Keberagaman Indonesia, Keberagaman Polemik.docx

  • Uploaded by: Amelia Dwinda
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Keberagaman Indonesia, Keberagaman Polemik.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,125
  • Pages: 3
Keberagaman Indonesia, Keberagaman Polemik Indonesia dikatakan mempunyai 2 skema di tahun 2030 mendatang, ada yang mengatakan bahwa akan menjadi skema baik dengan menjadi negara mandiri dan kuat, serta skema buruk yang jauh berbanding terbalik, yakni bubarnya negara yang sudah merdeka selama 43 tahun. Memang, negara berkembang selalu disertai dengan berbagai polemiknya, baik itu datang dari luar (eksternal) ataupun dari dalam negara itu sendiri (internal). Lalu, skema manakah yang akan Indonesia pilih 12 tahun mendatang? Apakah sesuai dengan harapan segenap rakyat Indonesia? Jika kita melihat sebuah negara yang ingin melangkah lebih maju pantaslah jika mereka mendapat berbagai polemik yang berat, tapi bagaimana jika semua polemik itu tak kunjung tuntas, bahkan menanamkan berbagai pelik yang menyisakan di dalam negara itu sendiri. Memang, berbagai polemik tak mempunyai akhir yang menyenangkan, Entah itu menitikberatkan pada satu titik atau bisa saja sama sekali tidak terselesaikan karena hanya menyisakan keganjalan polemiknya. Sebagai generasi muda yang dituntut memajukan Indonesia di tahun 2030 mendatang, hendaknya sebuah pendidikan menjadi kunci utama bagi sebuah bangsa untuk menjadi bangsa yang dapat dipandang dunia. Dimulai dari pendidikan di keluarga, berlanjut ke jenjang sekolah bahkan hingga melanjutkannya di perkuliahan. Dunia perkuliahan membuka peluang seseorang untuk menjadikan dirinya menunjukkan jalan sebuah bangsa ke arah yang diinginkannya. Tak peduli jika itu membuat berbagai polemik lahir kembali, itulah yang ada di tangan generasi muda Indonesia. Yang terpenting adalah bagaimana pola pikir yang diarahkan bagi tenaga pendidik untuk disampaikan ke generasi muda Indonesia. Terlepas dari itu, dunia perkuliahan juga menuntut mahasiswanya lebih teliti dan cermat akan sebuah kasus yang berkembang di masyarakat. Hal ini akan melatih kemampuan mahasiswanya beradaptasi dengan lingkungan sekitar, sehingga jika terjun ke ranah masyarakat akan lebih cakap dalam menghadapi kasus-kasus yang sudah pernah berkembang sebelumnya. Sebut saja kasus yang selalu muncul ke permukaan tapi selalu terjadi berkali-kali dan datang karena adanya gesekan di dalam negara, seperti intoleransi, radikalisme, terorisme, penyalahgunaan narkoba, plagiarisme, dan lain sebagainya. Dengan keberagaman yang tercipta, pantas saja jika toleransi wajib dibungkus sedemikian rupa agar terciptanya kerukunan antar sesama. Perbedaan agama, suku, ras, adat-istiadat, tak memungkiri jika intoleransi muncul dengan perdebatan yang tak kunjung usai. Misal isu sensitif yang sedang mencuat ke permukaan di bulan Juli 2018, yakni vonis yang dijatuhkan kepada Meiliana dianggap telah merusak integritas peradilan. Hal ini terjadi karena kasusnya dibawa ke peradilan yang berpendapat tentang volume suara adzan, pengadilan pun tak segan-segan menjatuhkan hukuman 18 bulan kepada ibu dengan 4 orang anak ini. Pasalnya, Meiliana hanya menyampaikan hal tersebut karena suara adzan yang dia dengar lebih kencang dari sebelumnya. Ucapan tersebut terus disampaikan dari mulut ke mulut dan dianggap sebagai penistaan agama,

