Kelompok 9_diabetesm.docx

  • Uploaded by: mutya amal dwi safura
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kelompok 9_diabetesm.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,796
  • Pages: 41
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah keperawatan medical bedah semester genap 2019

Dosen Pengampu : Hema Malini, S.Kp. MN. Ph.D

Disusun Oleh : KELOMPOK 9 1. Mutya Amal Dwi Safura (1711311033) 2. Ilda Yunanda (1711312011) 3. Isra Rizantiva (1711312033) 4. Miftah Fauziah (1711313037)

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS 2019

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah subhanawata’ala yang telah memberikan kami berbagai macam nikmat, sehingga aktivitas hidup ini banyak yang diberikankan keberkahan. Dengan kemurahan yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik. Ucapan terimakasih tidak lupa kami haturkan kepada dosen dan teman – teman yang banyak membantu dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari didalam penyusuhan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki, baik dari segi tata bahasa maupun hal pengkonsilidasian.

Oleh karena itu kami minta maaf atas ketidak sempurnaannya dan juga memohon kritik dan saran untuk kami agar bisa lebih baik lagi dalam membuat karya tulis ini. Harapan kami mudah – mudahan apa yang kami susun bisa memberikan manfaat untuk diri sendiri ,teman – teman serta orang lain.

Padang, 28 Januari 2019

Penyusun

ii

Daftar Isi

Halaman Judul ...................................................................................................... i Kata Pengantar .................................................................................................... ii Daftar Isi .............................................................................................................. iii BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................1 A. Latar Belakang ...............................................................................................1 B. Tujuan Penulisan ...........................................................................................1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................2 A. Anatomi Fisiologi Organ ................................................................................2 B. Landasan Teoritis Penyakit .........................................................................16 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Definisi ..................................................................................................16 Etiologi ..................................................................................................16 Manifestasi Klinis/Tanda dan Gejala ....................................................18 Patofisiologi ...........................................................................................19 Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik ...............................................21 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan ............................................24 Komplikasi ...........................................................................................28 WOC ......................................................................................................30

C. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan .....................................................31 1. 2. 3. 4.

Pengkajian .............................................................................................31 Perumusan Diagnosa (NANDA) ...........................................................32 Penentuan Kriteria Hasil (NOC) ...........................................................32 Perumusan Intervensi Keperawatan (NIC) ............................................32

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ..............................................................36 A. Data Demografi ...........................................................................................36 B. Riwayat Kesehatan Pengkajian Kesehatan Pada Pasien .............................36 C. Pemeriksaan Penunjang ...............................................................................36 D. Analisis Data Senjang ..................................................................................36 E. Perumusan Diagnosa Sesuai Kasus .............................................................36 F. Penentuan Kriteria Hasil Sesuai Kasus .......................................................36 G. Perumusan Intervensi Keperawatan Sesuai Kasus .......................................36 BAB IV PENUTUP ............................................................................................37 A. Kesimpulan .................................................................................................37 B. Saran ............................................................................................................37 Daftar Pustaka ....................................................................................................38

iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus merupakan salah satu dari empat penyakit prioritas penyakit tidak menular. Diabetes merupakan penyebab utama untuk kebutaan, serangan jantung, stroke, gagal ginjal, dan amputasi kaki. Pada tahun 2015, Indonesia menempati peringkat ketujuh dunia untuk prevalensi penderita diabetes tertinggi dengan jumlah orang diabetes sebesar 10 juta. (IDF Atlas 2015) Badan kesehatan dunia, WHO, memperkirakan bahwa jumlah kematian akibat diabetes ini akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2005-2030. Perkiraan WHO ini sudah seharusnya menjadi bahan renungan untuk kita. Penyakit diabetes bukanlah penyakit yang tergolong sulit untuk diatasi. Meskipun penyakit ini termasuk yang cukup mematikan. Dalam beberapa kasus, penyakit ini bisa diobati sampai sembuh. Atas dasar itu semua, semoga makalah yang mengangkat permasalahan diabetes ini dapat memberikan manfaat, dengan membahas banyak hal berkaitan dengan penyakit yang lebih dikenal sebagai penyakit kencing manis mulai dari pengertian, penyebab, gejala sampai dengan cara mengatasinya secara medis dan keperawatan. Sehingga para perawat dapat menjadi lebih paham tentang bagaimana memberikan asuhan keperawatan kepada pasien diabetes.

B. Tujuan Penulisan Untuk mengetahui dan memberikan informasi tentang hal yang berkaitan dengan penyakit yang lebih dikenal sebagai penyakit kencing manis mulai dari pengertian, penyebab, gejala sampai dengan cara mengatasinya secara medis dan keperawatan, dan dapat mengetahui asuhan keperawatan kepada pasien diabetes. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Fisiologi Sistem Endokrin Sistem endokrin terdiri atas kelenjar yang sangat berbeda satu sama lain.kelenjar endokrin terdiri atas kelompok sel sekretorik yang dikelilingi oleh jaringan kapiler

luas yang membantu difusi hormon (pesan kimia) dari sel

sekretorik ke aliran darah. Saat hormon tiba pada sel targetnya, hormon berikatan pada area spesifik, veseptor, dimana hormon bekerja memengaruhi reaksi kimia atau metabolik di dalam sel. Reseptor hormon peptida di membran sel dan hormon berbahan dasar lipid berada di dalam sel.

Gambar posisi kelenjar endokrin

Contoh hormon peptida dan berbahan dasar lipid. Hormon berbahan dasar lipid Steroid

misalnya,

Hormon peptida

Glukokortiroid, Adrenalin (epineprin), Noradrenalin

Mineralokortiroid

(norepineprin)

Hormon tiroid

Insulin Glukagon

Kelenjar Hipofisis dan Hipotalamus 2

Kelenjar hipofisis dan hipotalamus bekerja sebagai suatu unit yang mengatur aktifitas sebagian besar kelenjar endokrin. Kelenjar hipofisis berada di fossa hipofiseal tulang sfenoid yang berada dibawah hipotalamus, yang dilekatkan oleh suatu tangkai. Terdapat jaringan serat saraf di antara hipotalamus dan hipofisis posterior. Antara lobus anterior dn posterior, terdapat garis jaringan yang tipis yang disebut lobus intermediate dan fungsinya pada manusia belum diketahui.

Gambar posisi kelenjar hipofisis dan struktur terkaitnya.

