Kelasa_kelompok6_etnofarmasipencarianobat_makalah_etnofarmasi17181.docx

  • Uploaded by: Sabda Kartika
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kelasa_kelompok6_etnofarmasipencarianobat_makalah_etnofarmasi17181.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,844
  • Pages: 34
ETNOFARMASI PENCARIAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS

Kelas A Fakultas Farmasi Universitas Jember 2018

DAFTAR ISI

Table of Contents DAFTAR ISI ............................................................................................................................................ ii KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ iii BAB I. ..................................................................................................................................................... 1 PENDAHULUAN................................................................................................................................... 1 1.1.

Latar Belakang ........................................................................................................................ 1

1.2.

Rumusan Masalah ................................................................................................................... 1

3.3.

Tujuan ..................................................................................................................................... 1

BAB II. ...................................................................................................................................................... 2 PEMBAHASAN ......................................................................................................................................... 2 2.1.

Pengertian Tuberkulosis .......................................................................................................... 2

2.2. Zanthoxylum capense dengan aktivitas antimikobaterial melawan Mycobacterium Tuberculosis secara in vitro dan ex vivo dalam makrofag manusia .................................................... 4 2.3. Tanaman obat yang digunakan oleh praktisi pengobatan tradisional dalam pengobatan tuberkulosis dan penyakit terkait di Uganda ..................................................................................... 11 2.4. Tumbuhan yang Digunakan untuk Knowledge on plants used traditionally in the treatment of tuberculosis in Uganda .................................................................................................................. 17 2.5.

Potensi Antituberkulosis pada Beberapa Etno Botani yang terpilih pada Tumbuhan Malaysia 23

2.6. Evaluasi Aktivitas Antimikobakterium dari Tumbuhan Ocimum basilicum Penghambat Mikobakterium Tuberkulosis ............................................................................................................ 27 BAB III.................................................................................................................................................. 30 KESIMPULAN ..................................................................................................................................... 30 3.1.

Kesimpulan ........................................................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 31

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada

Rasulullah

SAW.

Berkat

limpahan

dan

rahmat-Nya

penyusun mampu menyelesaikan tugas Etnofarmasi “ETNOFARMASI PENCARIAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS”. Adapun dalam penyusunan makalah tugas ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan dari berbagai pihak, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna.

Untuk

itu,

penulis

membutuhkan

kritik

dan

saran

dari

para

pembaca demi perbaikan pembuatan makalah di masa yang akan datang. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terimakasih. Dan apabila ada kesalahan dan kata kata yang kurang berkenan, saya selaku penulis mohon maaf yang sebesar besarnya.

Jember, 30 Mei 2018

Penulis

iii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberculosis (TBC) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini dapat menyerang seluruh organ tubuh manusia, namun yang paling sering diserang adalah paru-paru (maka secara umum sering disebut sebagai penyakit paruparu atau TB Paru-paru. Bakteri ini menyerang paru-paru sehingga pada bagian dalam alveolus terdapat bintil-bintil. Penyakit ini menyebabkan proses difusi oksigen yang terganggu karena adanya bintik-bintik kecil pada dinding alveolus. Jika bagian paru-paru yang diserang meluas, sel-selnya mati dan paru-paru mengecil. Akibatnya napas penderita terengah-engah. Dalam rangka penemuan obat baru sebagai alternatif pengobatan tuberkulosis, maka dapat digunakan pendekatan etnofarmasi untuk menentukan jenis tumbuhan tertentu yang potensinya tinggi dan cara penggunaannya berdasarkan pengetahuan empiris yang diyakini oleh masyarakat di daerah-daerah tertentu. Dari hasil studi etnofarmasi tersebut, dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk pengembangan tumbuhan terpilih.

1.2. Rumusan Masalah 1.

Bagaimana etnofarmasi tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat anti tuberkulosis?

2. Bagaimana penelitian yang digunakan? 3. Diambil dari bagian mana suatu tumbuhan tersebut berfungsi sebagai obat anti tuberkulosis?

3.3. Tujuan 1. Dapat mengetahui etnofarmasi tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat anti tuberkulosis. 2. Dapat mengetahui penelitian yang digunakan. 3. Dapat mengetahui bagian mana suatu tumbuhan tersebut berfungsi sebagai obat anti tuberkulosis.

1

BAB II. PEMBAHASAN 2.1.

Pengertian Tuberkulosis Penyakit tuberculosis (TB) adalah singkatan dari “Tubercle Bacillus” atau

tuberculosis, dulu disingkat TBC. Penyakit TB disebabkan oleh infeksi bakteri mycobacteria, pada manusia terutama oleh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri Tuberculosis biasanya menyerang paru-paru (sebagai TB paru) tetapi TB bisa juga menyerang system syaraf pusat. Penyakit TB adalah penyakit yang umum dan sering kali mematikan. TB menular melalui udara, ketika orang-orang yang memiliki penyakit TB batuk, bersin, atau meludah. Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang menakutkan di Indonesia. Bakteri Mycobacterium tuberculosis ini berbentuk batang yang mengelompok atau di sebut berkoloni,termasuk bakteri aerob yang tidak membentuk spora.Walaupun tidak mudah diwarnai,namun jika telah diwarnai,bakteri ini tahan terhadap peluntur warna (dekolarisasi) asam atau alcohol.Oleh karena itu dinamakan bakteri tahan asam (BTA) atau basil tahan asam. Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP) (Naga,2012).

Mekanisme Penularan dan Gejala-Gejala Bakteri ini dapat menular. Jika penderita bersin atau batuk maka bakteri tuberculosa akan bertebaran di udara. Infeksi awal yang terjadi pada anak-anak umumnya akan menghilang dengan sendirinya jika anak-anak telah mengembangkan imunitasnya sendiri selam periode 6-10 minggu.Tetapi banyak juga terjadi dalam berbagai kasus,infeksi awal tersebut malah berkembang menjadi progressive tuberculosis yang menjangkiti organ paru dan organ tubuh lainnya. Jika sudah terkena infeksi yang progresif ini maka gejala yang terlihat adalah demam, berat badan turun, rasa lelah, kehilangan nafsu makan dan batukbatuk. Dalam kasus reactivation tuberculosis,infeksi awal tuberculosis mungkin telah lenyap tetapi bakterinya tidak mati melainkan hanya tidur (dormant) sementara waktu (Kristanti,2009). Penyakit TB biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TB batuk, dan pada anakanak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TB dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TB dapat menginfeksi hampir

seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paruparu.

Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TB ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TB akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen. Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC. Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik. Gejala sistemik/umum : 1. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul. Penurunan nafsu makan dan berat badan.

3

2. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). 3. Perasaan tidak enak (malaise), lemah. Gejala khusus : 1. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak. 2. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada. 3. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.

2.2. Zanthoxylum capense dengan aktivitas antimikobaterial melawan Mycobacterium Tuberculosis secara in vitro dan ex vivo dalam makrofag manusia “Zanthoxylum capense constituents with antimycobacterial activity Mycobacterium tuberculosis in vitro and ex vivo within human macrophages”

against

Zanthoxylum capence Thunb.(Rutaceace) adalah tumbuhan obat yang digunakan di Mozambique untuk pengobatan tuberkulosis. Tujuan utama dari studi ini adalah untuk menemukan senyawa antimicrobakterial utama dari Zanthoxylum capence. Bahan dan Metode: Dengan bioassay-guided fraksinasi, 16 senyawa diisolasi dan disaring untuk aktivitas antimikobakterial secara in vitro untuk melawan dua strain yang berbeda dari Mycobacterium tuberculosis. Kemudian dilakukan uji sitotoksisitas in vitro ke makrofag THP-1 pada manusia. Senyawa dengan nilai selektivitas indeks baik (SI>10) diselidiki lebih lanjut kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan dari Mycobacterium tuberculosis H37Rv dalam model infeksi makrofag intraselular. Uji senyawa: Enam belas senyawa (1-16) yang menunjukkan struktur rangka berbeda dievaluasi aktivitas antimikrobakterialnya. Struktur kimia senyawa ditunjukkan pada Gambar.1. yang termasuk dalam senyawa tersebut adalah decarin (1), norchelerythrine (2), dihydrochelerythrine (3), 6acetonyldihydronitidine (4), tridecanonchelerythrine (5), 6-acetonyldihydronitidine (6), zanthocapensine (7), rutaecarpine (8), skimmianine (9), (-) sesamin (10), (-) episesamin (11), (-) savinin (12), zanthocapensol (13), zanthocapensate (14), N-isobutyl-(2E,4E)-2,4tetradecadienamide (15) dan lupeol (16). Isolasi dan penjelasan struktural senyawa 1-7, 13 dan 14 terlebih dahulu dijelaskan. Isolasi senyawa 8-12, 15, 16 dideskripsikan dibawah. Kemurnial semua senyawa lebih dari 95% didasarkan pada pengintegrasian 1H NMR dan HPLC. 4

