Kelompok 5 Risiko Dan Hazard K3 Pada Pasien Dan Perawat Dalam Setiap Pemberian Asuhan Keperawatan.docx

  • Uploaded by: Dhea Dohong
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kelompok 5 Risiko Dan Hazard K3 Pada Pasien Dan Perawat Dalam Setiap Pemberian Asuhan Keperawatan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,520
  • Pages: 23
RISIKO DAN HAZARD K3 PADA PASIEN DAN PERAWAT DALAM SETIAP PEMBERIAN ASUHAN KEPERAWATAN Dosen : Melisa Frisilia, S.Kep., M.Kes

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 5 ARMELIATI

2018.C.10a.0959

CIA

2018.C.10a.0962

DHEA PERMATASARI ISKANDAR

2018.C.10a.0964

LOREN

2018.C.10a.0976

TETENIA DIYANTI

2018.C.10a.0987

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2018-2019

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu walaupun ada beberapa halangan yang mengganggu proses pembuatan makalah ini, namun penulis dapat mengatasinya tentu atas campur tangan Tuhan Yang Maha Esa. Penulis berharap makalah ini akan berguna bagi para mahasiswa terutama yang berada di STIKes Eka Harap materi tentang “Risiko dan Hazard K3 Pada Pasien dan Perawat Dalam Setiap Pemberian Asuhan Keperawatan” sehingga diharapkan dengan mempelajari makalah ini mahasiswa maupun pembaca lainnya untuk mendapatkan tambahan pengetahuan. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, penulis berharap adanya kritik dan saran dari berbagai pihak untuk perbaikan makalah ini pada masa yang akan datang. Akhir kata dari penulis berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini sehingga menjadi bermanfaat bagi kita semua.

Palangka Raya, 5 Maret 2019

Penulis

ii

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 1.1

LATAR BELAKANG ........................................................................................ 1

1.2

RUMUSAN MASALAH .................................................................................... 2

1.3

TUJUAN PENULISAN ...................................................................................... 2

1.3.1

Tujuan Umum ............................................................................................... 2

1.3.2

Tujuan Khusus .............................................................................................. 2

BAB II PENDAHULUAN ................................................................................................ 3 2.1 2.2

PRINSIP DAN KONSEP KESELAMATAN PASIEN ...................................... 3 PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN DAN MANUSIA PADA KESELAMATAN PASIEN................................................................................... 4

2.4

EBP (EVIDENCE BASED PRACTICE) UNTUK PENINGKATAN KESELAMATAN PASIEN................................................................................. 11

2.5

BUDAYA DALAM LINGKUNGAN PERAWAT DALAM PENINGKATAN KESELAMATAN PASIEN................................................................................. 13

BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 18 3.1

KESIMPULAN ................................................................................................. 18

3.2

SARAN ............................................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 19

iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG Sebuah realisasi yang menentukan pada tahun 1990an adalah bahwa, terlepas dari semua kekuatan obat modern yang diketahui untuk menyembuhkan dan memperbaiki penyakit, rumah sakit bukanlah tempat yang aman untuk penyembuhan. Sebaliknya, rumah sakit adalah tempat yang penuh dengan risiko yang membahayakan pasien. Salah satu respon penting terhadap realisasi ini adalah meningkatnya minat terhadap keselamatan pasien. Semakin jelas bahwa keselamatan pasien telah menjadi satu disiplin ilmu tersendiri, lengkap dengan pengetahuan dan keahlian terpadu, dan memiliki potensi untuk merevolusi perawatan kesehatan, mungkin sama radikalnya dengan biologi molekuler yang secara dramatis meningkatkan kemampuan terapeutik dalam pengobatan. Keselamatan dan kesehatan kerja dewasa ini merupakan istilah yang sangat populer. Bahkan di dalam dunia industri istilah tersebut lebih dikenal dengan K3 yang artinya keselamatan dan kesehatan kerja. Menurut Milyandra (2009) Istilah ‘keselamatan dan kesehatan kerja’, dapat dipandang

mempunyai

dua

sisi

pengertian.