Hipotalamus dan kelenjar hipofisis diperdarahi oleh cabang dari arteri karotis internal. Lobus anterior diperdarahi secara tidak langsung leh darah yng sudah melewati dasar kapiler di hipotalamus, sedangkan lobus posterior diprdarahi secara tidak langsung. Hipotalamus juga diperdarahi oleh darah yang berasal dari sinus vena diantara lapisan dua mater.

3

Hipofisis Anterior Sebagian hormon yang disekresikan oleh lobus anterior (adenohipofisis) menstimulasi atau menghambat sekresi kelenjar endokrin (kelenjar target) sementara hormon lainnya memiliki efek langsung pada jaringan target.

Gambar kelenjar hipofisis A Lobus kelenjar hipofisis dan hubungannya dengan hipotalamus B Sintesis dan penyimpanan hormon antidiuretik dan oksitosin

Pelepasan hormon hipofisis anterior terjadi setelah stimulasi kelenjar oleh hormon pelepasan khusus yang dihasilkan oleh hipotalamus dan dibawa ke kelenjar melalui sistem pembuluh darah porta hipofisis. a. Hormon pertumbuhan (Growth Hormone, GH). Hormon ini paling banyak disintesis oleh hipofisis anterior. GH menstimulasi pertumbuhan dan pmbelahan sebagian besar sel tubuh, khususnya sel tulang an otot rangka. Hormon ini juga mengatur metabolisme di banyak organ,

4

misal hati, usus, dan pankreas; menstimulasi sintesis protein; mengingkatkan pemecahan lemak; dan meningkatkan kadar glukos darah. Hormon Perangsang Tiroid (Thyroid Stimulating Hormone, TSH) Hormon ini disintesis oleh hipofisis anterior dan pelepasannya distimulasi oleh TRH dari hipotalamus.. Pelepasannya paling rendah saat menjelang sore hari dan paling banyak saat malam hari. a. Hormon

Adrenokortikotropin

(Adrencorticoreophic

Hormone,

ACTH) Hormon pelepas kortikotropin (CRH) dari hipotalamus meningkatkan sintesis dan pelepasan ACTH oleh hipofisis anterior. Hal ini meningkatkan konsentrasi kolesterol dan steroid di dalam korteks adrenal dan keluaran hormon steroid, khususnya kostisol. Hormon yang dihasilkan hipotalamus, hipofisis anterior, dan targenya. Hipotalamus

Hipofisis anterior

Kelenjar/jaringan target

GHRH

GH

Sebagian besar jarignan Banyak organ

GHRIH

Inhibisi GH

Kelenjar tiroid

Inhibisi TSH

Pulau-pulau pankreas Sebagian besar jaringan

TRH

TSH

Kelenjar tiroid

CRH

ACTH

Korteks adrenal

PRH

PRL

Payudara

PIH

Inhibisi PRL

Payudara

LHRH

FSH

Ovarium dan testes

GnRH

LH

Ovarium dan testes

GHRH = Growth Hormone Releasing

GH

=

Hormone

(somatotrofin)

Growth

Hormone

5

GHRIH

=

Releasing

Growth

Hormone

PRL

Inhibiting

Hormone

Laktogenik)

(somatostatin)

=

(Hormon

PIH = Prolactin Inhibiting Hormone

TRH = Thyroid Releasing Hormone

(dopamin)

TSH = Thyroid Stimulating Hormone

LHRH

CRH = Corticotrophin Releasing Hormone ACTH

Prolactin

=

Luteinising

Hormone

Releasing Hormone GnRH = Gonadotrophin Releasing

=

Adrenocortocotrophic

Hormone

Hormone

FSH = Follicle stimulating Hormone

PRH = Prolactin Inhibiting Hormone

LH = Luteinising Hormone

b. Polaktin Hormon ini menstimulasi laktasi (produksi ASI) dan memiliki efek langsung pada payudara dengan segera setelah melahirkan. Kadar prolaktin dalam darah distimulasi oleh hormon pelepas prolaktin (PRH) yang dilepaskan oleh hipotalamus dan kadarnya diturunkan oleh hormon penghambat prilatin (PIH, dopamin) dan peningkatan kadar prolaktin dalam darah. Setelah melahirkan, isapan bayi menstimulasi sekresi prolaktin dan laktasi. Kadar prolaktin yang tinggi dalam darah merupakan faktor yang mengurangi insiden konsepsi saat laktasi.

Gambar pengaturan umpan balik negatif sekresi hormon oleh lobus anterior kelenjar hipofisis

6

c. Gonadotropin. Setelah pubertas, dua gonadotropin (hormon seks) disekresikan oleh hipofisis anterior dalam berespons terhadap hormon pelepas hormon lutein (LHRH), juga dikenal sebagai homon pelepas gonadotropin (GnRH). Pada pria dan wanita hormon ini berupa FSH dan LH. 1. Pada wanita. LH dan FSH berperan dalam sekresi hormon estrogen dan progesteron saat siklus menstruasi. Pada pria. 2. LH juga disebut hormon perangsang sel interstisial (ICSH) menstimulasi sel interstisial testis untuk menyekresikan hormon tertosteron. Ringkasan hormon yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior dan fungsinya. Hormon

Fungsi

Hormon pertumbuhan (GH)

Mengatur metabolisme, meningkatkan pertumbuhan

jaringan

khususnya

tulang dan otot. Thyroid Simulating Homone (TSH)

Merangsang

pertumbuhan

dan

aktivitas kelenjar tiroid dan sekresi T3 dan T4. Adrenocorticotrophic

Hormone Merangsang korteks adrenal untuk

(ACTH)

menyekresikan glukokortioid.

Prolactin (PRL)

Merangsang produksi ASI

Follicle Stimulating Hormone (FSH)

Merangsang produksi sperma di testes, merangsang sekresi estrogen oleh ovarium, maturasi folikel ovarium, ovulasi.

Luteinising Hormone (LH)

Merangsang sekresi testosteron yang dihasilkan testes, merangsang sekresi progesteron

yang

dihasilkan

oleh

korpus luteum.

