Kelompok 9.docx

  • Uploaded by: Nalia Resi
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kelompok 9.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,613
  • Pages: 35
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan anugerah yang diberikan oleh Tuhan YME kepada setiap pasangan. Setiap manusia/pasangan tentunya ingin mempunyai anak yang sempurna baik secara fisik maupun psikis. Namun dalam kenyatanya masih

banyak

kira

jumpai

bayi

dilahirkan

dengankeadaan

cacat

bawaan/kelainan kongenital. Kelainan kongenital yang cukup berat merupakan penyebab utama kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan. Maka pada makalah iniakan dibahas tentang neonatus dengan kelainan bawaan yang meliputi meningokel, ensefalokel, hidrosefalus, fimosis, hipospadia serta kelainan metabolic dan endokrin.

B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari kelainan kongeital? 2. Apa saja faktor etiologi dari kelainan kongeital tersebut? 3. Apa saja jenis kelainan kelainan kongeital tersebut? 4. Bagaimana dampak terhadao anak pemilik kelainan kongeital tersebut?

C. Tujuan 1. Memaparkan tentang neonatus dengan kelainan kongenitaL 2. Mengetahui jenis-jenis kelainan pada neonatus

1

BAB II PEMBAHASAN A. PENGERTIAN KELAINAN KONGENITAL Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya. Di samping pemeriksaan fisik, radiologik dan hboratorik untuk menegakkan diagnosis kelainan kongenital setela6 bayi lahir, dikenal pula adanya diagnosis pre/ante-natal kelainan kongenital dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air keruban dan darah janin.

B. FAKTOR ETIOLOGI Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui. Pertumbuhan embrional dan fetal dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersaman. Beberapa faktor etiologi yang diduga dapu mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain: 1. Kelainan genetik dan kromosom Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kejadian kelainan kongenital pada anaknva. DI antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan (“dominant

traits”)

atau

kadang-kadang, 2

sebagai

unsur

resesif.

Penyelidikan dalam hal ini se ring sukar, tetapi adanya kelainan sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-langkah kongenital yang selanjutnya. Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran, maka telah dapat diperiksa kemungkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal serta telah dapat dipertimbangkan tindakantindakan seianjutnya. Beberapa contoh: kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai sindroma Down (mongolisme), kelainan pada kromosom kelamin sebagai sindroma Turner.

2. Faktor mekanik Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan bentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor predisposisi dalam penumbuhan organ itu sendiri akan memptrmudah terjadinya deformitas suatu organ. Sebagai contoh deformitas organ tubuh ialah kelainan talipes pada kaki seperti talipes varus, talipes valgus, talipes equinus dan talipes equinovarus. (clubfoot).

3. Faktor Infeksi Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Adanya infeksi tertentu dalam periode organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam penumbuhan suatu organ tubuh. Infeksi pada trimester pertama di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus pada trimester pertama ialah infeksi oleh virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi Rubella pada trimester pertama dapat menderita kelainan kongenital pada mata sebagai katarak, kelainan pada sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya kelainan jantung bawaan. Beberapa infeksi lain padatrimester pertama yang dapat menimbulkan kelainan kongenital antara

3

lain ialah infeksi virus sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis. Kelainan-kelainan kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada sistem saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroptalmia.

4. Faktor obat Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang balk diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital, walaupun hal MI secara laboratorik belum banyak diketahui secara pasti. Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari pemakaian obat-obatan yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal in] kadang-kadang sukar dihindari karena calon ibu memang terpaksa harus minum obat. Hal ini misalnya pada pemakaian transkuilaiser untuk penyakit tertentu, pemakaian sitostatik atau preparat hormon yang tidak dapat dihindarkan; keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya sebelum kehamilan dan akibatnya terhadap bayi.

5. Faktor umur ibu Telah diketahui bahwa mongolisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. DI bangsal bayi baru lahir Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis ditemukan angka kejadian mongolisme 1,08 per 100 kelahiran hidup dan citemukan risiko relatif sebesar 26,93 untuk kelompok ibu berumur 35 tahun atau lebih; angka kejadian yang ditemukan ialah 1 : 5500 untuk kelompok ibu berumur < 35 tahun, 1 : 600 untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1 : 75 untuk kelompok

4

ibu berumur 40-44 tahun dan 1 : 15 untuk kelompok ibu berumur 45 tahun atau lebih.

6. Faktor hormonal Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian

kelainan

kongenital.

Bayi

yang

dilahirkan

oleh

ibu

hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.

7. Faktor radiasi Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakihatkan mutasi

pada gene

yang mungkin

sekali

dapat

menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya. Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutik sebaiknya dihindarkan dalam masa kehamilan, khususnya pada hamil muda.

8. Faktor gizi Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang balk gizinya. Pada binatang percobaan, adanya defisiensi protein, vitamin A riboflavin, folic acid, thiamin dan lain-lain dapat menaikkan kejadian kelainan kongenital.

C. JENIS-JENIS KELAINAN KONGENITAL 1. Labioskizis/Labiopalatoskizis a. Pengertian

5

Labioskizis/Labiopalatoskizis yaitu kelainan kotak palatine (bagian depan serta samping muka serta langit-langit mulut) tidak menutup dengan sempurna.

b. Etiologi banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing. faktor tersebut antara lain , yaitu : 1) factor Genetik atau keturunan Dimana

material

genetic

dalam

kromosom

yang

mempengaruhi/. Dimana dapat terjadi karena adaya adanya mutasi gen ataupun kelainan kromosom. Pada setiap sel yang normal mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom non-sex ( kromosom 1 s/d 22 ) dan 1 pasang kromosom sex ( kromosom X dan Y ) yang menentukan jenis kelamin. Pada penderita bibir sumbing terjadi Trisomi 13 atau Sindroma Patau dimana ada 3 untai kromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total kromosom pada tiap selnya adalah 47. Jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan gangguan berat pada perkembangan otak, jantung, dan ginjal. Namun kelainan ini sangat jarang terjadi dengan frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi yang lahir.

