman padi yaitu sampai umur tanaman enam minggu. Aplikasi kulit buah jengkol saat tanam dan satu minggu setelah tanam lebih menghambat pertumbuhan akar rumput tuton (Echinocloa crus-galli) bila dibandingkan dengan aplikasi dua minggu setelah tanam; namun terjadi respon sebaliknya pada pertumbuhan tajuk (Nurjannah, 2013). Penelitian berikutnya membuktikan bahwa hambatan

pertumbuhan kecambah padi pada konsenrasi 100 g L-1 lebih besar bila dibandingkan dengan konsentrasi 20-60 g L-1 (Nurjanah et al., 2016). Setiap senyawa metabolit sekunder san sulfur yang diuji mempunyai kemampuan yang berbeda dalam membunuh atau mengenalikan hama. Hal ini telah di kemukakan oleh aminah el al (2001, uji fitokimia di lakukan terhadap senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tannin karena senyawa tersebut dapat berfungsi sebagai inteksida. Tannin merupakan senyawa yang banyak terdapat pada tanaman hiau. Tannnin tahan terhaap perombakan atau fermentasi selain itu menurunkan kemampuan binatang untuk mengkonsumsi tanaman atau mencegah pembusukan daun pada pohon. Tannin bekerja sebagai zat astrigent, menyusutkan jaringan dan menutup struktur protein pada kulit dan mukosa ( Heatlink, 2000 ). Saponin bekerja menurunkan tegangan permukaan elaput mukosa straktus digestivus larva sehingga menjadi korosif pada akhirnya rusak. Flavonoid berfungsi sebagai zat yang mengganggu metabolisme energi dalam mitokondria dengan menghambat system pengangkutan elektron. Senyawa Metabolit Sekunder Metabolit sekunder adalah senyawa metabolit yang tidak esensial bagi pertumbuhan organisme dan ditemukan dalam bentuk yang unik atau berbeda- beda antara spesies yang satu dan lainnya. Fungsi metabolit sekunder adalah untuk mempertahankan diri dari kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, misalnya untuk mengatasi hama dan penyakit, menarik polinator, dan sebagai molekul sinyal. Identifikasi kandungan metabolit sekunder merupakan langkah awal yang penting dalam penelitian pencarian senyawa bioaktif baru dari bahan alam yang dapat menjadi prekursor bagi sintesis obat baru atau prototipe obat beraktivitas tertentu (Rasyid, 2012). 1. Terpenoid Terpenoid merupakan komponen yang biasa ditemukan dalam minyak atsiri. Sebagian besar terpenoid mengandung atom karbon yang jumlahnya merupakan kelipatan lima. Terpenoid mempunyai kerangka karbon yang terdiri dari dua atau lebih unit C5 yang disebut unit isopren. Berdasarkan jumlah atom C yang terdapat pada kerangkanya, terpenoid dapat dibagi menjadi hemiterpen dengan 5 8 atom C, monoterpen dengan 10 atom C, seskuiterpen dengan 15 atom C, diterpen dengan 20

atom C, triterpen dengan 30 atom C, dan seterusnya sampai dengan politerpen dengan atom C lebih dari 40 (Nurhidayat, 2016). Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang nisbi rumit, kebanyakan berupa alkohol, aldehida, atau asam karboksilat. Mereka berupa senyawa tanpa warna, berbentuk kristal, seringkali bertitik leleh tinggi, dan aktif optik, yang umumnya sukar dicirikan karena tak ada kereaktifan kimianya. Uji yang banyak digunakan adalah reaksi LiebermanBurchard (anhidrida asetat-H2SO4 pekat) yang dengan kebanyakan triterpena dan sterol memberikan warna hijau-biru. Sterol dianggap senyawa satwa (sebagai hormon kelamin, asam empedu, dan lainlain), tetapi pada tahun-tahun terakhir ini makin banyak senyawa tersebut yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan. Tiga senyawa yang biasa disebut “fitosterol” mungkin terdapat pada setiap tumbuhan tinggi : sitosterol, stigmasterol, dan kampesterol (Harborne, 1987). Gonzalo et al., (2006), telah berhasil mengisolasi senyawa 19-β-D- Glucopyranosyl-6,7-dihidroxykaurenoate (1) dari Pithecellobium albicans. Sementara itu, De Castro and Vilela (1997), berhasil mengisolasi senyawa Glucosylsterol (2), acetyl derivative of 2 (2 a), acyl steryl glycosides (3, 4) dari Pithecellobium cauliflorum.