7

Hipofisis Posterior Oksitosin dan hormon antidiuretik (ADH) adalah hormon yang disintesis di hipotalamus dan kemudian disimpan pada terminal akson dalam kelenjar hipofisis posterior. Hormon ini bekerja secara langsung pada jaringan non-endokrin dan dilepaskan oleh vesikel sinaps. Oksitosin Oksitosin menstimulus dua jaringan target pada saat dan setelah melahirkan: otot polos uterus dan sel otot payudara untuk menyusui. Saat melahirkan, terjadi peningkatan jumlah oksitosin yang dilepaskan oleh hipofisis posterior ke aliran darah dalam berespons terhadap peningkatan distensi reseptor regangan sensori di serviks uterus akibat kepala bayi. Impuls sensori dibangkitkan dan berjalan ke pusat kontrol di hipotalamus, menstimulasi hipofisis posterior untuk melepaskan lebih banyak oksigen.

Gambar pengaturan sekresi oksitosin melalui mekanisme umpan balik posotif

Hormon Antidiuretik (Antidiuretic Hormone, ADH) atau vasopresin Efek utama ADH adalah menurunkan keluaran urine (diuresis adalah produksi urine dalam jumlah besar). ADH meningkatkan permeabilitas air di tubulus kontortus distal dan kolektivus dari nefron ginjal. Akibatnya, reabsorbsi air yang berasal dari filtrasi glomerulus meningkat.

Kelenjar Tiroid Kelenjar tiroid berada di leher, di depan laring dan trakea pada vertebrata servikalis ke-5, 6, dan 7, serta toraksik ke-1. Kelenjar ini kaya pembuluh darah dan memiliki 8

berat sekitar 25 g dan dikelilingi oleh kapsul fibrosa. Bentuknya menyerupai kupukupu, dan terdiri atas dua lobus. Sati lobus terletak di sisi kartilago tiroid dan lobus lainnya di bagian atas cincin kartilago trakea. Kedua lobus dipersatukan oleh istmus yang sempit dan berada di depan trakea. Lobus berbentuk kerucut, dengan panjang sekitar 5 cm dan lebar 3 cm.

Gambar posisi kelenjar tiroid dan struktur terkaitnya. Tampak depan. Tiroksin dan triiodotironin Iodin sangat penting untuk pembentukan hormon kelenjar tiroid, tiroksin (T4), dan triiodotironin (T3). Sumber utama iodin dalam tubuh adalah makanan laut, sayuran yang tumbuh di tanah yang kaya iodin, garam meja beryodium dalam diet. Kelenjar tiroid secara selektif, mengambil iodin dari darah, suatu prses yang disebut penangkapan iodin.

Gambar struktur mikroskopis kelenjar tiroid

9

Gambar pengaturan umpan balik negatif sekresi T3 dan T4

Kalsitonin Hormon ini disekresi oleh sel-C atau parafolikular di kelenjar tiroid. Hormon ini bekerja pada tulang dan ginjal untuk menurunkankadar kasium darah saat kadar ini meningkat. Hormon ini menurunkan reabsorbsi kalsium pada tulang dan menghambat rabsorbsi kalsium oleh tubulus ginjal. Efeknya berlawanan dengan hormon paratiroid, hormon yang disekresi oleh kelenjar paratiroid, hormon yang disekresi oleh kelenjar paratiroid. Efek umum sekresi hormon tiroid yang abnormal. Hipertiroidisme: peningkatan sekresi Hipotiroidisme: penurunan sekresi T3 T3 dan T4

dan T4

Peningkatan laju metabolik basal

Penurunan jagu metabolik basal

Penurunan berat badan, peningkatan Peningkatan berat badan, anoreksia selera makan Ansietas, kurang istirahat, eksitabilitas Depresi,

psikosis,

keterbelakangan

mental

mental, letargi

Rambut rontok

Kulit kering, rambut pecah

Takikardia, palpitasi, fibrasi atrium

Bradikardia

Kulit mudah berkeringat dan hangat, Kulit kering dan dingin, cenderung intoleransi panas

hipotermia

Diare

Konstipasi

Eksoftalmos pada penyakit Grave

10

Kelenjar Paratiroid Terdapat empat klenjar kecil paratiroid, dua kelenjar melekat pada permukaan posterior tiap lobus kelenjar tiroid. Kelenjar ini dikelilingi oleh kapsul jaringan ikat. Sel-sel pembentuk kelenjar berbentuk bola dan disusun dalam kolom dengan saluran yang mengandung darah diantaranya. Fungsi utama hormon paratiroid adalah meningkatkan kadar kalsium dalam darah. Hal ini tercapai dengan meningkatkan secara tidak langsung jumlah kalsium yang diabsorbsi pada usus halus dan mereabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal.

Gambar posisi kelenjar paratoroid dan struktur terkaitnya, tampak dari belakang.

Kelenjar Adrenal (Suprarenal) Terdapat dua kelenjar adrenal, yang berada di kutub atas tiap ginjal yang terbungkus di dalam fasia renalis. Panjang kelenjar ini sekitar 4 cm dan tebanya sekitar 3 cm. Arteri yang memperdarahi kelenjar adalah cabang dari aorta abdominal dan arteri renalis. Korteks Adrenal Korteks adrenal menghasilkan tiga kelompok hormon steroid yang terbuat dari kolesterol. Ketiga hormon ini disebut adrenokortikokoid (kortikosteroid, kortikoid). Ketiga hormon tersebut adalah sebagai berikut: 1. Glukokortikoid

11

Kortisol (hidrokortison) merupakan glukokortikoid utama, tetapi sejumlah kecil kortikosteron dan kortison juga dihasilkan. Hormon ini berfungdi mengatur metabolisme dan respons terhadap stress. Glukokortikoid memiliki efek metabolik yang luas , yaitu: a. Glukoneogenesis (pembekuan gula dari bahanselain karbohidrat, misal protein) dan hiperglikemia (peningkatan kadar glukosa darah). b. Lipolisis (pemecahan trigliserida menjadi asam lemak dan gliserol untuk produksi energi). c. Merangsang pemecahan protein, melepaskan asam amino, yang dapat digunakan untuk sintesis protein lain, misal enzim atau untuk produksi energi (ATP). d. Meningkatkan absorbsi natrium dan air dari tubulus ginjal (efek lemah mineralkortikoid). 2. Mineralkortikoid (aldosteron) Aldosteron merupakan mineralkortikoid utama. Fungsinya berhubungan dengan mempertahankan keseimbangan air dan lektrolit tubuh. Melalui umpan balik negatif, aldosteron menstimulasi reabsorbsi natrium di tubulus ginjal dan ekskresi kalium di urine. 3. Hormon Seks Hormon seks, terutama androgen (hormon seks pria), disekresi oleh korteks adrenal dan jumlah yang dihasilkan tidak signifikan dibandingkan yang disekresi oleh testes dan ovarium pada pubertas akhir juga masa dewasa.

