Kehati-rumput Laut.docx

  • Uploaded by: Deborah Febriyanti Pardosi
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kehati-rumput Laut.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 9,128
  • Pages: 39
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan yang termasuk salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di dunia yaitu 95.181 km, memiliki keanekaragaman hayati laut berupa flora dan fauna yang melimpah. Semua tanaman yang hidup pada bebatuan berkapur di daerah pasang surut, atau hidup pada daerah genangan, disebut dengan rumput laut. Kebanyakan orang menyebut rumput laut tersebut dengan sebutan rumput laut. Selain itu terdapat sedikit tumbuhan berbunga yang hidup dibawah permukaan air, dan tumbuhan tersebut disebut dengan lamun. Ada juga yang hidup di sepanjang pantai. Seperti halnya tumbuhan daratan, tumbuhan berbunga mempunyai suatu sistem perakaran yang digunakan untuk mengambil nutrisi. Mereka menyerap cahaya matahari melalui dedaunan dan mempunyai bunga yang berukuran kecil untuk bereproduksi. Rumput laut umumnya jauh berbeda bila dibandingkan dengan tumbuhan daratan. Rumput laut mempunyai beberapa perbedaan bentuk dengan tumbuhan darat pada umumnya. Pertama, mereka tidak mempunyai suatu sistem perakaran untuk mengambil nutrisi. Rumput laut mengambil makanannya melalui daun yang menyerupai tangkai yang terdapat disekelilingnya. "Akar" pada rum put laut disebut holdfasts, dan itulah apa yang mereka lakukan. Holdfasts tersebut digunakan sebagai alat pelekat pemegang pada permukaan substrat. Kekayaan hayati tersebut juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Rumput laut adalah sumber daya hayati yang telah dimanfaatkan masyarakat Indonesia sebagai mata pencarian, dan beberapa wilayah menjadikannya mata pencarian utama. Rumput laut merupakan salah satu komoditas sumber daya laut yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi, mudah dibudidayakan serta biaya produksi yang rendah. Banyak negaranegara maju yang memanfaatkan rumput laut sebagai bahan baku produksinya, salah satunya adalah bahan baku kosmetik.

Karena

peluang

ekonomi

yang

tinggi

banyak

masyarakat

Indonesia

membudidayakan rumput laut (Neksidin, 2013). Eucheuma cottonii atau Kappaphycus alvarezii adalah salah satu jenis rumput laut yang banyak dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya di berbagai negara Asia Pasifik termasuk Indonesia. Indonesia telah meningkatkan produksi rumput laut jenis ini dari 25.000 ton pada tahun 2001 menjadi 55.000 ton pada tahun 2004 dan diperkirakan 80.000 ton pada tahun 1

2005 (McHugh, 2006). Euchema menghasilkan karaginan jenis kappa. Karagenan yang dihasilkan oleh Euchema dimanfaatkan pada industri makanan, industri kosmetik, obatobatan, tekstil, cat dan sebagai materi dasar dari aromatic diffuser (Chapman dan Chapman dalam Aslan, 1991). Seiring bertambahnya permintaan dunia terhadap komoditas rumput laut sekarang ini, menjadikan Pemerintah Indonesia untuk selalu mendorong budidaya serta industrialisasi rumput laut tersebut. Potensi dan kualitas rumput laut Indonesia serta produk turunannya sangatlah luar biasa itu juga yang menjadikannya diminati oleh berbagai negara di dunia. Hampir kurang lebih 555 jenis rumput laut di Indonesia dan sebagian besar produk-produk rumput laut telah diekspor sebagai rumput laut kering maupun olahan. Berbagai peluang yang ada dari salah satu sumber daya hayati di Indonesia, menjadikan edisi warta ekspor sekarang ini mengulas rumput laut Indonesia yang dapat dijadikan sebagai produk unggulan ekspor. Rumput Laut banyak digunakan sebagai produk makanan dan kesehatan. Tidak hanya itu, tumbuhan ini juga digunakan sebagai pupuk taman dan pertanian. Untuk pengembangan selanjutnya, dapat digunakan sebagai bahan bio diesel. Jika melihat segi pemasaran, produk added value rumput laut dapat berupa makanan, pupuk, bahan makanan tambahan, pengendalian pencemaran dan bahan kecantikan. Faktor utama keberhasilan kegiatan budidaya rumput laut adalah pemilihan lokasi yang tepat. Penentuan lokasi dan kondisi perairan harus disesuaikan dengan metode budidaya yang akan digunakan. Tumbuhan laut termasuk makroalga atau rumput laut berinteraksi dengan lingkungan fisika kimianya. Di antara faktor lingkungan tersebut adalah ketersediaan cahaya, suhu, salinitas, arus dan ketersediaan nutrien (Lobban and Harrison, 1997). Oleh karena itu faktor fisika kimia perairan menjadi salah satu penentu keberhasilan budidaya rumput laut. Parameter lingkungan yang menjadi penentu lokasi yang tepat untuk budidaya rumput laut adalah kondisi lingkungan fisik yang meliputi kedalaman, kecerahan, kecepatan arus, Muatan Padatan Tersuspensi (MPT) atau Total Suspended Solid (TSS), dan lingkungan kimia yang meliputi salinitas, pH, oksigen terlarut, nitrat dan fosfat. I.2. Rumusan Masalah 1. Apa saja keanekaragaman / variasi yang terdapat di Rumput Laut? 2. Apa saja yang termasuk faktor-faktor yang mempengaruhi dalam ekosistem pada Rumput Laut?

2

I.3. Tujuan Masalah 1. Untuk mengetahui variasi yang terdapat pada Rumput Laut 2. Untuk mengetahui beberapa faktor yang mempengaruhi dalam ekosistem pada Rumput Laut?

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Karakteristik Umum Rumput Laut Banyak istilah yang digunakan untuk penyebutan rumput laut, diantaranya seaweed, alga laut, makro alga laut, dan ada juga yang menyebut ganggang laut. Secara biologi, tumbuhan ini termasuk salah satu anggota alga yang terdiri dari satu atau banyak sel, berbentuk koloni, bersifat bentik di daerah perairan dangkal dan pasang surut, yang berpasir dan biasanya menempel pada karang mati Dari segi morfologi rumput laut tidak memperlihatkan adanya perbedaan antara akar, batang dan daun yang biasanya disebut dengan thallus (Aslan, 1998). Struktur rumput laut secara keseluruhan merupakan batang yang disebut thallus, tidak memiliki akar sejati, batang dan daun seperti pada tanaman tingkat tinggi. Bentuk akar alga laut disebut holdfast, yang berfungsi sebagai alat untuk melekat pada dasar perairan. Bagian yang menyerupai daun pada alga laut tertentu seperti Sargassum sp. disebut dengan blade. Fungsi utama blade adalah menyediakan permukaan yang luas untuk penyerapan sinar matahari dalam proses fotosintesis (Chapman 1970). Rumput laut mempunyai beberapa perbedaan bentuk dengan tumbuhan darat pada umumnya. Pertama, mereka tidak mempunyai suatu sistem perakaran untuk mengambil nutrisi. Rumput laut mengambil makanannya melalui daun yang menyerupai tangkai yang terdapat disekelilingnya. "Akar" pada rumput laut disebut holdfasts, dan itulah apa yang mereka lakukan. Holdfasts tersebut digunakan sebagai alat pelekatlpemegang pada permukaan substrat. Struktur anatomi thallus tiap jenis rumput laut berbeda-beda, misalnya pada genus yang sama antara Eucheuma cattonii dan Eucheuma spinosum, potongan thallus yang melintang mempunyai susunan sel yang berbeda. Perbedaan ini membantu dalam pengenalan berbagai jenis rumput laut baik dalam mengidentifikasi jenis genus, maupun famili (Aslan, 1998). Pigmentasi merupakan salah satu cara untuk mengidentifikasi rumput laut. Pigmen ini terdapat pada thallus dan perbedaan pigmen akan menentukan warna thallus yang ada dalam kelas seperti alga hijau, alga coklat, alga merah, dan alga biru. Satu kelas misalnya alga merah, warna thallus yang muncul tidak selalu hanya merah tetapi ada yang hijau kekuningkuningan, coklat kehitam-hitaman atau kuning kecoklat-coklatan. Hal ini disebabkan oleh

4

perbedaan lingkungan hidupnya yang berbeda dan berubah-ubah akibat fenomena HidroOceanografis (Indriani dan Sumiarsih, 2003). Rumput laut terdiri dari karaginofit, agarofit dan alginofit. Karaginofit merupakan rumput laut yang mengandung bahan utama polisakarida karaginan. Agarofit penghasil agaragar. Keduanya jenis ini termasuk rumput laut merah (Rhodophyceae). Alginofit rumput laut mengandung polisakarida alginat dan termasuk berwarna coklat (Phaeophyceae). Ketiga jenis rumput laut ini, karaginofit dibutuhkan pada berbagai industri seperti : makanan, kertas, kosmetik hingga obat-obatan. Klasifikasi rumput laut Kappaphycus alvarezii menurut Doty (1985) yang diacu dalam Neish (2003) sebagai berikut : Kingdom

: Plantae

Devisi

: Rhodophyta

Kelas

: Rhodophyceae

Ordo

: Gigartinales

Famili

: Solieracea

Genus

: Kappaphycus

Species

: Kappaphycus alvarezii

Menurut Neish (2003), Eucheuma cottonii berubah nama menjadi Kappaphycus alvarezii karena kandungan karaginan yang dihasilkan kappakaraginan. Nama cottonii umumnya lebih dikenal dan dipakai dalam dunia perdagangan nasional maupun internasional. Rumput laut Indonesia dikenal dengan kualitasnya yang baik dan banyak diminati oleh industri karena mengandung sumber keraginan, agar-agar dan alginate yang cukup tinggi dan cocok digunakan sebagai bahan baku industri makanan, pelembut rasa, pencegah kristalisasi es krim dan obat-obatan. Selain itu, rumput laut di Indonesia juga dapat digunakan sebagai bahan baku benang jahit operasi (sea cut-gut), dekorasi porselen (pengikat warna dan plasticizer), industri kain (pengikat warna), industri kertas (lackuer dan penguat serta pelican kertas), industri fotografi (pengganti gelatin), bahan campuran obat (obat penyakit: gondok/ basedow, rheumatic, kanker, bronchitis kronis/ emphysema, scrofula, gangguan empedu/ kandung kemih, ginjal, tukak lambung/ saluran cerna, reduksi kolestrol darah, anti hipertensi, menurunkan berat badan, anti oksidan), bahan bakar bio fuel dan lain sebagainya. Kualitas baik yang dimiliki oleh rumput laut tersebut, selain pembudidayaannya dilakukan dengan cara yang baik dan benar, iklim dan geografis Indonesia (sinar matahari, arus, tekanan dan 5

kualitas air serta kadar garam) sesuai dengan kebutuhan biologis dan pertumbuhan rumput laut. Sebab, rumput laut mampu menyerap sinar matahari dan nutrisi air laut secara optimal dan menghasilkan rumput laut yang kaya akan poliskarida (agar-agar & lemak), phaeophyceae (alginat), chlorophyceae (kanji & lemak).