2. Flavonoid

Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa bahan alam yang banyak ditemukan pada tumbuhan. Flavonoid pada umumnya mempunyai kerangka flavon C6-C3-C6, dengan tiga atom karbon sebagai jembatan antara gugus fenil yang biasanya juga terdapat atom oksigen (Nurhidayat, 2016).

Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur, yaitu flavonoid (1,3-diaril propana), isoflavonoid (1,2-diaril propana), neoflavonoid (1,1-diaril propana)

Saxena and Singhal (1998), telah berhasil mengisolasi tiga senyawa dari golongan flavonoid, yaitu senyawa 3’-Prenylapigenine-7-O-rutinoside (6), 3’Prenylapigenine (7), 3’-Prenylapigenine-7-O- β-D-Glucopyranoside (8) dari Pithecellobium dulce

Hasan et al., (2012), telah berhasil mengisolasi senyawa isovestisol (9), Medicarpin (10), Sativan (11) dari Sesbania grandiflora

Berdasarkan Jurnal Analisis secara fitokimia pada ekstrak kulit etanol jengkol

No

1

Identifikasi

Alkaloid Ekstrak +

Hasil Pustaka

Sebelum uji

Setelah Uji

Terbentuk endapan

Warna ekstrak yang

Terbentuk

putih atau krem

di hasilkan coklat tua endapan krem

Kental

lima

tetes (Harbone,1987)

kloroform + 5 tetes

pereaksi

meyer

2

Flavonoid

Perubahan larutan

Ekstrak kental + satu gram Mg +

warna

Warna ekstrak yang

Larutan

menjadi di hasilkan coklat tua berubah

mera,kuning

atau

jingga

1 ml HCL pekat (Harbone,1987)

menjadi merah

3

Saponin

Terbentuk setinggi

Esktrak

kental

dipanaskan selama 5 menit dan

4

di

busa

Warna ekstrak yang

Terbentuk busa

sekurang di hasilkan coklat tua kurang lebih 1

lebih 1 cm dan

cm

stabil

selama

selama

15

menit

stabil 15

menit

kcok

selama 5 menit

(Harbone,1987)

Tanin

Perubahan

warna

Warna ekstrak yang

Perubahan

menjadi biru tua di hasilkan coklat tua warna Ekstrak kental + FeCl3

atau

hitam

larutan

menjadi hitam

kehijauan

kehijauan

(Harbone,1987)

5

Sulfur

Perubahan

warna

Warna ekstrak yang

Perubahan

larutan kecoklatan di hasilkan coklat tua warna Ekstrak kental + NaOH 40% +

dengan

ada

endapan

menjadi coklat muda

Pb Acetat

larutan

dengan

ada endapan (Wuryanti Murnah,2009 )

&

2.2 Jagung Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari bulir), dibuat tepung (dari bulir, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung bulir dan tepung tongkolnya). Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural. Jagung yang telah direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan farmasi. Ciri-ciri: 1. Panjang 2. Berisi 3. Ada buahya

Klasifikasi ilmiah 

Kerajaan: Plantae



(tidak termasuk) Monocots



(tidak termasuk) Commelinids



Ordo: Poales



Famili: Poaceae



Genus: Zea



Spesies: Z. mays



Nama: binomial

Klasifikasi Tongkol jagung dengan bulir beraneka warna.

Berdasarkan temuan-temuan genetik, antropologi, dan arkeologi diketahui bahwa daerah asal jagung adalah Amerika Tengah (Meksiko bagian selatan). Budidaya jagung telah dilakukan di daerah ini 10.000 tahun yang lalu, lalu teknologi ini dibawa ke Amerika Selatan (Ekuador) sekitar 7000 tahun yang lalu, dan mencapai daerah pegunungan di selatan Peru pada 4.000 tahun yang lalu. [1] Kajian filogenetik menunjukkan bahwa jagung budidaya (Zea mays ssp. mays) merupakan keturunan langsung dari teosinte (Zea mays ssp. parviglumis). Dalam proses domestikasinya, yang berlangsung paling tidak 7.000 tahun oleh penduduk asli setempat, masuk gen-gen dari subspesies lain, terutama Zea mays ssp. mexicana. Istilah teosinte sebenarnya digunakan untuk menggambarkan semua spesies dalam genus Zea, kecuali Zea mays ssp. mays. Proses domestikasi menjadikan jagung merupakan satu-satunya spesies tumbuhan yang tidak dapat hidup secara liar di alam. Hingga kini dikenal 50.000 kultivar jagung, baik yang terbentuk secara alami maupun dirakit melalui pemuliaan tanaman. Kandungan Biji Biji jagung kaya akan karbohidrat. Sebagian besar berada pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin. Pada jagung ketan, sebagian besar atau seluruh patinya merupakan amilopektin. Perbedaan ini tidak banyak berpengaruh pada kandungan gizi, tetapi lebih berarti dalam pengolahan sebagai bahan pangan. Jagung manis diketahui mengandung amilopektin lebih rendah tetapi mengalami peningkatan fitoglikogen dan sukrosa.