Ekstraksi dan Isolasi: Akar bubuk kering dari Zanthoxylum capense diekstraksi dengan metanol dan dipartisi secara berurutan kedalam fraksi n-hexana, diklorometana, etil asetat dan n-butanol seperti yang dijelaskan. Ekstrak n-heksana dan diklorometana yang menunjukkan harapan aktivitas antimikrobakterial, dikromatografi lebih lanjut menghasilkan fraksi FH1-11 dan FD1-16. Fraksi FH4 dikenakan kedalam kolom silika gel, eluasi gradien dengan n-heksana/ etil asetat sehingga diperoleh senyawa 16 (894 mg). Fraksi FH6 juga sama dikromatografi untuk memperoleh senyawa 11 (1.9 g). Senyawa 10 (160 mg) diperoleh dengan rekristalisasi pada fraksi FH7 dari etil asetat/n-heksana. Rekromatografi pada fraksi FH7 dihasilkan senyawa 15 (20 mg). Kolom kromatografi pada fraksi FH9 dan selanjutnya purifikasi dengan rekristalisasi dari etil asetat/ n- heksana memperoleh 85 mg senyawa 12, senyawa 8 ( 3 mg) diperoleh dengan semi-preparatif RP-HPLC (254 nm, MeOH-H2O, 17:3; 3 mL/min ) dari fraksi FD3. Fraksi FD7 direkristalisasi dari etil asetat/ n-heksana diperoleh senyawa 9 (500 mg). Strain mikobakteri dan kondisi pertumbuhan : Mycobacterium smegmatis mc2 155 (ATCC 700084), mycobacteria tumbuh dengan cepat, digunakan dalam fraksinasi bioassay-guided untuk mengevaluasi aktivitas antimikrobakterial dari ekstrak metanol, n-heksana, diklorometana, etil asetat dan n-butanol. Dua referensi strain Mycobacterium tuberculosis, H37 Ra ATCC 25177 (avirulent) dan H37Rv ATCC 27294 (virulent), pertumbuhan mikrobakterianya lambat, digunakan untuk uji isolasi senyawa. Strain Mycobacterium tuberculosis dikultur dalam kaldu Middlebrook 7H9 ditambah dengan 10% (v/v) OADC, 0.05% (v/v) Tween 80 dan 0.2% (v/v) gliserol. Strain ditumbuhkan pada suhu 37ºC dalam agitasi OD600 nya dicapai 0.6-0.8 (sekitar 3X107 CFU/ml), yang tipenya 1 hari untuk Mycobacterium smegmatis mc2 dan 7-10 hari untuk Mycobacterium tuberculosis. Penentuan Minimum inhibitory concentration (MIC): Uji skrining dibentuk sebelumnya dengan menggunakan metode mikrodilusi kaldu. Larutan dari masing-masing ekstrak dan senyawa dipreparasi dengan melarutkan dalam dimetil sulfoksida hingga konsentrasi 20 mg/ml dan 4 mg/ml, dan selanjutnya diencerkan dalam masing-masing media kultur untuk tiap bakteri. Pengenceran dua kali lipat dibuat dalam 96well microtitre plate dengan konsentrasi rentang antara 250 sampai 4µg/l untuk tiap ekstrak, dan dari 50 sampai 0.8 µg/ml untuk tiap senyawa. Masing-masing sumuran diinokulasi dengan suspensi bakteri pada konsentrasi 106 CFU/ml. Tidak ada efek inhibitor yang diobservasi dalam adanya DMSO pada konsentrasi yang digunakan (<1.25%). Isoniazid digunakan sebagai referensi obat. Mycobacterium smegmatis mc2 155 diinkubasi dalam microtitre plate selama 2-3 hari dan Mycobacterium tuberculosis H37Ra ATCC 25177 dan H37Rv ATCC 27294 selama 7-8 hari. Mycobacterium tersebut diobservasi dibawah mikroskop cahaya untuk menentukan konsentrasi rendah dengan tidak terlihatnya pertumbuhan mycobacterial. pada 600 nm dengan menggunakan Tecan M200 plate spectrophotometer. THP-1 cell line:

5

Human acute monocytic leukaemia cell line THP-1 (ATCC TIB-202) ditaruh dalam medium RPMI-1640 yang mengandung 10% (v/v) foetal calf serum (FCS), 1% (v/v) 1-glutamine, 1 mM sodium pyruvat, 10 mM HEPES pada pH 7.4, 1 X MEM asam amino non-esensial, 100 IU/ml penisilin dan 100 µg/ml streptomisin (semua reagen dari Gibco) dan diinkubasi pada 37ºC dalam 5% CO2 atmosfer. Sebelumnya pada percobaan, 1x105 sel di tempatkan pada 96well plates dan diinkubasi semalaman dalam medium sel kultur yang disuplementasi dengan 20nM phorbol 12-myristate 13-acetate (PMA) untuk menginduksi perbedaan dari THP-1 monocyte dalam makrofag. Pada hari berikutnya PMA yang mengandung mendium diganti dengan PMA-free medium segar dan dijaga selama 24 jam untuk menentukan sel yang kembali ke resting macrophage phenotype. Uji sitotoksisitas: Sel diinkubasi dengan senyawa pada rentang konsentrasi 50 hingga 0.8 µg/ml selama 7 hari. Medium kultur dengan senyawa ditambah setiap 2 hari selama percobaan. DMSO digunakan sebagai kontrol. Konsentrasi tertinggi pada DMSO yang digunakan adalah 1.25%. Puromysin digunakan sebagai kontrol positif untuk kematian sel. Kelangsungan hidup sel ditentukan setelah 7 hari pengobatan menggunakan alamar Blue (Molecular probe) dan selanjutnya indikasi produsen. 10% reagen alamarBlue ditambahkan pada masing-masing sumuran dan diinkubasi selama 4 jam pada 37ºC dalam 5% CO2.Fluoresens diukur pada eksitasi 570 nm dan emisi 595 nm dengan menggunakan Tecan M200 plate spectrofotometer. Viabilitas dihitung pada persentase fluoresense intensity relatif pada sel yang tidak diberi treatment. Nilai IC50 dihitung dengan menggunakan 5 parameter logistik nonlinear model persamaan regresi dari kumpulan konsentrasi yang diuji. Nilai Selektivity index (SI) dari masing-masing senyawa dihitung dengan membagi nilai IC50 dengan nilai MIC. Aktivitas antimikrobakteria dianggap spesifik ketika SI>10. Aktivitas antimikrobakterial intraselular dalam THP-1 makrofag: Sebelum infeksi, Mycobacterium tuberculosis H37Rv ATCC 27294 dipreparasi didalam untuk mencapai suspensi sel tunggal. Kultur bakteri pada fase pertumbuhan eksponensial disentrifugasi pada 3000xg selama 10 mni, dicuci dengan PBS dan disentrifugasi lagi pada kondisi yang sama. Bakteri kemudian diresuspensi dalam medium kultur THP-1 tanpa antibiotik. Dalam urutan untuk memotong rumpun bakteri, suspensi bakteri dilewatkan melalui jarum 21 G diikuti oleh sonikasi. Gumpalan residu dipindah dengan 1 menit srntrifugasi pada 500 xg. Suspensi sel tunggal di verifikasi dengan mikroskop cahaya. Sel THP-1 di infeksi dengan 10 MOI (multiplicity of infection). Sel-sel akan menyerap bakteri selama 3 jam. Untuk menghapus bakteri ekstraseluler yang tidak diinternalisasi, sel dicuci tiga kali dengan PBS. Tahap selanjutnya, senyawa yang dipilih ditambahkan ke sel yang terinfeksi pada konsentrasi yang diinginkan. DMSO, pada proporsi yang sama seperti pada larutan senyawa, digunakan sebagai kontrol yang tidak diobati. Konsentrasi tertinggi DMSO yang digunakan adalah 1,25%. Isoniazid (1 mg / ml) dan pirazinamid (200 mg / ml) digunakan sebagaireferensi obat. Saat 3 jam, 3 dan 5 hari post infeksi, sel dilisis dengan 0.5% larutan igepal. Pengenceran Serial dari Thelysate dilakukan dalam air dan medium Middlebrook 7H10 yang disuplementasi dengan OADC 10% (v/v). CFU (Colony forming units) dihitung setelah 3-4 minggu di inkubasi pada 37ºC. Senyawa dianggap bakterisida jika secara

6

signifikan mengurangi unit pembentuk koloni dalam sampel uji dibandingkan dengan kontrol. Hasilnya dikonfirmasi oleh dua independen percobaan yang dilakukan dalam tiga kali. Analisis statistik: Analisis statistik dilakukan menggunakan software SigmaPlot 11.0. beberapa perbandingan grup dibuat menggunakan tes satu parameter ANOVA dilanjutkan dengan kelompok dengan menggunakan tes Holm-Sidak. Tingkat kriteria nominal alpha adalah 0.001. HASIL Evaluasi in vitro aktivitas antimikrobakterial Selama fraksinasi bioassay-guided, ekstrak metanol dari akar tumbuhan obat Zanthoxylum capense menunjukkan aktivitas antimikrobakterial (MIC 62-5 µg/ml) melawan pertumbuhan cepat dari strain Mycobacterium smegmatis mc2 155. Evaluasi fraksinasi lebih lanjut dilakukan dengan partisi sekuensial dari ekstrak metanol yang mengungkapkan bahwa nonpolar n-heksana dan diklorometana larut menjadi bagian yang sangat aktif, dengan nilai MIC 31.2 dan 15.6 µg/ml. Fraksi polar etil asetat dan n-butanol menunukkan aktivitas lemah dengan nilai MIC 250 µg/ml. studi fitokimia lebih lanjut dilakukan dengan fraksi nonpolar.capence 16 komponen (1-16) (Gambar 1), diisolasi dari metabolit ekstrak n-heksana dan larutan diklorometana pada akar Zanthoxylum , dievaluasi secara in vitro aktivitas antimikrobateri. Isolasi alkaloid benzophenanthridine 1-7, dan neoligan 13 dan 14 selanjutnya dilaporkan. Studi fitokimia ditujukan untuk isolasi quinazolim (8), dan quinoline tipe alkaloid (9) serta lignan (10-12), N-isobutilamida (15), dan pentacydic triterpen (16). Identifikasi struktur senyawa telah dilakukan dengan membandingkan data spektroskopi dengan laporan diliteratur. Semua senyawa (1-16) di skrining penghambatan aktivitas pertumbuhan melawan dua obat yang peka terhadap strain Mycobacterium tuberculosis H37Rv ATCC 25177 yang avirulen dan Mycobacterium tuberculosis H37Rv ATCC 27294 yang virulen. Banyak senyawa menunjukkan profil antimikrobial yang mirip terhadap dua strain Mycobacterium. Antara benzophenanthridine tipe alkaloid, dekarin menunjukkan aktivitas yang poten terhadap penghambatan dengan nilai MIC 1.6 dan 3.1 µg/ml melawan H37Rv dan H37Ra (Tabel 1). Alkaloid 6-acetonilhidronitidin menunjukkan dengan jelas aktivitas penghambatan dengan nilai MIC 12.5 dan 6.2 µg/ml melawan strain yang dipilih. Analog benzophenanthridine 2-5 dan 7 berperan mengurangi penghambatan dengan tingginya nilai MIC yaitu 50 µg/ml. Disamping itu, N-isobutil amida menunjukkan aktivitas antimikrobial yang kuat dengan nilai MIC 1.6 µg/ml dan 6.2 µg/ml untuk H37Rv dan H37Ra. Quinoline tipe alkaloid, skimmianine, dan lignan, (-)-sesamin, dan (-)-episesamin menunjukkan aktivitas yang cukup (nilai MIC diantara 25 dan 50 µg/ml) melawan strain yang diuji. Lupeol hanya menunjukkan aktivitas terhadap H37Rv (MIC 25 µg/ml). Alkaloid quinazolin dan lignan tidak menunjukkan banyak aktivitas pada konsentrasi uji (MIC ≥ 50 µg/ml).

