Kelompok 7.docx

  • Uploaded by: Grosir Sepatu Terbaru
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kelompok 7.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,134
  • Pages: 30
DASAR-DASAR FISIKA KUANTUM Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mandiri mata kuliah Fisika Kuantum Dosen I

: Dr. Hj. Ade Yeti Nuryantini, M.Si.

Dosen II

: Pina Pitriana, S.Si., M.Si.

Disusun oleh: Nita Septianti

1162070051

Sani Safitri

1162070063

Widiastuti Ledgeriana Mugiri

1162070074

Yogi Falahudin

1162070076

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MIPA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2019

KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya, sehingga makalah ini bisa terselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah SAW yang telah membukakan cahaya pengetahuan dan kebaikan kepada seluruh umat manusia di mukabumi. Makalah yang berjudul Dasar-Dasar Fisika Kuantum yang meliputi Persamaan Gelombang, Persamaan ๐‘†๐‘โ„Ž๐‘Ÿ๐‘œฬˆ ๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘”๐‘’๐‘Ÿ dan Sifat-Sifat Fungsi Gelombang ini di susun dan diajukan untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur mata kuliah Fisika Kuantum. Dalam menyusun makalah ini tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi, namun penulis sadari bahwa kelancaran dalam menyusun makalah ini tidak lain karena kerja sama dari kelompok penulis, sehingga segala sesuatu hambatan bisa teratasi, dan dengan mengucap syukur alhamdulillah penyusunan makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis makalah ini tentu saja menyadari masih terdapat kekurangankekurangan dalam menulis. Oleh karena itu, saran dan masukan untuk makalah ini penulis harapkan sebagai upaya memperbaiki kesalahan dalam penulisan makalah. Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan banyak manfaat bagi semua pihak. Aamiin yaa robbal โ€˜alamiin.

Bandung, Februari 2019 Penyusun

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

i

ii

DAFTAR GAMBAR

iii

BAB I PENDAHULUAN 1 A.

Latar Belakang Masalah

1

B.

Rumusan Masalah

2

C.

Tujuan Makalah

2

BAB II PEMBAHASAN 3 A.

Persamaan Gelombang

3

B.

Persamaan ๐‘บ๐’„๐’‰๐’“๐’๐’…๐’Š๐’๐’ˆ๐’†๐’“

4

1.

Partikel Bebas

2.

Partikel di dalam Potensial

10

3.

Arti Fisis Fungsi Gelombang

11

4.

Persamaan Kontinyuitas

13

5.

Nilai Harap

14

6.

Syarat Untuk Fungsi Gelombang

16

7.

Keadaan Stasioner dan Persamaan Nilai Eigen

17

C.

8

Sifat-Sifat Fungsi Gelombang

BAB III PENUTUP

19

23

A.

Kesimpulan

23

B.

Saran

23

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

vii

CATATAN

viii

vi

ii

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Solusi ................................................................................................. 12 Gambar 2.2 Ilustrasi .............................................................................................. 17

iii

1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gelombang zat, atau gelombang pengarah (pemandu) telah menjadi bagian khasanah ilmu Fisika pada tahun 1925 dengan ditandai oleh munculnya hipotesa de-Broglie. Hipotesa tentang gelombang pengarah sangat diilhami oleh studi mengenai gerak elektron dalam atom Bohr. Gelombang zat yang senantiasa menyertai gerak suatu zarah melengkapkan pandangan tentang dualisme zarah gelombang. Dengan demikian perbedaan antara cahaya dan zarah, atau lebih tegasnya antara gelombang dan zarah menjadi hilang. Gelombang cahaya dapat berperilaku sebagai zarah, sebaliknya zarah dapat berperilaku sebagai gelombang. Pandangan semacam itu sangat berbeda dengan persepsi manusia tentang gejala-gajala fisik konkret yang dialaminya sehari-hari. Sejak abad ke-20 teori-teori klasik mulai dipertanyakan kesahihannya untuk dipergunakan di tingkat atom yang sub-atom. Satu tahun setelah postulat de-Broglie disebarluaskan seorang ahli Fisika dari Austria, Erwin ๐‘†๐‘โ„Ž๐‘Ÿ๐‘œฬˆ ๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘”๐‘’๐‘Ÿ berhasil merumuskan suatu persamaan diferensial umum untuk gelombang de-Broglie dan dapat ditunjukkan pula kesahihannya untuk berbagai gerak elektron. Persamaan diferensial ini yang selanjutnya dikenal sebagai persamaan gelombang ๐‘†๐‘โ„Ž๐‘Ÿ๐‘œฬˆ ๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘”๐‘’๐‘Ÿ sebagai pembuka jalan ke arah perumusan suatu teori mekanika kuantum yang komprehensip dan lebih formalistik. Pada tahun 1927, satu tahun setelah ๐‘†๐‘โ„Ž๐‘Ÿ๐‘œฬˆ ๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘”๐‘’๐‘Ÿ merumuskan persamaan gelombangnya, Heisenberg merumuskan suatu prinsip yang bersifat sangat fundamental. Prinsip ini dirumuskan pada waktu orang sedang sibuk mempelajari persamaan ๐‘†๐‘โ„Ž๐‘Ÿ๐‘œฬˆ ๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘”๐‘’๐‘Ÿ dan berusaha keras untuk dapat memahami maknanya. Pada tahun 1926 Heisenberg juga muncul dengan suatu cara baru untuk menerangkan garis-garis spektrum yang dipancarkan oleh sistem atom. Pendekatannya sangat lain, karena yang digunakannya adalah matriks. Hasil yang diperoleh dengan cara ini sama dengan apa yang diperoleh

1

melalui persamaan ๐‘†๐‘โ„Ž๐‘Ÿ๐‘œฬˆ ๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘”๐‘’๐‘Ÿ. Mekanika kuantumnya Heisenberg dikenal sebagai mekanika matriks. Secara kronologis prinsip Heisenberg muncul sesudah dirumuskannya persamaan ๐‘†๐‘โ„Ž๐‘Ÿ๐‘œฬˆ ๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘”๐‘’๐‘Ÿ. Tetapi sebagai suatu prinsip teoritik hal itu merupakan suatu hal yang fundamental, dan dapat disejajarkan dengan teori kuantum Einstein, postulat de-Broglie, dan postulat Bohr. Oleh karenanya dalam pembahasannya prinsip Heisenberg ditampilkan lebih dahulu dari persamaan ๐‘†๐‘โ„Ž๐‘Ÿ๐‘œฬˆ ๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘”๐‘’๐‘Ÿ. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang mendasari pembuatan makalah ini, penulis mengabil rumusan masalah sebagai berikut. 1. Bagaimana penurunan persamaan gelombang? 2. Bagaimanakah penurunan persamaan ๐‘†๐‘โ„Ž๐‘Ÿ๐‘œฬˆ ๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘”๐‘’๐‘Ÿ? 3. Apa saja sifat-sifat fungsi gelombang? C. Tujuan Makalah Berdasarkan rumusan masalah yang di susun, maka dari itu tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut. 1. Menganalisis penurunan persamaan gelombang. 2. Menganalisis penurunan persamaan ๐‘†๐‘โ„Ž๐‘Ÿ๐‘œฬˆ ๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘”๐‘’๐‘Ÿ. 3. Menentukan apa saja sifat-sifat fungsi gelombang.

2

2. BAB II PEMBAHASAN A. Persamaan Gelombang Tinjaulah getaran sebuah kawat halus yang diregangkan sepanjang ๐‘ ๐‘ข๐‘š๐‘๐‘ข โˆ’ ๐‘ฅ dengan kedua ujungnya di buat tetap. Misalkan simpangan pada sembarang posisi dan waktu adalah ๐œ“(๐‘ฅ, ๐‘ก) . Fungsi ini di sebut fungsi gelombang. Dalam teori gelombang simpangan itu memenuhi persamaan gelombang seperti: ๐œ•2 ๐›น(๐‘ฅ,๐‘ก) ๐œ•๐‘ฅ 2

1 ๐œ•2 ๐›น(๐‘ฅ,๐‘ก)

= ๐‘ฃ2

(2.1)

๐œ•๐‘ก 2

di mana ๐‘ฃ adalah kecepatan fasa (kecepatan perambatan gelombang). Jika dimisalkan ๐›น (๐‘ฅ, ๐‘ก) = ๐œ‘(๐‘ฅ)๐œ™(๐‘ก)

(2.2)

dan disubstitusikan ke persamaan (2.1) akan diperoleh: ๐‘ฃ 2 ๐‘‘2 ๐œ‘(๐‘ฅ) ๐œ‘(๐‘ฅ)

๐‘‘๐‘ฅ 2

=

1 ๐‘‘2 ๐œ™(๐‘ก) ๐œ™(๐‘ก)

๐‘‘๐‘ก 2

= โˆ’๐œ”2

(2.3)

Pemberian konstanta โˆ’๐œ”2 dapat dilakukan karena telah terjadi pemisahan variabel ๐‘ฅ dan variabel ๐‘ก. Jadi, dari persamaan (2.3) itu diperoleh dua persamaan. (Siregar, 2018) ๐‘‘2 ๐œ™(๐‘ก) ๐‘‘๐‘ก 2 ๐‘‘2 ๐œ‘(๐‘ฅ) ๐‘‘๐‘ฅ 2