Pengertian

pertama

mengandung arti sebagai suatu pendekatan ilmiah (scientific approach) dan disisi lain mempunyai pengertian sebagai suatu terapan atau suatu program yang mempunyai tujuan tertentu. Karena itu keselamatan dan kesehatan kerja dapat digolongkan sebagai suatu ilmu terapan (applied science). Keselamatan dan kesehatan kerja sebagai suatu program didasari pendekatan ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya (hazard) dan risiko (risk) terjadinya penyakit dan kecelakaan, maupun kegiatan kerugian-kerugian lainnya yang mungkin terjadi. Jadi dapat dikatakan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pendekatan ilmiah dan praktis dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko kesehatan yang mungkin terjadi.

1

1.2

RUMUSAN MASALAH 1.

Apa yang dimaksud dengan Keselamatan Pasien dan Keselamatan Kesehatan Kerja (K3)

2.

Apa saja pengaruh faktor lingkungan dan manusia pada keselamatan pasien?

3.

Bagaimana cara meningkatkan keselamatan pasien dengan metode peningkatan kualitas?

4.

Mengapa

EBP

(Evidence

Based

Practice)

digunakan

untuk

peningkatan keselamatan pasien? 5.

1.3

Bagaimana Penerapan Budaya Peningkatan Keselamatan Pasien?

TUJUAN PENULISAN 1.3.1

Tujuan Umum Untuk mengetahui Risiko dan Hazard K3 Pada Pasien dan Perawat Dalam Memberi Asuhan Keperawatan.

1.3.2

Tujuan Khusus a. Untuk memenuhi tugas Keselamatan Pasien dan Kesalamatan Kesehatan Kerja (K3) tentang Risiko dan Hazard K3 Pada Pasien dan Perawat Dalam Setiap Pemberian Asuhan Keperawatan.

b. Untuk menambah wawasan pengetahuan bagi mahasiswa(i) Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

2

BAB II PENDAHULUAN

2.1

PRINSIP DAN KONSEP KESELAMATAN PASIEN Keamanan dan keselamatan pasien merupakan hal mendasar yang perlu di perhatikan oleh tenaga medis saat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Keselamatan pasien adalah suatu system dimana rumah sakit memberikan asuhan kepada pasien secara aman serta mencegah terjadinya cidera akibat kesalahan karena melaksanakan suatu tindakan atau tidak melaksanakan suatu tindakan yang seharus nya diambil.Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko pasien,pelaporan dan analisis insiden ,kemampuan belajar dari insiden,tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimal resiko. Berikut adalah Tujuh prinsip menuju keselamatan pasien rumah sakit tersebut yang terdiri dari: 1. Kesadaran (awareness) tentang nilai keselamatan pasien rumah sakit. 2. Komitmen memberikan pelayanan kesehatan berorientasi patient safety. 3. Kemampuan mengidentifikasi faktor risiko penyebab insiden terkait patient safety. 4. Kepatuhan pelaporan insiden terkait patient safety. 5. Kemampuan berkomunikasi yang efektif dengan pasien tentang faktor risiko penyebab insiden terkait patient safety. 6. Kemampuan mengidentifikasi akar masalah penyebab insiden terkait patient safety. 7. Kemampuan memanfaatkan informasi tentang kejadian yang terjadi untuk mencegah kejadian berulang.