7

Sitotoksisitas pada makrofag THP-1 manusia : Untuk mengevaluasi profilsitotoksisitas semua senyawa diisolasi, makrofag THP-1 dikenai senyawa pada konsentrasi 50-0.8 µg/ml. Perhitungan 50% nilai konsentrasi penghambatan pertumbuhan (IC50) dari senyawa ditunjukkan pada Tabel 1. Alkaloid 6-acetonildihidronitidin diobservasi menjadi senyawa penghambat sitotoksik pada nilai IC50 1.7 µg/ml. Lignan (-)savinin ditemukan memiliki efek lethal pada sel THP-1 (IC50 3.7 µg/ml). Sitotoksisitas rendah diobservasi untuk senyawa 1-5, 7-11 dan 13-16. Untuk menguji spesifisitas antimikrobakterial pada senyawa, dihitung nilai indeks selektivitas (S1- IC50/MIC) (Tabel.1). aktivitas antimikrobial dikatakan spesifik ketika SI>10. Decarine menunjukkan selektivitas yang tinggi diantara semua isolasi senyawa, menunjukkan SI-21.3 untuk H37Ra dan SI-41.2 untuk H37Rv. N-isobutilamida juga menunjukkan aktivitas spesifisitas terhadap H37Ra dan H37Rv drngan nilai SI 9.9 dan 38.2. nilai SI yang rendah diperoleh senyawa 2-14 dan 16 mengindikasikan bahwa aktivitas antimikrobakterialnya rendah atau menunjukkan efek sitotoksisitas yang tinggi. Aktivitas antimikrobakterial melawan Mycobacterium tuberculosis H37Rv intraelular dalam THP-1 makrofag: Berdasarkan hasil diatas, decarine dan N-isobutylamide menunjukkan aktivitas selektifitas yang baik melawan strain Mycobacterium tuberculosis, senyawa tersebut dipilih untuk selanjutnya dievaluasi efikasi intraselularnya. Makrofag THP-1 pada manusia diinfeksikan dengan Mycobacterium tuberculosis H37Rv ATCC 27294, dan kemudian di kenakan ke decarine dan N-isobutilamida pada konsentrasi 1.6, 3.1, 6.2, 12.5 dan 25 µg/ml. Pada 1, 3, dan 5 hari sesudah infeksi, makrofag dilisiskan dan bakteri yang layak dihitung dengan coloni count (Gambar.2). pyrazinamid dan isoniazid dimasukkan sebagai senyawa kontrol dari bakteriostatik dan aktivitas bakterisidal. DMSO, pada proporsi sama pada larutan senyawa, digunakan sebagai kontrol untreatment. Walaupun decarin dan N-isobutylamida mampu menghambat pertumbuhan bakteri secara lengkap dibandingkan isoniazide. Senyawa 1 menunjukkan beberapa aktivitas bakterisidal dalam dosis beragam. Sebagai observasi pada Gambar 2. Pada hari ke-5 sesudah infeksi, aktivitas antimikrobial intraselular decarine pada konsentrasi 6.2-25 µg/ml lebih unggul daripada pyrazinamide pada 200 µg/ml, menunjukkan lebih dari 90% pengurangan pada unit koloni yang terbentuk. Sedikit aktivitas yang lebih tinggi daripada pyrazinamide masih diamati pada decarine pada 3,1 mg / ml. Sebaliknya, N-iobutilamida menunjukkan efikasi penghambatan yang cukup pada semua konsentrasi, penghambatan kurang dari 50% pertumbuhan bakteri intraselular selama 5 hari pada obat yang dipajankan. Seperti dapat diamati pada Gambar. 2b, kegiatan ini tidak tergantung pada dosis atau waktu. Discussion: Obat-obatan yang berasal dari tumbuhan telah lama digunakan di seluruh dunia secara tradisional untuk pengobatan berbagai penyakit menular seperti TB. Kami awalnya menskrining 15 tanaman obat-obatan yang digunakan di Mozambique untuk pengobatan TB dan penyakit pernapasan dan menyoroti potensi aktivitas antimikrobakterial dari empat spesies tanaman (Luo et al.,2011) yaitu Maerua edulis, Securidaca longepedunculata,

8

Tabernaemontana elegans dan Zanthoxylum capense. Zanthoxylum capense muncul sebagai spesies yang mempunyai harapan, nilai MIC menunjukkan 31,2–125 mg / ml untuk berbagai strain mikobakteri. Dalam pekerjaan ini, kami melakukan penyelidikan fitokimia lebih lanjut mengenai aktivitas antimikobakteri nya. Studi fitokimia dari fraksi larut n-heksana dan diklorometana dari Zanthoxylum capense menyebabkan isolasi senyawa dengan rangka yang berbeda (Gambar 1), kebanyakan mereka adalah alkaloid (1-9). Ketika analisis aktivitas pada isolasi benzophenantridine analog (1-7), decarine dan 6-acetonildihidronitidin menunjukkan efek penghambatan yang kuat melawan mycobacterium tuberculosis. Selain memberikan harapan aktivitas antimikobakteri in vitro serta sitotoksisitas rendah makrofag THP-1 pada manusia, decarine (1) juga didemonstrasikan sebagai aktivitas bakterisida dalam model infeksi intraseluler. Walaupun aktivitas penghambatan pada intraselular mycobakteria membutuhkan konsentrasi tinggi, nilai IC50 pada decarine pada inang sel masih kira-kira 10 kali lebih tinggi. Dapat disimpulkan bahwa sel inang tidak akan terpengaruh pada konsentrasi yang efektif terhadap Mycobacterium tuberculosis intraseluler. Sebaliknya, 6-acetonyldihydronitidine (6) juga menunjukkan sitotoksisitas yang menonjol pada makrofag THP-1, yang mengarah pad selektifitas aktivitas yang buruk (SI 0,1 0,3). The benzophenanthridine-jenis lain alkaloid 2 5 dan 7, hanya yang menunjukkan aktivitas antimikrobakterial yang kecil walaupun sitotoksitasnya rendah. Decarine sudah menunjukkan poten terhadap aktivitas antiplasmodial, anti-HIV, dan antiinflamasi. Decarin mempunyai gugus hidroksil bebas pada C-8, sedangkan norchelerythrine, yang menunjukkan aktivitas antimikrobakterial yang rendah, mempunyai gugus metoksi pada gugusnya, menunjukkan bahwa fitur struktural ini dapat menjelaskan aktivitas antimikobakteri kuat dari decarin.

9

10

Kesimpulan : Aktivitas antimikrobakterial tertinggi ditemukan pada decarin, baik in vivo dan ex vivo melawan mikobakteria, dan sitotoksisitas terendah terhadap makrofag manusia mengindikasikan bahwa decarin dapat bernilaia dan digunkan untuk mengembangankan obat anti-TB.

2.3. Tanaman obat yang digunakan oleh praktisi pengobatan tradisional dalam pengobatan tuberkulosis dan penyakit terkait di Uganda “Medicinal plants used by traditional medicine practitioners in the treatment of tuberculosis and related ailments in Uganda “

Tujuan penelitian: Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang paling sulit untuk dikendalikan di dunia hari ini. Munculnya strain resistan obat telah membuat pengobatan yang sebelumnya efektif dan terjangkau menjadi kurang efektif. Hal ini membuat pencarian obatobatan baru dari obat-obatan tradisional lokal penting dilakukan. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk (1) mengidentifikasi spesies tanaman yang digunakan dalam pengobatan TB, metode preparasi dan administrasi, (2) dokumen pengenalan TB, dan (3) dokumen proses pengobatan dan pengemasan oleh Traditional Medicine Practitioner (TMP). Metode: Kami mewawancarai 32 TMP dari daerah Kamuli, Kisoro dan Nakapiripirit menggunakan daftar pertanyaan (questionaier). Latar Belakang: Beberapa studi ethnobotanical telah melaporkan sejumlah tanaman yang digunakan untuk mengobati TB di Uganda Namun, mereka belum melakukan secara spesifik yang berfokus terhadap dokumentasi pada metode tradisional dalam mengobati TB. Akibatnya data komprehensif pada spesies tanaman, metode persiapan dan metode administrasi pengobatan TB menjadi kurang. Demikian juga informasi mengenai khasiat dan keamanan pengobatan TB yang banyak digunakan juga kurang. Penelitian ini membahas kesenjangan diatas dengan melakukan survei secara mendalam tentang dokumentasi pengobatan TB secara tradisional di daerah Kamuli, Nakapiripirit dan Kisoro. Medicine preparation and administration: Tanaman obat-obatan sebagian besar diproses sebagai campuran dari empat atau lebih spesies. Di daerah Nakapiripirit, sebagian besar obat-obatan menggunakan satu spesies (mono-persiapan). Bentuk sediaan yang digunakan adalah rebusan, infus dan ekstraksi air. Sejauh ini bentuk dosis yang paling umum adalah rebusan. Umumnya tidak ada ritualyang digunakan dalam pengobatan tersebut. Obat-obatan tersebut disiapkan ketika diperlukan, dan karena kebanyakan TMP tidak menggunakan pengawet untuk obat-obatan tersebut. Namun, beberapa TMP menambahkan madu dan Zingiber officinale Rosc., Garam batu, dan gula untuk mempertahankan ramuan mereka. Dan mengeringkan bagian-bagian tanaman dengan menjemurnya dibawah sinar matahari. Rebusan dikemas dalam botol plastik (n = 12), polyethylene bags (n = 5), koran (n

