MAKALAH Asuhan Keperawatan Pada Pasien HIV/AIDS di Rumah Sakit COVER
Oleh : KELOMPOK 12 Ardiana Ika S.
141.0018
Nurul Azizah
141.0076
Yuniar Indah P.
141.0110
Zhakiyah Saraswati
141.0112
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA 2018
1
KATA PENGANTAR Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Penderita HIV/ AIDS” sesuaidenganwaktu yang telahditentukan. Adapun maksud dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Elektif.Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari masih banyak kekurangan baik pada teknik penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan dapat diterapkan dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang berhubungan dengan judul makalah ini.
Surabaya, 02 April 2018
Penulis
2
3
DAFTAR ISI COVER...................................................................................................................1 KATA PENGANTAR.............................................................................................2 Bab 1........................................................................................................................6 PENDAHULUAN...................................................................................................6 1.1 Latar belakang...........................................................................................6 1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................8 1.3 Tujuan........................................................................................................9 1.3.1 Tujuan Umum........................................................................................9 1.3.2 Tujuan Khusus.......................................................................................9 1.4 Manfaat......................................................................................................9 BAB 2.....................................................................................................................11 TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................11 2.1 Definisi....................................................................................................11 2.2 Etiologi....................................................................................................11 2.3 Cara Penularan........................................................................................12 2.4 Perjalanan Infeksi....................................................................................13 2.5 Patofisiologi.............................................................................................14 2.6 Manifestasi Klinis....................................................................................16 2.7 Pemeriksaan Diagnostik..........................................................................17 2.8 Komplikasi..............................................................................................19 2.9 Penatalaksanaan Medis............................................................................21 2.10 Pencegahan..............................................................................................23 2.11 Peran Perawat Komunitas Pada Pasien HIV/AIDS.................................25 BAB 3ASUHAN KEPERAWATAN HIV/AIDS.................................................27 3.1 Kasus Semu..................................................................................................27 3.2 Pengkajian....................................................................................................28 3.3 Analisa Data.................................................................................................34 3.4 Prioritas Masalah..........................................................................................35 3.5 Rencana Keperawatan..................................................................................36 3.6 Implementasi Keperawatan..........................................................................36 BAB 4....................................................................................................................37 PENUTUP.............................................................................................................37 4.1 Kesimpulan..............................................................................................37 4.2 Saran........................................................................................................37 DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................39
4
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar belakang HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang
menyerang/menginfeksi seldarah putih yang menyeabkn turunnya kekebalan tubuh manusia. AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome adalah sekumpulan penyakit yang timbul karena turunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV. Akibat menurunnya kekebalan tubuh maka orang tersebut sangat mudah terkena berbagai infeksi penyakit infeksi (infeksi oportunistik) yang sering berakibat fatal. Pengidap HIV memerlukan pengobatan dengan Antiretroviral (ARV) untuk menurunkan jumlah virus didalam tubuh agar tidak masuk kedalam stadium AIDS, sedangkan pengidap AIDS memerlukan pengobatan ARV untuk mencegah terjainya penyakit opotunistik dengan berbagai komplikasinya (Kementrian Kesehatan RI, 2014). Menurut laporan dari Ditjen PP & PL Kemenkes RI & Kementrian Kesehatan RI (2014) data HIV diseluruh dunia pada tahun 2013 ada 35 juta orang hidup dengan HIV yang meliputi 16 juta perempuan dan 3,2 juta anak berusia <15 tahun. Jumlah infeksi baru HIV pada tahun 2013 sebesar 2,1 juta yang terdiri dari 1,9 juta dewasa dan 240.000 ana berusia <15 tahun. Jumlah kematian akibat AIDS sebanyak 1,5 juta terdiri dari 1,3 juta dewasa dan 190.000 anak berusia <15 tahun. Di Indonesia peningkatan jumlah kasus HIV dari tahun ke tahun sejak pertama kali dilaporkan pada tahun 1987. Jumlah kumulatif penderita HIV dari tahun 1987
5
sampai September 2014 sebanyak 150.296 orang, sedangkan total kumulatif kasus AIDS sebanyak 55.799 orang. Berdasarkan laporan Provinsi, jumlah kasus infeksi HIV yang dilaporkan dari tahun 1987 sampai 2014 yang terbanyak adalah Provinsi DKI Jakara sebesar 32.782 kasus. Urutan 10 besar kasus HIV terbanyak ada d Provinsi Jawa Timur, Papua, Jawa Barat, Bali, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kepulauan Riau, dan Sulawesi Selatan (Kementrian Kesehatan RI, 2014). Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Human Immunodeficiency Virus(HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. HIV umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairancairan tubuh tersebut (Achsan, 2014). Orang yang terinfeksi HIV atau mngidap AIDS biasa disebut dengan ODHA. Orang dengan HIV AIDS (ODHA) beresiko mengalami Infeksi
6
Oportunistik. Infeksi Oportunistik adalah infeksi yang terjadi karena menurunnya kekebalan tubuh sseorang akibat virus HIV. Oportunistik yang dialami ODHA dengan HIV stadium lanjut menyebabkan gangguan berbagai aspek kebutuhan dasar, diantaranya gangguan kebutuhanoksigenisasi, nutrisi, cairan, kenyamanan, koping, integritas kulit dan sosial spritual. Gangguan kebutuhan dasar ini bermanifestasi menjadi diare, nyeri kronis pada beberapa anggota tubuh, penurunan berat badan, kelemahan, infeksi jamur, hingga distres dan depresi (Nursalam,2011). Penyakit HIV AIDS juga memunculkan berbagai masalah psikologis seperti ketakutan, keputusasaan yang disertai dengan prasangka buruk dan diskriminasi dari orang lain, yang kemudian dapat menimbulkan tekanan psikologis (Green Setyowati 2004 dalam Arriza, Dkk. 2013). Perawat memiliki tugas memenuhi kebutuhan dan membuat status kesehatan ODHA meningkat melalui asuhan keperawatan. Asuhan keperawatan merupakan suatu tindakan atau proses dalam praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada pasien untuk memenuhi kebutuhan objektif pasien, sehingga dapat mengatasi masalah yang sedang dihadapinya. Dan sebagai tenaga kesehatan, perawat sebagai mitra bagi dokter dan tenaga kesehatan lainnya perlu memiliki pengetahuan tentang HIV/AIDS dan penatalaksanaannya sebagai bentuk tuntutan masyarakat agar penderita dan penyebaran HIV/AIDS dapat tertangani secara komprehensif (Nursalam, 2011). 1.2
Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien HIV / AIDS dirumah sakit dan komunitas ?