3

2.2

PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN DAN MANUSIA PADA KESELAMATAN PASIEN A. Faktor Lingkungan Pada Keselamatan Pasien Lingkungan klien mencakup semua faktor fisik dan psikososial yang memengaruhi kehidupan dan ketahanan hidupnya. Definisi ini mencakup semua lingkungan pelayanan dimana interaksi perawat dan klien berlangsung. Contohnya: rumah, pusat komunitas, sekolah, klinik, rumah sakit, dan fasilitas perawatan jangka panjang. Keselamatan pada lingkungan pelayanan kesehatan menurunkan insiden penyakit dan cedera, mencegah semakin lamanya waktu rawat inap rumah sakit, mempertahankan dan meningkatkan status fungsional klien, dan meningkatkan kesejahteraan klien. Lingkungan yang aman juga akan melindungi staf sehingga mereka dapat berfungsi secara optimal. Kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisiologis seperti Oksigen, Gizi, Suhu, Kelembapan optimum, dan Bahaya Fisik akan memengaruhi keselamatan seseorang. Berikut 4 Kebutuhan Fisiologi Keselamatan Pasien : Oksigen Awasi faktor di lingkungan klien yang dapat mengurangi ketersediaan oksigen. Yang biasa terjadi dilingkungan rumah adalah sistem pemanas yang bekerja kurang baik. Pembakaran atau mobil yang dibiarkan hidup digarasi merupakan sumber karbon monoksida lingkungan.

4

Gizi Pemenuhan

kecukupan

gizi

yang

cukup

dan

aman

membutuhkan pengaturan lingkungan dan pengetahuan. Dirumah, klien membutuhkan lemari pendingin

untuk

menyimpan makanan yang mudah busuk. Makanan yang tidak disimpan dengan baik atau berada di lingkungandengan sanitasi buruk dapat meningkatkan risiko keracunan makanan dan infeksi. Infeksi makanan bakterial disebabkan oleh makanan yang dikontaminasi Escherichia Coli, Salmonella, Shigella atau Listeria. Suhu dan Kelembapan Pajanan terhadap suhu yang sangat dingin dalam waktu lama menyebabkan Frostbite dan hipotermia. Frostbite terjadi jika area permukaan kulit membeku karena terpajan pada suhu dingin yang ekstrem. Hipotermia terjadi jika suhu inti badan berada pada nilai 35○C atau kurang. Mereka yang berisiko tinngi terkena hipotermia adalah para lansia, anak-anak, penderita penyakit kardiovaskular, pengonsumsi alkohol atau obatan dalam jumlah berlebih, dan para gelandangan. Pajanan terhadap panas yang ekstrem meningkatkan suhu inti badan sehingga terjadi heatstroke. Mereka yang paling berisiko terkena penyakit ini adalah klien dengan penyakit kronis, lansia, anak-anak. Mereka harus menghindari lingkungan dengan suhu dan kelembapan yang ekstrem. Bahaya Fisik Bahaya fisik di lingkungan dapat menimbulkan risiko cedera kecelakaan dan kematian bagi klien. Kecelakaan kendaraan bermotor adalah penyebab utama, diikuti keracunan dan kecelakaan jatuh. Pada lansia usia 65 tahun keatas, kecelakaan jatuh merupakan penyebab trauma atau kematian utama.

5

B. Faktor Manusia Pada Keselamatan Pasien Penting bagi semua petugas kesehatan untuk menyadari situasi yang meningkatkan kemungkinan kesalahan bagi manusia. Sehingga sangat penting bagi pelajar dan staf junior berpengalaman lainnya untuk memahami hal ini juga. Sejumlah faktor mempengaruhi kinerja individu manusia, sehingga seseorang cendrung melakukan kesalahan. Dua faktor dengan dampak terbesar adalah kelelahan dan stres. Ada bukti ilmiah yang kuat yang menghubungkan kelelahan dan gangguan kinerja membuatnya menjadi faktor risiko tinggi terkait dengan keselamatan pasien. Bekerja dalam waktu yang berkepanjangan telah terbukti menghasilkan penurunan kinerja yang sepadan dengan terkandungnya tingka alkohol darah 0,05 mmol / l. Orang dengan tingkat alkohol dalam darah sejumlah tersebut, di sejumlah negara dilarang untuk mengendarai mobil. Hubungan antara stres dan kinerja juga telah dikuatkan melalui hasil penelitian. Sementara tingkat stres yang tinggi adalah sesuatu yang sering dihadapi oleh setiap orang, penting untuk mengenali tingkat stres rendah yang juga kontraproduktif. Karena tingkat stres yang rendah dapat menyebabkan kebosanan dan kegagalan untuk melaksanakan tugas dantingkat kewaspadaan yang kurang. Industri penerbangan mensyaratkan pilot menggunakan sejumlah daftar. Periksa pribadi untuk memantau pendekatan kinerja yang mereka lakukan yang dapat dengan mudah diadopsi oleh pekerja kesehatan.

