LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM SOSIOLOGI PERTANIAN IDENTIFIKASI KEHIDUPAN SOSIAL PETANI BAYAM DI DUSUN BANGILAN DESA PANDANAJENG
Oleh:
Fiona Victor Iswara
175040207111111
Khalid Attahariq Wiraguna
175040207111131
Hasbi Firdhani
175040207111135
Firhan Aryapaksi
175040207111149
Syauqina Salsabila
175040201111172
Sri Agustiningsih
175040207111175
Mohamad Iqbal Septian H
175040207111191
Kelompok: F5 Kelas: F LABORATORIUM SOSIOLOGI PEDESAAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2018
i
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM SOSIOLOGI PERTANIAN IDENTIFIKASI KEHIDUPAN SOSIAL PETANIBAYAM DI DUSUN BANGILAN DESA PANDANAJENG
Disetujui,
Dosen Tutorial,
Asisten Praktikum,
MEDEA RAMADHANI UTOMO, Sp. Msi
AHMAD FATHAN MUSTAFA
NIK. 2016099003311001
NIM. 145040101111125
ii
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang telah melimpahkan segala rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan sosiologi pertanian ini dengan pokok bahasan mengenai “Identifikasi Kehidupan Sosial Petani Bayam di Dusun Bangilan Desa Pandanajeng”. Penulisan laporan ini dimaksudkan untuk menjalankan tugas ujian akhir praktikum sosiologi pertanian. Selama penulisan ini berlangsung hingga selesai, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak baik moral maupun materil, karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih dan penghargaan kepada para Asisten yang telah membimbing kami dalam pengerjaan laporan ini. Sebagai tanda terimakasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan hingga laporan ini dapat diselesaikan, hanya kepada Allah penulis memohon semoga amal keyakinan memperoleh balasan yang setimpal. Akhir kata semoga laporan ini memberi manfaat kepada pembaca. Penulis menyadari atas segala kekurangan dan kedangkalan materi yang disajikan dalam laporan ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan.
Malang, Mei 2018
Penulis
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................ i KATA PENGANTAR ................................................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................................iii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... v DAFTAR TABEL ........................................................................................................ vi DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................... vii I. PENDAHULUAN ...................................................................................................... 8 1.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 8 1.2 Tujuan ................................................................................................................... 9 1.3 Manfaat ................................................................................................................. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 10 2.1 Interaksi dan Proses Sosial ................................................................................... 10 2.2 Komunitas Desa Pertanian ................................................................................... 11 2.3 Aset Komunitas ................................................................................................... 12 2.4 Kebudayaan dan Gender dalam Pertanian ............................................................ 13 2.5 Stratifikasi dan Diferensiasi Sosial ....................................................................... 14 2.6 Kelompok Sosial dan Organisasi Sosial ............................................................... 15 2.7 Lembaga/ Pranata Sosial ...................................................................................... 16 2.8 Perubahan Sosial Petani ....................................................................................... 16 III. LOKASI DAN WAKTU PRAKTIKUM .............................................................. 18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 19 4.1 Identifikasi Petani ................................................................................................ 19 4.2 Interaksi dan Proses Sosial ................................................................................... 20 4.3 Komunitas Desa Pertanian ................................................................................... 21 4.4 Aset Komunitas ................................................................................................... 22 4.5 Kebudayaan dan Gender dalam Pertanian ........................................................... 22 4.6 Stratifikasi dan diferensiasi social ........................................................................ 23 4.7 Kelompok Sosial dan Organisasi Sosial ............................................................... 24 4.8Lembaga/Pranata Sosial........................................................................................ 25 4.9 Perubahan Sosial Petani ....................................................................................... 26 V. PENUTUP............................................................................................................... 28
iv
5.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 28 5.2 Saran ................................................................................................................... 29 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 30 LAMPIRAN ................................................................................................................ 32
v
DAFTAR GAMBAR Nomor 1
Halaman Teks Lokasi Desa Pandanajeng Kecamatan Tupang ................................. 18
2
Bapak Jono dan Ibu Satumi bersama Anggota Kelompok ................ 19
3
Keadaan rumah Bapak Jono di Dusun Bangilan, Desa Pandanajeng, Kecematan Tumpang, Kabupaten Malang. ....................................... 35
4
Awal Kegiatan Wawancara dengan Pak Jono di kediamannya .......... 35
5
Keadaan Sesi Wawancara dengan Pak Jono ...................................... 35
6
Akhir Sesi Wawancara Foto dengan Keluarga Bapak Jono ............... 36
vi
DAFTAR TABEL Nomor 1
Halaman Teks Profil Keluarga Petani...................................................................... 19
vii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1
Halaman Teks Catatan Hasil Lapang Lampiran 1 Catatan hasli lapang ...................... 32
2
Dokumentasi Kegiatan Field Trip Sosiologi Pertanian ....................... 35
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang (Firhan Aryapaksi/175040207111149) Kehidupan sehari-hari tiap individu pasti melakukan hubungan sosial dengan individu lain atau kelompok-kelompok tertentu. Hubungan sosial yang terjadi antar individu maupun antar kelompok tersebut juga dikenal dengan istilah interaksi sosial. Interaksi yang sering kita alami dalam kehidupan seharihari itu akan membentuk suatu pola hubungan yang saling mempengaruhi sehingga akan membentuk suatu sistem sosial dalam masyarakat. Keadaan inilah yang dinamakan proses sosial. Sosiologi pertanian mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial yang hampir
semua
petani.Pertanian
perhatiannya merupakan
pada mata
petani
dan
pencaharian
permasalahan
pokok
sebagian
hidup besar
masyarakat di pedesaan yang memiliki peranan penting bagi kehidupannya. Pertanian banyak ditemukan pada masyarakat pedesaan yang masih mengandalkan alam dalam melaksanakan usaha pertanian. Terkadang diantara mereka terdapat konflik-konflik sosial yang akan mereka selesaikan baik secara musyawarah maupun secara kekeluargaan. Setiap desa mempunyai ciri khas tersendiri. Menurut Sulihandari (2013), bayam merupakan tanaman yang biasa ditanam untuk dimanfaatkan untuk dikonsumsi sebagai sayuran hijau. Saat ini, bayam dapat dikelompokkan menjadi dua jenis bayam liar dan bayam budidaya. Bayam liar dapat dikelompokkan menjadi bayam tanah dan bayam berduri. Sedangkan bayam budidaya merupakan bayam yang dapat dikonsumsi sebagai bahan makanan. Pentingnya praktikum lapang sosiologi pertanian yang dilakukan dengan mewawancarai petani untuk mengetahui bagaimana kehidupan sosial dan sosiologi pertanian petani di dusun Bangilan, desa Pandanajeng, kec. Tumpang, Kab. Malang, Jawa Timur. Wawancara ini dilakukan pada tanggal 28 April 2018. Dalam wawancara tersebut didapatkan hasil dari kegiatan usaha tani, meliputi perawatan lahan sampai dengan proses pemasaran hasil pemanenan komoditas tanaman bayam budidaya.
