Kelompok 3 Kelas B_2016.docx

  • Uploaded by: lia aprilia
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kelompok 3 Kelas B_2016.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,641
  • Pages: 37
PROSES PENUAAN PADA SISTEM URINARIA

KEPERAWATAN GERONTIK

MAKALAH

Oleh: Kelompok 3

PROGRAM STUDI SARJAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2019

i

PROSES PENUAAN PADA SISTEM URINARIA

KEPERAWATAN GERONTIK

diajukan untuk melengkapi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik dengan dosen pengampu Hanny Rasni ,S.Kp., M.Kep

Oleh: Kelompok 3 Apprilya Dwi Wahyu A.

NIM 162310101062

Dhita Rizky Amalia

NIM 162310101068

Audrei Jody Tefando

NIM 162310101076

Nurul Amalia Oktivana

NIM 162310101063

Restu Retno Sumilih

NIM 162310101073

PROGRAM STUDI SARJAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2019

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “Proses Penuaan Pada Sistem Renal” dengan baik dan lancar. Atas dukungan dan arahan yang diberikan dalam penyusunan tugas ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam penyelesaian makalah ini Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam makalah ini, sehingga penulis terbuka untuk menerima saran dan kritik yang bersifat membangun. Penulis berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Jember, Maret 2019

Penyusun

ii

DAFTAR ISI COVER SAMPUL COVER JUDUL ........................................................................................ i KATA PENGANTAR ............................................................................... ii DAFTAR ISI .............................................................................................. iii BAB 1.

BAB 2.

PENDAHULUAN ..................................................................... 1 1.1

Latar Belakang ................................................................ 1

1.2

Tujuan .............................................................................. 2

1.3

Manfaat ............................................................................ 2

KONSEP DASAR ISK PADA LANSIA ................................. 3 2.1

Proses Penuaan Sistem Renal ........................................ 3

2.2

Epidemiologi ISK Pada Lansia ...................................... 3

2.3

Etiologi ISK Pada Lansia ............................................... 4

2.4

Patofisiologi ISK Pada Lansia ....................................... 4

2.5

Manifestasi Klinis ISK Pada Lansia.............................. 4

2.6

Faktor Risiko Terjadinya ISK Pada Lansia ................. 5

2.7

Faktor Predisposisi ......................................................... 5

2.8

Terapi ISK Pada Lansia ................................................. 5

BAB 3.

PEMBAHASAN ........................................................................ 7

BAB 4.

PENUTUP ................................................................................. 12 4.1

Kesimpulan ...................................................................... 12

4.2

Saran ................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 13 LAMPIRAN

ASUHAN

KEPERAWATAN

PADA

PASIEN

LANSIA

DENGAN URINARIA............................................................................ .. 14

iii

1

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan infeksi yang melibatkan struktur dari tempat dibentuknya urin (glomerulus) sampai dengan muara saluran urin di meatus uretra eksterna dengan didapatkannya mikroorganisme di urin yang disertai gejala sebagai tanda adanya infeksi. ISK lebih banyak diderita oleh wanita daripada pria karena uretranya lebih pendek dan tersembunyi. Semasa hidup seseorang, risiko ISK meningkat 1-2%. Statistik menunjukkan prevalensi ISK pada wanita muda yang semula hanya 1-2% akan meningkat menjadi 2,8-8,6% di usia 50-70 tahun. Pada pria, prevalensi ISK di atas usia 80 tahun juga tinggi, mencapai 20%. Faktor predisposisi terjadinya ISK pada geriatri ada beberapa faktor. Semakin tua seseorang, status imunnya akan semakin menurun. Maka, semakin mudah pula orang tersebut mengalami infeksi. Selain penurunan status imun, bertambahnya usia seseorang khususnya perempuan akan berdampak pada penurunan kadar hormon esterogen- dikenal dengan masa menopause. Penurunan esterogen menyebabkan perubahan pH vagina menjadi lebih basa. Padahal pH vagina asam penting dalam melindungi mukosa vagina. Kaum geriatri dengan gangguan mood dan penurunan faal kognitif cenderung sulit merawat diri. Kebersihan tubuh terutama daerah genital kurang terjaga. Akibatnya, kuman mudah berkoloni di daerah tersebut sehingga terjadilah infeksi. Faktor predisposisi lain adalah penurunan status fungsional. Hal itu dapat ditemukan pada pasien paska stroke. Kemampuan gerak ekstremitas yang berkurang, ketidakseimbangan postural serta gangguankoordinasi mengakibatkan usia lanjut menjadi kurang seksama dalam melaksanakan aktivitas membersihkan diri termasuk daerah genetalia. Pada pria usia lanjut, faktor predisposisi yang sering terjadi adalah prostatitid kronis. Jumlah penderita geriatri yang meningkat bisa menjadi beban jika tidak diantisipasi dengan bijak. Penyebab munculnya gejala yang dikeluhkan

2

akibat infeksi yang tertinggi kedua setelah pneumonia pada kelompok populasi tersebut adalah infeksi saluran kemih(ISK). Di RSCM pernah dilaporkan kejadian ISK pada 104 penderita yang berhasil dikumpulkan selama periode enam bulan adalah 35,6%. 3 Gejala dan tanda ISK pada penderita geriatri sering sulit dikenali sehingga pengobatannya sering terlambat. Pengobatan yang terlambat mempunyai konsekuensi besar pada penderita geriatri, antara lain iatrogenesis, menurunnya status fungsional pasca rawat, sampai kematian yang tidak semestinya terjadi. Disisi lain, berbagai upaya dapat dilakukan untuk mendeteksi secara dini ISK sehingga pengelolaannya bisa lebih baik. Pada awal ulasan ini sebaiknya diperhatikan bahwa terdapat perbedaan pengertian antara penderita usia lanjut dan penderita geriatri. 1.2 Tujuan Tujuan umum 1. Mahasiswa mampu memahami Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada lansia Tujuan khusus 1. Mengetahui proses terjadinya ISK pada lansia 2. Mengetahui masalah yang terjadi sehingga mengakibatkan ISK pada lansia 3. Mengetahui cara mencegah ISK pada lansia 1.3 Manfaat Mahasiswa 1. Makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi tambahan bagi peserta didik tentang Infkesi Saluran Kemih (ISK) pada lansia Tenaga Kesehatan 1. Makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi bagi petugas kesehatan tentang Infkesi Saluran Kemih (ISK) pada lansia.