7
1.3
Tujuan
1.3.1
Tujuan Umum
1.
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien HIV / AIDS dirumah sakit dan komunitas
1.3.2
Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi HIV / AIDS 2. Mengetahui etiologi HIV / AIDS 3. Mengetahui cara penularan HIV / AIDS 4. Mengetahui perjalanan infeksi HIV / AIDS 5. Mengetahui patofisiologi HIV / AIDS 6. Mengetahui manifestasi HIV / AIDS 7. Mengetahui pemeriksaan diagnostik HIV / AIDS 8. Mengetahui komplikasi HIV / AIDS 9. Mengetahui penatalaksanaan medis HIV / AIDS 10. Mengetahui pencegahan HIV / AIDS 1.4 1.
Manfaat Bagi Pendidikan a. Sebagai bahan pertanggungjawaban mahasiswa dalam mengerjakan tugas kelompok dari mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah b. Sebagai bahan penilaian terhadap tugas yang di berikan terhadap
mahasiswa baik dalam penyusunan makalah maupun presentasi makalah. 2. Bagi Mahasiswa: a. Sebagai bahan pembelajaran dalam diskusi kelompok. b. Mahasiswa mampu menguasai bahan makalah dan mempresentasikan hasil diskusi kelompok. c. Mahasiswa memiliki pengetahuan dan kemampuan di dalam merawat atau menangani kasus HIV/AIDS.
8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Definisi Human Imunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis retrovirus yang
termasuk dalam family lintavirus, retrovirus memiliki kemampuan menggunakan RNA nya dan DNA penjamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama masa inkubasi yang panjang. Seperti retrovirus lainnya HIV menginfeksi dalam proses yang panjang , dan utamanya penyebab munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV menyebabkan beberapa kerusakan sistem imun dan menghancurkannya. Hal ini terjadi dengan menggunakan DNA dari CD4+ dan limfosit untuk mereplikasikan diri. Dalam proses itu, virus tersebut menghancurkan CD4+ dan limfosit (Nursalam 2007). AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus). (Hidayat, 2006). 2.2
Etiologi HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (HTLV-
III) atau virus limfadenapati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari famili lentivirus. Retrovirus mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel pejamu. HIV -1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh dunia.
9
Genom HIV mengode sembilan protein yang esensial untuk setiap aspek siklus hidup virus. Dari segi struktur genomik, virus-virus memiliki perbedaan yaitu bahwa protein HIV-1, Vpu, yang membantu pelepasan virus, tampaknya diganti oleh protein Vpx pada HIV-2. Vpx meningkatkan infektivitas (daya tular) dan mungkin merupakan duplikasi dari protein lain, Vpr. Vpr diperkirakan meningkatkan transkripsi virus. HIV-2, yang pertama kali diketahui dalam serum dari para perempuan Afrika barat (warga senegal) pada tahun 1985, menyebabkan penyakit klinis tetapi tampaknya kurang patogenik dibandingkan dengan HIV-1 (Sylvia, 2005) 2.3
Cara Penularan
AIDS dikelompokkan dalam Penyakit Menular Seksual (PMS) karena paling banyak ditularkan melalui hubungan seksual (90%). Cairan tubuh yang paling banyak mengandung HIV adalah air mani dan cairan vagina/serviks serta darah, cairan mani yang keluar melalui penis pada lakilaki dan vagina pada perempuan sebagai perantara yang paling tinggi menularkan penyakit HIV karena bagian penis dan vagina memiliki struktur lapisan epitel skuamukosa tipis yang mudah ditembusi oleh kuman HIV sampai ke dalam jaringan ikat yang kaya pembuluh darah dan darah sehingga penularan utama HIV adalah melalui 3 jalur yang melibatkan cairan tubuh tersebut yaitu : 1. 2.
Transseksual atau jalur hubungan seksual (Homoseksual/ heteroseksual). Transhorisontal atau jalur pemindahan darah atau produk darah seperti: transfusi darah, melalui alat suntik, alat tusuk tato, tindik, alat bedah, dokter gigi, alat cukur dan melukai luka halus di kulit, jalur transplantasi alat tubuh. 10
3.
