Kdk_laporan Pendahuluan Ca Recti (setra Real).docx

  • Uploaded by: Setra Amelia Hutami
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kdk_laporan Pendahuluan Ca Recti (setra Real).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,847
  • Pages: 28
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CA RECTI Untuk memenuhi tugas mata kuliah Konsep Dasar Keperawatan

Disusun Oleh: Fahmi Falefi

(4002180168)

Mutis Ulfa B.

(4002180127)

Ongki Saputra

(4002180161)

Riqna Marda R.

(4002180145)

Rizal Ermanton

(4002180117)

Setra Amelia H.

(4002180121)

Widi Astuti

(4002180101)

Yuli Setiawati

(4002180099)

SI KEPERAWATAN NON REGULER STIKes DHARMA HUSADA BANDUNG 2018-2019

A. Lapora Pendahuluan 1. Anatomi Fisiologi Usus Besar

Gambar 1.1 Ca Recti (Kanker Rektum)

Usus besar atau Intestinum mayor panjangnya ± 1,5 m, lebarnya 56 cm. Banyak bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri ini juga penting untuk fungsi normal dari usus. Fungsi usus besar, terdiri dari :Menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri E.Coli, tempat feses. Usus besar (kolon), terdiri atas: a. Sekum Sekum (bahasa latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar. Di bawah sekum terdapat appendiks vermiformis yang berbentuk seperti cacing sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya ± 6 cm. Seluruhnya ditutupi oleh peritoneum mudah bergerak walaupun tidak

mempunyai

mesentrium dan dapat diraba melalui dinding abdomen pada orang yang masih hidup. b. Kolon Asendens Kolon assendens mempunyai panjang 13 cm, terletak di abdomen bawah sebelah kanan membujur ke atas dari ileum ke bawah hati. Di bawah hati melengkung ke kiri, lengkungan ini disebut fleksura hepatica, dilanjutkan sebagai kolon transversum.

c. Kolon Transversum Panjangnya ±38 cm membujur dari kolon asendens sampai ke kolon desendens berada di bawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura hepatica dan sebelah kiri terdapaat fleksura lienalis. d. Kolon Desendens Panjangnya ±25 cm terletak di abdomen bawah bagian kiri membujur dari atas ke bawah dan fleksura lienalis sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid. e. Kolon Sigmoid Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon desendens terletak miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai S, ujung bawahnya berhubungan dengan rektum f. Rektum Rektum (Bahasa Latin: regere, "meluruskan, mengatur") adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB. Secara anatomi rektum terbentang dari vertebre sakrum ke-3

sampai garis anorektal dengan panjang sekitar 12-13 cm (Sloane, 2004). Secara fungsional dan endoskopik, rektum dibagi menjadi bagian ampula dan sfingter. Bagian sfingter disebut juga annulus hemoroidalis, dikelilingi oleh muskulus levator ani dan fasia coli dari fasia supra-ani. Sfingter anal internal otot polos (involunter) dan sfingter anal eksternal otot rangka (volunter) mengitari anus (Sloane, 2004). Bagian ampula terbentang dari sakrum ke-3 ke difragma pelvis pada insersi muskulus levator ani. Pada orang dewasa dinding rektum mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa, muskularis (sirkuler dan longitudinal), dan lapisan serosa. Mukosa saluran anal tersusun dari kolumna rektal (anal), yaitu lipatan-lipatan vertikal yang masing-masing berisi arteri dan vena (Sloane, 2004).

2. Pengertian Ca Recti Rektum adalah bagian terakhir dari kolon, menghubungkan kolon sigmoid (di atas) dan anus (di bawah). Rektum menyimpan feses sampai dikeluarkan dari tubuh. Kanker rektum adalah jenis kanker yang terjadi pada rektum, saluran yang menjadi bagian terakhir dari usus besar untuk membuang feses. Ca Kolorectal merupakan salah satu dari keganasan pada kolon dan rektum yang khusus menyerang bagian rekti yang terjadi akibat gangguan proliferasi sel epitel yang tidak terkendali (Black & Hawks, 2014). Ca Kolorectal biasanya dikelompokkan bersama kanker usus besar, dan keduanya disebut kanker kolorektal. Kanker rektum paling sering dimulai pada sel yang melapisi bagian dalam rektum. Kanker rektum sering kali terbentuk pertama kali sebagai polip prekanker. (Tania, 2017