11

= 1) dan flask (n = 1). Obat-obatan diberikan secara oral dalam dosis yang bervariasi antara 1 dan 2 sendok teh / sendok makan diberikan 3 kali sehari dalam periode yang bervariasi antara 1 dan 12 minggu, atau hingga pasien pulih. TMP menilai hasil pengobatan pada pasien, terutama dengan melihat feedback dari pasien dan dengan hilangnya tanda-tanda TB. Dimana ketika pasien gagal membaik, mereka akan segera dirujuk ke rumah sakit.

Bersama-sama kami mewawancarai 33 TMP: 10 dari daerah Kidera (Kamuli), 11 dari daerah Bufumbira (Kisoro) dan 12 dari daerah Pian (Nakapiripirit). Dua puluh tujuh TMP adalah laki-laki dan sisanya perempuan. TMP termasuk dalam enam suku kelompok: Karimajong, Bafumbira, Baganda, Basoga, Banyoro dan Suku Banyole (Tabel 1). Rata-rata usianya adalah 52 tahun (kisaran 28–80 tahun); kebanyakan orang Kristen dan mempunyai tingkat pendidikan yang rendah bahkan tidak sama sekali. Tuberkulosis dikenal secara lokal sebagai Akafuba (Baganda), Olukololo (Basoga), Ekitundu (Bafumbira) dan Lokudi (Karimajong). TMPs ' mendiagnosis TB didasarkan pada tanda dan gejala termasuk batuk yang berlangsung lebih dari 2 bulan, penurunan berat badan, pernapasan dan batuk mendesah (Tabel 2).

12

TMP menyatakan bahwa penyembuhan tradisional adalah sumber mata pencaharian mereka yang utama. Pengetahuan TMP tentang penyembuhan tradisional, termasuk pengetahuan untuk mengobati TB, terutama diperoleh dari orang tua dan keluarga lainnya (Gambar 1). Semua TMP yang diwawancarai (n = 33) tergabung dalam asosiasi TMPs seperti Uganda ne Dagala Lyayo. Rata-rata setiap TMP mengobati dua pasien TB dalam satu bulan (kisaran 1-10 pasien) dan biaya rata-rata pengobatan UGX 5.000 (USD 3: nilai tukar UGX 1700) .

TMP percaya bahwa TB merupakan penyakit yang menular dan menyebar, terutama melalui berbagi kontaminasi terhadap makanan dan peralatan makan, serta infeksi droplet (Tabel 3).

13

Kami mencatat total 88 spesies tanaman dari tiga kabupaten digunakan dalam perawatan TB; 15 di antaranya masih harus diidentifikasi (Tabel 4).

14

Lima dari spesies yang dicatat dilaporkan oleh lebih dari satu TMP dan dari lebih dari satu kabupaten. Dua spesies lainnya, Persea americana dan Acacia hockii, dilaporkan oleh enam TMP, tetapi dari satu kabupaten.

Famili dari tanaman yang sebagian besar digunakan untuk Asteraceae (Gbr. 2).

TB adalah

Lamiaceae dan

Secara keseluruhan, sebagian besar bagian tanaman yang sering digunakan adalah daun, akar utuh dan kulit batang (Gbr. 3).

15

Dari studi ini kami menyimpulkan bahwa TMP di Uganda memiliki pengetahuan untuk mengidentifikasi dan mengobati TB menggunakan spesies tanaman. Pengobatan TB dengan menggunakan tumbuhan tampaknya tidak terlalu maju di Uganda karena konsensus yang rendah mengenai tanaman berkhasiat untuk mengobati penyakit. TMP menyediakan layanan penting dalam pengobatan TB. Layanan ini telah diakui oleh pemerintah dan berupaya untuk mengintegrasikan TM dan AM. Upaya ini perlu dipercepat karena mereka akan membantu meningkatkan dalam bidang yang menguntungkan seperti pelatihan dalam aspek obat produksi termasuk pengolahan, pengemasan dan penyimpanan tradisional obatobatan. Beberapa spesies yang dilaporkan diatas telah dipelajari dan ditemukan memiliki aktivitas melawan Mycobacterium tuberculosis dan spesies untuk Mycobacterium yang lainnya (Tabel 6a); Beberapa spesies lainnya , meskipun tidak dievaluasiefikasinya, tetap digunakan untuk mengobati TB dan batuk di dunia termasuk di Uganda (Tabel 6b). Dalam penggunaan secara luas keduanya baik secara lokal dan regional menunjukkan bahwa spesies ini mungkin efektif dan aman dalam pengobatan penyakit TB danpenyakit sejenis lainnya. Hasil: Kami mendokumentasikan 88 spesies tanaman yang digunakan untuk mengobati TB. Tujuh di antaranya, Eucalyptus spp., Warburgia salutaris (G. Bertol.) Chiov., Ocimum suave Willd., Zanthoxylum chalybeum Engl., Momordica foetida Schum., Persea americana Mill. dan Acacia hockii De Wild. disebutkan oleh tiga atau lebih TMP. Obat-obatan itu sebagian dipreparasi sebagai campuran atau sebagai preparasi tunggal dalam bentuk rebusan dan infus. Obat tersebut diberikan secara oral dalam dosis yang berbeda selama periode waktu yang

16

berbeda-beda. TMP tidak mengetahui bagaimana cara melestarikan obat-obatan dan mengemasnya dalam botol air. Hampir semua TMP menyebutkan tanda-tanda penting yang diketahui dari TB. Mereka juga mengetahui bahwa TB merupakan penyakit menular dan menyebar karena kurangnya kebersihan dan padatnya penduduk.

2.4.

Tumbuhan yang Digunakan untuk Knowledge on plants used traditionally in the treatment of tuberculosis in Uganda Tujuan dari penelitian ini adalah untuk (1) mendokumentasikan spesies tanaman yang

biasa digunakan oleh praktisi pengobatan tradisional (TMP) untuk mengobati TB, metode persiapan dan pemberian obat (2) mendokumentasikan pengenalan penyakit oleh TMPs dan (3) pengawetan dan pengemasan obat-obatan praktek oleh TMPs. Bahan dan metode: Kami mewawancarai 40 TMP dari kabupaten Mpigi dan Butambala menggunakan kuesioner yang dipandu. Langkah pertama dalam penemuan obat adalah mendokumentasi bahan yang secara tradisional digunakan untuk mengobati penyakit. Uganda diberkati dengan keanekaragaman tumbuhan obat yang kaya dibandingkan dengan bagian lain Afrika (Eilu dan Winterbottom, 2006). Namun ada ketakutan bahwa pengetahuan asli tentang obat tradisional perlahan-lahan hilang (Ssegawa dan Kasenene, 2007). Dokumentasi pengetahuan tersebut akan mengarah pada pelestariannya serta memfasilitasi penelitian di masa mendatang tentang keamanan dan keefektifan

tanaman

obat

untuk

memvalidasi

penggunaan

tradisional.

Studi ini mendokumentasikan tanaman obat yang digunakan oleh penyembuh di distrik Mpigi dan Butambala, di Uganda tengah. Secara khusus, kami mendokumentasikan spesies tanaman yang biasa digunakan oleh praktisi pengobatan tradisional untuk mengobati TB, metode persiapan dan administrasi. Kami juga mendokumentasikan pengenalan penyakit oleh TMP, dan terakhir mendokumentasikan praktik pengawetan dan pengemasan obat oleh TFP. Penelitian ini dilakukan dari kabupaten Mpigi (01130 N 321190 E) dan Butambala (01100 N 321190 E) yang terletak di Uganda. Berada pada kisaran ketinggian 1182–1341 m, memiliki curah hujan rata-rata sekitar 1320 mm per tahun dan suhu berkisar antara 20 1C dan 30 1C. Baik Mpigi dan Butambala sebagian besar daerah pedesaan dengan hanya 8,4% penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Kegiatan ekonomi utama di kabupaten termasuk pertanian semi intensif, perikanan, perdagangan dan pariwisata. Di antaranya, pertanian tetap menjadi

andalan

dan

dipraktekkan

oleh

mayoritas

penduduk

pedesaan.