Gambar pengaturan umpan balik negatif sekresi glukokortikoid.

12

Medulla Adrenal Medulla dikelilingi oleh korteks adrenal. Medulla berkembang dari jaringan saraf pada masa embrio dan merupakan bagian saraf simpatik dari system saraf autonomy. Medulla adrenal distimulasi oleh saraf simpatik yang mempersarafi agar menghasilkan hormone adrenalin dan noradrenalin. Adrenallin (epinefrin) dan noradrenallin (norepinefrin). Noradrenallin adalah neurotransmitter postganglion saraf simpatik. Adrenalin dan sebagian noradrenalin dilepaskan ke darah dari medulla adrenal saat stimulasi saraf simpatik. Struktur adrenalin mirip dengan noradrenalin dan hal ini menjelskan efeknya yang serupa. Respons terhadap Stres Saat tubuh mengalami stress, homeostasis terganggu. Stressor meliputi latihan fisik, respons jangka panjang, puasa, ketakutan, perubahan suhu, Infeksi, penyakit, dan situasi/gangguan emosional. Pada beberapa kasus, untuk memulihkannya dan demi kelangsungan hidup, jika diperlukan, terdapat respons cepat dan respons jangka panjang. Pulau Pankreas Sel yang menyusun pulau pancreas (Langerhen) ditemukan dalam kelompok yang tersebar tidak beraturan pada substansi pancreas. Tidak seperti pancreas eksokrin, yang menghasilkan getah pankreatik, tidak ada ductus yang berasal dari kumpulan sel Langerhans. Ada tiga jenis sel di ulau Langehans yaitu sebagai berikut: 1. Sel α (alfa) yang menyekresi glukogen 2. Sel β (beta) yang menyekresi insulin 3. Sel ϒ (gama) yang menyekresi somatostatin Insulin Insulin merupakan polipeptida yang mengandung 50 asam amino. Fungsi uretra insulin adalah menurunkan kadar nutrient darah, khususnya glukosa, tetapi juga asam aminjadi glikogen (kosa meng dan asam lemak.

13

Sekresi insulin distimulasi oleh peningkatan kadar glukosa darah dan sedikiy stimulasi parasimpatik, penigkatan kadar asam amino dan asam lemak, serta hormone gastrointestinal, misal gastrin, sekretin, dan kolesistoknin. Sekresi diturunkan oleh stimulasi saraf simpatik, glucagon, adrenalin, kortikol, dan somatostatin (GHRIH) yang disekresi oleh pulau Langerhans. Glucagon Efek glucagon adalah meningkatkan kadar glukosa darah dengan menstimulasi: 1) Pengubahan glikogen menjadi glukosa di hati dan otot rangka (glikogenolisis); 2) Gluconeogenesis Sekresi glucagon distimulasi oleh kadar glukosa darah dan latihan fisik, serta diturunkan oleh somatostatin dan insulin. Somatostatin (GHRIH) Efek hormone ini juga dihasilkan oleh hipotalamus, yaitu menghambat sekresi hormone insulin dan glucagon selain menghambat sekresi hormone pertumbuhan (GH) dari hipofisis anterior. Kelenjar atau Badan Pineal Kelenjar pineal adalah badan berukuran kecil yang melekat pada atap ventrikel ketiga dan terhubung dengan tangkai pendek berisi saraf yang bermuara di hipotalamus. Kelenjar pineal memiliki panjang sekitar 10 cm, berwarna coklat kemerahan, dan dibungkus oleh suatu kapsul. Melatonin Melatonin disekresi oleh kelenjar pineal. Sekresi dikendalikan oleh sinar matahari dan kadarnya berfruktuasi tiap 24 jam, puncaknya pada malam hari dan terendah pada siang tengah hari. Sekresi juga dipengaruhi oleh jumlah cahaya matahari, yakni variasi musim. Kelenjar Timus Timosin

14

Timosin di sekresi oleh kelenjar timus dan diperlukan untuk perkembangan limfosit T untuk imunitas diperantarai sel (cell-mediated immunity). Hormone Lokal Sejumlah jaringan tubuh yang bukan merupakan kelenjar endokrin menyekresikan substansi yang bekerja secara local. Histamine Hormone ini disintesis oleh sel mast di jaringan dan basophil dalam darah. Hormone ini dilepaskan sebagai bagian dari proses inflamasi, yang meningkatkan permeabilitas kapiler dan menyebabkan vasodilatasi. Hormone ini juga menyebabkan kontraksi otot polos bronkus dan saluran cerna serta merangsang sekresi merangsang sekresi getah lambung. Serotonin (5-hidroksitriptamin, 5-HT) Hormone ini berada dalam trombosit, otak, dan dinding usus. Hormone ini menyebabkan sekresi usus dan kontraksi otot polos serta berperan dalam hemostasis (pembekuan darah). Prostaglandin Hormone ini merupakan substansi lipid yang ditemukan di sebagian besar jaringan yang bekerja sebagai hormone local memiliki efek fisiologi yang luas dalam hal berikut ini. 1. Respons inflamasi 2. Meningkatkan nyeri 3. Demam 4. Mengatur tekanan darah 5. Pembekuan darah 6. Kontraksi uterus saat persalinan Senyawa kimia lainnya meliputi leukotriene dan tromboksan, misal tromboksan A2, yang meningkatkan pengumpulan trombosit. Horomon Gastrointestinal

15

Beberapa hormone local, meliputi gastrin, sekretin, dan kolesistokinin (CCK), memengaruhi sekresi getah pencernaan dan fungsinya.

B. Landasan Teoritis Penyakit : 1. Defenisi Diabetes Mellitus Diabetes mellitus (DM) menurut Black dan Hawk (2005) merupakan penyakit sistemik kronik yang ditandai dengan kekurangan insulin atau penurunan kemmpuan tubuh untuk menggunakan insulin. Menurut American Diabetes Association (2004, dalam Smeltzer 2008) DM adalah sekelompok penyakit metabolic dengan karakteristik terjadinya hiperglikemi yang disebabkan kekurangan sekresi insulin. Sementara menurut Lemone dan Burke (2008) DM adalah suatu penyakit kronis yang biasa terjadi pada orang dewasa yang memerlukan supervisi medis dan edukasi tentang perawatan mandiri pasien yang berkelanjutan. Jadi, Diabetes mellitus atau penyakit gula dan biasa juga diisebut dengan kencing manis addalah penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia) akibat tubuh kekurangan insulin baik absolute maupun relative. Sehingga dengan keadaan tersebut memerlukan pengawasan dan pendidikan medis yang berkelanjutan. Glukosa darah No Waktu pemeriksaan

Normal

Hiperglikemi

1.