Gambar 2.1 Ca Recti

3. Etiologi Ca Recti Beberapa faktor risiko/faktor predisposisi terjadinya kanker rectum menurut Smeltzer, Burke, Hinkle, dan Cheever (2010) sebagai berikut: a. Diet rendah serat Kebiasaan diet rendah serat adalah faktor penyebab utama, Bukitt (1971) dalam Price & Wilson (2012) mengemukakan bahwa diet rendah serat dan kaya karbohidra refined mengakibatkan perubahan pada flora feses dan perubahan degradasi garam-garam empedu atau hasil pemecahan protein dan lemak, dimana sebagian dari zat-zat ini bersifat karsinogenik. Diet rendah serat juga menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi karsinogenik dalam feses yang bervolume lebih kecil. Selain itu masa transisi feses meningkat, akibat kontak zat yang berpotensi karsinogenik dengan mukosa usus bertambah lama. b. Lemak Kelebihan lemak diyakini mengubah flora bakteri dan mengubah steroid menjadi senyawa yang mempunyai sifat karsinogen. c. Polip diusus (colorectal polyps) Polip adalah pertumbuhan sel pada dinding dalam kolon atau rektum, dan sering terjadi pada orang berusia 50 tahun ke atas.Sebagian besar polip

bersifat jinak (bukan kanker), tapi

beberapa polip (adenoma) dapat menjadi kanker. d. Inflamatory Bowel Disease Orang dengan kondisi yang menyebabkan peradangan pada kolon (misalnya colitis ulcerativa atau penyakit Crohn) selama bertahuntahun memiliki risiko yang lebih besar. e. Riwayat kanker pribadi Orang yang sudah pernah terkena kanker colorectal dapat terkena kanker colorectal untuk kedua kalinya. Selain itu, wanita dengan riwayat kanker di indung telur, uterus (endometrium), atau payudara mempunyai tingkat risiko yang lebih tinggi untuk terkena kanker rectal.

f. Riwayat kanker rektal pada keluarga Jika mempunyai riwayat kanker rekti pada keluarga, maka kemungkinan terkena penyakit ini lebih besar, khususnya jika terkena kanker pada usia muda. g. Faktor gaya hidup Orang yang merokok, atau menjalani pola makan yang tinggi lemak dan sedikit buah-buahan dan sayuran memiliki tingkat risiko yang lebih besar terkena kanker colorectal serta kebiasaan sering menahan tinja/defekasi yang sering. h. Usia di atas 50 Kanker rekti biasa terjadi pada mereka yang berusia lebih tua. Lebih dari 90 persen orang yang menderita penyakit ini didiagnosis setelah usia 50 tahun ke atas.

4. Manifestasi Klinis Kebanyakan orang asimtomatis dalam jangka waktu lama dan mencari bantuan kesehatan hanya bila mereka menemukan perubahan pada kebiasaan defekasi atau perdarahan rectal Smeltzer, Burke, Hinkle, & Cheever (2010). Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi segmen usus tempat kanker berlokasi. Gejala yang paling menonjol adalah (Smeltzer, Burke, Hinkle, & Cheever, 2010): a. Perubahan kebiasaan defekasi b. Pasase darah dalam feses adalah gejala paling umum kedua c. Gejala anemi tanpa diketahui penyebabnya d. Anoreksia e. Penurunan berat badan tanpa alasan f. Keletihan g. Mual dan muntah-muntah h. Usus besar terasa tidak kosong seluruhnya setelah BAB i. Feses menjadi lebih sempit (seperti pita) j. Perut sering terasa kembung atau keram perut k. Gejala yang dihubungkan dengan lesi rectal adalah: evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian (umumnya konstipasi), serta feses berdarah.

Pertumbuhan pada sigmoid atau rectum dapat mengenai radiks saraf, pembuluh limfe, atau vena menimbulkan gejala gejala pada tungkai atau perineum, hemoroid, nyeri pinggang bagian bawah, keinginan defekasi, atau sering berkemih dapat timbul sebagai akibat tekanan pada alat-alat tersebut. Semua karsinoma kolorektal dapat menyebabkan ulserasi, perdarahan, obstruksi bila membesar atau invasi menembus dinding usus dan kelenjarkelenjar regional, terkadang bisa terjadi perforasi dan menimbulkan abses peritoneum. Tumor pada rekti dan kolon asendens dapat tumbuh sampai besar sebelum menimbulkan tanda-tanda obstruksi karena lumennya lebih besar daripada kolon desendens dan dindingnya lebih mudah melebar. Perdarahan biasanya sedikit atau tersamar. Bila karsinoma Recti menembus ke daerah ileum akan terjadi obstruksi usus halus dengan pelebaran bagian proksimal dan timbul nausea atau vomitus. Pertimbangan gerontologi, insiden karsinoma kolon dan rectum meningkat sesuai usia. Kanker ini biasanya ganas pada lansia, gejala sering tersembunyi yaitu: keletihan hampir selalu ada akibat anemia defisiensi besi primer, nyeri abdomen, obstruksi, tenesmus, dan perdarahan.

5. Patofisisolo Ca Recti Karsinogenesis dan onkogenesis merupakan nama lain dari perkembangan kanker. Proses perubahan sel normal menjadi sel kanker disebut transformasi maligna (Ignatavicius & Workman, 2006). Karsinogen adalah substansi yang mengakibatkan perubahan pada struktur dan fungsi sel menjadi sel yang bersifat otonom dan maligna. Trasformasi maligna diduga mempunyai sedikitnya tiga tahapan proses selular yaitu inisiasi, promosi, dan progresi (Smeltzer, Burke, Hinkle, & Cheever, 2010), yaitu:

a. Inisiasi (Carcinogen) Pada tahap ini terjadi perubahan dalam bahan genetik sel yang memicu sel menjadi ganas. Perubahan ini disebabkan oleh status karsinogen berupa bahan kimia, virus, radiasi atau sinar matahari yang berperan sebagai inisiator dan bereaksi dengan DNA yang menyebabkan DNA pecah dan mengalami hambatan perbaikan DNA. Perubahan ini mungkin dipulihkan melalui mekanisme

perbaikan DNA atau dapat mengakibatkan mutasi

selular permanen. Mutasi ini biasanya tidak signifikan bagi sel-sel sampai terjadi karsinogenesis tahap kedua. b. Promosi (Co-carcinogen) Pemajanan berulang terhadap agen menyebabkan ekspresi informasi abnormal. Pada tahap ini suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah menjadi ganas. Tahap promosi merupakan hasil interaksi antara faktor kedua dengan sel yang terinisiasi pada tahap sebelumnya. Faktor kedua sebagai agen penyebabnya disebut complete carcinogen karena melengkapi tahap inisiasi dengan tahap promosi. Agen promosi bekerja dengan mengubah informasi genetik dalam sel, meningkatkan sintesis DNA, meningkatkan salinan pasangan gen dan merubah pola komunikasi antarsel. Pada masa antara inisiasi dan promosi merupakan kunci konsep dalam pencegahan kanker, karena bila pada tahap ini dilakukan pencegahan pemaparan karsinogen ulang seperti makanan berlemak, obesitas, rokok, dan alkohol akan dapat menurunkan risiko terbentuknya formasi neoplastik. c. Progresi (Complete Carcinogen ) Pada tahapan ini merupakan tahap akhir dari terbentuknya sel kanker atau karsinogenesis. Sel-sel yang mengalami perubahan bentuk selama inisiasi dan

promosi kini melakukan perilaku

maligna. Sel-sel ini sekarang menampakkan suatu kecenderungan untuk menginvasi jaringan yang berdekatan (bermetastasis).

Penyebab kanker pada saluran cerna bagian bawah tidak diketahui secara

pasti. Polip dan ulserasi colitis kronis dapat

berubah menjadi ganas tetapi dianggap bukan sebagai penyebab langsung. Hipotesa penyebab yang lain adalah meningkatnya penggunaan lemak yang bisa menyebabkan kanker kolorektal. Diet rendah serat dan kaya karbohidrat refined mengakibatkan perubahan pada flora feses dan perubahan degradasi garam-garam empedu atau hasil pemecahan protein dan lemak, dimana sebagian dari zat-zat ini bersifat karsinogenik. Diet rendah serat juga menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi karsinogenik dalam feses yang bervolume lebih kecil. Selain itu masa transisi feses meningkat, akibat kontak zat yang berpotensi karsinogenik dengan mukosa usus bertambah lama. Kelebihan lemak diyakini mengubah flora bakteri dan mengubah steroid menjadi senyawa yang mempunyai sifat karsinogen. Bakteri dapat mengubah asam empedu, yang dikeluarkan oleh tubuh untuk membantu pencernaan lemak menjadi suatu senyawa-senyawa yang dapat memicu kanker. Senyawasenyawa tersebut disebut sebagai asam empedu sekunder. Asam empedu secara normal dikeluarkan oleh tubuh untuk mencerna lemak. Semakin banyak lemak yang dikonsumsi, maka asam empedu yang dikeluarkan oleh tubuh akan semakin banyak pula. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika beberapa bahan makanan yang banyak mengandung lemak seperti daging merah, serta daging dan makanan olahan lain yang berkadar lemak tinggi seperti keju, dapat meningkatkan risiko kanker usus. Konsumsi alkohol juga dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker usus seperti halnya makanan yang kaya akan gula. Patologi kebanyakan kanker usus besar berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas atau disebut adenoma, yang dalam stadium awal membentuk polip (sel yang tumbuh sangat cepat). Pada stadium awal, polip dapat diangkat dengan mudah.

Tetapi, seringkali pada stadium awal adenoma tidak menampakkan gejala apapun sehingga tidak terdeteksi dalam waktu yang relatif lama dan pada kondisi tertentu berpotensi menjadi kanker yang dapat terjadi pada semua bagian dari usus besar. Polip jinak dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas ke dalam struktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh yang lain (paling sering ke hati). Kanker kolorektal dapat menyebar melalui beberapa cara yaitu secara infiltratif langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung kemih; melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe perikolon dan mesokolon; melalui aliran darah, biasanya ke hati karena kolon mengalirakan darah ke sistem portal; penyebaran secara transperitoneal; penyebaran ke luka jahitan, insisi abdomen atau lokasi drain. Pertumbuhan kanker menghasilkan efek sekunder, meliputi penyumbatan lumen usus dengan obstruksi dan ulserasi pada dinding usus serta

perdarahan. Penetrasi kanker dapat

menyebabkan perforasi dan abses, serta timbulnya metastase pada jaringan lain.