3

BAB 2. KONSEP DASAR ISK PADA LANSIA 2.1 Proses Penuaan Sistem gastrointestinal (pencernaan) Penuaan yang dialami oleh lansia memungkinkan terjadinya fungsi anatomis maupun fisiogis diberbagai sistem tubuh, salah satunya adalah sistem Gastrointestinal. Sistem Gastrointestinal adalah jalur pemasokan nutrisi untuk pertumbuhan dan perbaikan sel dengan melalui proses ingestion,secretion,mixing and propulsion,digestion,dan absorption terhadap makanan yang masuk (Derrickson & Tortora, 2015). Menurut Ebersole, dkk (2014), pada lansia terdapat penurunan indra perasa atau sense of taste khususnya manis dan asin serta penurunan sense of smell. Mukosa mulut juga mengalami perubahan berupa kehilangan elastisitas, atrofi sel epitel, dan suplai darah berkurang ke jaringan ikat (Miller, 2012). Hal ini menjadi penting karena kehilangan atau penurunan indra perasa dapat mengakibatkan penurunan nafsu makan dari lansia itu sendiri. Pada lansia mulut yang berfungsi mencerna makanan menjadi bolus juga mengalami pe-rubahan fisiologis. Perubahan-perubahan tersebut seperti enamel gigi menjadi lebih keras dan rapuh, dentin menjadi lebih berserabut, dan ruang saraf menjadi pendek dan sempit menyebab-kan gigi menjadi mudah tanggal (Miller, 2012). pada lansia juga mengalami penurunan sekresi saliva yang berfungsi mensekresikan enzim percernaan, mengatur flora mulut, remineralisasi gigi, meningkatkan nafsu makan, sebagai pelumas jaringan lunak dan membantu mencerna makanan. Di dalam rongga mulut lansia mengalami perubahan neuromuskular yaitu adanya penurunan kemampuan mengunyah dan menelan yang berkaitan dengan kekuatan otot berku-rang dan mengurangi tekanan lidah (Ney, dkk., 2009 dalam Miller, 2012). Pada esophagus terdapat gelombang peristaltik yang berfungsi memasukkan makanan ke dalam lambung. Menurut Miller (2012), lansia mengalami penurunan gelombang peristaltik 5 dan adanya peregangan pada esophagus. Setelah makanan sampai di lambung, makanan akan mengalami pencernaan lebih kompleks seperti motilitas, sekresi dan digesti. Ebersole, dkk (2014) menyatakan bahwa lambung pada lansia banyak mengalami perubahan fisiologis berupa penurunan motalitas, volume dan penurunan sekresi bikarbonat serta mukus lambung. Perubahan ini disebabkan karena atropi lambung dan Hypochlorydria atau ketidakcukupan HCL. Penurunan motilitas lambung menyebabkan makanan menjadi lama dicerna dilambung sehingga terjadi peningkatan waktu pengosongan lambung dan lansia menjadi jarang makan. Di usus halus, makanan telah berbentuk kimus yang siap dicerna menggunakan enzim-enzim pencernaan dari usus kecil, hati, dan pankreas. Penuaan yang terjadi pada lansia ber-pengaruh pada kekuatan otot di

4

usus dalam gerakan peristaltik. Selain itu, mukosa yang bertu-gas melicinkan permukaan juga mengalami penurunan jumlah. Perubahan lain yang terjadi adalah adanya atrofi otot, pengurangan jumlah folikel limfatik, pengu-rangan berat usus kecil, serta memendek dan melebarnya vili. Perubahan struktur ini memang tidak berdampak signifikan pada motilitas, permeabilitas, atau waktu pencernaan. Penuaan dapat mengakibatkan turunnya jumlah enzim laktase. Hal ini mengakibatkan penguraian nutrien ma-kanan pun lebih lama. Selain itu, lansia juga berpotensi mudah kembung karena lebih mudah mengalami peningkatan jumlah bakteri. Hal ini memungkinkan adanya sakit perut, perut ter-lihat besar karena kembung. Bakteri dapat berbahaya jika berkembang terus-menerus karena akan mengurangi absorpsi nutrisi tertentu seperti vitamin B12, zat besi, dan kalsium (Ebersole, dkk, 2014). Hati berperan dalam metabolisme protein, lemak dan karbohidrat, membunuh zat toksik, dan mensekresi empedu. Hati dan kandung empedu sebagai organ aksesori sistem Gastrointes-tinal juga mengalami perubahan seperti hati menjadi lebih kecil, berserat, terakumulasi lipofuscin(pigmen coklat), dan menurunnya aliran darah (Miller, 2012). Hal ini menyebabkan makanan yang masuk tidak di metabolisme dengan sempurna untuk menghasilkan ATP untuk kerja sel tubuh serta zat toksik tidak dibunuh dengan optimal sehingga lansia rentan terhadap penyakit. Kandung empedu mensekresikan empedu setelah dirangsang oleh hati yang berfungsi untuk mencerna lemak dalam tubuh. Namun semakin bertambahkan usia terjadi penurunan jumlah sekresi empedu, pelebaran saluran empedu, peningkatan sekresi cholecystokinin (Miller, 2012). Hal tersebut mengakitbatkan lemak tidak dimetabolisme dengan sempurna, meningkatnya risiko terjadi batu empedu, dan menurunnya nafsu makan. Menurut Miller (2012), pankreas memiliki fungsi yang sangat esensial bagi pencernaan. Sebagai kelenjar yang multifungsi, pankreas banyak memproduksi enzim-enzim yang berperan dalam penetralan keasaman di kimus, pemecahan lemak, protein, dan karbohidrat di usus halus. Peran yang tak kalah pentingnya yaitu fungsi pankreas dalam pengaturan gula darah. Pankreas memproduksi hormon insulin dan glikogen yang berfungsi sebagai pengatur kadar gula darah (Derrickson & Tortora, 2015). Penuaan berpengaruh pada pengurangan berat pankreas, hiperplasia kelenjar, fibrosis, dan pengurangan kecepatan respon sel B dalam pengaturan glukosa. Perubahan ini tidak berdampak langsung dalam fungsi pencernaan. Namun yang cukup berbahaya adalah penurunan kemampuan pengaturan metabolisme glukosa. Setelah semua nutrien di absorpsi di usus halus, kimus akan memasuki usus besar atau kolon. pada usus besar terjadilah proses absorpsi air dan elektrolit, serta pembuangan zat sisa atau sampah metabolisme pencernaan. Proses penuaan pada lansia berpengaruh pada beberapa hal, seperti pengurangan sekresi mukus,