6

2.3 CARA UNTUK MENINGKATKAN KESELAMATAN PASIEN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PENINGKATAN KUALITAS Ilmu keselamatan mencakup langkah-langkah untuk mencegah kecelakaan medis terjadi. Metode penelitian ilmiah perbaikan-terfokus dapat

menggabungkan

mempertimbangkan

berbagai

konteks

dan

metodologi kompleksitas

dan

biasanya

perubahan

social.

Pelaksanaan metode peningkatan paling berkualitas melibatkan tim dari orang-orang yang bekerja bersama-sama menggunakan proses untuk memperbaiki atau mencegah masalah tertentu. Tapi, pertama-tama, anggota tim perlu setuju bahwa masalah yang sedang ditangani adalah masalah yang layak diperbaiki. Pelajar didorong untuk mengetahui apakah fasilitas kesehatan di manabmereka bekerja memiliki program perbaikan kualitas dan apakah mereka bisa mengamati atau bergabung dalam tim untuk melakukan kegiatan perbaikan. Kita dapat mulai memahami peran peningkatan kualitas dengan: bertanya dan belajar tentang alat-alat yang dapat digunakan untuk meningkatkan keselamatan pasien; mengakui bahwa ide positif tentang pengembangankeselamatan bisa berasal dari siapa pun menyadari bahwa lingkungan lokal merupakan faktorkunci dalam proses perbaikan; menyadari bahwa cara berpikir dalam sistem dan caraindividu bereaksi sama pentingnya dengan struktur danproses di layanan medis; menyadari bahwa praktik inovatif dilakukan denganmengadopsi proses baru; pemahaman

bahwa

pengukuran

hasil

pasiendiperlukan

untuk

mendesain strategi yang tepat danuntuk mengevaluasi perbaikan.

2.3.1 Model Prinsip yang Mendasari untuk Perbaikan Peningkatan kualitas mencakup setiap proses atau alat yang bertujuan untuk mengurangi kesenjangan kualitas dalam fungsi sistemik atau organisasi. Prinsip-prinsip dasar peningkatan kualitas yang cukup

7

intuitif diantaranya adalah berfokus pada pasien / pelanggan, kepemimpinan yang kuat, keterlibatan semua anggota tim, penggunaan pendekatan proses, penggunaan pendekatan manajemen sistem, perbaikan terus-menerus, pendekatan faktual untuk pengambilan keputusan dan hubungan yang saling menguntungkan bagi semua pihak. Peningkatan terdiri dari pengembangan pengetahuandan menerapkan pengetahuan. Hampir semua model perbaikan terdiri dari fase pertanyaan siklus PDSA yang dijelaskan oleh Deming (lihat Gambar bawah).

Siklus PDSA diatas dimulai dengan rencana dan berakhir dengan tindakan. Tahap studi ini dirancang untuk memperoleh informasi dan pengetahuan baru. Ini merupakan langkah penting dalam ilmu perbaikan karena informasi baru memungkinkan untuk melakukan prediksi yang

8

lebih baik tentang efek perubahan. Penerapan model PDSA dapat sederhana atau kompleks, formal atau informal. Contoh-contoh praktis dari situasi di mana siklus PDSA dapat digunakan antara lain membaiki waktu menunggu di klinik, penurunan tingkat infeksi bedah di ruang operasi, mengurangi masa tinggal setelah operasi, meminimalkan kecelakaan gigi, mengurangi jumlah hasil tes dikirim pada orang yang salah dan meningkatkan proses melahirkan bagi perempuan.