Gula darah puasa

<110 mg/dl

>140 mg/dl

2.

Gula darah sewaktu

<180 mg/dl

>200 mg/dl

3.

2 jam sesudah makan

< 200 mg/dl

2. Etilogi 1. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI) 

Faktor Genetik

16

Penderita diabetes tidak mewarisi DM tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecendrungan genetic kearah terjadinya DM tipe I. Kecendrungan genetic ini ditentukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucocyte antigen) tertent. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transpalasi dan proses imun lainnya. 

Faktor Imunologi Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan reson abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah olah sebagai jaringan asing.



Faktor Lingkungan Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta pancreas, sebagai contoh hasil penyelidian menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimum yang dapat menimbulkan destruksi sel beta pancreas.

2. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) Secara pasti penyebab dari tipe II ini belum diketahui, factor genetic memegang peranan dalam proses restirasi insulin. Diabetes mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula mula mengikat dirinya kepada reseptor – reseptor permukaan tertentu , kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkat kan transport glukosa menembus sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsive insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transportasi glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia. Diabetes mellitus tipe II disebut juga Diabetes

17

mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk bentuk diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi kadang dapat timbul pada masa kanak kanak. Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah a. Usia (resistensi insulin cendrung meningkat pada usia diatas 65 tahun) b. Obesitas c. Riwayat keluarga d. Kelompok etnik 3. Manifestasi Klinis Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar guka darah yang tinggi. Jika adar gula darah sampai diatsa 160-180 mg/dl, maka glukosa akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lag, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak. Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum (polidipsi). Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan (polifagi). Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dn berkurangnya ketahanan selama melakukan olahraga. Penderita diabetes yang kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi. Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani pengobatan penderita diabetes tipe I hamper selalu mengalami penurunan berat badan. Sebagian besar penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan berat badan.

18

Pada penderita diabetes tipe II, gejalanya timbul secara tiba tiba dan bisa berkembang dengan cepat kedalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum. Kadar gula didalam darh adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tida dapt menggunakan gula tanpa insulin, maka sel sel ini mengambil energy dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan mengahasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam(ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan, mual,muntah, lelah, dan nyeri perut (terutama pada anak anak). Pernapasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita seperti bau keton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe II bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stress akibat infeksi. Kecelakaan atau penyakit yang serius. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stress misalnya infeksi atau obat obatan) maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, hiperosmolar non ketotik. 4. Patofisiologi Pada diabetes mellitus tipe I terjadi fenmena autoimun yang ditentukan secara genetic dengan gejala yang akhirnya menuju proses bertahap perusakan imunologik sel sel yang memproduksi insuli. Tipe diabetes ini berkaitan dengan tipe histokompabilitas (human leucocyt Antigen /HLA) spesifik. Tipe den histokompabilitas ini adalah yang member kode pada protein yang berperan penting dalam interaksi dalam interaksi monosit limfosit. Protein ini mengatur respon sel T yang merupakan bagian normal dari system imun. Jika terjadi kelainan. Fungsi limfosit T yang terganggu akan berperan penting dalam pathogenesis perusakan pulau langerhans.

19

Sedangkan pada diabetes mellitus tipe 2 berkaitan dengan kelainan sekresi insulin, serta kerja insulin. Pada awalnya tampak tampak terdapat resistensi dari sel sel sasaran terhadap kerja insulin. Pada tipe ini terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dalam reseptor yang disebabkan oleh berkurangnya tempat reseptor pada membrane sel yang selnya responsive terhadpa insulin atau akibat ketidak abnormalan reseptor instrinsik insulin. Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa, ketidak abnormalan posreseptor ini dapat mengganggu kerja insulin. 1. Hiperglikemia Defisit insulin dapat di sebabkan oleh beberapa factor yaitu kerusakan sel sel dan atau akibat factor sekunder, jika terjadi deficit insulin, empat perubahan metabolic tejadi menimbulkan hiperglikemia: a) Transportasi glukosa yang melintasi membrane terganggu (berkurang) b) Glikogen berkurang c) Glikolisis meningkat dan cadangan gluksa menurun d) Glikoneogenesis meningkar dan lebih banyak glukosa tercurah kedarah hasil pemecahan asam amino dan lemak. 2. Starvasi sel Defisit insulin menyebabkan gagalnya asupan glukosa bagi jaringan jaringan sel sel otot metabolism cadangan glikogen dan selanjutnya asam lemak bebas dan keton. Defesiensi masalah yang berat menyebabkan peningkatan mobilisasi dan metabolism lemak (liposis), asam lemak, asam lemak bebas, trigliserida dan gliseral yang bersirkulasi menyebabkan substrat bagi hasil untuk proses katogenesis dan glukogenesis (hasil akhir keton) yang bersifat sangat asam menyebabkan ketolisis sehingga asidosis metabolic dan koma diabetic ketoasidosis dapat terjadi. 3. Hiperosmolalitas Peningkatan konsentrasi glukosa darah dan osmolalitas drah menimbulkan dehidrasi dengan mekanisme dan glikosuria dan dieresis osmatik, terjadi karena konsentrasi glukosa darah melebihi ambang ginjla dapat kehilangan kalori, air, dan elektrolit.