5

pengurangan elastisitas dinding rektum, mempersepsikan distensi dinding rektum.

dan

pengurangan

kemampuan

demiologi ISK Pada Lansia GERD alah satu infeksi yang umum terjadi pada populasi usia lanjut, umumnya berupa ISK asimptomatik. Bakteriuria asimptomatik meningkat tajam prevalensinya seiring meningkatnya usia, terutama pada wanita. Prevalensi bakteriuria asimptomatik juga meningkat tajam pada populasi usia lanjut yang berada di tempat perawatan jangka panjang atau panti. Sementara bakteriuria simptomatik ditemukan sebanyak 13 per 100 orang per tahun, yaitu 10,9 pada pria dan 14 pada wanita. 2.2 Etiologi ISK Pada Lansia ISK banyak disebabkan oleh infeksi bakterial dan sumber utama yaitu bakteriemia pada usia lanjut. Faktor yang berpengaruh seorang usia lanjut mengalami ISK adalah neurogenik bladder dengan peningkatan volume residu urine, dan faktor yang spesifik turut pula berperan adalah hipertrofi prostat pada pria serta meningkatnya pH vagina dan terjadinya atrofi vagina sehubungan dengan post menopause dan pengosongan kandng kemih yang tidak sempurna. Faktor tersebut emberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkolonisasi dan meningngkatkan resiko terjadinya bakteriuria asimptomatik dan ISK pada usia lanjut. 2.3 Patofisiologi ISK Pada Lansia Kondisi penyakit refluks gastroesofagus atau GERD (gastroesophageal reflux disease) disebabkan aliran balik (refluks) isi lambung ke dalam esophagus. GERD sering kali disebut nyeri ulu hati (heartburn) karena nyeri yang terjadi ketika cairan asam yang normalnya hanya ada diambung, masuk dan mengiritasi atau menimbulkan rasa seperti terbakar di esophagus. Refluks gastroesofagus biasanya terjadi setelah makan dan disebabkan melemahnya tonus sfingter esophagus atau tekanan di dalam lambung yang lebih tinggi dari esophagus. Dengan kedua mekanisme ini, isi lambung yang bersifat asam bergerak masuk ke dalam esophagus. Isi lambung dalam keadaan normal tidak dapat masuk ke esofagus karena adanya kontraksi sfingter. Apabila hal ini terjadi,otot polos sfingter melemas dan makanan masuk ke dalam lambung. Sfingter esofagus seharusnya tetap dalam keadaan

6

tertutup kecuali pada saat ini, karena banyak organ yang berada dalam rongga abdomen, menyebabkan tekanan abdomen lebih besar daripada tekanan toraks. Dengan demikian, ada kecenderungan isi lambung terdorong ke dalam esofagus. Akan tetapi, jika sfingter melemah atau inkompeten, sfingter tidak dapat mnutup lambung. Refluks akan terjadi dari daerah bertekanan tinggi (lambung) ke daerah bertekanan rendah (esofagus). Episode refluks yang berulang dapat memperburuk kondisi karena menyebabkan inflamasi dan jaringan parut di area bawah esofagus. Pada beberapa keadaan, meskipun tonus sfingter dalam keadaan normal, refluks dapat terjadi jika terdapat gradien tekananyang sangat tinggi di sfingter. Sebagai contoh, jika isi lambung berlebihan tekanan abdomen dapat meningkat secara bermakana. Kondisi ini dapat disebabkan porsi makan yang besar, kehamilan atau obesitas. Tekanan abdomen yang tinggi cenderung mendorong sfingter esofagus kerongga toraks. Hal ini memperbesar gradien tekanan antara esofagus dan rongga abdomen. Posisi berbaring, terutama setelah makan juga dapat mengakibatkan refluks. Refluks isi lambung mengiritasi esofagus karena tingginya kandungan asam dalam isi lambung. Walaupun esofagus memiliki sel penghasil mukus, namun sel-sel tersebut tidak sebanyak atau seaktif sel yang ada di lambung (Corwin, 2009: 600) Manifestasi klinis ISK Pada Lansia Gejala yang sering ditemukan ialah disuria, polakisuria, nyeri suprapubik dan daerah pelvis. Polakisuria terjadi akibat kandung kemih tidak dapat menampung urie lebih dari 500 ml karena mukosa yang meradang sehingga sering kencing. Nokturia ialah cenderung sering kencing pada malam hari akibat kapasitas kandung kemih menurun. Gejala klinis ISK sesuai dengan bagian saluran kemih yang terinfeksi sebagai berikut: 1. ISK bagian bawah Jika di uretra, tanda-tanda infeksi akan muncul dengan vasodilatasi pada tempat peradangan sampai bengkak. Pada fesika urinaria gejala yang tampak yaitu nyeri karena sistem persarafan terganggu, nyeri abdomen

7

sampai kebelakang. Keluhan pasien beiasanya erupa rasa sakit atau panas di uretra sewaktu kencig dengan air kemih sedikit. 2. ISK bagian atas Pada ISK bagian atas dapat ditemukan gejala seperti sakit kepala, mual muntah, anoreksia, demam, menggigil, nyeri pinggang, kekakuan abdomen, output urine menurun. Beberapa pasien mengeluh ketika berkemih bau yang dikeluarkan tidak menyenangkan atau dalam keadaan keruh. 2.4

Faktor Risiko Terjadinya ISK Pada Lansia Infeksi yang terjadi pada usia lanjut, selain dipengaruhi adanya mikroorganisme penyebab infeksi (faktor agen) dan faktor lingkungan juga sangat dipengaruhi perubahan mekanisme respon imun yang menyebabkan daya tahan tubuh (host defence). Menurunnya daya tahan tubuh sendiri, selain disebabkan perubahan sistem imun juga dapat disebabkan oleh kondisi malnutrisi dan banyaknya penyakit yang seiring menyertai seorang usia lanjut.