Transvertikal atau jalur transplasental : janin dalam kandungan ibu hamil denga HIV positif akan tertular (Infeksi transplasental) dan infeksi perinatal melalui ASI atau virus HIV dapat ditemukan dalam air liur, air mata tetapi penularan melalui bahan ini belum terbukti kebenarannya karena jumlah HIV-nya sangat sedikit. HIV juga tidak menular lewat jabat tangan, bercium pipi, bersin/batuk dekat penderita AIDS, berenag bersama dalam satu kolam renang, hidup serumah dengan pengidap HIV tanpa hubungan seksual, hewan seperti nyamuk, kutuk busuk dan serangga lainnya belum terbukti dapat menularkan HIV.
2.4
Perjalanan Infeksi Seseorang yang terjangkit HIV dapat tetap tidak memperlihatkan gejala
(asimtomatik) selama bertahun-tahun. Selama ini jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel per ml darah sebelum infeksi menjadi sekitar 200 sampai 300 per darah 2-10 tahun setelah infeksi. Sewaktu sel T4 mencapai kadar gejala infeksi misalnya infeksi jamur oportunistik atau timbulnya herpes zoster (cacar ular), muncul jumlah T4 kemudian menurun karena timbulnya penyakit baru akan nrenyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seseorang didiognosis mengidap AIDS apabila dihitung sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml, atau apabila terjadi infeksi oportunistik, kanker atau demensis AIDS. HIV ditularkan dari orang ke orang melalui pertukaran cairan tubuh, termasuk darah, semen cairan, vagina dan air susu. Urin dan isi saluran cerna tidak dianggap sebagai sumber penularan kecuali apabila jelas tampak
11
mengandung darah. Air mata, air Iiur, dan keringat mungkin mengandung virus tetapi jumlahnya diperkirakan terlalu rendah untuk menimbulkan infeksi. HIV tidak ditularkan melaiui : 1.
Hubungan sosial seperti jabatan tangan, bersentuhan, berciuman biasa,
2. 3. 4.
berpelukan, penggunaan peralatan makan dan minum. Gigitan nyamuk. Kolam renang, penggunaan kamar mandi atau WC/jamban yang sama. Tinggal serumah bersama Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). Masa inkubasi/masa laten sangat tergantung pada daya tahan tubuh
masing-masing orang, rata-rata 5-10 tahun. Selama masa ini orang tidak memperlihatkan gejala-gejala, walaupun jumlah HIV semakin bertambah dan sel T4 semakin menururn. Semakin rendah jumlah sel T4, semakin rusak sistem kekebalan tubuh. Pada waktu sistem kekebalan tubuh sudah dalam keadaan parah, seseorang yang mengidap HIV/AIDS akan mulai menampakkan gejala-gejala AIDS 2.5
Patofisiologi Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS
diperkirakan antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70% dalam sepuluh tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel target dalam waktu singkat, virus HIVmenyerang sel target dalam jangka waktu lama. Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan partikel 12
virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya. Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit.Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T penolong. Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker. Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat memiliki limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama bulanbulan ini penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam menentukan orang-orang yang beresiko tinggi
13
menderita AIDS. 1-2 tahun sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis. Jika kadarnya mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan terhadap infeksi. Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan berbagai infeksi oportunistik pada AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang. Setelah virus HIVmasuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan sebelum titer antibodi terhadap HIVpositif. Fase ini disebut “periode jendela” (window period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih kurang 1-20 bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya terhadap HIV tetap positif (fase ini disebut fase laten) Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran klinik AIDS yang lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan penyakit infeksi HIV sampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan, bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif. 2.6
Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang umum orang yang tertular HIV/AIDS biasanya adalah:
14
1.
Berat badan turun secara mencolok, biasanya lebih dari 10% dalam waktu
2.
1 bulan Demam lebih dari 380C, disertai keringat tanpa sebab yang jelas pada
3. 4. 5.
malam hari Diare kronis lebih dari 1 bulan Rasa lelah berkepanjangan Pembesaran kelenjar getah bening yang menetap, biasanya di sekitar leher
6.
dan lipatan paha Gatal-gatal; Herpes kulit; serta Kelainan lain pada kulit, rambut, mata, rongga mulut, alat kelamin dan lainnya. a. Gejala Mayor a) Penurunan berat badan atau pertmbuhan yang lambat dan abnormal b) Diare kronik lebih dari 1bulan c) Demam lebih dari1bulan b. Gejala minor a) Limfadenopati generalisata b) Kandidiasis oro-faring c) Infeksi umum yang berulang d) Batuk parsisten e) Dermatitis
2.7 1.