6. Klasifikasi Ca Recti Metode penahapan kanker yang digunakan adalah klasifikasi duke sebagai berikut (Smeltzer, Burke, Hinkle, & Cheever, 2010): a. Duke Stadium 0 (carcinoma in situ) Kanker belum menembus membran basal dari mukosa kolon atau rektum. 1) Stadium I Kanker telah menembus membran basal hingga lapisan kedua atau ketiga (submukosa/ muskularis propria) dari lapisan dinding kolon/ rektum tetapi belum menyebar keluar dari dinding kolon/rektum (Duke A).

2) Stadium II Kanker telah menembus jaringan serosa dan menyebar keluar dari dinding usus kolon/rektum dan ke jaringan sekitar tetapi belum menyebar pada kelenjar getah bening (Duke B). 3) Stadium III Kanker telah menyebar pada kelenjar getah bening terdekat tetapi belum pada organ tubuh lainnya (Duke C). 4) Stadium IV Kanker telah menyebar pada organ tubuh lainnya (Duke D).

Gambar e.1 Ca Recti (Kanker Rektum)

b. Stadium TNM menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC) Stadium 0 I II A II B III A III B III C IV

T Tis T1 T2 T3 T4 T1-T2 T3-T4 Any T Any T

N N0 N0 N0 N0 N0 N1 N1 N2 Any N

M M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0

Duke A B C D

Tabel D.1 Stadium TNM American Joint Committee on Cancer (AJCC) Keterangan : T

: Tumor primer

Tx

: Tumor primer tidak dapat di nilai

T0

: Tidak terbukti adanya tumor primer

Tis

: Carcinoma in situ, terbatas pada intraepitelial atau terjadi invasi pada lamina propria

T1 T2 T3

: Tumor menyebar pada submucosa Tumor menyebar pada muskularis propria : Tumor menyebar menembus muskularis propria ke dalam subserosa atau ke dalam jaringan sekitar kolon atau rektum tapi belum mengenai peritoneal.

T4

: Tumor menyebar pada organ tubuh lainnya atau menimbulkan perforasi peritoneum viseral.

N

: Kelenjar getah bening regional/node

Nx

: Penyebaran pada kelenjar getah bening tidak dapat di nilai

N0

: Tidak ada penyebaran pada kelenjar getah bening

N1

: Telah terjadi metastasis pada 1-3 kelenjar getah bening regional

N2

: Telah terjadi metastasis pada lebih dari 4 kelenjar getah bening

M

: Metastasis

Mx : Metastasis tidak dapat dinilai M0 : Tidak terdapat metastasis M1 : Terdapat metastasis M1 : Terdapat metastasis

7. Data Penunjang a. Fecal accult blood test, pemeriksaan darah samar feses di bawah mikroskop b. Colok dubur (rectal toucher) ditemukan darah dan lendir, tonus sfingter ani keras/lembek, mukosa kasar, kaku biasanya dapat digeser, ampula rectum kolaps/kembung terisi feses atau tumor yang dapat teraba atau tidak. c. Barium enema, pemeriksaan serial sinar x pada saluran cerna bagian bawah, sebelumnya pasien diberikan cairan barium ke dalam rektum d. Endoskopi (protoskopi, sigmoidoscopy atau colonoscopy), dengan menggunakan teropong, melihat gambaran rektum dan sigmoid

adanya polip atau daerah abnormal lainnya dalam layar monitor. Protoskopi untuk mendeteksi kelainan 8-10 cm dari anus (polip rekti,

hemoroid,

karsinoma

rektum).

Sigmoidoskopi

atau

kolonoskopi adalah test diagnostik utama digunakan untuk mendeteksi dan melihat tumor dan biopsy jaringan. Sigmoidoskopi fleksibel dapat mendeteksi 50 % sampai 65 % (20-25 cm dari anus) dari kanker kolorektal. Pemeriksaan enndoskopi dari kolonoskopi direkomendasikan untuk mengetahui lokasi dan biopsy lesi pada klien dengan perdarahan rektum. Bila kolonoskopi dilakukan dan visualisasi sekum, barium enema mungkin tidak dibutuhkan. Tumor dapat tampak membesar, merah, ulseratif sentral, seperti penyakit divertikula, ulseratif kolitis e. Biopsi, tindakan pengambilan sel atau jaringan abnormal dan dilakukan pemeriksaan di bawah mikroskop untuk mengidentifikasi matastase dan menilai reseklabilitas. f. Jumlah sel-sel darah untuk evaluasi anemia. Anemia mikrositik, ditandai dengan sel-sel darah merah yang kecil, tanpa terlihat penyebab adalah indikasi umum untuk test diagnostik selanjutnya untuk menemukan kepastian kanker kolorektal. g. Test Guaiac pada feces untuk mendeteksi bekuan darah di dalam feces, karena semua kanker kolorektal mengalami perdarahan intermitten. h. CEA

(carcinoembryogenic

antigen)

adalah

ditemukannya

glikoprotein di membran sel pada banyak jaringan, termasuk kanker kolorektal. Antigen ini dapat dideteksi oleh radioimmunoassay dari serum atau cairan tubuh lainnya dan sekresi. Test ini tidak spesifik bagi kanker kolorektal dan positif pada lebih dari separuh klien dengan lokalisasi penyakit, ini tidak termasuk dalam skreening atau test diagnostik dalam pengobatan penyakit. CEA digunakan sebagai prediktor

pada

prognsis

postoperative

dan

kekambuhan mengikuti pemotongan pembedahan.