Kandungan gizi Jagung per 100 gram bahan adalah: 1. Kalori : 355 Kalori 2. Protein : 9,2 gr 3. Lemak : 3,9 gr 4. Karbohidrat : 73,7 gr 5. Kalsium : 10 mg 6. Fosfor : 256 mg 7. Ferrum : 2,4 mg 8. Vitamin A : 510 SI

9. Vitamin B1 : 0,38 mg 10. Air : 12 gr Dan bagian yang dapat dimakan 90 %. Untuk ukuran yang sama, meski jagung mempunyai kandungan karbohidrat yang lebih rendah, namum mempunyai kandungan protein yang lebih banyak. Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari.

Pemanfaatan Selain sebagai bahan pangan dan bahan baku pakan, saat ini jagung juga dijadikan sebagai sumber energi alternatif. Lebih dari itu, saripati jagung dapat diubah menjadi polimer sebagai bahan campuran pengganti fungsi utama plastik. Salah satu perusahaan di Jepang telah mencampur polimer jagung dan plastik menjadi bahan baku casing komputer yang siap dipasarkan. Produksi jagung dan perdagangan dunia Provinsi penghasil jagung di Indonesia : Jawa Timur : 5 jt ton; Jawa Tengah : 3,3 jt ton; Lampung : 2 jt ton; Sulawesi Selatan: 1,3 jt ton; Sumatera Utara : 1,2 jt ton; Jawa Barat : 700 – 800 rb ton, sisa lainnya (NTT, NTB, Jambi dan Gorontalo) dengan rata-rata produksi jagung nasional 16 jt ton per tahun. Produsen jagung terbesar saat ini adalah Amerika Serikat (38,85% dari total produksi dunia), diikuti China 20,97%; Brazil 6,45%; Mexico 3,16%; India 2,34%; Afrika Selatan 1,61%; Ukraina 1,44% dan Canada 1,34%. Sedangkan untuk negara-negara Uni Eropa sebanyak 7,92% dan negara-negara lainnya 14,34%. Total produksi jagung pada tahun 2008/2009 adalah sebesar 791,3 juta MT.

2.3 Gulma Pengertian GULMA Menurut Beberapa Ahli 1).

Mangoensoekarjo (1983) : ” Gulma adalah tumbuhan pengganggu yang nilainya

negatif apabila tumbuhan tersebut merugikan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebaliknya tumbuhan dikatakan memiliki nilai positif apabila mempunyai manfaat atau daya guna bagi manusia “.

2).

Sutidjo (1974) : ” Gulma adalah tumbuhan yang tumbuh tidak sesuai dengan

tempatnya dan tidak dikehendaki serta mempunyai nilai negatif “. 3).

Nasution (1986) : ” Gulma merupakan tumbuh-tumbuhan yang tumbuh pada tempat

yang tidak diinginkan sehingga menimbulkan kerugian bagi kehidupan manusia. Kerugian yang ditimbulkan antara lain pengaruh persaingan (kompetisi) mengurangi ketersediaan unsur hara tanaman mendorong efek allelophaty “. 4).

Anderson (1977) : ” Gulma didefinisikan sebagai tumbuhan yang tumbuh pada

tempat yang tidak diinginkan oleh manusia. Dengan demikian apa saja termasuk tanaman budidaya dapat dipandang sebagai gulma apabila tumbuh pada tempat yang tidak diinginkan. Tumbuhan yang lebih lazim sebagai gulma biasanya cendrung mempunyai sifat-sifat atau ciri khas tertentu yang memungkinkanya untuk mudah tersebar luas dan mampu menimbulkan kerugian dan gangguan “. 5).