II.2. Habitat dan Penyebaran Rumput Laut Menurut Dawson (1966) pantai yang berterumbu karang merupakan tempat hidup yang baik bagi sejumlah besar spesies rumput laut dan hanya sedikit yang dapat hidup di pantai berpasir. Sedangkan substrat yang paling umum tempat hidup rumput laut adalah kapur atau bentuk lain dari kalsium karbonat dimana bahan ini memiliki tingkat kesuburan yang tinggi, mudah tererosi dan warna yang jelas sehingga sinar matahari terpantul. Mubarak dan Wahyuni (1981) juga mengatakan bahwa tipe substrat yang paling baik bagi pertumbuhan rumput laut adalah campuran pasir karang dan potongan atau pecahan karang, karena perairan dengan substrat demikian biasanya dilalui oleh arus yang sesuai bagi pertumbuhan rumput laut.

Gambar 1. Habitat Rumput Laut yang terlindungi oleh pulau-pulau kecil Penyebaran rumput laut seperti halnya biota perairan lainnya sangat dipengaruhi oleh toleransi fisiologi terhadap faktor-faktor lingkungan seperti salinitas, suhu, intensitas cahaya, dan nutrisi (Anggadiredja et al, 2002). Bila akan memilih lokasih untuk budidaya, kita harus mengetahui dulu daerah penyebarann rumput laut, karena dengan mengetahui daerah penyebaran rumput laut berarti kita dengan mudah melakukan kegiatan budidaya pada daerah tersebut, namun lokasi budidaya belum tentu merupakan daerah penyebaran rumput laut secara alami (Indriyani dan Suminarsi 2005). 6

Rumput laut yang umumnya dibudidayakan di tambak di Indonesia adalah jenis Gracilaria verrucosa dan Gracilaria gigas. Jenis ini berkembang dinperairan Sulawesi Selatan (Jeneponto, Takalar, Sinjai, Bulukumba, Wajo, Paloppo, Bone, Maros), Pantai utara P. Jawa (Serang, Tangerang, Bekasi, Karawang, Brebes, Pemalang, Tuban dan Lamongan) dan Lombok Barat. Rumput laut Gracilaria sp. umumnya dipanen dari hasil budidaya dan juga dari alam. Namun hasil dari alam memiliki kualitas budidaya kurang baik karena tercampur dengan jenis lain (Anonymous, 2005). Pengetahuan tentang penyebaran tiap-tiap spesies di wilayah Indonesia akan membantu dalam menentukan spesies yang akan ditanam dan yang akan diteliti pada daerah tersebut. Perairan pantai yang potensial di Indonesia menyebabkan hampir seluruh perairan pantai di tiap propinsi dapat ditumbuhi rumput laut. Beberapa jenis rumput laut di Indonesia yang dimanfaatkan untuk ekspor yaitu dari marga Eucheuma sp.; Glacilaria sp.; Gelidium sp. dan Hypnea sp. Berikut ini dalah jenis-jenis rumput laut di Indonesia Daerah

Jenis Rumput Laut

Sumatra Utara

Eucheuma spinosum, Eucheuma edule.

Sumatra Barat

Gracilaria intricate, Gracilaria coronopifolia, Gracilaria salikornia, Gracilaria arcuata, Gelidium sp. Eucheuma spinosum, Eucheuma edule, Gracilaria confervoides,

Riau

Gracilaria cuchemioides, Gracilaria cylindrical, Gelidium amansii, Hypnea cervicornis, Hypnea musciformis, Hypnea spp.

Bali

Gracilaria spp, Gelidium spp, Eucheuma spp.

Nusa Tenggara

Gelidium spp, Gracilaria spp, Hypnea spp, Eucheuma

Barat

spinosum, Eucheuma cottonii. Eucheuma spinosum, Eucheuma muricatum, Eucheuma edule,

Nusa Tenggara Timur

Eucheuma serra, Gracilaria rigida, Gracilaria confervoides, Gracilaria lichenoides, Gracilaria eucheumiodes, Gracilaria verrucosa, Gelidium rigida, Gelidium letifolium, Hypnea choroides, Hypnea cornata, Hypnea musciformis. Eucheuma spinosum, Eucheuma edule, Eucheuma cottonii,

Maluku

Gracilaria blodgetti, Gracilaria eucheumiodes, Gracilaria aruata, Hypnea cornata, Hypnea musciformis, Hypnea 7

nidulans. Eucheuma cottonii, Eucheuma spinosum, Gracilaria verrucosa, Jawa

Gracilaria confervoides, Gracilaria lichenoides, Hypnea cervicornis, Hypnea musciformis, Sargassum aquifolium, Sargassum polycstum, Turbinaria ornata, Turbinaria conoides.

Sumber : Hamid 2009 II.3. Perkembangbiakan Rumput Laut Perkembangbiakan rumput laut pada dasarnya terbagi 2 yaitu secara seksual dan aseksual. Pada perkembangbiakan secara seksual, gametofit jantan yang telah dewasa menghasilkan sel-sel spermatangial yang nantinya menjadi spermatangia. Sedangkan gametofit betina menghasilkan sel khusus yang disebut karpogonia yang dihasilkan dari cabang-cabang karpogonial. Perkembangbiakan secara aseksual terdiri dari penyebaran tetraspora, vegetatif dan konjugatif. Sporofit dewasa menghasilkan spora yang disebut tetraspora yang sesudah proses germinasi (berkecambah) tumbuh menjadi tanaman beralat kelamin, yaitu gametofit jantan dan gametofit betina. Perkembangan secara vegetatif adalah dengan cara stek. Potongan seluruh bagian dari thallus akan membentuk percabangan baru dan tumbuh berkembang menjadi tanaman dewasa (Poncomulyo, 2006). Berikut gambar 2 daur hidup rumput laut Gracilaria verrucosa.

Gambar 2. Daur hidup rumput laut (Mubarak, 1990) (Sumber : http://lib.uin-malang.ac.id/thesis/fullchapter/03520013-abdul-hamid.ps) 8

Kadri dan Atmajaya (1988) mengatakan bahwa faktor lingkungan seperti suhu, salinitas, cahaya, gerakan air, unsur hara dan faktor biologi seperti binatang laut berpengaruh penting pada reproduksi rumput laut. Selain itu, faktor morbiditas dan mortalitas juga menjadi penghambat produktivitas rumput laut. Morbiditas dapat disebabkan oleh penyakit akibat dari infeksi mikroorganisme, tekanan lingkungan perairan (fisik dan kimia perairan) yang buruk, serta tumbuhnya tanaman penempel (parasit). Sementara, mortalitas dapat disebabkan oleh pemangsaan hewan-hewan herbivore (Anggadiredja et al, 2002). II.4. Pertumbuhan Rumput Laut Pertumbuhan adalah perubahan ukuran suatu organisme yang dapat berupa berat atau panjang dalam waktu tertentu. Pertumbuhan rumput laut sangat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang berpengaruh antara lain jenis, galur, thallus (bibit) dan umur. Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh antara lain lingkungan atau oseanografi, bobot bibit, jarak tanam dan teknik penanaman (Kamlasi, 2008). Pertumbuhan rumput laut menunjukkan adanya pertumbuhan besar, panjang serta cabang. Hal ini dikarenakan adanya pertumbuhan dari sel-sel yang menyusun rumput laut tersebut. Perbanyakan sel-sel dapat terjadi karena pembelahan pada sel-sel yang menyusun rumput laut. Proses pembelahan sel ini dimulai dengan pembelahan intinya yang selanjutnya terjadi pembelahan plasma atau pembelahan sel. Dalam pembelahan sel ada tiga cara yaitu amitosis, mitosis dan miosis. Budidaya rumput laut yang dilakukan oleh para petani atau nelayan kebanyakan menggunakan dengan cara stek, karena pemilihan metode ini bersifat mudah dan lebih murah dari pada cara seksual. Thallus atau cabang yang diambil untuk metode ini adalah cabang yang masih muda (Sutrian, 2004). Laju pertumbuhan rumput laut yang dianggap cukup menguntungkan adalah 3% pertambahan berat per hari.