9
1.2 Tujuan(Sri Agustiningsih/175040207111175) Berdasarkan latar belakang tersebut, adapun tujuan yang ingin dicapai yaitu : 1. Mengidentifikasi petani yang berada di Desa Pandanajeng 2. Mengidentifikasi Interaksi dan proses sosial yang terjadi di Desa Pandanajeng 3. Mengetahui komunitas desa yang berada di Desa Pandanajeng 4. Mengetahui aset komunitas yang berada di Desa Pandanjeng 5. Mengetahui kebudayaan dan gender dalam pertanian yang berada di Desa Pandanajeng 6. Mengetahui stratifikasi dan deferensiasi sosial yang berada di Desa Pandanajeng 7. Mengetahui kelompok dan organisasi sosial yang berada di Desa Pandanajeng 8. Mengetahui lembaga/pranata sosial pertanian yang berada di Desa Pandanajeng 9. Mengetahui perubahan sosial petani yang berada di Desa Pandanajeng 1.3 Manfaat(Firhan Aryapaksi/175040207111149) Manfaat yang dapat diambil dari penulisan laporan praktikum, sebagai berikut : 1. Menambah wawasan penulis mengenai interaksi dan proses sosial, aset dan modal pertanian, kelembagaan pertanian serta perubahan-perubahan sosial yang ada di Desa Pandanajeng 2. Sebagai masukan yang membangun bagi para petani dalam meningkatkan kualitas kelembagan pertanian yang ada dan penentu kebijakan dalam kelembagaan pertanian.
10
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Interaksidan Proses Sosial (Sri Agustiningsih/175040207111175) Menurut Walgito (2003), interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan individu lain, individu satu dapat mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya, jadi terdapat adanya hubungan yang saling timbal balik. Interaksi sosial merupakan salah satu cara individu untuk memelihara tingkah laku sosial individu tersebut sehingga individu tetap dapat bertingkah laku sosial dengan individu lain. Menurut Soekanto (2010), Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, serta hubungan antara kelompok dengan kelompok. Dapat disebut sebagai interaksi sosial jika terdapat kontak sosial dan juga komunikasi. Jika belum terdapat satu diantara keduanya maka tidak bisa disebut sebagai interaksi sosial. Syarat dari komunikasi adalah adanya pemberi pesan (komunikator) dan penerima pesan (komunikan). Adanya interaksi sosial akan menimbulkan suatu proses sosial. Proses sosial sendiri bisa dibagi menjadi dua yaitu asosiatif dan disosiatif (Sudarta, 2016). Proses sosial asosiatif bersifat menyatukan sedangkan Interaksi sosial disosiatif bersifat memisahkan. Yang termasuk proses sosial sosiatif adalah kerja sama, akomodasi, dan asimilasi serta yang termasuk proses sosial disosiatif adalah persaingan, kontravensi dan juga konflik (Sudarta, 2016). Yang termasuk proses sosial sosiatif adalah kerja sama, akomodasi, dan asimilasi serta yang termasuk proses sosial disosiatif adalah persaingan, kontravensi dan juga konflik (Sudarta, 2016). 1) Interaksi sosial yang bersifat asosiatif Bentuk interaksi sosial yang mengarah pada asosiatif mengindikasikan adanya gerak mendekatkan atau menyatukan, bentuk-bentuknya sebagai berikut : a. Kerja sama Kerja sama adalah suatu bentuk interaksi sosial antara dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan yang sama dengan cara bekerja sama. b. Akomodasi
11
Akomodasi dapat diartikan sebagai suatu bentuk interaksi sosial antara dua orang atau kelompok yang saling bertentangan, kemudian berusaha mengadakan penyesuaian untuk meredakan atau menyelesaikan pertentangan. c. Asimilasi Asimilasi adalah proses sosial antara perorangan atau kelompok yang memiliki kebudayaan berbeda satu sama lain, menghilangkan batas-batas pembeda dan menyamakan sikap-sikap untuk mencapai kesatuan. 2) Interaksi sosial yang bersifat disosiatif d. Persaingan Persaingan adalah suatu bentuk interaksi sosial antara duapihak atau lebih dan berlomba-lomba untuk mencapai tujuan atau suatu barang yang sama. e. Kontravensi Kontravensi merupakan bentuk interaksi sosial antara persaingan dengan konflik. Dalam kontravensi terkandung usaha untuk merintangi pihak lain dalam mencapai tujuannya. f. Konflik Konflik adalah suatu bentuk interaksi sosial yang bersifat antagonis.Dalam kaitan ini, para pihak ang berkonflik berusaha untuk memnuhi tujuan masing-masing dengan menentang pihak lawan. 2.2 KomunitasDesaPertanian(Hasbi Firdhani/175040207111135) Masyarakat dalam kehidupan sosial memiliki komunitas sosial ataupun lembaga kemasyarakatan. Komunitas masyarakat biasanya akan mengadakan pertemuan atau kerjasama. Pengertian komunitas menurut Kertajaya Hermawan (2008), adalah sekelompok orang yang saling peduli satu sama lain lebih dari yang seharusnya, dimana dalam sebuah komunitas terjadi relasi pribadi yang erat antar para anggota komunitas tersebut. Menurut Wenger (2004) komunitas itu adalah sekumpulan orang yang saling berbagi masalah, perhatian atau kegemaran terhadap suatu topik dan memperdalam pengertahuan serta keahlian mereka dengan saling berinteraksi secara terus-menerus. Sedangkan menurut Rahadjo (1999) desa secara umum memilikipengertian adalah sebagai suatu gejala yang bersifat universal, terdapat
12
dimanapun di dunia ini. Sebagai suatu komunitas kecil yang terikat pada lokalitas tertentu baik sebagai tempat tinggal (secara menetap) maupun bagi pemenuhan kebutuhannya dan terutama yang tergantung kepada pertanian. Desa-desa cenderung memiliki karakteristik-karakteristik tertentu yangsama. Menurut Rahadjo (1999), Unsur-unsur KomunitasUnsur terdiri atas : 1. Unsur seperasaan Unsur seperasaan merupakan unsur yang menyebabkan seseorang untuk berusaha mengidentifikasi dirinya seperti orang-orang yang tergabung dalam kelompok tersebut sehingga hal ini mendorong terhambatnya bentuk-bentuk perubahan sosial anggota kelompok lain untuk menyebut dirinya sebagai bagian dari komunitas tersebut. Adanya perasaan dalam kelompok mendorong terciptanya solidaritas antar anggota kelompok jika terdapat kepentingan yang sama dari anggota tersebut dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang utama. 2. Unsur sepenanggungan Setiap anggota sangat sadar akan peran dan fungsinya dalam kelompok tersebut. Keadaan yang terjadi di dalam suatu masyarakat akan sangat memungkinkan anggota kelompok dalam menjalankan peranannya sehingga hal ini mendorong anggota kelompok dalam mempunyai kedudukan yang sejajar dan pasti dalam unsur-unsur komunitas tersebut. 3. Unsur saling memerlukan Unsur saling memerlukan mempengaruhi setiap anggota suatu komunitas untuk mencegah terjadinya disintegrasi sosial saling merasakan sebuah ketergantungan terhadap komunitas yang diikutinya baik dalam segi material ataupun spiritual sehingga hal ini membuat anggota komunitas menjadi saling memerlukan. 2.3 Aset Komunitas(Khalid Attahariq/175040207111131) Menurut Sherraden (1991), aset adalah stok dari kekayaan atau kepunyaan yang terdapat dalam rumah tangga atau unit lain. Definisi lain dari aset adalah sesuatu yang berguna atau kualitas berharga dari seseorang atau barang, sebuah keuntungan atau kekayaan. Sehingga, individu-individu, asosiasi, institusi lokal,
13
dan organisasi berguna dalam aset dasar dalam kerangka pembangunan masyarakat. Aset sendiri dapat digunakan sebagai modal. Dalam konteks masyarakat, aset sebagai berbagai bentuk modal yang baik. Aset mengambil berbagai modal dalam masyarakat. Fedryansyah et al (2017) mengatakan bahwa bentuk-bentuk aset untuk komunitas desa antara lain aset fisik, aset sumber daya, aset sosial, aset finansial, dan aset lingkungan. Aset fisik merupakan aset dasar meliputi infrastrukturinfrastruktur yang ada di setiap desa untuk digunakan dalam membantu masyarakat mencapai kehidupan yang lebih baik. Aset finansial merupakan aset dasar yang ada dan dimiliki masyarakat yang dapat dimanfaatkan masyarakat desa tersebut untuk mencapai kesejahteraan. Aset lingkungan merupakan aset yang berdasarkan kepada sumberdaya alam yang ada di setiap desa. Aset sosial merupakan nilai dan norma yang mengatur hubungan satu sama lainnya. Aset terakhir adalah sumber daya manusia, yang dapat dilihat dalam beberapa hal seperti jumlah penduduk, perkembangan penduduk, tingkat pendidikan, mata pencaharian penduduk. 2.4 Kebudayaan dan Gender dalamPertanian(Fiona Victor/175040207111111) Kebudayaan