Para tabib dalam penelitian ini adalah milik Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang dikenal sebagai Bab Des Promotion Medecines Traditionnelles_Uganda (PROMETRAUganda). PROMETRA- Uganda adalah afiliasi dari PROMETRA internasional dan di

17

Uganda; itu memobilisasi, mengatur, menyadarkan dan melatih TMP pada penggunaan yang tepat dari tanaman obat. Ini memiliki keanggotaan total 811 TMP dan 40% diantaranya adalah herbalis. Metode : Data untuk survei ini dikumpulkan menggunakan pendekatan botani etno. Kriteria inklusi untuk TMP didasarkan pada reputasi mereka untuk mengobati TB di masyarakat dan kemauan untuk berpartisipasi dalam penelitian. Mewawancarai 40 TMP yang diidentifikasi dengan bantuan PROMETRA. Informasi tentang spesies tanaman yang digunakan, persiapan, pelestarian, metode kemasan dan dosis dikumpulkan melalui wawancara mendalam menggunakan kuesioner yang dipandu. Data dimasukkan dalam program Microsoft Excels dan diringkas menjadi frekuensi. Korelasi Pearsons digunakan untuk membangun hubungan antara pengetahuan dan usia peserta. Ini dihitung menggunakan Perangkat Lunak STATA 11. Faktor konsensus informan (Fic) juga dihitung. Faktor ini memperkirakan hubungan antara "jumlah laporan penggunaan (nur) dikurangi jumlah taksa yang digunakan (nt)" dan "jumlah laporan penggunaan di setiap kategori

minus

1"

(Trotter

dan

Logan

(1986)).

Fic dihitung menggunakan rumus berikut

Persetujuan etis untuk penelitian ini diberikan oleh Dewan Sains dan Teknologi Nasional Uganda (UNCST) (HS 1288) dan Dewan Peninjau Institusi Universitas Makerere. Hasil Demografi Di antara 40 TMP yang diwawancarai, 22% dari mereka adalah perempuan. Tiga belas dari mereka berasal dari kabupaten Butambala dan 27 berasal dari kabupaten Mpigi. Usia rata-rata responden adalah 47 tahun (kisaran 25-68 tahun). Sebagian besar (93%) TMP telah mencapai pendidikan dasar dan menengah. Peternakan dan pemeliharaan hewan adalah sumber utama pendapatan mereka sementara penyembuhan tradisional dipraktikkan kedua. Rata-rata, TMP menerima 2 pasien TB setiap tahun.

18

Pengetahuan tanaman Sebanyak 90 spesies tanaman, didistribusikan dalam 44 keluarga disebutkan oleh TMP untuk pengobatan TB (Tabel 1). Keluarga dengan jumlah spesies terbesar adalah Fabaceae 14,7%, Asteraceae 7,9%, Moraceae 5,7% dan Rutaceae 4,5%. Faktor Consesus Informan dalam penelitian ini adalah 0,72 dan tanaman yang disebutkan oleh lebih dari sepuluh TMP termasuk

Piptadeniastrum

africanum,

Zanthoxylum

leprieurii,

Dracaena

steudneri,

Callistemon citrinus, Albizia coriaria, Combretum molle, Cananium schweinfurthi dan Erythrina abyssinica. Bagian tanaman yang paling banyak digunakan dalam pengobatan TB adalah kulit batang dan daun (Gbr. 1). Pengetahuan penyembuhan dinilai berdasarkan jumlah spesies tanaman berkhasiat yang disebutkan oleh setiap responden. TMP yang paling luas menyebutkan lima spesies tanaman yang keampuhannya telah dievaluasi. Tes korelasi pearons antara usia dan pengetahuan dihitung dan itu; r ¼ = 0,09. Persiapan dan administrasi obat Metode utama persiapan obat adalah decoctions, diikuti dengan membakar tanaman menjadi abu dan infus. Beberapa spesies tanaman tidak memerlukan bentuk perbaikan seperti misalnya Zingiber officinale yang daunnya dihancurkan dan dikunyah. Dilaporkan bahwa persiapan decoctions bisa memakan waktu hingga delapan jam perebusan tergantung pada spesies dan bagian yang digunakan. Kulit akar dan kulit batang direbus lebih lama daripada daun. Suhu mendidih juga bervariasi dari tinggi ke rendah selama proses perebusan. Perasa dan perubahan warna ramuan digunakan untuk menunjukkan bahwa proses perebusan selesai. Rute administrasi yang digunakan termasuk rute oral dan rute inhalasi. Dosis yang digunakan dalam pengobatan bervariasi di antara TMP yang berbeda tergantung pada metode persiapan dan spesies tanaman yang digunakan. Dosisnya berkisar dari 1/2 sendok makan hingga 1/2 cangkir tiga kali sehari sampai pasien terbebas dari semua gejala. Laporan diri pasien dan hilangnya gejala digunakan untuk mengukur hasil pengobatan. Jika pasien tidak menunjukkan perbaikan, mereka dirujuk ke TMP superior (47%) atau ke rumah sakit (53%).

Pelestarian dan praktik pengemasan Obat-obatan tradisional dilestarikan melalui penggunaan tanaman, garam batu, alkohol, madu, dan natrium benzoat. Tanaman digunakan sebagai pengawet termasuk spesies Eucalyptus dan Menawar pilosa. Daun-daun dari spesies ini dikeringkan, dihaluskan dan direbus bersama dengan rebusan. Beberapa obat disiapkan saat dibutuhkan dan tidak perlu diawetkan. Pengemasan ramuan dilakukan dalam botol air mineral bekas dan kantong plastik meskipun botol kaca dan koran bekas juga disebutkan. Masa penyimpanan sebelum obat19

obatan kehilangan keefektifannya antara satu bulan sampai satu tahun tergantung pada apakah itu disimpan sebagai ramuan atau bubuk.

Pengetahuan tentang TB TMP mengakui bahwa TB sulit diobati dan butuh waktu lama untuk sembuh. Mereka tahu bahwa itu adalah penyakit udara menular yang disebabkan oleh bakteri meskipun mereka juga menyebutkan bahwa itu adalah genetik dan dapat menjadi bawaan. Faktor predisposisi untuk infeksi yang disebutkan termasuk berbagi peralatan dengan pasien TB, lingkungan aerasi yang buruk dan berciuman di antara yang lain. Mereka juga mencatat bahwa kebanyakan pasien TB yang mereka terima koinfeksi HIV / AIDS. HIV / AIDS dan batuk kering yang berkepanjangan adalah gejala utama dari mana mereka mengatakan bahwa seseorang memiliki TB (Gambar 2). Dari 40 TMP yang diwawancarai, dua mengaku bahwa mereka mengkonfirmasi kecurigaan mereka melalui pengujian laboratorium. Gejala lain dari mana mereka mendiagnosis TB termasuk, penurunan berat badan, kelemahan umum, kehilangan nafsu makan dan keringat malam antara lain.

Diskusi Pengetahuan tanaman Hasil kami menunjukkan bahwa TMP di bagian tengah Uganda menggunakan banyak spesies tanaman (90) untuk mengobati tuberkulosis. Faktor Konsensus Informan tinggi (0,72) yang menunjukkan bahwa ada lebih sedikit variabilitas dalam jumlah taksa yang digunakan dan tradisi obat dipandang terdefinisi dengan baik dalam komunitas ini. Keluarga Fabaceae dan Asteraceae memiliki jumlah spesies tumbuhan tertinggi yang diikuti oleh Moraceae dan Rutaceae. Spesies tanaman dari kedua keluarga telah didokumentasikan untuk aktivitas antimikobakteri dalam tinjauan yang berbeda. Fabaceae dicirikan oleh adanya coumarins pyrrolizidine dan quinolizidine flavonoid (Wink, 2010). Senyawa di atas dilaporkan memiliki aktivitas bakteri yang dapat membenarkan relevansi mereka dalam pengobatan TB. Fabaceae, Keluarga Asteraceae dan Rutaceae juga telah disebutkan oleh beberapa penulis untuk paling banyak digunakan oleh masyarakat lokal (Ugulu et al., 2009; Ssegawa dan Kasenene, 2007; Yineger dan Yewhalaw, 2007). Beberapa spesies tumbuhan yang disebutkan oleh TMP dalam penelitian ini telah dilaporkan untuk pengobatan TB dan infeksi pernapasan lainnya. Erythrina abyssinica dan Eucalyptus spesies disebutkan di Meksiko dan Portugal oleh masyarakat lokal untuk

20

digunakan untuk mengobati infeksi saluran pernafasan (Canales et al., 2005; Camejo et al., 2003). Allium sativum telah disebutkan oleh Green et al. (2010) untuk digunakan dalam pengobatan tuberkulosis di Afrika Selatan sementara Combretum molle diambil sebagai jus untuk mengobati keluhan dada di Kenya (Kokwaro, 1976). Albizia coriaria, Mangifera indica, Callistemon citrinus, Psedospondia microcarpa, Carica papaya digunakan di bagian lain Uganda untuk pengobatan tuberkulosis dan batuk (Tabuti et al., 2010; Asiimwe et al., 2013; Namukobe et al., 2011; Ssegawa dan Kasenene, 2007). Penggunaan yang sesuai dari spesies yang sama dari lokasi yang berbeda adalah salah satu indikasi bahwa spesies tersebut mungkin berkhasiat untuk pengobatan TB. Studi ini menunjukkan bahwa ada korelasi positif yang lemah antara pengetahuan tanaman dengan usia. Pengamatan ini berbeda dari penelitian yang dilakukan oleh Ugulu et al. (2009) dan Guimbo dkk. (2011) yang melaporkan bahwa pada umumnya, pengetahuan meningkat seiring bertambahnya usia. Dalam tradisi Afrika, pengetahuan asli terutama tentang penggunaan tanaman untuk penyembuhan ditransfer secara lisan dari satu generasi ke generasi berikutnya dan hasil kami menunjukkan bahwa transmisi ini sedang terganggu.