2.5

Faktor Predisposisi 1. 2. 3. 4. 5.

9.

erapa penyebab terjadinya GERD meliputi Menurunnya tonus LES(Lower Esophageal Sphincter) Bersihan asam dari lumen esofagus menurun Ketahanan epitel esofagus menurun Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph <2, adanya pepsin, garam empedu, HCL 6. Kelainan pada lambung 7. Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis 8. Kelaianan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan Yusuf, 2009) Terapi ISK Pada Lansia Menurut Kee dan Hayes (1996), terapi yang dapat digunakan dalam penatalaksanaan ISK yaitu : 1. Trimethoprim-sulfamethoxasol

(TMP/SMX)

telah

dikenal

lama

digunakan sebagai terapi lini pertama untuk pengobatan ISK. Obat ini

8

mempunyai efek samping berupa reaksi alergi dapat timbul dan kadangkadang efek sampingnya berat. 2. Nitrofurantoin merupakan antimikroba dengan spektrum yang sempit tanpa mempunyai efek sistemik. Obat ini hanya diindikasikan untuk pengobatan

ISK

yang

disebabkan

E.coli

atau

Staphylococcus

saprophyticus. 3. Fluorokuinolon yaitu siprofloksasin, ofloksacin, dan levofloksasin dapat digunakan pada ISK selama 3 hari dan dapt ditoleransi dengan baik. Pengobatan penderita ISK yang sensitif terhadap fluorokuinolon akan memberikan hasil yang sama baiknya dengan pengobatan yang menggunakan TMP/SMX.

9

BAB 3. PEMBAHASAN Berdasarkan jurnal yang berjudul : Systematic Review of Interventions to Reduce Urinary Tract Infection in Nursing Home Residents (2018). Menjelaskan bahwa Infeksi saluran kemih (ISK) adalah salah satu infeksi paling umum di rumah jompo, yang sering menyebabkan sepsis dan masuk kembali ke perawatan akut. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat untuk mengobati bakteriuria tanpa gejala adalah umum dan berbahaya bagi penghuni panti jompo. Hingga 10% dari penghuni panti jompo akan menggunakan kateter kemih yang menetap di beberapa titik selama mereka tinggal. Warga dengan kateter kemih yang tinggal di dalam berada pada risiko yang meningkat untuk infeksi saluran kemih terkait kateter (CAUTI) dan bakteriuria, dengan perkiraan 50% dari kateterisasi penghuni mengembangkan gejala CAUTI (Meddings dkk., 2018). Oleh kerena itu peneliti bertujuan untuk meninjau bukti yang tersedia untuk mencegah ISK pada penghuni panti jompo, untuk menginformasikan perawatan di samping tempat tidur dan penelitian di masa depan. Dua jenis tinjauan pustaka dan ringkasan dilakukan. Pertama, kami melakukan tinjauan sistematis studi individu yang melaporkan hasil ISK, CAUTI, bakteriuria atau penggunaan kateter urin setelah intervensi untuk mengurangi

penggunaan

kateter,

meningkatkan

pemasangan

dan

pemeliharaan kateter, dan / atau strategi pencegahan infeksi umum (misalnya, meningkatkan kebersihan tangan, surveilans infeksi, tindakan pencegahan kontak, standardisasi diagnosis ISK dan penggunaan antibiotik). Kedua, peninjauan naratif dilakukan untuk menghasilkan gambaran umum dari bukti yang tersedia dan rekomendasi yang diterbitkan di kedua perawatan akut dan pengaturan panti jompo untuk mencegah ISK pada orang dewasa yang lebih tua kateter dan non-kateter, yang disediakan

10

sebagai tabel referensi komprehensif untuk dokter dan peneliti memilih dan menyempurnakan intervensi untuk mengurangi ISK (Meddings dkk., 2018). Menurut (Meddings dkk., 2018), penelitian yang dilakukan yaitu dengan Tinjauan sistematis dengan kriteria Item Pelaporan Pilihan untuk Tinjauan Sistematik dan rekomendasi Meta Analisis. Protokol telah didaftarkan pada PROSPERO International Prospective Register of Systematic Reviews (CRD42013005787). Tinjauan narasi dilakukan dengan menggunakan artikel-artikel yang diperoleh dari pencarian sistematis dan tinjauan literatur yang ditargetkan berdasarkan topik untuk

daftar intervensi

yang

komprehensif, termasuk intervensi lain yang sebelumnya dirangkum dalam ulasan dan pedoman yang diterbitkan. Peneliti mengatakan bahwa tertarik pada intervensi dan hasil yang dilaporkan untuk panti jompo serta juga menyertakan bukti yang berasal dari fasilitas rehabilitasi dan program cedera sumsum tulang belakang yang difokuskan pada pengurangan risiko CAUTI bagi penghuni kateterisasi kronis. Namun peneliti mengecualikan rumah sakit, fasilitas kesehatan psikiatris / mental, anak-anak, dan pengaturan tempat tinggal / rawat jalan komunitas. Adapun itervensi yang masukkan dalam kriteria ialah : melibatkan penggunaan kateter urin, seperti meningkatkan penggunaan yang tepat, penempatan aseptik, perawatan & pemeliharaan, dan mendorong pengangkatan kateter yang tidak perlu. Peneliti juga memasukkan strategi pencegahan infeksi dengan minat khusus pada kebersihan tangan, tindakan pencegahan penghalang, strategi pengendalian infeksi, pengawasan infeksi, penggunaan definisi infeksi standar, dan intervensi untuk meningkatkan penggunaan antibiotik. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh (Meddings dkk., 2018) menyebutkan bawa : 10. Infeksi saluran kemih terkait kesehatan ISK terjadi setelah masuk ke fasilitas kesehatan, tidak diidentifikasi secara spesifik sebagai terkait kateter. Kami mengkategorikan hasil ISK