Pemeriksaan Diagnostik Tes untuk diagnose infeksi HIV : a. ELISA (positif; hasiltes yang positif dipastikan dengan western blot) b. Western blot (positif), , dilakukan untuk mendeteksi antibodi HIV pada serum, plasma, cairan mulut, darah kering, atau urin pasien c. P24 antigen test (positifuntuk protein virus yang bebas) d. Kultur HIV(positif; kalaudua kali uji kada secara berturut-turut mendeteksi enzim reverse transcriptase atau antigen p24 dengan kadar yang meningkat) e. Serologi f. Tes antibody serum g. Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan merupakan diagnosa h. Tes blot western
15
i. Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler. j. Tes PHS k. Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif Tesuntuk deteksi gangguan system imun. a. LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan) b. CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk
2
bereaksi terhadap antigen) c. Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun) d. Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya penyakit) e. Kadar immunoglobulin (meningkat) Riwayat Penyakit
3
Histologis, pemeriksaan sitologis urine, darah, feces, cairan spina, luka, sputum, dan sekresi, untuk mengidentifikasi adanya infeksi : parasit, protozoa, jamur, bakteri, viral. 4
Neurologis
EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf) 5 a. b.
Tes Lainnya: Sinar X dada Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau
c. d. e. f. g. h. i. j.
adanya komplikasi lain Tes Fungsi Pulmonal Deteksi awal pneumonia interstisial Skan Gallium Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia lainnya. Biopsis Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi Brankoskopi / pencucian trakeobronkial Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru
2.8
Komplikasi
1.
Oral Lesi 16
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat. 2.
Neurologik a. Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan b.
isolasi social Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek :
3.
c.
sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan
d.
maranik endokarditis. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human
Immunodeficienci Virus (HIV) Gastrointestinal a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, b.
anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen,
c.
ikterik,demam atritis. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan
4.
sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare. Respirasi
17
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri, hipoksia, keletihan,gagal nafas. 5.
Dermatologik Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena
xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal,rasa terbakar, infeksi skunder dan sepsis. 6.
Sensorik a. Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan b. Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.
2.9
Penatalaksanaan Medis Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan
Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan : 1. 2.
Melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak terinfeksi Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks
3.
terakhir yang tidak terlindungi Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas
4. 5. 6.
status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya Tidak bertukar jarum suntik, jarum tato, dan sebagainya Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terpinya yaitu: a) Pengendalian Infeksi Opurtunistik b) Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang
18
aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis. c) Terapi AZT (Azidotimidin) Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3. Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3 d) Terapi Antiviral Baru Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah : a. Didanosine b. Ribavirin c. Diedoxycytidine d. Recombinant CD 4 dapat larut e. Vaksin dan Rekonstruksi Virus e) Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS. a. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makanmakanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obatobatan yang mengganggu fungsi imun. b. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
19
2.10 1.
Pencegahan Pencegahan Primer Pencegahan primer dilakukan sebelum seseorang terinfeksi HIV. Hal ini
diberikan pada seseorang yang sehat secara fisik dan mental. Pencegahan ini tidak bersifat terapeutik; tidak menggunakan tindakan yang terapeutik; dan tidak menggunakan identifikasi gejala penyakit. Pencegahan ini meliputi dua hal, yaitu: a.
Peningkatan kesehatan, misalnya: dengan pendidikan kesehatan reproduksi tentang HIV/AIDS; standarisasi nutrisi; menghindari seks bebas;
b.
secreening, dan sebagainya. Perlindungan khusus, misalnya: imunisasi; kebersihan pribadi; atau
2.
pemakaian kondom. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder berfokus pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) agar tidak mengalami komplikasi atau kondisi yang lebih buruk. Pencegahan ini dilakukan melalui pembuatan diagnosa dan pemberian intervensi yang tepat sehingga dapat mengurangi keparahan kondisi dan memungkinkan ODHA tetap bertahan melawan penyakitnya. Pencegahan sekunder terdiri dari teknik skrining dan pengobatan penyakit pada tahap dini. Hal ini dilakukan dengan menghindarkan atau menunda keparahan akibat yang ditimbulkan dari perkembangan penyakit; atau meminimalkan potensi tertularnya penyakit lain. 3.
Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dilakukan ketika seseorang teridentifikasi terinfeksi HIV/AIDS dan mengalami ketidakmampuan permanen yang tidak dapat disembuhkan. Pencegahan ini terdiri dari cara meminimalkan akibat penyakit atau
20
ketidakmampuan melalui intervensi yang bertujuan mencegah komplikasi dan penurunan kesehatan. Kegiatan pencegahan tersier ditujukan untuk melaksanakan rehabilitasi, dari pada pembuatan diagnosa dan tindakan penyakit. Perawatan pada tingkat ini ditujukan untuk membantu ODHA mencapai tingkat fungsi setinggi mungkin, sesuai dengan keterbatasan yang ada akibat HIV/AIDS.Tingkat perawatan ini bisa disebut juga perawatan preventive, karena di dalamnya terdapat tindak pencegahan terhadap kerusakan atau penurunan fungsi lebih jauh. Misalnya, dalam merawat seseorang yang terkena HIV/AIDS, disamping memaksimalkan aktivitas ODHA dalam aktivitas sehari-hari di masyarakat, juga mencegah terjadinya penularan penyakit lain ke dalam penderita HIV/AIDS; Mengingat seseorang yang terkena HIV/AIDS mengalami penurunan imunitas dan sangat rentan tertular penyakit lain. 2.11
Peran Perawat Komunitas Pada Pasien HIV/AIDS
1.
Peran perawat sebagai advokasi Sebagai advokat klien, perawat berfungsi sebagai penghubung antara klien
dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien, membela kepentingan klien dan membantu klien memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dengan pendekatan tradisional maupun professional. Peran advokasi sekaligus mengharuskan perawat bertindak sebagai nara sumber dan fasilitator dalam tahap pengambilan keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani oleh klien. Dalam menjalankan peran sebagai advocat (pembela klien) perawat harus dapat melindungi dan memfasilitasi keluarga dan masyarakat dalam pelayanan keperawatan.