Validasi farmakologi dan fitokimia Beberapa spesies tanaman yang telah disebutkan oleh lebih dari sepuluh TMP dalam studi ini telah divalidasi secara farmakologi untuk kemanjuran TB; ini termasuk Combretum molle, Erythrina abyssinica dan Callistemon citrinus (Bunalema et al., 2011; Lall dan Meyer, 1999; Newton et al., 2000). Yang lain termasuk: Toddalia asiatica, Lantana camara, Vernonia amygdalina, Allium sativum, Aloe vera, Azadirachta indica, Bidens pilosa, Carica papaya, catharanthus roseus, Centella asiatica, Cinnamomum zeylanium, Mangifera indica, Zingiber officinale, Maytenus enegalensis dan Eucalyptus spp. (Mariita dkk., 2010; Gautam dkk., 2007; Newton dkk., 2000; Green dkk., 2010). Ini memverifikasi penggunaan tanaman tersebut dalam pengobatan TB di komunitas ini. Meskipun ekstrak kasar dari tanaman yang disebutkan di atas memiliki aktivitas antimikobakteri yang signifikan, beberapa memiliki senyawa mereka diisolasi dan konsentrasi penghambatan minimum (MIC) terhadap Mycobacterium tuberculosis didokumentasikan. Analisis fitokimia dari penelitian sebelumnya telah mencirikan ellagitannin punicalagin dari Combretum molle, allicin dari Allium sativum dan antrakuinon glikosida yang dikenal sebagai aloin dari Aloe vera (Asres et al., 2001; Delaha dan Garagusi, 1985; Gupta et al., 2010).

21

Senyawa-senyawa ini telah diuji pada berbagai strain Mycobacteria dan ditemukan aktif. Kemanjuran tuberkular dari dua Spesies tanaman yang paling disebutkan, Zanthoxylum leprieurii dan Piptadeniastrum africanum belum dilaporkan dan akan menjadi fokus fase kedua penelitian ini. Persiapan dan dosis tanaman Daun adalah bagian yang paling banyak digunakan dalam persiapan ramuan. Ini adalah praktik yang baik sejauh menyangkut kelestarian, karena panen daun kurang merusak tanaman dibandingkan dengan panen kulit akar atau kulit batang Hamilton dan Hamilton (2006). Obat-obatan herbal kebanyakan disiapkan sebagai decoctions dan melibatkan campuran antara dua hingga dua puluh lima spesies tanaman. Hal ini menguntungkan karena beberapa phytochemical

membantu

menetralisir

toksisitas,

yang

lain

dapat

meningkatkan

bioavailabilitas, sementara yang lain secara sinergis meningkatkan dan melengkapi keberhasilan terapeutik. Ada variasi dalam dosis antara TMP yang berbeda. Ini adalah praktik umum di antara TMP dan menunjukkan bahwa penyembuh tidak yakin tentang dosis itu sendiri. Ini menggarisbawahi kebutuhan untuk menentukan dosis efektif baik secara in vitro maupun in vivo sehingga dapat memberi saran kepada penyembuh tentang dosis terbaik. Selain itu, ini menunjukkan bahwa TMP perlu dilatih tentang bagaimana menstandardisasi formulasi mereka. Penggunaan Eucalyptus spp dan Bidens pilosa sebagai pengawet dapat dibenarkan oleh penelitian oleh Takahashi dkk. Studi-studi ini menunjukkan bahwa kedua spesies tanaman ini efektif melawan bakteri peracunan makanan. Pengetahuan tentang tuberkulosis Di negara berkembang, risiko seumur hidup untuk mengembangkan tuberkulosis aktif setelah terinfeksi HIV, sepuluh kali lipat lebih banyak daripada saat tidak terinfeksi (Kuete et al., 2010). Di Uganda, 50% pasien TB terinfeksi HIV dan 30% kematian terkait AIDS dikaitkan dengan TB (Ministry of Health, 2010). HIV AIDS disebutkan oleh lebih dari setengah responden terkait erat dengan tuberkulosis dalam penelitian ini. Gejala TB yang disebutkan oleh TMP dalam penelitian ini tidak berbeda dengan yang didokumentasikan untuk dikaitkan dengan penyakit secara klinis. Namun meskipun ini benar ada kebutuhan untuk menjembatani kesenjangan antara obat tradisional dan obat konvensional di Uganda. Satu TMP menyebutkan bahwa ketika mereka menulis surat rujukan ke rumah sakit, ini diabaikan oleh tenaga medis. 22

2.5. Potensi Antituberkulosis pada Beberapa Etno Botani yang terpilih pada Tumbuhan Malaysia Tujuan penelitian: Banyak tanaman lokal digunakan dalam pengobatan tradisional Malaysia untuk mengobati penyakit pernapasan termasuk gejala tuberkulosis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyaring 78 ekstrak tumbuhan dari 70 Spesies tanaman Malaysia yang digunakan dalam pengobatan tradisional untuk mengobati penyakit pernapasan termasuk gejala

tuberkulosis

untuk

melawan

aktivitas

Mycobacterium

tuberculosis

H37Rv

menggunakan pengujian kadar logam berbasis microplate kolorimetri. METODOLOGI PENELITIAN MATERIAL TANAMAN Tujuh puluh delapan bahan tanaman dari 70 spesies tanaman yang digunakan di Obat tradisional Malaysia untuk mengobati penyakit pernapasan termasuk gejala tuberkulosis dipilih berdasarkan survei literatur dan wawancara pribadi dengan ahli herbal lokal (Tabel 1). Semua sampel tanaman dikumpulkan dari berbagai daerah di Pulau Penang, pantai barat Malaysia Barat. Sampel dikonfirmasi pada Sekolah Herbarium Ilmu Biologi, Universiti Sains Malaysia

PREPARASI EKSTRAK TANAMAN Ekstrak dari bahan tanaman yang telah di hancurkan di maserasi dalam 80% metanol dua kali selama 7-14 hari pada suhu kamar (25–30 ◦C). Sebagian ekstrak dikonsentrasi menggunakan rotary evaporator di bawah tekanan yang telah dikurangi. Sebagian Ekstrak yang telah terkonsentrasi kemudian ditempatkan dalam inkubator pada 40 ◦C hingga kering dan terkonsentrasi seluruhnya, kemudian disimpan pada 4 ◦C hingga digunakan. Larutan dari ekstrak disiapkan satu hari sebelum digunakan dalam dimetil 100% sulfoksida (DMSO) pada konsentrasi 40 mg /ml. Sebelum uji bioaktivitas, larutan dari ekstrak disiapkan dengan dilakukan pengenceran dalam air suling steril untuk memberikan konsentrasi sebesar 3200 g/ ml. Kemudian larutan disterilkan dengan melakukan filtrasi menggunakan membran selulosa dengan ukuran pori 0,22 m.

UJI AKTIVITAS ANTITUBERKOLOSIS PERSIAPAN INOKULUM MYCOBACTERIUM TUBERKOLOSIS Dalam penelitian ini, strain Mycobacterium tuberkulosis H37Rv ATCC 25618 digunakan dalam skrining aktivitas antituberkulosis. Organisme dipertahankan dalam

23

agar Middlebrook 7H10 (Difco, USA) ditambah dengan asam oleat, albumin, dekstrosa, dan katalase (OADC) (Difco, USA). Inokulum mikobakteri dibuat dari kultur fase log dalam kaldu Middlebrook 7H9 (Difco, USA) yang disuplementasi dengan albumin, dekstrosa, dan katalase (ADC) (Difco, USA), dan kekeruhannya telah disesuaikan dengan standar McFarland no. 1 (kira-kira 3 × 108 CFU / ml). Suspensi bakteri selanjutnya diencerkan dengan perbandingan 1:20 di kaldu Middlebrook 7H9 yang dilengkapi dengan OADC.

SKRINING

ANTITUBERKOLOSIS

DENGAN

ALAT

UJI

TETRAZOLIUM

MICROPLATE Tes kerentanan tuberkulosis dilakukan menggunakan kolorimetri Tetrazolium microplate assay (TEMA) seperti yang dijelaskan oleh Caviedes dkk. (2002) dengan sedikit modifikasi. Setiap ekstrak diuji dua kali dalam tiga kali replikasi. Secara singkat, 200 µl air suling steril ditambahkan ke semua sumur luar-perimeter dari 96 sumur steril dari lempeng mikro (TPP, Jerman). Seratus mikroliter Kaldu Middlebrook 7H9 yang disuplementasi dengan OADC ditambahkan ke semua sumur kecuali sumur di kolom pertama. Kemudian, 100µl dari masing-masing larutan ekstrak (3200 g / ml) ditambahkan ke dalam sumur di kolom pertama dan kedua dalam tiga kali replikasi. Dengan menggunakan multichannel pipet, pengenceran ekstrak dua kali lipat diawali dengan mentransfer 100 µl dari sumur di kolom kedua ke kolom ketiga. Isi sumur dicampur dengan baik dan pengenceran dilanjutkan melalui kolom,lempeng mikro di mana 100 µl medium berlebih dari pengenceran terakhir dibuang. Selanjutnya, 100 µl inokulum Mycobacterium tuberculosis ditambahkan ke dalam sumur uji, serta ke sumur kontrol pertumbuhan bebas ekstrak (volume akhir 200 µl per sumur). Konsentrasi uji ekstrak tumbuhan berkisar antara 1600 hingga 50 µg / ml. Konsentrasi akhir DMSO dalam konsentrasi uji ekstrak tertinggi adalah 4% (v / v). Eksperimen kontrol menunjukkan bahwa 4% DMSO atau kurang tidak memiliki efek penghambatan pada pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis H37Rv. Obat kontrol positif, isoniazid juga termasuk dalam tes. Plat mikro disegel dengan Parafilm dan diinkubasi pada 37 ◦C dalam 8% CO2 selama 5 hari. Pada hari ke 5, 50 µl campuran pereaksi baru disiapkan (1: 1, v / v) 3- (4,5-dimethylthiazol-2yl) -2,5 difenil-tetrazolium bromida (Sigma, USA) pada pengenceran 1mg / ml dalam etanol absolut dan 10% Tween 80 steril ditambahkan ke dalam satu kontrol pertumbuhan Pelat itu diinkubasi kembali selama 24 jam. Jika kontrol pertumbuhan berubah ungu, campuran reagen ditambahkan ke semua sumur. Pelat diinkubasi lagi dan hasilnya dibaca secara visual pada hari berikutnya. Perubahan warna dari kuning ke ungu menunjukkan pertumbuhan dan

24

konsentrasi penghambatan minimum (MIC) ditafsirkan sebagai konsentrasi ekstrak terendah yang mencegah perubahan warna dari kuning ke ungu.

