Kelainan Telinga Luar Kbt

  • Uploaded by: Muhammad Fadhil
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kelainan Telinga Luar Kbt as PDF for free.

More details

  • Words: 845
  • Pages: 22
FARMAKOLOGI OBAT PENYAKIT THT & OBAT OTOTOKSIK dr. Ilmiawati, Ph.D BAGIAN FARMAKOLOGI DAN TERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 2017

OBAT OTOTOKSIK Ototoksisitas: Kecenderungan agen terapeutik atau zat kimia tertentu untuk menimbulkan gangguan fungsional dan degenerasi seluler pada jaringan telinga dalam dan khususnya end-organs dan neuron nervus kranialis delapan cabang koklear dan vestibular (Hawkins, 1976). Ototoksisitas dapat disebabkan: • Kerentanan jaringan terhadap obat • Akumulasi obat dalam organ • Kombinasi faktor di atas

OBAT OTOTOKSIK • Sering : chance of hearing loss  sisplatin 100%, aminoglikosida 63% • Cedera telinga dalam  inhibisi reversibel fungsi fisiologis normal, seperti pembentukan endolimfe. Jika inhibisi jangka lama  degenerasi jaringan. • Efek toksik direk pada organ akhir sensorik (sel rambut) • Efek sentral  menunda impuls auditorik batang otak atau mengubah pusat pemrosesan yang lebih tinggi • Karbamazepin menghambat respon kortikal terhadap bunyi dengan meningkatnya masa laten  perubahan pendengaran

OBAT OTOTOKSIK • Sebagian obat ototoksik juga berpotensi nefrotoksik  sesuaikan dosis obat ototoksik berdasarkan uji fungsi ginjal • Ototoksisitas tidak terbatas pada pemberian obat secara parenteral • Tuli dilaporkan terjadi pada pemberian neomisin untuk irigasi luka operasi, perban superfisial luka bakar berat, inhalasi aerosol, irigasi rektal dan kolon, pemberian oral.

FAKTOR RISIKO OTOTOKSISITAS • Tingginya konsentrasi obat dan/atau paparan yg lama

• Dehidrasi, demam • Paparan bising, adanya tuli sensorik

• Bakteremia, herediter • Paparan sebelumnya terhadap agen ototoksik

• Gagal ginjal, hipoksia • Usia tua

OBAT OTOTOKSIK • Potensiasi ototoksisitas dapat terjadi pada pemberian beberapa obat ototoksik bersamaan, meskipun dosisnya dalam batas yang direkomendasikan • Sebelum peresepan obat ototoksik: - Ingat kelompok risiko tinggi - Lakukan pemeriksaan audiometri (five frequency slope) dan fungsi vestibular

GEJALA OTOTOKSISITAS • Efek terhadap koklea (tuli) dan/atau aparatus vestibular (vertigo, ataksia, light headedness, dll) • Gejala bervariasi antar obat dan individu • Ringan – berat • Gejala peringatan awal: tinitus, tuli, disekuilibrium • Reversibel – ireversibel  alternatif obat, dosis Upaya pencegahan: hindari/hentikan pemakaian obat ototoksik jika tersedia alternatif yg sesuai

QUICK REFERENCE

OBAT PADA PENYAKIT THT • Golongan obat yang umum digunakan pada penyakit THT: 1. ANTIMIKROBA: polimiksin B, basitrasin, neomisin, ofloksasin, penisilin, eritromisin, kotrimoksazol, kloramfenikol, metronidazol, griseofulvin, ketokonazol, nistatin, asiklovir 2. ANTIHISTAMIN: difenhidramin, dimenhidrinat, klorfeniramin, loratadin, setirizin 3. KORTIKOSTEROID topikal: flutikason furoat 4. OBAT SIMPATOMIMETIK: efedrin, oksimetazolin 5. ANESTESI topikal: lidokain 6. ANALGETIK-ANTIPIRETIK: parasetamol, asam mefenamat, ibuprofen, natrium diklofenak