21
Selain itu, perawat juga harus dapat mempertahankan dan melindungi hak-hak klien, hak-hak klien tersebut antara lain: hak atas informasi; pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit/sarana pelayanan kesehatan tempat klien menjalani perawatan. 2.
Peran Perawat sebagai Konselor
Perawat juga dapat melakukan tindakan kolaborasi dengan memberi rujukan untuk konseling psikiatri. Konseling yang dapat diberikan adalah konseling pranikah, konseling pre dan pascates HIV, konseling KB dan perubahan prilaku. Konseling sebelum tes HIV penting untuk mengurangi beban psikis. Pada konseling dibahas mengenai risiko penularan HIV, cara tes, interpretasi tes, perjalanan penyakit HIV serta dukungan yang dapat diperoleh pasien. Konsekuensi dari hasil tes postif maupun negatif disampaikan dalam sesi konseling. Dengan demikian orang yang akan menjalani testing telah dipersiapkan untuk menerima hasil apakah hasil tersebut positif atau negatif. Mengingat beban psikososial yang dirasakan penderita AIDS akibat stigma negatif dan diskriminasi masyarakat adakalanya sangat berat, perawat perlu mengidentifikasi adakah sistem pendukung yang tersedia bagi pasien. Perawat juga perlu mendorong kunjungan terbuka (jika memungkinkan), hubungan telepon dan aktivitas sosial dalam tingkat yang memungkinkan bagi pasien. Partisipasi orang lain, batuan dari orang terdekat dapat mengurangi perasaan kesepian dan ditolak yang dirasakan oleh pasien. Perawat juga perlu melakukan pendampingan pada keluarga serta memberikan pendidikan kesehatan dan pemahaman yang benar mengenai AIDS, sehingga keluarga dapat berespons dan memberi dukungan bagi penderita.
22
Aspek spiritual juga merupakan salah satu aspek yang tidak boleh dilupakan perawat. Bagi penderita yang terinfeksi akibat penyalahgunaan narkoba dan seksual bebas harus disadarkan agar segera bertaubat dan tidak menyebarkannya kepada orang lain dengan menjaga perilakunya serta meningkatkan kualitas hidupnya. Bagi seluruh penderita AIDS didorong untuk mendekatkan diri pada Tuhan, jangan berputus asa atau bahkan berkeinginan untuk bunuh diri dan beri penguatan bahwa mereka masih dapat hidup dan berguna bagi sesama antara lain dengan membantu upaya pencegahan penularan HIV/AIDS.
23
24
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN HIV/AIDS 3.1 Kasus Semu Tn. J berusia 37 tahun datangbersama adiknya ke IGD rumah sakit di Surabaya tanggal 15Maret 2018 dengan keluhan klien mengeluh mencret 5 x/ hari konsistensi cair disertai lendir dan darah, perut klien dirasakan nyeri, badan klien terasa lemas.Klien mengatakan berat badannya mengalami penurunan 20 kg sejak 3 bulan terakhir. Badan Tn. J semakin kurus dengan BB sebelumnya 70 kg. Nafsu makan Tn. J berkurang. Tn. J juga mengaku telah berobat ke dokter praktik dan klien mendapatkan obat anti diare dan vitamin, tetapi berat badan Tn. J masih tetap turun.Saat malam, tubuh Tn. J terasa lemas dan disertai dingin. Tn. J mempunyai riwayat penyakit tuberkulosis sejak 5 tahun yang lalu. Tn. J merasa terkucilkan di dalam keluarganya karena sakitnya itu dan sejak Bapaknya meninggalkan rumah dan bercerai dengan Ibunya. Tn. J bekerja sebagai tour guide di Malang. Dalam 4 tahun terakhir ini, Tn. J mengkonsumsi obat narkotika melalui jarum suntik. Tn. J juga dipengaruhioleh temannya untuk menggunakan obat narkotika melalui jarum suntik dan memakai obat-obatan penenang. Dalam mendapatkan kepuasaan sendiri dan hemat dalam menggunakan obat-obatan, Tn. J menggunakan obat narkotika melalui jarum suntik secara bergantian dengan temannya. Saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan hasil, pada foto thorax ditemukan pleural effusi kanan, hasil laboratorium sebagai berikut: Hb 8 mg/dL, leukosit 4.060/mm3, trombosit 330.000/mm3. Hasil pemeriksaan TTV ditemukan,
25
TD: 100/70 mmHg, N: 120 x/menit, S: 36 oC, RR: 22 x/menit, konjungtiva anemis, sklera tak ikterik, paru-paru: ronchi +/+ dan wheezing +/-, turgor kulit kembali >2 detik, akral teraba dingin, CRT > 3. Bising usus 30x/menit. 3.2 Pengkajian 1. Pengkajian a. Pengumpulan Data 1) Data Biografi a) Identitas Klien Nama
: Tn. J
Umur
: 37 Tahun
Jenis kelamin
: Laki - laki
Agama
: Kristen