2) Kurang Nutrisi contohnya defisiensi Zn dan B6, vitamin C pada waktu hamil, kekurangan asam folat. 3) Radiasi 4) Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama. 5) Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin contohnya seperti infeksi Rubella dan Sifilis, toxoplasmosis dan klamidia 6) Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal,

akibat

toksisitas

selama

kecanduan alkohol, terapi penitonin 7) Multifaktoral dan mutasi genetic

6

kehamilan,

misalnya

8) Diplasia ektodermal

c. Patofisiologi Cacat terbentuk pada trimester pertama kehamilan, prosesnya karena tidak terbentuknya mesoderm, pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (proses nasalis dan maksilaris) pecah kembali. Labioskizis terjadi akibat fusi atau penyatuan prominen maksilaris dengan prominen nasalis medial yang diikuti disfusi kedua bibir, rahang, dan palatum pada garis tengah dan kegagalan fusi septum nasi. Gangguan fusi palatum durum serta palatum mole terjadi sekitar kehamilan ke-7 sampai 12 mgg

d. Klasifikasi 1) Berdasarkan organ yang terlibat a) Celah di bibir (labioskizis) b) Celah di gusi (gnatoskizis) c) Celah di langit (palatoskizis) d) Celah dapat terjadi lebih dari satu organ mis = terjadi di bibir dan langit-langit (labiopalatoskizis)

2) Berdasarkan lengkap/tidaknya celah terbentuk Tingkat kelainan bibr sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui adalah : a) Unilateral Incomplete. Jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung. b) Unilateral Complete. Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung. c) Bilateral Complete. Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.

7

e. Gejala dan tanda Ada beberapa gejala dari bibir sumbing yaitu : 1) Terjadi pemisahan langit – langit 2) Terjadi pemisahan bibir 3) Terjadi pemisahan bibir dan langit – langit. 4) Infeksi telinga berulang. 5) Berat badan tidak bertambah. 6) Pada bayi terjadi regurgitasi nasal ketika menyusui yaitu keluarnya air susu dari hidung.

f. Diagnosis Untuk mendiagnosa terjadi celah sumbing pada bayi setelah lahir mudah karena pada celah sumbing mempunyai ciri fisik yang spesifik. Sebetulnya ada pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mengetahui keadaan janin apakah terjadi kelainan atau idak. Walaupun pemeriksaan ini tidak sepenuhya spesifik. Ibu hamil dapat memeriksakan kandungannya dengan menggunakaan USG.

g. Komplikasi Keadaan kelaianan pada wajah seperti bibir sumbing ada beberapa komplikasi karenannya, yaitu ; 1) Kesulitan makan; dalami pada penderita bibir sumbing dan jika diikuti dengan celah palatum. Memerlukan penanganan khusus seperti dot khusus, posisi makan yang benar dan juga kesabaran dalam memberi makan pada bayi bibir sumbing 2) Infeksi telinga dan hilangnya Dikarenakan tidak berfungsi dengan baik saluran yang menghubungkan telinga tengah dengan kerongkongan dan jika tidak segera diatasi makan akan kehilangan pendengaran. 3) Kesulitan berbicara. Otot – otot untuk berbicara mengalami penurunan fungsi karena adanya celah. Hal ini dapat mengganggu pola berbicara bahkan dapat menghambatnya

8

4) Masalah gigi. Pada celah bibir gigi tumbuh tidak normal atau bahkan tidak tumbuh, sehingga perlu perawatan dan penanganan khusus.

h. Penatalaksanaan Penanganan untuk bibir sumbing adalah dengan cara operasi. Operasi ini dilakukan setelah bayi berusia 2 bulan, dengan berat badan yang meningkat, dan bebas dari infeksi oral pada saluran napas dan sistemik. Dalam beberapa buku dikatakan juga untuk melakukan operasi bibir sumbing dilakukan hukum Sepuluh (rules of Ten)yaitu, Berat badan bayi minimal 10 pon, Kadar Hb 10 g%, dan usianya minimal 10 minggu dan kadar leukosit minimal 10.000/ui. 1) Perawatan a) Menyusu ibu Menyusu adalah metode pemberian makan terbaik untuk seorang bayi dengan bibir sumbing tidak menghambat pengahisapan susu ibu. Ibu dapat mencoba sedikit menekan payudara untuk mengeluarkan susu. Dapat juga mnggunakan pompa

payudara

untuk

mengeluarkan

susu

dan

memberikannya kepada bayi dengan menggunakan botol setelah dioperasi, karena bayi tidak menyusu sampai 6 mgg

b) Menggunakan alat khusus 

Dot domba Karena udara bocor disekitar sumbing dan makanan dimuntahkan melalui hidung, bayi tersebut lebih baik diberi makan dengan dot yang diberi pegangan yang menutupi sumbing, suatu dot domba (dot yang besar, ujung halus dengan lubang besar), atau hanya dot biasa dengan lubang besar.



Botol peras

9

Dengan memeras botol, maka susu dapat didorong jatuh di bagian belakang mulut hingga dapat dihisap bayi 

Ortodonsi Pemberian plat/ dibuat okulator untuk menutup sementara celah palatum agar memudahkan pemberian minum dan sekaligus mengurangi deformitas palatum sebelum dapat dilakukan tindakan bedah definitive

c) Posisi mendekati duduk dengan aliran yang langsung menuju bagian sisi atau belakang lidah bayi d) Tepuk-tepuk punggung bayi berkali-kali karena cenderung untuk menelan banyak udara e) Periksalah bagian bawah hidung dengan teratur, kadangkadang luka terbentuk pada bagian pemisah lobang hidung f) Suatu kondisi yang sangat sakit dapat membuat bayi menolak menyusu. Jika hal ini terjadi arahkan dot ke bagian sisi mulut untuk memberikan kesempatan pada kulit yang lembut tersebut untuk sembuh g) Setelah siap menyusu, perlahan-lahan bersihkan daerah sumbing dengan alat berujung kapas yang dicelupkan dala hydrogen peroksida setengah kuat atau air

2) Pengobatan a) Dilakukan bedah elektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Bayi akan memperoleh operasi untuk memperbaiki kelainan, tetapi waktu yang tepat untuk operasi tersebut bervariasi. b) Tindakan pertama dikerjakan untuk menutup celah bibir berdasarkan kriteria rule often yaitu umur > 10 mgg, BB > 10 pon/ 5 Kg, Hb > 10 gr/dl, leukosit > 10.000/ui

