MAKALAH AGAMA ISLAM
DISUSUN OLEH :
ANDRY RISTIAWAN (084674049)
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA 2009
KATA PENGANTAR Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah dan inayah-Nya bagi kami melalui ilmu-Nya Yang Maha Luas dan Tak Terkira sehingga kami bisa sedikit menuliskan setetes dari lautan ilmu-Nya kedalam sebuah makalah sederhana ini. Shalawat serta salam kami tujukan kepada suri teladan kami, Nabi Muhammad SAW beserta seluruh pengikutnya hingga akhir zaman. Kami bersyukur bahwa akhirnya kontribusi dapat diwujudkan dengan diiringi kesadaran bahwa segala keterbatasan masih mengiringi makalah yang masih perlu untuk terus dikoreksi ini agar dapat mencapai kesempurnaan. Makalah ini dibuat tidak dengan proses yang instant namun memerlukan proses yang cukup panjang untuk menciptakan sebuah makalah yang dapat membuat pembaca semakin mengenal, mengerti dan memahami Pentingnya Al-Qur’an bagi manusia dalam sejarah peradabanya yang bermula dari peradaban sejarah islam menuju peradaban modern. Makalah ini terwujud karena adanya gotong royong dan kerjasama dalam satu kelompok. Sumber-sumber bacaan yang kami dapat kami pelajari dengan baik agar tidak memberikan dampak yang negatif bagi pembaca. Sumber-sumber itu kami dapat melalui buku-buku bacaan, hasil pencarian dari internet dan juga hasil dari pemikiran kami yang berdasarkan pada pengamatan kami. Dalam mencari sumber-sumber tersebut kami banyak mengalami kesulitan, namun kami bersyukur kesulitan-kesulitan yang kami hadapi tersebut dapat kami selesaikan. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada orang tua kami dan sahabat-sahabat kami yang tidak pernah lelah memberikan semangat dan dukungan yang tak tehingga selama ini, hingga makalah ini dapat kami selesaikan dengan baik. Kami berharap Allah SWT dapat memberikan balasan yang baik bagi mereka semua, di dunia dan akhirat. Amin. Akhirnya, kami berharap makalah ini menjadi kontributif yang positif yang tidak ada hentinya. Tak henti untuk terus dikoreksi, tak henti untuk melahirkan berbagai motivasi dan inovasi serta tak henti untuk memberikan inspirasi kepada orang lain untuk juga memberikan kontribusi yang jauh lebih baik dari kami. Semoga.
Surabaya, Maret 2009
Penulis
2
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ……………………………………………………………..…….. 1 DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………... 2 BAB I : PENDAHULUAN……………………………………………………………….. 3 A. LATAR BELAKANG MASALAH ………………………………………….. 3 B. RUMUSAN MASALAH ……………………………………………………… 3 C. MANFAAT …………………………………………………………………… 3 D. TUJUAN ………………………………………………………………………. 4 BAB II : PEMBAHASAN………………………………………………………………… 5 SEJARAH PERADABAN ISLAM……………………………………………. 5 A. PERIODE KLASIK…………………………………………………….. 6 a. MASA KHULAFAH AR RASYIDIN………………………………. 6 b. MASA PEMERINTAHAN BANI UMAYYAH………………….. . 8 c. MASA PEMERINTAHAN BANI ABBAS………………………….. 9 B. PERIODE MODERN …………………………………………………. .. 10 IPTEK DALAM AL QUR’AN………………………………………………… 16 KEMAJUAN IPTEK DI BARAT………………………………………… 18 KEUTAMAAN MUKMIN YANG BER-ILMU…………………………. 20 BAB III : PENUTUP…………………………………………………………………….. SIMPULAN………………………………………………………………….
22 22
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………… . 23
3
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ajaran-ajaran islam yang diyakini oleh umat islam mengandung nilai-nilai islam yang memiliki peran yang sangat penting didalam mengembangkan kebudayaan islam. Disamping itu, ajaran-ajaran islam juga dapat membumikan ajaran utama ( yang sebagai syariah) sesuai dengan kondisi dan kebutuhan hidup umat manusia. Manusia sering dikatakan sebagai mahluk yang paling tinggi dibandingkan dengan mahluk lainnya. Tingginya harkat dan martabat manusia karena manusia mempunyai akal budi. Dengan adanya akal budilah, manusia mampu menghasilkan kebudayaan yang cenderung membuat manusia menjadi lebih baik dan lebih maju. Dengan kebudayaan tersebut manusia memperoleh banyak kemudahan dan kesenangan hidup. Akal budi pun mampu menciptakan dan melahirkan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan keseluruhan yang dihasilkan akal budi tersebut dapat dikelola untuk menghasilkan produk-produk yang dapat dimanfaatkan oleh manusia guna menuju peradaban yang modern. Seiring dengan berkembangnya IPTEK manusia akan lebih dapat memilah-milah bagian-bagian yang positif dan negative untuk diri pribadi dan orang lain. Dengan peradaban manusia yang semakin modern maka pola pikir manusia akan lebih berkembang. Apabila dikaitkan dengan sejarah peradaban islam maka manusia merupakan suatu fungsi yang di gunakan untuk meneruskan peradaban dimasa lalu untuk menjalankan peradaban modern. Sejarah peradaban islam digunakan sebagai pedoman agar manusia tidak terjerumus dalam hal-hal yang negatif dan manusia dapat memahami betapa pentingnya Al-Qur’an bagi perkembangan bagi perkembangan jaman, maka di dalam makalah ini akan kami beri judul “ Pentingnya Al-Qur’an dalam Sejarah Peradaban Islam Menuju Peradaban Modern”
B. RUMUSAN MASALAH Untuk memudahkan permasalahan ini pada,
dalam
pembahasan
masalah
maka
penulis
membatasi
1. Bagaimanakah sejarah peradaban islam? 2. Bagaimanakah sejarah peradaban islam dijaman modern? 3. Apakah pengaruh Al-Qur’an dalam sejarah peradaban islam menuju peradaban Modern?
C. MANFAAT Adapun manfaat dari makalah ini yaitu :
4
1. Kita akan dapat menjadi manusia yang dapat menyeesuaikan diri dengan berpegang teguh pada ajaran-ajaran sejarah islam . 2. Umat manusia sebagai mahluk yang paling sempurna dapat mengembangkan kemampuannya yang dilandasi dengan Al-Qur’an. 3. Manusia modern dapat mengambil hikmah dari sejarah peradaban islam yang terdahulu yang dapat diterapkan dalam kehidupan modern. 4. Al-Qur’an sebagai pedoman akan membuat manusia tidak akan mudah terjerumus ke dalam hal-hal yang negatif.
D. TUJUAN Adapun tujuan dari makalah ini yaitu : 1. Untuk mengetahui sejarah peradaban islam. 2. Untuk mengetahui sejarah peradaban modern. 3. Untuk mengetahui pengaruh Al-Qur’an dalam sejarah peradaban islam menuju peradaban modern.