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Wiraswasta
Status Marital
: Belum menikah
Suku / bangsa
: Jawa / Indonesia
Tanggal masuk RS
: 15Maret 2018 Jam 08.00
Tanggal Pengkajian : 19 Maret 2018 Jam 09.00 No. Medik
: 0357xxxx
Diagnosa Medik
: Diare Kronik pada ODHA
Alamat
: Surabaya
b) Identitas Penanggung Jawab Nama
: Tn. K
26
Umur
: 30 Tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Kristen
Pekerjaan
: Wiraswasta
Pendidikan
: Sarjana
Hubungan dengan Klien : Adik Alamat
: Surabaya
2) Riwayat Kesehatan a) Riwayat Kesehatan Sekarang Klien datang ke IGD rumah sakit di Surabaya tanggal 15Maret 2018 dengan keluhan mencret 5 x/hari konsistensi cair tanpa disertai lendir dan darah, perut klien dirasakan nyeri, badan klien terasa lemas. Klien mengatakan berat badannya mengalami penurunan 20 kg sejak 3 bulan terakhir. Klien juga mengaku telah berobat ke dokter praktik dan klien mendapatkan obat anti diare dan vitamin. b) Riwayat kesehatan dahulu Klien mengaku sejak 4 tahun yang lalu ia mengkonsumsi narkotika melalui jarum suntik. Hal tersebut ia lakukan karena merasa terpukul akibat orangtuanya mengalami perceraian. Klien juga punya riwayat tuberkulosis. c) Riwayat kesehatan keluarga
27
Klien mengatakan di keluarganya memiliki riwayat hipertensi. Klien mengatakan hanya dirinya yang mengalami penyakit HIV dikeluarganya. 3)
Pemeriksaan Fisik
KeadaanUmum
: Compos Mentis
TD
: 100/70 mmHg
N
: 120 x/menit
S
: 36 oC
RR
: 24 x/menit
A. B1 (Breath) Pernafasan melalui hidung, tidak ada pernafasan cuping hidung. Ukuran dan bentuk hidung simetris, tidak ada deviasi septum, tidak ada sekret. Tidak terdapat polip, pola nafas reguler, frekwensi 24x per menit. Pergerakan dada tidak simetris antara kanan dan kiri, ditemukan ronchi dan wheezing. B. B2 (Blood) Konjunctiva tidak anemis, bibir tidak sianosis, Ictus cordis terdapat pada line midklavikula inter costalis (ICS) V, tidak ada peninggian jugular vena pressure (JVP). Bunyi jantung murni reguler, tidak ada mur-mur, tidak ada oedema tungkai, tidak ada clubing finger, Capilary Refile Time (CRT) > 3 detik, akral dingin. C. B3 (Brain) Bibir tidak sianosis, mukosa mulut dan bibir agak kering, terdapat bercak-
28
bercak putih tipis di sisi lidah dan gusi, ditemukan nyeri menelan, uvula kaku dan tampak kemerahan. D. B4 (Blader) Tidak terlihat distensi kandung kemih, tidak teraba pembesaran ginjal, tidak ada oedema palpebra, klien dapat berkemih 3-4 x/hari + 100 cc warna kuning jernih tanpa ada keluhan. E.
B5 (Bowel)
Bentuk abdomen agak cekung, lembut, tidak teraba massa, tidak terdapat lesi/luka bekas operasi, turgor kulit lambat, auskultasi bising usus 30x per menit, pada perkusi terdapat bunyi tympani pada seluruh daerah abdomen. F.
B6 (Bone)
Ekstremitas Bawah : Ukuran simetris, bentuk normal, tidak ada deformitas, pergerakan bebas, Homan tes negatif, tidak ada oedema tungkai, kekuatan otot 5/5, refleks achiles +/+, Refleks patela +/+, refleks babinski negatif. Sensasi tajam tumpul positif. Ekstremitas atas : Ukuran simetris, bentuk normal, tidak ada poli dan syndactyli, tidak terdapat atropi, tidak terdapat gambaran tromboplebitis, gerakan bebas. Refleks bisep +/+, trisep +/+, radiobrakhialis +/+. Kekuatan otot 5/5. 4)
Data Psikologis (a) Status Emosi
29
Emosi klien stabil, klien aktif menjawab pertanyaan, tidak mudah tersinggung, afek. (b) Kecemasan Klien mengaku bahwa dirinya diduga dengan diagnosis AIDS, Klien bertanya kepada perawat apakah benar dia sudah positif mengidap HIV? serta menanyakan; “Apakah penyakit saya bisa disembuhkan?” ekspresi wajah klien tampak cemas dan gelisah. (c) Pola Koping Klien mengatakan bila mempunyai masalah klien hanya mengatasinya sendiri kemudian bergaul dengan teman-teman dan untuk mengalihkan masalahnya klien minum-minuman obat-obatan penenang dan klien menggunakan narkotika dengan cara jarum suntik. (d) Gaya Komunikasi Pada saat berkomunikasi klien cenderung diam, vokal jelas, menggunakan bahasa Indonesia saat wawancara, sehari-hari klien menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. 5)
Konsep Diri (a) Gambaran diri Klien mengatakan menyukai seluruh bagian tubuhnya, tetapi merasa malu dan bingung karena sejak menderita sakit ini penis klien tidak dapat ereksi.