Sukman dan Yakub (1995) : “Gulma yaitu tumbuhan liar yang dapat berkembang

biak secara vegetatif maupun generatif dan biji yang dihasilkan secara vegetatif maupun generatif adalah dengan rhizoma,stolon,dll. Pembiakan melalui spora umumnya dilakukan oleh bangsa pakisan sedangkan pembiakan biji dilakukan oleh bangsa gulma semusim atau tahunan“. 6).

Soerjani (1998) dalam Sukman dan Yakub (1991) : “Mendefinisikan gulma sebagai

tumbuhan yang peranan, potensi, dan hakikat kehadirannya belum sepenuhnya diketahui“. 7).

Ashton dan Monaco (1991) : “Gulma merupakan pesaing alami yang kuat bagi

tanamanbudidaya dikarenakan mampu memproduksi biji dalam jumlah yang banyak sehingga kerapatannya tinggi, perkecambahannya cepat, pertumbuhan awal cepatdan daur hidup lama“. 8).

Beal Cicit, Sojani (19987) : “Gulma merupakan suatu tumbuhan yang tumbuhnya

salah tempat”. 9).

Soerjani (1974) ; theo 197 ; Tjitosoedirdjo (1984) : “Gilma adalah suatu tumbuhan

yang tumbuhnya tidak dikehendaki oleh manusia”. 10).

Koestono (2004) : “Gulma adalah tumbuhan yang keberadaannya dapat

menimbulkan gangguan dan kerusakan bagi tanaman budidaya maupun aktifitas manusia dalam mengelola usaha taninya“.

11).

Yakub (1994) : “Gulma adalah segala tanaman yang tumbuh pada tempat yang

tidak diinginkan. Bunga mawar pun, jika tumbuh ditengah sayuran juga termasuk gulma. Kebanyakan gulma adalah tanaman yang cepat tumbuh dan dapat menghasilkan sejumlah besar biji dalam waktu singkat“. Klasifikasi Gulma dan Jenis-jenis Gulma Klasifikasi gulma diperlukan untuk mempelajari karakteristik dan ciri-ciri gulma, dengan tujuan untuk mempelajari manfaat dan cara pengendaliannya. Masing-masing kelompok gulma memperlihatkan ciri-ciri, karakteristik dan cara pengendaliannya. Pengelompokan gulma bermanfaat untuk membantu manusia mengetahui dan mengenal jenis-jenis dan karakteristiknya sehingga kita dapat melakukan aplikasi herbisida secara tepat dan benar sesuai dengan jenis gulma sasaran. Berikut ini klasifikasi gulma yang dikelompokkan berdasarkan morfologi, siklus hidup, habitat tumbuh, dan berdasarkan pengaruhnya terhadap tanaman. Klasifikasi Gulma Berdasarkan Morfologi dan Biotani Berdasarkan morfologi dan biotaninya, gulma dikelompokkan menjadi golongan yaitu golongan rumput (grasses) famili poaceae Gramineae), golongan teki (sedges) famili Cyperaceae, dan golongan daun lebar (Broadleaves/herbaceous) 1). Gulma golongan rumput (Grasses) Gulma golongan rumput (grasses) termasuk dalam suku/famili Gramineae/Poaceae. Ciri-ciri umum gulma golongan rumput antara lain memiliki batang bulat atau agak pipih dan rata-rata berongga. Daun-daun soliter pada buku-buku (ruas), tersusun dalam dua deret, umumnya memiliki tulang daun sejajar. Gulma terdiri atas dua bagian, yaitu pelepah daun dan helaian daun. Daun pada umumnya berbentuk garus dengan tepi yang rata. Lidah-lidah daun sering kelihatan jelas pada batas antara pelepah daun dan helaian daun. Dasar karangan bunga satuannya anak bulir (spikelet) yang dapat bertangkaiatau tidak (sessilis). Masing-masing anak bulir tersusun atas satu atau lebih bunga kecil (floret), di mana tiap-tiap bunga kecil biasanya dikelilingi olehsepasang daun pelindung (bractea) yang tidak sama besarnya, yang besar disebut lemna dan yang kecil disebut palea.Buah disebut caryopsis atau grain.Gulma dalam kelompok ini berdaun sempit seperti teki tetapi menghasilkan stolon. Stolon ini di dalam tanah berbentuk jaringan rumit yang sulit diatasi secara mekanik.

