Kelompok 1.docx

  • Uploaded by: kjebwfuiguirf
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kelompok 1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,950
  • Pages: 11
ASUHAN KEPERAWATAN HIRSCHPRUNG

DI SUSUN OLEH : Kelompok 1 Kelas: V C Ari Hartanto Rodiana Kurniasih Wulan Dwi Jayanti

: 1511020106 : 1611020113 : 1611020151

KEPERAWATAN S1 FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO 2018

A. Pengertian Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan (Cecily Betz & Sowden : 2002). Hirschprung adalah penyakit akibat tidak adanya sel –sel ganglion di dalam usus yang terbentang ke arah proksimal mulai dari anus hingga jarak tertentu. (Behrman & vaughan,1992:426) Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir  3 Kg, lebih banyak laki – laki dari pada perempuan. (Arief Mansjoeer : 2000 ). Hirschsprung adalah penyakit yang mempengaruhi usus besar dan menyebabkan gangguan dalam mengeluarkan feses. Kondisi ini muncul sejak lahir (kongenital) sebagai akibat dari sel saraf yang hilang pada otot usus besar bayi. Hal ini menyebabkan penyumbatan usus besar akibat pergerakan otot yang buruk pada usus. Bayi baru lahir yang memiliki penyakit Hirschsprung biasanya tidak dapat buang air besar beberapa hari setelah persalinan. Pada kasus yang ringan, kondisi ini mungkin tidak terdeteksi hingga kemudian hari di masa kanak-kanak.

B. Klasifikasi Berdasarkan panjang segmen yang terkena, Hirschprung dapat dibagi menjadi dua, yaitu : 1)

Penyakit hirschprung segmen pendek Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid; ini merupakan 70% dari kasus penyakit hirschsprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki- laki dibanding anak perempuan.

2)

Penyakit hirschprung segmen panjang Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus halus. Ditemukan sama banyak baik laki – laki maupun perempuan.

C. Etiologi Penyebab dari Hirschprung yang sebenarnya tidak diketahui, tetapi Hirschsprung atau Mega Colon diduga terjadi karena faktor genetik dan lingkungan, sering terjadi pada anak dengan Down syndrom. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus D. Tanda gejala Umumnya, tanda yang paling jelas adalah gagalnya bayi untuk buang air besar dalam 48 jam setelah persalinan. Berikut tanda dan gejala pada bayi baru lahir dan pada anakanak yang lebih besar, yaitu: a. Tanda-tanda dan gejala pada bayi yang baru lahir meliputi: 1.

Perut bengkak

2.

Muntah, termasuk memuntahkan zat berwarna hijau atau cokelat

3.

Sembelit atau gas, yang dapat menyebabkan bayi rewel

4.

Diare

5.

Kesulitan dalam buang air kecil

6.

Gagal untuk mengeluarkan mekonium setelah kelahiran

7.

Jarang dan buang air yang meledak-ledak

8.

Penyakit kuning

9.

Menyusui dengan buruk

10. Kenaikan berat badan yang buruk b. Tanda dan gejala pada anak-anak yang lebih besar, meliputi: 1.

Perut membengkak

2.

Sembelit kronis

3.

Gas

4.

Sulit untuk bertumbuh

5.

Kelelahan

6.

Impaksi tinja

7.

Malnutrisi

8.

Perkembangan yang lambat

E. Patofisiologi Penyakit hirchprung timbul karena adanya aganglioner kongenital pada saluran pencernaan bagian bawah. Aganglioner diawali dari anus, yang merupakan bagian yang selalu terlibat dan berlanjut ke arah proximal dengan jarak yang bervariasi. Plexus myentrik (aurebach) dan submucosal (meissner) yang tidak terbentuk mengakibatkan berkurangnya fungsi dan kemampuan usus untuk melakukan gerakan peristaltik. Hingga saat ini, mekanisme pasti tentang perkembangan penyakit hirchprung masih belum diketahui (Swenson, 1990). Embriologi

sel-sel

ganglion

enteric

berasal

dari

neural

crest,

yang

apabila berkembang normal, akan ditemukan neuroblast di usus pada mingguke 7 kehamil andan mencapai usus besar pada minggu ke 12 kehamilan. Salah satu etiologi penyakitHirschsprung ini adalah adanya gangguan migrasi darineuroblast yang menuju ke distalusus. Adapun etiologi lain mengatakan bahwa migrasi tersebut berjalan normal, namunada kegagalan dari neuroblast untuk bertahan, berproliferasi atau berdifferensiasi di bagian distal aganglionik segmen. Distribusi abnormal menyebabkan usus dankompone nkomponennya membutuhkan pertumbuhan dan perkembangan secaraneuronal, seperti fibronectin, laminin, neural cell adhesion molecule (NCAM), danfaktor-faktor neurotropik (Swenson, 1990). Tiga