yang
berhubungan
dengan
gender
dalam
pertanian
mempengaruhi dalam memberikan kesetaraan upah antara laki-laki dan perempuan untuk pekerjaan dengan jam kerja dan pesyaratan kerja yang sama. Kebudayaan merupakan semua hasil kaya, rasa dan cipta masyarakat. Hasil karya masyarakat berupa teknologi atau benda. Hasi rasa meliputi jiwa manusia dengan adanya norma atau nilai sosial yang ada. Sedangkan cipta adalah kemampuan yang dimiliki masyarakat, contohnya adalah kemampuan yang dimiliki masyarakat (Soemardjan,2004). Memperhatikan peran sentral perempuan dalam kegiatan pertanian maka perempuan petani harus diberi kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk memperoleh
akses kepada lahan dan sumberdaya yang lain, seperti kredit,
teknologi, dan pengetahuan
(Wahyuni, 2007). Dengan demikian, upaya
peningkatan efektivitas dan efesiensi pemanfaatan sumberdaya pertanian guna mengakselerasikan peningkatan kesejahteraan petani tidak dapat dipisahkan
14
dengan peranan
perempuan
dalam pembangunan pertanian. Menurut
Koentjaraningrat (1985), ketujuh unsur kebudayaan universal itu ialah: (1) bahasa, (2) sistem teknologi, (3) sistemmata pencaharian hidup atau ekonomi, (4)organisasi sosial, (5) sistem pengetahuan, (6)religi dan (7) kesenian 2.5 Stratifikasi dan Diferensiasi Sosial (Moh. Iqbal Septian/175040207111191) Menurut
Singgih (2014), stratifikasi sosial adalah sebuah konsep yang
menunjukkan adanya pembedaan dan/atau pengelompokan suatu kelompok sosial (komunitas) secara bertingkat. Perwujudan dari stratifikasi sosial adalah adanya kelas-kelas tinggi dan kelas yang lebih rendah di dalam masyarakat. Dasar dan inti lapisan-lapisan dalam masyarakat adalah tidak adanya keseimbangan dalam pembagian hak-hak dan kewajiban-kewajiban, tanggung jawab nilai-nilai sosial serta pengaruhnya di antara anggota masyarakat. Para ahli sosiologi hukum biasanya mengemukakan suatu hipotesis bahwa semakin kompleks stratifikasi sosial dalam suatu masyarakat, semakin banyak hukum yang mengaturnya. Stratifikasi sosial terjadi melalui proses sebagai berikut: a. Terjadinya secara otomatis, karena faktor-faktor yang dibawa individu sejak lahir. Misalnya, kepandaian, usia, jenis kelamin, keturunan, sifat keaslian keanggotaan seseorang dalam masyarakat. b. Terjadi dengan sengaja untuk tujuan bersama. Biasanya dilakukan dalam pembagian kekuasaan dan wewenang yang resmi dalam organisasi-organisasi formal, seperti pemerintahan, partai politik, perusahaan, dan angkatan bersenjata. Diferensiasi sosial adalah pengelompokan masyarakat secara horisontal berdasarkan ciri-ciri tertentu. Perbedaan-perbedaan itu tidak dapat diklasifikasikan secara bertingkat/vertikal seperti halnya pada tingkatan dalam lapisan ekonomi, yaitu lapisan tinggi, lapisan menengah dan lapisan rendah. Pengelompokan horisontal yang didasarkan pada perbedaan ras, etnis (suku bangsa), klen dan
15
agama disebut kemajemukan sosial, sedangkan pengelompokan berasarkan perbedaan profesi dan jenis kelamin disebut heterogenitas sosial. Kalau kita memperhatikan masyarakat di sekitar kita, ada banyak sekali perbedaanperbedaan yang
dijumpai(Arisandi, 2014).Ciri - ciri Diferensiasi Sosial
Diferensiasi sosial dalam masyarakat ditimbulkan oleh adanya ciri-ciri tertet, yaitu ciri-ciri fisik, sosial, dan budaya. a.) Ciri fisik berkaitan erat dengan apa yang dinamakan ras, yaitu penggolongan manusia atas dasar persamaan ciri-ciri fisik yang tampak dari luar, seperti warna dan bentuk rambut, warna dan bentuk mata, warna kulit, tinggi badan, jenis kelamin dan seterusnya. b.) Ciri sosial berkaitan dengan fungsi para warga masyarakat dalam kehidupan sosial. Dalam masyarakat setiap orang melakukan fungsi atau tugas untuk kepentingan dirinya sendiri dan masyarakatnya. Aneka macam fungsi dan tugas ini berkaitan dengan pekerjaan dan profesi para warga masyarakat, termasuk mata pencaharian dan okupasi. c.) Ciri budaya. Dalam ciri budaya, orang cenderung membedakan antara masyarakat satu dan masyarakat yang lain, bangsa yang satu dengan bangsa yang lain, suku bangsa yang satu dan suku bangsa yang lain atas dasarperbedaan kebudayaan. 2.6 KelompokSosialdanOrganisasiSosial (Syauqinah Salsabilah/175040207111172) Menurut Soejono Soekanto(2006). Kelompok sosial atau social group adalah himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama, karena adanya hubungan di antara mereka. Hubungan tersebut antara lain menyangkut hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling menolong . Sedangkan menurut Fedryansyah et al (2017), organisasi adalah unit sosial yang sengaja didirikan untuk jangka waktu yang relatif lama, beranggotakan dua orang atau lebih yang bekerja bersama-sama dan terkoordinasi, mempunyai pola kerja tertentu yang terstuktur, dan didirikan untuk mencapai tujuan bersama atau
16
satu set tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Organisasi sosial dapat diartikan sebagai perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sara partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. 2.7Lembaga/ Pranata Sosial (Khalid Attahariq/175040207111131) Lembaga kemasyarakatan adalah himpunan norma-norma tindakan yang berkisardari segala tingkatan untuk memenuhi kebutuhan pokok di dalam kehidupan masyarakat (Soekanto,2000).Lembaga adalah aturan dan rambu-rambu sebagai panduan yang dipakai oleh paraanggota suatu kelompok masyarakat untuk mengatur hubungan yang saling mengikat atausaling bergantung satu sama lain. Penataan institusi (institutional arrangements) dapat ditentukan oleh beberapa unsur, yaitu aturan operasional untuk pengaturan pemanfaatansumber daya, aturan kolektif untuk menentukan, menegakkan hukum atau aturan itusendiri dan untuk merubah aturan operasional serta mengatur hubungan kewenangan organisasi (Sardno,2008). Jadi dapat disimpulkan bahwa lembaga sosial ialah suatu kelompok, nilainilai,norma-norma, peraturan-peraturan dan peranan sosial pada kelompok masyarakat. Dan perannya sendiri adalah mencakup pola tingkah laku atau tugas yang harus dilakukan oleh seseorang atau masyarakat dalam kondisi tertentu sesuai dengan kegunaan atau fungsinya sebagai struktur sosial yang mengatur, mengarahkan, dan melaksanakan berbagai kegiatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia. 2.8 Perubahan Sosial Petani (Firhan Aryapaksi/175040207111149) Setiap manusia selama hidup pasti mengalami perubahan-perubahan. Perubahan dapat berupa pengaruhnya terbatas maupun luas, perubahan yang lambat dan ada perubahan yang berjalan dengan cepat. Perubahan dapat mengenai nilai dan norma sosial, pola-pola perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan sebagainya. Perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat merupakan gejala yang normal. Pengaruhnya bias menjalar dengan cepat ke
17
bagian dunia lan berkat adanya komunikasi modern (Soejono Soekanto, 2009:259). Perubahan-perubahan sosial menurut Lumintang (2015) adalah segala perubahan-perubahan pada lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikapsikap dan pola-pola peri kelakuan diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Para sosiolog maupun ahli-ahli lainnya, banyak yang pernah mengemukakan tentang teori-teori perubahan sosial dan kebudayaan.