5
BAB II PEMBAHASAN
SEJARAH PERADABAN ISLAM Kata peradaban (al-hadharat, civilisation) seringkali didentikkan dengan kata kebudayaan (al-tsaqafah, culture). Dalam bahasa Arab, selain disebut sebagai al- hadharat, peradaban terkadang juga disebut dengan al-tamaddun. Karena itu tidaklah mengherankan apabila masyarakat madani kemudian diterjemahkan menjadi masyarakat beradab atau civil society. Peradaban mencakup aspek material maupun immaterial. Aspek material dicontohkan oleh piramida dan patung Spinx Mesir, istana Al-Hamra, kastil Eropa abad pertengahan, atau gedung WTC yang telah runtuh, sementara aspek immaterial dicontohkan oleh ajaran Islam, ajaran Budha, filsafat Yunani, konfusianisme, kapitalisme, atau sosialisme. Manusia adalah makhluk yang berakal (al-hayawan al nathiq), sehingga ia mampu berpikir secara progresif dalam membentuk peradabannya. Manusia telah bergerak secara progresif dari jaman batu ke jaman logam, sampai akhirnya ke jaman silikon. Setiap jaman dimana manusia hidup mesti memiliki peradabannya sendiri-sendiri. Kecanggihan peradaban tidaklah bisa dinilai secara absolut. Suatu peradaban manusia bisa jadi sangat canggih pada masanya, namun ternyata dinilai kuno oleh generasi sesudahnya. Demikianlah seterusnya, baik dalam aspek material maupun immaterial. Dalam aspek material, kaum Aad, kaum tsanud, dan bangsa mesir Fir’aun telah mampu membangun gedung-gedung tinggi dan kokoh, sebagaimana manusia saat ini telah mampu membangun gedung-gedung pencakar langit. Dalam aspek immaterial, setiap generasi telah menciptakan sistem filsafat dan pemikirannya sendiri-sendiri, tanpa bisa diklaim bahwa yang muncul belakangan lebih canggih daripada yang sebelumnya, sebagaimana diyakini oleh Hegel dengan konsep filsafat sejarahnya. Sejauh yang dicata oleh sejarah, kebudayaan atau peradaban besar telah muncul di Cina, India, Babilonia, Mesopotamia, Yunani, Inka, Persia, Romawi, Arab, dan Eropa. Jadi, peradaban besar telah muncul baik di timur (Cina, India, Babilonia,Mesopotamia, Persia, dan Arab) maupun di barat (Yunani, Inka, Eropa). Dalam perkembangan peradaban, suatu fenomena yang perlu dihadapi dengan serius ialah benturan peradaban (clash of civilisation, istilah yang dipopulerkan oleh Huntington). Dalam segi peradaban umat manusia, Islam telahhadir lengkap dengan nilai-nilai universalnya, da;am upaya memberikan pencerahan terhadap umat manusia pada kurun waktu yang panjang, yakni mulai dari jaman Rasulullah SAW sampai sekarang dan pada area yang sangat luas mulai dari Mekkah sampai hampir seluruh belahan dunia. Dalam perjalanan sejarahnya, peradaban Islam seringkali mengalami pasang surut, baik dalam bidang keilmuan, sosial budaya, agama, ekonomi, dan politk khususnya menyangkut masalah kekuasaan.
6
Di dalam memahami sejarah peradaban Islam, perlu mengetahui pembabakan berdasarkan periodesasi historis, yaitu : periode klasik dan modern.
A. PERIODE KLASIK Merupakan awal pembabakan peradaban Islam. Periode ini dimulai ketika Rasulullah SAW diangkat menjadi rasul. Dalam periode ini terdapat tiga fase penting, yaitu : 1) Fase penciptaan komunitas baru sebagai hasil transformasi nilai-nilai Islam yang semula berbentuk kesukuan menjadi masyarakat bercorak Islam. Dalam fase ini embrio format negara Islam berkembang sejak Rasulullah SAW hijrah dari Mekkah ke Madinah. Pada masa ini terjadi banyak pengembangan sekaligus perubahan baik dalam bidang sosial kemasyarakatan, ekonomi dan terutama bidang politik. Pada masa ini pula embrio kegemilangan ilmu pengetahuan dan sastra Islam yang terinspirasi dari Al Qur’an serta seni arsitektur muncul, seperti adanya ijtihad hukum syariah pada masa Umar dan pembukuan Al Qur’an pada masa Utsman yang bersamaan dengan munculnya ilmu-ilmu kebahasaan dan bacaan al qur’an. 2) Fase dimana nilai-nilai Islam dijadikan sebagai dasar istitusi kenegaraan dan elit perkotaan. Dalam fase ini, nilai-nilai islam mengandung ajaran utama sebagai syariah yang yang berperan untuk mewujudkan kehidupan bermasyarakat yang sesuai dengan nilai-nilai dan ajaran dalam Islam 3) Fase ini yaitu peranan masyarakat Islam dalam mengubah mayoritas masyarakat Timur Tengah menjadi komunitas yang kokoh berlandaskan monotheistik. Ciri yang paling menonjol di dalam fase ketiga ini adalah terjadinya ekspansi kekuasaan Bani Umayyah yang meliputi Spanyol, Afrika Utara, Timur Tengah sampai ke perbatasan Tiongkok. Dalam catatan sejarah, keberhasilan ini melebihi kekuasaan yang dicapai Romawi pada masa kejayaannya. Sejarah perkembangan Islam, termasuk di dalamnya norma, doktrin, dan peradaban masyarakatnya, sesungguhnya tidak berkembang mandiri, linier, dan normatif melainkan berliku-liku dan tidak lepas dari kondisi sosial politik yang mengitarinya. Oleh karena itu pembahasan terhadap Islam tidak dapat dilepaskan dari konteks ini. Berikut adalah realitas dinamika-dinamika perkembangan Islam :
a. MASA KHULAFAH AR RASYIDIN Masa ini adalah masa dimana Abu Bakar berkuasa tahun 632 – 634 M. Pemerintahan Abu Bakar yang singkat habis untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri, terutama tantangan yang ditimbulkan ole suku-suku Arab yang tidak mau tunduk pada Madinah. Mereka menganggap bahwa perjanjian yang dilakukan hanya dengan Rasulullah SAW,
7
sehingga secara otomatis batal dengan meninggalnya Rasulullah SAW. Abu Bakar menyelesaikan ini dengan perang riddah, yang artinya melawan kemurtadan. Pemerintahan yang dijalankan Abu Bakar mengikuti apa yang terjadi pada masa Rasulullah SAW, bersifat sentralistik, dimana kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif terpusat di tangan khalifah. Kemudian Abu Bakar digantikan Umar bin Khattab yang berkuasa tahun 634 – 644 M. Masa ini ekspansi Islam pertama kali terjadi. Syiria, Palestina, dan sebagian besar Persia dan Mesir jatuh dalam kekuasaan Islam. Luasnya wilayah kekuasaan memaksa Umar untuk membangun sistem pemerintahan dan administrasi, yang dibagi menjadi delapan propinsi, yaitu : Mekkah, Madinah, Syiria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Tidak hanya itu saja, departemen-departemen di tingkat pusat pun dibentuk, seperti keuangan, pekerjaan umum, dan pengadilan. Umar yang menyebut dirinya sebagai amir al-mukminin (komandan orang beriman)juga membentuk bait al-mal, menempa mata uang dan menciptakan tahun hijriah, menerapkan sistem gaji dan pajak tanah. Dalam bidang hukum, untuk pertama kalinya sistem ghanimah (pembagian harta rampasan perang sesuai dengan ajaran Al Qur’an dan sunnah) tidak diberlakukan dan diganti dengan sistem gaji. Utsman bin Affan yang berkuasa setelah Umar dipilih dengan sistem formatur yang terdiri dari enam orang diantaranya Utsman Ali, Thalhah, Zubair, Sa’ad bin Abi Waqash dan Abdurrahman bin Auf. Dalam keilmuan, Utsman yang pertama kali membakukan sistem pembacaan Al Qur’an yang mulai berbeda-beda saat itu sesuai dialek wilayah masing-masing. Akan tetapi, setelah itu, Utsman tampak mulai tidak dapat mengendalikan ambisi politik keluarganya (Bani Umayyah) dan menganggap mereka sebagai pejabat-pejabat penting dan ‘basah’. Parahnya, Utsman juga mengklaim diri sebagai khalifah Allah (pengganti Allah) bukan khalifah al-nabi sebagaimana Abu Bakar, sehingga memberi kesan diktator dan berkuasa penuh. Perubahan politik Utsman inikemudian menimbulkan kekecewaan dan ketidakpuasan di kalangan sahabat dan kebanyakan masyarakat, sehingga melahirkan pemberontakan dan berpuncak pada terbunuhnya Utsman. Ali bin Abi Thalib yang dibaiat setelah Utsman berkuasa tahun 655 – 660 M. Masa pemerintahan Ali penuh dengan gejolak sebagai warisan dari sistem sebelumya dan dampak kebijakan radikal yang diterapkan Ali. Ali memecat para gubernur yang diangkat Utsman, menarik kembali tanah-tanah yang dihadiahkan Utsman dan mengembalikannya kepada negara, menerapkan sistem pajak tahunan, dan menghilangkan tunjangan sahabat. Gejolak pertama adalah pemberontakan yang dilakukan Aisyah, Zubair dan Thalhah, sedang yang kedua pemberontakan yang dilakukan oleh Muawiyah bin Abi Sofyan, keluarga dan gubernur Syiria yang diangkat Utsman. Dua pemberontakan ini memberikan dampak teologis yang serius. Ketika Aisyah bertempur melawan Ali, sebagian shahabat seperti Abd Allah bin Umar tidak dapat mengambil sikap dan menyerahkan keputusannya kepada Allah, karena keduanya adalah keluarga Nabi. Aisyah adalah istri Nabi yang berarti ummul al-mukminin (ibunya orang mukmin) sedang Ali adalah menantu dan orang yang sangat dekat dengan Nabi. Sikap abstain sebagian sahabat inilah yang kemudian berkembang menjadi Murjiah. Sementara itu, pertempuran Ali melawan Muawiyah melahirkan tiga aliran teologi besar dalam Islam.