+ ๐œ”2 ๐œ™(๐‘ก) = 0 +

๐œ”2 ๐‘ฃ2

(2.4)

๐œ‘(๐‘ฅ) = 0

(2.5)

Persamaan (2.4) mempunyai solusi umum: ๐œ™ (๐‘ก) = ๐ด๐‘’ โˆ’๐‘–๐œ”๐‘ก

(2.6)

dimana ๐œ” = 2๐œ‹๐‘“ , ๐‘“ adalah frekuensi; karena ๐‘ฃ adalah kecepatan ๐‘ฃ

merambat maka panjang gelombang ๐œ† = ๐‘“. Fungsi gelombang (2.2) menjadi ๐›น(๐‘ฅ, ๐‘ก) = ๐œ‘ ๐ด๐‘’ โˆ’๐‘–๐œ”๐‘ก

(2.6a)

Selanjutnya, persamaan (2.5) mempunyai solusi umum: 2๐œ‹

2๐œ‹

๐œ‘(๐‘ฅ) = ๐ถ sin ( ๐œ† ๐‘ฅ) + ๐ท cos ( ๐œ† ๐‘ฅ)

3

(2.7)

Untuk menentukan konstanta ๐ถ dan ๐ท diperlukan syarat batas, misalnya untuk fungsi di atas, pada ๐‘ฅ = 0, dan ๐‘ฅ = ๐ฟ dengan ๐ฟ adalah panjang kawat. Andaikan, untuk ๐‘ฅ = 0, ๐œ“(0) = 0 maka ๐ท = 0, dan persamaan (2.7) menjadi 2๐œ‹

๐œ‘๐‘› (๐‘ฅ) = ๐ถ sin ( ๐œ† ๐‘ฅ)

(2.8)

Selanjutnya jika diambil syarat batas di ๐‘ฅ = ๐ฟ, ๐œ‘(๐ฟ) = ๐ถ๐‘ ๐‘–๐‘›(

2๐œ‹๐ฟ ๐œ†

) = 0,

2๐œ‹

maka ๐‘ ๐‘–๐‘› ( ๐œ† ) = 0, sehingga: 2๐ฟ ๐œ†

= ๐‘›; ๐‘› = 1,2, โ€ฆ โ€ฆ

(2.9)

Bilangan ๐‘› disebut nomor modus normal. Akhirnya persamaan (2.8) dapat dituliskan seperti ๐‘›๐œ‹

๐œ‘๐‘› (๐‘ฅ) = ๐ถ sin ( ๐ฟ ๐‘ฅ)

(2.10)

Substitusi persamaan (2.9) dan (2.6) ke persamaan (2.2) menghasilkan: ๐‘›๐œ‹

๐œ‘๐‘› (๐‘ฅ, ๐‘ก) = ๐ด sin ( ๐ฟ ๐‘ฅ) ๐‘’ โˆ’๐‘–๐œ”๐‘ก

(2.11)

Persamaan ini menggambarkan simpangan modus normal getaran kawat. (Siregar, 2018) B. Persamaan ๐‘บ๐’„๐’‰๐’“๐’ฬˆ ๐’…๐’Š๐’๐’ˆ๐’†๐’“ Pada tahun 1926, Erwin ๐‘†๐‘โ„Ž๐‘Ÿรถ๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘”๐‘’๐‘Ÿ menggunakan sifat gelombang de Broglie suatu partikel dalam persamaan gelombang (2.5). Jika momentum partikel adalah ๐‘ , maka panjang gelombangnya adalah ๐œ† = โ„Ž/๐‘ . Karena kecepatan ๐‘ฃ = ๐‘“๐œ† maka ๐‘ฃ=

ฤง๐œ”

(2.12)

๐‘

Dimana โ„ = โ„Ž/2๐œ‹ dan ๐œ” = 2๐œ‹๐‘“. Dengan demikian maka persamaan gelombang (2.5) menjadi ๐‘‘2 ๐œ‘(๐‘ฅ) ๐‘‘๐‘ฅ 2

๐‘2

+ ฤง2 ๐œ‘(๐‘ฅ) = 0

(2.13)

Tetapi, karena energi kinetik partikel adalah ๐‘2

๐พ = 2๐‘š

(2.14)

maka persamaan gelombang (2.13) menjadi

4

๐‘‘2 ๐œ‘(๐‘ฅ) ๐‘‘๐‘ฅ 2

2๐‘š๐พ

+

ฤง2

๐œ‘(๐‘ฅ) = 0

(2.15)

Jika energi potensial yang dimiliki partikel adalah ๐‘‰ , maka energi partikel itu adalah ๐ธ =๐พ+๐‘‰

(2.16)

Dengan demikian maka persamaan gelombang (2.15) menjadi ๐‘‘2 ๐œ‘(๐‘ฅ) ๐‘‘๐‘ฅ 2

2๐‘š

+

ฤง2

(๐ธ โˆ’ ๐‘‰)๐œ‘(๐‘ฅ) = 0

(2.17)

Inilah yang disebut persamaan ๐‘†๐‘โ„Ž๐‘Ÿรถ๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘”๐‘’๐‘Ÿ yang tidak bergantung waktu. Jelaslahbahwa persamaan ๐‘†๐‘โ„Ž๐‘Ÿรถ๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘”๐‘’๐‘Ÿ adalah persamaan gelombang untuk satu partikel. (Siregar, 2018) Untuk 3-dimensi persamaan ๐‘†๐‘โ„Ž๐‘Ÿรถ๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘”๐‘’๐‘Ÿ adalah: โˆ‡2 ๐œ‘(๐‘ฅ, ๐‘ฆ, ๐‘ง) +

2๐‘š ฤง2

(๐ธ โˆ’ ๐‘‰)๐œ‘(๐‘ฅ, ๐‘ฆ, ๐‘ง) = 0

(2.18)

Dimana โˆ‡2 =

๐œ•2 ๐œ•2 ๐œ•2 + + ๐œ•๐‘ฅ 2 ๐œ•๐‘ฆ 2 ๐œ•๐‘ง 2

Dari persamaan (2.17) dan (2.18) jelas bahwa persamaan ๐‘†๐‘โ„Ž๐‘Ÿรถ๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘”๐‘’๐‘Ÿ adalah persamaan gelombang bagi partikel. Solusi persamaanitu adalah energi ๐ธ dan fungsi gelombang ๐œ‘(๐‘ฅ). Untuk menyelesaikan persamaan itu diperlukan syarat batas bagi fungsi gelombang ๐œ‘(๐‘ฅ). Syarat batas itu bisa ditentukan jika bentuk energi potensial ๐‘‰ diketahui sebelumnya. (Siregar, 2018) Persamaan ๐‘†๐‘โ„Ž๐‘Ÿรถ๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘”๐‘’๐‘Ÿ (2.17) untuk 1-dimensi dapat dituliskan sebagai berikut: ฤง2 ๐‘‘ 2

[โˆ’ 2๐‘š ๐‘‘๐‘ฅ 2 + ๐‘‰ (๐‘ฅ)] ๐œ‘(๐‘ฅ) = ๐ธ ๐œ‘(๐‘ฅ)

(2.19)

Untuk itu nyatakanlah 2

2

ฬ‚ = โˆ’ ฤง ๐‘‘ 2 + ๐‘‰(๐‘ฅ) ๐ป 2๐‘š ๐‘‘๐‘ฅ

(2.20)

sehingga persamaan (2.19) menjadi ฬ‚ ๐œ‘(๐‘ฅ) = ๐ธ ๐œ‘(๐‘ฅ) ๐ป

(2.21)

ฬ‚ disebut ๐ป๐‘Ž๐‘š๐‘–๐‘™๐‘ก๐‘œ๐‘›๐‘–๐‘Ž๐‘› partikel yang merupakan operator energi dari ๐ป partikel. Untuk kasus 3-dimensi. Hamiltonian itu adalah

5

ฬ‚=โˆ’ ๐ป

ฤง2 2 โˆ‡ + ๐‘‰(๐‘ฅ, ๐‘ฆ, ๐‘ง) 2๐‘š

Hamiltonian di atas hanya bergantung pada ruang, tidak bergantung waktu. Jadi ia bersifat stasioner. Dalam persamaan (2.21) terlihat bahwa operasi ฬ‚ pada fungsi ๐œ‘(๐‘ฅ) menghasilkan energi ๐ธ tanpa mengubah fungsi operator ๐ป ๐œ‘(๐‘ฅ). Persamaan seperti itu disebut persamaan nilai eigen, di mana ๐ธ adalah ฬ‚ dengan fungsi eigen ๐œ‘(๐‘ฅ). Analogi dengan nilai eigen energi dari operator ๐ป โ„Ž2

fisika klasik, ๐ธ = ๐พ + ๐‘‰, maka โˆ’ (2๐‘š) ๐œ• 2 /๐œ•๐‘ฅ 2 adalah operator energi kinetik dan ๐‘‰ adalah operator energi potensial dari partikel. (Siregar, 2018) Berdasarkan persamaan (2.6a), mengingat ๐œ” = ๐ธ/โ„ fungsi gelombang partikel bisa dituliskan seperti ๐›น (๐‘ฅ, ๐‘ก) = ๐œ‘(๐‘ฅ)๐‘’ โˆ’๐‘–๐ธ๐‘ก/ฤง ฬ‚ dioperasikan pada fungsi lengkap itu maka Jika operator ๐ป ฬ‚ ๐›น (๐‘ฅ, ๐‘ก) = ๐ป ฬ‚ ๐œ‘(๐‘ฅ)๐‘’ โˆ’๐‘–๐ธ๐‘ก/ฤง ๐ป = ๐ธ๐œ‘(๐‘ฅ)๐‘’ โˆ’๐‘–๐ธ๐‘ก/ฤง = ๐‘–ฤง