10

c) Tindakan

operasi

selanjutnya

adalah

menutup

langitan/palatoplasti dikerjakan sedini mungkin (15-24 bulan) sebelum anak mampu bicara lengkap seingga pusat bicara otak belum membentuk cara bicara. Pada umur 8-9 tahun dilaksanakan tindakan operasi penambahan tulang pada celah alveolus/maxilla

untuk

memungkinkan

ahli

ortodensi

mengatur pertumbuhan gigi dikanan dan kiri celah supaya normal. d) Operasi terakhir pada usia 15-17 tahun dikerjakan setelah pertumbuhan tulang-tulang muka mendeteksi selesai. e) Operasi mungkin tidak dapat dilakukan jika anak memiliki “kerusakan horseshoe” yang lbar. Dalam hal ini, suatu kontur seperti balon bicara ditempl pada bagian belakang gigi geligi menutupi nasofaring dan membantu anak bicara yang lebih baik. f) Anak tersebut juga membutuhkan terapi bicara, karena langitlangit sangat penting untuk pembentukan bicara, perubahan struktur, juag pada sumbing yamh telah diperbaik, dapat mempengaruhi pola bicar secara permanen. Prinsip perawatan secara umum : 1. lahir ; bantuan pernafasan dan pemasangan NGT (Naso Gastric Tube) bila perlu untuk membantu masuknya makanan kedalam lambung. 2. umur 1 minggu; pembuatan feeding plate untuk membantu menutup langitlangit dan mengarahkan pertumbuhan, pemberian dot khusus. 3. umur 3 bulan; labioplasty atau tindakan operasi untuk bibir, alanasi (untuk hidung) dan evaluasi telingga. 4. umur 18 bulan – 2 tahun; palathoplasty; tindakan operasi langit-langit bila terdapat sumbing pada langit-langit. 5. Umur 4 tahun : dipertimbangkan repalatorapy atau pharingoplasty. 6. umur 6 tahun; evaluasi gigi dan rahang, evaluasi pendengaran.

11

2. Meningokel a. Pengertian Meningokel merupakan penyakit kongenital dari kelainan embriologis yang disebut Neural tube defect (NTD). Meningokel disebabkan oleh banyak faktor dan metibatkan banyak gen (multifaktoral dan poligenik). Banyak sekali penetitian yang mengungkap bahwa sekitar tujuhpuluh persen kasus NTD dapat dicegah dengan suplementasi asam fclai, sehingga defisiensi asam folat dianggap sebagai salah satu faktor penting dalam teratogenesis meningokel. Basis molekut defisiensi asam folat adafah kurang adekuatnya enzim enzim yang mentransfer gugus, karbon dalam proses metiiasi protein dalam se1, baik dalam nukleus maupun mitokhondria, sehingga terjadi gangguan biosintesis DNA dan RNA. serta kenaikan kadar homosistein.

b. Etiologi Gangguan pembentukan komponen janin saat dalam kandungan

c. Tanda dan Gejala 1) Gangguan persarafan 2) Gangguan mental 3) Gangguan tingkat kesadaran

d. Penatalaksanaan 1) Pembedahan

3. Ensefalokel a. Defenisi Ensefalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan adanya penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti kantung melalui suatu lubang pada tulang

12

tengkorak. Ensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf selama perkembangan janin.

b. Gejala Gejalanya berupa : 1)

Hidrosefalus

2)

kelumpuhan keempat anggota gerak (kuadriplegia spastik)

3)

gangguan perkembangan

4)

Mikrosefalus

5)

gangguan penglihatan

6)

keterbeiakangan mental dan pertumbuhan

7)

Ataksia

8)

kejang.

Beberapa anak memiliki kecerdasan yang normal. ensefalokel seringkali disertai dengan kelainan kraniofasial atau kelainan otak lainnya.

c. Etiologi Ada beberapa dugaan penyebab penyakit itu diantaranya, infeksi, faktor usia ibu yang tertaiu muda atau tua ketika hamil, mutasi genetik, serta pola makan yang tidak tepat sehingga mengakibatkan kekurangan asam folat. Langkah selanjutnya, sebelun hamil, ibu sangat disarankan mengonsumsi asam folat dalam jumlah cukup. Pemeriksaan laboratorium juga diperlukan untuk mendeteksi adatidaknya infeksi.

d. Penatalaksanaan 1) Mencegah Ensefalokel Bagi

ibu

yang

berencana

hamil,

ada

baiknya

mempersiapkan jauh jauh hari. Misalnya, mengonsumsi makanan bergizi serta menambah supfemen yang mengandung asam folat.

13

Hal itu dilakukan untuk mencegah terjadinya beberapa kelainan yang bisa menyerang bayi Salah satunya, encephalocele atau ensefalokel.

Biasanya

dilakukan

pembedahan

untuk

mengembalikan jaringan otak yang menonjol ke dalam tulang tengkorak,

membuang

kantung

dan

memperbaiki

kelainan

kraniofasial yang terjadi. Untuk hidrosefalus mungkin perlu dibuat suatu shunt. pengobatan lainnya bersifat, simtomatis dan suportif. Prognosisnya tergantung kepada jaringan otak yang terkena, lokasi kantung dan kelainan otak yang menyertainya.

4. Hidrosefalus a. Defenisi Hidrosefalus (kepala air, istilah yang berasal dari bahasa Yunani: “hydro” yang berarti air dan “cephalus” yang berarti kepala; sehingga kondisi ini sering dikenal dengati “kepala air”) adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran cairan di dalam otak (cairan serebro spinal). Gangguan itu menyebabkan cairan tersebut bertambah banyak yang selanjutnya akan menekan jaringan otak di sekitarnya, khususnya pusat-pusat saraf yang vital.

b. Etiologi 1) Gangguan sirkulasi LCS 2) Gangguan produksi LCS

c. Tanda dan Gejala 1) Terjadi pembesaran tengkorak 2) Terjadi kelainan neurologis, yaitu Sun Set Sign (Mata selalu mengarah kebawah) 3) Gangguan perkembangan motorik 4) Gangguan penglihatan karena atrofi saraf penglihatan

d. Penatalaksanaan

14

1) Pembedahan 2) Pemasangan “Suchn Suction”