8
Mereka yang membela Ali kemudian menjadi Syiah, yang mendukung Muawiyah menjadi Jama’ah atau Sunni, sedang yang tidak puas dengan keduanya menjadi Khawarij.
b. MASA PEMERINTAHAN BANI UMAYYAH Pemerintahan Bani Umaiyah berlangsung sekitar 90 tahun, tahun 661-750 M, berpusat di Damaskus, Syiria. Pada masa ini, ekspansi dan penaklukan wilayah dilakukan secara besarbesaran. Muawiyah sebagai khalifah pertama ingin menyaingi Persia dan Romawi, dua negara adidaya saat itu. Ia melakukan penaklukan ke timur sampai Kabul, Afganistan, ke utara sampai Konstantinopel, Bizantium. Abd al-Malik, penggantinya, meneruskan serangan ke timur sampai India dan Maltan, ke barat sampai Maroko dan Spanyol. Dengan keberhasilan ini, wilayah kekuasaan Islam menjadi sangat luar biasa luas. Membentang mulai dari Spanyol di Eropa, Afrika utara, Syiria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, Asia Tengah, Asia selatan sampai India. Selain ekspansi wilayah, Bani Umayyah juga berhasil membangun kebudayaan dan peradaban. Muawiyah mendirikan dinas pos lengkap dengan kuda dan peralatannya, menertibkan angkatan bersenjata, mencetak mata uang dan menjadikan hakim (qadli) sebagai jabatan profesi. Abd al-Malik, khalifah penggantinya, mencetak uang sendiri dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab, menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan, dan mendirikan panti orang cacat. Umar ibn Abd al-Aziz, penggantinya, menetapkan al-Muwatha’ karya Imam Malik sebagai KUHP di wilayah Islam. Perubahan menonjol dalam bidang politik pada masa Bani Umayyah adalah pola sistem pemerintahan yang manganut paham monarki heridetis (kerajaan turun-temurun) dari Persia dan Kekaisaran Byzantium, padahal sebelumnya menganut faham musyawarah demokratis. Dalam bidang sosial kemasyarakatan, struktur masyarakat dan keanggotaannya berbeda dengan jaman Rasulullah SAW. Jika pada jaman Rasulullah SAW, keanggotaan masyarakat berdasarkan religiusitas yaitu muslim dan non muslim, sedangkan pada masa ini Muawiyah menerapkan system strata sosial yang berbeda dikalangan masyarakat. Ada 4 strata sosial yang dikenal saat itu, yaitu muslim arab, muslim non arab (mawalî), non muslim dan budak. Muawiyah dan para penerusnya menghidupkan kembali apa yang berusaha dihilangkan oleh Islam dan Nabi, yaitu sistem budak sebagai dampak tidak langsung adanya penaklukanpenaklukan. Mereka juga mendahulukan muslim arab untuk jabatan-jabatan di pemerintahan dibanding kalompok lainnya, sehingga muslim non arab merasa di nomorduakan. Diskriminasi sosial ini kemudian memunculkan ketidakpuasan dan pemberontakan yang berpuncak pada tergulingkannya dinasti Muawiyah. Khalifah al-Walid II (743-744 M) juga memisahkan tempat pertemuan antara laki-laki dan perempuan. Meski awalnya hanya pemisahan tempat pertemuan, tetapi kemudian berkembang menjadi pemisahan peran-peran publik dan lainnya yang pada akhirnya melahirkan adanya diskriminasi dan bias gender di kalangan masyarakat muslim seperti yang kita lihat sekarang. Pada masa ini pula, terjadi gerakan Arabisme, maksudnya penguasa Daulah berambisi membangun bangsa Arab sekaligus masyarakat muslim. Usaha yang ditempuh antara lain membuat akte kelahiran
9
berbangsa Arab bagi masyarakat di tanah taklukkan dan mewajibkan berbahasa Arab, termasuk menyalin peraturan-peraturan tertulis dengan bahasa Arab. Hal serupa ketika kekuasaan Daulah Umayyah pindah ke bagian Eropa Timur Andalusia (cordova). Anggota masyarakat pada masa ini lebih majemuk dibanding struktur masyarakat pada masa sebelumnya, yang terdiri dari bangsa Arab, penduduk asli Spanyol, kaum Barbar, Yahudi, dan golongan Slavia. Pada pemerintahan ad-Dakhil banyak didirikan istana-istana lengkap dengan taman dan kolam serta tak ketinggalan pula masjid.