11

dengan sedetail yang disediakan, seperti apakah hasil yang dilaporkan hanya mencakup ISK yang tidak terkait kateter, waktu yang diperlukan setelah masuk (misalnya, > 2 hari), dan apakah ISK didefinisikan hanya dengan kriteria laboratorium, infeksi yang didiagnosis secara klinis, definisi surveilans spesifik simptomatik, atau jangka panjang. 11. Infeksi saluran kemih terkait kateter ISK terjadi pada pasien selama atau segera setelah penggunaan kateter urin. Kami mencatat apakah CAUTI didefinisikan oleh kriteria laboratorium, gejala klinis, diagnosis penyedia, atau pengobatan antimikroba untuk identifikasi kasus. Kami terutama tertarik pada CAUTI yang berkembang setelah menempatkan kateter urin yang menetap, umumnya dikenal sebagai Foley, tetapi juga pada CAUTI yang terjadi dengan jenis kateter lain seperti kateter lurus intermiten, kateter eksternal atau "kondom", dan kateter suprapubik. 12. Bakteriuria Kami memasukkan definisi "bakteriuria" berbasis laboratorium sebagai hasil untuk memasukkan penelitian yang mengurangi bakteriuria asimptomatik. 13. Tindakan penggunaan kateter urin Ini termasuk langkah-langkah seperti rasio pemanfaatan kateter urin (kateter harian / pasien harian), prevalensi penggunaan kateter urin, atau persentase kateter dengan indikasi yang sesuai. Penelitian

ini

diperkuat

oleh

jurnal

dengan

judul

A

National

Implementation Project to Prevent Catheter Associated Urinary Tract Infection in Nursing Home Residents yang melakukan penelitian dengan melakukan intervensi yang dilakukan di panti jompo berbasis masyarakat yang berpartisipasi dalam Badan Penelitian Kesehatan dan Program Keselamatan Kualitas untuk Perawatan Jangka Panjang. Partisipasi dari Panti jompo di 48 negara bagian, Washington, DC, dan Puerto Rico. Implementasi proyek dilakukan antara 1 Maret 2014, dan 31 Agustus 2016.

12

Proyek ini dilaksanakan selama 12 bulan kohort dan termasuk bundel teknis: pelepasan kateter, pemasangan aseptik, menggunakan penilaian rutin, pelatihan

untuk

perawatan

kateter,

dan

perencanaan

perawatan

inkontinensia, serta bundel socioadaptive yang menekankan kepemimpinan, keterlibatan penduduk dan keluarga, dan komunikasi yang efektif. Penelitian yang dilakukan oleh (Mody dkk., 2017) dalam 4 kohort selama 30 bulan, 568 panti jompo berbasis masyarakat yang direkrut; didapatkan 404 yang memenuhi kriteria inklusi untuk di analisis. Tingkat ISK terkait kateter yang tidak disesuaikan menurun dari 6,78 menjadi 2,63 infeksi per 1000 kateter-hari. Dengan menggunakan model regresi dan penyesuaian untuk karakteristik fasilitas, tingkat menurun dari 6,42 menjadi 3,33 (rasio tingkat kejadian [IRR], 0,46; 95% CI, 0,36-0,58; P <0,001). Pemanfaatan kateter adalah 4,5% pada awal dan 4,9% pada akhir proyek. Pemanfaatan kateter tetap tidak berubah (4,50 pada awal, 4,45 pada akhir proyek; IRR, 0,95; 95% CI, 0,88-1,03; P = 0,26) dalam analisis yang disesuaikan. Jumlah kultur urin yang dipesan untuk semua penduduk menurun dari 3,49 per 1.000 penduduk-hari menjadi 3,08 per 1.000 penduduk-hari. Demikian pula, setelah penyesuaian, tingkat ditunjukkan menurun dari 3,52 menjadi 3,09 (IRR, 0,85; 95% CI, 0,77-0,94; P = 0,001). Namun dapat di ketahui bahwa terdapat beberapa tenaga kesehatan yang kurang mengetahui bagaimana perawatan yang tepat pada serta tingkat pengetahui ISK antar tenaga kesehatan yang kurang memadai. Dalam jurnal yang berjudul Urinary tract infection among older patients in the home care services menunjukkan bahwa Beberapa bidang untuk perbaikan potensial diidentifikasi. Ada kebutuhan untuk pengetahuan yang lebih baik di antara semua tenaga kesehatan ketika berhubungan dengan gejala yang berkaitan dengan ISK. Bidang-bidang peningkatan potensial yang berkaitan dengan dipstick urin adalah: interpretasi dipstick urin, dan jumlah optimal urin untuk pengujian. Area peningkatan potensial untuk menangani sampel urin

13

adalah pengetahuan tentang sumber kontaminasi, penyimpanan sampel urin, rutin untuk pengiriman, dan dokumentasi yang memadai. Peneliti mengembangkan kuesioner dengan 16 item, didistribusikan ke 209 karyawan di layanan perawatan rumah di enam kota Norwegia. 141 karyawan merespon (tingkat respon: 67,5 persen). Oleh karena itu peneliti juga menyarankan bahwa Sebaiknya pengembangan pedoman nasional untuk prosedur untuk penanganan metode penilaian ISK dalam layanan perawatan di rumah. Lebih dapat diandalkan dan efektif alat diagnostik untuk ISK pada pasien yang lebih tua dalam perawatan di rumah yang dibutuhkan (Bing-jonsson dan Tønnessen, 2017).