20

4. Koma hiperglikemia dan diabetic ketoadisis Koma hiperglikemia atau hiperosmolar non toksik terjadi pada NIDDM di tandai dengan kadar glukosa darah >1000 Mg/dL, glukosa urine 5-10% dan osmolalitas serum > 310-380 m osd/dl dan tidak terdapat keton di dalam darah. 5. Perubahan makrovaskuler dan mikrovaskuler Individu dapat mengalami arterosklerotik pada arteri arteri besar, factor artherrigenik yang berperan yaitu kelainan metabolism, perubahan adresi platelet. Perubahan hormonal, pengecilan lumen pembuluh darah besar mengurangi transport o2 kejaringan dan menimbukan iskemik jaringan, menyebabkan penyakit serebrovaskuler, sklerosis arteri dan penyakit vaskuler perifer. 6. Nefropati, retinopati dan katarak Perubahan mikrovaskuler di tandai dengan perubahan dan kerusakan membrane basal pembuluh pembuluh kapiler yang menyebabkan nepropati, retinopati, diabetic dan katarak dapat terjadi karena penumpukan sorbital. 7. Neuropati Akumulasi sorbital dan perubahan metabolism dalam sinstesis myelin akibat hipoglikemia dapat mempengaruhi saraf perifer, medulla spinalis, gejala yang dapat timbul tergantung neuron yang terkena. 4. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah sewaktu,kadar glukosa darah puasa, kemudian diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral standar. Tabel interpretasi kadar glukosa darah (mg/dl) Bukan DM

Belum pasti

DM

DM Kadar glukosa dalam sewaktu Plasma vena

<110

110-199

>200

Darah kapiler

<90

90-199

>200

21

Kadar glukosa darah puasa Plasma vena

<110

110-125

>126

Darah kapiler

<90

90-109

>110

a. Tes Toleransi Glukosa Oral/TTGO Tes ini telah digunakan untuk mediagnosa diabetes awal secara pasti. Cara pemeriksaannya adalah : 1. Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien makan seperti biasa 2. Kegiatan jasmani cukup 3. Pasien puasa selama 10-12 jam 4. Periksa kadar glukosa darah puasa 5. Berikan glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam airr 250ml, lalu minum dalam waktu 5 menit. 6. Periksa kadar glukosa darah saat setengah, satu dan 2 jam setelah diberikan glukosa 7. Saat pemeriksan, pasien harus istirahat, dan tidak boleh merokok Pada saat sehat, glukosa darah puasa individu normal adalah 70-110 mg/dl. Setelah diberi glukosa akan meningkat. b. Tes Benedict Pada tes ini, digunakan reagen Benedict, dan urin sebagai specimen Cara kerja : 1. Masukkan 1-2 ml urin kedalam tabung reaksi 2. Masukkan 1 ml reagen benedict kedalam urin, lalu dikocok 3. Panaskan selama 2-3 menit 4. Perhatikan jika ada perubahan warna Tes ini lebih bermakna ke arah kinerja dan kondisi ginjal, karena pada keadaan DM,kadar glukosa darah amat tinggi, sehingga dapat merusak kapiler dan glomerulus ginjal,sehingga

pada

akhirnya, ginjal mengalami ”kebocoran” dan dapat berakibat terjadinya Renal Failure, atau Gagal Ginjal.

22

Hasil dari Benedic Test

Interpretasi (mulai dari tabung paling kanan) : 0 = Berwarna Biru. Negatif. Tidak ada Glukosa.. Bukan DM +1 = Berwarna Hijau . Ada sedikit Glukosa. Belum pasti DM, atau DM stadium dini/awal +2 = berwarna orange. Ada glukosa. Jika pemeriksaan kadar glukosa mendukung/sinergis, maka termasuk DM +3 = Berwarna Orange tua. Ada Glukosa. Positif DM +4 = Berwarna Merah pekat. Banyak Glukosa. DM kronik 2

c. Rothera test Pada tes ini, digunakan urin sebagai spesimen, sebagai reagen dipakai, Rothera agents,dan amonium hidroxida pekat. Test ini untuk berguna untuk mendeteksi adanya aceton dan asam asetat dalam urin, yang mengindikasikan adanya kemungkinan dari ketoasidosis akibat DM kronik yang tidak ditangani. Zat – zat tersebut terbentuk dari hasil pemecahan lipid secara masif oleh tubuh karena glukosa tidak dapat digunakan sebagai sumber energi dalam keadaan DM, sehingga tubuh melakukan mekanisme glukoneogenesis untuk menghasilkan energi. Cara kerja : 1. M a s u k k a n 5 m l u r i n k e d a l a m t a b u n g r e a k s i . 2. Masukkan 1 gram reagens Rothera dan kocok hingga larut. 3. Pegang tabung dalam keadaan miring, lalu 1 - 2 mlmasukkan amonium hidroxidasecara perlahan – lahan melalui dinding tabung. 4. T a r u h t a b u n g d a l a m k e a d a a n t e g a k .

23

5. B a c a h a s i l d a l a m s e t e l a h 3 m e n i t 6. A d a n ya w a r n a u n g u k e m e r a h a n p a d a p e r b a t a s a n k e d u a l a p i s a n c a i r a n m e n a n d a k a n a d a n ya z a t k e t o n . 5. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan Tujuan utama terapi D M adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu: 1. Diet Syarat diet DM hendaknya dapat: a. Memperbaiki kesehatan umum penderita b. Mengarahkan pada berat badan normal c. Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda d. Mempertahankan kadar KGD normal e. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic f. Memberikan modifikasi diet sesuai dengan keadaan penderita g. Menarikdan mudah diberikan Prinsip diet DM, adalah: a. Jumlah sesuai kebutuhan b. Jadwal diet ketat c. Jenis: boleh dimakan/ tidak Diet DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya. 1) Diit DM I : 1100 kalori 2) Diit DM II : 1300 kalori 3) Diit DM III: 1500 kalori 4) Diit DM IV: 1700 kalori

24

5) Diit DM V : 1900 kalori 6) Diit DM VI: 2100 kalori 7) Diit DM VII: 2300 kalori 8) Diit DM VIII: 2500 kalori Diit I s/d III

: diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk

Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal Diit VI s/d VIII :diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes komplikasi, Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu: JI

: jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau

ditambah J II

: jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya

J III

: jenis makanan yang manis harus dihindari Penetuan jumlah kalori Diit Diabetes Melitus harus disesuaikan oleh

status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung percentage of relative body weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus: BBR= {BB (Kg)/TB (cm)- 100} x 100% 1. Kurus (underweight)

: BBR > 90%

2. Normal (ideal)

: BBR 90-110%

3. Gemuk (overweight)

: BBR >110%

4. Obesitas, apabila

: BBR >120%

-

Obesitas ringan

: BBR 120-130%

-

Obesitas sedang

: BBR 130-140%

-

Obesitas berat

: BBR 140-200%

-

Morbid

: BBR >200%

25

Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang bekerja biasa adalah: 1) Kurus