18
III. LOKASI DAN WAKTU PRAKTIKUM
Gambar 1 Gambaran Lokasi Desa Pandanajeng Kecamatan Tupang Kegiatan Praktikum Lapang dilaksanakan pada Hari Sabtu Tanggal 28 April 2018, dilaksanakan pada Dusun Bangilan, Desa Pandanajeng. Desa tersebut terletak di Kecamatan Tumpang , Kecamatan Tumpang adalah salah satu kecamatan dari Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur. Kecamatan Tumpang merupakan wilayah yang memiliki ketinggian diatas 700 dpl dengan curah hujan rata-rata pertahun 1297 sampai dengan 1925 mm dengan suhu rata-rata 18-26 OC (Tim Bagian Pengelola Data Elektronik Malang, 2014) , Kecamatan Tersebut mempunyai potensi yang sangat baik untuk sektor bidang pertanian dan perkebunan, selain itu Kecamatan Tumpang merupakan jalan satu-satunya dari arah barat untuk menuju ke Gunung Bromo dan Semeru. Kecamatan Tumpang terdiri dari 15 desa ialah: Desa Duwet, Desa Duwetkrajan, Desa Benjor, Desa Bokor, Desa jeru, Desa Kambingan, Desa Kidal, Desa Malangsuko, Desa Ngingit, Desa Pandanajeng, Desa Pulungdowo, Desa Slamet, Desa Slamet, Desa Tulusbesar, Desa Tumpang, Desa Wringinsongo. Pada bagian tengah terdiri dari Desa Tumpang, Desa Malangsuko, Desa Jeru, Desa Tulusbesar, yang merupakan daerah perkotaan. Pada bagian barat terdiri dari Desa Wiringinsongo, Desa Bokor, Desa Slamet, Desa Kidal, Desa Kambingan, Desa Ngingit, Desa Pandanajeng, dan Desa Pulungdowo, yang merupakan daerah pertanian dan juga pengembangan peternakan. Seperti gambar dibawah ini yang merupakan letak daerah praktikum lapang.
19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Petani(Hasbi Firdhani/175040207111135) Praktikum Lapangyang dilaksanakan pada tanggal 28 April 2018 menggunakan narasumber petani. Petani bernama Pak Jono. Narasumber tersebut bertempat tinggal di RT.19 RW.05 Dusun Bangilan Desa Pandenajeng Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang. Tabel 1 Profil Keluarga Petani No
Nama
Hubungan dalam Keluarga Kepala Keluarga Ibu
Umur (Tahun)
Pekerjaan
47
Petani
SD
Islam
40
Ibu Rumah Tangga Buruh Pabrik Pelajar
SD
Islam
SMA
Islam
SMP
Islam
1.
Jono
2.
Satumi
3.
Roniandrian
Anak
24
4.
Ananda Febrianti
Anak
14
Pendidikan Agama
Gambar 2 Bapak Jono dan Ibu Satumi bersama Anggota Kelompok Bapak Jono adalah seorang petani di dusun Bangilan yang berumur 47 tahun. Beliau memiliki seorang istri bernama Satumi yang setiap harinya membantu dan mengurus pekerjaan rumah tangganya. Beliau memiliki dua orang anak yaitu Roniandrian yang saat ini sudah berkeluarga dan Ananda Febrianti yang masih kelas 2 SMP. Bapak Jono mulai bertani sejak tahun 1988. Sejak awal menjadi petani Bapak Jono sudah bertani dengan komoditas utama yaitu bayam.
