KEBENARAN PENGETAHUAN ANTARA BARAT DAN TIMUR HILMAN HAROEN Dosen FAI-UCY
[email protected] Abstract The difference between eastern and western rationalists, especially of those who believe in revelation as an absolute basis to reach truth of knowledge is the focus of this study. Historical development of epistemology has briefly illustrated such possibilities due to environmental influences and human perception to it. To the eastern epistimology, theme and focus of studies that centered on ‘ilm, makrifat and knowledge. Revelation based knowledge is believed to be absolute and absolutely true in contrast to the reason based knowledge which is believed relative in nature, and potentially makes differences and development. Keywords: science, truth, epistemology, west, east. A. Pendahuluan Epistemologi selalu menjadi bahan yang menarik untuk dikaji. Karena disinilah dasar-dasar pengetahuan maupun teori pengetahuan yang diperoleh manusia menjadi bahan pijakan1. Konsep-konsep ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dewasa ini beserta aspek-aspek praktis yang ditimbulkannya dapat dilacak akarnya pada struktur pengetahuan yang membentuknya, dari epistemologi, juga filsafat –dalam hal ini filsafat modern– terpecah berbagai aliran yang cukup banyak, seperti rasionalisme, pragmatisme, positivisme, maupun eksistensialisme dan lain-lain. Fokus dari kajian espistimologi ini adalah perbedaan antara barat dan timur terutama dari mereka yang berkeyakinan Islam sebagai agama wahyu sebagai pijakan absolut dalam menggapai kebenaran pengetahuan. Untuk memulainya perlu digambarkan sejarah perkembangan epistemologi secara ringkas. Perkembangan telah melahirkan beberapa teori-teori pokok yang harus dipertimbangkan saat mengkajinya. Setelah itu, analis kritis epistimologi Timur terutama dalam respon kebenaran pengetahuan di tiap levelnya diperjelas sebelum catatan akhir disampaikan di akhir tulisan ini. B. Proses Pengetahuan di Barat John Locke (1632-1704) dalam karangannya yang sangat masyhur, Essay Concerning Human Understanding, menunjukkan bahwa problem tentang sumber-sumber pengetahuan merupakan persoalan yang pertama
Kebenaran Pengetahuan, Antara Barat Dan Timur
dan fundamental yang harus dibereskan2. Immanuel Kant (1724-1804) juga menempatkan isyu tersebut sebagai yang pertama di antara persoalanpersoalan hidup yang pokok. Sejak zaman Locke dan Kant, problema pengetahuan telah mendapat tempat yang penting dalam pembahasanpembahasan filsafat.3 Vauger menyatakan bahwa titik tolak penyelidikan epistemologi adalah situasi manusia dan alam sekitarnya.4 Yaitu kejadian manusia sadar bahwa dirinya mempunyai pengetahuan lalu berusaha untuk memahami, menghayati dan pada saatnya memberikan pengetahuan dengan menerangkan dan mempertanggungjawabkannya, apakah pengetahuan manusia benar dalam arti mempunyai isi dan arti atau tidak Bertumpu pada situasi manusia sendiri itulah sedikitnya mereka dapat memperhatikan perbuatan-perbuatan dan mengetahui yang menyebabkan terjadinya pengetahuan. Dasar penghayatan dan pemahaman dan situasi sekitarnya itulah alasan manusia berusaha mengungkapkan perbuatan-perbuatan mengenal sehingga terjadi pengetahuan. Akal sehat dan cara mencoba-coba mempunyai peran penting dalam usaha manusia menemukan penjelasan mengenai berbagi gejala alam. Ilmu dan filsafat dimulai dengan akal sehat sebab tidak mempunyai landasan lain untuk berpijak. Tiap peradaban betapa pun primitifnya mempunyai kumpulan pengetahuan yang berupa akal sehat. Randall dan Buchlar mendefinisikan akal sehat sebagai pengetahuan yang diperoleh lewat pengalaman secara tidak sengaja yang bersifat sporadis dan kebetulan5.Sedangkan karakteristik akal sehat, menurut Titus, adalah (1).Karena landasannya yang berakar pada adat dan tradisi maka akal sehat cenderung untuk bersifat kebiasaan dan pengulangan, (2). Karena landasannya yang berakar kurang kuat maka akal sehat cenderung untuk bersifat kabur dan samar, dan (3). Karena kesimpulan yang ditariknya sering berdasarkan asumsi yang tidak dikaji lebih lanjut maka akal sehat lebih merupakan pengetahuan yang tidak teruji6. Perkembangan selanjutnya adalah tumbuhnya rasionalisme yang secara kritis mempermasalahkan dasar-dasar pikiran yang bersifat mitos. Menurut Popper, tahapan ini adalah penting dalam sejarah berpikir manusia yang menyebabkan ditinggalkannya tradisi yang bersifat dogmatik yang hanya memperkenankan hidupnya satu doktrin dan digantikan dengan doktrin yang bersifat majemuk yang masing-masing mencoba menemukan kebenaran secara analisis yang bersifat kritis7.
Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 1, Juni 2014
37
Hilman Haroen
Sebelum berkembangnya filsafat modern, menurut Titus, Smith dan Nolan, tradisi dan faham orang awam, termasuk dianggap sebagai sumber pengetahuan8. Filsafat adalah suatu perkembangan yang agak baru dalam perjuangan manusia yang panjang untuk memahami segi kehidupannya. Pada waktu sekarang juga, hanya sebagian kecil dari manusia yang secara sungguh-sungguh mempunyai pandangan terhadap problema -problema kehidupan manusia yang fundamental yang dipikirkan oleh para filosof. Mayoritas yang terbanyak hanya mengikuti pendapat atau kepercayaan yang didasarkan atas tradisi dan adat kebiasaan Kita dilahirkan dalam kelompok-kelompok sosial yang memilih cara cara tertentu untuk bertindak, merasakan dan berpikir. Kita sadar akan diri kita dan dunia di sekeliling kita. Kita berkenalan dengan orang lain dan mengenal benda-benda melalui pengalaman-pengalaman yang bertambah luas. Kesadarankita mencakup sentuhan, penglihatan, pendengaran, pencicipan dan daya cium. Pada waktu obyek (atau hubungan—relation—, kualitas, dan sebagainya) dan suara terkumpul dengan melalui asosiasi atau conditioning yang disengaja, kita membentuk kata-kata dan belajar nama bendabenda. Kata-kata dikelompokkan dalam kalimat (sentence) ketika kita mengetahui bahasa. Kejadian-kejadian kesadaran kita adalah sangat khusus karena tidak ada oranglain yang mengetahui apa yang kita rasakan. Walaupun begitu, kita menganggap bahwa pengalaman-pengalaman orang lain sama dengan pengalaman-pengalaman kita. Jika kita menjadi besar dan mendapatkan pengalamanpengalaman, kita memperoleh adat kebiasaan, perasaan (feeling), pikiran, kepercayaan, dan ingatan-ingatan yang nampaknya dapat diandalkan cara-cara bertindak dan berpikir sebagai tersebut di atas,yang dilakukan oleh anggota-anggota kelompok tanpa rasa ragu-ragu atau mempertanyakan, adalah adat kebiasaan dan tradisi yang cenderung untuk mengikat individu dalam satu jalan. Manusia sering melihat kepada pikiran kelompok untuk membentuk pikirannya sendiri.Cara bertindak dan berpikir, beralih dari suatu generasi ke generasi lain dengan sarana tradisi, meniru dan pengajaran.Cara yang umum untuk memandang kepada sesuatu biasanya dinamakan paham orang awam(common sense).Dengan begitu maka common sense adalah istilah yang luas untuk pendapatpendapat yang dimiliki oleh tiap anggota kelompok” Namun demikian kepercayaan-kepercayaan yang sekarang dipegang teguh: Apakah ada suatu sumber atau beberapa sumber pengetahuan. Dalam 38
Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 1, Juni 2014
Kebenaran Pengetahuan, Antara Barat Dan Timur
pembahasan-pembahasan epistemologi modern biasanya disebutkan empat sumber pengetahuan. a. Pengetahuan bersumber pada kesaksian atau otoritas. Otoritas sebagai sumber pengetahuan mempunyai nilai tetapi juga mengandung bahaya. Kesaksian atau otoritas yang terbuka bagi penyelidikan yang bebas dan jujur tentang kebenarannya adalah suatu sumber yang sah dari pengetahuan.9 b. Pengetahuan bersumber pada persepsi indra. Apa yang dilihat, dengar, sentuh, cium dan cicipi, yakni pengalaman-pengalaman manusia yang kongkrit, membentuk bidang pengetahuan, begitulah pendirian