: BB X 40-0 kalori sehari

2) Normal

: BB X 30 kalori sehari

3) Gemuk

: BB X 20 kalori sehari

4) Obesitas

: BB X 10-15 kalori sehari

2. Latihan Beberapa kegunaan latihan teratur setiao hari bagi oenderita DM, adalah: a. Meningkatkan kepekaan Insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 ½ jam sesuadah makan, berarti pola mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya. b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen d. Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang pembentukan glikogen baru f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik. 3. Penyuluhan Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya. 4. Obat a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes) 1) Mekanisme kerja sulfanilurea a) Keja OAD tingkat prereseptor: pankreatik, ekstra pancreas b) Kerja OAD tingkat reseptor 2) Mekanisme keja Biguanida Biguanida tidak mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:

26

a) Biguanida pada tingkat prereseptor –› ekstra pankreatik -

Menghambat absorpsi karbohidrat

-

Menghambat gluconeogenesis di hati

-

Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin

b) Biguanida pada tingkat reseptor: meningkatkan jumlah reseptor insulin c) Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek intraseluler b. Insulin 1) Indikasi penggunaan insulin a) DM tipe I b) DM tipe II yang ada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD c) DM kehamilan d) DMdan gangguan faal hati yang berat e) DM dan Infeksi akut (selulitis, gangren) f) DM dan TBC paru akut g) DM dan koma lain pada DM h) DM operasi i) DM patah tulang j) DM dan underweight k) DM dan penyakit Graves 2) Beberapa cara pemberian insulin a) Suntikan insulin subkutan Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung ada beberapa factor antara lain: (1) Lokais suntikan Ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yaitu dinding perut, lengan, dan paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi

27

tempat suntikan 14 hari, agar tidak memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap hari. (2) Pengaruh latihan pada absorpsi insulin Latihan akan mempercepat absorpsi apabila dilaksanakan dalam waktu 30 menit setelah suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan. (3) Pemijatan (Masage) Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin (4) Suhu Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat absorpsi insulin. (5) Dalamnya suntikan Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini berarti sntikan intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada subkutan (6) Konsentrasi insulin Apabila konsentrasi insulin berkisar 40-100 U/ml, tidak terdapat perbedaan absorpsi. Tetapi apabila terdapat penurunan dari u-100 ke u-10 maka efek insulin dipercepat. b) Suntikan intramuscular dan intravena Suntikan intramuscular dapat digunakan pada koma diabetic atau pada kasus-kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk terapi koma diabetic. 5. Cangkok pankreas Pendekatan terbaru untuk cangkok pancreas adalah segmental dari donor hidup saudara kembar identic 6. Komplikasi Beberapa kompliaksi dari Diabetes Melitus adalah: 1. Akut a. Hipoglikemia dan hiperglikemia 28

b. Penyakit makrovaskuler: mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiller). c. Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati. d. Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom berpengaruh pada gastro intestinal, kardiovaskuler. 2. Komplikasi menahun Diabetes Melitus a. Neuropati diabetic b. Retinopati diabetic c. Nefropati diabetic d. Proteinuria e. Kelainan koroner f. Ulkus/ gangrene Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain: 1) Grade 0

: tidak ada

2) Grade I

: Kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit

3) Grade II

: Kerusakan kulit mencapai otot dan tulang

4) Grade III

: terjadi abses

5) Grade IV

: Gangren ada kaki bagian distal

6) Grade V

: Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal

29

7. WOC DM Tipe I

DM tipe II

Usia, genetic, idiopati, dll

Reaksi Autoimun

Jmlah sel beta pancreas menurun

Sel Beta pancreas hancur Defisiensi Insulin

Hiperglikemia

Katabolisme protein meningkat

Lipolisis Meningkat

Penurunan BB polipagi

Glukoneogenesis meningkat

Glukosuria

Diuresi Osmotik

Kehilangan elektrolit urine

8.

Gliserol asam lemak bebas meningkat

Ketogenesis

Kehilangan cairan hipotonik

Polidipsi

Hiperosmolaritas

Ketoasidosis

ketonuria

coma

30

C. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Anamnesa Kaji tentang keluhan utama pasien, dan kaji tentang riwayat kesehatan pasien ( riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu, dan riwayat kesehatan keluarga). Keluhan yang sering terjadi pada pasien diabetes yaitu, merasakan haus yang berlebih, pandangan kabur, pusing, mual dan ketahanan berolahraga berkurang. b. Pemeriksaan Fisik 1. Kulit : adanya ulkus dan kulit kering atau gatal, sering infeksi atau luka dan memar. 2.

Mata : menggunakan kacamata, penglihatan kabur dan kurang baik.

3. Ekstremitas : tidak ada odema, sering kesemutan pada telapak kaki 4. Endokrin : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, Haus dan lapar berlebihan, keringat berlebihan c. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah sewaktu,kadar glukosa darah puasa, kemudian diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral standar. Kadar glukosa darah puasa Plasma vena

<110

110-125

>126

Darah kapiler

<90

90-109

>110

 Tes Toleransi Glukosa Oral/TTGO Pada saat sehat, glukosa darah puasa individu normal adalah 70-110 mg/dl. Setelah diberi glukosa akan meningkat.  Tes Benedict Tes ini lebih bermakna ke arah kinerja dan kondisi ginjal, karena pada keadaan DM,kadar glukosa darah amat tinggi, sehingga dapat merusak kapiler dan glomerulus ginjal,sehingga

31

pada akhirnya, ginjal mengalami ”kebocoran” dan dapat berakibat terjadinya Renal Failure, atau Gagal Ginjal. Hasil tes benedict : 0 = Berwarna Biru. Negatif. Tidak ada Glukosa.. Bukan DM +1 = Berwarna Hijau . Ada sedikit Glukosa. Belum pasti DM, atau DM stadium dini/awal +2 = berwarna orange. Ada glukosa. Jika pemeriksaan kadar glukosa mendukung/sinergis, maka termasuk DM +3 = Berwarna Orange tua. Ada Glukosa. Positif DM +4 = Berwarna Merah pekat. Banyak Glukosa. DM kronik 2  Rothera test A d a n ya w a r n a u n g u k e m e r a h a n p a d a p e r b a t a s a n kedua lapisan cairan menandakan adanya zat keton. 2. Perumusan Diagnosa (NANDA) a. Nyeri akut Berhubungan dengan agen injury : fisik b. Kerusakan integritas jaringan Berhubungan dengan faktor mekanik : mobilitas dan penurunan neuropati, perubahan sirkulasi c. Ketidak seimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh Berhubungan dengan faktor biologis 3. Penetuan Kriteria Hasil (NOC) dan Perumusan Intervensi Keperawatan (NIC) No. Tujuan/NOC 1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 6 hari, pasien dapat mengontrol nyeri dan mengindentifikasi tingkat nyeri. Dengan kriteria hasil : a. Penampilan rileks b. Klien menyatakan