2.3.2 Contoh Metode Perbaikan/Peningkatan Kualitas Ada sejumlah contoh metode perbaikan dalam pelayanan kesehatan. Banyak pelajar akan familiar dengan metode yang digunakan dalam tempat kerja mereka masing-masing saat fase kerja mereka berlanjut. Dr Brent James (USA) telah telah membuat peningkatan yang signifikan dalam pelayanan kesehatan menggunakan metode. 1. Pengembangan Praketik Klinis : Clinical practice improvement (CPI) Metodologi CPI digunakan oleh para tenaga medis untuk meningkatkan kualitas dan keamanan pelayanan kesehatan. metode dilakukan melalui pemeriksaan rinci dari proses dan hasil dalam pelayanan klinis. Keberhasilan proyek CPI tergantung pada tim yang terdiri dari masing-masing lima tahap berikut. 

Fase Proyek



Fase diagnose



Fase Intervensi



Fase hasil dan implementasi



Fase Perbaikan dan Melanjutkan

2. Root cause analysis - Analisa Akar Penyebab Banyak rumah sakit dan institusi pelayanan kesehatan menggunakan proses yang disebut analisis akar penyebab (RCA) untuk menentukan penyebab dari kesalahan medis. RCA pertama kali dikembangkan di bidang teknik dan sekarang digunakan di

9

banyak industri, termasuk pelayanan kesehatan. RCA digunakan setelah insiden terjadi untuk mengungkap penyebab utama. Karena itu, fokusnya adalah pada insiden tertentu dan keadaan sekitarnya. Namun, ada banyak pelajaran yang bisa diperoleh dari proses retrospektif ini yang dapat mencegah insiden serupa terjadi di masa depan. RCA adalah proses tertentu yang bertujuan untuk mengeksplore faktor yang mungkin terjadi terkait dengan kecelakaan dan mempertanyakan apa yang terjadi, mengapa terjadi dan apa yang bisa dilakukan untuk mencegahnya terjadi lagi. Pekerja medis perlu mendapatkan pelatihan terkait metode ini sebagaimana halnya dengan metode CPI.

3. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) FMEA adalah sebuah pendekatan yang berusaha untuk menemukan dan mengidentifikasi

kemungkinan kegagalan

dalam sistem dan menerapkan strategi untuk mencegah kegagalan dari terjadi. FMEA biasanya berupa komponen untuk peningkatan kualitas yang lebih besar yang dilakukan oleh organisasi kesehatan dan melibatkan proses tiga langkah: 1. Penilaian Risiko a) identifikasi kerusakan-melibatkan pertimbangan bukti dan proses hasil pertanyaan terkait bahaya. b) analisis sistem-meliputi diagram proses pelayanan keseluruhan yang ada dan menilai setiap potensi risikobyang terkait bahaya. Dalam langkah ini FMEA dilakukan c) karakterisasi Risiko 2. Pelaksanaan 3. Evaluasi.Pengetahuan dan Kemampuan Dasar

10

2.4

EBP (EVIDENCE BASED PRACTICE) UNTUK PENINGKATAN KESELAMATAN PASIEN Evidence Based Practice (EBP) adalah tindakan yang teliti dan bertanggung jawab dengan menggunakan bukti (berbasis bukti) yang berhubungan dengan keahlian klinis dan nilai-nilai pasien untuk menuntun pengambilan keputusan dalam proses perawatan (Titler, 2008). Evidence Based Practice (EBP) keperawatan adalah proses untuk menentukan, menilai, dan mengaplikasikan bukti ilmiah terbaik dari literature keperawatan maupun medis untuk meningkatkan kualitas pelayanan pasien. Dengan kata lain, EBP merupakan salah satu langkah empiris untuk mengetahui lebih lanjut apakah suatu penelitian dapat diimplementasikan pada lahan praktek yang berfokus pada metode dengan critical thinking dan menggunakan data dan penelitian yang tersedia secara maksimal.

2.4.1 Tingkatan Evidence Hirarki untuk tingkatan evidence yang ditetapkan oleh Badan Kesehatan Penelitian dan Kualitas (AHRQ), sering digunakan dalam keperawatan (Titler, 2010). Adapun level of evidence tersebut adalah sebagai berikut : Level 1 : Evidence berasal dari systematic review atau meta-analysis dari RCT yang sesuai. Level 2 : Evidence berasal dari suatu penelitian RCT dengan randomisasi. Level 3 : Evidence berasal dari suatu penelitian RCT tanpa randomisasi. Level 4 : Evidence berasal dari suatu penelitian dengan desain case control dan kohort. Level 5 : Evidence berasal dari systematic reviews dari penelitian descriptive dan qualitative. Level 6 : Evidence berasal dari suatu penelitian descriptive atau qualitative.