5. Fimosis a. Definisi Fimosis merupakan pengkerutan atau penciutan kulit depan penis. Fimosis merupakan suatu keadaan normal yang sering ditemukan pada bayi baru lahir atau anak kecit, dan biasanya pada masa pubertas akan menghilang dengan sendirinya. Pada pria yang lebih tua, fimosis bisa terjadi akibat iritasi menzhun. Fimosis bisa mempengaruhi proses berkemih dan aktivitas seksual. Biasanya keadaan ini diatasi dengan melakukan penyunatan (sirkumsisi). Fimosis adalah penyempitan pada prepusium. Kelainan ini juga menyebabkan bayi/anak sukar berkemih. Kadang-kadang begitu sukar sehingga kulit prepusium menggelembung seperti balon. Bayi/anak sering menangis keras sebelum urine keluar. Keadaan demikian lebih baik segera disunat, tetapi kadang orang tua tidak tega karena bayi masih kecil. Untuk menolongnya dapat dicoba dengan melebarkan lubang prepusium dengar, cara mendorong ke belakang kulit prepusium tersebut dan biasanyaa akan terjadi luka. Untuk mencegah infeksi dan agar luka tidak merapat lagi pada luka tersebut dioleskan salep antibiotik. Tindakan ini mula-mula dilakukan oleh dokter. Selanjutrnya di rumah orang tua sendiri diminta tnelakukannya seperti yang dilakukan dokter (pada orang Barat, sunat dilakukan pada seorangbayi laki-laki ketika masih dirawat/ ketika baru lahir. Tindakan ini dimaksudkan untuk kebersihan/mencegah infeksi karena adanya smegma, bukan karena keagamaan). Adanya smegma pada ujung prepusium juga menyulitkan bayi berkemih maka setiap memandikan bayi hendaknya prepusium

15

didorong ke belakang kemudian ujungnya dibersihkan dengan kapas yang telah dijerang dengan air matang.

b. Etiologi Fimosis pada bayi laki-laki yang barn lahir terjadi karena ruang di antara kutup dan penis tidak berkembang dengan baik. Kondisi ini menyebabkan kulup menjadi melekat pada kepala penis, sehingga sulit ditarik ke arah pangkal. Penyebabnya bisa dari bawaan dari lahir, atau didapat, misalnya karena infeksi atau benturan. Bagaimana gejalanya? Untuk menandai apakah anak memang mengalami funosis, orang tua sebaiknya mencermati beberapa gejala berikut : Kulit penis anak tak bisa ditarik ke arah pangkal ketika akan dibersihkan. Anak mengejan saat buang air kecil karena muara saluran kencing diujung tertutup. Biasanya ia menangis dan pada ujung penisnya tampak menggembung. Air seni yang tidak lancar, kadang-kadang menetes dan memancar dengan arah yang tidak dapat diduga. Kalau sampai timbul infeksi, maka si buyung akan mengangis setiap buang air kecil dan dapat pula disertai demam. Jika gejala-gejala di atas ditemukan pada anak, sebaiknya bawa ia ke dokter. Jangan sekali-kali mencoba membuka kulup secara paksa dengan menariknya ke pangkal penis. Tindakan ini berbahaya, karena kulup yang ditarik ke pangkal dapat menjepit batang penis dan menimbulkan rasa nyeri dan pembekakan yang hebat. Hal ini dalam istilah kedokteran disebut para Fimosis. Jika si Buyung mengalami kesulitan buang air kecil, dokter akan mencoba melebarkan kulit yang melekat, namun hal ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati oleh seorang dokter yang berpengalaman. Jika upaya ini gagal, maka tindakan sirkumsisi (sunat) adalah jaian keluarnya, apalagi jika fimosisnya menetap dan terjadi infeksi. Untuk melakukan sirkumsisi pada anak juga harus dipertimbangkan masalah pembiusannya karena jika si Buyung takut dan merasa sakit

16

maka hal ini akan mempengaruhi kondisi kejiwaannya kelak kemudian hari. Selain itu jika si Buyung meronta-ronta karena taku[ atau sakit, mal:a tindakan sirkumsisi ini malah akan membahayakan, karena dapat melukai penisnya dan jahitan kulit penis tidak dapat dikerjakan secara sempurna (info-sehat.com)

c. Penatalaksanaan Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true phimosis) timbul kemudian setelah lahir. Hal ini berkaitan dengan kebersihan (higiene) alat kelamin yang buruk, peradangan kronik gtans penis dan kulit preputium (balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retraction) pada fimosis kongenital yang akan menyebabkan pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputiurn yang membuka. Fimosis

kongenital

seringkali

menimbulkan

fenomena

ballooning, yakni kulit preputium mengembang saat berkemih karena desakan pancaran air seni tidak diimbangi besarnya tubang di ujung preputium. Fenomena ini akan hilang dengan sendirinya, dan tanpa adanya fimosis patologik, tidak selalu menunjukkan adanya hambatan (obstruks) air seni. Selama tidak terdapat hambatan aliran air seni, buang air kecil berdarah (hematuria), atau nyeri preputium, fimosis bukan

merupakan

kasus

gawat

darurat.

Fimosis

kongenital

seyogyanya dibiarkan saja, kecuali bila terdapat alasan agama dan/atau sosial untuk disirkumsisi. Hanva diperlukan penjelasan dan pengertian mengenai fimosis kongenital yang memang normal dan lazim terjadi pada masa kanak-kanak serta menjaga kebersihan alat kelamin dengan secara rutin membersihkannya tanpa penarikan kulit preputium secara berlebihan ke belakang batang penis dan mengembalikan kembali kulit preputium ke depan batang penis setiap selesai membersihkan. Upaya untuk membersihkan alat kelamin dengan menarik kulit preputium secara berlebihan ke belakang sangat berbahaya karena dapat menyebabkan luka, fimosis didapat, bahkan

17

parafimosis. Seiring dengan berjalannya waktu, perlekatan antara lapis bagian dalam kulit preputium dan glans penis akan lepas dengan sendirinya. Walaupun demikian, jika fimosis menyebabkan hambatan aliran air seni, dipertukan tindakan sirkumsisi (membuang sebagian atau seluruh bagian kulit preputium) atau teknik bedah plastlk lainnya seperti preputioplasty (memperlebar bukaan kulit preputiurn tanpa memotongnya).

Indikasi

medis

utama

dilakukannya

tindakan

siricumsisi pada anak-anak adalah fimosis patotogik. Penggunaan krim steroid topikal yang dioleskan pada kutit preputium 1 atau 2 kali sehari, selama 4-5 minggu, juga efektif dalam tatalaksana fimosis. Namun jika fimosis telah membaik, kebersihan atat ketamin tetap dijaga, kulit preputium harus ditarik dan dikembalikan lagi ke posisi semula pada saat mandi dan setelah berkemih untuk mencegah kekambuhan fimosis.

6. Hipospadia a. Definisi Hipospadia adalah salah satu kelainan bawaan pada anak-anak yang sering ditemukan dan mudah untuk mendiagnosanya, hanya pengolahannya harus dilakukan oleh mereka yang betul-beul ahli supaya mendapatkan hasil yang memuaskan. Hipospadia merupakan kelainan kelamian bawaan sejak lahir, cirinya, letak lubang uretra terdapat di penis bagian bawah, bukan di ujung penis. Menurut dokter bedah urologi RSU Dr Kariadi, dr Andi, S. SpBU, berat hipospadia bervarian, kebanyakan lubang uretra terletak di dekat ujung penis, yaitu pada glans penis. Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika lubang uretra terdapat di tengah bantang penis atau pada pangkal penis dan kadang pad skrotum (kantung zakar) atau di bawah skrotum. Kelainan ini sering kali berhubungan dengan kardi, yaitu suatu jaringan fibrosa yang kencang yang menyebabkan penis melengkung ke bawah pada saat ereksi.