untuk

deteksi

i. Digital rectal examination (DRE) Dapat digunakan sebagai pemeriksaan skrining awal .Kurang lebih 75% karsinoma rektum dapat dipalpasi pada pemeriksaan rectal. Pemeriksaan digital akan mengenali tumor yang terletak sekitar 10 cm dari rektum, tumor akan teraba keras dan menggaung. j. Pemeriksaan kimia darah alkaline phosphatase dan kadar bilirubin dapat meninggi, indikasi telah mengenai hepar. Test laboratorium lainnya meliputi serum protein, kalsium, dan kreatinin. k. Barium enema sering digunakan untuk deteksi atau konfirmasi ada tidaknya dan lokasi tumor. Bila medium kontras seperti barium dimasukkan kedalam usus bagian bawah, kanker tampak sebagai massa mengisi lumen usus, konstriksi, atau gangguan pengisian. Dinding usus terfiksir oleh tumor, dan pola mukosa normal hilang. Meskipun pemeriksaan ini berguna untuk tumor kolon, sinar-X tidak nyata dalam mendeteksi rectum l. X-ray dada untuk deteksi metastase tumor ke paru-paru m. CT (computed tomography) scan, magnetic resonance imaging (MRI), atau

pemeriksaan ultrasonic dapat digunakan untuk

mengkaji apakah sudah mengenai organ lain melalui perluasan langsung atau dari metastase tumor. n. Whole-body PET Scan Imaging. Sementara ini adalah pemeriksaan diagnostik yang paling akurat untuk mendeteksi kanker kolorektal rekuren (yang timbul kembali). o. Pemeriksaan DNA Tinja.

8. Penatalaksanaan a. Pembedahan Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama untuk stadium I dan II kanker rektal, bahkan pada pasien suspek dalam stadium III juga dilakukan pembedahan. Meskipun begitu, karena kemajuan ilmu dalam metode penentuan stadium kanker, banyak pasien kanker rektal dilakukan pre- surgical treatment dengan radiasi dan kemoterapi. Penggunaan kemoterapi

sebelum pembedahan dikenal sebagai neoadjuvant chemotherapy dan pada kanker rektal, neoadjuvant chemotherapy digunakan terutama pada stadium II dan III. Pada pasien lainnya yang hanya dilakukan pembedahan, meskipun sebagian besar jaringan kanker sudah diangkat saat operasi, beberapa pasien masih membutuhkan kemoterapi atau radiasi setelah pembedahan untuk membunuh sel kanker yang tertinggal (Anderson, 2006). Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur pembedahan pilihan adalah sebagai berikut (Smeltzer, Burke, Hinkle, & Cheever, 2010): 1) Reseksi segmental dengan anastomosis (pengangkatan tumor dan porsi usus pada sisi pertumbuhan pembuluh darah, dan nodus limfatik) 2) Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanen (pengangkatan tumor dan prosi sigmoid dan semua rectum serta sfingkter anal) 3) Kolostomi sementara diikuti reanastomosis reseksi segmental dan anastomisis serta reanastomosis lanjut dari kolostomi (memungkinkan dekompresi usus awal dan persiapan usus sebelum reseksi) 4) Kolostomi permanen atau ileostomi (untuk menyembuhkan lesi obstruksi yang tidak dapat direseksi) Sebelum pembedahan, dilakukan

radioterapi

untuk

mencegah

sel

maligna

bermetastasis dan mengurangi ukuran tumor serta membuatnya lebih mudah direseksi. Intervensi lokal terhadap tumor setelah pembedahan adalah implantasi isotop (radium, cesium, dan kobalt) ke dalam area tumor dan elektrokoagulasi. b. Kemoterapi Kemoterapi bertujuan untuk menurunkan metastasis dan mengontrol manifestasi. Adjuvant chemotherapy (menangani pasien yang tidak terbukti memiliki penyakit residual tapi beresiko tinggi mengalami

kekambuhan), dipertimbangkan pada pasien dengan tumor yang menembus sangat dalam atau tumor lokal yang bergerombol (stadium II lanjut dan stadium III).Terapi standarnya ialah dengan fluorouracil, (5-FU) dikombinasikan dengan leucovorin dalam jangka waktu enam sampai dua belas bulan. 5-FU merupakan anti metabolit dan leucovorin memperbaiki respon. Agen lainnya, levamisole untuk meningkatkan sistem imun dan dapat menjadi substitusi bagi leucovorin. a) 5 hari Fu (Flouro-Uracil 13,5mg/kg BB/hari) b) 5 Fu dan Ca Folinat c. Radioterapi Pada Ca stadium II dan III lanjut, radiasi dapat mengecilkan ukuran tumor sebelum dilakukan pembedahan. Radioterapi dapat menjadi terapi tambahan untuk pembedahan pada kasus tumor lokal yang sudah diangkat melaui pembedahan, dan untuk penanganan kasus metastasis jauh tertentu. Terutama ketika digunakan dalam kombinasi dengan kemoterapi, radiasi yang digunakan setelah pembedahan menunjukkan telah menurunkan risiko kekambuhan lokal di pelvis sebesar 46% dan angka kematian sebesar 29%. Pada penanganan metastasis jauh, radiasi telah berguna mengurangi efek lokal dari metastasis tersebut, misalnya pada otak. Radioterapi umumnya digunakan sebagai terapi paliatif pada pasien yang memiliki tumor lokal yang Unresectable.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Ca Recti 1. Pengajian Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien. Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu (pasien). Oleh karena itu pengkajian yang benar, akurat, lengkap dan sesuai dengan kenyataan sangat penting dalam merumuskan suatu

diagnosis keperawatan dan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan respons individu (Nursalam, 2009). Aktivitas/Istirahat Gejala