c. MASA PEMERINTAHAN BANI ABBAS Bani Abbas berkuasa sekitar 500 tahun, tahun 750-1258 M, berkedudukan di Baghdad, Iraq. Masa ini tidak ada lagi ekspansi dan penaklukan wilayah. Sebaliknya, wilayah luas yang diwarisi Bani Abbas dari Bani Umaiyah justru lepas satu per satu, sehingga muncul tiga kerajaan Islam besar secara bersamaan, yaitu Bani Abbas di Baghdad, Bani Fathimiyah di Mesir, dan kerajaan Islam di Spanyol. Bani Abbas, secara politis, melanjutkan tradisi Bani Umaiyah, memakai gelar khalifah dalam arti pengganti Tuhan dan system turun temurun. Kata-kata al-Mansur yang terkenal adalah “innamâ ana Sulthân Allah fî ardlihi” (sesungguhnya saya adalah kekuasaan Allah di bumi-Nya). Artinya, kekuasaannya adalah mandat Tuhan, bukan dari Nabi atau manusia. Selain itu, mereka menguatkannya dengan “gelar tahta”. “al-Manshur” adalah gelar tahta dari Abu Jakfar, dan gelar ini lebih terkenal dari namanya sendiri. Ini sama dengan gelar-gelar Sultan di Jawa, seperti Hamengkubuwano, yang lebih dikenal daripada nama aslinya. Secara sosial, Bani Abbas juga melakukan pembedaan strata sosial. Bedanya, bukan muslim arab dengan lainnya seperti Bani Umaiyah, tetapi Turki dan non-Turki. Secara umum, para khalifah Bani Abbas lebih dekat dan mengandalkan bangsa Turki daripada bangsa lainnya, sehingga melahirkan kecemburuan dan gejolak. Untuk memenuhi jalannya roda pemerintahan, untuk pertama kalinya Bani Abbas memperkenalkan jabatan wazir sebagai koordinator departemen, memperluas wewenang dinas pos, dan membentuk tentara professional; tiga hal yang tidak dikenal pada masa sebelumnya. Sumbangan utama Bani Abbas dalam sejarah peradaban Islam, berbeda dengan Bani Umayyah yang lebih mengedepankan aspek politik, adalah dukungannya yang besar terhadap perkembangan keilmuan, filsafat dan sains. Secara umum, kebanyakan khalifah Bani Abbas adalah orang yang gandrung ilmu dan hikmah, dan memberikan dukungan besar pada bidang ini. Al-Makmun (811-833 M) adalah khalifah yang mempelopori proses penterjemahan filsafat Yunani ke dalam Islam, yang kemudian didukung oleh penggantinya, Harun al-Rasyid, dengan didirikannya Bait al-Hikmah, perpustakaan besar dan pusat penelitian. Hasil terjemahan-terjemahan filsafat dan pemikiran Yunani kemudian memberikan kontribusi besar bagi perkembangan filsafat, pemikiran dan sains Islam. Pada masa ini, sistem berpikir rasional telah berkembang pesat dalam masyarakat intelektual Arab-Islam, yakni dalam Fiqh (yurisprudensi) dan kalam (teologi).
10
Pasca jatuhnya dinasti Bani Abbas di Baghdad oleh tentara Mongol tahun 1258 M, peradaban Islam dititipkan pada tiga kerajaan besar, yaitu pertama, Kerajaan Turki Utsmani (1300). Kedua, Kerajaan Mongol di India (1526 – 1857). Dan ketiga, Safawi di Persia (Iran) (1501 – 1732) yang sebelah selatan jatuh di tangan Rusia dan sebelah utara jatuh di tangan Turki Utsmani. Dengan tamatnya ketiga kerajaan Islam ini, berarti keberadaan Islam sebagai institusi negara telah habis selanjutnya Islam diambil alih oleh kerajaan-kerajaan kecil yang tidak punya pengaruh kuat dalam menciptakan peradaban Islam seperti sebelumnya. Bahkan setelah ada campur tangan bangsa-bangsa Eropa banyak kerajaan-kerajaan tersebut yang berubah menjadi negara kesatuan yang secara politis tidak membawa bendera Islam. Kedatangan imperialisme Eropa mengakibatkan peradaban imperium Islam secara umum merosot, karena terjadi kekacauan dan konflik internal keagamaan, kemunduran ekonomi dan kebangkitan ekonomi dan teknologi bangsa Eropa. Kondisi ini mendorong beberapa kelompok muslim mengadakan pembaharuan melalui gerakan-gerakan modernisasi. Pengaruh dan kekuatan Eropa pada masing-masing wilayah berbeda sehingga pada gilirannya melahirkan keragaman tipe masyarakat Islam kontemporer. Ciri menonjol dalam perkembangan peradaban masyarakat Islam periode ini adalah peradaban yang merupakan produk interaksi antar masyarakat Islam regional dengan pengaruh Eropa.
B. PERIODE MODERN Periode transformasi modern peradaban Islam secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga fase, dan sekaligus memperlihatkan beberapa gambaran umum yang berlaku di seluruh kawasan muslim, di antaranya : 1) Fase pertama, merupakan periode antara akhir abad 18 sampai awal abad 20, yang ditandai dengan hancurnya sistem kenegaraan muslim dan dominasi teritorial dan komersial Eropa. Dalam fase ini elit politik, agama, dan kesukuan masyarakat muslim berusaha menetapkan pendekatan keagamaan dan ideologi baru bagi perkembangan internal masyarakat mereka. 2) Fase kedua, yaitu fase pembentukan nasional yang berlangsung setelah Perang Dunia I sampai pertengahan abad 20. Dalam fase ini kalangan elit negeri-negeri muslim berusaha membawakan identitas politik modern terhadap masyarakat mereka dan berusaha memprakarsai pengembangan ekonomi serta perubahan nasional. 3) Fase ketiga, ialah fase konsolidasi negara-negara nasional di seluruh kawasan muslim. Fase yang berlangsung pasca Perang Dunia II ini ditandai dengan pertentangan antara kecenderungan terhadap perkembangan yang tengah berlangsung dan peran utama Islam. Sangat penting mempelajari sejarah dakwah Islam di Indonesia. Sesuai dengan firman Allah dalam Al Qur’an surat Yusuf ayat 111 bahwa mempelajari sejarah tedapat ibrah (pelajaran). Dengan mempelajari sejarah di masa lampau, kita dapat mengambil pelajaran
11
untuk masa yang akan datang, membuat perencanaan atau konsep yang lebih baik khususnya untuk dakwah di tanah air kita, Indonesia. Sesuai dengan hadist Rasulullah SAW “Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini”. Bahasa merupakan nilai tertinggi dari dari suatu peradaban. Suatu bangsa dipengaruhi nilai tertentu jika bahasanya dipengaruhi oleh nilai tersebut. Bahasa Indonesia banyak dipengaruhi oleh bahasa Arab ( bahasa Al Qur’an) contohnya kata ibarat yang kata dasarnya dari ibrah ini yang bermakna pelajaran dan masih banyak lagi bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Arab. Ini membuktikan bahwa budaya Indonesia sudah dipengaruhi oleh budaya Islami. Secara umum, terdapat tiga teori besar tentang asal-usul penyebaran Islam di Indonesia, yaitu teori Gujarat, teori Mekkah, dan teori Persia. Ketiga teori tersebut memberikan jawaban tentang permasalahan waktu masuknya Islam ke Indonesia, asal negara, dan tentang pelak penyebar atau pembawa agama Islam ke nusantara. Berikut ini adalah penjelasa teori-teori tersebut : a) TEORI GUJARAT Teori ini berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada awal abad 13 M dan pembawanya berasal dari Gujarat (Cambay), India. Dasar teori ini adalah : • • •
Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebarannya ke Indonesia. Hubungan dagang Indonesia dengan India telah lama melalui jalur Indonesia – Cambay – Timur tengah – Eropa. Adanya batu nisan Sultan Samudera Pasai yaitu Malik al Saleh tahun 1297 yang bercorak khas Gujarat.