๐œ• ๐›น (๐‘ฅ, ๐‘ก) ๐œ•๐‘ก

Persamaan ini ๐œ•

ฬ‚ ๐›น (๐‘ฅ, ๐‘ก) ๐‘–ฤง ๐œ•๐‘ก ๐›น (๐‘ฅ, ๐‘ก) = ๐ป

(2.22)

disebut persamaan ๐‘†๐‘โ„Ž๐‘Ÿรถ๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘”๐‘’๐‘Ÿ yang bergantung waktu. Dengan fungsi gelombang ๐œ‘(๐‘ฅ) dapat dinyatakan kerapatan peluang untuk menemukan partikel itu di posisi ๐‘ฅ dalam rentang ๐‘‘๐‘ฅ, yakni |๐œ‘(๐‘ฅ)|2 ๐‘‘๐‘ฅ sehingga berlaku โˆ’โˆž

โˆซ+โˆž |๐œ‘(๐‘ฅ)|2 ๐‘‘๐‘ฅ = 1

(2.23)

Persamaan (2.23) itu menyatakan fungsi gelombang partikel yang dinormalisasi. Dalam persamaan itu |๐œ‘(๐‘ฅ)|2 = ๐œ‘ โˆ— (๐‘ฅ)๐œ‘(๐‘ฅ) = |๐œ‘(๐‘ฅ)|2 dimana ๐œ‘ โˆ— (๐‘ฅ) adalah konjugat dari ๐œ‘(๐‘ฅ). (Siregar, 2018) Contoh 1: Di antara fungsi-fungsi ๐ด ๐‘ ๐‘–๐‘› ๐‘Ž๐‘ฅ , ๐ต ๐‘๐‘œ๐‘  ๐‘๐‘ฅ dan ๐ถ๐‘’ ๐‘Ž๐‘ฅ yang manakah ๐‘‘

๐‘‘2

fungsi eigen dari operator ๐‘‘๐‘ฅ dan ๐‘‘๐‘ฅ 2 , dan tentukan nilai eigen bersangkutan.

6

๐‘‘ (A sin ๐‘Ž๐‘ฅ) = ๐‘Ž (A cos ๐‘Ž๐‘ฅ) ๐‘‘๐‘ฅ ๐‘‘ (B cos ๐‘๐‘ฅ) = โˆ’๐‘ (B cos ๐‘๐‘ฅ) ๐‘‘๐‘ฅ ๐‘‘ (๐ถ๐‘’ ๐‘Ž๐‘ฅ ) = ๐›ผ(๐ถ๐‘’ ๐‘Ž๐‘ฅ ) ๐‘‘๐‘ฅ ๐‘‘

Jadi, ๐ด ๐‘ ๐‘–๐‘› ๐‘Ž๐‘ฅ dan ๐ต ๐‘๐‘œ๐‘  ๐‘๐‘ฅ bukan fungsi eigen dari operator ๐‘‘๐‘ฅ ๐‘‘2 (๐ด sin ๐‘Ž๐‘ฅ) = โˆ’ ๐‘Ž2 (๐ด sin ๐‘Ž๐‘ฅ) ๐‘‘๐‘ฅ 2 ๐‘‘2 (๐ต cos ๐‘๐‘ฅ) = โˆ’ ๐‘ 2 (๐ต cos ๐‘๐‘ฅ) 2 ๐‘‘๐‘ฅ ๐‘‘2 (๐ถ๐‘’ ๐‘Ž๐‘ฅ ) = ๐‘Ž2 (๐ถ๐‘’ ๐‘Ž๐‘ฅ ) 2 ๐‘‘๐‘ฅ Jelas bahwa ๐ด ๐‘ ๐‘–๐‘› ๐‘Ž๐‘ฅ, ๐ต ๐‘๐‘œ๐‘  ๐‘๐‘ฅ dan ๐ถ๐‘’ ๐‘Ž๐‘ฅ adalah fungsi-fungsi eigen dari operator

๐‘‘2 ๐‘‘๐‘ฅ 2

masing-masing dengan nilai eigen โˆ’๐‘Ž2 , โˆ’๐‘ 2 dan ๐‘Ž2 .

Tinjaulah kembali persamaan ๐‘†๐‘โ„Ž๐‘Ÿรถ๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘”๐‘’๐‘Ÿ yang bergantung waktu. Misalkan ๐›น (๐‘ฅ, ๐‘ก) = ๐นฬ‚ (๐‘ก) ๐œ‘ (๐‘ฅ) Substitusi ke persamaan (2.22) menghasilkan: ๐‘–ฤง

๐‘‘๐นฬ‚ ๐œ‘(๐‘ฅ) = ๐นฬ‚ (๐‘ก)๐œ‘(๐‘ฅ) ๐‘‘๐‘ก

Sehingga ๐‘–ฤง

๐‘‘๐นฬ‚ ฬ‚ ๐นฬ‚ =๐ป ๐‘‘๐‘ก

Dan selanjutnya diperoleh ๐นฬ‚ (๐‘ก) = ๐‘’ โˆ’๐‘–๐ปฬ‚๐‘ก/โ„ . Jadi, ๐œ“(๐‘ฅ, ๐‘ก) adalah ๐›น (๐‘ฅ, ๐‘ก) = ๐‘’ โˆ’๐‘–๐ธ๐‘ก/ฤง ๐œ‘(๐‘ฅ)

(2.24)

Dengan menguraikan operator eksponensial di atas, ฬ‚2๐‘ก2 ๐ป ฬ‚ ๐ป๐‘ก 2 ๐›น (๐‘ฅ, ๐‘ก) = ๐‘’ โˆ’๐‘–๐ธ๐‘ก/ฤง ๐œ‘(๐‘ฅ) = (1 โˆ’ + ฤง โˆ’ โ‹ฏ ) ๐œ‘(๐‘ฅ) ฤง 2!

7

๐ธ2 ๐‘ก2 ๐‘–๐ธ๐‘ก 2 = (1 โˆ’ + ฤง โˆ’ โ‹ฏ ) ๐œ‘(๐‘ฅ) = ๐œ‘(๐‘ฅ)๐‘’ โˆ’๐‘–๐ธ๐‘ก/ฤง ฤง 2! Jadi, bentuk lengkap dari fungsi gelombang ๐œ“(๐‘ฅ, ๐‘ก) adalah ๐›น (๐‘ฅ, ๐‘ก) = ๐œ‘(๐‘ฅ). ๐‘’ โˆ’๐‘–๐ธ๐‘ก/ฤง

(2.25)

Dari persamaan di atas dapat dinyatakan bahwa keadaan suatu partikel dengan energi ๐ธ yang tak bergantung waktu adalah keadaan stasioner, dan fungsi gelombang. ๐œ“(๐‘ฅ, ๐‘ก) = ๐œ‘(๐‘ฅ)๐‘’๐‘ฅ๐‘ก(โˆ’

๐‘–๐ธ๐‘ก โ„

) .di sebut keadaan stasioner.

Fungsi gelombang ๐œ“(๐‘ฅ, ๐‘ก) di sebut juga fungsi keadaan. (Siregar, 2018) Postulat Max Planck dan konsep spekulatif de Broglie mengisyaratkan perlunya konsep baru tentang dunia mikroskopik. Di dalam bab ini diuraikan langkah-langkah penting dalam membangun mekanika baru yaitu mekanika gelombang atau mekanika kuantum dan beberapa contoh sistem sederhana serta konsep pokok terkait. (Purwanto) 1. Partikel Bebas Kita berangkat dari konsep klasik yang telah kita kenal dengan baik. Secara klasik, energi partikel atau berada bebas bermassa m, diberikan oleh energi kinetik. (Purwanto) ๐‘ƒ2

๐ธ = 2๐‘š

(2.26)

dengan ๐‘ adalah momentum partikel. Berikut ini diperlihatkan transisinya ke dalam persamaan kuantum. Ungkapan energi Planck ๐ธ๐‘› = ๐‘›โ„Ž๐‘ฃ dan momentum Compton ๐‘ƒ =

โ„Ž๐‘ฃ ๐‘

โ„Ž

= ๐œ† dapat ditulis sebagai berikut: ๐ธ = โ„๐œ”

๐‘ƒ = โ„๐‘˜

(2.27) +โˆž

sehingga ungkapan paket gelombang ๐‘“(๐‘ฅ, ๐‘ก) = โˆซ

โˆ’โˆž

๐‘”(๐‘˜)๐‘’ ๐‘–(๐‘˜๐‘ฅโˆ’๐œ”๐‘ก) ๐‘‘๐‘˜

dapat di tulis ulang dalam bentuk: ๐œ“(๐‘ฅ, ๐‘ก) = ๐‘โˆซ ๐œ‘(๐‘ƒ)๐‘’ (๐‘ƒ๐‘ฅโˆ’๐ธ๐‘ก)โˆ•โ„Ž ๐‘‘๐‘ƒ dengan ๐‘ adalah konstanta normalisasi.