20
Bibit bayam tersebut diperoleh dari toko pertanian yang berada di desa tersebut. Pak Jono memiliki lahan seluas 10.000 m2 dengan kepemilikan milik beliau sendiri. Selain itu beliau juga menjadi buruh pabrik di desanya. Namun beliau mengatakan bahwa pekerjaan sebagai petani merupakan pekerjaan sampingan saja untuk mengisi waktu luang, sedangkan pekerjaan utamanya adalah sebagai buruh pabrik. Sebagai petani Pak Jono tidak mendapatkan bantuan, melainkan menggunakan modal pribadi. 4.2 Interaksi dan Proses Sosial (Sri Agustiningsih/175040207111175) Dari hasil praktikum lapang yang dilakukan di Dusun Bangilan, interaksi dan proses sosial yang terjadi antar masyarakat berlangsung dengan baik. Seperti halnya hubungan petani dengan sesamanya saat membutuhkan informasi tentang pertanian satu sama lain. Mereka akan mendatangi petani yang memiliki informasi lebih mengenai pertanian. Pertemuan antar petani ini tidak terjadwal melainkan bisa dilakukan kapan saja. Interaksi para petani dengan penjual bibit dapat dilihat saat petani membeli alat-alat dan bahan pertanian. Tidak pernah terjadi masalah antar petani dengan penjual alat-alat dan bahan pertanian yang ada di desa tersebut.Kerjasama selanjutnya ada dalam kegiatan pertanian antar masyarakat seperti hasil panen Bapak Jono setelah dikumpulkan lalu akan dipasarkan oleh tetangga dan pengepul dari desanya. Sehubungan karena mayoritas masyarakat di daerah itu bermata pencaharian pada sektor pertanian sehingga mereka saling membantu satu sama lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pak Jono yang mengatakan: “lek aku biasane pas mari panen wes dienteni pengepul mbak, dadi langsung onok langganan sing njupuk. Lek tonggo yo onok kadang sing ngenteni tapi gak akeh, biasae mek gawe bahan masak” Terjemahan: “kalau saya biasanya setelah panen sudah ditunggu pengepul mbak, jadi langsung ada langganan yang mengambil, sedangkan warga kadang ada juga yang membeli tapi tidak dala jumlah banyak, biasanya digunakan untuk memasak” Hasil dari panen langsung diambil oleh para pedagang dan langsung didistribusi ke pasar.Para petani di desa Pandanajeng sebagian besar menjual hasil panennya langsung kepada pedagang atau tengkulak yang merupakan tetangga sendiri.Sebagai tetangga, dalam hal tersebut sering terjadi interaksi sosial dikarenakan lokasi rumah yang berdekatan menyebabkan saling bertemu dan
21
seringkali melibatkan kegiatan dengan para tetangga. Dari pembahasan di atas dapat dikatakan bahwa interaksi dan proses sosial antar masyarakat Desa Pandanajeng merupakan proses sosial asosiatif. Interaksi yang baik antar petani akan menghadirkan proses sosial yang baik pula sehingga banyak keuntungan yang diperoleh.Adanya interaksi sosial di Dusun Bangilan yang berlangsung secara harmonis antarwarga, mempermudah proses pertanian yang ada dan berlangsung di dusun tersebut. 4.3 Komunitas Desa Pertanian (Hasbi Firdhani/175040207111135) Pada Dusun Bangilan Desa Pandanajeng,terbentuk kumpulan orang-orang dalam jumlah yang banyak dan membentuk kelompok-kelompok sosial yang bekerjasama untuk mencapai kepentingan atau tujuan bersama, menempati suatu wilayah tertentu dalam waktu yang cukup lama dengan mata pencaharian utama pertanian dan menghasilkan suatu kebudayaan, adat istiadat, norma, dan nilai yang dijadikan dasar bersama, sehingga membentuk suatu sistem sosial yang dapat memenuhi kebutuhannya. Sehingga akan terbentuk sebuah komunitas desa pertanian. Dusun Bangilan Desa Pandanajeng juga dapat digolongkan menjadi komunitas sosial, karena anggota masyarakat Dusun Bangilan aktif dalam kemasyarakatan pada desa tersebut. Di dusun tersebut masyarakat komunitas mendapatkan manfaat yang sangat banyak yaitu hubungan antar masyarakat yang semakin harmonis serta semakin eratnya tali persaudaraan, dan masyarakat akan mendapatkan ilmu pengetahuan dan informasi mengenai pertanian yang lebih karena dapat saling bertukar informasi dan ilmu pengetahuan antar masyarakat. “ancen ndek ndeso iki roto-roto wonge petani kabeh kerjone mas” Terjemahan: “memang di desa ini rata-rata mata pencaharian sebagai petani mas” Dusun Bangilan Desa Pandanajeng merupakan komunitas desa pertanian karena telah memnuhi syarat terjadinya komunitas yaitu memiliki mata pencaharian yang sama, berada pada daerah atau tepat yang sama dalam jangka waktu yang cukup lama serta memiliki tujuan yang sama.
22
4.4 Aset Komunitas(Khalid Attahariq /175040207111131) Pada Dusun Bangilan Desa Pandanajeng ini sendiri, aset komunitas yang mereka miliki berupa musholla peminjaman alat pengolah tanah berupa traktor yang dipinjamkan secara bergantian kepada setiap petani dengan sistem sewa kepada kepala kepala dusun. Pak Jono (47) mengatakan: “alat-alat sing tak gawe mek alat biasa sing iso dituku ndek kios pertanian, lek traktor aku nyilih entek petangatus seket ewu sak marine nyilih nang konco sing nduwe” Terjemahan : “alat-alat yang saya pakai hanya alat biasa yang bisa dibeli di kios pertanian, sedangkan traktor saya pinjam seharga empat ratus lima puluh ribu rupiah hingga selesai, pinjam ke teman yang punya” Aset dan modal komunitas memiliki peran dalam mengetahui apa saja yang harus ada dalam suatu komunitas. Dengan aset dan modal yang dimiliki suatu komunitas maka komunitas tersebut akan lebih terarah dalam mencapai tujuan bersama komunitas tersebut khususnya di bidang pertanian. Dan dengan adanya suatu aset dan modal yang dimiliki suatu komunitas maka akan menambah kesuksesan usaha komunitas pertanian tersebut karena komunitas tersebut akan mengetahui apa saja yang harus dikembangkan. Aset komunitas terdiri dari beberapa hal seperti modal manusia, modal fisik, modal finansial, modal lingkungan, dan modal sosial. Aset komunitas pada modal manusia yaitu warga Desa Pandanajeng itu sendiri, karena modal manusia merupakan aset utama dari suatu komunitas desa agar tetap tercipta interaksi yang baik antar warga, modal fisik yang terdapat pada Desa Pandanajeng yaitu seperti bangunan Mushollah, jalan aspal, dan lahan pertanian , modal fisik ini merupakan modal pendukung untuk membantu kehidupan para warga di desa Pandanajeng. 4.5 Kebudayaan dan Gender dalam Pertanian(Fiona Victor/175040207111111)zz Hasil kegiatan praktikum lapang menunjukkan bahwa kebudayaan dari penyataan Bapak Jono, pada desa tersebut pergantian tanaman dilakukan petani saat petani merasa tanah sudah jenuh dengan tanaan yang ditanam aka dilakukan pergantian tanaman, sehingga mereka elakukannya dengan metode feeling karena yang sudah biasa dilakukan petani.