18

Pada hipospadia muara orifisium uretra eksterna (lubang tempat air seni keluar) berada diproksimal dari normalnya yaitu pada ujung distal glans penis, sepanjang ventral batang penis sampai perineum. Jadi lubang saluran kencing letaknya bukan pada tempat yang semestinya dan terletak di sebelah bawah penis bahkan ada yang terletak di rentang kemaluan. Hipospadia sering disertai kelainan bawaan yang lain, misalnya pada scrotum dapat berupa undescensus testis, meorchisdism, disgenesis testis dan hidrotole pada penis berupa propenil scrotum mikrophalasus dari torsi penile. Sedang kelainan ginjal dan ureter berupa fused kidney, malrotasi, duplek dan refluk ureter.

b. Etiologi Trend peningkatan jumlah penderita salah satunya disebabkan faktor lingkungan dan pola hidup yang kurang sehat, akibatnya marak penggunaan pestisida serta tinginya kandungan polusi di udara. Zat polutan dari pabrik, limbah dan menumpuknya sampah bisa menimbulkan hipospadia. Dari beberapa pasien yang ditangani ternyata mereka tinggal disekitar daerah pembuangan sampah. Ada pula yang berasal ari keluarga petani. Penderita hipospadia umumnya berasal dari keluarga kurang mampu. Akibatnya banyak diantara penderita tak bisa segera ditangani. Angka kejadian penderita hipospadia di Indonesia belum diketahui secara pasti, tetapi dari hasil penelitian pakar kedokteran di sejumlah negara, kelainan ini terjadi pada satu dari 125 bayi laki-laki kelahiran hidup. Salah satu penyebab kelainan ini adalah karena keturunan.

c. Penatalaksanaan Tindakan operasi harus dilakukan sebelum anak memasuki usia sekolah, diharapkan anak tidak malu dengan keadaanya setelah tahu

19

bahwa anak laki-laki lain kalau BAK beriri sedangkan anak pengidap hipospadia harus jongkok seperti anak perempuan (karena lubang penisnya berada di bagian bawah penis). Selain itu jika hipospadia tidk dioperasi maka setelah dewasa dia akan sulit untuk melakukan penetrasi/coitus , selain penis tidak dapat tegak dan lurus (pada hipospadia penis bengkok akibat adanya chordae), lubangkeluar sperma terletak di bagian bawah. Operasi hiposdia satu tahap (one stage urethra plasty) adalah tehnik operasi sederhana yang sering dapat digunakan terutama untuk hipospadia tipe distal. Tipe distal ini yang meatusnya letak anterior atau di middle. Meskipun hasilnya sering kurang begitu bagus untukkelainan yang berat sehingga banyak dokter lebih memilih untuk melakukan 2 tahap untuk tipe hipospadia proksimal yang disertai dengan kelainan yang jauh lebih berat maka one stage uretroplasty nyaris tidak dapat dilakukan. Tipe hipospadia yang sering kali diikuti dengan kelainn-kelainan yang berat seperti korda yang berat, globuler glans ygbengkok kearah ventral (bawah) dengan dorsal skinhood dan propenil bifid scrotum. Intinya tipe hipospadi yang letak lubang air seninya lebih kearah proksimal (jauh dari tempat semestinya) biasanya diikuti dengan penis yang bengkok dan kelainan lain diskrotum atau sisa kulit yang sulit ditarik pada sat dilakukan operasi pembuatan uretra. Kelainan seperti ini biasanya harus dilakukan dengan 2 tahap yaitu: 1) Tahap 1 : Dilakukan untuk meluruskan penis supaya posisi meatus (lubang tempat keluar kencing) nantinya letaknya lebih proksimal (lebih mendekatiletak yang normal), memobilisasi kulit dan prepurium untuk menutup bagian ventral/bawah penis.

2) Tahap 2 : Dilakukan urethroplasty (pembuatan uretra) sesudah 6 bulan.

20

Tujuan

utama

penanganan

operasi

hipospadia

adalah

merekonstruksi penismenjadi lurus dengan meatus uretra ditempat yang normal atau dekat normal sehingga aliran kencing arahnya kedepan dan dapat melakukan koitus dengan normal, prosedur operasi satutahap pada usia yang dini dengan komplikasi yang minimal. Penyempurnaan tehnik operasi danperawatan paska operasi menjadi prioritas utama. Setelah operasi biasanya pad lubang kencingbaru (post uretroplasty) masih dilindungi dengan kateter sampai luka betul-betul menyembuh dan dapat dialiri air seni. Di bagian supra pubik (bawah perut) dipasang juga kateter yang langsung menuju kandung kemih untuk mengalirkan air seni. Tahap penyembuhan biasanya kateter diatas di non fungsikan terlebih dahulu sampai seorang dokter yakin betul bahwa hasil urethroplasty nya dapat difungsikan dengan baik, baru setelah itu kateter di lepas. Komplikasi paska operasi yang terjadi: 1) Edema/pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan, besarnya bervariasi, juga terbentuknya hematom/kumpulan darah dibawah kulit yang biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2-3 hari pasca operasi. 2) Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang tersering dan ini digunakan sebagai parameter untuk menilai keberhasilan operasi. 3) Striktur, pada proksimal anastomosis, yang kemungkinan disebabkan oleh argulasi dari anestomosis. 4) Divertikulum, terjadi pembentukan neuretra yang terlalu lebar, atau adanya srenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut. 5) Residual chordae/rekuren (hordoe, akibat dari rilis korde yang tidak sempurna, diman tidak melakukan ereksi artificial saat operasi atau pembentukan skor yang berlebihan di ventral penis walaupun sangat jarang

21

6) Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing berulang/pembentukan batu saat pubertas.