8

(2.28)

Diferensiasi fungsi (2.28) terhadap waktu memberikan: ๐‘‘๐œ“ ๐‘–๐ธ = ๐‘โˆซ ๐œ‘(๐‘ƒ) (โˆ’ )๐‘’ ๐‘–(๐‘ƒ๐‘ฅโˆ’๐ธ๐‘ก)โˆ•โ„Ž ๐‘‘๐‘ ๐œ•๐‘ก โ„ Jika energi ๐ธ diasosiasikan sebagai energi partikel bebas (2.26), maka: ๐œ•๐œ“ ๐œ•๐‘ก

โˆ’๐‘–๐‘

=

โ„

๐‘ƒ2

โˆซ ๐œ‘ (๐‘) 2๐‘š ๐‘’ ๐‘–(๐‘ƒ๐‘ฅโˆ’๐ธ๐‘ก)โˆ•โ„Ž ๐‘‘๐‘

(2.29a)

Tetapi ruas kanan persamaan (2.29a) dapat ditulis sebagai: ๐‘ƒ2 ๐‘–(๐‘๐‘ฅโˆ’๐ธ๐‘ก)โ„ โ„Ž ๐‘‘๐‘ ๐‘โˆซ ๐œ‘(๐‘ƒ) ๐‘’ 2๐‘š = ๐‘โˆซ ๐œ‘(๐‘ƒ) { โ„2

= โˆ’ 2๐‘š

๐œ•2 ๐œ•๐‘ฅ 2

๐‘โˆซ ๐œ‘(๐‘ƒ)๐‘’

โˆ’โ„Ž2 ๐œ• 2 ๐‘–(๐‘๐‘ฅโˆ’๐ธ๐‘ก)โ„ โ„Ž } ๐‘‘๐‘ ๐‘’ 2๐‘š ๐œ•๐‘ฅ 2

๐‘–(๐‘๐‘ฅโˆ’๐ธ๐‘ก)โ„ โ„Ž

โ„Ž2 ๐œ•2 ๐œ“

๐‘‘๐‘ = 2๐‘š

๐œ•๐‘ฅ 2

(2.29b)

Dari dua persamaan di atas diperoleh persamaan diferensial paket gelombang ๐œ“ bagi partikel bebas: ๐œ•๐œ“

๐‘–โ„ ๐œ•๐‘ก =

โˆ’โ„2 ๐œ•2 ๐‘š

(2.30)

2๐‘š ๐œ•๐‘ฅ 2

Perluasan bentuk energi partikel bebas ke dalam ruang tiga dimensi diberikan oleh: ๐‘2

1

๐ธ = 2๐‘š = 2๐‘š (๐‘๐‘ฅ2 + ๐‘๐‘ฆ2 + ๐‘๐‘ง2 )

(2.31)

dan persamaan (2.30) dapat diperluas menjadi: ๐œ•๐œ“ โ„2 ๐œ• 2 ๐œ“ โ„2 ๐œ• 2 ๐œ“ โ„2 ๐œ• 2 ๐œ“ ๐‘–โ„ =โˆ’ โˆ’ โˆ’ ๐œ•๐‘ก 2๐‘š ๐œ•๐‘ฅ 2 2๐‘š ๐œ•๐‘ฆ 2 2๐‘š ๐œ•๐‘ง 2 =โˆ’

โ„2 ๐œ• 2 ๐œ•2 ๐œ•2 ( 2 + 2 + 2) ๐œ“ 2๐‘š ๐œ•๐‘ฅ ๐œ•๐‘ฆ ๐œ•๐‘ง

โ„2

= โˆ’ 2๐‘š ๐›ป 2 ๐œ“

(2.32)

Dengan ๐œ“ โ‰ก ๐œ“ (๐‘Ÿ, โƒ—โƒ— ๐‘ก) = ๐‘โˆซ ๐œ‘(๐‘ƒโƒ—)๐‘’ ๐‘–(๐‘ƒโƒ— ๐‘Ÿ โˆ’๐ธ๐‘ก)โ„โ„Ž ๐‘‘ 3 ๐‘ƒโƒ— dan tetapan norrnalisasi baru ๐‘ = (2๐œ‹โ„)โˆ’3/2. (Purwanto)

9

(2.33)

2. Partikel di dalam Potensial Dengan membandingkan persamaan.(2.26) dan persamaan (2.32) tampak adanya korespondensi antara energi ๐ธ,momentum ๐‘ dan operator diferensial ๐ธ โ†’ ๐‘–โ„Ž

๐œ• ๐œ•๐‘ก

๐‘ โ†’ ๐‘–โ„โˆ‡

(2.34)

Operator-operator ini bekerja pada fungsi gelombang ๐œ“(๐‘Ÿ, ๐‘ก) . Bentuk korespondensi ini nantinya yang digunakan untuk membangun persamaan gerak kuantum berangkat dari bentuk energi klasik. (Purwanto) Selanjutnya, tinjau partikel yang mengalami gaya ๐น yang dapat dituliskan sebagai gradient dari energi potensial ๐‘‰(๐‘Ÿ, ๐‘ก) ๐น = โˆ’โˆ‡๐‘‰(๐‘Ÿ, ๐‘ก)

(2.35)

Karena itu, energi total partikel ๐ธ dapat diungkapkan sebagai ๐‘2

๐ธ = 2๐‘š + ๐‘‰(๐‘Ÿ, ๐‘ก)

(2.36)

Berdasarkan korespondensi (2.34) persamaan gerak kuantum partikel di dalam potensial ๐‘‰(๐‘Ÿ, ๐‘ก) diberikan oleh ๐‘–โ„

๐œ•๐œ“(๐‘Ÿ ,๐‘ก) ๐œ•๐‘ก

โ„2

= โˆ’ 2๐‘š โˆ‡2 ๐œ“(๐‘Ÿ, ๐‘ก) + ๐‘‰(๐‘Ÿ, ๐‘ก)๐œ“(๐‘Ÿ, ๐‘ก)

(2.37)

Persamaan (2.37) ini dikenal sebagai persamaan gelombang ๐‘†๐‘โ„Ž๐‘Ÿ๐‘œฬˆ ๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘”๐‘’๐‘Ÿ untuk partikel di dalam potensial ๐‘‰(๐‘Ÿ, ๐‘ก). Dalam banyak hal, sistem fisis dapat didekati dengan model satu dimensi. Persamaan ๐‘†๐‘โ„Ž๐‘Ÿ๐‘œฬˆ ๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘”๐‘’๐‘Ÿ satu dimensi behentuk ๐‘–โ„

๐œ•๐œ“(๐‘ฅ,๐‘ก) ๐œ•๐‘ก

โ„2 โˆ‚2 ๐œ“(๐‘ฅ,๐‘ก)

= โˆ’ 2๐‘š

๐œ•๐‘ฅ 2

+ ๐‘‰(๐‘ฅ, ๐‘ก)๐œ“(๐‘ฅ, ๐‘ก)

(2.38)

Secara umum, karena energi ๐ธ dapat dinyatakan dalam Hamiltonian ๐ธ = ๐ป(๐‘Ÿ, ๐‘, ๐‘ก)

(2.39)

maka persamaan (2.37) dapat dituliskan sebagai ๐œ•๐œ“

๐‘–โ„ ๐œ•๐‘ก = ๐ป(๐‘Ÿ, ๐‘–โ„โˆ‡, ๐‘ก)๐œ“

(2.40)

Hamiltonian ๐ป sekarang berperan sebagai operator โ„2

๐ป = โˆ’ 2๐‘š โˆ‡2 + ๐‘‰(๐‘Ÿ, ๐‘ก)

(2.41)

10

yang bekerja pada fungsi gelombang ๐œ“(๐‘Ÿ, ๐‘ก) (Purwanto) 3. Arti Fisis Fungsi Gelombang Di dalam persoalan sesungguhnya Hamiltonian suatu sistem diketahui atau diberikan. Mengacu pada persamaan ๐‘†๐‘โ„Ž๐‘Ÿ๐‘œฬˆ ๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘”๐‘’๐‘Ÿ yang merupakan persamaan diferensial (parsial) (2.39), jelas persoalannya sekarang adalah mencari solusi ๐œ“ dari persamaan tersebut. Jadi, fungsi gelombang ๐œ“ merupakan kuantitas teoritis fundamental di dalam mekanika kuantum. Meskipun demikian, seandainya fungsi gelombang ๐œ“ sudah di peroleh, masih tersisa satu pertanyaan mendasar: โ€œFungsi gelombang merupakan suatu deskripsi dari kejadian yang mungkin, tetapi kejadian apa? Atau, apa yang didiskripsikan oleh fungsi gelombang?โ€ Singkatnya, apa arti fisis dari nilai ๐œ“(๐‘Ÿ, ๐‘ก) di setiap posisi ๐‘Ÿ pada saat ๐‘ก? Jawaban dari pertanyaan di atas diberikan oleh Max Born pada tahun 1926 yang menyatakan bahwa ๐œ“(๐‘Ÿ, ๐‘ก) itu sendiri tidak mempunyai arti fisis apa-apa, tetapi (Purwanto) ๐œ“ โˆ— (๐‘Ÿ, ๐‘ก)๐œ“(๐‘Ÿ, ๐‘ก) = |๐œ“(๐‘Ÿ, ๐‘ก)|2 = ๐‘ƒ(๐‘Ÿ, ๐‘ก)