Pendukung teori Gujarat adalah Snouck Hurgronye, WF Stutterheim, dan Bernard HM Vlekke. Para ahli yang mendukung teori Gujarat, lebih memusatkan perhatiannya pada saat timbulnya kekuasaan politik Islam yaitu adanya Kerajaan Samudera Pasai. Hal ini juga bersumber dari keterangan Marcopolo dari Venezia (Italia) yang pernah singgah di Perlak (Perureula) tahun 1292. Ia menceritakan bahwa di Perlak sudah banyak penduduk yang memeluk Islam dan banyak pedagang Islam dari India yang menyebarkan ajaran Islam. b) TEORI MEKKAH Teori ini merupakan tepri baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori lama, yaitu teori Gujarat. Teori Mekkah berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad 7 M dan pembawanya berasal dari Arab (Mesir). Dasar teori ini adalah : •
Pada abad 7 M yaitu tahun 674 di pantai barat Sumatera sudah terdapar perkampungan Islam (Arab); dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah
12
•
•
mendirikan perkampungan di Kanton sejak abad 4 M. Hal ini sesuai dengan berita Cina. Kerajaan Samudera Pasai menganut aliran mazhab syafi’i, dimana pengaruh mazhab Syafi’i terbesar pada waktu itu adalah Mesir dan Mekkah. Sedangkan Gujarat adalah penganut mazhab Hanafi. Raja-raja Samudera Pasai menggunakan gelar Al Malik, yaitu gelar yang berasal dari Mesir
Pendukung teori Mekkah ini adalah Hamka, Van Leur, dan TW Arnold. Para ahli yang mendukung teori ini menyatakan bahwa pada abad 13 M sudah berdiri kekuasaan politik Islam, jadi masuknya Islam ke Indonesia terjadi jauh sebelumnya, yaitu pada abad 7 M dan yang berperan besar terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri. c) TEORI PERSIA Teori ini ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 13 M dan pembawanya berasal dari Persia (Iran). Dasar teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya masyarakat Indonesia seperti : •
• • • •
Peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husein (cucu Rasulullah SAW), yang sangat dijunjung oleh orang Syiah/ Islam Iran. Di Sumatera Barat peringatan tersebut disebut dengan upacara Tabuik/Tabut. Sedangkan dipulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur syuro. Kesamaan ajaran sufi yang dianut Syaikh Siti Jenar dengan sufi dari Iran yaitu Al Hallaj. Penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tandatanda bunyi harakat. Ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim tahun 1419 di Gresik. Adanya perkampungan Leren/Leran di Giri daerah Gresik. Leren adalah nama salah satu pendukung teori ini yaitu Umar Amir Husen dan PA Hussein Jayadiningrat.
Ketiga teori tersebut, pada dasarnya masing-masing memiliki kebenaran dan kelemahan. Maka berdasarkan teori tersebut dapatlah disimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai pada abad 7 M dan mengalami perkembangan pada abad 13 M. Sebagai pemegang peranan dalam penyebaran Islam adalah bangsa Arab, Persia, da Gujarat (India). Selanjutnya, sejarah masuknya Islam ke Indonesia bisa dilihat melalui babak-babak penting, yaitu : 1) Babak pertama, abad 7 masehi (abad 1 hijriah)
13
Pada abad 7 M, Islam sudah sampai ke nusantara. Para Da’i yang datang ke Indonesia berasal dari jazirah Arab yang sudah beradaptasi dengan bangsa Gujarat dan bangsa Cina melalui jalur sutera (jalur perdagangan) dakwah mulai merambah ke pesisir-pesisir nusantara. Islam pertama-tama disebarkan di nusantara, dari komunitaskomunitas muslim yang berada di daerah-daerah pesisir berkembang menjadi kotakota pelabuhan dan perdagangan dan terus berkembang sampai akhirnya menjadi kerajaan-kerajaan Islam dari mulai Aceh sampai Ternate dan Tidore yang merupakan pusat kerajaan Indonesia bagian timur yang wilayahnya sampai ke Papua. 2) Babak kedua, abad 13 masehi Di abad 13 M berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di berbagai penjuru nusantara. Di abad yang sama ada fenomena yang disebut dengan Wali Songo yaitu ulama-ulama yang menyebarkan Islam di Indonesia. Wali Songo berdakwah atau melakukan proses Islamisasi melalui saluran-saluran : a) Perdagangan b) Pernikahan c) Pendidikan (pesantren) Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang asli dari akar budaya Indonesia, dan juga adopsi dan adaptasi khasanah kebudayaan pra Islam yang tidak keluar dari nilai-nilai Islam yang dapat dimanfaatkan dalam penyebaran Islam. Ini membuktikan Islam sangat menghargai budaya setempat selama tidak bertentangan dengan nilainilai Islam. d) Seni dan budaya Saat itu media tontonan yang sangat terkenal pada masyarakat Jawa pada khususnya yaitu wayang. Wali Songo menggunakan wayang sebagai media dakwah dengan sebelumnya mewarnai wayang tersebut dengan nilai-nilai Islam. Yang menjadi ciri pengaruh Islam dalam pewayangan diajarkannya egaliterialisme yaitu kesamaan derajat manusia di hadapan Allah SWT dengan dimasukkannya tokoh-tokoh punakawan seperti Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Para Wali juga mengubah lagu-lagu tradisional (daerah) dalam langgam Islami, ini berarti nasyid sudah ada di Indonesia ini sejak jaman para wali. Dalam upacara-upacara adat juga diberikan nilainilai Islam. e) Tasawuf Kenyataan sejarah bahwa ada tarikat-tarikat di Indonesia yang menjadi jaringan penyebaran agama Islam. 3) Babak ketiga, masa penjajahan Belanda Pada abad 17 M tepatnya pada tahun 1601 datanglah kerajaan Hindi Belanda ke daerah nusantara yang awalnya hanya berdagang tetapi akhirnya menjajah. Belanda
14
datang ke Indonesia dengan kamar dagangnya, yakni VOC, semenjak itu hampir seluruh wilayah nusantara dijajah oleh Hindi Belanda kecuali Aceh. Saat itu antar kerajaan-kerajaan Islam di nusantara belum sempat membentuk aliansi atau kerjasama. Hal ini yang menyebabkan proses penyebaran dakwah terpotong. Dengan sumuliyatul (kesempurnaan) Islam yang tidak ada pemisahan antara aspek-aspek kehidupan tertentu dengan yang lainnya, ini telah diterapkan oleh para ulama saat itu. Ketika penjajahan datang, mengubah pesantren-pesantren menjadi markas-markas perjuangan, santri-santri (peserta didik pesantren) menjadi jundullah (pasukan Allah) yang siap melawan penjajah sedangkan ulamanya menjadi panglima perangnya. Hampir seluruh wilayah di Indonesia yang melakukan perlawanan terhadap penjajah adalah kaum muslimin beserta ulamanya. Potensi-potensi tumbuh dan berkembangnya di abad 13 M menjadi kekuatan perlawanan melawan penjajah. Ini dapat dibuktikan dengan adanya hikayat-hikayat pada masa kerajaan-kerajaan Islam yang syair-syairnya berisikan perjuangan. Ulamaulama menggelorakan jihad melawan kaum kafir yaitu penjajah Belanda. Belanda mengalami kewalahan yang akhirnya menggunakan strategi-strategi : Politik devide et impera, yang pada kenyataannya memecah belah atau mengadu domba antara kekuatan ulama dengan adat, contohnya Perang Padri di Sumatera Barat dan perang Diponegoro do Jawa. Mendatangkan Prof. Dr. Snouk Cristian Hourgonye alias Abdul Gafar seorang Guru Besar ke-Indonesia-an di Universitas Hindia Belanda juga seorang orientalis yang pernah mempelajari Islam di Mekkah, dia berpendapat agar pemerintah Belanda membiarkan umat Islam hanya melakukan ibadah mahdhoh (khusus) dan dilarang berbicara atau sampai melakukan politik praktis. Gagasan tersebut dijalani oleh pemerintah Belanda dan salah satunya adalah pembatasan terhadap kaum muslimin yang akan melakukan ibadah Haji karena pada saat itulah terjadi pematangan perjuangan terhadap penjajahan. 4) Babak keempat, abad 20 masehi Awal abad 20 M, penjajahan Belanda mulai melakukan politik etis atau politik balas budi yang sebenarnya adalah hanya membuat lapisan masyarakat yang dapat membantu mereka dalam pemerintahannya di Indonesia. Politik balas budi memberikan pendidikan dan pekerjaan kepada bangsa Indonesia khususnya umat Islam tetapi sebenarnya tujuannya untuk mensosialisasikan ilmu-ilmu barat yang jauh dari Al Qur’an dan Hadist dan akan dijadikannya boneka-boneka penjajah. Selain itu juga mempersiapkan unutk lapisan birokrasi yang tidak mungkin dipegang lagi oleh orang-orang Belanda.Yang mendapat pendidikan pun tidak seluruh masyarakat melainkan hanya golongan Priyayi (bangsawan), karena itu para pemimpin-pemimpin pergerakan adalah yang berasal dari golongan bangsawan.