7. Gangguan Metabolik dan Endokrin Gangguan metabolik herediter : Ada lebih dari 400 gangguan genetik biokimia, kebanyakan terkait-X atau autosom resesif. a. Etiologi 1) Bisa berhubungan dengan terputusnya sintesis atau katabolisme molekul

kompleks

yang

mengakibatkan

gejala

progresif

permanen. 2) Bisa berhubungan dengan gangguan sekuens metabolisme yang menyebabkan akumulasi senyawa toksik. 3) Bisa berhubungan dengan detisiensi produksi atau penggunaan energi.

b. Manifestasi klinis umum 1) Bisa terjadi dalam beberapa jam sampai berbulan-bulan setelah lahir. 2) Bisa menyerupai tanda dan gejala sepsis. Banyak orang merekomendasikan pemeriksaan kadar amonia serum untuk tiap bayi < 3 bulan yang dicurigai sepsis. 3) Harus dicurigai pada tiap bayi yang: nampak sehat setelah lahir tetapi mengalami gejala setelah pengenalan makanan; mengalami asidosis metabolic berat yang tak dapat dijelaskan; muntah rekuren datang dengan penurunan kesadaran, dicurigai sepsis; serta memiliki riwayat keluarga dengan gejala serupa, retardasi mental, sindrom kematian bayi mendadak, utau kematian neonatal yang tak dapat dijelaskan. 4) Bisa datang dengan kejadian akut mengancam jiwa yang tidak berespons terhadap terapi yang biasa.

22

5) Temuan klinis bisa meliputi: gastrointestinal (curigai selalu bila disertai muntah, strkar makan, sukar menambah berat badan, diare, ikterus, atau hepatomegali); neurologis (letargi, iritabilitas, mengisap lemah, tremor, kejang, hipertonia, rigiditas, atau koma); jantung (kardiomiopati atau aritmia); bau atau warna urine yang tak biasa; pernapasan (takipnea, apnea, atau distres pcrnapasan); gambaran tubuh dismorfisme; mata (katarak, lensa ektopik, bintik merahceri, pengabutan kornea, atau retinitis pigmentosa); rambut (alopesia, steely hair- atau kinky hair); kulit (nodulus kulit, kulit tebal, iktiosis, atau lesi Wit)-, dan kepala (makrosefali atau mikrosefali).

c. Pemeriksaan diagnostic 1) Lakukan penapisan metabolik 2) Hitung darah lengkap dan hitung jenis. 3) Urinalisis: zat pereduksi, keton, bau, dan warna. 4) Gas darah arteri: asidosis metabolik atau alkalosis respiratorik. 5) Elektrolit serum: peningkatan anion gap biasanya > 16 anion gap tidak terjadi pada semua kesalahan metabolisme sejak lahir. 6) Glukosa darah a) Hipoglikemia dapat dihubungkan dengan 3-Metil-gultakonik asiduria; penyakit urine rnaple syrup; defisiensi 3-hidroksi-3Metilglutaril CoA Liase; propionik asidemia; metilmalonik asidemia; defisiensi Asil CoA dehidrogenase rantai sedang; defisiensi karnitinl asilkarnitin translokase; serta defisiensi karnitin-palmitil transferase I dan karnitin-palmitil transferase II. b) Hipoglikemia

tidak

berhubungan

dengan

penyimpanan glikogen tipe II. 7) Kadar amonia plasma: sering melebihi 1000 µmol/L 8) Enzim hepar, termasuk kadar hilirubin total dan direk. 9) Asam amino plasma dan urine-, asam organik urine.

23

penyakit

10) Kadar laktat plasma. 11) Mungkin memerlukan pemeriksaan khusus (mis., pemeriksaan biopsi kulit dan cairan serebrospitial [CSFJ).

d. Intervensi 1) Berikan perawatan suportif. Hasilnya relatif cepat diperoleh. 2) Puasa sampai diagnosis diperoleh. 3) Lakukan selalu rujukan rnetabolik/genetik dan pertimbangkan pemindahan ke institusi yang mengkhususkan pada gangguan metabolik herediter.

e. Hasil akhir: sebagian kesalahan metabolisme sejak lahir responsif terhadap pembahan diet: sebagian kesalahan metabolisme sejak lahir letal dan memerlukan perawatan paliatif.

8. Atresia esofagus a. Pengertian 1) Esofagus/kerongkongan yang tidak terbentuk secara sempurna, kerongkongan menyempit dan buntu tidak tersambung dengan lambung sebagaimana mestinya. 2) Atresia esophagus adalah tidak adanya kesinambungan esophagus secara congenital umumnya disertai fistula trakheo esophageal dan ditandai dengan salvias (pengeluaran air liur) berlebihan, tercekik, muntah bila makan, Cyanosis, dan dyspnea. 3) Atresia esofagus merupakan suatu kelainan bawaan pada saluran pencernaan yang diseababkan karena penyumbatan bagian proksimal esofagus sedangkan bagian distal berhubungan dengan trakea.

b. Etiologi Beberapa etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelaianan kongenital atresia esofagus:

24

1) Faktor obat; Salah satu obat yang diketahui dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomine 2) Faktor radiasi; Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janian yang dapat mengakibatkan mutasi pada gen. 3) Faktor gizi; Penyelidikan menunjukan bahwa frekuensi kelainan congenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan

c. Patofisiologi Secara epidemiologi anomaly ini terjadi pada umur kehamilan 3-6 minggu akibat : 1) Diferensiasi usus depan yang tidak sempurna dalam memisahkan diri untuk masing-masing menjadi esophagus dan trekea 2) Perkembangan sel endoteral yang tidak lengkap sehingga menyebabkan terjadinya atresia 3) Perlekatan dinding lateral usus depan yang tidak sempurna sehingga terjadi fistula trekeo esophagus. Faktor genetic tidak berperan dalam patogenesis ini

d. Klasifikasi 1) Tipe A = 87 % Segmen bagian atas esophagus berakhir dikantong, segmen bagian bawah berhubungan trachea melalui fistula, karena berhubungan dengan trachea maka berbahaya, bisa tersedak dan sesak nafas

9. Atresia Rekti dan Atresia Anus a. Pengertian Atresia rekti yaitu obstruksi pada rektum (sekitar 2 c dari batas kulit anus). Pada pasien ini, umumnya memiliki kanal dan anus yang normal.