Kelemahan atau keletihan.

Sirkulasi Gejala

Palpitasi, nyeri dada pada pengerahan kerja.

Tanda

Perubahan Pada Tekanan Darah.

Integritas Ego Gejala

Menyangkal

diagnosa,

perasaan

tidak

percaya, putus asa, tidak mampu dan tidak bermakna,

rasa

bersalah,

kehilangan

kontrol, dan depresi. Tanda

Menyangkal, menarik diri dan marah.

Eliminasi Gejala

Perubahan pola ada defekasi, terdapat daah pada fese, nyeri pada defekasi, perubahan pada

eliminas

urinarius,

nyeri

saat

berkemih, hematuria, sering berkemih. Tanda

Perubahan pada suara bising usus, dan distensi abdomen.

Makan/Cairan Gejala

Kebiasaan diet buruk (Rendah serat, tinggi lemak), Anoreksia, intoleran makanan, perubahan

berat badan, berkurangnya

massa otot. Tanda

Perubahan pada kelembapan, turgor kulit menurun, edema.

Neurosensori Gejala

Pusing

Pernafasan Gejala

Merokok/ hidup bersama dengan orang yang perokok, pemajanan abses.

Nyeri/Kenyamanan Gejala

Nyeri bervariasi.

Keamanan Gejala

Pemajaman pada bahan kimia toksik, karsinogen, pemajaman matahari yang lama.

Tanda

Demam, ruam kulit, dam ulserasi.

Seksualitas Gejala

Masalah seksual, dampak pada hubungan, perubahan tingkat kepuasan.

Interaksi Sosial

Ketidak

adekuatan/kelemahan

sistem

pendukung, riwayat perkawinan, masalah tentang fungsi dan tanggung jawab peran. Penyuluhan Gejala

Riwayat kanker pada keluarga, rowayat pengpbatan; pengobatan sebelumnya dan pengobatan apa saja yang telah diberikan.

2. Pemeriksaan Diagnostik a. Fecal accult blood test, pemeriksaan darah samar feses di bawah mikroskop b. Colok dubur (rectal toucher) ditemukan darah dan lendir, tonus sfingter ani keras/lembek, mukosa kasar, kaku biasanya dapat digeser, ampula rectum kolaps/kembung terisi feses atau tumor yang dapat teraba atau tidak. c. Barium enema, pemeriksaan serial sinar x pada saluran cerna bagian bawah, sebelumnya pasien diberikan cairan barium ke dalam rektum

d. Endoskopi (protoskopi, sigmoidoscopy atau colonoscopy), dengan menggunakan teropong, melihat gambaran rektum dan sigmoid adanya polip atau daerah abnormal lainnya dalam layar monitor. Protoskopi untuk mendeteksi kelainan 8-10 cm dari anus (polip rekti,

hemoroid,

karsinoma

rektum).

Sigmoidoskopi

atau

kolonoskopi adalah test diagnostik utama digunakan untuk mendeteksi dan melihat tumor dan biopsy jaringan. Sigmoidoskopi fleksibel dapat mendeteksi 50 % sampai 65 % (20-25 cm dari anus) dari kanker kolorektal. Pemeriksaan enndoskopi dari kolonoskopi direkomendasikan untuk mengetahui lokasi dan biopsy lesi pada klien dengan perdarahan rektum. Bila kolonoskopi dilakukan dan visualisasi sekum, barium enema mungkin tidak dibutuhkan. Tumor dapat tampak membesar, merah, ulseratif sentral, seperti penyakit divertikula, ulseratif kolitis e. Biopsi, tindakan pengambilan sel atau jaringan abnormal dan dilakukan

pemeriksaan

di

bawah

mikroskop

untuk

mengidentifikasi matastase dan menilai reseklabilitas. f. Jumlah sel-sel darah untuk evaluasi anemia. Anemia mikrositik, ditandai dengan sel-sel darah merah yang kecil, tanpa terlihat penyebab adalah indikasi umum untuk test diagnostik selanjutnya untuk menemukan kepastian kanker kolorektal. g. Test Guaiac pada feces untuk mendeteksi bekuan darah di dalam feces, karena semua kanker kolorektal mengalami perdarahan intermitten. h. CEA