(2.42)

Diintepretasikan sebagai kerapatan probabilitas. Secara lebih spesifik ๐‘ƒ(๐‘Ÿ, ๐‘ก)๐‘‘๐‘ฃ = |๐œ“(๐‘Ÿ, ๐‘ก)|2 ๐‘‘๐‘ฃ

(2.43)

Menyatakan kemungkinan untuk mendapatkan partikel yang dideskripsikan oleh ๐œ“(๐‘Ÿ, ๐‘ก) berada dalam elemen volume ๐‘‘๐‘ฃ di sekitar posisi ๐‘Ÿ pada saat ๐‘ก. Di dalam kasus satu dimensi ๐‘ƒ(๐‘ฅ, ๐‘ก) = |๐œ“(๐‘ฅ, ๐‘ก)|2 ๐‘‘๐‘ฅ

(2.44)

Menyatakan besar kemungkinan partikel yang dideskripsikan oleh ๐œ“(๐‘ฅ, ๐‘ก) berada di antara ๐‘ฅ dan ๐‘ฅ + ๐‘‘๐‘ฅ pada saat ๐‘ก. Jika partikel (memang) ada di dalam ruang, interpretasi di atas mensyaratkan โˆซ๐‘‰ ๐‘ƒ(๐‘Ÿ, ๐‘ก)๐‘‘๐‘ฃ = 1

(2.45)

11

Dengan integrasi dilakukan ke seluruh ruang ๐‘‰. Fungsi gelombang yang memenuhi syarat (2.45) dikatakan sebagai fungsi gelombang temorrnalisasi. (Purwanto) Contoh 2 Fungsi gelombang sutu partikel yang bergerak sepanjang ๐‘ ๐‘ข๐‘š๐‘๐‘ข ๐‘ฅ diberikan oleh: ๐œ“(๐‘ฅ) = ๐ถ๐‘’ โˆ’|๐‘ฅ| sin ๐‘Ž ๐‘ฅ a. Tentukan konstanta ๐ถ jika fungsi gelombang temormalisasi b. Jika ๐‘Ž = ๐œ‹, hitung kemungkinan untuk mendapatknan partikel berada di sebelah kanan titik ๐‘ฅ = 1. Penyelesaian: a. Secara eksplisit ๐œ“(๐‘ฅ) diberikan oleh ๐œ“(๐‘ฅ) = {

๐ถ๐‘’ ๐‘ฅ sin ๐‘Ž ๐‘ฅ, ๐ถ๐‘’ โˆ’๐‘ฅ sin ๐‘Ž ๐‘ฅ,

๐‘ข๐‘›๐‘ก๐‘ข๐‘˜ ๐‘ฅ < 0 ๐‘ข๐‘›๐‘ก๐‘ข๐‘˜ ๐‘ฅ > 0

Sehingga |๐œ“(๐‘ฅ)2 | = {

๐ถ 2 ๐‘’ 2๐‘ฅ sin2 ๐‘Ž ๐‘ฅ, ๐ถ 2 ๐‘’ โˆ’2๐‘ฅ sin2 ๐‘Ž ๐‘ฅ,

๐‘ข๐‘›๐‘ก๐‘ข๐‘˜ ๐‘ฅ < 0 ๐‘ข๐‘›๐‘ก๐‘ข๐‘˜ ๐‘ฅ > 0

Tampak bahwa fungsi terakhir adalah fungsi genap, dan rekaan grafiknya diberikan oleh gambar berikut

GAMBAR 2.1 SOLUSI

Karena itu โˆž

โˆž

0

โˆซ |๐œ“|2 ๐‘‘๐‘ฅ = 1 = ๐ถ 2 โˆซ ๐‘’ โˆ’2๐‘ฅ sin2 ๐‘Ž๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ + ๐ถ 2 โˆซ ๐‘’ 2๐‘ฅ sin2 ๐‘Ž๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ โˆ’โˆž

0

โˆ’โˆž

โˆž

= 2๐ถ 2 โˆซ ๐‘’ โˆ’2๐‘ฅ sin2 ๐‘Ž๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ 0

12

Untuk menghitung integral terakhir ini, tuliskan fungsi sinus dalam bentuk eksponensial dan akan didapatkan โˆž 1 1 = 2๐ถ 2 โˆซ โˆ’ {๐‘’ (21๐‘Žโˆ’2) + ๐‘’ โˆ’(21๐‘Ž+2) โˆ’ 2๐‘’ โˆ’2๐‘ฅ }๐‘‘๐‘ฅ 4 0 โˆž

๐ถ 2 ๐‘’ (21๐‘Žโˆ’2)๐‘ฅ ๐‘’ โˆ’(21๐‘Ž+2)๐‘ฅ =โˆ’ { + โˆ’ ๐‘’ โˆ’2๐‘ฅ }| 2 2๐‘–๐‘Ž โˆ’ 2 2๐‘–๐‘Ž + 2 0 ๐ถ2 1 1 = { + + 1} 2 2๐‘–๐‘Ž โˆ’ 2 2๐‘–๐‘Ž + 2 ๐ถ2 โˆ’4 = { 2 + 1} 2 4๐‘Ž + 4 Dipatkan konstanta normalisasi ๐ถ ๐ถ=โˆš

2(1 + ๐‘Ž2 ) ๐‘Ž2

sehingga 2(1 + ๐‘Ž2 ) โˆ’|๐‘ฅ| โˆš ๐œ“(๐‘ฅ) = ๐‘’ sin ๐‘Ž๐‘ฅ ๐‘Ž2 b. Besar kemungkinan partikel berada di ๐‘ฅ โ‰ฅ 1 โˆž

๐‘ƒ(๐‘ฅ โ‰ฅ ๐‘ก) = โˆซ |๐œ“(๐‘ฅ)|2 ๐‘‘๐‘ฅ ๐‘ก โˆž

2(1 + ๐‘Ž2 ) = โˆซ ๐‘’ โˆ’2๐‘ฅ sin2 ๐‘Ž๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ ๐‘Ž2 ๐‘ก

=

๐‘’2 {1 + ๐‘Ž2 + sin 2๐‘Ž โˆ’ cos 2๐‘Ž} 2๐‘Ž2

Untuk ๐‘Ž = ๐œ‹ ๐‘ƒ(๐‘ฅ โ‰ฅ 1) =

1 = 0,068 2๐‘’ 2

4. Persamaan Kontinyuitas Kembali pada probabilitas (2.44), dan diferensiasi terhadap waktu atas besaran ini memberikan:

13

๐œ•๐‘ ๐œ• ๐œ•๐œ“ โˆ— ๐œ•๐œ“ โˆ— (๐œ“ , ๐œ“) = {( = ) ๐œ“ + ๐œ“ โˆ— ( )} ๐‘‘๐‘ก ๐œ•๐‘ก ๐œ•๐‘ก ๐œ•๐‘ก 1 {โˆ’(๐ป๐œ“)โˆ— ๐œ“ + ๐œ“ โˆ— (๐ป๐œ“)} = ๐‘–โ„ =

1 โ„2 2 {๐œ“ โˆ— (โˆ’ ๐›ป ๐›น + ๐‘‰๐›น) ๐‘–โ„ 2๐‘š

โˆ’ (โˆ’

๐‘›2 2 โˆ— ๐›ป ๐œ“ + ๐‘‰๐œ“ โˆ— ) ๐œ“} 2๐‘š

๐‘–โ„ {๐œ“ โˆ— (๐›ป 2 ๐œ“) โˆ’ (๐›ป 2 ๐œ“ โˆ— )๐œ“} 2๐‘š ๐‘–โ„ = ๐›ป. {๐œ“ โˆ— (๐›ป๐œ“) โˆ’ (๐›ป๐œ“ โˆ— )๐œ“} 2๐‘š =

Atau ๐œ•

|๐œ“|2 โˆ’ ๐›ป โ‹…

๐œ•๐‘ก

๐‘–โ„ 2๐‘š

{๐œ“ โˆ— (๐›ป๐œ“) โˆ’ (๐›ป๐œ“ โˆ— )๐œ“} = 0

(2.46)

Persamaan (2.46) ini tidak lain adalah persamaan kontinyuitas: ๐‘‘๐‘ƒ ๐œ•๐‘ก

+๐›ปโ‹…๐‘  =0

(2.47)

dengan ๐‘ƒ adalah rapat probabilitas (2.44) dan fluks atau rapat arus probabilitas ๐‘  ๐‘–โ„

๐‘  = โˆ’ 2๐‘š {๐œ“ โˆ— ๐›ป๐œ“ โˆ’ (๐›ป๐œ“ โˆ— )๐œ“}

(2.48)

Untuk kasus satu dimensi, persarnaan kontinyuitas (2.46) menjadi: ๐œ•๐‘ƒ (๐‘ฅ, ๐‘ก) ๐œ•๐‘ก

+

๐œ•๐‘† (๐‘ฅ, ๐‘ก) ๐œ•๐‘ฅ

=0

(2.49)

dengan rapat arus ๐‘† ๐‘–โ„

๐œ•๐œ“

๐‘† = โˆ’ 2๐‘š {๐œ“ โˆ— ๐œ•๐‘ฅ โˆ’

๐œ•๐œ“โˆ— ๐œ•๐‘ฅ

๐œ“}

(2.50)