2). Gulma golongan teki (sedges) Gulma golongan teki termasuk dalam familia Cyperaceae. Batangumumnya berbentuk segitiga, kadang-kadang juga bulat dan biasanya tidak berongga. Daun tersusun dalam tiga deretan, tidak memiliki lidah-lidah daun(ligula). Ibu tangkai karangan bunga tidak berbuku-buku. Bunga sering dalam bulir (spica) atau anak bulir, biasanya dilindungi oleh suatu daun pelindung.Buahnya tidak membuka. Kelompok teki – tekian memiliki daya tahan luar biasa terhadap pengendalian mekanis, karena memiliki umbi batang di dalam tanah yang mampu bertahan berbulan – bulan. 3). Golongan gulma daun lebar (Broadleaves) Gulma berdaun lebar umumnya termasuk Dicotyledoneae danPteridophyta. Daun lebar dengan tulang daun berbentuk jala. Gulma ini biasanya tumbuh pada akhir masa budi daya. Kompetisi terhadap tanamanutama berupa kompetisi cahaya. 2.

Klasifikasi Gulma Berdasarkan Siklus Hidup

Berdasarkan siklus hidupnya, gulma dapat dibedakan menjadi gulma semusim (annual weeds), gulma dua musim (biannual weeds), dan gulma tahunan (perennial weeds). 1). Gulma Semusim (Annual Weeds) Siklus hidup gulma semusim mulai dari berkecambah, berproduksi, sampai akhimya mati berlangsung selama satu tahun. Pada umumnya, gulma semusim mudah dikendalikan, namun pertumbuhannya sangat cepat karena produksi biji sangat banyak. Oleh karena itu, pengendalian gulma semusim memerlukan biaya yang lebih besar. 2). Gulma Dua Musim (Biannual Weeds) Siklus hidup gulma dua musim lebih dari satu tahun, namun tidak lebih dari dua tahun. Pada tahun pertama gulma ini menghasilkan bentuk roset, pada tahun kedua berbunga, menghasilkan biji, dan akhimya mati. Pada periode roset, gulma jenis ini pada umumnya sensitif terhadap herbisida. 3). Gulma Tahunan (Perennial Weeds) Siklus hidup gulma tahunan lebih dari dua tahun dan mungkin tidak terbatas (menahun). Jenis gulma ini kebanyakan berkembang biak dengan biji, meskipun ada juga

yang berkembang biak secara vegetatif. Gulma tahunan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Misalnya, pada musim kemarau jenis gulma ini seolah-olah mati karena ada bagian yang mengering, namun bila ketersediaan air cukup, gulma akan segera bersemi kembali. Jenis – Jenis Gulma pada Padi dan Jagung Aplikasi kulit buah jengkol saat tanam dan satu minggu setelah tanam lebih menghambat pertumbuhan akar rumput tuton (Echinocloa crus-galli) bila dibandingkan dengan aplikasi dua minggu setelah tanam; namun terjadi respon sebaliknya pada pertumbuhan tajuk (Nurjannah, 2013). Selain itu gulma yang da di lahan sawah organik dan anorganik : 1. Monochoria vaginalis (Gulma berdaun lebar) Tumbuhan tahunan yan berdaun lebar di temukan di sawah. Daunnya pada waktu muda berbentuk panjang dan sempit kemudin berbentuk lanset sedangkan yang sudah tua berbentuk bulat telur,bulat memanjang, bunganya berwarna biru keunguan dengan kedudukan yang berlawanan dengan kedudukan daun. Bunganya berjumlah sebanyak 325 bunga, terbuka secara serentak. Perhiasan bunga panjang 11-15 cm tangkai bunga 4-25 mm, kepala putik melengkung. Berkembang biak melalui biji, tempat tumbunya di tanah berawa terutama di sawah-sawah. 2. Sphenolaclea zeylanica gaertn ( Gulma berdaun lebar ) Gulma berdaun lebar species Sphenolaclea zeylanica gaertn merupakan tumbuhan setahun, termasuk ke dalam jenis berdaun lebar. Gulma Species Sphenoclea zeylanica gaertn di temukan di sawah akar berbentuk tali, batang berongga, bunga putih berbentuk bulir, berkembang biak melaui biji, habitatnya di sawah yang sealu tergenangi dan rawa. 3. Paspalun disticlum Gulma rumput spesies ini merupakan tumbuhan tahuna jenis rumput yang di temukan di sawah karangan bunga bercabang dua. Gulma ini berekmbang biak mlalui potongan batang di bawah tanah yang menjalar habitat sepanjang salueran irigasi dan dapat bertahan hidup dalam saah yang berdrainase baik tumbuhan mebuat selapis hampran akar yang tebal tepat di bawah permukaan dan ini dapat menghambat arus air irigasi bila gulma tumbuh sepanjang saluran irigasi. 4. Rumput tuton (Echinocloa crus-galli) Gulma jawan (Echinocloa crus-galli) sering sekali ditemukan disela-sela areal pertanaman padi, kemampuan dan sifat serta ciri-ciri fisiknya pun hampir sama persis