25

Atresia anus yaitu obstruksi pada anus b. Etiologi Malformasi kongenital Manifestasi Klinik 1) Tidak bisa BAB melalui anus 2) Distensi abdomen 3) Tidak dapat dilakukan pemeriksaan suhu rektal 4) Perut kembung 5) Muntah

c. Penatalaksanaan : Dilakukan tindakan kolostomi

10. Obstruksi Billiaris a. Pengertian Obstruksi billiaris adalah tersumbatnya saluran kandung empedu karena terbentuknya jaringan fibrosis

b. Etiologi : 1) Degenerasi sekunder 2) Kelainan kongenital

c. Tanda dan Gejala : 1) Ikterik (pada umur 2-3 minggu) 2) Peningkatan billirubin direct dalam serum (kerusakan parenkim hati, sehingga bilirubin indirek meningkat) 3) Bilirubinuria 4) Tinja berwarna seperti dempul 5) Terjadi hepatomegali

d. Penatalaksanaan Pembedahan 26

11. Omfalokel a. Pengertian Omfalokel merupakan hernia pada pusat, sehingga isi perut keluar dalam kantong peritoneum

b. Etiologi Kegagalan alat dalam untuk kembali ke rongga abdomen pada waktu janin berumur 10 minggu

c. Tanda dan Gejala 1) Gangguan pencernaan, karena polisitemia dan hiperinsulin 2) Berat badan lahir > 2500 gr

d. Penatalaksanaan 1) Bila kantong belum pecah, diberikan merkurokrom yang bertujuan untuk penebalan selaput yang menutupi kantong 2) Pembedahan

12. Hernia Diafragmatika a. pengertian Hernia diafragmatika adalah penonjolan organ perut ke dalam rongga dada melalui suatu lubang pada diafragma. Diafragmatika adalah sekat yang membatasi rongga dada dan rongga perut. Secara anatomi serat otot yang terletak lebih medial dan lateral diafragma posterior yang berasal dari arkus lumboskral dan vertebrocostal triagone adalah tempat yang paling lemah dan mudah terjadi rupture. Menurut lokasinya hernia diafragma traumatika 69% pada sisi kiri, 24% pada sisi kanan, dan 15% terjadi bilateral. Hal ini terjadi karena adanya hepar di sisi sebelah kanan yang berperan sebagai proteksi dan memperkuat struktur hemidiafragma sisi sebelah kanan. Organ abdomen yang dapat mengalami herniasi antara lain gaster, omentum, usus halus, kolon, limpa’dan hepar. Juga dapat terjadi hernia inkarserata maupun

27

strangulata dari saluran cerna yang mengalami herniasi ke rongga toraks ini. Lubang hernia dapat terjadi di peritoneal (tipr bochdalek) yang tersering ditemukan.

Pada hernia bochdalek umumnya langsung

menunjukkan gejala pada saat bayi. Pada kasus hernia bochdalek, bayi akan tampak kebiruan dan perut kembung. Kemudian, anterolateral (tipe morgagni) atau di esofageal hiatus hernia. Umumnya baru menimbulkan gejala pada usia dewasa. Merupakan penonjolan pada bagian gelung atau ruas organ atau jaringan melalui lubang abnormal. sedangkan Diafragmatika merupakan sekat yang membatasi pada rongga dada dan rongga perut. Pembagian Hernia diafragmatika : 1) Traumatica : hernia akuisita, yang di sebabkan akibat pukulan, tembakan, tusukan. 2) Non-Traumatica

Kongenital 1) Hernia Bochdalek atau Pleuroperitoneal Celah dibentuk pars lumbalis, pars costalis diafragma. 2) Hernia Morgagni atau Para sternalis Celah dibentuk perlekatan diafragma pada costa dan sternum

Akuisita 1. Hernia Hiatus esophagus Ditemukan pada 1 diantara 2200-5000 kelahiran dan 80-90% terjadi pada sisi tubuh bagian kiri.

b. Penyebab penyebab penyakit hernia ini adalah Janin tumbuh di uterus ibu sebelum lahir, berbagai sistem organ berkembang dan matur. Diafragma berkembang antara minggu ke-7 sampai 10 minggu

28

kehamilan. Esofagus (saluran yang menghubungkan tenggorokan ke abdomen), abdomen, dan usus juga berkembang pada minggu itu. Pada hernia tipe Bockdalek, diafragma berkembang tidak normal atau usus mungkin terperangkap di rongga dada pada saat diafragma berkembang. Pada hernia tipe Morgagni, otot yang seharusnya berkembang di tengah diafragma tidak berkembang secara wajar. Pada kedua kasus di atas perkembangan diafragma dan saluran pencernaan tidak terjadi secara normal. Hernia difragmatika terjadi karena berbagai faktor, yang berarti “banyak faktor” baik faktor genetik maupun lingkungan.

c. Patofisiologis pada

bagian

Disebabkan

diafragma. Diafragma terbentuk

oleh

gangguan

pembentukan

dari 3 unsur yaitu membrane

pleuroperitonei, septum transversum dan pertumbuhan dari tepi yang berasal dari otot-otot dinding dada. Gangguan pembentukan itu dapat berupa kegagalan pembentukan seperti diafragma, gangguan fusi ketiga unsure dan gangguan pembentukan seperti pembentukan otot. Pada gangguan pembentukan dan fusi akan terjadi lubang hernia, sedangkan pada gangguan pembentukan otot akan menyebabkan diafragma tipis dan menimbulkan eventerasi. Para ahli belum seluruhnya mengetahui faktor yang berperan dari penyebab hernia diafragmatika, antara faktor lingkungan dan gen yang diturunkan orang tua.

d. Tanda dan gejala penyakit hernia Gejalanya berupa: 1) Gangguan pernafasan yang berat 2) Sianosis (warna kulit kebiruan akibat kekurangan oksigen) 3) Takipneu (laju pernafasan yang cepat) 4) Bentuk dinding dada kiri dan kanan tidak sama (asimetris)

29

5) Takikardia (denyut jantung yang cepat).

e. Komplikasi Lambung, usus dan bahkan hati dan limpa menonjol melalui hernia. Jika hernianya besar, biasanya paru-paru pada sisi hernia tidak berkembang secara sempurna. Setelah lahir, bayi akan menangis dan bernafas sehingga usus segera terisi oleh udara. Terbentuk massa yang mendorong jantung sehingga menekan paru-paru dan terjadilah sindroma gawat pernafasan. Sedangkan komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita hernia diafragmatika tipe Bockdalek antara lain 20 % mengalami kerusakan kongenital paru-paru dan 5 – 16 % mengalami kelainan kromosom.

f. Penatalaksanaan 1) Berikan diit RKTP 2) Berikan Extracorporeal Membrane Oxygenation (EMCO) 3) Dilakukan tindakan pembedahan

13. Atresia Duodeni a. Pengertian Atresia Duodeni adalah obstruksi lumen usus oleh membran utuh, tali fibrosa yang menghubungkan dua ujung kantong duodenum yang buntu pendek, atau suatu celah antara ujung-ujung duodenum yang tidak bersambung

b. Etiologi 1) Kegagalan rekanalisasi lumen usus selama masa kehamilan minggu ke-4 dan ke-5 2) Banyak terjadi pada bayi yang lahir prematur