plexus

neuronal

yang

menginervasi

usus:

plexus

submucosal

(Meissner), plexus intermuscular (Auerbach) dan plexus mucosal yang lebih kecil. Ketiga plexus ini akhirnya tergabung dan berpengaruh pada segalaaspek dari fungsi bowel, termasuk absorpsi, sekresi, motilitas dan aliran darah (Swenson, 1990). Gerakan usus yang normal, secara primer dikendalikan oleh neuron intrinsic. Fungsi bowel tetap adequate, meskipun innervasi ekstrinsik hilang. Ganglia inimengendalikan kontraksi dan relaksasi otot polos, dengan dominasi relaksasi.Pengendalian ekstrinsik utamanya melalui serat-serat kolinergik dan adrenergik. Seratkolinergik menimbulkan kontraksi, dan serat adrenergik utamanya menimbulkaninhibisi (Swenson, 1990). Pada pasien penyakit hirchprung, sel-sel ganglion tidak terbentuk, sehingga terjadi peningkatan innervasi usus ekstrinsik. Kedua innervasi, baik kolinergik maupun adrenergik berjalan 2-3 kali normal. Sistem adrenergic (excicator) diduga lebih mendominasi dari pada sistem kolinergik (inhibitor) sehingga terjadi peningkatan kerja

otot polos. Dengan hilangnya nerves inhibitory enteric instrinsic, kerja otot polos yang meningkat tidak tertanggulangi dan menyebabkan ketidakseimbangan kontraktilitas otot polos, peristaltik yang tidak terkoordinasi dan obstruksi fungsional (Swenson,1990). F. Pathway Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus gagal eksistensi kraniokaudal pada nyentrik dan submukosa dinding fleksus

Tidak adanya sel ganglion pada rektosigmoid kolon

Tidak adanya peristalsis dan evakuasi usus spontan

Sfingter rektum tidak dapat berelaksasi

Peristaltik tidak sempurna

Akumulasi benda padat, gas dan cairan

Feses tidak mampu melewati sfingter ani

Obstruksi parsial

Obstruksi kolon

Pelebaran kolon (megakolon)

Refluk peristaltik

Distensi abdomen

Gangguan rasa yaman nyeri akut

anoreksia Gangguan defekasi

Mual muntah

Ketidakmampuan absorbsi air oleh intestinal

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

konstipasi

Interverensi pembedahan Resiko kekurangan volume cairan Kurang informasi

G. Pemeriksaan penunjang

Ansietas

1. Pemeriksaan dengan barium enema, dengan pemeriksaan ini akan bisa ditemukan: a

Daerah transisi

b

Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit

c

Entrokolitis padasegmen yang melebar

d

Terdapat retensi barium setelah 24 – 48 jam Pada bayi baru lahir, barium enema tidak selalu memperlihatkan gambaran

yang jelas dari penyakit apabila seluruh kolon tidak mempunyai sel ganglion. Hal ini terjadi meskipun pengeluaran barium terlambat 24 jam setelah pemeriksaan diagnostik. 2. Biopsi isap rektum Hendaknya tidak dilakukan kurang dari 2 cm dari linea dentata untuk menghindari daerah normal hipogang lionosis dipinggir anus. Biopsi ini dilakukan untuk memperlihatkan tidak adanya sel – sel ganglion di sub mukosa atau pleksus saraf intermuskular. 3. Biopsi rektum Biopsi rektum dilakukan dengan cara tusukan atau punch atau sedotan 2 cm diatas garis pektinatus memperlihatkan tidak adanya sel – sel ganglion di sub mukosa atau pleksus saraf intermuskular. 4. Biopsi otot rektum

Pengambilan otot rektum, dilakukan bersifat traumatik, menunjukan aganglionosis otot rektum. 5. Manometri anorektal Dilakukan dengan distensi balon yang diletakan di dalam ampula rektum. Balon akan mengalami penurunan tekanan di dalam sfingter ani interna pada pasien yang normal. Sedangkan pada pasien yang megacolon akan mengalami tekanan yang luar biasa. 6. Pemeriksaan colok anus Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan. 7. Foto rontgen abdomen Didasarkan pada adanya daerah peralihan antara kolon proksimal yang melebar normal dan colon distal tersumbat dengan diameter yang lebih kecil karena usus besar yang tanpa ganglion tidak berelaksasi. Pada pemeriksaan foto polos abdomen akan ditemukan usus melebar / gambaran obstruksi usus letak rendah.

H. Penatalaksanaan 1. Medis Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal. Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu : a

Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan ukuran normalnya.

b

Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson,

Duhamel, Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling sering dilakukan terdiri dari penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana mukosa aganglionik telah diubah.