pengikut aliran empirisisme. Empirisisme menekankan kemampuan manusia, untuk persepsi, atau pengamatan, atau apa yang diterima panca indera dari lingkungan. Pengetahuan itu diperoleh dengan membentuk ide sesuai dengan fakta yang diamati. Dengan ringkas, empirisme beranggapan bahwa manusia mengetahui apa yang didapatkan dari pancaindera10. c. Pengetahuan bersumber pada akal. Para pemikir menekankan bahwa pikiran atau akal adalah faktor pokok dalam pengetahuan, dinamakan rasionalis. Rasionalisme adalah pandangan bahwa manusia mengetahui apa yang dipikirkan dan bahwa akal mempunyai kemampuan mengungkapkan kebenaran dengan diri sendiri, atau bahwa pengetahuan itu diperoleh dengan membandingkan ide dengan ide. Dengan menekankan kekuatan manusia untuk berpikir dan apa yang diberikan oleh akal kepada pengetahuan, seorang rasionalis, pada hakikatnya, berkata bahwa rasa (sense) itu sendiri tidak dapat memberikan suatu pertimbangan yang koheren dan benar secara universal11 d. Pengetahuan bersumber pada intuisi. Suatu sumber pengetahuan yang mungkin ada adalah intuisi atau pemahaman yang langsung tentang pengetahuan yang tidak merupakan hasil pemikiran yang sadar atau persepsi rasa yang langsung. 12 C. Tipe dan Tingkatan Kebenaran Dari dua sifat kebenaran tersebut, pada muaranya melahirkan dua tipe kebenaran. Yaitu 1) kebenaran relatif yang bersifat spekulatif dan 2) kebenaran absolut yang bersifat (bertipe) idealistik. 1. Kebenaran relative atau spekulatif Relatif dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dimaknai sebagai suatu nilai (kebenaran) yang sifatnya tidak mutlak atau nisbi 13. Sedang spekulatif dimaknai sebagai suatu nilai atau kebenaran yang bersifat untunguntungan (spekulasi)14. Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 1, Juni 2014
39
Hilman Haroen
Sedangkan teori nilai dalam filsafat, relativisme (value theory) teori bahwa nilai-nilai (kebenaran) dimaknai: 1.berbeda darisatu masyarakat ke masyarakat lain,dari satu orang ke orang lain. 2.dikondisikan oleh kekhasan masyarakat dimana nilai itu tumbuh. 3. tidak dapat diterapkan secara universal pada setiap waktu atau disetiap tempat. 4.benar atau tidak benar, diinginkan atau tidak diinginkan, ditentukan secara relatif apakah sesuai dengan norma umum atau penerimaan umum atau tidak15. Sementara relativisme dari Protagorean merupakan sebuah teori tentang relativitas pengetahuan dan relativitas persepsi inderawi. Sering dirujuk sebagai teori homo mensarra (manusia adalah ukuran), berdasarkan sebuah pernyataan yang dinisbahkan pada Protagoras sang Sophis: "Manusia adalah ukuran segala sesuatu; segala sesuatu yang sesuai adalah benar, yang tidak adalah salah"16 Beberapa keyakinan relativisme Protagoras dinyatakan sebagai berikut:17 1)apa yang dipersepsi adalah persis seperti yang dipersepsi oleh subyek yang mempersepsi. 2)apa yang dipersepsi adalah benar bagi yang mempersepsi. 3) kebenaran identik dengan apa yang dipersepsi dan relatif terhadap kondisi fisik yang mempersepsi. 4) dengan alat indera yang lain, apa yang dipersepsi akan berbeda dan apa yang dianggap benar akan berbeda.5)kebenaran tidak eksis secara independen dari orang yang mempersepsi dan keyakinannya bahwa sesuatu adalah benar. 