OBAT SIMPATOMIMETIK • Obat yg bekerja menyerupai epinefrin atau norepinefrin • Agonis direk: berinteraksi langsung dan mengaktivasi adrenoseptor • Agonis indirek: aksi tergantung pd kemampuan meningkatkan katekolamin endogen • Mekanisme kerja agonis indirek: 1. Mengeluarkan simpanan katekolamin dari ujung saraf adrenergik 2. Mengurangi klirens norepinefrin melalui inhibisi reuptake atau mencegah metabolisme enzimatik Sebagian obat bekerja secara direk dan indirek

OBAT SIMPATOMIMETIK • Efek farmakologis agonis direk tergantung pada: 1. Rute pemberian 2. Afinitas relatif terhadap subtipe adrenoseptor 3. Ekspresi relatif subtipe reseptor pada jaringan target • Efek simpatomimetik indirek tergantung pada: 1. Aktifitas simpatis 2. Simpanan dan pelepasan norepinefrin

Tipe dan Subtipe Adrenoseptor Reseptor

Agonis

Antagonis

α1 α1A α1B α1D

Fenilefrin

Prazosin

α2 α2A α2B α2C

Klonidin Oksimetazolin

Yohimbin

β

Isoproterenol Dobutamin Albuterol

β1 β2 β3

Prazosin Prazosin Propranolol Betaksolol Butoksamin

Efek Aktivasi Adrenoseptor Efek aktivasi reseptor α1: • Ekspresi luas pd pembuluh darah  vasokonstriksi arteri dan vena • Pembuluh darah mukosa nasal  reseptor α  simpatomimetik  vasokonstriksi lokal  dekongestan Efek aktivasi reseptor α2: • Pada pemberian lokal  otot polos pembuluh darah  vasokonstriksi perifer • Pemberian sistemik  efek sentral mendominasi  inhibisi tonus simpatis dan tekanan darah (simpatolitik)

Simpatomimetik Kerja Langsung • Fenilefrin (phenylephrine)  agonis α1  midriatikum, dekongestan,  BP • Silometazolin (xylometazoline) & oksimetazolin (oxymetazoline)  agonis α dekongestan topikal kerja lama • ES dekongestan topikal  rebound hyperemia • Penggunaan topikal berulang, konsentrasi tinggi (fenilefrin nasal spray) iskemia membran mukosa

Simpatomimetik Kerja Campur • Efedrin  simpatomimetik oral pertama, bioavailabilitas , kerja lama, mencapai SSP (stimulan ringan) • Pseudoefedrin  isomer efedrin  komponen campuran dekongestan OTC, prekursor metamfetamin (penjualan dibatasi) • Dekongestan kerja lama, konsentrasi rendah  efedrin / pseudoefedrin oral • Fenilpropanolamin  penekan nafsu makan OTC, ditarik dari peredaran (strok hemoragik pd wanita muda)

HISTAMIN • Histamin  sel mast, sel enterokromafin lambung, otak  mediator reaksi alergi dan inflamasi akut, sekresi asam lambung, neurotransmiter, neuromodulator, fungsi imun & kemotaksis leukosit • Mekanisme kerja: berikatan dengan reseptor spesifik pada membran sel  H1, H2, H3, H4 Subtipe reseptor

Distribusi

H1

Otot polos, endotel, otak

H2

Mukosa gaster, otot jantung, sel mast, otak

H3

Reseptor presinaptik, otak, pleksus mienterikus, neuron lain

H4

Eosinofil, netrofil, sel T CD4

Antagonis Reseptor H1 • Generasi pertama: efek sedatif kuat, inhibisi reseptor otonom • Generasi kedua: sedasi lebih ringan • Absorbsi cepat p.o  kadar puncak 1-2 jam • Distribusi luas, generasi pertama capai SSP • Metabolisme hepatik • Lama kerja 4-6 jam; meklizin dan bbrp obat generasi kedua bekerja lama 12-24 jam • Metabolit aktif (hidroksizinsetirizin; terfenadinfeksofenadin; loratadindesloratadin)

Farmakodinamik Antihistamin H1 • Blokade kerja histamin • Sedasi • Antinausea & antiemetik • Antiparkinson TUGAS BACA: • Antikolinoseptor Katzung Chapter 16 • Penghambat adrenoseptor (273-280) • Penghambat serotonin • Anestesia lokal

REFERENSI

Related Documents


More Documents from ""

Kelainan Telinga Luar Kbt
August 2019 24
Laporan 4.docx
June 2020 13
Laporan 1.docx
June 2020 16