11

Level 7 : Evidence berasal dari suatu opini dan atau laporan dari para ahli.

2.4.2 Langkah-langkah Implementasi EBP Mencari

dan

mengumpulkan

literatur

evidence

yang

berhubungan Terdapat tujuh langkah yang harus dilewati ketika akan mengimplementasikan suatu Evidence Based Practice yaitu (Melnyk & Fineout-Overholt, 2011): •

Menumbuhkan semangat terhadap penelitian



Merumuskan pertanyaan klinis dalam format PICOT



Mencari dan mengumpulkan literatur evidence yang berhubungan



Melakukan telaah atau penilaian kritis terhadap evidence



Mengintegrasikan evidence terbaik dengan pengalaman klinis dan rujukan serta nilai-nilai pasien didalam pengambilan keputusan atau perubahan.



Mengevaluasi tujuan di dalam keputusan praktis berdasarkan evidence.



Menyebarluaskan tujuan EBP atau perubahan

12

2.4.3 Faktor yang Mempengaruhi Implementasi EBP Terdapat

beberapa

faktor

yang

dapat

mempengaruhi

implementasi hasil temuan penelitian di tatanan praktek keperawatan, yaitu : 1. karakteristik dari cara adopsi (nilai penelitian keperawatan, kemampuan, dan kesadaran perawat), 2. karakteristik organisasi (setting, hambatan, dan keterbatasan), karakteristik dari inovasi (kualitas penelitian), 3. dan karakteristik dari pola komunikasi (cara penyampaian dan akses ke penelitian) (Munten, Bogaard, Cox, Garretsen, & Bongers, 2010).

2.4.4 Penerapan EBN (Nursing) dalam Proses Keperawatan Dalam

proses

keperawatan,

terdapat

banyak

aktivitas

pengamtilan keputusan dari saat tahap pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Pada setiap fase proses keperawatan tersebut, hasil-hasil penelitian dapat membantu perawat dalam membuat keputusan dan melakukan tindakan yang mempunyai dasar/rasional hasil penelitian yang kuat.

2.5



Tahap pengkajian



Tahap penegakkan diagnosis keperawatan



Tahap perencanaan



Tahap intervensi/implementasi



Tahap evaluasi

BUDAYA DALAM LINGKUNGAN PERAWAT DALAM PENINGKATAN KESELAMATAN PASIEN Budaya keselamatan pasien merupakan kesadaran konstan dan potensi aktif oleh staf sebuahorganisasi dalam mengenali sesuatu yang tampak tidak beres. Staf dan organisasi yang mampu mengakui kesalahan, belajar

dari

kesalahan,

dan

mau

mengambil

tindakan

untuk

mengadakanperbaikan dikatakan sudah melaksanakan budaya keselamatan

13

(NHS, 2013). Budaya keselamatan pasien didefinisikan sebagai pola terpadu perilaku individu dan organisasi berdasarkan keyakinan dan nilainilai bersama yang terus berusaha untuk meminimalkan

2.5.1

Dimensi Budaya Keselamatan Pasien James Reason dalam Reiling (2006) dan NPSA (2004) menyebutkan bahwa budaya keselamatan pasien dapat dibagi menjadi beberapa dimensi seperti: a. Budaya keterbukaan (open culture) Budaya keterbukaan dalam suatu organisasi merupakan proses pertukaran informasi antar perawat dan staf. Dimensi ini memiliki karakteristik bahwa perawat akan merasa nyaman membahas insiden yang terkait dengan keselamatan pasien serta mengangkat isu-isu terkait keselamatan pasien bersama dengan rekan kerjanya, juga supervisor atau pimpinan. Keterbukaan juga ditujukan kepada pasien. Pasien diberikan penjelasan akan tindakan dan juga kejadian yang telah terjadi. Pasien diberikan informasi tentang kondisi yang akan menyebabkan resiko terjadinya kesalahan. Perawat memiliki motivasi untuk memberikan setiap informasi yang berhubungan dengan keselamatan pasien. b. Budaya pelaporan (reporting culture) Budaya pelaporan merupakan bagian penting dalam rangka meningkatkan