14

BAB 4. PENUTUP 4.1 KESIMPULAN Pada proses penuaan, sistem renal pada lansia juga mengalami penurunan fungsi. Lansia sering mengeluh sering buang air kecil dan sulit menahan keinginan dalam berkemih sehingga terpaksa lansia sering “ngompol” karena otot-otot di daerah tersebut melemah. Ketika lansia buang air kecil juga masih terdapat sisa air kencing dalam kandung kemih dan ini yang membuat lansia sangat rentan terhadap infeksi saluran kemih dan juga dapat dipengaruhi oleh pertahanan tubuh lansia yang semakin menurun. Lansia yang mengalami ISK bukan saja disebabkan karena adanya mikroorganisme penyebab infeksi (faktor agen) melainkan faktor lingkungan juga sangat berperan dalam penyebab ISK pada lansia, karena dari segi lingkungan daya tahan tubuh lansia bisa menurun menyebabkan perubahan sistem imun dan banyaknya penyakit yang meyertai lansia. Ketika lansia sudah mengalami ISK, sangat dianjurkan untuk menjalani terapi pengobatan. Obat-obatan yang sering digunakan biasanya obat jenis trimethoprin-sulfamethoxasol. Pada pengobatan lansia dengan ISK yang disebabkan E. coli atau Staphylococcus saprophyticus dapat menggunakan obat jenis nitrofurantoindan yang terkahir obat jenis fluorokuinolon dapat diguakan pada IS selama 3 hari dan dapat ditoleransi dengan baik. 4.2 Saran Bagi Pelayanan Keperawatan, Perawat dapat memberikan health education bagi keluarga mengenai ISK, pengobatan, rehabilitasi, dan perawatan pasien lansia dengan ISK. Perawat juga diharapkan dapat membantu pasien dan keluarga dalam meningkatkan motivasi pasien untuk sembuh.

15

DAFTAR PUSTAKA

Bing-jonsson, P. C. dan S. Tønnessen. 2017. Urinary tract infection among older patients in the home care services Kee, J. L., & Hayes, E. R., 1996. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: EGC Meddings, J., S. Saint, S. L. Krein, J. D. Mann, L. Mody, A. Arbor, H. System, A. Arbor, J. Mercy, A. Arbor, dan A. Arbor. 2018. Systematic review of interventions to reduce urinary tract infection in nursing home residents. 12(5):356–368. Mody, L., M. T. Greene, J. Meddings, S. L. Krein, S. E. Mcnamara, M. T. Ascp, B. W. Trautner, D. Ratz, N. D. Stone, L. Min, S. J. Schweon, A. J. Rolle, R. N. Olmsted, D. R. Burwen, J. Battles, B. Edson, dan S. Saint. 2017. A national implementation project to prevent catheterassociated urinary tract infection in nursing home residents. 48109(8):1154–1162. Santoso, H & Ismail, A., 2009. Memahami Krisis Lanjut Usia: Uraian Medis Dan Pedagogis-Pastoral. Jakarta: Gunung Mulia

16

Lampiran ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PENUAAN SISTEM RENAL A. Pengkajian 1. Identitas Klien Nama

: Ny. S

Umur

: 83 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Suku

:

Tempat dan tanggal lahir

: 2 september 1936

Pendidikan terakhir

: SD

Agama

: Islam

Status Perkawinan

: Kawin

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Alamat

:

2. Riwayat Kesehatan 1. Diagnosa Medis Infeksi Saluran Kemih 2. Keluhan Utama Demam selama 4 ahri 3. Riwayat Penyakit Sekarang Saat ini klien di diagnosa memiliki keluhan penyakit Infeksi saluran kemih. Awal mula keluarga merasakan bahwa klien mulai mengalami penurunan kesadaran, klien juga mulai sering lupa. Keluarga mengatakan juga klien banyak mengantuk, kontak bicara mulai sedikit susah dan dalam 2 minggu terakhir ini semakin memberat keluhan yang terjadi pada klien. Nafsu makan klien juga menurun, yang biasanya makan cukup saat ini hanya mau makan 2-3 sendok nasi saja. Klien juga mengalami demam selama 4 hari terakhir.

17

4. Riwayat Kesehatan Terdahulu a. Penyakit yang pernah dialami : Klien tidak memiliki riwayat penyakit terdahulu b. Alergi : Klien tidak memiliki riwayat alergi c. Imunisasi : Imunisasi klien lengkap d. Kebiasaan/pola hidup/life style : Pola kebiasaan istirahat tidur klien tidak ada gangguan hanya saja klien saat ini susah melakukan aktivitas sendiri e. Obat-obat yang digunakan: Cairan hipotosis 1/2NS, Cairan diuresis 2-2,5L, klien juga mengkonsumsi obat diuretik. f. Riwayat penyakit keluarga: Klien tidak begitu mengetahui riwayat penyakit keluarganya, 1. Pengkajian Keperawatan 2. Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan Klien dan keluarga sudah selalu memperhatikan dan menjaga kesehatan mereka, ketika klien sakit keluarga membawa klien ke tenaga kesehatan. Interpretasi: Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan baik. Keluarga sudah dapat mencari bantuan kesehatan. 3. Pola nutrisi/metabolik (ABCD) (saar sebelum sakit dan saat sakit) -

Antropometri BB : 43 kg TB : 147 cm BMI : 15,5

-

Biomedical Hemoglobin : 9,5 gr/dl Leukosit : 10.100/mm3

18

Trombosit : 147.000/mm3 Ureum : 113 mg/dl Creatinin : 1,2 mg/dl -

Clinical Sign Klien terlihat tampak lemas

-

Diet Pattern (intake makanan dan cairan) Diet sebanyak 1225kkal MC Nabati 6x1000cc

4. Pola aktivitas & latihan (saat sebelum sakit dan saat sakit) Sebelum sakit : Sebelum sakit klien dapat melakukan aktivitas dengan cukup hatihati, dan lebih banyak beristirahat Saat sakit : Saat sakit klien sangat lemas dan tidak banyak dapat melakukan aktivitas dan hanya dibantu oleh keluarga Aktivitas harian (Activity Daily Living) Kemampuan

perawatan 0

1

2

3

4

diri Makan / minum



Toileting



Berpakaian



Mobilitas di tempat tidur



Berpindah



Ambulasi



Ket: 0: tergantung total, 1: dibantu petugas dan alat, 2: dibantu petugas, 3: dibantu alat, 4: mandiri 5. Pola tidur dan istirahat (saat sebelum sakit dan saat sakit)

