Kdk Kel 7.docx

  • Uploaded by: ItaKumala
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kdk Kel 7.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,291
  • Pages: 22
Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang Keterampilan Dasar Kebidanan ( KDK ) membahas tentang keterampilan-keterampilan dasar seorang bidan. Dan disini kami membahas tentang Laparoskopi, Teknik Pemberian Obat Secara Epidural, dan Zidbath atau kompres. Laparoskopi adalah sebuah teknik melihat ke dalam perut tanpa melakukan pembedahan besar, walaupun awalnya adalah adalah prosedur ginekologi, laparoskopi semakin sering digunakan dalam pembedahan cabang lain. Epidural adalah suatu anestesi local, biasanya bupivakain hidroklorida (Marcain®) diinjeksikan ke dalam ruang epidural antara vertebra lumbal kedua dan ketiga. Obat ini bekerja pada saraf spinalis di level ini untuk memproduksi hambatan sensorik dan hambatan motor parsial. Kompres adalah metode pemeliharaan suhu tubuh dengan menggunakan cairan atau alat yang dapat menimbulkan hangat atau dingin pada bagian tubuh yang memerlukan. Bertujuan memenuhi kebutuhan rasa nyaman, menurunkan suhu tubuh , mengurangi rasa nyeri, mencegah edema, dan mengontrol peredaran darah dengan meningkatkan vasokontriksi. Dengan mengetahui dan memahami apa itu Laparoskopi, Teknik Pemberian Obat Epidural, dan Zidbath atau kompres kita sebagai bidan dapat meenguasai beberapa keterampilan dasar seorang bidan. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan laparoskopi, teknik pemberian obat epidural dan zidbath atau kompres? 2. Apa jenis atau macam laparoskopi, teknik pemberian obat epidural dan zidbath atau kompres? 3. Bagaimana sejarah dari laparoskopi dan teknik pemberian obat epidural? 4. Apa tujuan dari laparoskopi, teknik pemberian obat epidural dan zidbath atau kompres? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Memahami apa yang dimaksud dengan laparoskopi, teknik pemberian obat epidural dan zidbath atau kompres. 2. Mengetahui apa saja jenis atau macam, sejarah dan tujuan dari laparoskopi, teknik pemberian obat epidural dan zidbath atau kompres.