2. Perawatan Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain : a

Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara dini

b

Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak

c

Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan )

d

Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang ( FKUI, 2000 : 1135 )

I. Pengkajian Menurut Suriadi (2001) fokus pengkajian yang dilakukan pada penyakit hischprung adalah sebagai berikut: 1. Riwayat pengeluaran mekonium dalam 24 jam pertama setelah lahir, biasanya ada keterlambatan. 2. Riwayat tinja seperti pita dan bau busuk 3. Pengkajian status nutrisi dan status hidrasi: a. Adanya mual, muntah, anoreksia, mencret b. Keadaan turgor kulit biasanya menurun c. Peningkatan atau penurunan berat badan d. Penggunaan nutrisi dan rehidrasi parentera 4. Pengkajian status bising usus untuk melihat pola bunyi hiperaktif pada bagian proximal karena obstruksi, biasanya terjadi hiperperistaltik usus. 5. Pengkajian psikososial keluarga berkaitan dengan: a. Anak : kemampuan beradaptasi dengan penyakit, mekanisme koping yang digunakan. b.

Keluarga : respon emosional keluarga, koping yang digunakan keluarga, penyesuaian keluarga terhadap stres menghadapi penyakit anaknya. 6.

6. Pemeriksaan laboratorium darah hemoglobin, leukosit dan albumin juga perlu dilakukan untuk mengkaji indikasi terjadinya anemia, infeksi dan kurangnya asupan protein J. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan refluks peristaltik mual muntah. 2.

Konstipasi berhubungan dengan ketidakmampuan kolon mengevakuasi feses.

3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah, ketidakmampuan absorbsi air oleh intestinal. 4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan distensi abdomen/refluks peristaltik. 5. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis (obstruksi parsial pada dinding usus). 6.

Ansietas berhubungan dengan prognosis penyakit, kurangnya informasi, rencana pembedahan

7. Intervensi keperawatan a.

Diagnosa 1 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d masukan makanan tak adekuat dan rangsangan muntah. NOC : Status nutrisi Kriteria hasil : 1. Stamina 2. Tenaga 3. Kekuatan menggenggam 4. Penyembuhan jaringan 5. Daya tahan tubuh 6. Pertumbuhan

NIC : Manajemen nutrisi 1. Timbang Berat badan 2. Anjurkan pada keluarga pasien untuk memberikan ASI 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vit C 4. Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.

Monitoring nutrisi 1. Monitor turgor kulit 2. Monitor mual dan muntah 3. Monitor intake nutrisi 4. Monitor pertumbuhan dan perkembangan b. Diagnosa 2 Perubahan pola eliminasi (konstipasi) b.d defek persyarafan terhadap aganglion usus NOC : Bowel elimination Kriteria hasil : 1. Pola eliminasi dalam batas normal 2. Warna feses dalam batas normal 3. Feses lunak / lembut dan berbentuk 4. Bau feses dalam batas normal (tidak menyengat) 5. Konstipasi tidak terjadi NIC : Bowel irigation 1. Tetapkan alasan dilakukan tindakan pembersihan sistem pencernaan. 2. Pilih pemberian enema yang tepat 3. Jelaskan prosedur pada pasien 4. Monitor efek samping dari tindakan irigasi atau pemberian obat oral 5. Catat keuntungan dari pemberian enema laxatif 6. Informasikan pada pasien kemungkinan terjadi perut kejang atau keinginan untuk defekasi.

c. Diagnosa 3 Resiko kekurangan volume cairan b.d muntah, diare dan pemasukan terbatas karena mual. NOC : Fluid balance Kriteria hasil : 1. Keseimbangan intake dan output 24 jam

2. Berat badan stabil 3. Tidak ada mata cekung 4. Kelembaban kulit dalam batas normal 5. Membran mukosa lembab

NIC : Fluid management 1. Timbang popok jika diperlukan 2. Pertahankan intake dan output yang akurat 3. Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah) 4. Monitor vital sign 5. Kolaborasikan pemberian cairan IV 6. Dorong masukan oral 7. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan Daftar pustaka Betz, Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Edisi 3. Jakarta : EGC. Hidayat, Alimul Aziz. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, buku 2. Jakarta : Salemba Medika Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, Edisi 2. Jakarta : EGC Sacharin, Rosa M. 1993. Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2. Jakarta : EGC Suriadi, dkk. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 7. Jakarta : PT. Fajar Interpratama Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta : EGC https://www.academia.edu/3694809/referat_digest https://www.pdfcoke.com/document/377707061/LP-Hirschprung

Related Documents

Kelompok
May 2020 52
Kelompok
May 2020 50
Kelompok
May 2020 61
Kelompok
June 2020 49
Kelompok 7 Kelompok 12
June 2020 53

More Documents from "Kevin Bran"