19

Pola tidur

Sebelum sakit

Saat sakit

Durasi

6-8 jam

6 jam

Gangguan tidur

Tidak mengalami

Tidak mengalami

gangguan tidur

gangguan tidur

Keadaan bangun tidur

Segar

Lemah

Lain-lain

-

-

6. Pola kognitif & perceptual Fungsi kognitif dan Memori : Klien mengalami gangguan memori karena sakit yang sedang di deritanya, kemampuan kognitif klien juga menurun. Fungsi dan keadaan indera : Indera pendengaran, penciuman, penglihatan, pengecap dan peraba masih dapat berfungsi sebagaimana mestinya. 7. Pola persepsi diri Gambaran diri : Klien mengatakan pasrah dengan kondisinya dan tidak terjadi masalah terhadap dirinya Identitas diri : Klien merupakan seorang ibu rumah tangga, dan juga sudah menjadi nenek. Harga diri : Klien mengatakan cepat sembuh dan pulih dari keadaan sakitnya saat ini Ideal diri : Ideal diri klien adalah menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya Peran diri : Klien saat ini hidup sendiri karena anak-anaknya sudah memiliki rumah sendiri, dan suami klien telah meninggal. 8. Pola seksualitas & reproduksi Pola seksualitas :

20

Klien sudah menikah dan memiliki satu orang suami Fungsi reproduksi : Klien memiliki 2 orang anak 9. Pola peran & hubungan Pola peran dan hubungan keluarga cukup baik dibuktkan dengan sewaktu klien sakit anak-anak klien selalu bergantian menjaga klien dan merawat klien dengan sepenuh hati. 10. Pola manajemen koping-stres Ketika klien sakit, klien mengatakan kepada anak-anaknya sehingga anakanaknya berusahan memberikan pengobatan yang terbaik untuk klien. 11. Sistem nilai & keyakinan Klien beragama islam, selama klien sakit klien masih dapat melakukan kegiatan ibadah dan berdoa. 4. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik A. Keadaan umum : Terlihat sakit sedang B. Kesadaran : Somnolen N : 105 x/menit S : 37,9°C C. Pemeriksaan Fisik Lain : Dalam Batas Normal Head To Toe 1. Mata konjungtiva anemis. 2. Kulit Turgor kulit menurun.

21

ANALISA DATA Tanggal

Data

Etiologi

Masalah

Nama & Paraf

Sabtu, 9 DO: Maret

-

klien dalam kondisi lemas

2019

-

wajah tampak pucat

-

membran mukosa kering

Peningkatan

Ketidakseimbangan

aktivitas seluler

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Butuhnya asupan energi dalam tubuh

DS: -

keluarga mengatakan awalnya klien mulai banyak

Butuhnya asupan cairan yang banyak dalam tubuh

mengantuk -

keluarga mengatakan nafsu

Ketidakseimbangan

makan pasien semakin

nutrisi kurang dari

menurun hanya mampu

kebutuhan tubuh

menghabiskan sebanyak 2-3 sendok makan saja. -

klien mengatakan berat badannya menurun

£

22

Sabtu, 9 DO:

Aktivitas

Maret

-

klien tampak lemas

2019

-

klien mengeluh demam

-

kulit klien terasa hangat

-

suhu klien 37,9’C

DS: -

antigen/antibodi

Inflamasi

Implus di pasien mengeluhkan

sampaikan ke

demam naik turun sejak 4

hipptalamus

hari -

pasien mengatakan tidak mengkonsumsi obatobatan deuritik sebelumnya

Hipertemia

Hipertermia

£ £

23

Sabtu, 9 DO: Maret

-

2019

Faktor usia lanjut klien terlihat mengalami gangguan fungsi kognitif

-

klien mengatakan tidak tahu tentang penyakitnya

Menjalani hidup seorang diri Tidak mengetahui riwayat penyakit terdahlu

DS: -

keluarga

klien

mengeluhkan klien mudah

Sistem kognitif menurun

lupa waktu 2 bulan ini dan

-

semakin memberat

Kurangnya

klien mengatakan tidak

informasi

tahu

akan

penyakit

riwayat dahulu

dikarenakan klien hidup seorang

diri.

suami

meninggal dan anaknya sudah berkeluarga -

Defisiensi pengetahunan

24

DIAGNOSA KEPERAWATAN

No 1.

Diagnosa (Problem-Etiologi-

Tanggal

Tanggal

Signs/Symptoms)

Perumusan

Pencapaian

Ketidakseimbangan

nutrisi

9 Maret 2019

kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan

Asupan

diet kurang ditandai dengan keluarga

mengatakan

nafsu

makan pasien semakin menurun hanya

mampu

menghabiskan

sebanyak 2-3 sendok makan saja, klien mengatakan berat badannya menurun, klien dalam kondisi lemas, wajah tampak pucat, membran mukosa kering. 2.

Hipertermia berhubungan

9 Maret 2019

dengan Dehidrasi ditandai dengan pasien mengeluhkan demam naik turun sejak 4 hari, pasien mengatakan tidak mengkonsumsi obat-obatan deuritik sebelumnya, klien tampak lemas, klien mengeluh demam, kulit klien terasa hangat, suhu klien 37,9’C. 3.

Defisiensi Pengetahuan berhubungan dengan Kurang informasi ditandai dengan keluarga klien mengeluhkan klien mudah lupa waktu 2 bulan

9 Maret 2019

25

ini dan semakin memberat, klien mengatakan tidak tahu akan riwayat penyakit dahulu dikarenakan klien hidup seorang diri. suami meninggal dan anaknya sudah berkeluarga.

23

INTERVENSI / PERENCANAAN KEPERAWATAN No 1.