30

c. Tanda dan Gejala 1) Bayi muntah tanpa disertai distensi abdomen 2) Ikterik

d. Penatalaksanaan 1) Pemberian terapi cairan intravena 2) Dilakukan tindakan duodenoduodenostomi

D. DAMPAK TERHADAP ANAK PEMILIK KELAINAN KONGENITAL 1. Masalah Perilaku Masalah Perilaku adalah pola perilaku yang sulit, yang dapat mengancam hubungan yang normal antara anak dengan orang lain di sekelilingnya. Masalah perilaku bisa merupakan akibat dari lingkungan, kesehatan, tabiat atau perkembangan anak. Masalah perilaku juga bisa timbul akibat hubungan yang tidak harmonis dengan orang tua, guru maupun pengasuhnya. Untuk mendiagnosis suatu masalah perilaku, biasanya ditanyakan menganai kegiatan anak sehari-hari secara kronologis dan menyeluruh. Pembahasan dipusatkan pada lingkungan yang menyebabkan timbulnya gangguan

perilaku

dan

perilaku

itu

sendiri

secara

terperinci.

Juga dilakukan pengamatan terhadap interaksi antara anak dan orang tua. Masalah perilaku semakin lama cenderung semakin memburuk karena itu untuk mencegah progresivitasnya perlu dilakukan pengobatan dini . Kontak yang lebih positif dan lebih menyenangkan antara orang tua dan anak dapat meningkatkan harga diri anak dan orang tua. Interaksi yang lebih baik dapat membantu memecahkan lingkaran setan dari perilaku negatif yang menyebabkan timbulnya respon negatif.

2. Masalah Interaksi Anak-Orang tua

31

Masalah Interaksi Anak-Orang Tua adalah kesulitan-kesulitan yang ditemui dalam hubungan antara anak dan orang tuanya. Masalah interaksi bisa mulai timbul pada beberapa bulan pertama kehidupan anak. Hubungan antara ibu dan anak mungkin menjadi tegang akibat: a. kesulitan yang dialami ibu selama kehamilan maupun persalinan b. depresi pasca persalinan c. kurangnya dukungan dari suami, keluarga maupun teman d. waktu menyusu dan waktu tidur bayi yang tidak teratur (sampai umur 2-3 bulan, kebanyakan bayi tidak tidur pada malam hari; pada saatsaat ini mereka sering menangis).

Kelelahan, kebencian dan rasa bersalah orang tua bercampur dengan rasa putus asa sehingga mempengaruhi hubungan orang tua dengan bayinya. Hubungan yang buruk antara anak dan orang tua bisa memperlambat perkembangan mental dan kemampuan sosial anak dan bisa menyebabkan terjadinya kegagalan berkembang. Kepada orang tua sebaiknya diberikan informasi yang lengkap mengenai perkembangan bayi disertai nasihat atau kiat untuk menghadapinya. Tabiat bayi bisa dievaluasi dan didiskusikan.Hal ini bisa membantu orang tua untuk lebih realistis dan menyadari bahwa rasa bersalah dan konflik merupakan emosi yang normal dalam pengasuhan anak. Dengan demikian orang tua akan belajar menerima perasaannya dan mencoba membangun hubungan yang sehat.

3. Masalah Sosial a. merasa malu dengan keadaannya b. cenderung menutup diri karena merasa berbeda dengan keadaan kelompoknya c. masyarakat sering menilai bahwa keadaan ini hal yang tabu, sehingga dianggap kutukan dan bisa menjadi pembawa sial

32

d. bisa juga menjadi anak yang nakal atau mencari perhatian orang lain untuk menunjukkan bahwa dia tidak berbeda, dan ingin dianggap sama

4. Masalah Spiritual a. lebih mendekatkan diri pada Sang Pencipta b. atau melah menyalahkan Tuhan karena lahir berbeda

33

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat dikemukakan dalam makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan bawaan dapat dikenali sebelum kelahiran, pada saat kelahiran atau beberapa tahun kemudian setelah kelahiran. 2. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelainan kongenital atau cacat bawaan pada neonatus yaitu kelainan genetik dan kromosom, faktor genetik, faktor infeksi, faktor obat, faktor umur ibu, faktor hormonal, faktor radiasi, faktor gizi, dan faktor-faktor lainnya. 3. Kelainan kongenital yang biasanya terjadi pada neonatus yaitu encephalocele, hidrocephalus, bibir sumbing (Labio Paltoskiziz), atressia esofagus, atrssia ani, hirschprung, spina bifida, kelainan jantung kongenital, omfalokel. 4. Kelainan kongenital berat dapat berupa kelainan kongenital yang memerlukan tindakan bedah, kelainan kongenital bersifat medik, dan kelainan kongenital yang memerlukan koreksi kosmetik.

Setiap ditemukannya kelainan kongenital pada bayi baru lahir, hal ini harus dibicarakan dengan orang tuanya tentang jenis kemungkinan faktor penyebab, langkah-langkah penanganan dan prognosisnya. Kelainan congenital atau cacat bawaan tidak dapat dicegah, melainkan resiko terjadinya dapat dikurangi dengan tidak mengkonsumsi alcohol, menghindari rokok , obat terlarang, makan makanan yang bergizi, olahraga teratur, menjalani vaksinasi, melakukan pemeriksaan prenatal dengan rutin, dan menghindari zat-zat berbahaya lainnya.

34

DAFTAR PUSTAKA Wiknjosastro, Hanifa, 2006, Ilmu Kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit, Jakarta: EGC Haws., Paulette S., 2008, Asuhan Neonatus Rujukan Cepat, Jakarta: EGC http://dokterbedahmalang.com/penyebab-timbulnya-celah-bibir-bibir-sumbing/ http://newbornclinic.wordpress.com/2009/04/19/kelainan-bawaan-bayi-baru-lahirdan-penyebabnya/

35

Related Documents

Kelompok
May 2020 52
Kelompok
May 2020 50
Kelompok
May 2020 61
Kelompok
June 2020 49
Kelompok 7 Kelompok 12
June 2020 53

More Documents from "lisa evangelista"

Pembahasan.docx
December 2019 10
Kata Pengantar.docx
April 2020 5
Kata Pengantar.docx
November 2019 10
Proposal.docx
April 2020 9
Kata Penganta1.docx
April 2020 13