keselamatan

pasien.Perawat

akan

membuat

pelaporan jika merasa aman. Aman yang dimaksud apabila membuat laporan maka tidak akan mendapatkan hukuman. Perawat yang terlibat merasa bebas untuk menceritakan atau terbuka terhadap kejadian yang terjadi. Perlakuan yang adil terhadap perawat, tidak menyalahkan secara individu tetapi organisasi lebih fokus terhadap sistem yang berjalan akan meningkatkan budaya pelaporan.

14

c. Budaya keadilan (just culture) Perawat saling memperlakukan secara adil antarperawat ketika terjadi insiden, tidak berfokus untuk mencari kesalahan individu (blaming),

tetapi

lebih

mempelajari

secara

sistem

yang

mengakibatkan terjadinya kesalahan. Aspek dalam budaya keadilan yang perlu mendapat perhatian adalah keseimbangan antara kondisi laten yang mempengaruhi dan dampak hukuman yang akan diberikan kepada individu yang berbuat kesalahan. Cara organisasi membangun budaya keadilan dengan memberikan motivasi dan keterbukaannya terhadap perawat untuk memberikan informasi kejadian yang dapat diterima dan tidak dapat diterima. Hal ini juga termasuk kerjasama antar perawat sehingga mengurangi rasa takut untuk melaporkan kejadian berkaitan denganbkeselamatan pasien.

d. Budaya pembelajaran (learning culture) Budaya pembelajaran memiliki pengertian bahwa sebuah organisasi memiliki sistem umpan balik terhadap kejadian kesalahan atau insiden dan pelaporannya, serta pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kualitas perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Setiap lini di dalam organisasi, baik perawat maupun manajemen menggunakan insiden yang terjadi sebagai proses mbelajar.

2.5.2

Penerapan Budaya Keselamatan Pasien oleh Perawat Pelaksana Penerapan budaya keselamatan bermanifestasi sebagai iklim keselamatan dan merupakan sebuah potret dari budaya keselamatan yang berlaku dalam individu dan kelompok, serta dapat diukur dengan kuesioner (Agnew et al, 2013). Organisasi yang menerapkan budaya keselamatan pasien berarti anggota dalam organisasi tersebut harus membangun organisasi yang terbuka (open), adil (just), informatif dalam melaporkan kejadian yang terjadi (reporting), dan belajar dari

15

kejadian tersebut (learning). Penerapan budaya keselamatan pasien oleh perawat pelaksana adalah tindakan yang dilakukan oleh perawat pelaksana yang mencerminkan dimensi budaya keselamatan pasien yaitu keterbukaan dan melaporkan ketika terjadi insiden keselamatan pasien, keadilan antar perawat ketika terjadi insiden keselamatan pasien, serta pembelajaran terhadap suatu kesalahan atau insiden keselamatan pasien (KBBI, 2013; NPSA, 2004; Reiling, 2006). Menerapkan budaya keselamatan pasien yang baik adalah ketika perawat secara aktif dan konstan menyadari potensial terjadinya kesalahan dan dapat mengidentifikasi serta mengenali kejadian yang telah terjadi, belajar dari kesalahan dan mengambil tindakan untuk memperbaiki kesalahan tersebut (NPSA, 2004).