23
“gak tau onok jadwal tandur, lek diroso tanahe wes gak cocok utowo wis kesel yo tak ganti tandurane” Terjemahan: “tidak pernah ada jadwal tanam, kalau dirasa tanah sudah jenuh baru saya ganti tanamannya” Dalam mengolah lahannya, Bapak Jono mengandalkan tenaga kerja manusia yang berasal dari sekitar kediaman warga sebagai buruh tani karena bapak Jono berprofesi utama sebagai buruh pabrik.Namun Bapak Jono juga merawat dan mengolah lahannya sebagai pekerjaan sampingannya saat libur kerja. Bapak Jono mempekerjakan buruh pria dan buruh wanita. Buruh pria biasanya dipekerjakan pada saat proses awal pengolahan tanah hingga pemanenan tiba. Sedangkan buruh wanita bekerja pada saat pemanenan dan pasca panen. Untuk mendapatkan bibit, pupuk maupun pestisida membeli di tempat yang sama, yaitu toko pertanian yang letaknya tidak jauh dan masih ada dalam lingkungan Dusun Bangilan. “ewang sing lanang biasae nglakoni sing abot-abot koyok tandur, macul, ngemes. Wedoke mung kanggo pas panen. lek gawe bahan pertanian kabeh tuku ndek toko pertanian iku, toko ndek brak iku” Terjemahan: “buruh laki-laki biasanya melakukan pekerjaan yang berat seperti menanam, mencangkul, dan memperi pupuk. Perepuannya biasanya hanya dipekerjakan saat panen tiba. Kalau untuk seua bahan pertanian saya embeli di kios pertanian” 4.6 Stratifikasi dan diferensiasi social (Moh. Iqbal Septian/175040207111191) Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan kepada petani yaitu Bapak Jono di Dusun Bangilan Desa Pandanajeng dalam kegiatan usaha tani pada proses pengolahan lahan seperti pengolahan tanah, penanaman, penyemprotan hingga pengangkutan tenaga yang dipakai adalah tenaga kerja laki-laki yang berasal dari warga sekitar. Sementara untuk proses pemanenan menggunakan tenaga perempuan. “biasane lek wedok nglakoni sing gak patio abot, contohe koyok pas panen ngono. Lek lanang baru sing abotabot, contohe koyok ngolah, nandur, nyemprot” Terjemahan: “biasanya kalau perempuan melakukan kegiatan yang tidak terlalu berat, contohnya seperti pemanenan. Sedangkan laki-laki biasanya melakukan pengolahan tanah, menanam, dan juga penyemprotan”
24
Biasanya stratifikasi didasarkan pada kedudukan yang diperoleh melalui serangkaian usaha perjuangan. Berdasarkan hubungan antara petani dengan juragan terkait pemasaran hasil usahatani juga terdapat proses stratifikasi sosial. Petani menjual hasil usaha tani kepada pengepul yang berfungsi sebagai perantara untuk menjual hasil tersebut kepada masyarakat maupun pasar. Namun berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada saat praktikum lapang, pak Jono termasuk ke dalam statifikasi tingkat tinggi namun hubungan antar petani di Desa Pandanajeng tidak memandang dari tingkat stratifikasi sehingga hubungan antar petani dan antara pengepul dengan petani lebih ke sifat kekeluargaan karena pengepul dan petani juga saling membantu untuk mencapai keuntungan yang tinggi. Hal ini membuktikan bahwa adanya karakteristik stratifikasi sosial berupa kekuasaan yang dipengaruhi oleh kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat namun tidak terlalu menimbulkan kesenjangan yang terlalu jauh.Seseorang yang memiliki kekuasaan dan wewenang besar akan menempati lapisan sosial atas. Jadi bahwa adanya diferensiasi sosial dibuktikan yiatu perbedaan buruh dengan pemilik lahan. Buruh tani hanya sebagai pekerja sedangkan pemilik lahan sebagai pemilik modal utama. Jadi antara buruh dan pemilik lahan menunjukan perbedaan yang signifikan. Petani yang menggarap tanah di lahan miliknya sendiri disebut petani penggarap. Berdasarkan stratifikasi sosial petani penggarap lebih tinggi tingkatannya daripada buruh tani. Sedangkan buruh tani merupakan petani yang menggarap tanah di lahan milik orang lain dan mendapatkan upah dari pemilik lahan. Pak Jono adalah petani penggarap, beliau memiliki lahan seluas 10.000 m2. Status kepemilikan tanah yaitu milik sendiri yang berasal dari warisan keluarga. 4.7 Kelompok Sosial dan Organisasi Sosial (Syauqinah Salsabila/175040207111172) Bapak Jono yang tinggal di RT 19 RW 05 di Dusun Bangilan Desa Pandanajeng, menceritakan bahwa terdapat kelompok sosisal ataupun organisasi sosial seperti contohnya yaitu adanya pengajian setiap malam jumat yang dilakukan di masjid d an Ibu yang membentuk kelompok sosial yang disebut
25
PKK. Hingga saat ini kelompok sosial tersebut masih aktif dan berlangsung secara aktif. Dari kelompok sosial yang masih berlasung aktif sampai saat ini dapat meningkatkan silaturahmi yang erat antar warga sekitar “neng kene onok kelompok sosial mbak, yo onok pengajian neng mesjid karo onok PKK ibu-ibu” Terjemahan: “di sini ada kelompok sosial mbak, ya ada pengajian di mesjid sama ada PKK ibu-ibu” Berdasarkan wawancara beliau, kelompok di Dusun Bangilan belum terlalu bersifat kekeluargaan karena beliau menilai bahwa petani Dusun Bangilan masih beranggapan bahwa kepentingan sawah pribadinya lebih penting dari pada membantu petani lain, petani lebih memikirkan perawatan tanamannya secara individu. Berdasarkan wawancara di atas, Bapak Jono tidak pernah mengikuti kelompok sosial ataupun organisasi sosial. Lebih suka pekerjaan yang dilakukan gotong royong bersama keluarga, namun terkadang menyuruh beberapa orang membantu saat panen ataupun mengolah lahan. Dengan menggunakan sistem upah per hari sesuai dengan kesepakatan. 4.8Lembaga/Pranata Sosial (Hasbi Firdhani/175040207111135) Dari hasil wawancara yang telah dilakukan bersama Bapak Jono di Desa Pandanajeng ialah mengenai lahan pertanian yang sedang diolah yaitu ditanami komoditas utama bayam dan komoditas sammpingan yaitu sawi serta kangkung. Bapak Jono
mengelola
lahan seluas 10.000 m2
.
Petani di Dusun
Bangilanmemperoleh informasi perawatan untuk mengelola lahan serta cara mengatasi hama dan penyakit saat terjadi di desa tersebut melalui informasi petani lain. “lek aku dewe gak tau entuk penyuluhan karo subsidi mas, tapi alhamdulillah yo onok ae rejekine. Tapi biasane sing rakyat miskin entuk jatah bantuan 6 ulan sepisan lewat kepala desa sekitar 2 juta” Terjemahan : “kalau saya sendiri tidak pernah dapat penyuluhan dan subsidi mas, tetapi alhamdulillah ya ada saja rejekinya. Tetapi biasanya yang rakyat miskin mendapat jatah bantuan 6 bulan sekali lewat kepala desa setitar 2 juta” Dalam pranata ekonomi, keluarga Bapak Jono merupakan keluarga petani yang memenuhi kebutuhan ekonominya dari hasil pertaniannya. Dengan demikian dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi keluargaini akan menuruti norma-norma
26
dan peraturan yang berlaku dalam lingkungan ekonomi pertanian. Jadi peraturannya ayah sebagai kepala keluarga seharusnya mencari nafkah dan memenuhi segala kebutuhan hidup keluarganya. Sedangkan, norma-norma yang berlaku seperti norma dalam melakukan hubungan kerja harus disepakati semua pihak.Dalam pranata pendidikan keluarga Bapak Jono dapat dikatakan berpendidikan rendah dapat ditinjau dari status pendidikan terakhir Bapak Jono dan istrinya hanya sampai jenjang Sekolah Dasar. Maka masyarakat Desa Pandanajeng menyadari bahwa pendidikan sangat penting, seperti contohnya petani yang telah memperoleh predikat Sarjana akan dianggap lebih memiliki banyak wawasan. Seperti wawasan dalam tahap pengolahan lahan hingga pemanenan. Berdasarkan hasil wawancara diatas, Bapak Jono tidak pernah mengikuti lembaga atau pranata sosial yang ada di Desa Pandanajeng. Beliau lebih memilih membeli bibit sendiri, daripada mengikuti penyuluhan. Meskipun tidak mengikuti penyuluhan, pengetahuan lebih yang didapatkan Bapak Jono diperoleh dari para penjual di pasar. Alasan beliau tidak mengikuti penyuluhan karena tidak pernah dikunjungi dan memang tidak tertarik, menurut beliau informasi bisa didapatkan dari teman-temannya. 4.9 Perubahan Sosial Petani(Sri Agustiningsih/174040207111175) Hasil kegiatan praktikum lapang menunjukkan bahwa perubahan sosial Dari penyataan Bapak Jono, pada desa tersebut akibat berkembangnya teknologi pemupukan di desa Bangilan yang awalnya cuma menggunakan pupuk organik lambat laun petani menggunakan pupuk kimia. “saiki neng kene wes akeh sing ndhuwe HP mas, yo nek misale koncoku golek informasi mess ambek bibit yo nang internet” Terjemahan: “sekarang sudah banyak yang punya HP, jadi teman saya kalau butuh informasi tentang pupuk dan bibit dari internet ” Perubahan sosial yang dialami petani di daerah sana juga diakibatkan oleh perkembangan teknologi. Sebelumnya para petani di daerah dusun Bangilan membajak
sawahnya
dengan
menggunakan
peralatan
sederhana
seperti
cangkul.Sekarang, para petani mengikuti perkembangan, mereka dapat menyewa traktor yang diberikan dari subsidi pemerintah untuk membajak sawahnya ketika
27
ingin berganti komoditas dan perubahan lahan dengan cepat. Selain itu perubahan sosial juga terjadi pada keluarga Bapak Jono. Perubahan tersebut terjadi dalam hal pendidikan. Berbeda halnya dengan Bapak Jono, putra-putri beliau mampu melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Sehingga dari kedua anaknya tidak ada yang melanjutkan pekerjaan orang tuanya sebagai petani. Begitupun harapan dari Bapak Jono dan Ibu Satumi agar anaknya tidak hanya menjadi petani dan mendapat pekerjaan yang lebih baik. Perubahan sosial dapat dilihat dari berbagai dimensi, yaitu dimensi kultural, struktural dan interaksional. Dimensi kultural yang terjadi pada Desa Pandanjeng yaitu berupa perubahan pembaharuan teknologi pertanian yang pada awalnya para petani menggunakan cangkul untuk mengolah lahan namun setelah mengenal teknologi para petani menggunakan traktor untuk mengolah lahan. Pada dimensi struktural bisa diamati saat ini para pemuda di Desa Pandanajeng tidak mau atau enggan untuk turun secara langsung ke lahan pertanian dikarenakan para pemuda Desa Pandanajeng menganggap pekerjaan sebagai petani tidak cocok di jaman sekarang dan gengsi. Dimensi interaksional lebih mengacu pada pola interaksi sosial yang terjadi di Desa Pandanajeng, seperti pengepul yang berkerjasama dengan para petani di desa tersebut tidak hanya berasal dari daerah setempat, tetapi pengepul dari luar daerah sehingga memiliki jaringan yang luas.