6) adalah keliru jika dikatakan bahwa seseorang adalah benar (memilik kebenaran) dan orang lain adalah salah (tidak memiliki kebenaran) tentang persepsi inderawi.7)ketika kebenaran dihubungkan dengan persepsi dan orang-orang sepakat mengenainya, maka dapat dikatakan hahwa hal itu didasarkan pada kesepakatan atau persetujuan bersama untuk menyebutnya benar atau tidak berdasar gambaran keadaan sebenarnya. Contoh-contoh dari hal yang disebutkan di atas X; berkata “Anginnya dingin”. Y: Berkata “Anginnya panas” Tak satupun dari kedua pernyataan ituyang tidak benar. Baik X maupun Y tidak menyebutkan pernyataan yang salah.Kedua pernyataan itu adalah benar relatif terhadap bagaimana X dan Y mempersepsi (merasakan) angin tersebut.Tak ada metode atau standar yang mentransendensi persepsi-persepsi itu dan yang dapat digunakan untuk menentukan pernyataan mana yang benar dan yang mana yang salah. Dari berbagai pernyataan tersebut tipe kebenaran relatif dapat dimaknai sebagai sebentuk nilai. Nilai yang bergerak dari tingkatan ukuran
40
Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 1, Juni 2014
Kebenaran Pengetahuan, Antara Barat Dan Timur
kebenaran. Semua itu di dasarkan pada 1) Kebenaran spekulatif filsafat, 2) Kebenaran positif ilmu pengetahuan dan 3) Kebenaran pengetahuan biasa. 2. Kebenaran absolut yang bersifat (bertipe) idealistik. Absolut atau absolute berasal dari bahasa.Latin, absolutus; “ab”, dari, jauh dan“solver”, melepaskan, membebaskan.18 Dari pengertian bahasa tersebut absolut selanjutnya dimaknai;19 a)Bebas dari kekurangan, kualifikasi, atau batasanbatasan; misalnya: wujud absolut, keindahan absolut, kebaikan absolut, otoritas absolut b) Mandiri dan tidak relative seperti ruang absolut, waktu absolut.c) Bebas dari variabilitas, perubahan, kesalahan. Itulah yang dinamakan kebenaran absolut. d) Pasti dan benartanpa syarat. Misalnya, materi bersifat fisikal. e) Tidak acak atau relatif tetapi (1) seperti dalam estetika, nyata secara objektif dan dapat diaplikasikan: Keseimbangan, simetri, harmoni, konsistensi, kesan yang ditimbulkan, kesatuan dalam keragaman, dan kekayaan imajinasi merupakan beberapastandar absolut untuk menilai sebuah karya seni; atau (2) seperti dalam etika, ditetapkan secara universal dan secara keseluruhan. Ini adalah sebuah kewajiban absolut. f) Dalam metafisika, absolut digunakan dalam konsep-konsep seperti keutuhan, totalitas, mencakup segalanya, kesempurnaan, kemandirian, realitas objektif; sesuatu yang tidak diturunkan, tidak bersyarat, tidak berubah, tidak goyah, murni, positif, sederhana, universal. Sedangkan yang absolut (absolute, the) dimaknai sebagai;20 a)Realitas mutlak dan mendasar, dasar dunia, atau prinsip kosmik yang merupakan asal-usul dari eksistensi serta semua aktivitas, kesatuan, dan keragamannya (logos) b)Wujud yang tidak bergantung pada apapun demi keberadaan dan aktivitasnya, tetapi(1) padanya segala sesuatu yang lain bergantung demi keberadaan dan aktivitas mereka dan(2) kepadanya segala sesuatu itu dapat direduksi pada akhirnya (Necessary Being Theology) 3).mencakup segala sesuatu, kepaduan pikiran dan organik yang saling terkait secara sempurna (realitas, wujud) yang berada dalam proses aktualisasi dan memenuhi semua eksistensi transient, terbatas (Idealisme). 