9

BAB III PEMBAHASAN III.1. Jenis-Jenis Rumput Laut Salah satu potensi biota laut perairan Indonesia adalah makroalgae atau dikenal dalam perdagangan sebagai rumput laut (seaweed). Makroalgae laut ini tidak mempunyai akar, batang, dan daun sejati yang kemudian disebut dengan thallus, karenanya secara taksonomi dikelompokkan ke dalam Divisi Thallophyta. Tiga kelas dalam Divisi ini adalah Chlorophyta (alga hijau), Phaeophyta (alga coklat), Rhodophyta (alga merah). Rumput laut potensial adalah jenis-jenis rumput laut yang telah diketahui dapat digunakan di berbagai industri sebagai sumber karagin, agar-agar dan alginat. Karaginofit adalah rumput laut yang mengandung bahan utama polisakarida karagin, agarofit adalah rumput laut yang mengandung bahan utama polisakarida agar-agar keduanya merupakan rumput laut merah (Rhodophyceae). Alginofit adalah rumput laut coklat (Phaeophyceae) yang mengandung bahan utama polisakarida alginat. 1. Rumput laut Merah -Filum Rhodophyta Istilah Rhodophyta berasal dari bahasa yunani “rhodo” yang berarti cokelat dan “phyton” tumbuhan: alga merah (Pulido dan Mc Cook, 2008). Menurut Romimohtarto dan Juwana (1999) terdapat sebanyak 17 marga dari 34 jenis rumput laut merah di Indonesia Rumput laut dari divisi Rhodophyta atau alga merah memiliki ciri thallus berbentuk silindris, pipih dan lembaran. Thallus tersebut berwarna merah, ungu, pirang, cokelat dan hijau (Toni, 2006). Beragamnya warna yang dihasilkan makroalga ini disebabkan oleh pigmen caroten, fuxoxanthin serta klorofil-a dan c. Dilihat dari bentuknya kelompok rumput laut ini memiliki ukuran dan bentuk yang beragam. Kelompok makroalga merah sebagian besar bersifat epifit, tumbuh di permukaan substrat yang keras seperti batu dan cangkang kerang. Alga merah hidup di daerah intertidal dan sub-tidal perairan yang dalam (Dhargalkar dan Kavlekar, 2004). Rumput laut merah berasal dari pigmen fikobilin yang terdiri dari fikoeretin yang berwarna merah dan fikosianin yang berwarna biru. Dalam kondisi ini, rumput ini dapat melakukan penyesuaian pigmen dengan kualitas pencahayaan sehingga dapat menimbulkan berbagai warna pada thalli. Warna-warna yang terbentuk antara lain: merah tua, merah muda, pirang, coklat, merah ungu, kuning dan hijau. Ciri 10

khusus secara morfologis memiliki duri yang tumbuh berderet melingkari thallus dengan interval yang bervariasi sehingga membentuk ruas-ruas thallus diantara lingkaran duri. Percabangan berlawanan atau berselang seling dan timbul teratur pada deretan duri antar ruas dan merupakan kepanjangan dari duri tersebut. Cabang dan duri ada juga yang tumbuh pada ruas thallus tetapi agak pendek dengan ujung percabangan meruncing yang melekat pada substrat (Aslan 2006). Lobban dan Wynne (1981) melaporkan bahwa terdapat sebanyak 4100 spesies dalam 675 genus Rhodophyta atau alga merah di dunia. Namun di Indonesia menurut Romimohtarto dan Juwana (1999) terdapat sebanyak 17 marga dari 34 jenis rumput laut merah di Indonesia. Rhodophyta terbagi menjadi 2 kelas yaitu Florideophyceae dan Bangiophycidae. Menurut Dixon (1973) dalam Lobban dan Wynne (1981) kelas Florideophyceae memiliki 12 famili dimana 3 famili dari kelas ini (8 genus dan 90 spesies) hidup di periran tawar. Selebihnya sebanyak 8 famili dari kelas Florideophyceae hidup di laut. Sementara itu 1 famili, Acrochaetaetiaceae tersebar baik di perairan tawar maupun laut. Kelas Bangiophycidae memiliki 5 ordo, 30 genus dan 110 spesies. Sebagian besar spesies dari kelompok ini hidup di perairan tawar. Rhodophyta umumnya bersifat autotrof, ada juga yang heterotrof, yaitu yang tidak memiliki kromatofora dan biasanya parasit pada ganggang lain. Rumput laut dari jenis ini hidup di perairan yang lebih dalam dibandingkan rumput laut cokelat (Phaeophyta) (Luning, 1990) Karaginan merupakan getah rumput laut yang diekstraksi dengan air atau larutan alkali dari spesies tertentu dari kelas Rhodophyceae (alga merah). Karaginan berfungsi untuk pengental, pengemulsi, pensuspensi, dan faktor penstabil. Karaginan juga dipakai dalam industri pangan untuk memperbaiki penampilan produk kopi, bir, sosis, salad, es krim, susu kental, coklat, jeli. Industri farmasi memakai karaginan untuk pembuatan obat, sirup, tablet, pasta gigi, sampo dan sebagainya. Industri kosmetika menggunakannya sebagai gelling agent (pembentuk gel) atau binding agent (pengikat). Sedangkan industri non pangan seperti tekstil, kertas, cat air, transportasi minyak mentah, penyegar udara, pelapisan keramik, kertas printer atau mesin pencetak serta karpet dan sebagainya.

11

Jenis rumput laut yang termasuk ke dalam rumput laut merah Acrosorium polyneurum

Amphiroa beauvoisii

Amphiroa cryptarthrodia

Amphiroa beauvoisii

Acrocystis nana Zanardini

Zellera tawallina G.Martens

Amphiroa ephedraea

Amphiroa foliacea

Amphiroa fragilissima

Amphiroa rigida

Amphiroa anceps

Amansia glomerata C.Agardh 1

Halymenia floresii

Halymenia dilatata

Halymenia mirabilis D.L.Ballantine & H.Ruiz 1

Halymenia abyssicola

Halymenia formosa

Halymenia porphyroides

Eucheuma denticulatum

Galaxaura rugosa

Gracilaria arcuata

12

Gracilaria canaliculata

Gelidium pusillum

Gelidium pacificum

Gelidium amansii

Gelidium corneum

Gelidium crinale

2. Rumput laut Hijau - Filum Chlorophyta Istilah Rhodophyta berasal dari bahasa yunani “chloro” yang berarti hijau dan “phyton” tumbuhan: alga hijau (Pulido dan Mc Cook, 2008). Rumput laut hijau dikenal sebagai Chlorophyta karena mereka tampak berwarna hijau seperti kebanyakan tumbuhan tingkat tinggi dan bersifat uniseluler maupun multiseluler. Dilihat dari ukurannya, jenis alga hijau ini terdiri dari berukuran mikroskopik dan makroskopik (Dhargalkar dan Kavlekar, 2004). Rumput laut ini memiliki thallus berbentuk membran, filamen, dan tabung (Toni. 2006). Hal ini disebabkan keberadaan klorofil yang terdapat pada alga hijau tersebut. Rumput laut hijau tersebar luas di lingkungan perairan tepi pantai dan menempal pada substrat di dasar perairan laut, seperti karang mati, pasir, dan pecahan karang. Hidup di air laut, keberadaannya dapat dijumpai di paparan terumbu karang dengan kedalaman 1 – 200 m. Penyebaran rumput laut ini terutama di mintakat litorial bagian atas, khususnya dibelahan bawah dari mintakat pasang surut dan tepat di daerah bawah pasang surut sampai kedalaman 10 meter atau lebih, sehingga beberapa rumput laut dari jenis Chlorophyta mendapat penyinaran matahari yang bagus (Romimohtarto dan Juwana, 2007). 13

Rumput laut hijau mendapatkan warnanya dari pigmen klorofil warna hijau untuk proses fotosintesis yang mengandung klorofil a dan b, beta, gamma karoten dan xanthofil. Bentuk rumput laut hijau berbagai macam mulai dari lembaran tipis, silinder, bentuk benang yang teba" atau menyerupai rambut. Rumput laut hijau umum dijumpai di daerah pasang surut dan di daerah genangan yang dangkal, kadang berbatasan dengan daerah air tawar, dengan cahaya matahari yang berlimpah. Jenis rumput laut yang termasuk ke dalam rumput laut hijau. Anadyomene brownii

Anadyomene plicata

Anadyomene stellata

Anadyomene wrightii

Avrainvillea amadelpha

Avrainvillea erecta

Caulerpa cupressoides

Caulerpa serrulata

Cladophoropsis vaucheriiformis

Codium intricatum Okamura

Dictyosphaeria cavernosa

Boodlea vanbosseae

Boodlea composita

Boergesenia forbesii

Halimeda distorta 14

Bornetella nitida

Bornetella oligospora

Caulerpa cactoides

Halimeda macroloba

Halimeda opuntia

Neomeris annulata

Tydemania expeditionis Weber-van Bosse

Valonia macrophysa Kützing

Chaetomorpha crassa

3. Rumput laut Coklat - Filum Phaeophyta Istilah Phaeophyta berasal dari bahasa yunani “phaios” yang berarti cokelat dan “phyton” tumbuhan: alga cokelat (Pulido dan Mc Cook, 2008). Rumput laut cokelat merupakan salah satu divisi makroalga dari kelas Phaeophceae yang berbentuk menyerupai seperti lembaran, bulat dan menyerupai batang. Thalus dari alga ini berbentuk filamen, bercabang dan berbentuk seperti lembaran daun. Karakteristik lainnya dari rumput laut tersebut adalah dengan bentuk holdfast yang menyerupai cakram yang digunakan untuk menempel pada substrat. Makroalga divisi 15