dengan tanaman padi. Gulma ini berbatang tegak dan bertandan (5 sd 10 tandan) kemudian merunduk sepanjang 5 sd 21 cm, akar serabut tumbuh pada pangkal batang sedangkan buahnya (kariopsis) berbentuk lonjong dengan tebal dan panjang antara 2 sd 3,5 mm. Biji yang telah tua berwarna coklat sapai hitam dengan bagian bawah tumpul.

3.

Klasifikasi Gulma Berdasarkan Habitat Tumbuh

Berdasarkan habitatnya, gulma dapat dibedakan menjadi gulma air (aquatic weeds) dan gulma daratan (terestrial weeds). 1). Gulma Air (Aquatic Weeds) Pada umumnya, gulma air tumbuh di air, baik mengapung, tenggelam, ataupun setengah tenggelam. Gulma air dapat berupa gulma berdaun sempit, berdaun lebar, ataupun teki-tekian 2). Gulma Daratan (Terestrial Weeds) Gulma daratan tumbuh di darat, antara lain di tegalan dan perkebunan. Jenis gulma daratan yang tumbuh di perkebunan sangat tergantung pada jenis tanaman utama, jenis tanah, iklim, dan pola tanam 4.

Klasifikasi Gulma Berdasarkan Pengaruhnya Terhadap Tanaman Perkebunan Berdasarkan pengaruhnya terhadap tanaman perkebunan, gulma dibedakan menjadi

gulma kelas A, B, C, D, dan E. 1). Gulma Kelas A Gulma yang digolongkan ke dalam kelas A adalah jenis-jenis gulma yang sangat berbahaya bagi tanaman perkebunan sehingga harus diberantas secara tuntas 2). Gulma Kelas B Gulma yang digolongkan sebagai gulma kelas B adalah jenis-jenis gulma yang merugikan tanaman perkebunan sehingga perlu dilakukan tindakan pemberantasan atau pengendalian.

3). Gulma Kelas C Gulma yang digolongkan ke dalam gulma kelas C adalah jenis-jenis gulma atau tumbuhan yang merugikan tanaman perkebunan dan me- merlukan tindakan pengendalian, namun tindakan pengendalian tersebut tergantung pada keadaan, misalnya ketersediaan biaya, atau mempertim- bangkan segi estetika (kebersihan kebun). 4). Gulma Kelas D Gulma yang digolongkan sebagai gulma kelas D adalah jenis-jenis gulma yang kurang merugikan tanaman perkebunan, namun tetap memerlukan pengendalian. 5). Gulma Kelas E Gulma yang digolongkan ke dalam gulma kelas E adalah jenis-jenis gulma yang pada umumnya bermanfaat bagi tanaman perkebunan karena dapat berfungsi sebagai pupuk hijau. Gulma kelas E dibiarkan tumbuh menutupi gawangan tanaman, namun tetap memerlukan tindakan pengen- dalian jika pertumbuhannya sudah menutupi piringan atau jalur tanaman.

BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian yang ekprimental yaitu menguji beberapa konsentrasi ektrak kulit buah jengkol untuk mengendalikan gulma bandotan. Penelitian eksprimental merupakan saah satu jenis penelitian kuantitatif yang sangat kuat mengukur seba akibat yakni membandingkan efek varisi variabel bebas terhadap variabel terikat melalui memanipulasi atau pengenalian variabel bebas tersebut (Taniredja dan Mustafidih, 2011). 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini di lakukan di gang buntu pada lahan kosong yang di batasi dengan 1 x 1 m2 pada waktu 8 maret 2019 - 30 mei 2019. 3.3 Batasan Penelitian Pada penelitian ini di perlukan adanya batasan penelitian agar lingkup penelitian tidak terlalu luas, lebih mudah dan terarah pada saat melakukan pembahasan. Batasan masalah penelitian ini sebagai berikut. 1. Ektrak yang di gunakan adalah ektrak kuliah buah jengkol 2. Gulma yang dikendalikan dalam penelitian ini adalah gulma bandotan, berdaun lebar yang tumbuh pada lahan perkebunan. 3. Parameter yang di amati dari penelitian ini adalah persentase ( % ) kematian gulma ban 4. Waktu dan penelitian yang di kendalikan selama 2 bulan 5. Sifat fisik dan kimi tanah pada laha tempat penelitian tidak di uji 6. Pengaruh pertumbuhan jagung dan gulma terhadap pemberian ektrak kulit buah jengkol pada konsentarasi yang berbeda-beda.