HASIL DAN DISKUSI Dalam memilih metode ekstraksi tanaman, kami mengantisipasi bahwa ekstrak metanol mungkin mengandung banyak senyawa kimia dengan aktivitas antimikroba seperti alkaloid, asam amino, flavonoid, glikosida, pitosterol, saponin, steroid, tanin, dan triterpenoid (Rajab et al., 1998; Kumar). et al., 2009). Selain itu, metanol dilaporkan menjadi pelarut yang lebih baik untuk ekstraksi zat antimikroba yang lebih konsisten dari bahan tanaman dibandingkan dengan etanol, heksana, dan air (Eloff, 1998a; Lin et al., 1999; Parekh et al., 2005). Sampai saat ini, tidak ada nilai khusus yang telah ditetapkan untuk referensi untuk menganalisis hasil aktivitas antituberkulosis dari ekstrak tumbuhan, karena banyak metode berbeda yang tersedia untuk mengevaluasi aktivitasnya. Uji sensitivitas sangat tergantung pada metode yang digunakan dan beberapa kompromi harus dibuat sehubungan dengan bahan, dan prosedur. Dalam banyak kasus, para peneliti telah menetapkan standar mereka sendiri untuk interpretasi hasil. Bukti dan kriteria untuk standar semacam itu seringkali tidak jelas.

Dalam

penelitian

sebelumnya,

ekstrak

tumbuhan

dianggap

aktif

terhadap

Mycobacterium tuberculosis dan spesies Mycobacterium terkait lainnya jika MIC adalah ≤100 µg / ml (Borges-Argáeza et al., 2007; Gautam et al., 2007); ≤200 µg / ml (Tosun et al., 2004; Camacho-Corona et al., 2008); dan ≤500 µg / ml (Newton et al., 2002). Penelitian lain menganggap penghambatan kuantitatif lainnya sebagai indikasi aktivitas (Delaha dan Garagusi, 1985; Fabry dkk., 1998; Mativandlela et al., 2008). Dalam studi ini, kami menafsirkan aktivitas sebagai penghambatan pada setiap nilai MIC ≤1600 µg / ml, konsentrasi tes tertinggi. Ekstrak tumbuhan yang tidak menunjukkan inhibisi bahkan pada 1600 µg / ml disebut sebagai tidak menunjukkan inhibisi bahkan pada konsentrasi uji tertinggi.

Hasil skrining antituberkulosis dari 78 ekstrak metanol dari 70 spesies tanaman obat Malaysia ditunjukkan pada Tabel 1. Tiga puluh delapan ekstrak tumbuhan dari 36 spesies tanaman menunjukkan aktivitas antituberkulosis dengan MIC di kisaran 1600-400 µg / ml. Dari ini, 32 ekstrak menunjukkan aktivitas antituberkulosis dengan MIC 1600 µg / ml. Lima ekstrak dari Costus speciosus (batang dan bunga), Piper sarmentosum (seluruh tanaman), Pluchea indica (daun), Pluchea indica (bunga), dan Tabernaemontana coronaria (daun) menunjukkan aktivitas antituberkulosis yang lebih tinggi dengan MIC dari 800 µg / ml. Sedangkan, ekstrak Angiopteris avecta (daun) menunjukkan aktivitas tertinggi dengan nilai

25

MIC 400 µg / ml. Sisa 40 ekstrak tumbuhan menunjukkan tidak ada penghambatan pertumbuhan mikobakteri bahkan pada konsentrasi uji tertinggi 1600 µg / ml. Tidak ada penghambatan pertumbuhan juga diamati pada sumur kontrol negatif. Obat kontrol positif, isoniazid menunjukkan inhibisi yang konsisten dengan MIC 0,078 µg / ml

Di antara lima spesies tanaman yang paling aktif, hanya Piper sarmentosum Yang telah diteliti sebelumnya untuk aktivitas antituberkulosis nya (Rukachaisirikul et al., 2004; Hussain et al., 2008, 2009). Rukachaisirikul et al. (2004) melaporkan bahwa tujuh senyawa yang diisolasi dari Piper sarmentosum menunjukkan aktivitas melawan Mycobacterium tuberculosis dengan nilai MIC dalam kisaran 25-200 µg / ml menggunakan metode Microplate Alamar Blue Assay (MABA). Ekstrak berurutan dari daun Piper sarmentosum dengan petroleum eter, kloroform dan metanol diselidiki oleh Hussain et al. (2008) menggunakan metode TEMA, menunjukkan aktivitas antituberkulosis masing-masing dengan nilai MIC 25, 25, dan 12,5 µg / ml. Pencarian literatur dari empat spesies lainnya gagal memperoleh laporan aktivitas in vitro mereka terhadap Mycobacterium tuberculosis. Namun, beberapa penelitian telah dilakukan pada aktivitas in vitro mereka melawan mikroorganisme lain. Khan dan Omoloso (2008) melaporkan bahwa fraksi Angiopteris evecta menunjukkan aktivitas yang baik terhadap jamur dan banyak bakteri aerobik. Ray dan Majumdar (1976) mengamati bahwa Costus speciosus tidak memiliki aktivitas melawan berbagai macam bakteri patogen dan non-patogenik, dan jamur. Sementara, Darokar dkk. (1998) mengamati bahwa Tabernaemontana coronaria tidak memiliki aktivitas melawan Escherichia coli.

Banyak genera tanaman dalam daftar tersebar luas di seluruh dunia dan juga digunakan dalam pengobatan tradisional banyak budaya. Tidak dapat dipungkiri bahwa tanaman ini telah diteliti untuk aktivitas antituberkulosis mereka dalam penelitian sebelumnya. Menariknya, beberapa hasil yang diperoleh dalam penelitian kami berbeda dengan temuan sebelumnya. Secara khusus, beberapa spesies tanaman yang tidak menunjukkan aktivitas antituberkulosis dalam penelitian kami ditemukan aktif dalam studi terkait sebelumnya menggunakan berbagai bagian tanaman, ekstraksi, dan metode bioassay. Spesies tanaman ini adalah Allium sativum (Ratnakar dan Murthy, 1996), Apium graveolens, Areca catechu (Grange dan Davey, 1990), Cataranthus roseus (Cantrell et al., 1998), Morinda citrofolia (Saludes et al., 2002), dan Psidium guajava (Antoun et al., 2001). Centella asiatica ditemukan menunjukkan aktivitas antituberkulosis dalam penelitian kami, yang mana

bertentangan dengan penelitian

sebelumnya oleh Herbert et al. (1994). Dalam sebuah penelitian oleh Hiserodt et al. (1998), ekstrak metilen klorida Zingiber officinale (rimpang) menunjukkan aktivitas antituberkulosis

26

yang lebih tinggi (85% inhibisi pada 100 µg / ml) uji aktivitas menggunakan sistem BACTEC. Perbedaan dalam hasil tes dari penelitian ini dibandingkan dengan temuan sebelumnya dikarenakan banyak faktor yang terlibat dalam pendekatan eksperimental. Perbedaan dalam metode bioassay yang digunakan dengan berbagai teknik antimikroba yang berbeda dapat berkontribusi pada disparitas utama dalam temuan penelitian (Eloff, 1998b). Selain itu, uji mikroorganisme, Mycobacterium tuberculosis bersifat rumit dan lambat tumbuh, sehingga, prediktabilitas hasil tidak selalu jelas dan tunduk pada pengaruh banyak parameter pertumbuhan yang dapat mempengaruhi hasil tes (Collins dan Franzblau, 1997). Teknik ekstraksi yang berbeda yang digunakan dapat menghasilkan senyawa bioaktif yang berbeda pula yang juga dapat mempengaruhi hasil dari kemanjuran antimikroba dari ekstrak tumbuhan (Heinrich et al., 2004). Parameter lain termasuk botani (bagian tanaman), dan koleksi tanaman (lokalitas, iklim, musim, komposisi tanah) juga dapat berkontribusiuntuk perbedaan dalam hasil tes (Ncube et al., 2008).

2.6. Evaluasi Aktivitas Antimikobakterium dari Tumbuhan Ocimum basilicum Penghambat Mikobakterium Tuberkulosis Relevansi Ethnopharmacological: Ocimum basilicum milik genus Ocimum (Lamiaceae) .Banyak spesies dari genus ini termasuk O. basilicum secara tradisional digunakan untuk pengobatan berbagai penyakit termasuk penyakit pernapasan dan gejala tuberkulosis. Tujuan penelitian: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi aktivitas konstituen murni menggunakan tanaman obat intradisional O. basilicum, untuk mengobati penyakit pernapasan termasuk gejala tuberkulosis, melawan Mycobacterium tuberculosis H37Rv.

METODOLOGI PENELITIAN KONDISI SPEKTROMETRIK UMUM 1

H NMR, dua dimensional COSY, NOESY dan Spektra NMR J-resolved diperoleh dari

CDCl3 Bruker 400 MHz NMR spektrometer yang beroperasi pada 400 MHz, dan

13

C-NMR,

DEPT,dua dimensi HSQC, dan spektra HMBC NMR dicatat dalam CDCl3 pada Aspectrometer Bruker Avance 400 yang beroperasi pada 100 MHz. HREIMS diperoleh dari spektrometer massa JEOLJMS-600H. Spektrum UV (MeOH) dijalankan pada Hitachi-U3200

spektofotometer

dan

IR

spectra

(CHCl3)

diperoleh

dengan

Spektrofotometer JASCO-A-302.