Phaeophyta (Alga coklat) hidup di pantai, warna coklat karena adanya pigmen fikosantin (coklat), klorofil a, klorofil b dan xantofil. memiliki bentuk thalli lembaran, bulat atau menyerupai batang. Thallus tersebut berwarna coklat, berbentuk filament bercabang dan bentuk seperti lembaran daun (Dawes, 1981). . Variasi bentuk dari rumput laut coklat cukup banyak. Beberapa diantaranya mempunyai ukuran yang lebar, dan panjang dan umumnya banyak dijumpai di rataan terumbu karang yang berhadapan langsung dengan samudera. Keanekaragaman alga cokelat mencapai lebih dari 250 genus dan 1500 spesies (Norton, et al., 1996 dalam Graham dan Wilcox, 2000). Selain itu biomassa dari divisi Phaeophyta sangat besar baik di perairan laut maupun tawar. Bentuk struktur alga ini terdiri dari ukuran filamen mikroskopik hingga ukuran raksasa seperti giant kelp. Kelp raksasa dapat menghasilkan tingkat produktivitas hingga mencapai 1 kg C m-2 yr -1

, dengan tingkat pertumbuhan terbesar pada musim dingin. Alga cokelat dapat

membentuk biomassa pada daerah intertidal dan subtidal di seluruh dunia. Daerah pantai yang kaya akan kepadatan Phaeophycean berada di negara seperti Jepang, Amerika utara, Australia bagian Selatan, dan Inggris. Selain itu Phaeophycean tumbuh optimal di perairan tropis dan subtropis (Graham dan Wilcox, 2000). Rumput laut cokelat atau disebut juga dengan Phaeophyta umumnya hidup di air laut, khusunya laut yang agak dingin dan sedang. Biasanya hidup pada perairan sublitoral yaitu alga yang berada di bawah permukaan air dan intertidal yaitu alga secara periodik muncul kepermukaan karena naik turun air akibat pasang surut (Graham dan Wilcox, 2000). Jenis rumput laut yang termasuk ke dalam rumput laut hijau. Dictyota ciliolata

Dictyota bartayresiana

Dictyota cervicornis

16

Dictyota dichotoma

Lobophora variegata

Rosenvingea orientalis

Turbinaria conoides

Turbinaria ornata

Turbinaria tricostata

Turbinaria triquetra

Turbinaria turbinata

Turbinaria decurrens

Padina australis

Padina tetrastromatica

Padina boryana

Padina boergesenii

Padina fraseri

Padina minor Yamada

Hydroclathrus clathratus

Sargassum aquifolium

Sargassum cristaefolium

17

Sargassum echinocarpum

Sargassum hemiphyllum

Sargassum polycystum

Sargassum ilicifolium

Sargassum oligocystum

Sargassum pallidum

III.2. Jenis-jenis Rumput Laut Ekonomis Rumput laut di Indonesia telah dibudidayakan mulai dari Sabang sampai Merauke walaupun belum semua kepulaun melakukan budidaya rumput laut, dari pulau-pulau besar yang ada di Indonesia hanya pulau Sumatera yang masih sedikit terdapat lokasi budidaya rumput laut. Dimulai dari Pulau Jawa, Kaliantan, Sulawesi, Maluku, NTB, NTT dan Irian semua pulau-pulau tersebut telah elakukan budidaya rumput laut secara intensif. Terdapat minimal tiga jenis rumput laut di Indonesia yang mempunyai nilai ekonomis sebagai komoditas export yaitu: A. Eucheuma sp. Eucheuma, sp. mempunyai thallus silindris, permukaan licin, cartilagenous, warna coklat tua, hijau kuning atau merah ungu. Ciri khusus secara morfologis memiliki duri yang tumbuh berderet melingkari thallus dengan interval yang 18

bervariasi sehingga membentuk ruas-ruas thallus diantara lingkaran duri. Percabangan berlawanan atau berselang seling dan timbul teratur pada deretan duri antar ruas dan merupakan kepanjangan dari duri tersebut. Cabang dan duri ada juga yang tumbuh pada ruas thallus tetapi agak pendek dengan ujung percabangan meruncing yang melekat pada substrat (Aslan 2006). Rumput laut Eucheuma sp. pertama kali dipublikasikan pada tahun 1768 oleh Burman dengan nama Fucus denticulatus. Burma, kemudian pada tahun 1822 C. Agardh memperkenalkannya dengan nama Sphaerococus isiformis C. Agardh, selanjutnya pada tahun 1847 J. Agardh memperkenalkannya dengan nama Eucheuma J. Agardh. (Anonymous, 2007). Klasifikasi Eucheuma sp sebagai berikut; Kingdom Divisi Class Subclass Ordo Familia Genus Species :

Thallophyta Rhodophyceae Florideophyceae Gigartirales Soilireaceae Eucheuma E. spinosum E. cottonii

Rumput laut Eucheuma sp. mempunyai bentuk fisik silindris dengan dengan banyak cabang, dibudidayakan dengan cara diikat dengan menggunakan tali plastic pada tali panjang yang dipancangkan pada tiang yang di tancapkan didasar laut. Nama Ilmiah rumput laut ini adalah Kappapicus Alfarezy sedangkan nama Eucheua Cottonii adalah nama dagang dari rumput laut yang termasuk dalam dalam Famili Solieracea Genus ini. Eucheuma sp. kebanyakan terdapat di daerah (intertidal) atau pada daerah yang selalu terendam oleh air (subtidal) dengan melekat pada substrat dasar perairan yang berupa batu karang mati, batu karang hidup, batu gamping atau cangkang molusca. Umumnya Eucheuma sp. tumbuh dengan baik pada daerah pantai terumbu karena persyaratan untuk pertumbuhan banyak terpenuhi seperti kedalaman, pencahayaan, substrat dan pergerakan air (Kadi dan Atmadja, 1988). Doty (1985) menyebutkan bahwa jenis Eucheuma sp. menyukai perairan terumbu karang karena jernih dan kaya akan cahaya. Terdapat 3 jenis Eucheuma sp. yang bernilai penting oleh Norris (1985) dalam Doty (1985) adapun perbedaannya dijelaskan seperti pada tabel berikut. 19

B. Gracilaria, sp. Habitat tumbuh rumput laut Gracilaria, sp. adalah air payau, rumput laut ini juga termasuk dalam komoditas budidaya yang telah banyak dibudidayakan di tambak-tambak di berbagai daerah di Indonesia. Berbeda dengan Eucheuma, sp., cara budidaya rumput laut Gracilaria, sp. adalah dengan cara ditebarkan di dasar tambak tanpa diikat karena dibudidayakan di tambak yang mempunyai kondisi air tenang. Kondisi tambak dengan air yang tenang ini membuat rumput laut Gracilaria, sp. lebih mudah cara perawatannya, seperti misalnya ketika kesuburannya kurang bagus, maka dapat dilakukan pemupukan tidak seperti rumput laut Eucheuma, sp. yang tidak dapat dilakukan pemupukan karena habitat hidupnya dilautan lepas. Rumput laut Gracilaria, sp. secara fisik menyerupai Eucheuma, sp. namun ukurannya jauh lebih kecil dengan thallus yang panjangnya dapat mencapai 20 hingga 30 centi meter dengan diameter thallus antara 2 hingga 3 mm. Pada saat 20

kering rumput laut Gracilaria, sp. dapat berubah enjadi berbagai macam warna seperrti misalnya warna hitam, ungu, abu-abu dan coklat. Menurut Anggadiredja,.dkk (2006) klasifikasi Gracilaria, sp. Adalah sebagai berikut : Kingdom Divisi

: Thallophyta

Kelas

: Rhodophyceae

Bangsa

: Gigartinales

Suku

: Gracilariaceae Marga :Gracilaria

Jenis

: Gracilaria, sp.\

Gracilaria sp. termasuk dalam kelas alga merah (Rhodophyta) dengan nama daerah yang bermacammacam, seperti sango-sango, rambu kasang, janggut dayung, dongidongi, bulung embulung, agar-agar karang, agar-agar jahe, blung sangu, dan lain-lain. Rumput laut jenis ini yang lebih dikenal dengan Gracilaria, memiliki banyak jenis dengan sifat-sifat morfologi dan anatomi berbeda-beda seperti: Gracilaria confervoides, Gracilaria gigas, Gracilaria lichenoides, Grailar ia crasa, Gracilaria blodgettii, Gracilaria arcuta, Gracilaria taenio ides, Gracilaria eucheumoides, dan banyak lagi. Beberapa ahli menduga bahwa rumput laut marga Gracilaria verrucosa memiliki jenis yang paling banyak dibandingkan dengan rumput laut marga lainnya.

21

Secara khusus, menurut Aslan (1993) Gracilaria, sp. memiliki ciri sebagai berikut: 1. Thallus berbentuk silindris / gepeng dengan percabangan, mulai dari yang sederhana sampai pada yang rumit dan rimbun. 2. Diatas percabangan umumnya bentuk thalli agak mengecil. 3. Perbedaan bentuk, struktur dan asal usul pembentukan organ reproduksi sangat penting dalam perbedaan tiap spesies 4. Warna thalli beragam, mulai dari warna hijau-cokelat, merah, pirang, merah-cokelat, dan sebagainya. 5. Substansi thalli menyerupai gel atau lunak seperti tulang rawan. Pertumbuhan Gracilaria sp, umumnya lebih baik di tempat dangkal daripada tempat dalam. Substrat tempat melekatnya dapat berupa batu, pasir, lumpur, dan lain-lain. Kebanyakan lebih menyukai intensitas cahaya yang lebih tinggi. Suhu merupakan faktor penting untuk pertumbuhan dan pembiakan. Suhu optimum untuk pertumbuhan adalah antara 20-28oC, tumbuh pada kisaran kadar garam yang tinggi dan tahan sampai pada kadar garam 50 permil. Dalam keadaan basah dapat tahan hidup diatas permukaan air (exposed) selama satu hari (Aslan, 1993). C. Sargassum Salah satu hasil rumput laut Indonesia yang juga merupakan komoditas ekspor adalah rumput laut Sargassum. Rumput laut jenis ini bukan termasuk komoditas budidaya dan masih dipanen dari alam, tumbuh sepanjang tahun dengan panjang thallus dapat mencapai 1 hingga 3 meter. Ciri khas algae ini mempunyai pelampung berbentuk bulat yang disebut sebagai “Bladder” menyerupai bola kecil yang berfungsi sebagai alat pelampung agar tetap dapat mengambang pada permukaan laut untuk mendapatkan sinar matahari dalam proses fotosintesisnya. Karena tumbuh liar di laut tumbuhan ini sering terdampar dipantai bahkan tidak jarang disebut sebagai sampah laut. Di Indonesia ada dua jenis Sargassum yang dijual sebagai komoditas export yaitu Sargassum daun lebar dan Sargassum daun kecil. Sargassum daun lebar banyak dijumpai di Bima (NTB), Lampung dan pesisir pantai Selatan Jawa. Sargassum daun kecil banyak ditemui di daerah Sulawesi dan Madura. Sargassum biasanya tumbuh menempel pada batu karang, karang mati dan batuan vulkanik. 22