Diagnosa TUJUAN (SMART) DAN KRITERIA HASIL Ketidakseimbangan NOC : 1008 Status nutrisi: Asupan makanan nutrisi : kurang dari dan cairan kebutuhan tubuh Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam diharapkan status kesehatan pasien dapat meningkat dengan kriteria hasil : No Indikator Awal Tujuan 1 2 3 4 5 Asupan 3 1. √ makanan secara oral 3 2. Asupan √ cairan secara oral 3 3. Asupan √ cairan intravena 3 4. Asupan √ nutrisi parental

Intervensi Rasional 1100 Manajemen nutrisi 1. Identifikasi adanya alergi 1. Untuk menghindari atau intoleransi makanan dari pemberian yang dimiliki pasien makanan yang 2. Tentukan jumlah kalori dapat dan jenis nutrisi yang menyebabkan dibutuhkan pasien alergi 3. Anjurkan keluarga untuk 2. Untuk membawa makanan favorit memberikan pasien sementara pasien nutrisi sesuai berada di rumah sakit kebutuhan 4. Beri obat-obatan sebelum pasien makan 3. Agar 5. Monitor kalori dan asupan menambah makanan nafsu makan pasien 4. Untuk membatu meringankan rasa mual atau sakit pasien sebelum atau

24

sesudah makan 5. Agar mendapatkan asupan yang pas 2.

Hipertermia

0080 Termoregulasi Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam diharapkan status kesehatan pasien dapat meningkat dengan kriteria hasil : No Indikator Awal Tujuan 1 2 3 4 5 1. Peningkatan 2 √ suhu tubuh 2. Hipertermia 3 √ 3. Sakit kepala 2 √ 2 4. Dehidrasi √

3.

Defisiensi pengetahuan

NOC : 1842 Pengetahuan : Manajemen nyeri Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam diharapkan status kesehatan pasien dapat

3740 Perawatan demam 1. Pantau suhu dan tandatanda vital 2. Tutup pasien dengan pakaian yang tipis 3. Dorong konsumsi cairan 4. Fasilitasi istirahat, terapkan pembatasan aktivitas jika diperlukan 5. Beri obat atau cairan IV

5510 Pendidikan kesehatan 1. identifikasi karakteristik populasi target yang

1. Untuk mengecek TTV 2. Agar suhu panas dapat keluar 3. Agar membantu menurunkan suhu pasien 4. Agar pasien dapat beristirahat dengan nyaman 5. Membantu menurunkan suhu tubuh pasien 1.Untuk

25

meningkat dengan kriteria hasil : No Indikator Awal 1 1 1. Tanda dan gejalan infksi 2 2. Prosedur pemantauan untuk infeksi 3 3. Pentingnya mematuhi pengobatan 3 4. Faktor yang mempengaruhi respon imun 5. Efek samping 3 obat

Tujuan 2 3 4

5 √ √

2.

3.

√ √ 4. √ 5.

mempengaruhi pemilihan stategi belajar Rumuskan tujuan dalam program pendidikan kesehatan Libatkan individu, keluarga, dan kelompok dalam perencanaan dan rencana implementasi gaya hidup atau modifikasi perilaku kesehatan Gunakan berbagai strategi dan intervensi utama dalam program pendidikan Rencanakan tidak lanjut jangka panjang untuk memperkuat perilaku kesehatan atau adaptasi terhadap gaya hidup

menyesuaikan dengan keluarga dan pasien 2. Untuk mengetahui tujuan pemberian pendidikan 3. Agar keluarga dapat menghindari kejadian yang dialami oleh pasien dan pasien dapat mencegah perilaku yang sama 4. Agar pasien dan keluarga tidak bosan dengan penyampaian

26

materi 5. Agar dapat selalu bermanfaat

27

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

NO

NO Dx

HARI/TANGGAL

JAM

IMPLEMENTASI

KEP 1.

1

PARAF & NAMA

Sabtu / 24 Maret 2019

08.00

1. Mengidentifikasi adanya alergi atau intoleransi makanan yang

£

dimiliki pasien 09.00

2. Menentukan jumlah kalori danjemis nutrisi yang dibutuhkan

10.00

3. Mengnjurkan keluarga untuk membawa makanan favorit pasien sementara pasien berada di rumah sakit

2.

2

Sabtu / 24 Maret 2019

10.30

4. Memberikan obat-obatan sebelum makan

11.00

5. Memonitor kalori dan asupan makanan

13.00

1. Monitor suhu dan tanda-tanda vital

13.10

2. Menganjurkan pasien dengan pakaian yang tipis

13.15

3. Mendorong konsumsi cairan

13.20

4. Memfasilitasi istirahat, terapkan pembatasan aktivitas jika diperlukan

14.00

5. Memberikan obat atau cairan IV

£

28

3.

3

Sabtu / 24 Maret 2019

14.00

1. Mengidentifikasi

karakteristik

populasi

target

yang

mempengaruhi pemilihan stategi belajar 14.30

2. Merumuskan tujuan dalam program pendidikan kesehatan

14.35

3. Melibatkan

individu,

keluarga,

dan

kelompok

dalam

perencanaan dan rencana implementasi gaya hidup atau modifikasi perilaku kesehatan 14.40

4. Menggunakan berbagai strategi dan intervensi utama dalam program pendidikan

14.50

5. Merencanakan tidak lanjut jangka panjang untuk memperkuat perilaku kesehatan atau adaptasi terhadap gaya hidup

£

29

EVALUASI KEPERAWATAN Hari/Tanggal/Jam

Sabtu, 23 Maret 2019/ 10.00

No Dx 1

Evaluasi

S : Klien mengatakan kurang mengetahui dan memahami tentang masalah kesehatannya

Paraf

£ Ns. D

TD : 110/70mmHg N : 100 x/menit RR : 24 x/menit S : 37,9 C A : Masalah belum teratasi sepenuhnya P : Intervensi dilanjutkan

Sabtu, 23 Maret 2019/ 10.00

2

S : -Pasien mengatakan tidak nafsu makan

£ Ns. D

O : -Pasien terlihat kurus dan lemas -TB : 143 cm BB : 40 Kg BMI : 15,5 A : Masalah belum teratasi sepenuhnya P : Intervensi dilanjutkan Sabtu, 23 Maret 2019/ 10.00

3

S : Klien mengatakan sudah tidak merasa lemah O : Tanda-tanda vital klien dalam keadaan normal -

Nadi : 90 x/menit RR : 23 x/menit TD : 120/70 mmHg

£ Ns. D

30

-

Suhu : 36,5 C

A : Masalah teratasi P : Intervensi dihentikan

Related Documents


More Documents from "Rezka Indriani"

Lass.docx
April 2020 9
Kenari.docx
July 2020 23
Jual Beli.docx
July 2020 26