3.3 Metode Penelitian Metodelogi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara ekstraksi dan metode biasa. Dimana terdapat macam-macam metode ekstraksi. Secara

garis besar, ekstraksi dibagi menjadi dua, yaitu ekstraksi panas dan ekstraksi dingin. Pada penelitian ini digunakan ekstraksi dingin menggunakan metode maserasi. Maserasi merupakan suatu teknik ekstraksi dengan melakukan proses perendaman sampel dengan pelarut organik yang sesuai serta dilakukan pada temperatur ruangan. Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel sehingga senyawa metabolit sekunder yang ada di dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstrasi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang dilakukan (Lenny, 2006). Sedangkan metode biasa yaitu sampel yang akan di gunakan langsung dipotong membentuk simplisia lalu di taburkan ke pertanian.

3.5 Alat dan Bahan Alat yang di gunakan dalam penelitian ini adalah blender, pisau, botol-atau wadah tertutup, penyaring, ember, cangkul, alat semprot, neraca analitik, gelas kimia, gelas ukur, spatula,tali plastik, gunting dan gelas ukur. Bahan-ahan yang di gunakan dalam penelitian in adalah kulit buah jengkol, aquades dan bibit jagung serta lahan kecil.

3.6 Prosedur Penelitian Langkah Kerja dengan ekstraksi : 1. Cuci kulit buah jengkol 2. Blender sebanyak 1000 gram + aquades 1000 ml ( dianggap konsentrasi 100 persen ) 3. Disimpan tempat gelap selama 24 jam sambil sesekali di aduk. Setelah 3 kali ekstrak di saring

kemudian di lakukan pengenceran dengan aquades untuk

mendapatkan ekstrak yang sesuai konsentrasi 10 %, 20%, 30 %, 40% pada saat perlakuan.

Langkah kerja dengan sederhana : 1. Kulit buah jengkol dicuci bersih 2. Di potong kecil-kecil hingga membentuk simplisia 3. Lalu di taburkan di tanaman padi yang di tumbuhi gulma padi Prosesnya terjadinya : Kulit buah jengkol akan membusuk sehingga mengeluarkan allelalopati.

DAFTAR PUSTAKA Masriadi.2006. Pengaruh Herbisisda Ekstrak Kulit Buah Jengkol Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung Manis (Zea amays saccaharata Sturt). ( Online ). https://id.pdfcoke.com/doc/155095924/Mpg-Herbisida Hal: 31-35 ( Dikses pada 6 Maret 2019). Nugroho,R.S.2006.Pengaruh Bioherbisida Ekstrak Kulit Buah Jengkol Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai. (Online ).eprints.mercubuanayogya.ac.id/2739/1/ABSTRACK.pdf. ( Diakses Pada 17 Februari 2019 ) Nurjannah,U. 2016. Kajian Alelokimia Kulit Buah Jengkol Pada Gulma Padi Sawah. ( Online ). https://repository.ugm.ac.id/123025/. ( Diakses pada 17 februari 2019 ) Syam,z., dkk. 2011. Vigor Padi (Oryza sativa ) Dengan Pemberian beberapa Konsentrasi Ektrak Kulit Buah Jengkol ( Ptchelobin jiringa (jack) Prain ex King ). ( Online ). jurnalsolum.faperta.unand.ac.id/index.php/solum/article/download/124/147. ( Diakses pada 17 Februari 2019 ).

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:http://digilib.unila.ac.id/29794/3/SK RIPSI%2520TANPA%2520BAB%2520PEMBAHASAN.pdf

http://fokusagrobisnis.blogspot.com/2012/02/pengertian-jagung.html https://mitalom.com/pengelompokan-gulma-mengenal-jenis-jenis-gulma-dan-nama-latinnya/

Related Documents


More Documents from "Wawan"