serupa dengan yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Terjebak menjadi korban perkara membuktikan bahwa intoleransi di Indonesia seakan sudah melebar dan dianggap sebagai hal fatal sampai-sampai tak dapat diselesaikan secara damai, hingga sidang pengadilan pun digelar untuk menentukan hukuman yang pantas bagi si korban. Tak jauh-jauh, di bulan Mei 2018, negara kita juga berduka dengan adanya 5 kasus teror bom yang terjadi. Aksi teror yang dilakukan berupa teror bom dan juga teror berbentuk penyerangan. 5 kasus teror tersebut antara lain teror di Mako Brimob Jawa Barat yang dilakukan oleh Narapidana Teroris (Napiter), ledakan bom bunuh diri di 3 gereja di Surabaya Jawa Timur, bom di Rusunawa Wonocolo Sidoarjo, teror bom bunuh diri di Polrestabes Surabaya, dan penyerangan terduga teroris di Mapolda Riau. Banyak orang menjadi korban, mulai dari warga sipil bahkan sampai aparat penegak hukum turut menjadi korban radikalisme dan terorisme. Sebenarnya, hal ini juga terjadi di berbagai belahan dunia manapun, bahkan semakin berkembang seiring arus globalisasi. Penyelesaian seakan tak kunjung menemukan titik terang, akar permasalahan malah semakin subur tumbuh dan melebar di segala pemukiman. Penyelewengan juga terjadi di salah satu ranah, yaitu penyalahgunaan narkoba. Tak tanggung-tanggung, para bandar narkoba berani menjadikan remaja 14 tahun sebagai pengedar karena menganggap tak akan ada yang mencurigai seorang remaja menjadi seorang pengedar narkoba. Di bulan Agustus 2018, remaja yang dipekerjakan bersama 4 orang lainnya ini tertangkap dan semuanya dikabarkan positif menggunakan narkoba. Tidak hanya untuk mengelabui aparat kepolisian agar tidak terdeteksi, remaja 14 tahun ini juga tidak dibayar apapun melainkan dengan diperbolehkan menggunakan narkoba. Sayangnya, hal ini sudah terjadi beberapa kali di berbagai titik di Indonesia dan selalu menggunakan remaja sebagai kedok untuk menutupi kejahatan yang dilakukan. Dengan menjadikan remaja sebagai tameng, juga mudahnya mengkontrol pola pikir remaja, menjadikan penjahat diluar sana memudahkan aksinya untuk merasuki pikiran remaja demi menyukseskan misi kotornya. Memang, pemikiran remaja yang masih terus mencari kepastian dengan mudahnya berkaitan dengan aksi yang akan dilakukannya. Tindakan ini pun tak hanya merugikan lingkungannya, tetapi juga diri sendiri dan tahap perkembangan yang menjadikan pendirian mereka goyah dengan berbagai aksi keliru. Tindakan lainnya yang juga melekat ke dalam diri remaja adalah tentang plagiarisme. Mungkin tindakan ini dianggap sepele karena dengan gampangnya menyalin kalimat seseorang untuk dimasukkan ke dalam hasil karya sendiri, tapi tidak dengan hukum yang berlaku. UU Nomor 19 Tahun 2002, UU No 17 Tahun 2010 serta KUHP menganggapnya sebagai pengambilan hak cipta orang lain. Dengan begitu ini sama saja sebagai pencurian karya dengan tanpa izin. Banyak sekali kasus yang berkembang di Indonesia dan seakan tak kunjung usai, seperti beberapa contoh tentang kasus intoleransi, radikalisme, terorisme, penyalahgunaan narkoba, plagiarisme. Ini membuktikan berbagai keberagaman Indonesia juga menimbulkan keberagaman polemik. Justru, pemerintah yang mencanangkan akan dibawa kemana Indonesia ini, dapat melihat

prospek apa saja yang hendak digarap demi kemajuan bangsa Indonesia. Tak hanya itu, kunci utamanya, yakni terdapat pada pendidikan yang membuat generasi muda mampu mengetahui jalan menuju skema kemajuan tersebut. Tenaga kerja pendidik tidak hanya tentang pengetahuan, tetapi pengalaman dan profesionalisme. Menyadarkan akan pentingnya memandang bangsa ini di mata dunia, harus terus ditanamkan sejak dini. Tidak lagi saling menjatuhkan, apalagi terhadap saudara sebangsa dan setanah air. Dunia pendidikan di Indonesia menghendaki insan yang dihasilkan nantinya akan berguna bagi bangsa dan negara. Pendidikan dari awal yang diterima seharusnya langsung ditujukan untuk membentuk karakter pribadi yang menjunjung tinggi rasa nasionalisme. Di jenjang yang lebih tinggi, generasi muda tidak lagi dipandang sebelah mata. Jalan kehidupan bermasyarakat seakan sudah dirancang sedemikian rupa untuk dijadikan apa bangsa Indonesia. Baiknya, implementasi ini terus didukung dengan adanya pembelajaran dengan terjun langsung ke ranah masyarakat, tidak hanya di sekitar lingkungan kampus. Terjun langsung ke lapangan akan membuat pola pikir yang berbeda sehingga memengaruhi tindakan seseorang untuk terus berkembang dan berkembang. Sebagai negara dengan Ideologi Pancasila hendaknya dijunjung untuk mengawali sebuah negara dengan persatuan dan kesatuan seluruh rakyatnya. Bukan tentang memecah belah, tidak lagi acuh tak acuh, atau bahkan tuduh menuduh. Keberagaman diciptakan untuk membuat keindahan. Jika terus mempermasalahkan hal yang tak dapat berujung, apa nantinya Indonesia akan mempunyai skema yang baik? Siap tidak siap, mau tidak mau, kita sudah terjerembab di dunia global dengan persaingan yang kalah akan menanggung sendiri keterpurukannya. Jadi, apakah Indonesia mempunyai harapan untuk mengambil pilihan skema yang baik? Apakah kesiapan itu ada di tangan masing-maisng rakyatnya?

Related Documents


More Documents from "Muhammad Abby"