Sargassum akan tumbuh dengan baik pada perairan tropis dengan 27,25 – 29,30 derajat Celcius dan salinitas 32-33,5 %ppm. Sargassum membutuhkan intensitas sinar matahari yang tinggi dibandingkan dengan rumput lainnya. Sargassum mempunyai kandungan Algine, oleh karena itu rumput laut jenis ini digunakan sebagai bahan pembuatan Alginat dengan melalui proses ekstraksi yang cukup rumit dibandingkan dengan pembuatan Carrageenan dan agar-agar. Selain digunakan sebagai bahan baku pembuatan alginate, Sargassum juga dimanfaatkan sebagai bahan pembuat pupuk atau makanan Abalone dan Teripang. Sargassum adalah salah satu genus dari kelompok rumput laut coklat yang merupakan genera terbesar dari family sargassaceae. Klasifikasi Sargassum sp (Anggadiredja et al. 2006) adalah sebagai berikut : Divisio

: Thallophyta

Kelas

: Phaeophyceae

Bangsa

: Fucales

Suku

: Sargassaceae

Marga

: Sargassum

Jenis

: Sargassum, sp

Sargassum merupakan alga coklat yang terdiri dari kurang lebih 400 jenis di dunia. Jenis-jenis Sargassum sp yang dikenal di Indonesia ada sekitar 12 spesies, yaitu : Sargassum duplicatum, S. histrix, S. echinocarpum, S. gracilimun, S. obtusifolium, S. binderi, S. policystum, S. crassifolium, S. microphylum, S. aquofilum, S. vulgare, dan S. polyceratium (Rachmat 1999). Sargassum sp. memiliki bentuk thallus gepeng, banyak percabangan yang menyerupai pepohonan di darat, bangun daun melebar, lonjong seperti pedang, memiliki gelembung udara yang umumnya soliter, batang utama bulat agak kasar, dan holdfast (bagian yang digunakan untuk melekat) berbentuk cakram. Pinggir daun bergerigi jarang, berombak, dan ujung melengkung atau meruncing (Anggadiredja etal. 2008). 23

Sargassum biasanya dicirikan oleh tiga sifat yaitu adanya pigmen coklat yang menutupi warna hijau, hasil fotosintesis terhimpun dalam bentuk laminaran dan alginat serta adanya flagel (Tjondronegoro et al. 1989). Sargassum tersebar luas di Indonesia, tumbuh di perairan yang terlindung maupun yang berombak besar pada habitat batu. Zat yang dapat diekstraksi dari alga ini berupa alginat yaitu suatu garam dari asam alginik yang mengandung ion sodium, kalsium dan barium (Aslan 1999). Pada umumnya Sargassum tumbuh di daerah terumbu karang (coral reef), terutama di daerah rataan pasir (sand flat). Daerah ini akan kering pada saat surut rendah, mempunyai dasar berpasir dan terdapat pula pada karang hidup atau mati. Pada batu-batu ini tumbuh dan melekat rumput laut coklat (Atmadja dan Soelistijo 1988).

Rumput laut jenis Sargassum umumnya merupakan tanaman perairan yang mempunyai warna coklat, berukuran relatif besar, tumbuh dan berkembang pada substrat dasar yang kuat. Bagian atas tanaman menyerupai semak yang berbentuk simetris bilateral atau radial serta dilengkapi bagian sisi pertumbuhan. Umumnya rumput laut tumbuh secara liar dan masih belum dimanfaatkan secara baik. Rumput laut coklat memiliki pigmen yang memberikan warna coklat dan dapat menghasilkan algin atau alginat, laminarin, selulosa, fikoidin dan manitol yang komposisinya sangat tergantung pada jenis (spesies), masa perkembangan dan tempat tumbuhnya (Maharani dan Widyayanti 2010).

24

III.3. Kesesuaian Lahan Budidaya Rumput Laut Faktor utama keberhasilan kegiatan budidaya rumput laut adalah pemilihan lokasi yang tepat. Penentuan lokasi budidaya ini juga penting dalam pengembangan budidaya rumput laut yang sering manghadapi kendala bahkan kegagalan yang disebabkan oleh kesalahan dalam menentukan lokasi budidaya. Muharam (2015) menyatakan bahwa kekurang cermatan dalam menentukan lokasi budidaya rumput laut, selain mempengaruhi produksi dan kualitas rumput laut yang dihasilkan juga akan menimbulkan potensi konflik penggunaan ruang. Secara umum pembudidaya masihmenentukan lokasi budidaya berdasarkan optimasi yang subjektif, di mana data lokasi dan luasan lahan hanya sebatas perkiraan yang tidak didukung oleh hasil kajian secara ilmiah. Data dan informasi menjadi bias dan akan berdampak pada lemahnya perencanaan, kegagalan usaha, serta tumpang tindihnya pemanfaatan ruang baik antar sektor maupun lintas sektor. Oleh karena itu, seringkali kegiatan budidaya rumput laut ini mengalami hambatan ataupun kegagalan yang disebabkan oleh kesalahan dalam menentukan lokasi. Pemilihan lokasi adalah salah satu faktor terpenting dalam melakukan budidaya rumput laut, sehingga sering dikatakan kunci keberhasilan budidaya rumput laut terletak pada ketepatan pemilihan lokasi. Hal ini dapat dimengerti karena relatif sulit untuk membuat perlakuan tertentu terhadap kondisi ekologi perairan laut yang dinamis, dan pertumbuhan rumput laut sangat ditentukan oleh kondisi ekologi dimana budidaya dilakukan, sehingga besarnya produksi rumput laut di beberapa daerah sangat bervariasi. Jenis rumput laut yang akan dibudidaya sangat mempengaruhi pada saat pemilihan lokasi, hal ini disebabkan karena masing-masing rumput laut memiliki karakteristk dan habitat yang berbeda untuk mendukung kehidupannya. Ada jenis rumput laut ekonomis penting yang hidup di perairan laut seperti Eucheuma cottonii dan Sargassum sp. namun ada juga jenis rumput laut yang hanya dapat bertahan hidup di perairan payau seperti Gracillaria sp. Eucheuma sp, telah banyak rumput laut yang dibudidayakan di laut, namun untuk Gracilaria sp banyak dibudidayakan di tambak yang memiliki salinitas payau. Perbedaan habitat untuk budidaya rumput laut ini berpengaruh terhadap pemilihan lokasi yang akan dijadikan lokasi penanamannya.

25

Pemilihan lokasi yang tepat untuk budidaya rumput laut, perlu ditekankan pertimbangan atas beberapa faktor seperti faktor resiko, pencapaian ke lokasi budidaya dan faktor ekologis. Banyaknya faktor tidak tetap ini, menyebabkan pemilihan lokasi sebaiknya didasarkan pada pengaruh dari beberapa faktor tersebut. Hal ini disebabkan karena faktorfaktor tersebut saling berkaitan dan saling mendukung. Untuk memperoleh lokasi yang baik untuk budidaya, pemilihan perlu dilakukan di beberapa lokasi, dengan membandingkan besarnya angka penilaian. Hal ini sejalan dengan tahapan memperkuat pembangunan kelautan dan perikanan berkelanjutan, yang minimal terdiri dari 5 tahapan untuk dapat memperoleh hasil yang optimal dan berkelanjutan (Dahuri, 2003), yaitu meliputi: (1) kegiatan inventarisasi dan pemetaan potensi sumberdaya lahan (merupakan tahapan awal yang harus dilakukan), (2) penataan ruang wilayah pesisir, (3) rencana investasi dan pengembangannya sesuai dengan peta tata ruang yang dihasilkan, (4) kebijakan/tahapan-tahapan pengelolaan, (5) menciptakan sistem usaha yang kondusif. Terkait dengan panataan ruang pesisir dan laut, sebenarnya, budidaya rumput laut secara praktis, memungkinkan untuk dilaksanakan pada di perairan pantai yang tidak terlalu luas dan bahkan yang berdekatan dengan pemukiman penduduk, selama tidak terdapat bahan pencemar yang dihasilkan dari aktivitas di darat (Aslan, 2006). Walaupun secara lebih detail, pertumbuhan dan penyebaran rumput laut sangat tergantung dari faktor-faktor oseanografi (fisika, kimia, dan pergerakan atau dinamika air laut) serta jenis substrat dasarnya yang terkait dengan kandungan dan pola penyebaran nutrien perairan (Anggadiredja, et al. 2006). Sedangkan parameter utama dari perubahan iklim yang berdampak pada sektor kelautan dan perikanan, termasuk budidaya rumput laut di antaranya yaitu perubahan suhu muka laut, perubahan pola angin dan gelombang, perubahan pola hujan, serta perubahan frekuensi El Nino dan La Nina (Radiarta et al., 2013; Aldrian et al., 2011). A. Bentang Alam Kondisi bentang alam lokasi budidaya rumput laut sangat terkait dengan aspek keterlindungan. Aspek keterlindungan ini perlu dipertimbangkan, sebab kerusakan secara fisik sarana budidaya maupun rumput laut dari pengaruh angin dan gelombang yang besar, maka diperlukan lokasi yang terlindung. Lokasi yang terlindung biasanya terletak di perairan teluk atau perairan terbuka tetapi terlindung oleh adanya penghalang atau pulau didepannya (Sunaryat, 2004). 26