4. realitas (wujud, substansi) sebagaimana ia dalam dirinya sendiri dikontraskan dengan yang, tampak pada kita.Yang absolut dalam semua pengertian di atas dipandang sebagai sesuatu yang satu, sempurna, abadi, tidak memiliki sebab, lengkap, mencakup segala sesuatu, tak berhingga-pikiran yang teraktualisasi (jiwa, ego) yang terpadu dalam beraneka ragam aktivitas alam semesta yang terbatas dan tidak sempurna. Konsep yang absolut Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 1, Juni 2014
41
Hilman Haroen
ditemukan dalam bermacam-macam Idealisme (Idealism). Yang absolute tidak secara langsung diberikan pada kita dalam dunia fenomena atauyang tampak; dan sering diyakini tak bias diketahui dalam pengertian yang lengkap. Absolutisme sebagai sifat dimaknai sebagai a) Pandangan bahwa kebenaran (nilai, realitas) adalah nyata, final, dan abadi secara objektif. b)Keyakinan bahwa hanya ada satu penjelasan objektif yang tak berubah dan benar tentang realitas. c) Dalam teori politik, tuntutan atas tuduhan yang tak terbantah pada seorang penguasa atau kelas penguasa21. Adapun tipe-tipe pandangan absolut dalam konsepsi epistemologi meliputi a) Absolut dimaknai sebagai realitas mutlak dan mendasar. Hal ini nota bene memiliki kesejajaran (inheren) makna dengan konsepsi logos. Maksud logos dalam bahasa Yunani adalah ucapan, diskursus, pemikiran, nalar, kata, makna, kajian tentang, ilmu tentang, alasan yang mendasari mengapa sesuatu menjadi dirinya, prinsip-prinsip dan metode- metode yang digunakan untuk menjelaskan fenomena dalam disiplin tertentu, segi-segi dalam sesuatu yang membuatnya dapat dipahami, alasan- alasan dari sesuatu). Bahasa Inggris, -logy digunakan sebagai bentuk gabungan dalam kata-kata seperti embriology (studi tentang embrio), psycho-logy (studi tentang perilaku), geology (studi tentang bumi), dan philology (cinta akan kata-kata atau studi tentang perkembangan suatu). Dalam agama Yunani, logos merujuk pada sabda ilahi dari seorang dewa yang memberi inspirasi spiritual22 b) Abosolut dimaknai sebagai “kepadanya segala sesuatu itu dapat direduksi”. Dalam filsafat hal ini inhern dengan konsepsi “Necessary Being (Theology)”. Necessary being (theology) independen, tak dapat dihancurkan, tidak dapat rusak, wujud abadi tanpa kausa (Tuhan): 1. yang merupakan kausa dari eksistensi segala sesuatu yang lain. 2. yang tak pernah menjadi sesuatu selain dirinya, dan 3. tak pernah bisa dikausakan untuk tidak ada. Sesuatu yang padanya segala sesuatu tergantung demi eksistensi dan keberlangsungan mereka, tetapi yang tidak tergantung pada apapun untuk eksistensi dan keberlangsungannya.Wujud yang mencukupi diri-sendiri.23 Selain itu necessary juga bersifat sebagai eksistensi.Atau necessary existence juga disebut necessary existent 1.sesuatu yang tidak tergantung pada sesuatu yang lain untuk eksistensinya; eksistensi abadi tanpa kau sayang tidak bergantung pada sesuatu yang lain selain wujudnya sendiri; kemandirian kausal absolut dalam asal-usulnya dari segala sesuatu yang lain. 2. esensi keseluruhannya adalah mengada; peri ada yang esensinya tidak dibisa dipahami sebagai tiada. Jagad raya, alam, atau materi dapat 42
Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 1, Juni 2014
Kebenaran Pengetahuan, Antara Barat Dan Timur
dibayangkan sebagai eksistensi wajib.Lawan dari eksistensi mungkin, wujud mungkin. Sedangkan necessitarianism adalah teori bahwa seluruh peristiwa di alam semesta ditentukan (diwajibkan) oleh kausa-kausa, dan bahwa semua kausa ini dalam dirinya sendiri diwajibkan untuk terjadi24 c) Absolut yang bertipe sebagai sebentuk pandangan ideal (idealism) atau mencakup segala sesuatu, kepaduan pikiran dan organic yang saling terkait bersifat sempurna (realitas, wujud). Atau Absolutisme, yang mencakup makna sebagai 1). Pandangan bahwa kebenaran (nilai, realitas) adalah nyata, final dan abadi secara obyektif. 2) Keyakinan bahwa hanya ada satu penjelasan obyektif yang tak berubah dan benar tentang realitas. 25 D. Padanan Epistimologi di Timur Pandangan Epistimologi Barat tidak selalu diterima di seantereo dunia. Titus dkk. memberikan tekanan khusus pada perbedaan sikap antara Barat dan Timur dalam pengetahuan.26 Barat cenderung untuk menekankan dunia obyektif dari rasa; penekanan ini telah menghasilkan sains dan teknologi dimana Barat menunjukkan keunggulannya. Hal tersebut adalah cara berpikir yang diwarisi dari Yunani. Barat telah menimbulkan filsafat alam yang menunjang serta meranting dalam bermacammacam sains. Pengetahuan yang dihasilkan digolong- golongkan, dispesialkan dan dipisahkan dan akhirnya condong bersifat empiris dan deskriptif. Jika pengetahuan melampaui dunia rasa, ia menjadi teoritis dan diekspresikan dalam bermacam-macam simbul matematik atau lisan. Pengetahuan harus bersifat demikian, sehingga ia dapat diuraikan dalam istilah-istilah yang bersifat deskriptif empiris atau disampaikan kepada orang lain menurut peraturan logika dan pemeriksaan ilmiah. Pemikir-pemikir Timur lebih mementingkan segi dalam dan watak pribadi dari aku dan realitas yang berada lebih jauh dari dunia empiris. Bagi filosof-filosof Timur, dunia rasa adalah bersifat sementara dan khayalan. Filosof Timur mementingkan segi dalam dari benda-benda dan tidak puasdengan pandangan luar terhadap benda-benda tersebut.Ia tidak hanya ingin melihat tetapi ingin menjadi sesuatu. Ia lebih suka menekan "pengetahuan dengan perkenalan" (knowledge by acquaintance) dan lebih bersedia untuk menerima pengalaman dan kesaksian orang-orang dahulu, sejarah dan intuisi yang menurutnya lebih dapat dipercaya. Filsafat adalah a way of life (cara hidup), suatu eksperimen dalam hidup. Watak bendabenda harus diungkapkan, bukan dengan kesimpulan logika dari fakta-fakta dunia yang berkeping-keping, tetapi dengan cara pengenalan melalui pengalaman pribadi. Untuk mendapatkan Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 1, Juni 2014
43
Hilman Haroen
pengenalan atau pandangan-dalam ini, akal (jiwa) harus dibersihkan dari hambatan-hambatan keinginan-keinginan pribadi dan emosi yang mengganggu. Disiplin dan kendali pribadi dan emosi yang mengganggu. Disiplin dan pengendalian diri adalah sangat diperlukan. Disiplin ini bersifat intelektual dan moral, tetapi juga emosional dan fisik”. Di Timur Tengah; terutama sejak kemunculan agama Islam; epistimologi telah menjadi kajian umum. Dengan memperhatikan definisi epistemologi, bisa