30
(b) Harga Diri Klien mengatakan merasa bersalah atas perbuatannya selama ini dan klien merasa malu dengan keadaan dirinya yang diduga mengidap HIV. (c) Peran Diri Klien seorang pemuda sudah bekerja sebagai tour guide dan dapat mencukupi kebutuhannya sehari-hari serta membiayai kuliah adiknya. (d) Identitas Diri Klien mengaku dirinya belum menikah, pendiam, tidak gampang marah. (e) Ideal Diri Klien mengatakan dirinya ingin cepat sembuh dan kembali menjalankan aktifitas seperti biasa lagi. 6)
Data Sosial Hubungan klien dengan keluarga serta saudaranya baik. Klien dapat menjalin kerja sama dengan petugas dan sesama pasien di ruang perawatan. Klien termasuk pribadi yang kooperatif.
7)
Data Spiritual Klien beragama Kristen, klien percaya penyakitnya dapat di sembuhkan, klien mengatakan datangnya ke RS merupakan salah satu usaha yang harus ia jalani karena penyakitnya merupakan cobaan dari
31
Tuhannya. Klien mengatakan jarang melakukan peribadahan sesuai dengan agama yang di yakininya. 8)
Data Penunjang Laboratorium. Hb
: 8 mg/dL
Leukosit
: 4.060/mm3
Trombosit : 330.000/mm3
Pengobatan : -
RL 14x/menit
-
Cotimoxazol
: 2 x 2 tab
-
Corosorb
: 3 x 1 tab
-
Diet lunak rendah serat
3.3 Analisa Data No 1
Data (Symptom) Ds: Klien mengeluh mencret 5 x/hari
Penyebab
Masalah
(etiologi) Diare
(problem) Kekuranga
konsistensi cair disertai lendir dan darah, perut
n cairan
klien dirasakan nyeri, badan klien terasa lemas.
tubuh
Klien mengatakan berat badannya mengalami penurunan 20 kg sejak 3 bulan terakhir.
Do: 32
Ttv : TD: 100/70 mmHg N: 120 x/menit S: 36 oC RR: 24 x/menit 2
Klien tampak lemas. Ds : Klien mengatakan berat badannya
Gangguan
Perubahan
mengalami penurunan 20 kg sejak 3 bulan
intestinal
nutrisi yang
terakhir.
kurang dari kebutuhan
Do :
tubuh
A: BB 70 kg menjadi BB 50 kg. B: Hb : 8 mg/dL Leukosit: 4.060/mm3 Trombosit: 330.000/mm3 C: D: -
3.4 Prioritas Masalah No
Masalah Keperawatan
Tanggal Ditemuka Teratasi n
1
Kekurangan cairan tubuh berhubungan
2
dengan diare Perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan 33
Paraf
tubuh berhubungan dengan gangguan intestinal
3.5 Rencana Keperawatan No
Masalah
Tujuan &
1.
keperawatan Kekurangan
kriteria hasil Setelah
cairan tubuh
dilakukan
tanda
deplesi merupakan
berhubungan
tindakan
dehidrasi.
komplikasi dan
dengan diare
keperawatan
2.Monitor intake
dapat dikoreksi.
selama 1x24
dan ouput
jam diharapkan
Intervensi 1.Monitor tanda-
3.Anjurkan
Rasional 1.Volume cairan
2.Melihat kebutuhan cairan yang masuk
pasien merasa
untuk minum
dan keluar.
nyaman dan
peroral
3.Sebagai
dapat
4.Atur
kompensasi akibat
mengontrol
pemberian
peningkatan output.
diare dengan
infus dan
4.Memenuhi
krieteria :
eletrolit : RL
kebutuhan intake
- intake
20
yang peroral yang
seimbang
tetes/menit.
tidak terpenuhi.
output,
5.
Kolaborasi
5.Mencegah
- turgor
pemberian
kehilangan cairan
normal,
antidiare
tubuh lewat diare
34
- membran
antimikroba
(BAB).
mukosa lembab - kadar urine 2.
Perubahan
normal. Setelah
nutrisi yang
dilakukan
aji
tenggorok dan
kurang dari
tindakan
kemampuan
esophagus dapat
kebutuhan
keperawatan
untuk
menyebabkan
tubuh
selama 1x24
mengunyah,
disfagia, penurunan
berhubungan
jam diharapkan
perasakan
kemampuan pasien
dengan
pasien merasa
dan menelan. 2. A
gangguan
nyaman dan
intestinal
dapat
1.
K
1. Lesi mulut,
untuk mengolah makanan dan
uskultasi mengurangi bising usus mengontrol
3.
R
keinginan untuk
perubahan
encanakan
makan.
nutrisi dengan
diet dengan
2. Hopermotilitas
krieteria :
orang
saluran intestinal
m
terdekat, jika
umum terjadi dan
emperlihatka
memungkina
dihubungkan
n
kan sarankan
dengan muntah dan
peningkatan
makanan dari
diare, yang dapat
berat badan
rumah
mempengaruhi
-
35
5-8 kg, -
4.
B
pilihan diet atau
b atasi
cara makan.
makanan
3. Melibatkan orang
yang
terdekat dalam
menyebabka
rencana memberi
n mual atau
perasaan kontrol
muntah.
lingkungan dan
ebas dari tanda-tanda malnutrisi dan menunjukka n perbaikan
5.