5. Nilai Harap Sekali lagi, seandainya fungsi gelombang ๐œ“ sudah diperoleh kita dapat mengajukan beberapa pertanyaan lagi. Misalnya, dimana partikel sering berada atau berapa momentum rata-rata partikel? Jawaban atas

14

pertanyaan ini diberikan oleh teorema Ehrenfest. Misalkan kita ingin tahu nilai rata-rata variabel dinamis ๐ด(๐‘ฅ, ๐‘) , maka didefinisikan nilai harap (๐‘’๐‘ฅ๐‘๐‘’๐‘๐‘ก๐‘Ž๐‘ก๐‘–๐‘œ๐‘› ๐‘ฃ๐‘Ž๐‘™๐‘ข๐‘’) dari besaran ๐ด sebagai โŒฉ๐ดโŒช = โˆซ ๐œ“ โˆ— ๐ด๐‘œ๐‘ ๐œ“ ๐‘‘๐‘ฃ

(2.51)

โƒ— ) yang mempresentasikan variabel Dengan ๐ด๐‘œ๐‘ adalah operator ๐ด(๐‘ฅ, โˆ’๐‘–โ„Žโˆ‡ ๐ด di dalam mekanika kuantum. Secara lebih umum, jika ๐œ“ tak ternormalisasi maka persamaan (2.51) menjadi (Purwanto) โŒฉ๐ดโŒช =

โˆซ ๐œ“โˆ— ๐ด๐‘œ๐‘ ๐œ“ ๐‘‘๐‘ฃ

(2.52)

โˆซ ๐œ“โˆ— ๐œ“ ๐‘‘๐‘ฃ

Sebagai contoh, nilai rata-rata posisi ๐‘Ÿ โŒฉ๐‘ŸโŒช = โˆซ ๐œ“ โˆ— ๐‘Ÿ๐œ“ ๐‘‘๐‘ฃ

(2.53)

Sedang dari analogi klasik untuk nilai rata-rata momentum ๐‘ โŒฉ๐‘โŒช = ๐‘š

๐‘‘ ๐‘‘๐‘ก

โŒฉ๐‘ŸโŒช = ๐‘š {โˆซ

๐œ•๐œ“โˆ— ๐œ•๐‘ก

๐‘Ÿ๐œ“ ๐‘‘๐‘ฃ + โˆซ ๐œ“ โˆ— ๐‘Ÿ

๐œ•๐œ“ ๐œ•๐‘ก

๐‘‘๐‘ฃ}

(2.54)

Untuk menghitung secara rinci, lakukan evaluasi perkomponen misalkan komponen โ€“ ๐‘ฅ ๐‘‘ ๐œ•๐œ“ โˆ— ๐œ•๐œ“ โŒฉ๐‘๐‘ฅ โŒช = ๐‘š โŒฉ๐‘ฅโŒช = ๐‘š {โˆซ ๐‘ฅ๐œ“ ๐‘‘๐‘ฃ + โˆซ ๐œ“ โˆ— ๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฃ} ๐‘‘๐‘ก ๐œ•๐‘ก ๐œ•๐‘ก 1 โˆ’ฤง2 2 ฤง2 2 = ๐‘š ( ) {โˆ’ ( โˆ‡ ๐œ“) ๐‘ฅ๐œ“ ๐‘‘๐‘ฃ + โˆซ ๐œ“ โˆ— ๐‘ฅ (โˆ’ โˆ‡ ๐œ“) ๐‘‘๐‘ฃ} ๐‘–ฤง 2๐‘š 2๐‘š =

๐‘–ฤง 2

{โˆซ ๐œ“ โˆ— ๐‘ฅโˆ‡2 ๐œ“ ๐‘‘๐‘ฃ โˆ’ โˆซ(โˆ‡2 ๐œ“โˆ— )๐‘ฅ๐œ“ ๐‘‘๐‘ฃ}

(2.55b)

Suku kedua ruas kanan dapat diuraikan menjadi โƒ— ๐œ“ โˆ— )โˆ‡ โƒ— (๐‘ฅ๐œ“)๐‘‘๐‘ฃ โˆซ(โˆ‡2 ๐œ“โˆ— )๐‘ฅ๐œ“ ๐‘‘๐‘ฃ = โˆซ โˆ‡ โˆ™ {(โˆ‡๐œ“ โˆ— )๐‘ฅ๐œ“}๐‘‘๐‘ฃ โˆ’ โˆซ(โˆ‡ = โˆฎ{(โˆ‡๐œ“โˆ— )๐‘ฅ๐œ“} โˆ™ ๐‘›ฬ‚๐‘‘๐‘Ž โˆ’ {โˆซ โˆ‡ โˆ™ [๐œ“ โˆ— โƒ—โˆ‡(๐‘ฅ๐œ“)]๐‘‘๐‘ฃ โˆ’ โˆซ ๐œ“ โˆ— โˆ‡2 (๐‘ฅ๐œ“)๐‘‘๐‘ฃ} = 0 โˆ’ 0 + โˆซ ๐œ“ โˆ— โˆ‡ โˆ™ โˆ‡(๐‘ฅ๐œ“)๐‘‘๐‘ฃ = โˆซ ๐œ“ โˆ— โˆ‡ โˆ™ {(โˆ‡x)๐œ“ + ๐‘ฅ(โˆ‡๐œ“)}๐‘‘๐‘ฃ

15

= โˆซ ๐œ“ โˆ— {|(โˆ‡2 ๐‘ฅ)๐œ“ + (โˆ‡๐‘ฅ) โˆ™ (โˆ‡๐œ“)|} + [(โˆ‡๐‘ฅ) โˆ™ ๐‘ฅ(โˆ‡2 ๐œ“)]๐‘‘๐‘ฃ = โˆซ ๐œ“ โˆ— {0 + 2โˆ‡๐‘ฅ โˆ™ โˆ‡๐œ“ + ๐‘ฅ(โˆ‡2 ๐œ“)}๐‘‘๐‘ฃ ๐œ•๐œ“

= 2 โˆซ ๐œ“ โˆ— ๐œ•๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฃ + โˆซ ๐œ“ โˆ— ๐‘ฅ(โˆ‡2 ๐œ“)๐‘‘๐‘ฃ

(2.55c)

Substitusi kembali ke dalam persamaan (2.55b), memberikan โŒฉ๐‘๐‘ฅ โŒช = โˆ’๐‘–ฤง โˆซ ๐œ“ โˆ—

๐œ•๐œ“ ๐œ•๐‘ฅ

๐œ•

๐‘‘๐‘ฃ = โˆซ ๐œ“ โˆ— (โˆ’๐‘–ฤง ๐œ•๐‘ฅ) ๐œ“ ๐‘‘๐‘ฃ

(2.55d)

Sehingga โŒฉ๐‘โŒช = โˆซ ๐œ“ โˆ— (๐‘–ฤงโˆ‡๐œ“) ๐‘‘๐‘ฃ

(2.56)

6. Syarat Untuk Fungsi Gelombang Interpretasi probabilitas untuk fungsi gelombang mensyaratkan bahwa fungsi ฮจ harus merupakan fungsi yang kuadratnya dapat diintegralkan dan bernilai hingga ( ๐‘ ๐‘ž๐‘ข๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘’ ๐‘–๐‘›๐‘ก๐‘Ž๐‘”๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘๐‘™๐‘’ ๐‘“๐‘ข๐‘›๐‘๐‘ก๐‘–๐‘œ๐‘› ). (Purwanto) โˆซ |๐›น|2 ๐‘‘๐‘ฃ < โˆž

(2.57)

Karena integral dilakukan terhadap seluruh ruang, syarat rumus di atas berakibat. ฮจ (๐‘Ÿ, ๐‘ก) โ†’ 0 untuk ๐‘Ÿ < โˆž

(2.58)

Selain itu juga harus t erpenuhi ฮจ (๐‘Ÿ, ๐‘ก) berhingga, agar |๐›น|2 ๐‘‘๐‘ฃ berharga anatara 0 dan 1. ฮจ dan turunan pertamanya

๐œ•ฮจ ๐œ•ฮจ ๐œ•ฮจ ๐œ•๐‘ฅ

,

๐œ•๐‘ฆ

,

๐œ•๐‘ง

kontinyu disetiap ๐‘Ÿ . Syarat

kontinyuitas turunan pertama dari ฮจ data dipahami sebagai berikut. Perhatikan persamaan ๐‘†๐‘โ„Ž๐‘œฬˆ ๐‘Ÿ๐‘–๐‘›๐‘”๐‘’๐‘Ÿ satu dimensi (Purwanto) ๐‘–ฤง

๐œ•ฮจ ๐œ•๐‘ก

ฤง2 ๐œ•2 ฮจ

= โˆ’ 2๐‘š ๐œ•๐‘ฅ 2 + ๐‘‰ฮจ

(2.59)

Jika ฮจ fungsi kontinu dari x untuk semua waktu t maka

๐œ•ฮจ ๐œ•๐‘ก

. Juga

fungsi kontinyu dari ๐‘ฅ. karena itu, ruas kanan persamaan di atas juga harus kontinyu diskontinuitas dari satu suku ruas kanan ini dilenyapkan oleh