dikatakan bahwa tema dan pokok pengkajian epistemologi dalam pemahaman mazhab Timur tengah berpusat pada ilmu, makrifat dan pengetahuan. Dalam hal ini, dua poin penting akan dijelaskan 27: a. Cakupan pokok bahasan, yakni apakah subyek epistemologi adalah ilmu secara umum atau ilmu dalam pengertian khusus seperti ilmu hushûlî. Ilmu itu sendiri memiliki istilah yang berbeda dan setiap istilah menunjukkan batasan dari ilmu itu. Istilah-istilah ilmu tersebut adalah sebagai berikut: 1).Makna leksikal ilmu adalah sama dengan pengideraan secara umum dan mencakup segala hal yang hakiki, sains, teknologi, keterampilan, kemahiran, dan juga meliputi ilmu-ilmu seperti hudhûri, hushûli, ilmu Tuhan, ilmu para malaikat, dan ilmu manusia. 2) Ilmu adalah kehadiran (hudhûri) dan segala bentuk penyingkapan. Istilah ini digunakan dalam filsafat Islam. Makna ini mencakup ilmu hushûli dan ilmu hudhûri. 3) Ilmu yang hanya dimaknakan sebagai ilmu hushûlî dimana berhubungan dengan ilmu logika (mantik).4) Ilmu adalah pembenaran (at-tashdiq) dan hukum yang meliputi kebenaran yang diyakini dan belum diyakini. 5). Ilmu adalah pembenaran yang diyakini. 6). Ilmu ialah kebenaran dan keyakinan yang bersesuaian dengan kenyataan dan realitas eksternal. 7). Ilmu adalah keyakinan benar yang bisa dibuktikan. 8). Ilmu ialah kumpulan proposisi universal yang saling bersesuaian dimana tidak berhubungan dengan masalah-masalah sejarah dan geografi. 9). Ilmu ialah gabungan proposisi universal yang hakiki dimana tidak termasuk halhal yang linguistik 10). Ilmu ialah kumpulan proposisi universal yang bersifat empirik. b. Sudut pembahasan, yakni apabila subyek epistemologi adalah ilmu dan makrifat, maka dari sudut mana subyek ini dibahas, karena ilmu dan makrifat juga dikaji dalam ontologi, logika, dan psikologi. Sudut-sudut yang berbeda bisa menjadi pokok bahasan dalam ilmu. Terkadang yang menjadi titik tekan adalah dari sisi hakikat keberadaan ilmu.Sisi ini menjadi salah satu pembahasan dibidang ontologi dan filsafat. Sisi pengungkapan dan kesesuaian ilmu dengan realitas eksternal juga menjadi pokok kajian epistemologi. Sementara aspek penyingkapan ilmu baru dengan perantaraan ilmu-ilmu sebelumnya dan faktor riil yang menjadi penyebab hadirnya 44
Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 1, Juni 2014
Kebenaran Pengetahuan, Antara Barat Dan Timur
pengindraan adalah dibahas dalam ilmu logika. Dan ilmu psikologi mengkaji subyek ilmu dari aspek pengaruh umur manusia terhadap tingkatan dan pencapaian suatu ilmu. Sudut pandang pembahasan akan sangat berpengaruh dalam pemahaman mendalam tentang perbedaan-perbedaan ilmu28. Dalam epistemologi akan dikaji kesesuaian dan probabilitas pengetahuan, pembagian dan observasi ilmu, dan batasan-batasan pengetahuan. Sisi ini, ilmu hushûlî dan ilmu hudhûrî juga akan menjadi pokok-pokok pembahasannya. Dengan demikian, ilmu yang diartikan sebagai keumuman penyingkapan dan penginderaan adalah bisa dijadikan sebagai subyek dalam epistemologi. E. Kebenaran Absolut di Timur Kesenjangan antara timur dan barat itu tidak bisa dilepaskan dari pola yang muncul dalam merumuskan pandangan dunia. weltanschaung seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya konsepsi dan