2.5.3

Manfaat Penerapan Budaya Keselamatan Pasien Manfaat utama dalam penerapan budaya keselamatan pasien adalah organisasi menyadari apa yang salah dan pembelajaran terhadap kesalahan tersebut (Reason, 2000 dalam Cahyono, 2008). Fleming (2006) juga mengatakan bahwa fokus keseluruhan terhadap penerapan budaya keselamatan pasien dengan melibatkan seluruh komponen yang terlibat dalam organisasi akan lebih membangun budaya keselamatan pasien dibandingkan apabila hanya fokus terhadap programnya saja. Adapun manfaat dalam penerapan budaya keselamatan pasien secara rinci antara lain (NPSA, 2004): a. Membuat organisasi kesehatan lebih tahu jika ada kesalahan yang akan terjadi atau jika kesalahan terjadi. b. Meningkatnya laporan kejadian yang dibuat dan belajar dari kesalahan yang terjadi akan berpotensial menurunnya kejadian yang sama berulang kembali dan keparahan dari insiden keselamatan pasien. c. Kesadaran akan keselamatan pasien, yaitu bekerja untuk mencegah error dan melaporkan jika ada kesalahan. d. Berkurangnya perawat yang merasa tertekan, bersalah, malu karena kesalahan yang telah diperbuat.

16

e. Berkurangnya turn over pasien, karena pasien yang pernah mengalami insiden, pada umumnya akan mengalami perpanjangan hari perawatan dan pengobatan yang diberikan pengobatan pengobatan yang seharusnya diterima pasien. f. Mengurangi biaya yang diakibatkan oleh kesalahan dan penambahan terapi. g. Mengurangi sumber daya yang dibutuhkan untuk mengatasi keluhan pasien.

17

BAB III PENUTUP

3.1

KESIMPULAN Hazard atau bahaya merupakan sumber potensi kerusakan atau situasi yang berpotensi untuk menimbulkan kerugian .sesuatu disebut sebagai sumber bahaya hanya jika memiliki risiko menimbulkan hasil yang negative. Keselamatan pasien merupakan pencegahan cidera terhadap pasien. Pencegahan cidera didefinisikan sebagai bebas dari bahaya yang terjadi dengan tidak sengaja atau dapat dicegah sebagai hasil perawatan medis.

Sedangkan praktek keselamatan pasien diartikan sebagai

menurunkan risiko kejadian yang tidak diinginkan yang berhubungan dengan paparan terhadap lingkup diagnosis atau kondisi perawatan medis. Faktor manusia dalam industri lain relevan dengan keselamatan pasien di semua lingkungan pelayanan kesehatan. Studi ini termasuk memahami interaksi dan hubungan timbal balik antara manusia, alat alat dan mesin yang mereka gunakan. Memahami kesalahan dan berbagai kemampuan manusia menanggapi situasi tertentu adalah penting untuk mengetahui bagaimana penerapan prinsip-prinsip faktor manusia dapat meningkatkan pelayanan kesehatan.

3.2

SARAN Adapun saran yang ingin penulis sampaikan adalah keinginan penulis atas partisipasi para pembaca, agar kiranya mau memberikan kritik dan saran yang sehat dan bersifat membangun demi kemajuan penulisan makalah ini. Dengan adanya kritik dan saran dari pembaca, penulis bisa mengkoreksi diri agar lebih baik lagi dan dapat memberikan manfaat yang lebih bagi kita semua. Perawat diharapkan lebih meningkatkan pengetahuan tentang konsep.

18

DAFTAR PUSTAKA Iriviranty, Afrisya. 2015.Panduan kurikulum keselamatan pasien Edisi Multi-Profesional. Jakarta: Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan Potter& Perry. 2010. Fundamental Keperawatan Buku 2 Edisi 7. Jakarta: Salemba Medika Puji, Ria. 2018.EBP Untuk Peningkatan Keselamatan Pasien. (online) https://www.pdfcoke.com/presentation/396565716/379544629Evidence-Based-Practice-Untuk-Peningkatan-Keselamatan-Pasien-pptx https://edoc.site/queue/budaya-keselamatan-pdf-free.html ppg.spada.ristekdikti.go.id › Pdf › Materi Patient Safety - spada ppg https://kupdf.net › download › KONSEP dan PRINSIP PATIENT SAFETY (Diunggah oada 13 Februari 2018)

19

20

Related Documents


More Documents from "Rizal Hendra Kusuma"