27

menggunakan

MATERIAL TANAMAN Bagian udara O. basilicum dikumpulkan dari Karachi, Pakistan dan diidentifikasi oleh Bapak Sherwali (Ahli Herbarium) Departemen Botani, Universitas Karachi. Sebuah sampel spesimen (GH. No SN 68.316) telah disimpan di Herbarium Departemen yang sama.

PREPARASI FRAKSI DAN EKSTRAK Bagian udara dari tanaman O.basilicum yang segar dipotong menjadi bagian yang lebih kecil dan diulang sebanyak 4kali dan diekstraksi dengan metanol (25 L; selama 48 jam tiap waktu) pada suhu ruang. Konsentrasi ekstrak dikombinasi dibawah vakum residu larutan gula yang disekat oleh EtOAc dan H2O. Fase EtOAc dibagi atas asam dan fraksi netral dengan diberi perlakuan larutan Na2CO3 sebanyak 4%. Fase EtO2 dicuci lalu dikeringkan oleh hidroksi Na2SO4 dan dibebaskan dari pelarutnya dibawah tekanan residu untuk menghasilkan fraksi netral. Fase dasar dari larutan di saturasi dengan saline, dan diasamkan dengan HCl 30% serta diekstraksi dengan etil asetat untuk menghasilkan frase asam.

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI DARI CAMPURAN Petal bunga diberi eter sehingga diperoleh campuran larutan eter-petal dan fraksi yang tidak larut. Fraksi tidak larut eter berisi basilimoside (1) 12 mg) ( Siddiqui et al., 2007b ) dengan dilakukan replikasi pada preparasi. Digunakan TLC dengan pre-coated aluminium silika gel (Merck; dengan perbandingan petal-eter : EtOAc= 8: 2) Bagian dari petal bunga yang larut eter dipisahkan dengan gravitasi kromatografi kolom (CC) (eter-petal, CHCl3, CHCl3-MeOH ditingkatkan menurut urutan polaritasnya). Fraksi dicampur atas dasar basis dari TLC untuk akhirnya mampu menghasilkan 14 fraksi (A-N). Fraksi J (2,7 g) kembali mengalami CC (CHCI 3 : MeOH = 9.1: 0.9). Elusi fraksi yang berisi CHCl3 : MeOH dengan perbandingan 9,5: 0,5 yang dimurnikan dengan pre-coated alumunium silica gel menggunakan (CHCl3 : MeOH = 9,6: 0,4) untuk melengkapi senyawa bacilicin (2) baru sebagai bubuk yang amorf sebanyak 15 mg. Fraksi asam tersebut di atas dipisahkan dengan kromatografi kolom silika gel dan dielusi dengan petal-eter dengan perbandingan 8: 2 sampai 7: 3 dan kemudian CHCl3, CHCl3-MeOH ditingkatkan menurut urutan polaritas. Fraksi dicampur atas dasar basis dari TLC untuk akhirnya dihasilkan tiga fraksi utama (A-C). Fraksi A dimurnikan melalui preparasi TLC (CHCl3 : MeOH = 9.4: 0.6) untuk melengkapi 4 0- carbomethoxy-2 0hidroksifenil ferulate (3) sebanyak 10 mg. ( Siddiqui et al., 2007a ) Dan fraksi B dimurnikan dengan melewati kolom yang telah dielusi dengan perbandingan CHCl3: MeOH = 9.9 : 0,1 sampai 8: 2 untuk memberikan hasil (E)-3’- hidroksi-4’-(1”- hidroksietil)-phenyl-4methoxycinna-mate sebanyak 4,5 mg ( Siddiqui et al., 2007a ). Fraksi C dilengkapi dengan

28

dua senyawa 4-(hydroxymethyl) asam-benzoat sebanyak 3,8 mg dan metil-3,4-dihidroksi benzoat sebanyak (4,2 mg) ( Miyazawa et al., 2003 ) Pada preparasi TLC digunakan CHCl3 dan MeOH dengan perbandingan 9.4 : 0.6. Turunan asetil dari senyawa (1)-(3) juga disiapkan dan dievaluasi untuk menguji aktivitas mereka.

ASETILASI DARI SENYAWA (1)-(3) Senyawa (1)-(3) di asetilasi dengan aceticanhydridein yang berisi pyridine (vide supplementary data, Appendix A) untuk memberikan derivat asetil la–3a.

UJI AKTIVITAS ANTITUBERKOLOSIS Uji aktivitas antimikrobakterial di lakukan dengan Fasilitas dari TAACF USA (Antimicrobial Acquisition and Coordinating Fasility) dengan penetapan protokol skrining primer yang digunakan sebanyak 6,25 µg/ml terhadap M. tuberculosis H37Rv (ATCC 27.294) di BACTEC 12B menggunakan alat tes media kaldu mikrodilusi MABA/ Microplate Alamar Blue Assay)

HASIL DAN PEMBAHASAN AKTIVITAS ANTIMIKROBAKTERI Senyawa yang diisolasi dalam penilitan (Gambar 1) menunjukkan hingga 49% penghambatan aktivitas M. Tubercolosis pada konsentrasi 6.25 µg/ml. Pada tabel 1 ditunjukkan bahwa MIC akan lebih besar dari 6.25 µg/ml. Hasilnya menunjukkan bahwa aktivitas tanaman dipengaruhi oleh efek sinergis dari senyawa aktif termasuk yang diperoleh dari penelitian ini. Tetapi dalam salah satu penelitian yang dilakukan dalam pandangan sifat Ayurveda yang dikaitkan dengan O.basilicum dilaporkan bahwa daun dan ekstrak callus nya dapat menghambat pertumbuhan M.smeguratis ATCC 14468 (Nag et al., 2008) tetapi, pada penelitian lain (Mohamad et al.,2011), metanol pada ekstrak daun O.basilicum tidak dapat menunjukkan aktivitas penghambatan M. tuberculosis sebesar 1600 mg/mL.

KARAKTERISASI SENYAWA BARU Struktur dari senyawa baru di elusi dengan menggunakan MS,IR, data NMR, dan data vide suplemen data Appendix A

29

BAB III. KESIMPULAN

3.1.

Kesimpulan Aktivitas antimikrobakterial tertinggi ditemukan pada decarin, baik in vivo dan ex

vivo melawan mikobakteria, dan sitotoksisitas terendah terhadap makrofag manusia mengindikasikan bahwa decarin dapat bernilaia dan digunkan untuk mengembangankan obat anti-TB. Pengetahuan lokal dan praktik mengobati TB ada di daerah yang disurvei. Pengetahuan mengenai taman yang bermanfaat untuk TB masih belum lengkap sehingga TMP

melakukan

eksperimen

lebih

lanjut

mengenai

tanaman

tersebut.

Mencari

tumbuhan/spesies yang memiliki efikasi dan keamanan terhadap TB sangat diperlukan. Selain itu teknologi pengolahan, pengemasan dan pelestarian obat-obatan tradisional untuk pengobatan TB juga perlu ditingkatkan. TMP mempunyai peran penting dalam pengiriman pengobatan kesehatan primer dan memberikan justifikasi lebih lanjut sebagai upaya pemerintah Uganda untuk mengintegrasikan sistem pengobatan allopathic dan tradisional. Terapi berbasis tanaman untuk mengobati TB telah diidentifikasi dalam penelitian ini dan penyelidikan lebih lanjut dari tanaman ini sesuai seperti ini, dapat dikembangkan menjadi obat baru untuk mengekang strain resisten TB. Hasil penelitian ini membentuk dasar awal yang baik untuk pemilihan calon spesies tanaman untuk penyelidikan fitokimia dan farmakologi lebih lanjut dari pencarian bersama untuk memerangi tuberkulosis. Lebih banyak perhatian harus diberikan pada studi tentang kemanjuran

tanaman

Malaysia

terhadap

Mycobacterium

tuberculosis

yang

dapat

menghasilkan informasi untuk meningkatkan praktik terapeutik yang ada. Hasil dari penelitian ini mendukung penggunaan tanaman obat dalam etnomedisin sebagai obat untuk gejala tuberkolosis dan tanaman ini menjadi kandidat potensial untuk studi fitokimia dan farmakologis lebih lanjut untuk mendapatkan senyawa yang efektif terhadap M.tuberkolosis. Selain itu, konstituennya dapat digunakan sebagai senyawa timbal balik untuk mendapatkan analog yang lebih aktif seperti yang dapat disimpulkan dari senyawa 1 dalam hal pengambatan yang meningkat secara signifikan dari 8% hingga 30% dan untuk turunan derivat asetil 1a sebesar 6,25 µg/ml.

30

DAFTAR PUSTAKA

Bina S.Siddiqui, H. A. (2012). Evaluation of the antimycobacterium activity of the constituents from Ocimum basilicum against Mycobacterium tuberculosis. Journal of Ethnopharmacology, 220-222. John R.S. Tabuti, C. B. (2010). Medicinal plants used by traditional medicine practitioners in the treatment of tuberculosis and related ailments in Uganda. Journal of Ethnopharmacology, 130-136. LydiaBunalema a, n. S. (2014). Knowledge on plants use dtraditionally in the treatment of tuberculosis in Uganda. Journal ofEthnopharmacology, 999-1004. Suriyati Mohamad, N. M. (2011). Antituberculosis potential of some ethnobotanically selected Malaysian plants. Journal of Ethnopharmacology, 1021-1026. Xuan Luo, D. J.-J. (2013). Zanthoxylum capense constituents with antimycobacterial activity against Mycobacterium tuberculosis invitro and ex vivo within human macrophages. Journal of Ethnopharmacology, 417-422.

31

More Documents from "Sabda Kartika"