15
Strategi perlawanan terhadap penjajah pada masa ini lebih kepada bersifat organisasi formal daripada dengan senjata. Berdirilah organisasi Sarikat Islam merupakan organisasi pergerakan nasional yang pertama di Indonesia pada tahun 1905 yang mempunyai anggota dari kaum rakyat jelata sampai priyayi dan meliputi wilayah yang luas. Tahun 1908 berdirilah Budi Utomo yang masih bersifat kedaerahan yaitu Jawa, karena itu Sarikat Islam dapat disebut organisasi pergerakan nasional pertama daripada Budi Utomo. Tokoh Sarikat Islam yang terkenal yaitu HOS Tjokroaminoto yang memimpin organisasi tersebut pada usia 25 tahun, kaum priyayi yang karena memegang maka diusir sehingga hanya menjadi rakyat biasa. Ia bekerja sebagai buruh pabrik gula. Ia adalah inspirator utama bagi pergerakan nasional di Indonesia. Sarikat Islam di bawah pimpinannya menjadi suatu kekuatan yang diperhitungkan Belanda. Tokoh-tokoh Sarikat Islam yang lainnya adalah H. Agus Salim dan Abdul Muis, yang membina para pemuda yang tergabung dalam Young Islamitend Bound yang bersifat nasional, yang berkembang sampai pada sumpah pemuda tahun 1928. Dakwah Islam di Indonesia terus berkembang dalam institusi-institusi seperti lahirnya Nahdatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, dan lain-lain. Lembaga ke-Islaman tersebut tergabung dalam MIAI (Maselis Islam ‘Ala Indonesia) yang kemudian berubah namanya menjadi MASYUMI (Majelis Syura Muslimin Indonesia) yang anggotanya adalah para pimpinan institusi-institusi ke-Islaman tersebut. Di masa pendudukan Jepang, dilakukan strategi untuk memecah-belah kesatuan umat oleh pemerintah Jepang dengan membentuk kementrian Sumubu (Departemen Agama). Jepang meneruskan straregi yang dilakukan Belanda terhadap umat Islam. Ada seorang Jepang yang paham dengan Islam yaitu Kolonel Huri, ia memotong koordinasi Ulama-ulama di pusat dengan di daerah, sehingga ulama-ulama di desa yang kurang informasi dan akibatnya membuat umat dapat dibodohi. Pemerintahan pendudukan Jepang memberikan fasilitas unutk kemerdekaan Indonesia dengan membentuk BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia) dan dilanjutkan dengan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan lebih mengerucut lagi menjadi Panitia Sembilan, Panitia ini yang merumuskan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945. Piagam Jakarta merupakan konsensus tertinggi untuk menggambarkan adanya keragaman bangsa Indonesia yang mencari suatu rumusan untuk hidup bersama. Tetapi ada kalimat yang menjadi kotroversi dalam piagam itu yakni penghapusan “tujuh kata” lengkapnya kewajiban melaksanakan syariat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya yang terletak pada alinea keempat setelah kalimat Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 5) Babak kelima, abad 20 dan 21 masehi
16
Pada babak ini proses dakwah (islamisasi) di Indonesia mempunyai ciri terjadinya globalisasi informasi dengan gerakan-gerakan Islam internasional secara efektif yang akan membangun kekuatan Islam lebih utuh meliputi segala dimensinya. Sebenarnya kalau saja Indonesia tidak terjajah maka proses Islamisasi di Indonesia akan berlangsung dengan damai karena bersifat kultral dan membangun kekuatan secara struktural. Hal ini karena awal masuknya Islam yang secara manusiawi, dapat membangun martabat masyarakat yang sebagian besar kaum sudra (kelompok struktur masyarakat terendah pada masa kerajaan) dan membangun ekonomi masyarakat. Sejarah membuktikan bahwa kota-kota pelabuhan (pusat perdagangan) yang merupakan kota-kota yang perekonomiannya berkembang baik adalah kota-kota muslim. Dengan kata lain Islam di Indonesia bila tidak terjadi penjajahan akan merupakan wilayah Islam yang terbesar dan terkuat. Walaupun demikian, Allah SWT mentakdirkan Indonesia menjadi negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia.
IPTEK DALAM AL QUR’AN Al Qur’an yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW secara lisan dan berangsur-angsur antara tahun 610 dan 632 atau selama kira-kira 22 tahun, dimana pada masa itu umat manusia khususnya penduduk Mekkah dan Madinah masih dalam kegelapan dan buta huruf, telah membuktikan kebenaran wahyunya melalui konsistensinya dan kesesuainnya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang ditemukan manusia pada masa yang jauh setelah kematian Muhammad SAW. Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam Al Qur’an dan As sunnah sangat ideal dan agung. Islam mengajarkan hidup yang dinamis, menghargai akal pikiran melalui pengembangan IPTEK, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, menghargai waktu, bersifat terbuka, mengutamakan persaudaraan dan sikap-sikap positif lainnya. Anugerah terbesar yang sangat berharga bagi umat Islam adalah Al Qur’an. Keluarbiasaan Al Qur’an itu terletak pada aspek –aspek di dalamnya antara lain bahasa dan gaya bahasanya, substansinya, jangkauannya yang tiada terbatas, dan multifunsinya bagi umat manusia. Banyak hikmah yang dapat kita ambil dari Al Qur’an. Ayat 27 surat Al Fath, misalnya memberi kabar gembira kepada kaum muslimin bahwa mereka akan menaklukan Mekkah, yang saat itu dikuasai kaum penyembah berhala. “Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat.” (Al Qur’an Q.S. 48: 27)
17
Ketika kita lebih dekat lagi, ayat tersebut mengumumkan adanya kemenangan lain yang akan terjadi sebelum kemenangan di Mekkah. Sebagaimana dikemukakan ayat tersebut, kaum mukmin terlebih dahulu menaklukkan bentang Khaibar, yang berada di bawah kekuasaan Yahudi, dan kemudian memasuki Mekkah dengan aman. Pemberitaan tentang peristiwa-peristiwa yang akan terjadi masa depan hanyalah salah satu diantara sekian banyak hikmah yang terkandung dalam al Qur’an. Al Qur’an mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidpan umat Islam di dunia, baik pada peradaban Islam dahulu maupun peradaban modern seperti sekarang ini. Al Qur’an mempunyai multifungsi bagi umat manusia, yang terlihat pada ayat-ayatnya dan dikuatkan oleh Hadits, yang menyebutkan bahwa Al Qur’an adalah sebagai : a) b) c) d) e) f) g) h)
Pedoman hidup yang harus dipegang erat oleh kaum muslimin Petunjuk bagi umat manusia Pembeda antara yang benar dan yang salah Inspirator dan pemacu terhadap kemajuan IPTEK Penyembuh bagi orang-orang mumin Rahmat bagi orang-orang mukmin Pemberi peringatan bagi orang-orang yang lalai Bacaan utama yang bernilai ibadah.