pengenalannya terhadap "kebenaran" (asy-Syai fil khârij). Kebenaran yang dimaksud di sini adalah segala sesuatu yang berkorespondensi dengan dunia luar. Semakin besar pengenalannya, semakin luas dan dalam pandangan dunianya. Pandangan dunia yang valid dan argumentatif dapat melesakkan seseorang mencapai titik-kulminasi peradaban dan sebaliknya akan membuatnya terpuruk hingga titik nadir peradaban. Karena nilai dan kualitas keberadaan manusia sangat bergantung kepada pengenalan manusia terhadap kebenaran29. Epistimologi Timur telah menanamkan dasar yang kuat bagi loncatan yang lebih tinggi dari kebenaran spekulatif dengan mengedepankan kebenaran kewahyuan. Seperti yang dinyatakan oleh Andi Hakim Nasution, nilai kebenaran itu bertingkat-tingkat, yaitu haq al-yaqin, ‘ain al-yaqin, dan ‘ilm al-yaqin. Adapun kebenaran menurut Anshari mempunyai empat tingkatan, yaitu:30 1. Kebenaran wahyu 2. Kebenaran spekulatif filsafat 3. Kebenaran positif ilmu pengetahuan 4. Kebenaran pengetahuan biasa. Pengetahuan yang dibawa wahyu diyakini bersifat absolut dan mutlak benar. Pengetahuan yang diperoleh melalui akal bersifat relatif, mungkin benar dan mungkin salah. Jadi, apa yang diyakini atas dasar pemikiran mungkin saja tidak benar karena ada sesuatu di dalam nalar kita yang salah.
Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 1, Juni 2014
45
Hilman Haroen
Demikian pula apa yang diyakini karena diamati belum tentu benar karena penglihatan kita mungkin saja mengalami penyimpangan. Catatan Akhir 1http://astaqauliyah.com/2007/05/epistemologi-pengertian-sejarah-dan-ruanglingkup (5/10/2011) 2 Ibid. 3 Ibid. 4 Ibid. 5 Ibid. 6Ibid. 7http://astaqauliyah.com/2007/05/., Ibid. 8Titus., Ibid., hlm 188-189 9Ibid., h. 198 10Ibid., h. 199-200. 11 Ibid., h. 201 12 Ibid., h. 204 13 Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Dep P & K dan Balai Pustaka, Jakarta., 1993)., h. 738 14 Ibid., h. 856 15 Ibid., h. 286-287 16 Ibid., h. 287 17 Ibid.
Tim Penulis Rosda. Kamus Istilah Filsafat. Bandung: Remaja RosdaKarya, 1995. h. 1 18
19Ibid. 20
Ibid., hlm 1-2.
21Ibid.
Ibid., h. 189. Ibid., h. 221. 24 Ibid., h. 222. 25 Ibid., h. 2 26 Ibid., h. 208-209 27 Ibid. 28 Ibid. 29http://telagahikmah.org/id/index.php?option=com_content&task=view&id=85&It 22 23
emid=1(5/10/2011) 30 Ibid.
Daftar Pustaka http://astaqauliyah.com/2007/05/epistemologi-pengertian-sejarah-danruang-lingkup (5/10/2011) Blackburn, Simon. Kamus Filsafat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013. Syafi'ie, Imam. Konsep Ilmu Pengetahuan Dalam Al Qur’an. Yogyakarta: UII Press, 2000. Tim Penulis Rosda. Kamus Istilah Filsafat. Bandung: Remaja RosdaKarya, 1995. Tim Penyusun Kamus. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Dep P & K dan Balai Pustaka, 1993. 46
Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 1, Juni 2014
Kebenaran Pengetahuan, Antara Barat Dan Timur
Titus, Smith, dan Nolan. Persoalan-Persoalan Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang, 1992. Van Peurson, C. A. Orientasi di Alam Filsafat. Jakarta: PT Gramedia, 1980. Zubair, Anton Bakker dan Muhammad Charis. Metodologi Penelitian Filsafat. Yogyakarta: Kanisius, 1990.
Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 1, Juni 2014
47