16

perilaku berlawanan dari suku lainnya. Sebagai contoh, jika otensial ๐‘‰ (dan tentu ๐‘‰ฮจ) mempunyai diskontinyuitas berhingga di titik ๐‘ฅ = ๐‘Ž, maka

๐œ•2 ฮจ ๐œ•๐‘ฅ 2

juga mempunyai diskontinyuitas berhingga di titik ๐‘ฅ = ๐‘Ž. Hal ini berarti harus kontinu tetapi kemiringannya (slope) yakni

๐œ•2 ฮจ ๐œ•๐‘ฅ 2

๐œ•ฮจ ๐œ•๐‘ฅ

di sebelah kiri tidak

sama dengan kemiringannya di sebelah kanan. Sebagai ilustrasi diberikan oleh gambar berikut: (Purwanto)

GAMBAR 2.2 ILUSTRASI

7. Keadaan Stasioner dan Persamaan Nilai Eigen Tinjau partikel yang bergerak di dalam ruangan dengan potensial โƒ— ) untuk sistem seperti ini, ฮจ(๐’“ โƒ— , ๐’•) dapat tidak bergantung waktu ๐‘ฝ = ๐‘ฝ (๐’“ diuraikan menjadi perkalian bagian yang hanya bergantung ruang dan bagian yang hanya bergantung waktu. (Purwanto) ฮจ(๐‘Ÿ, ๐‘ก) = ๐œ‘(๐‘Ÿ)๐‘“ (๐‘ก)

(2.60)

Catatan: ๐œ‘(๐‘Ÿ) di sini tidak terkait dengan ๐œ‘(๐‘˜) pada persamaan (2.28) dan hanya sama notasi belaka. (Purwanto) Selanjutnya, subtitusi uraian ke dalam persamaan kemudian di bagi ๐œ‘(๐‘Ÿ)๐‘“ (๐‘ก) maka didapatkan

17

๐‘–ฤง ๐‘‘๐‘“ ๐‘“(๐‘ก) ๐‘‘๐‘ก

ฤง2 โˆ‡2 ๐œ‘

= โˆ’ 2๐‘š

๐œ‘

+ ๐‘‰(๐‘Ÿ)

(2.61)

Karena ruas kiri persamaan (2.61) hanya bergantung waktu sedangkan ruas kanan hanya bergantung variable ruang (๐‘Ÿ), maka keduanya akan selalu sama jika dan hanya jika keduanya sama dengan konstanta, misalkan ๐ธ dengan demikian persamaan (2.61) akan terpisah menjadi dua persamaan: ๐‘–ฤง ๐‘‘๐‘“ ๐‘“ ๐‘‘๐‘ก

=๐ธ

(2.62) Dan

โˆ’

ฤง2 โˆ‡2 ๐œ‘ 2๐‘š ๐œ‘

+ ๐‘‰(๐‘Ÿ) = ๐ธ

(2.63) Atau

๐‘‘๐‘“ ๐‘‘๐‘ก

๐ธ

= โˆ’๐‘– ฤง ๐‘“

(2.64a) Dan

ฤง2

{โˆ’ 2๐‘š โˆ‡2 + ๐‘‰(๐‘Ÿ)} ๐œ‘(๐‘Ÿ) = ๐ธ ๐œ‘(๐‘Ÿ)

(2.64b)

Persamaan (2.64a) adalah pesamaan diferensial orde satu dengan solusi akan sebanding dengan ๐‘’๐‘ฅ๐‘(โˆ’

๐‘–๐ธ๐‘ก ฤง

) . karena itu uraian (2.60) menjadi

๐‘–๐ธ๐‘ก

ฮจ(๐‘Ÿ, ๐‘ก) = ๐œ‘(๐‘Ÿ)๐‘’ โˆ’ ฤง

(2.65)

Persamaan (2.37) secara implisit menyatakan bahwa ๐ธ harus riel, karena bila mempunyai harga imajiner โˆˆ, ฮจ akan lenyap untuk semua ๐‘Ÿ jika๐‘ก โ†’ โˆž atau โˆž sesuai tanda (โˆ’) atau (+) dari โˆˆ. hal ini tidak memenuhi syarat keberadaan partikel di dalam ruang (2.45) selanjutnya persamaan (2.65) memberikan rapat probabilitas (Purwanto) |ฮจ(๐‘Ÿ, ๐‘ก)|๐Ÿ = |ฮจ(๐‘Ÿ)|๐Ÿ

(2.66)

Yang tidak bergantug waktu. Karena itu ฮจ(๐‘Ÿ, ๐‘ก) pada persamaan (2.65) menggambarkan keadaan stasioner (stationary state) karena tidak ada karakter atau sifat partikel yang berubah terhadap waktu. Sedangkan

18

persamaan (2.64b) di sebut persamaan ๐‘ ๐‘โ„Ž๐‘Ÿ๐‘œฬˆ ๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘”๐‘’๐‘Ÿ tak bergantung waktu. (Purwanto) Mengingat bentuk persamaan (2.41) dengan ๐‘‰ = ๐‘‰(๐‘Ÿ) persamaan (2.64b) dapat ditulis menjadi ๐ป๐œ‘(๐‘Ÿ) = ๐ธ๐œ‘(๐‘Ÿ)

(2.67)

Persamaan (2.67) ini di sebut persamaan karakteristik atau persamaan nilai eigen dengan ๐œ‘(๐‘Ÿ) sebagai fungsi eigen dan ๐ป adalah operator diferensial dari energi. ๐ธ adalah nilai eigen dari operator ๐ป, dan di sebut sebagai energi eigen dan ditafsirkan sebagai energi partikel. (Purwanto) C. Sifat-Sifat Fungsi Gelombang Dalam persmaan (2.8); ๐œ“(๐‘ฅ) adalah fungsi gelombang partikel yang tidak bergantung waktu. Dengan fungsi gelombang itu, peluang menemukan partikel di ๐‘ฅ dalam interval dx adalah ๐œ“ โˆ— (๐‘ฅ) ๐œ“(๐‘ฅ)๐‘‘๐‘ฅ, dan total peluang untuk menemukan partikel itu disepanjang sumbu-x adalah โˆž

โˆž

โˆซโˆ’โˆž ๐œ“ โˆ— (๐‘ฅ)๐œ“(๐‘ฅ)๐‘‘๐‘ฅ = โˆซโˆ’โˆž|๐œ“(๐‘ฅ)|2 ๐‘‘๐‘ฅ = 1

(2.68)

Dimana |๐œ“(๐‘ฅ)|2 disebut rapat peluang. Dalam persamaan ini, ๐œ“ โˆ— (๐‘ฅ) adalah konjugasi dari ๐œ“(๐‘ฅ). Fungsi ๐œ“(๐‘ฅ) yang memenuhi persamaan (2.68) disebut fungsi yang dinormalisasi. (Siregar, 2018) Suatu fungsi gelombang partikel harus memiliki kelakuan yang baik agar sifat yang diungkapkan oleh Persamaan (2.68) dapat terpenuhi. Sifat-sifat tersebut adalah: 1.

Tidak sama dengan nol, dan merupakan ๐‘ ๐‘–๐‘›๐‘”๐‘™๐‘’ โˆ’ ๐‘ฃ๐‘Ž๐‘™๐‘ข๐‘’๐‘‘, artinya ๐œ“(๐‘ฅ) memiliki hanya satu harga saja untuk suatu harga ๐‘ฅ.

2.

Fungsi dan turunannya kontinu di semua harga ๐‘ฅ, dan

3.

Funsgi (harga mutlaknya) tetap terbatas (finite) untuk ๐‘ฅ menuju ยฑโˆž; dalam keadaan terikat ๐œ“ โˆ— (๐‘ฅ) ๐œ“(๐‘ฅ) = 0 di ๐‘ฅ menuju ยฑโˆž (Siregar, 2018)

19

Jika ketiga persyaratan di atas dipenuhi, maka fungsi ๐œ“(๐‘ฅ) disebut sebagai fungsi yang berkelakuan baik. Perhatikan fungsi gelombang dalam persamaan (2.10) (Siregar, 2018) ๐‘›๐œ‹

๐œ“๐‘› (๐‘ฅ) = ๐ถ๐‘ ๐‘–๐‘› ( ๐ฟ ๐‘ฅ)

(2.69)

Normalisasinya harus memenuhi: โˆž

๐ฟ

๐‘›๐œ‹

โˆซโˆ’โˆž|๐œ“๐‘› (๐‘ฅ)|2 ๐‘‘๐‘ฅ = ๐ถ 2 โˆซ0 ๐‘ ๐‘–๐‘›2 ( ๐ฟ ๐‘ฅ) ๐‘‘๐‘ฅ = 1 Dengan menggunakan ๐‘ ๐‘–๐‘›2 ๐œƒ = ๐ฟ

1โˆ’๐‘๐‘œ๐‘ 2๐œƒ 2

(2.70)

, maka hasil integral di atas

2

adalah ๐ถ 2 (2) = 1 sehingga ๐ถ = โˆš๐ฟ . Jadi secara lengkap fungsi yang dinormalisasi adalah (Siregar, 2018) 2

๐‘›๐œ‹

๐œ“๐‘› (๐‘ฅ) = โˆš๐ฟ ๐‘ ๐‘–๐‘› ( ๐ฟ ๐‘ฅ)

(2.71)