Keberadaan pulau-pupalu kecil dan bebatuan karang pada lokasi budidaya rumput laut akan berfungsi sebagai pemecah ombak dan gelombang besar (barrier reef), sehingga arus menjadi relatif stabil dan tidak merusak rumput laut serta sarana budidaya. Selanjutnya Aslan (1998) menyatakan bahwa perairan harus cukup tenang, terlindung dari pengaruh angin dan ombak yang kuat karena arus yang baik akan membawa nutrisi bagi tumbuhan, tumbuhan akan bersih karena kotoran maupun endapan yang menempel akan hanyut oleh arus. B. Substrat Perairan Habitat alami rumput laut adalah perairan dengan subsrat keras atau padat yang memungkinkan untuk melekat pada substrat pada substrat tersebut. Substrat perairan yang berupa karang batu mati, karang batu hidup, batu gamping atau cangkang moluska, kawasan terumbu (reef) menjadi habitat yang cocok untuk pertumbuhan E. Cottonii (Aslan, 2006). Namun demikian, menurut Mudeng (2007), dalam usaha budidaya rumput laut perlu mempertimbangkan konservasi dan kelestarian lingkungan. Oleh karena itu, kondisi substrat perairan sangat terkait dengan pertimbangan metode budidaya yang akan dilaksanakan. Kawasan terumbu karang dapat dijadikan lokasi penanaman rumput laut dengan menggunakan metode tali rawai, namun penggunaan tiang pancang (patok) dilarang untuk diterapkan pada areal ini karena akan memberi pengaruh pada kelestarian lingkungan perairan tersebut.

III.4. Kandungan Kimia Rumput Laut Kandungan rumput laut umumnya adalah mineral esensial (besi, iodin, aluminum, mangan, calsium, nitrogen dapat larut, phosphor, sulfur, khlor. silicon, rubidium, strontium, barium, titanium, cobalt, boron, copper, kalium, dan unsurunsur lainnya), asam nukleat, asam amino, protein, mineral, trace elements, tepung, gula dan vitamin A, D, C, D, E, dan K (Anonim, 2014). 27

Kandungan kimia penting lain adalah karbohidrat yang berupa polisakarida seperti agar-agar. Karagenan dan alginat (Atmadja, 1999). Rumput laut yang banyak dimanfaatkan adalah dari jenis ganggang merah karena mengandung selain agar-agar. Karagenan dan alginat, porpiran dan furcelaran. Jenis ganggang coklatpun juga sangat potensial seperti Sargassum dan Turbinaria karena mengandung pigmen klorofil a dan c, beta carotene, filakoid, violasantin dan fukosantin, pirenoid dan cadangam makanan berupa laminarin, dinding sel yang terdapat pada selulosa dan algin. Berdasarkan strukturnya karagenan dibagi menjadi tiga jenis yaitu kappa,iota dan lambda karagenan. Karagenan pada ganggang merah merupakan senyawa polisakarida yang tersusun dari D-galaktosa dan L. -galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa yang dihubungkan yang dihubungkan oleh ikatan 1-4 glikosilik (Atmadja et al., 1996). Berikut Tabel komposisi kimiawi dari beberapa jenis rumput laut dapat dilihat pada Tabel 1.

Penggunaan jenis rumput laut E.cottonii tidak hanya terbatas sebagai makanan utama pada industri karagenan, tetapi juga dapat digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan makanan, akan tetapi juga sumber gizi yang baik selain itu juga merupakan sumber mineral yang baik (Yunizal, 2004). III.5. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Ekologi Rumput Laut A. Faktor Fisika  Intensitas Cahaya Radiasi matahari menentukan intensitas cahaya pada suatu kedalaman tertentu dan juga sangat mempengaruhi suhu perairan. Cahaya sinar matahari yang menembus permukaan air berperan penting dalam produktivitas perairan. Cahaya mempunyai pengaruh besar terhadap biota laut yaitu sebagai sumber 28

energi untuk proses fotosintesis tumbuh-tumbuhan (Romimohtarto dan Juwana, 2001). Hutabarat dan Evans (2001) mengatakan bahwa penyinaran cahaya matahari akan berkurang secara cepat sesuai dengan makin tingginya kedalaman perairan. Adanya bahan-bahan yang melayang dan tingginya nilai kekeruhan di perairan dekat pantai akan menyebabkan berkurangnya penetrasi cahaya di tempat tersebut. Intensitas cahaya yang diterima sempurna oleh thallus merupakan faktor utama dalam proses fotosintesis yang menentukan tingkat pertumbuhan rumput laut. Penetrasi cahaya lebih optimal bila menggunakan metode terapung dalam pembudidayaan rumput laut. Kemampuan adaptasi rumput laut terhadap cahaya sangat baik. Intensitas penyinaran merupakan faktor utama menentukan laju produktifitas primer dalam perairan. Sebagai contoh, pertumbuhan rumput laut Eucheuma sp dapat tumbuh dengan baik ketika cahaya yang masuk ke dalam perairan sesuai dengan kebutuhannya. Intensitas cahaya maksimum untuk pertumbuhan adalah 4750 lux (Iksan 2005).  Suhu Suhu perairan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mempelajari gejala-gejala fisika air laut pada perairan yang dapat mempengaruhi kehidupan hewan dan tumbuhan pada suatu perairan. Umumnya kemampuan adaptasi jenis-jenis rumput laut terhadap suhu perairan sangat berfariasi, tergantung pada habitat dan daerah penyebaran dari pada rumput laut itu sendiri. Sebagai contoh, rumput laut yang hidup di daerah Norwegia dapat hidup pada suhu 30C di musim dingin dan pada musim panas rumput laut tersebut dapat hidup pada suhu 14 – 180C (Patadjal 1999). Pada perairan Atlantik rumput laut dapat hidup pada suhu 70C di musim dingin dan 300C di musim panas (Hoyle 1975). Di Negara Asia khususnya Taiwan pertumbuhan rumput laut menjadi lambat apabila suhu air berada di bawa 80C (Apriyana 2006). Suhu yang baik untuk pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii berkisar 28 – 32 0C (Neish 2005).  Kecerahan Cahaya

matahari

adalah

merupakan

sumber

energi

dalam

proses

fotosintesis. Pada proses fotosintesis terjadi pembentukan bahan organik yang diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan. Widodo dan Suadi (2006) menyatakan bahwa cahaya menyediakan energi bagi terlaksananya fotosintesis, 29

sehingga kemampuan penetrasi cahaya pada kedalaman tertentu sangat menentukan distribusi vertikal organisme perairan. Hal yang berhubungan erat dengan penetrasi cahaya adalah kecerahan perairan. Kecerahan perairan yang ideal lebih dari 1 m. Air yang keruh (biasanya mengandung lumpur) dapat menghalangi tembusnya cahaya matahari di dalam air sehingga proses fotosintesis menjadi terganggu. Hal ini akan berdampak buruk terhadap pertumbuhan dan perkembangan rumput laut (Ditjen perikanan, 1997).  Kedalaman Direktorat jenderal perikanan 1997 mengatakan bahwa kedalaman perairan yang baik untuk budidaya rumput laut Gracilaria verrucosa adalah 0,5-1,0 m pada waktu surut terendah di lokasi yang berarus kencang. Sementara kedalaman perairan yang baik untuk budidaya dengan metode lepas dasar antara 2-15 m dan metode rakit apung antara 5-20 m. Kondisi ini untuk menghindari rumput laut mengalami kekeringan dan mengoptimalkan perolehan sinar matahari (Ditjen perikanan, 1997) B. Faktor Kimia  Salinitas Salinitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan rumput laut. Salinitas adalah jumlah (garam) zat-zat yang larut dalam kilogram air laut dimana dianggap semua karbonat telah diubah menjadi oksida, brom dan ion diganti dengan klor dan semua bahan-bahan organik telah teroksidasi sempurna. Toleransi rumput laut cukup tinggi dan berfariasi menurut jenisnya (Patadjal 1999). Mekanisme toleransi rumput laut terhadap perubahan salinitas berbeda antara rumput laut yang satu dengan yang lain. Kondisi salinitas yang baik untuk pertumbuhan rumput laut yaitu berkisar antara 15-34 ppt (Zatnika, 2009). Dahuri (2002) menjelaskan bahwa secara umum salinitas permukaan perairan Indonesia rata-rata berkisar antara 32– 34 ppt. Selanjutnya ditambahkan oleh Sutika (1989) bahwa salinitas air laut pada umumnya berkisar antara 33 ppt sampai 37 ppt dan dapat berubah berdasarkan waktu dan ruang. Nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain suplai air tawar ke air laut, curah hujan, musim, topografi, pasang surut dan evaporasi (Nybakken, 2000). Selain itu Nontji (1993) juga menyatakan bahwa sebaran salinitas dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. 30