28
V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan (Firhan Aryapaksi/175040207111149) Dari wanwancara yang dilakukan di Dusun Bangilan, Desa Pandanajeng, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur, maka dapat disimpulkan : 1. Bapak Jono adalah seorang petani di dusun Bangilan yang berumur 47 tahun. Beliau memiliki seorang istri bernama Satumi yang setiap harinya membantu dan mengurus pekerjaan rumah tangganya. Beliau memiliki dua orang anak yaitu Roniandrian yang saat ini sudah berkeluarga dan Ananda Febrianti yang masih kelas 2 SMP. Bapak Jono mulai bertani sejak tahun 1988. 2. Berdasarkan hasil kunjungan ke Dusun Bangilan, Desa Pandanajeng. Bapak Jono sudah bertani dengan komoditas utama yaitu bayam. Pak Jono memiliki lahan seluas 10.000 m2 dengan kepemilikan milik beliau sendiri. 3. Interaksi yang terjadi pada Desa Pandanajeng berlangsung secara harmonis antar warga untuk berbagi pengetahuan tentang pertanian antar petani yang merupakan proses sosial bersifat asosiatif. Interaksi antara petani dan tengkulak di Desa Pandanajeng juga terjalin dengan baik. 4. Aset-aset komunitas yang ada di Desa Pandanajeng tersebut berupa aset alam, aset fisik, aset manusia, aset sosial, aset modal. 5. Kebudayaan pertanian adalah kebudayaan lahan sedangkan Gender dalam pertanian sangat berpengaruh. Untuk buruh pria dipekerjakan pada saat pengolahan lahan hingga pemanenan tiba. Sedangkan untuk buruh wanita dipekerjakan pada saat pemanenan dan pasca panen. Tetapi untuk perawatan dengan pemberian pupuk, beliau melakukannya sendiri. 6. Perubahan sosial yang terjadi yaitu penggunaan mesin untuk mengolah tanah yang awalnya dilakukan secara manual dan penambahan pupuk kimia yang awalnya hanya menggunakan pupuk organik ataupun pupuk kadang saja. 7. Terdapat perbedaan tenaga kerja pada setiap kegiatan pertanian. Saat kegiatan pengolahan lahan hingga awal pemanenan menggunakan tenaga
29
kerja laki-laki dan pasca pemanenan menggunakan tenaga kerja perempuan. Naun pada perawatan seperti pemberian pupuk, bapak Jono mengerjakannya sendiri karena beliau lebih memahami takaran pupuk yang diperlukan tanaman budidaya tersebut. 8. Bapak Jono tidak pernah mengikuti kelompok sosial ataupun organisasi sosial. Lebih suka pekerjaan yang dilakukan gotong royong bersama keluarga, namun terkadang menyuruh beberapa orang membantu saat panen ataupun mengolah lahan. Dengan menggunakan sistem upah per hari sesuai dengan kesepakatan. 9. Bapak Jono tidak pernah mengikuti lembaga atau pranata sosial yang ada di Desa Pandanajeng. Beliau lebih memilih membeli bibit sendiri, daripada mengikuti penyuluhan. Meskipun tidak mengikuti penyuluhan, pengetahuan lebih yang didapatkan Bapak Jono diperoleh dari para penjual di pasar. Alasan beliau tidak mengikuti penyuluhan karena tidak pernah dikunjungi dan memang tidak tertarik, menurut beliau inforasi bisa didapatkan dari teman-temannya. 5.2 Saran (Hasbi Firdhani/175040207111135) Setelah melakukan praktikum lapang di Desa Pandanajeng, saran untuk kedepannya adalah agar masyarakat petani lebih meningkatkan hubungan sosial dan kerja sama yang lebih kuat agar produktivitas pertanian di Dusun Bangilan lebih tinggi dan maksimal. Sementara itu Pemerintah juga harus turut andil besar dalam
kemajuan
pertanian
di
Desa
Pandanajeng.
30
DAFTAR PUSTAKA
Fedryansyah,M, dan Risna Resnawaty. 2017. Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pengembangan Aset Komunitas. Bandung : Jurnal Share Social Work. Vol 7, No.1:1-129 Green, Gary Paul. 2007. Community Assets: Building The Capasity of Development. Philadelphia: Temple University Press. Hermawan, Kertajaya. 2008. Arti Komunitas. Jakarta: Gramedia Pustaka Lumintang. 2015. Metodelogi Penelitian Sosial Ekonomi. Jakarta : Bumi Aksara Rahardjo, M. Dawam.1999. Masyarakat madani: agama, kelas menengah, dan perubahan sosial. Jakarta : LP3ES Sardno, Dwi. 2008.Pemberdayaan Petani: Paradigma Baru Penyuluhan Pertanian diIndonesia.http://journal.ipb.ac.id/index.php/jupe/article/view/2170/1200. Diakses pada 07 Desember 2016 . Sherraden, M. 1991. Assets and the poor: A new American welfare policy. Armonk, NY: M.E. Sharpe. Singgih, Doddy Sumbodo. "Prosedur Analisis Stratifikasi Sosial dalam Perspektif Sosiologi." Universitas Airlangga (2014). Sulihandri. 2013. Prosedur Analisis Stratifikasi Sosial dalam Persspektif Sosiologi. Media Masyarakat Kebudayaan dan Politik. Volume : 20 - No. 1 - 2015-01-01 Soekanto, 2010. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Yogyakarta: Gajah Mada University Press (Edisi Ketiga). Soekanto, Soerjono. 2000.Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Soekanto, Soerjono. 2009.Sosiologi Suatu Pengantar edisi baru. Jakarta: Rajawali Pers.
