Kejujuran : Moral Utama dalam Membina Ummat َّ ق فَإ ُ ج حَّرى ِّ عَلي َْكم بال ِّ ن ال َ س ُ وما يََزال الَّر،ِجنَّة َ وَ البُِّر ي َ ْهدى إلى ال،ر ْ َ صدِقُ و ي ْ َل ي ِ ّ ِ صدْقَ يَهْدى إِلى الب ِ ْ صد َّ جوْرِ و إ َّ ب فإ جوْر يَهْدِى ِ ب ِ ِعنْد َ الله ِّ ال ُ ُن الف ُ ُب ي َ ْهدِى إلى الف َ ِن الكَذ َ ِم و الكَذ ُ َ حتى يُكْت َ َصدْق ْ ُ و إِيَّاك.صدِّيْقًا ُ ما يََزا .عنْد َ اللهِ الكَذَّابًا ِ ب َ َ حتَّى يُكْت َ ب َ ِحُّر الْكَذ َ س ُ ِل العَبْد ُ يَكْذ ْ َ ب وَ ي َ َإلى النَّارِ و “ Hendaklah kamu semua bersikap jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan membawa ke sorga. Seorang yang selalu jujur dan mencari kejujuran akan ditulis oleh Allah sebagai orang yang jujur (shidiq). Dan jauhilah sifat bohong, karena kebohongan membawa kepada kejahatan, dan kejahan membawa ke neraka. Orang yang selalu berbohong dan mencari-cari kebohongan, akan ditulis oleh Allah sebagai pembohong (kadzdzab). (H.R. Bukhari) Salah satu dari sekian sifat dan moral utama seorang manusia adalah kejujuran. Karena kejujuran merupakan dasar fundamental dalam pembinaan umat dan kebahagiaan masyarakat. Karena kejujuran menyangkut segala urusan kehidupan dan kepentingan orang banyak. Kepada manusia Allah SWT memerintahkan agar mempunyai perilaku dan sifat ini. Rasulullah SAW adalah merupakan contoh terbaik dan seorang yang memiliki pribadi utama dalam hal kejujuran. Kejujuran memang akhlak utama para nabi dan rasul. Dan demikian pula akhlak para generasi pertama dan utama umat ini, mereka senantiasa berpegang teguh kepada kebenaran dan kejujuran dalam segala aspek kehidupan. Bukan saja dalam urusan kemasyarakatan, namun juga dalam kehidupan keluarga dan rumah tangga termasuk pergaulan dengan anak-anak mereka. Abu Hurairah r.a meriwayatkan sebuah hadits Rasulullah SAW. Beliau bersabda: “Barangsiapa yang berkata kepada seorang anak, “Mari nak, ambillah kurma ini”, lalu dia tidak memberikannya, maka ia telah mendustainya.” (HR. Ahmad) Dengan tuntunan seperti itu, Rasulullah SAW hendak memberi pelajaran kepada para orang tua dan para pendidik, supaya mereka menanamkan sifat utama ini kepada anakanaknya semenjak kecil. Sehingga ketika mereka menjadi dewasa mereka tetap memiliki watak dan kebiasaan ini. Melalui cara ini diharapkan kelak akan lahir generasi Islam yang utama, yang akan memberikan kebahagiaan hidup dan membangkitkan kesadaran bangsa. Islam menaruh perhatian serius terhadap moral terpuji ini. Islam selalu mengajak dan mendorong manusia agar memilikiwatak ini, sebaliknya Islam tidak menyukai dan bahkan memperingatkan manusia agar menjauhi dusta dan ketidak jujuran. Karena dusta adalah merupakan salah satu perangai yang bernilai rendah dan tercela. Karena dusta, hukumhukum menjadi rusak, kehormatan terinjak-injak dan berbagai kejahatan merajalela. Berita bohong seringkali mengakibatkan terputusnya hubungan persaudaraan dan menimbulkan konflik yang tak berhujung sesama manusia. Isu bohong tidak sedikit membuat seseorang kehilangan harga dirinya. Salah satu bukti bahwa betapa Islam sangat mencela dusta adalah bahwa Islam sangat mencela saksi palsu yang dapat mengakibatkan hukum dapat diperjual belikan. Dan menurut Islam, saksi palsu adalah salah satu dari bagian kesalahan yang sangat fatal dan dosa besar. Kesaksian dusta kadang-kadang dilakukan orang karena beberapa sebab. Antara lain karena hubungan yang tidak baik, karena kasihan kepada kawan, karena terlalu benci kepada lawan, karena takut kepada atasan atau karena ada udang di balik batu. Demi menegakkan kebenaran dan kedamaian di muka bumi ini, Tuhan memerintahkan kepada kita menjadi saksi yang jujur dan adil, dan mengutamakan penegakan kebenaran. Allah SWT berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benarbenar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapakmu dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran, dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segal apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. An Nisaa’: 135) Memang sangat disadari bahwa menjadi orang yang jujur merupakan pilihan yang sungguh berat sekali di tengah arus budaya yang penuh dengan kepalsuan, kedustaan, kemunafikan dan ketidak-jujuran, dimana orang sangat sulit sekali dipegang kata dan janjinya. Padahal kejujuran tidak hanya mencerminkan integritas kepribadian seseorang,
tetapi juga menjadi pesona bagi sesama dan mengundang datangnya ketenangangan bagi pelakunya. Dalam siratan hadits-hadits Rasulullah SAW akan kita dapatkan petuah tentang betapa berartinya makna sebuah kejujuran. Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk meninggalkan apa yang kita ragukan dan mengerjakan apa yang kita yakini. Dan bahwasanya kejujuran itu akan menimbulkan ketenangan juwa sedangkan dusta selalu saja membuat jiwa pelakunya bimbang dan goncang. Maka tidak aneh bila kita sering menjumpai orang yang memiliki harta benda; kekayaan yang melimpah namun sangat disayang ia tidak pernah menemui kebahagiaan dan ketenangan jiwa. Hal ini boleh jadi dikarenakan harta benda yang melimpah ruah itu dihasilkan dari jalan yang tidak benar atau dari hasil ketidak-jujuranya. Sedemikian berbahayanya sikap dusta dan ketidak-jujuran, maka Allah dan RasulNya Muhammad SAW mengingatkan kepada kita para hamba dan umatnya untuk senantiasa memelihara dan menjaga sifat yang mulia ini, yakni kejujuran. Apalah arti kehidupan ini jika tidak dihiasi dengan kejujuran. Apalah arti limpahan harta yang banyak jika semua itu bukanlah hasil tetesan keringat kejujuran. Maka tanamkanlah kejujuran dalam dirikita, karena kejujuran adalah salah satu pondasi utama dalam membangun bangsa. Karena, betapapun besarnya sebuah bangsa, tetapi jika kejujuran telah sirna, maka hancurlah bangsa itu.