 pH Derajat keasaman juga merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan rumput laut. Pertumbuhan rumput laut memerlukan pH air laut optimal yang berkisar antara 6-9 (Zatnika, 2009). Chapman (1962 in Supit 1989) menyatakan bahwa hampir seluruh rumput laut menyukai kisaran pH 6,8-9,6 sehingga variasi pH yang tidak terlalu besar tidak akan menjadi masalah bagi pertumbuhan rumput laut. Aslan (2005) mengatakan kisaran pH maksimum untuk pertumbuhan untuk kehidupan organisme laut adalah 6,5-8,5. Syahputra (2005) derajat keasaman yang baik untuk pertumbuhan rumput laut Eucheuma sp adalah antara 7-9 dengan kisaran optimal 7,3-8,2. Kondisi ini menggambarkan bahwa setiap rumput laut mempunyai torelansi yang berbeda-beda terhadap pH. Pertumbuhan rumput laut memerlukan pH air laut optimal yang berkisar antara 6-9 (Zatnika, 2009). Chapman (1962 in Supit 1989) menyatakan bahwa hampir seluruh rumput laut menyukai kisaran pH 6,8-9,6 sehingga variasi pH yang tidak terlalu besar tidak akan menjadi masalah bagi pertumbuhan rumput laut.  Pergerakan Air Secara umum yang dimaksudkan dengan aliran air adalah gerakan massa air yang di tiupkan oleh angin (Wibisono 2005). Makin besar kecepatan angin maka semakin kuat aliran air yang di timbulkan. Menurut Romimohtarto dan Juwana (2001) angin juga dapat menimbulkan gelombang yang besar di perairan. Pada budidaya rumput laut, pergerakan aliran air merupakan salah satu faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan rumput laut (Lobban dan Horrison 1994). Pergerakan aliran air yang tinggi dapat menyebabkan tanaman mudah stress karena terjadi perpindahan unsur hara yang terlalu cepat (Marseila et al, 2007). Sebaliknya, pergerakan aliran air yang lambat dapat menyebabkan rumput laut tidak dapat menyerap unsur hara dengan baik. Pergerakana aliran air yang baik untuk pemeliharaan rumput laut diperairan 20-40 cm/detik (Lunning 1990). Aliran air dan gelombang memiliki pengaruh yang besar terhadap transportasi unsur hara dan pengadukan air (Apriyana 2006). Menurut Thamrin (2006) bahwa sirkulasi air disebabkan oleh pergerakan air sangat penting bagi organisme yang berada di dalamnya, baik itu pada perairan darat maupun perairan 31

laut. Penjelasan yang lain dari pergerakan arus adalah untuk menghindari endapan lumpur dan epifit yang melekat pada thallus rumput laut (Apriyana 2006).  Fosfat Fosfat merupakan unsur penting bagi semua mahluk hidup terutama berfungsi sebagai transformasi energi metabolik yang mana peranannya tidak dapat digantikan oleh unsur lain (Patadjal 1999). Unsur ini merupakan penyusun ikatan pirototal total posfat dari adenosin triposfat (ATP) yang kaya akan energi dan merupakan penyusun bahan bakar bagi semua kegiatan didalam sel, serta merupakan penyusun sel penting lain. Ikatan fosfat organik ini digunakan untuk mengendalikan berbagai reaksi kimia (Noggle dan Fritz 1986). Kandungan fosfor dalam sel alga dapat mempengaruhi laju serapan posfat dan sebaliknya kandungan fosfat di dalam sel akan meningkat seiring dengan berkurangnya kandungan fosfor (Patadjal 1999). Sebagai contoh, alga mampu menyerap fosfat melebihi kebutuhannya (Luxury consumtion) dan selain itu juga mampu menyerap fosfat pada konsentrasi yang sangat rendah. Ini disebabkan karena dia (alga) mempunyai enzim alkaline fosfatase yang mana dapat mengubah fosfat menjadi ortoposfat yang siap di pakai. Hal inilah, yang merupakan salah satu penyebab kandungan ortoposfat di perairan cepat habis. Kekurangan fosfat akan lebih kritis bagi tanaman akuatik termasuk alga. Pada hal, ketersediaan fosfor di perairan cukup melimpah tetapi, tidak dalam bentuk ortofosfat (PO4). Hal inilah yang membedakan antara fosfat dengan nitrogen. Kebutuhan fosfat untuk pertumbuhan alga akan lebih rendah jika nitrogen berada dalam bentuk garam ammonium dan sebaliknya jika nitrogen dalam bentuk nitrat maka konsentrasi fosfat yang dibutuhkan lebih tinggi. Konsentrasi fosfat yang di butuhkan untuk pertumbuhan alga berkisar antara 0.018-0.090 ppm dan batas tertinggi adalah 8.90-17.8 ppm (P-PO4) jika nitrogen dalam bentuk nitrat. Sedangkan nitrogen dalam bentuk ammonium maka batas tertinggi berkisar pada 1.78 ppm (P-PO4).  Nitrogen Nitrogen adalah satu unsur utama penyusun sel organisme di dalam pembentukan protoplasma. Pada perairan nitrogen hadir dalam bentuk nitrat, nitrit, amonium dan aminia, serta senyawa-senyawa N-organik seperti urea dan asam amino (Andrias 1991). Menurut Lobban dan Horrison (1994) nitrat dan amonia yang lebih banyak dimanfaatkan rumput laut. Sehingga keterbatasan 32

nitrogen di perairan akan dapat menghambat pertumbuhan tanaman akuatik (Patadjal 1999). Masuknya nitrogen ke dalam jaringan tubuh rumput laut melalui proses difusi yang terjadi pada seluruh bagian thalli rumput laut. Proses difusi adalah perpindahan ion dari satu tempat ke tempat yang lain (Salusbury dan Ross 1992). Nitrogen yang diserap diproses melalui tahapan yaitu : fiksasi nitrogen, nitrifikasi, asimilasi, dan denitrifikasi serta amonifikasi. Proses fiksasi, nitrifikasi, denitrifikasi dan amonifikasi ini umumnya dilakukan oleh bakteri, sedangkan proses asimilasi dilakukan oleh tumbuhan termasuk alga (Iksan 2005).  Oksigen Terlarut (DO) Oksigen terlarut (DO) merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi organisme air. DO biasanya dijumpai dalam konsentrasi tinggi pada lapisan permukaan karena adanya proses difusi oksigen dari udara ke dalam air. Organisme fotosintetik seperti fitoplankton juga membantu menambah jumlah kadar oksigen terlarut pada lapisan permukaan diwaktu siang hari. Penambahan ini disebabkan oleh terlepasnya gas oksigen sebagai hasil dari fotosintesis. Kelarutan

oksigen

di

perairan

sangat

penting

dalam

mempengaruhi

kesetimbangan kimia air laut dan juga dalam kehidupan organisme. Selain itu oksigen dibutuhkan oleh hewan dan tanaman air termasuk mikroorganisme untuk proses respirasinya. Effendi (2003) menjelaskan bahwa hubungan antara kadar oksigen terlarut jenuh dengan suhu berbanding terbalik, semakin tinggi suhu maka kelarutan oksigen dan gas-gas lain juga berkurang dengan meningkatnya salinitas. Sehingga kadar oksigen terlarut di laut cenderung lebih rendah dari pada kadar oksigen di perairan tawar. Selanjutnya dikatakan bahwa peningkatan suhu sebesar 1˚C akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10%. Sutika (1989) juga mengatakan bahwa pada dasarnya proses penurunan oksigen dalam air disebabkan oleh proses kimia, fisika dan biologi. Proses-proses tersebut antara lain proses respirasi baik oleh hewan maupun tanaman serta proses penguraian (dekomposisi) bahan organik dan proses penguapan. Kelarutan oksigen ke dalam air terutama dipengaruhi oleh faktor suhu, oleh karena itu kelarutan gas oksigen pada suhu rendah relative lebih tinggi jika dibandingkan pada suhu tinggi. Hal ini didukung oleh Fardiaz (1992) yang menyatakan bahwa kejenuhan oksigen dalam air dipengaruhi oleh suhu air, dimana semakin tinggi 33

suhu maka konsentrasi oksigen terlarut semakin turun. Konsentrasi dan distribusi oksigen di laut ditentukan oleh kelarutan gas oksigen dalam air dan proses biologis yang mengontrol tingkat konsumsi dan pembebasan oksigen. Sulistijo dan Atmadja (1996) menyatakan bahan baku mutu DO untuk rumput laut adalah lebih dari 5 mg/l. Hal ini berarti jika oksigen terlarut dalam perairan mencapai 5 mg/l maka metabolisme rumput laut dapat berjalan dengan optimal. Buesa (1977 in Iksan 2005) menyatakan perubahan oksigen harian dapat terjadi di perairan dan bisa berakibat nyata terhadap pertumbuhan rumput laut. Namun kadar oksigen biasanya selalu cukup untuk proses metabolisme rumput laut (Chapman 1962 in Iksan 2005). C. Faktor Biologi Faktor biologi yang mempengaruhi pertumbuhan rumput laut adalah organisme penempel dan hewan herbivora. Hasil penelitian Sulistijo (1985) menyatakan bahwa tanaman penempel yang terdapat pada rak percobaan baik yang terapung ataupun yang didasar pada umumnya hampir sama dan juga ditemukan menempel pada tanaman yang dibudidayakan. Tanaman penempel tersebut antara lain : Acanthopora sp.; Hypnea sp.; Amphiroa sp.; Padina sp.; Valonia sp.; Laurencia sp.; Gelidiopsis sp.; Caulerpa sp.; Sargassum sp.; Polysiphonia sp. dan Chaetomorpha sp. Kehadiran tanaman ini sudah terjadi sejak semula karena terbawa oleh bibit dari alam berupa spora dan terbawa arus. Sedangkan hewan herbivora adalah ikan yang memanfaatkan alga yang dikultur sebagai makanannya seperti famili Pomancetridae, Platacidae, dan Aluteridae. Contoh ikan-ikan herbivora tersebut adalah ikan Bandeng (Chanos chanos), ikan Beronang (Siganus sp.), bulu babi (Diadema setosum) dan penyu (Chelonia mydas) (Soegiarto et al 1977). III.6. Budidaya Rumput Laut 1. Pengadaan, Pemilihan dan Pemeliharaan Bibit Kegiatan penyediaan bibit dari alam maupun dari hasil budidaya perlu direncanakan (Amiluddin 2007). Untuk memperoleh bibit yang baik perlu di perhatikan asal usul dari bibit yang akan di budidayakan. Bibit rumput laut yang baik untuk dibudidayakan adalah monospesies, muda, bersih dan segar. Zatnika (2009) menyatakan bibit yang baik dicirikan dengan thallus yang baik (muda, keras dan segar), warna agak gelap (coklatkecoklatan), usia minimal 2 minggu. Selanjutnya 34