(carcinoembryogenic

antigen)

adalah

ditemukannya

glikoprotein di membran sel pada banyak jaringan, termasuk kanker kolorektal. Antigen ini dapat dideteksi oleh radioimmunoassay dari serum atau cairan tubuh lainnya dan sekresi. Test ini tidak spesifik bagi kanker kolorektal dan positif pada lebih dari separuh klien dengan lokalisasi penyakit, ini tidak termasuk dalam skreening atau test diagnostik dalam pengobatan penyakit. CEA digunakan sebagai

prediktor pada prognsis

postoperative dan untuk deteksi

kekambuhan mengikuti pemotongan pembedahan. i. Digital rectal examination (DRE) Dapat digunakan sebagai pemeriksaan skrining awal .Kurang lebih 75% karsinoma rektum dapat dipalpasi pada pemeriksaan rectal. Pemeriksaan digital akan mengenali tumor yang terletak sekitar 10 cm dari rektum, tumor akan teraba keras dan menggaung. j. Pemeriksaan kimia darah alkaline phosphatase dan kadar bilirubin dapat meninggi, indikasi telah mengenai hepar. Test laboratorium lainnya meliputi serum protein, kalsium, dan kreatinin. k. Barium enema sering digunakan untuk deteksi atau konfirmasi ada tidaknya dan lokasi tumor. Bila medium kontras seperti barium dimasukkan kedalam usus bagian bawah, kanker tampak sebagai massa mengisi lumen usus, konstriksi, atau gangguan pengisian. Dinding usus terfiksir oleh tumor, dan pola mukosa normal hilang. Meskipun pemeriksaan ini berguna untuk tumor kolon, sinar-X tidak nyata dalam mendeteksi rectum l. X-ray dada untuk deteksi metastase tumor ke paru-paru m. CT (computed tomography) scan, magnetic resonance imaging (MRI), atau

pemeriksaan ultrasonic dapat digunakan untuk

mengkaji apakah sudah mengenai organ lain melalui perluasan langsung atau dari metastase tumor. n. Whole-body PET Scan Imaging. Sementara ini adalah pemeriksaan diagnostik yang paling akurat untuk mendeteksi kanker kolorektal rekuren (yang timbul kembali). o. Pemeriksaan DNA Tinja.

3. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri kronis b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh c. Diare d. Konstipasi

3. Intervensi Keperawatan

No 1.

Diagnosa

Tujuan

keperawatan

Intervensi

Rasional

Nyeri

Kriteria Evaluasi :

Mandiri:

Membantu mengevaluasi derajat

(Akut) berhubungan

Menyatakan nyeri hilang

Kaji nyeri, catat lokasi,

ketidaknyamanan dan keefektifan

dgn : Biologis aktivitas

atau terkontrol.

karakteristik, intensitas (skala 0-

analgesik.

proses penyakit

Menunjukkan nyeri

10).

(kanker,trauma)

hilang, mampu tidur/istirahat dengan

Berikan tindakan kenyamanan,

Mencegah pengeringan mukosa oral

tepat.

mis., perawtan mulut, pijatan

dan ketidaknyamanan. Menurunkan

punggung, ubah posisi.

tegangan otot dan meningkatkan

Menunjukkan penggunaan

relaksasi.

keterampilan relaksasi dan kenyamanan umum

Dorong penggunaan tehnik

Membantu pasien untuk istirahat lebih

sesuai indikasi situasi

relaksasi, mis., bimbingan

efektif dan memfokuskan kembali

pasien.

imajinasi,visualisasi.

perhatian, sehingga menurunkan nyeri dan ketidaknyamanan.

Bantu melakukan latihan rentang

Menurunkan kekakuan otot atau sendi.

gerak dan dorong ambulasi dini.

Hindari posisi duduk lama.

Ambulasi mengembalikan organ ke posisi normal dan meningkatkan kembalinya fungsi ketingkat normal.

Selidiki dan laporkan adanya

Diduga inflamasi peritoneal, yang

kekakuan otot abdominal dan nyeri

memerlukan intervensi medic cepat.

tekan.

Kolaborasi : Berikan obat sesuai indikasi, mis., narkotik, analgesik. Berikan rendam duduk. 2.

Perubahan nutrisi

Kriteria Evaluasi :

kurang dari kebutuhan

Mempertahankan berat

tubuh berhubungan

badan/menunjukk an

dengan : Anoreksia

peningkatan berat

Lakukan/pantau efek unit TENS.

Menurunkan nyeri, meningkatkan kenyamanan.

Mandiri : Menurunkan ketidaknyamanan lokal.

lama/gangguan masukan

badan bertahap sesuai

Lakukan pengkajian nutrisi dengan

Menurunkan edema dan

saat praoperasi dan

tujuan dengan nilai

seksama.

meningkatkan penyembuhan

Adanya diare/gangguan

laboratorium normal.

absorpsi.

luka perineal. Auskultasi Bising usus. Mulai

Merencanakan diet untuk

dengan makan cairan perlahan.

memenuhi kebutuhan nutrisi.

Perangsang kutaneus dapat digunakan untuk menghambat transmisi rangsangan

Identifikasi bau yang ditimbulkan

nyeri.

oleh makanan (kol, ikan, kacangkacangan) dan sementara batasi diet.

Mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan untuk membantu

Anjurkan pasien

memilih intervensi.

meningkatkan penggunaan yogurt dan mentega susu.

Kembalinya fungsi usus menunjukkan kesiapan untuk memulai makan lagi.

Diskusikan mekanisme menelan udara sebagai factor pembentukan flatus.

Menurunkan insiden kram abdomen, mual.

Kolaborasi : Konsult dengan ahli diet.

Sensitivitas terhadap makanan tertentu Tingkatkan diet dari cairan sampai

tidak umum setelah bedah usus.

makanan rendah residu bila masukan

Pasien dapat mencoba berbagai

oral dimulai.

makanan sebelum menentukan apakah ini membuat masalah.

Berikan makanan enteral/ parenteral bila diindikasikan.

Dapat menurunkan pembentukan bau.

Minum melalui sedotan, mengorok, ansietas, merokok, sakit gigi, dan meneguk makanan meningkatkan produksi flatus. Terlalu banyak flatus dapat menjadi factor penyebab kebocoran dari banyaknya tekanan dalam kantong.

3.

Resiko tinggi terhadap

Kriteria Evaluasi :

Mandiri :

Membantu mengkaji kebutuhan

kerusakan integritas

Mempertahankan

Lihat stoma/area kulit

nutrisi pasien

kulit berhubungan

Integritas kulit.

peristomal pada tiap penggatian

dalam perubahan pencernaan dan

dengan : Karakter/aliran

fungsi usus.

feses dan flatus dari

Mengidentifikasi faktor

kantong. Bersihkan dengan air dan

stoma.

resiko individu.

keringkan.

Diet rendah sisa dapat dipertahankan selama 6-8 minggu pertama untuk

Menunjukkan perilaku/tek

Catat iritasi, kemerahan (warna gelap,

memberikan waktu yang adekuat

nik peningkatan penye

kebiru- biruan).

untuk penyembuhan usus.

Ukur stoma secara periodik, tiap

Pada kelemahan/tidak toleran terhadap

perubahan kantong selama 6

makanan per oral. Hiperalimetasi

minggu pertama. Kemudian sekali

digunakan untuk menanbah kebutuhan

sebulan selama 6 bulan.

komponen pada penyembuhan dan

mbuhan/mencegah kerusakan kulit

mencegah status katabolisme. Berikan pelindung kulit yang efektif, mis., wafer stomahesive,

Memantau

karaya gum, Realiseal (Davol) atau

proses penyembuhan/keefektifan alat

produk semacamnya.

dan mengidentifikasi masalah pada area. Mempertahankan

Kosongkan, irigasi dan bersihkan

kebersihan/mengeringkan area untuk

kantong ostomi dengan rutin.

membantu pencegahan kerusakan kulit. Identifikasi dini nekrosis stoma/iskemia

Sokong kulit sekitar bila mengangkat atau infeksi jamur memberikan kantong dengan perlahan.

intervensi tepat waktu untuk mencegah komplikasi serius.

Selidiki keluhan rasa terbakar/gatal/melepuh disekitar

Sesuai dengan penyembuhan edema

stoma.

pascaoperasi (selama 6 minggu pertama) ukuran kantong yang dipakai harus tepat

Kolaborasi :

sehingga feses terkumpul sesuai aliran

Konsul dengan ahli

dari ostomy.

terapi/enterostoma. dan kontak dengan kulit dicegah. Berikan sprei aerosol kortikosteroid dan bedak nistatin sesuai indikasi.

Melindungi kulit dari perekat kantong, meningkatkan perekat kantong dan memudahkan pengangkatan kantong bila perlu.

Penggantian kantong yang sering mengiritasi kulit dan harus dihindari.

Mencegah iritasi jaringan/kerusakan sehubungan dengan “penarikan” kantong. Indikasi kebocoran feses dengan iritasi periostomal, atau kemungkinan infeksi kandida yang memerlukan intervensi.

Membantu pemilihan produk yang tepat untuk kebutuhan penyembuhan pasien, termasuk tipe ostomi, status fisik/mental dan sumber finansial.

Membantu penyembuhan bila terjadi iritasi peristomal/infeksi jamur.

4. Daftar Pustaka Black, J. M, & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan medikal bedah edisi 8 . Singapore: Elsevier

Savitri, Tania. (2018). https://hellosehat.com/penyakit/kanker-rektum/ Diakses pada tanggal 28 November 2018 Bulecheckk, G.M., Butcer, H.K. Dochterman, J.McC., Wagner, C.M. (2013). Nursing Interventions Classification (6th Ed.). Missouri: Elsevier Mosby Doenges E, Marilynn, dkk. (2010). Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk perancanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 8. Jakarta : EGC Herdman, T.H., Kamitsuru, S. (2014). NANDA international nursing diagnoses: definitions & classification 2015 – 2017 (10th Ed.) Oxford: Wiley Blackwell Ignatavicius, D. D., & Workman, M. L. (2006). Medical surgical nursing: Critical thinking for collaborative care. (5th Ed). St. Louis: Elseveir Saunders. Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes

Related Documents


More Documents from "Usnadi Muhamad"