Intervensi/NIC Manajemen nyeri a. Kaji tingkat nyeri : kualitas, frekuensi, presipitasi, durasi dan lokasi. b. Berikan posisi yang nyaman c. Berikan lingkungan yang tenang

Rasional 1. Mengetahui subyektifitas klien terhadap nyeri untuk menentukan tindakan selanjutnya 2. Menurunkan ketegangan 3. Menurunkan stimulasi dapat menurunkan ketegangan 4. Mengetahui tingkat nyeri untuk

32

nyeri berkurang c. Skala nyeri 02

2.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 6 hari, perawatan luka meningkat. Dengan kriteria hasil : a. Luka mengecil dalam ukuran dan peningkatan granulasi jaringan

d. Monitor respon verbal dan nonverbal nyeri e. Monitor tanda vital f. Kaji faktor penyebab g. Berikan support emosi h. Lakukan terapi sentuhan i. Lakukan teknik distraksi

Perawatan Luka a. Catat karakteristik luka; tentukan ukuran dan kedalam luka, dan klarifikasi pengaruh borok b. Catat karakteristik cairan sekret yang keluar c. Bersihkan dengan cairan anti bakteri d. Bilas dengan cairan NaCl e. Lakukan nekrotomi f. Balut dengan kassa steril sesuai kebutuhan g. Lakukan pembalutan h. Pertahankan teknik balutan steril ketika melakukan perawatan luka

5. 6.

7. 8. 9.

menentukan intervensi Nyeri mempengaruhi TTV Intervensi disesuaikan dengan penyebab Emosi berpengaruh terhadap nyeri Klien merasa diperhatikan Mengalihkan perhatian untuk mengurangi nyeri

1. Mengetahui keadaan luka 2. Mengetahui isi luka 3. Mengurangi transmisi mikroorganisme 4. Membersihkan luka 5. Menghilangkan selsel yang mati 6. Menutup luka 7. Menjaga kesterilan 8. Mengetahui kondisi balutan 9. Mengamati secara seksama perkembangan luka 10. Mencegah terjadinya nyeri

33

i. Amati setiap perubahan pada balutan j. Bandingkan dan catat setiap adanya perubahan pada luka k. Berikan posisi terhindar dari tekanan

3.

Manajemen Nutrisi Setelah dilakukan a. Tanyakan pada tindakan pasien apakah keperawatan, status memiliki alergi nutrisi meningkat. makanan Dengan kriteria b. Kerjasama hasil : dengan ahli gizi a. Intake dalam makanan dan menentukan minuman jumlah kalori, adekuat protein dan b. Intake nutrisi lemak secara adekuat tepat sesuai c. Berat badan dengan normal kebutuhan pasien. c. Anjurkan masukkan kalori sesuai demham kebuthan. d. Ajari pasien tentang diet yang benar berdasarkan kebutuhan tubuh. e. Timbang berat badan secara teratur. f. Anjurkan penambahan intake protein, zat besi, dan

1. Mengetahui apa yang menjadi kelemahan pasien dalam makanan 2. Mengetahui makanan apa saja dan kandungan yang seperti apa yang dibuthkan pasien 3. Menjaga keseimbangan dalam tubuh sehingga selalu homeostatis 4. Meningkatkan peran pasien untuk mengatur dietnya 5. Mengetahui berat badan ideal atau tidak 6. Meningkatkan daya tahan tubuh 7. Memperlancar kebutuhan eliminasi daripada pasien 8. Menambah sumber energi 9. Menjaga intake makanan yang adekuat

34

vitamin C yang sesuai. g. Pastikan bahwa diet mengandung makanan berserat tinggi untuk mencegah sembelit. h. Berikan makanan berprotein tinggi dan makanan bergizi yang sesuai. i. Pastikan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan gizinya.

35

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

36

BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Sistem endokrin terdiri atas kelenjar yang sangat berbeda satu sama lain.kelenjar endokrin terdiri atas kelompok sel sekretorik yang dikelilingi oleh jaringan kapiler luas yang membantu difusi hormon (pesan kimia) dari sel sekretorik ke aliran darah. Diabetes mellitus (DM) menurut Black dan Hawk (2005) merupakan penyakit sistemik kronik yang ditandai dengan kekurangan insulin atau penurunan kemmpuan tubuh untuk menggunakan insulin. Diabetes terbagi menjadi 2, yaitu diabetes tipe I dan II. Untuk mengetahui secara pasti, kita dapat melakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan kita terserang diabetes atau tidak. B. SARAN Berdasarkan dari teori yang ditulis penulis dan kesimpulan, maka penulis memberikan saran : a. Perawat sebagai tim kesehatan yang paling sering berhubungan dengan pasien sangat perlu meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan agar mampu merawat pasien secara komprehensif dan optimal. Dan perawat juga harus bekerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter, ahli gizi, psikiatri dan pekerja sosial) dalam melakukan perawatan atau penanganan pasien dengan diabetes mellitus.

37

Daftar Pustaka http://www.searo.who.int/indonesia/topics/8-whd2016-diabetes-facts-andnumbers-indonesian.pdf Price and Wilson. 2006. Patofisiologi.. Jakarta: EGC Nurrachmah, Elly dkk. 2011. Dasar-Dasar Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: Salemba Medika Rendy, M. Clevo dan Margareth TH. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika Hasdianah. 2012. Mengenal Diabetes Mellitus. Yogyakarta: Nuha Medika Suyono, S. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3, Jilid I. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

38

Related Documents

Kelompok
May 2020 52
Kelompok
May 2020 50
Kelompok
May 2020 61
Kelompok
June 2020 49
Kelompok 7 Kelompok 12
June 2020 53

More Documents from "lisa evangelista"

Endokrin Ilda.docx
May 2020 17
Mater I.docx
May 2020 17
July 2020 18
01-ondeacustiche.pdf
May 2020 14