pengumpulan, pengangkutan dan penyimpanan bibit harus selalu dilakukan dalam keadaan lembab serta terhindar dari panas, minyak, air tawar dan bahan kimia lain (Kolang, 1996). Menurut Anggadiredja et al, (2002) bibit rumput laut yang baik adalah memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (1) bibit yang digunakan merupakan thallus mudah yang bercabang banyak. (2) bibit tanaman harus sehat dan tidak terdapat bercak, luka, atau terkelupas sebagai akibat terserang penyakit ice-ice atau terkena bahan cemaran, seperti minyak. (3) bibit rumput laut harus terlihat segar dan berwarna cerah. (4) bibit harus seragam dan tidak boleh tercampur dengan bibit yang lain. (5) berat bibit awal di upayakan seragam. Saat yang baik untuk penebaran maupun penanaman bibit adalah pada saat cuaca teduh (tidak mendung) dan yang paling baik adalah pada pagi hari atau sore hari menjelang malam (Amiluddin 2007). Kualitas dan kuantitas produksi budidaya rumput laut sangat ditentukan oleh bibit rumput lautnya, sehingga kegiatan penyediaan bibit harus direncanakan dan memperhatikan sumber perolehan. Syahputra (2005) menjelaskan bahwa pemilihan bibit dalam budidaya rumput laut merupakan hal yang sangat penting. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut : 1. Bibit yang berupa stek dipilih dari tanaman yang segar, dapat diambil dari tanaman yang tumbuh secara alami ataupun dari tanaman bekas budidaya. Selain itu, bibit harus baru dan masih muda. 2. Bibit unggul memiliki ciri bercabang banyak. 3. Bibit sebaiknya dikumpulkan dari perairan pantai sekitar lokasi usaha budidaya dalam jumlah yang sesuai dengan luas area budidaya. 4. Pengangkutan bibit harus dilakukan dengan hati-hati dan cermat, dimana bibit harus tetap dalam keadaan basah ataupun terendam air. 5. Sebelum ditanam, bibit dikumpulkan pada tempat tertentu seperti dikeranjang atau jaring yang bermata kecil. Sulistijo (2002) menyatakan bahwa rumput yang baik adalah bercabang banyak dan rimbun, tidak terdapat penyakit bercak putih dan mulus tanpa ada cacat terkelupas. Bibit rumput laut yang terpilih tidak lebih dari 24 jam penyimpanan ditempat kering dan harus terlindung dari sinar matahari juga 35

pencemaran (terutama minyak) dan tidak boleh direndam air laut dalam wadah. Indriani dan Sumiarsih (1999) menyatakan bahwa bibit yang diperoleh dari bagian ujung tanaman (muda) umumnya memberikan pertumbuhan yang baik dan hasil panen mengandung kandungan agar yang lebih tinggi dibandingkan dengan bibit dari sisa hasil panen atau tanaman tua. Zatnika (2009) menyatakan saat yang baik untuk penebaran maupun penanaman bibit adalah pada saat cuaca teduh (tidak mendung) dan yang paling baik adalah pagi hari atau sore hari menjelang malam. Tahap pemeliharaan dilakukan seminggu setelah penanaman, bibit yang ditanam harus diperiksa dan dipelihara dengan baik melalui pengawasan yang teratur dan kontinyu. Bila kondisi perairan kurang baik, seperti ombak yang keras, angin serta suasana perairan yang dipengaruhi musim hujan atau kemarau, maka perlu pengawasan 23 hari sekali, sedangkan hal lain yang penting diperhatikan adalah menghadapi serangan predator dan penyakit (Zatnika, 2009). 2. Teknik Penanaman Metode budidaya rumput laut dibagi menjadi 3 yakni : (1) rakit apung. (2) long-line dan (3) tanam dasar (Iksan 2005). Tetapi seiring dengan banyaknya penelitian maka pengembangan tekinik pemeliharaan rumput laut menggunakan tangki atau bak disyaratkan untuk penelitian.  Metode Rakit

Metode rakit apung digunakan dengan cara mengikat rumput laut pada tali ris (seperti pada metode lepas dasar) yang diikatkan pada rakit apung yang terbuat dari bambu. satu unit rakit apung berukuran 2,5 x 5,0 meter. Satu rakit maksimal 5 unit dengan jarak antara rakit sekitar 1,0 m. Kedua ujung rangkaian diikat dengan tali yang ujungnya diberi pemberat atau jangkar agar rakit tidak hanyut terbawa ombak atau arus. Jarak tanam antara rumput laut 25 x 25 cm dengan berat bibit 100 gram untuk setiap ikatan. Kelebihan dari metode ini adalah lebih banyak diterapkan pada kondisi perairan yang lebih dalam (Anggadiredja et al, 2002).  Metode Long-line Metode long-line merupakan cara paling banyak diminati oleh petani rumput laut karena pemilihan lokasihnya fleksibel juga biaya yang dikeluarkan lebih murah. Teknik budidaya dengan menggunakan metode ini adalah sebagai 36

berikut : Ikat bibit pata tali ris dengan jarak 25 cm dan panjang tali ris kira-kira 50-75 meter, pada ujuang tali ris diikat tali jangkar. Untuk mengapung rumput laut, ikatkan pelampung dengan jarak 10-15 cm agar rumput laut berada pada kedalaman 10-15 cm dari permukaan air. Sewaktu memasang tali utama harus di perhatikan arsh arus untuk menghindari terjadi belitan tali satu dengan yang lain. Bibit rumput laut yang digunakan biasanya 100 gram per ikat (Ditjen Budidaya 2003).  Metode Tanam Dasar

Metode ini biasanya dilakukan pada daerah yang berpasir atau pasir berlumpur. Hal ini penting untuk memudahkan penancapan patok/pacing. Patok terbuat dari kayu yang berdiameter sekitar 5 cm. Jarak antara patok untuk merentangkan tali ris 2,5 m. Setiap patok dipasang berjajar dan dihubungkan dengan tali ris polythylen berdiameter 8 mm. Jarak antara tali rentang sekitar 20 cm. Tal ris yang telah berisi ikatan tanaman direntangkan pada tali ris utama dan posisi tanaman budidaya berada sekitar 30 cm diatas dasar perairan (Ditjen Budidaya 2003).  Metode Bak

Budidaya sistim bak adalah cara pemeliharaan yang bertujuan untuk memanfaatkan lahan yang efisiensi. Sistim budidaya ini selain meningkatkan efisiensi penggunaan lahan juga dapat mengurangi kebutuhan akan rumput laut. Menurut Israel et al, (2008) bahwa pemeliharaan rumput laut menggunakan tangki memiliki beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan budidaya tradisional. Pertama, pertumbuhan rumput laut dapat dimanipulasi dengan memperkaya unsur hara didalam tangki untuk mempercepat proses pertumbuhan. Kedua, adalah perubahan

kondisi

lingkungan

yang

sifatnya

mendadak

dapat

dihindari.

Sebagai contoh, ujicoba penanaman Gigartina skottbergii di dalam tangki menunjukan tingkat pertumbuhan yang lebih baik bila dibandingkan dengan yang ditanam di perairan laut. Hal ini disebabkan karena kondisi lingkungan yaitu : suhu, cahaya, salinitas dan pergerakan aliran air dapat diatur dengan baik (Buschman et al, 2004). Penanaman rumput laut Kappaphycus alvarezii di dalam tangki masih sedikit informasi yang tersedia. Hal ini disebabkab karena berkaitan dengan jenis rumput laut itu sendiri (Buschman et al, 2004). 37

BAB IV PENUTUP IV.1. Kesimpulan 1. Rumput laut adalah salah satu anggota alga yang terdiri dari satu atau banyak sel, berbentuk koloni, bersifat bentik di daerah perairan dangkal dan pasang surut, yang berpasir dan biasanya menempel pada karang mati Dari segi morfologi rumput laut tidak memperlihatkan adanya perbedaan antara akar, batang dan daun yang biasanya disebut dengan thallus. 2. Jenis-jenis Rumput Laut A. Rumput Laut Merah – Filum Rhodophyta B. Rumput Laut Hijau – Filum Chlorophyta C. Rumput Laut Coklat – Filu Pnaeophyta Dan terdapat 3 jenis rumput laut di Indonesia yang mempunyai nilai ekonomis sebagai komoditas export, yaitu : a. Eucheuma Sp (contoh : Eucheuma cattoni) b. Gracilaria Sp ( Graclaria gigas) c. Sargassum (contoh polyfolium) 3. Faktor – faktor yang mempengaruhi ekologi rumput laut : A. Faktor Fisika 

Intensitas cahaya



Suhu



Kedalaman

B. Faktor Kimia 

Salinitas



Ph



Pergerakan air



Fosfat



Nitrogen



Oksigen terlarut (DO)

C. Faktor Biologi 

Organisme penempel dan hewan herbivora 38

DAFTAR PUSTAKA 1. Setyobudiandi,Isdradjad,dkk,2019,Seri Biota Laut Rumput Laut Indonesia Jenis dan Upaya Pemanfaatan, FFIK UNHALU, UNHALU PRESS 2. Ditjen PEEN/MJL/004/9/2013 September, Warta Expor.2.Kementrian Perdagangan Republik Indonesia 3. seaweed.undip.ac.id diakses pada Oktober 2018 4. Msp.fpik.ipb.ac.id/ BUK2009_ISE diakses pada Oktober 2018 5. Awsassets.wwf.or.id diakses pada Oktober 2018 6. Digilib.unila.ac.id diakses pada Oktober 2018

39

More Documents from "Deborah Febriyanti Pardosi"