Berdasarkan integral di atas, maka untuk daerah ๐‘ฅ โ‰ค 0 dan ๐‘ฅ โ‰ฅ ๐ฟ, ๐œ“๐‘› (๐‘ฅ) = 0. Suatu fungsi gelombang yang donormalisasi dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari beberapa fungsi yang masing-masing dinormalisasi juga. Jika ๐œ“ (๐‘ฅ) adalah

kombinasi

linier

dari

sekumpulan

fungsi-fungsi

{๐œ“๐‘› (๐‘ฅ)}, maka penulisannya secara umum adalah seperti: ๐œ“(๐‘ฅ) = โˆ‘๐‘› ๐ถ๐‘› ๐œ“๐‘› (๐‘ฅ)

(2.72)

Di mana ๐ถ๐‘› adalah koefisien bagi fungsi ๐œ“๐‘› (๐‘ฅ) yang biasanya rill atau kompleks. Koefisien itu memenuhi integral ๐‘œ๐‘ฃ๐‘’๐‘Ÿ๐‘™๐‘Ž๐‘ seperti: (Siregar, 2018) โˆž

โˆ— (๐‘ฅ)๐œ“(๐‘ฅ)๐‘‘๐‘ฅ ๐ถ๐‘š = โˆซโˆ’โˆž ๐œ“๐‘š

(2.73)

Jika fungsi-fungsi {๐œ“๐‘› (๐‘ฅ)} selain ternormalisasi juga ortogonal satu sama lain maka berlaku : โˆž

โˆซโˆ’โˆž ๐œ“ โˆ—๐‘š (๐‘ฅ)๐œ“๐‘› (๐‘ฅ)๐‘‘๐‘ฅ = ๐›ฟ๐‘š๐‘›

(2.74)

Dan โˆ‘๐‘› ๐ถ โˆ—๐‘› ๐ถ๐‘› = 1

(2.75)

Harga ๐›ฟ๐‘š๐‘› = 1 Jika ๐‘š = ๐‘›, dan ๐›ฟ๐‘š๐‘› = 0 jika ๐‘š โ‰  ๐‘›. Fungsi-fungsi yang memenuhi persamaan (2.74) disebut ortonormal, yakni orthogonal satu

20

sama lain dan masing-masing ternomalisasi. Dalam persamaan (2.3.2) {๐œ“๐‘› } disebut fungsi basis bagi pembentukan fungsi ๐œ“. (Siregar, 2018) Contoh 3 ๐‘ฅ; 0 โ‰ค ๐‘ฅ โ‰ค ๐ฟ/2 Misalkan fungsi ๐œ“(๐‘ฅ)={ ๐ฟ โˆ’ ๐‘ฅ; ๐ฟ/2 โ‰ค ๐‘ฅ โ‰ค ๐ฟ 2

๐‘›๐œ‹

Jika ๐œ“(๐‘ฅ) = โˆ‘๐‘› ๐‘Ž๐‘› ๐œ“๐‘› (๐‘ฅ); ๐œ“๐‘› (๐‘ฅ) = โˆš๐ฟ ๐‘ ๐‘–๐‘› ( ๐ฟ ๐‘ฅ) tentukanlah harga-harga koefisien ๐ถ๐‘› . Fungsi ๐œ“(0) = 0, dan ๐œ“(๐ฟ) = 0; harga-harga ini sama dengan ๐œ“๐‘› (0) = ๐œ“๐‘› (๐ฟ) = 0; jadi ๐œ“(๐‘ฅ) dan ๐œ“๐‘› (๐‘ฅ) memiliki syarat batas yang sama sehingga ๐œ“(๐‘ฅ) dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari fungsi-fungsi ๐œ“๐‘› (๐‘ฅ). Berdasarkan persamaan (2.27) dan Apendiks 2 (Siregar, 2018) ๐ฟ

๐ถ๐‘› = โˆซ ๐œ“๐‘› (๐‘ฅ)๐œ“(๐‘ฅ)๐‘‘๐‘ฅ 0 ๐ฟ 2

๐ฟ

2 ๐‘›๐œ‹ 2 ๐‘›๐œ‹ = โˆš โˆซ ๐‘ฅ sin ( ๐‘ฅ) ๐‘‘๐‘ฅ + โˆš โˆซ ( ๐‘ฅ) ๐‘‘๐‘ฅ ๐ฟ ๐ฟ ๐ฟ ๐ฟ ๐ฟ 2

0

=

(2๐ฟ)3/2 ๐‘›๐œ‹ ๐‘ ๐‘–๐‘› ( ) 2 2 ๐‘› ๐œ‹ 2

Integral-integral di atas dapat diselesaikan dengan menggunakan Apendiks 1. Maka fungsi ๐œ“(๐‘ฅ) sebagai kombinasi linier dari fungsi-fungsi ๐œ“๐‘› (๐‘ฅ) adalah โˆด ๐œ“(๐‘ฅ) =

(2๐ฟ)3/2 ๐‘›2

โˆ‘๐‘›

1 ๐‘›2

๐‘›๐œ‹

๐‘ ๐‘–๐‘› ( 2 )

(2.76)

Jika {๐œ“๐‘› (๐‘ฅ)} fungsi-fungsi non-orthogonal, maka secara umum โˆž

โˆซ ๐œ“ โˆ—๐‘˜ (๐‘ฅ)๐œ“๐‘™ (๐‘ฅ)๐‘‘๐‘ฅ = ๐‘†๐‘˜๐‘™ ; โˆ’โˆž

โˆ‘๐‘˜๐‘™ ๐ถ๐‘˜ ๐ถ๐‘™ ๐‘†๐‘˜๐‘™ = 1

(2.77)

Persamaan (2.77) ini disebut integral overlap antara fungsi ๐œ“๐‘˜ dan fungsi ๐œ“๐‘™ . Untuk memudahkan penulisan, fungsi-fungsi dituliskan dalam keterangan seperti |๐œ“๐‘› โŸฉ dan konjugasinya dalam bra, โŸจ๐œ“๐‘› |. Integral overlap dituliskan seperti: (Siregar, 2018)

21

โˆž

โˆซโˆ’โˆž ๐œ“ โˆ—๐‘˜ (๐‘ฅ)๐œ“๐‘™ (๐‘ฅ)๐‘‘๐‘ฅ โ‰ก โŸจ๐œ“๐‘˜ |๐œ“๐‘™ โŸฉ

22

(2.78)

3. BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa: 1. Setelah melakukan penurunan pada gelombang maka persamaan 2๐œ‹

gelombang dapat ditulis ๐œ‘๐‘› (๐‘ฅ) = ๐ถ sin ( ๐œ† ๐‘ฅ) 2. Setelah melakukan penurunan pada persamaan ๐‘†๐‘โ„Ž๐‘Ÿ๐‘œฬˆ ๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘”๐‘’๐‘Ÿ , maka persamaannya dapat ditulis Persamaan ๐‘†๐‘โ„Ž๐‘Ÿรถ๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘”๐‘’๐‘Ÿ yang tidak bergantung waktu. ๐‘‘ 2 ๐œ‘(๐‘ฅ) 2๐‘š + 2 (๐ธ โˆ’ ๐‘‰)๐œ‘(๐‘ฅ) = 0 ๐‘‘๐‘ฅ 2 ฤง Persamaan ๐‘†๐‘โ„Ž๐‘Ÿรถ๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘”๐‘’๐‘Ÿ yang bergantung waktu. ๐‘–ฤง

๐œ• ๐œ•๐‘ก

ฬ‚ ๐›น (๐‘ฅ, ๐‘ก) ๐›น (๐‘ฅ, ๐‘ก) = ๐ป

(2.22)

3. Sifat-sifat fungsi dari gelombang yaitu tidak sama dengan nol, dan merupakan ๐‘ ๐‘–๐‘›๐‘”๐‘™๐‘’ โˆ’ ๐‘ฃ๐‘Ž๐‘™๐‘ข๐‘’๐‘‘, artinya ๐œ“(๐‘ฅ) memiliki hanya satu harga saja untuk suatu harga ๐‘ฅ, fungsi dan turunannya kontinu di semua harga ๐‘ฅ, dan fungsi (harga mutlaknya) tetap terbatas ( ๐‘“๐‘–๐‘›๐‘–๐‘ก๐‘’ ) untuk ๐‘ฅ menuju ยฑโˆž ; dalam keadaan terikat ๐œ“ โˆ— (๐‘ฅ) ๐œ“(๐‘ฅ) = 0 di ๐‘ฅ menuju ยฑโˆž. B. Saran Penulis makalah ini tentu saja menyadari masih terdapat kekurangankekurangan dalam menulis. Oleh karena itu, saran dan masukan untuk makalah ini kami harapkan sebagai upaya memperbaiki kesalahan dalam penulisan makalah kami. Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan banyak manfaat bagi semua pihak. Aamiin yaa robbal โ€˜alamiin.

23

DAFTAR PUSTAKA

Purwanto, A. (n.d.). Fisika Kuantum. Yogyakarta: Penerbit Gava Media. Siregar, R. E. (2018). Fisika Kuantum. Jatinangor: Fakultas MIPA Universitas Padjajaran.

vi

LAMPIRAN

vii

CATATAN

viii

Related Documents

Kelompok
May 2020 52
Kelompok
May 2020 50
Kelompok
May 2020 61
Kelompok
June 2020 49
Kelompok 7 Kelompok 12
June 2020 53

More Documents from "lisa evangelista"