31
Soemardjan, Selo. 2004. Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta : Yayasan Penerbit FE UI. Sudarta, Wayan. 2016. Sosiologi Pertanian. Denpasar : Udayana University Press Wahyuni,
Ekawati
S.2007.Perempuan
petani
dan
Penanggulangan
Kemiskinan.Agrimedia.Volume 12 Nomor 1. Walgito, Bimo. 2003. Pengantar Psikologi umum. Yogyakarta : CV. Andi Offset. Wenger. 2004. Sosiologi Pedesaan.Malang: UMM Press Winardi.2003. Teori Organisasi dan Pengorganisasian. Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa.
32
LAMPIRAN Lampiran 1.Catatan Hasil LapangLampiran 1 Catatan hasli lapang Menurut hasil praktikum lapang pada hari Sabtu, 28 April 2018 di Desa Pandanajeng, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Maka dapat disimpulkan bahwa : Bapak Jono tinggal di RT 19 RW 05, Dusun Bangilan, Desa Pandanajeng, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Beliau beragama islam, berumur 47 tahun, dan tamatan dari Sekolah Dasar. Beliau tinggal bersama istri dan kedua anaknya. Istrinya bernama Ibu Satumi dan bekerja sebagai ibu rumah tangga, sedangkan anak pertama bernama Roniandrian berumur 24 tahun dan kegiatan sehari-harinya adalah sebagai buruh pabrik dan sudah memiliki keluarga , sdangkan anak keduanya yaitu Ananda Febrianti berumur 14 tahun dan masih menempuh pendidikan di bangku SMP kela[s 2. Bapak Jono bekerja sebagai petani sejak beliau masih berumur 13 tahun. Beliau mendapat pengalaman bertani dari keluarga dan teman di desanya. Beliau memiliki tanah dengan luas 1 ha, sedangkan komoditas utama tanaman yang dibudidayakan adalah bayam dan komoditas sampingan yaitu kangkung dan sawi. Menurut Bapak Jono jika bercocok tanam yang diutamakan adalah pengolahannya. Beliau melakukan penanaman kembali yaitu 10 hari pasca panen. Setelah beliau membersihkan tanahnya dari sisa-sisa tanaman, kemudian dilanjutkan dengan menggemburkan tanah pertanian dan membuat guludan. Lalu masuk ke proses penanaman. Bapak Jono tidak mebuat atau menghasilkan bibitnya sendiri melainkan hanya membeli pada kios pertanian dan petani lainnya, karena beliau tidak memiliki waktu untuk membuat bibit sendiri. Modal yang dbutuhkan untuk usaha tani yang dilakukan Bapak Jono adalah Rp. 2.000.000,00. Modal tergantung dari harga benih, misalkan benih bayam satu cingkir 15rb dan membutuhkan 30 cingkir. Sedangkan benih kangkung 1 kg 16.500 dan dan membutuhkan 40kg benih. Pada pupuk, tanaman bayam 2 zak ponska, 1 zak 120rb.Modal yang didapatkan berasal dari dalam keluarga (modal pribadi). Jumlah bibit yang digunakan
33
untuk setiap usaha tani beliau adalah 5 kg. Jenis benih yang dipakai adalah cibogo dan sembada. Namun, pernah ada bantuan bibit dari Dinas Kecamatan. Pupuk organik yang dipakai yaitu pupuk kandang yang berasal dari kotoran kambing dan sapi. Pupuk tersebut didapat dari kotoran ternak milik beliau sendiri, sedangkan pupuk kimia yang digunakan yaitu pupuk Ponska.Satu kebuk 25 kg dan untuk 1 ha membutuhkan 7 kebuk. Beli pupuk saat pulang kerja. Untuk alat pemupukan hanya menggunakan sarung tangan dan pemberian pupuknya dengan cara disebar. Tidak pernah terjadi masalah saat pembelian pupuk. Pembayaran cash. Pupuk kimia semua tanaman menggunakan ponska. Untuk sawi ditambahi pupuk esp. Pemberian pupuk kimia 2 kebuk. Jadi perbandingan dengan pupuk organik dengan pupuk kimia 7:2. Pemberian pupuk tidak dicampur. Alat-alat yang dipakai oleh Bapak Saman yaitu cangkul, traktor, sekrop, dan sabit, sedangkan untuk transportasinya setelah didapatkan hasil panen, kemudian hasil panen lansung diangkut oleh tengtkulak yang membeli hasil pertanian pak Jono. Tenaga kerja yang dipakai untuk mengolah usaha tani tersebut yaitu dengan memperkerjakan buruh tani. Buruh tani yang dipekerjakan yaitu laki-laki yang berumur rata-rata 50-55 tahunan dan berasal dari satu desa. Dalam segala kegiatan pertanian buruh yang dipekerjakan kebanyakan buruh laki-laki, untuk buruh perempuan digunakan pada saat pemanenan. Upah didasarkan dengan dibayar satu jam dengan upah Rp.10.000,00. Alat untuk pengolahan tanah menggunakan cangkul, garu. Saat pemanenan, kangkung dan bayam langsung dicabut sedangkan sawi dipotong menggunakan pisau kecil. Alat semuanya beli, untuk pisau kecil menggunakan skrap bangunan dan dimodifikasi. Menyewa traktor dengan biaya Rp.450.000,00 sampai selesai. Dengan waktu 1,5 hari. Alat transportasi yang digunakan saat pemanenan menggunakan sepeda motor yang diberi gerobak milik pengepul dan dibawa ke balai desa karena pengepul berada di balai desa. Semua menggunakan buruh kecuali saat perawatan dari hama, saat pengolahan lahan dan pengangkutan hasil panen
34
menggunakan buruh laki laki sedangkan saat pemanenan menggunkan buruh perempuan. Selisih harga petani pengepul dan pengepul pasar sekitar Rp.6.000,00. Pernah juga dijual ke orang yang jarang beli, biasanya penjual mie untuk campuran mie ayam, harganya lebih mahal. Pembeli langsung ke petani saat mau membeli sayur. Untuk pembayaran bisa dicicil karena sudah langganan. Harga pasar tau karena rumah dekat dengan pasar sehingga mudah mengetahui. Pernah rugi karena harga turun. Hal ini dikarenakan biasanya banyak yang menanam sayuran yang sama di daerah lain. Saat mengalami kerugian tidak pernah meminjam uang karena petani hanya sebagai sampingan. Untuk pengolahan tanah biasanya 4 orang buruh membutuhkan 5 hari.
35
Lampiran 2. Dokumentasi Kegiatan Field Trip Sosiologi Pertanian Lampiran 2 Dokumentasi Kegiatan Field Trip Sosiologi Pertanian
Gambar 3 Keadaan rumah Bapak Jono di Dusun Bangilan, Desa Pandanajeng, Kecematan Tumpang, Kabupaten Malang.
Gambar 4 Awal Kegiatan Wawancara dengan Pak Jono di kediamannya
Gambar 5 Keadaan Sesi Wawancara dengan Pak Jono
36
Gambar 6 Akhir Sesi Wawancara Foto dengan Keluarga Bapak Jono