Ti meningkatkan
tingkat
njau ulang
energi.
pemerikasaan
pemasukan. 4. Rasa sakit pada laboratorium 6. B
mulut atau
erikan obat
ketakutan akan
anti emetic
mengiritasi lesi pada
misalnya
mulut mungkin akan
metoklopram
menyebabakan
id.
pasien enggan untuk makan. 5. Mengindikasikan status nutrisi dan fungsi organ, dan mengidentifikasi kebutuhan pengganti.
36
6.Mengurangi insiden muntah dan meningkatkan fungsi gaster
3.6 Implementasi Keperawatan No
Waktu/
Tindakan
tanggal
keperawatan
Ttd
Waktu/ tanggal
37
Evaluasi
Ttd
1
19/03/18
1. mengkaji
13.00
konsistensi dan
19/03/18
S: pasien
09.00
mengatakan
frekuensi feses 2. melakukan
diare berkurang
Auskultasi awalnya 5x/ bunyi usus 3. mengatur agen
hari menjadi
antimitolitas
3x/hari
dan
O: pasien
psilium
sesuai advis 4. kolaborasi
tampak pucat dan
dengan
dokter lemes
dalam A: masalah pemberian oralit teratasi sebagian P: intervensi dilanjutkan 2
20/03/18
1.
13.00
20/03/18
Monit
09.00
or
2.
1,2,3,4 S: pasien mengatakan
kemampuan
masih susah
mngunyah
untuk
dan menelan Monit
mengunyah dan
or BB, input menelan,
38
3.
dan output meng
nafsu makan habis
atur 2 sendok antimestik O: pasien 4.
sesuai advis Kolab
tampak
orasi dengan
lemas
ahli gizi
A:masalah terastasi sebagian P: intervensi dilanjutakan
3
21/03/18 12.00
21/03/18
1. mengkaji
18.00
konsistensi dan frekuensi
1,2,3,4 S: pasien mengatakan diare
feses 2. melakukan
berkurang O: pasien
Auskultasi terlihat bunyi usus 3. mengatur agen
lebih segar
antimitolitas
A: masalah
dan
teratasi
psilium
sesuai advis 4. kolaborasi
sebagain P: intervensi
dengan
dokter dilanjutkan
39
dalam
1,2,3,4
pemberian oralit 3
22/03/18
1. Monitor
12.00
S: pasien
kemampuan
mengatakan
mngunyah dan
nafsu
menelan
makan
2.
Monit bertambah 5 or BB, input sendok
3.
4.
dan output meng
O: pasien
atur
terlihat
antimestik
lebih segar
sesuai advis Kolab
A: masalah teratasi
orasi dengan sebagaian ahli gizi P: intervensi dilanjutkan 1,2,3,4
40
BAB 4 PENUTUP 4.1
Kesimpulan AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome.
Acquired artinya didapat, jadi bukan merupakan penyakit keturunan, immuno berarti sistem kekebalan tubuh, deficiency artinya kekurangan, sedangkan syndrome adalah kumpulan gejala. AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem kekebalan tubuh, sehingga tubuh mudah diserang penyakit-penyakit lain yang dapat berakibat fatal. Dari beberapa penjelasan pada makalah ini didapatkan : 7.
Hasil pengkajian di dapatkan data pasien HIV AIDS mengeluh mengalami diare, nafsu makan menurun, berat badan berkurang, sariawan di
8. 9.
mulut, bibir kering, terdapat nyeri dan adanya gatal- gatal pada kulit. Masalah keperawatan yang di dapatkan antara lain Rencana keperawatan yang disusun tergantung kepada masalah keperawatan yang ditemukan masing masing pasien rencana keperawatan yang dilakukan pada pasien HIV AIDS
4.2
Saran Perlu diingat bahwa disini perawat tetap bertanggung jawab terhadap
kerahasiaan dan privasi pasien. Perawat setiap hari bergelut dengan orang-orang yang sakit dan kematian, dan AIDS adalah penyakit dengan tingkat mortalitas yang tinggi, yang kematiannya relative cepat, dan yang terutama adalah penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Maka akan terjadi peningkatan stressor perawat,
41
untuk menghindari itu pahami betul apa yang sedang kita hadapi. Proteksi diri kita sendiri, cegah infeksi dan penularan penyakit tersebut pada saat kita harus berhadapan dengannya, karena itu merupakan tanggungg jawab kita. Jangan sampai menunjukkan perasaan takut dan cemas tersebut dihadapan pasien karena itu sangat tidak etis, sebab kita merupakan orang yang dituntut untuk tahu banyak tentang penyakit AIDS dan pencegahan penularannya.
42
DAFTAR PUSTAKA http://achsanblogers.blogspot.co.id/2015/01/makalah-asuhan-keperawatan-padapasien.html Arriza, Beta Kurnia., dkk. (2011). Memahami Rekonstruksi Kebahagiaan Pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). Jurnal Psikologi Undip. Ditjen PP & PL Kemenkes RI, & Kementrian Kesehatan RI. (2014). Data Statistik HIV di Indonesia 2014. Kemenkes RI. Price , Sylvia A dan Lorraine M.Wilson . 2005 . Patofissiologis Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit. Jakarta : EGC Nursalam. (2007).Proses & Dokumentasi Keperawatan. Konsep dan Praktik. Jakarta. Salemba Medika.
43