Dewasa ini, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sudah semakin berkembang. Di era globalisasi seperti sekarang ini, manusia memang perlu mengenbangkan IPTEK dalam kehidupan yang semakin modern. Perkembangan IPTEK dapat memperbaiki kualitas hidup manusia. Berbagai saran modern industi, komuikasi dan transportasi, misalnya terbukti sangat bermanfaat. Namun, di sisi lain IPTEK tidak jarang berdampak negatif karena merugikan dan membahayakan kehidupan dan martabat manusia. Bom atom telah menewaskan ratusan ribu orang di Hiroshima dan Nagasaki pada Perang Dunia II tahun 1945. Selain itu tidak sedikit yang memanfatkan teknologi internet sebagai sarana untuk melakukan kejahatan dunia maya (cyber crime), pornografi, kekerasan, dan perjudian. Disinilah peran Al Qur’an menjadi sangat penting dengan menjadikan Al Qur’an sebagai pedoman hidup agar kita tidak terjerumus pada hal-hal yang negatif sebagai dampak berkembangnya IPTEK. Al Qur’an dan agama harus senantiasa kita jadikan sebagai tuntunan untuk menjalani kehidupan. Jika kita menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan IPTEK, bukan berarti bahwa konsep IPTEK wajib bersumber kepada Al Qur’an dan Al Hadits, artinya bukan berarti bahwa ilmu astronomi, geologi, agronomi, dan lain sebagainya, harus didasarkan pada ayat tertentu dalam Al Qur’an, tetapi yang dimaksud adalah konsep IPTEK wajib berstandar pada Al Qur’an dan Al Hadits. Singkat kata IPTEK tidak boleh bertentangan dengan Al Qur’an. Sebagai contoh adalah Teori Evolusi yang dikemukakan Charles Darwin. Darwin menyatakan bahwa manusia adalah keturunan kera yang berevolusi selama jutaan tahun. Teori ini tidak mempunyai dasar apapun, mengada-ada, tidak ilmiah, dan yang pasti bertentangan dengan Al Qur’an yang mengatakan bahwa manusia keturunan Adam, manusia pertama di dunia dan bukan kera. Seiring perjalanan waktu, teori evolusi mengalami
18
keruntuhan lewat riset yang dilakukan oleh ilmuwan muslim, Harun Yahya. Harun Yahya berhasil membuktikan bahwa spesies manusia tidak mungkin berasal dari spesies kera yang berevolusi. Dan akhirnya terbukti bahwa teori evolusi hanya sebuah bualan belaka dan propaganda yang dilakukan Darwin yang tak lain dan tak bukan adalah keturunan Yahudi yang selalu ingin membuat dunia kacau.
KEMAJUAN IPTEK DI BARAT Kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi dunia, yang kini dipimpin oleh peradaban Barat satu abad terakhir ini, mencegangkan banyak orang di pelbagai penjuru dunia. Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh perkembangan Iptek modern tersebut membuat banyak orang lalu mengagumi dan meniru-niru gaya hidup peradaban Barat tanpa dibarengi sikap kritis terhadap segala dampak negatif dan krisis multidimensional yang diakibatkannya. Peradaban Barat moderen dan postmodern saat ini memang memperlihatkan kemajuan dan kebaikan kesejahteraan material yang seolah menjanjikan kebahagian hidup bagi umat manusia. Namun karena kemajuan tersebut tidak seimbang, pincang, lebih mementingkan kesejahteraan material bagi sebagian individu dan sekelompok tertentu negara-negara maju (kelompok G-7 saja dengan mengabaikan, bahkan menindas hak-hak dan merampas kekayaan alam negara lain dan orang lain yang lebih lemah kekuatan iptek, ekonomi dan militernya, maka kemajuan di Barat melahirkan penderitaan kolonialisme-imperialisme (penjajahan) di Dunia Timur & Selatan. Kemajuan Iptek di Barat, yang didominasi oleh pandangan dunia dan paradigma sains (Iptek) yang positivistik-empirik sebagai anak kandung filsafat-ideologi materialisme-sekuler, pada akhirnya juga telah melahirkan penderitaan dan ketidakbahagiaan psikologis/ruhaniah pada banyak manusia baik di Barat maupun di Timur. Krisis multidimensional terjadi akibat perkembangan Iptek yang lepas dari kendali nilai-nilai moral Ketuhanan dan agama. Krisis ekologis, misalnya: berbagai bencana alam: Tsunami, gempa dan kacaunya iklim dan cuaca dunia akibat pemanasan global yang disebabkan tingginya polusi industri di negara-negara maju; Kehancuran ekosistem laut dan keracunan pada penduduk pantai akibat polusi yang diihasilkan oleh pertambangan mineral emas, perak dan tembaga, seperti yang terjadi di Buyat, Sulawesi Utara dan di Freeport Papua, Minamata Jepang. Kebocoran reaktor Nuklir di Chernobil, Rusia, dan di India, dll. Krisis Ekonomi dan politik yang terjadi di banyak negara berkembang dan negara miskin, terjadi akibat ketidakadilan dan ’penjajahan’ (neo-imperialisme) oleh negara-negara maju yang menguasai perekonomian dunia dan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Negara-negara yang berpenduduk mayoritas Muslim, saat ini pada umumnya adalah negara-negara berkembang atau negara terkebelakang, yang lemah secara ekonomi dan juga lemah atau tidak menguasai perkembangan ilmu pengetahuan dan sains-teknologi. Karena nyatanya saudara-saudara Muslim kita itu banyak yang masih bodoh dan lemah, maka mereka
19
kehilangan harga diri dan kepercayaan dirinya. Beberapa di antara mereka kemudian menjadi hamba budaya dan pengikut buta kepentingan negara-negara Barat. Mereka menyerap begitu saja nilai-nilai, ideologi dan budaya materialis (’matre’) dan sekular (anti Tuhan) yang dicekokkan melalui kemajuan teknologi informasi dan media komunikasi Barat. Akibatnya krisis-krisis sosial-moral dan kejiwaan pun menular kepada sebagian besar bangsa-bangsa Muslim. Kenyataan memprihatikan ini sangat ironis. Umat Islam yang mewarisi ajaran suci Ilahiah dan peradaban dan Iptek Islam yang jaya di masa lalu, justru kini terpuruk di negerinya sendiri, yang sebenarnya kaya sumber daya alamnya, namun miskin kualitas sumberdaya manusianya (pendidikan dan Ipteknya). Ketidakadilan global ini terlihat dari fakta bahwa 80% kekayaan dunia hanya dikuasai oleh 20 % penduduk kaya di negara-negara maju. Sementara 80% penduduk dunia di negara-negara miskin hanya memperebutkan remah-remah sisa makanan pesta pora bangsa-bangsa negara maju. Ironis bahwa Indonesia yang sangat kaya dengan sumber daya alam minyak dan gas bumi, justru mengalami krisis dan kelangkaan BBM. Ironis bahwa ditengah keberlimpahan hasil produksi gunung emas-perak dan tembaga serta kayu hasil hutan yang ada di Indonesia, kita justru mengalami kesulitan dan krisis ekonomi, kelaparan, busung lapar, dan berbagai penyakit akibat kemiskinan rakyat. Kemana harta kekayaan kita yang Allah berikan kepada tanah air dan bangsa Indonesia ini? Mengapa kita menjadi negara penghutang terbesar dan terkorup di dunia? Kenyataan menyedihkan tersebut sudah selayaknya menjadi cambuk bagi kita bangsa Indonesia yang mayoritas Muslim untuk gigih memperjuangkan kemandirian politik, ekonomi dan moral bangsa dan umat. Kemandirian itu tidak bisa lain kecuali dengan pembinaan mental-karakter dan moral (akhlak) bangsa-bangsa Islam sekaligus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilandasi keimanan-taqwa kepada Allah SWT. Serta melawan pengaruh buruk budaya sampah dari Barat yang Sekular, Matre dan hedonis (mempertuhankan kenikmatan hawa nafsu). Akhlak yang baik muncul dari keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT Sumber segala Kebaikan, Keindahan dan Kemuliaan. Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT hanya akan muncul bila diawali dengan pemahaman ilmu pengetahuan dan pengenalan terhadap Tuhan Allah SWT dan terhadap alam semesta sebagai tajaliyat (manifestasi) sifatsifat KeMahaMuliaan, Kekuasaan dan Keagungan-Nya. Islam, sebagai agama penyempurna dan paripurna bagi kemanusiaan, sangat mendorong dan mementingkan umatnya untuk mempelajari, mengamati, memahami dan merenungkan segala kejadian di alam semesta. Dengan kata lain Islam sangat mementingkan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berbeda dengan pandangan dunia Barat yang melandasi pengembangan Ipteknya hanya untuk kepentingan duniawi yang ’matre’ dan sekular, maka Islam mementingkan
20
pengembangan dan penguasaan Iptek untuk menjadi sarana ibadah-pengabdian Muslim kepada Allah SWT dan mengembang amanat Khalifatullah (wakil/mandataris Allah) di muka bumi untuk berkhidmat kepada kemanusiaan dan menyebarkan rahmat bagi seluruh alam (Rahmatan lil ’Alamin). Ada lebih dari 800 ayat dalam Al-Qur’an yang mementingkan proses perenungan, pemikiran dan pengamatan terhadap berbagai gejala alam, untuk ditafakuri dan menjadi bahan dzikir (ingat) kepada Allah. Yang paling terkenal adalah ayat: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS Ali Imron [3] : 190-191) “Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Mujadillah [58] : 11 ) Bagi umat Islam, kedua-duanya adalah merupakan ayat-ayat (atau tanda-tanda/sinyal) KeMahaKuasaan dan Keagungan Allah SWT. Ayat tanziliyah/naqliyah (yang diturunkan atau transmited knowledge), seperti kitab-kitab suci dan ajaran para Rasulullah (Taurat, Zabur, Injil dan Al Qur’an), maupun ayat-ayat kauniyah (fenomena, prinsip-prinsip dan hukum alam), keduanya bila dibaca, dipelajari, diamati dan direnungkan, melalui mata, telinga dan hati (qalbu + akal) akan semakin mempertebal pengetahuan, pengenalan, keyakinan dan keimanan kita kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, Wujud yang wajib, Sumber segala sesuatu dan segala eksistensi). Jadi agama dan ilmu pengetahuan, dalam Islam tidak terlepas satu sama lain. Agama dan ilmu pengetahuan adalah dua sisi koin dari satu mata uang koin yang sama. Keduanya saling membutuhkan, saling menjelaskan dan saling memperkuat secara sinergis, holistik dan integratif. Bila ada pemahaman atau tafsiran ajaran agama Islam yang menentang fakta-fakta ilmiah, maka kemungkinan yang salah adalah pemahaman dan tafsiran terhadap ajaran agama tersebut. Bila ada ’ilmu pengetahuan’ yang menentang prinsip-prinsip pokok ajaran agama Islam maka yang salah adalah tafsiran filosofis atau paradigma materialisme-sekular yang berada di balik wajah ilmu pengetahuan modern tersebut. Karena alam semesta –yang dipelajari melalui ilmu pengetahuan–, dan ayat-ayat suci Tuhan (Al-Qur’an) dan Sunnah Rasulullah SAAW — yang dipelajari melalui agama– , adalah sama-sama ayat-ayat (tanda-tanda dan perwujudan/tajaliyat) Allah SWT, maka tidak mungkin satu sama lain saling bertentangan dan bertolak belakang, karena keduanya berasal dari satu Sumber yang Sama, Allah Yang Maha Pencipta dan Pemelihara seluruh Alam Semesta.
KEUTAMAAN MUKMIN YANG BER-ILMU Keutamaan orang-orang yang berilmu dan beriman sekaligus, diungkapkan Allah dalam ayatayat berikut:
21
“Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu?’ Sesungguhnya hanya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az-Zumar [39] : 9). “Allah berikan al-Hikmah (Ilmu pengetahuan, hukum, filsafat dan kearifan) kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi al-Hikmah itu, benar-benar ia telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (berdzikir) dari firman-firman Allah.” (QS. Al-Baqoroh [2] : 269). “… Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orangorang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS Mujaadilah [58] :11) Rasulullah SAW pun memerintahkan para orang tua agar mendidik anak-anaknya dengan sebaik mungkin. “Didiklah anak-anakmu, karena mereka itu diciptakan buat menghadapi zaman yang sama sekali lain dari zamanmu kini.” (Al-Hadits Nabi SAW). “Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap Muslimin, Sesungguhnya Allah mencintai para penuntut ilmu.” (Al-Hadits Nabi SAW).
22
BAB III PENUTUP SIMPULAN Pasca jatuhnya dinasti Bani Abbas di Baghdad oleh tentara Mongol tahun 1258 M, pemikiran dan peradaban Islam sesungguhnya masih bertahan beberapa lama. Antara lain, di Spanyol, Mesir dan Syafawi di Asia Tengah. Akan tetapi, memasuki abad ke 15 M, keilmuan dan dinasti besar Islam benar-benar habis, kecuali dinasti Utsmaniyah di Turki. Masyarakat Islam menjadi sangat merosot dan sebagian besar jatuh dalam penjajahan Eropa. Karena itu, tulisan ini tidak akan memperjang uraian tersebut. Berdasarkan uraian di atas tampak bahwa perjalanan panjang sejarah Islam tidak lepas dari pengaruh kepentingan politik, perbedaan-perbedaan paham dan ideologi, konteks kebudayaan sekitar dan seterusnya. Tidak terkecuali dalam hal ini sejarah perkembangan teologi, pemikiran, doktrin-doktrin keagamaan dan lainnya yang sekilas bersifat ideal dan normative. Karena itu, kita tidak bisa secara langsung mengambil doktrin-doktrin ajaran lepas dari koteksnya. Begitu pula, kita tidak bisa membaca teks-teks keagamaan tanpa memperhatikan situasi politik dan social yang mengintarinya. Salah satu yang dari hal-hal yang menakjubkan dalam Quran adalah dalam hal kecocokannya dengan science.Quran yang diturunkan pada abad ke-7 kepada Muhammad (s.a.w.) mengandung fakta-fakta ilmiah yang tak terbayangkan dimana baru ditemukan dalam abad ini. Para ilmuwan terkesima dan acap kali tak dapat berkata-kata ketika kepada mereka ditunjukkan bagaimana terperinci dan akuratnya beberapa ayat dalam Quran terhadap ilmu pengetahuan modern.Wallahu a’lam.
23
DAFTAR PUSTAKA
Mansoer, H. Hamdan dkk. 2004. Materi Instruksional Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi Umum. Jakarta : Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam Departemen Agama RI. Samantho, Ahmad Y. 2007. Iptek Dari Sudut Pandangan Dunia Islam. Bayt al-Hikmah Institute. Soleh, A Khudori. 2007. Dinamika Perkembangan Islam: Sebuah Pengantar. Malang : Lembaga Kajian al-Qur’an dan Sains (LKQS) Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. Yahya, Harun. MENGAPA DARWINISME BERTENTANGAN DENGAN AL QUR’AN. www.harunyahya.com
24