1

Bab II Pembahasan

A. Laparoskopi 1. Sejarah Perkembangan Laparoskopi Selama 25 tahun terakhir, peran laparoskopi ginekologi sudah mengalami evolusi yang berarti darihanya peran diagnostik dan sterilisasi tuba ke prosedur-prosedur besar sehingga menggantikan akses laparotomi oleh karena itu disebut juga minimally inoasbe surgery (MiS). Untuk beberapa prosedur operatif seperti pengangkatan kehamilan ektopik dan pengobatan endometriosis (terutama yang sudah membentuk kista) sudah terbukti baik dalam pengertian rasio cost-benefit terutama dalam hal biaya dan keamanan. Sementara itu, untuk prosedur lain seperti histerektomi berbantukan laparoskopi dan penentuan stadium (staging) kanker ginekologi, kegunaan utama prosedur ini masih harus diperjelas. Secara umum sebenarnya laparoskopi telah lama dikenal dengan istilah yang beraneka ragam, antara lain oentroscopy, holioshopie, abdominoscopy, peritoneoscopy, celioscopy, peloiscopy. Istilah yang terkenal pada saat ini ialah laparoskopi atau pelaiscopy. Istilah peloiscopy lebih dikenal di Jerman dibandingkan dengan di negara lainnya. Khusus daIam ginekologi, selain untuk tujuan diagnostik, dengan kemajuan mutakhir dalam bidang teknik sumber cah,aya dingin, sistem optik, instrumentasi, otomatisasi alat (CO2 -pneu); teknik operasi yang lebih disempurnakan, antara lain teknik hemostasis dengan koagulasi (beat coagwktion) tanpa aliran listrik frekuensi tinggi, dan endoloop serta endosutwre; saat ini sangat memungkinkan untuk melakukan operasi ginekologik dengan teknik laparoskopi. Bagi mereka yang sudah sangat berpengalaman dalam melakukan operasi laparoskopi, hampir semua operasi ginekologik pada saat ini telah dapat digantikan dengan teknik laparoskopi. Saat ini operasi histerektomi pun telah dapat dilakukan dengan teknik laparoskopi. Sementara itu, aspirasi kista ovarium, salpingolisis pada perlekatan ringan atau sedang, biopsi ovarium, fulgurasi lesi endometriosis, merupakan tindakan yang tidak begitu sukar, dan dapat dilakukan sekaligus pada saat operasi laparoskopi diagnostik. Di Jerman, sejak tahun 1960 sampai dengan 1977, dengan teknik yang lebih disempurnakan, Semm (1987) melaporkan penurunan morbiditas dan mortalitas bermakna pada operasi laparoskopi. Pada tahun 1960 tercatat 834 prosedur operasi laparoskopi dengan tingkat mortalitas 10%, dan kemudian di antara tahun 1975 - 1.977 dengan 104.578 prosedur operasi laparoskopi tercatat tingkat mortalitas turun menjadi 0,009%. Penurunan angka mortalitas yang bermakna ini disebabkan oleh teknik operasi dan peralatan yang lebih sempurna. Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan melakukan teknik operasi laparoskopi ini antara lain: turunnya hari perawatan, kecilnya luka operasi sehingga risiko infeksi pun menl'adi lebih kecil, sehingga dapat mempercepat penyembuhan. 2

Tindakan laparoskopi operatif ini memerlukan tiga komponen dasar yakni keterampilan operator, kelengkapan peralatan di ruang operasi, dan tim operasi yang sudah terlatih. Keuntungan tindakan ini adalah berkurangnya darah yang hilang akibat perdarahan selama operasi, komplikasi yang lebih rendah, Iebih cepatnya perawatan di rumah sakit, lebih cepatnya masa pemulihan, dan lebih sedikitnya luka parut. 2. Indikasi Dan Kontraindikasi Operasi Laparoskopi Dengan telah berkembangnya inovasi instrumentasi dan teknik operasi seperti yang telah diutarakan di atas, maka indikasi untuk melakukan operasi dengan teknik laparoskopi menjadi lebih luas, Tindakan operasi diagnostik dengan hasil diagnosis yang jelas, dan yang telah didiskusikan dengan pasien sebelumnya, dapat dilanjutkan dengan tindakan operatif tertentu. a. Indikasi Indikasi Diagnostik 1) Diagnosis diferensiasi patologi genitalia interna. 2) Infenilitas primer dan/atan sekunder. 3) Second looh operation, apabila diperlukan tindakan berdasarkan operasi sebelumnya. 4) Mencari dan mengangkat translokasi AKDR. 5) Pemantauan pada saat dilakukan tindakan histeroskopi. Indikasi Terapi 1) Kistektomi, miomektomi, dan histerektomi. 2) Hemostasis perdarahan pada perforasi uterus akibat tindakan sebelumnya. Indikasi Operatif terhadap Adneksa 1) Fimbrioplasti, salpingostomi, salpingolisis. 2) Koagulasi lesi endometriosis. 3) Aspirasi cairan dari suatu konglomerasi untuk diagnostik dan terapeutik. 4) Salpingektomi pada kehamilan ektopik. 5) Kontrasepsi mantap (oklusi tuba). 6) Rekonstruksi tuba atau reanastomosis tuba pascatubektomi. Indikasi Operatif terhadap Ovarium 1) Pungsi folikel matang pada program fertilisasi in-vitro. 2) Biopsi ovarium pada keadaan tertentu (kelainan kromosom atau bawaan, curiga keganasan). 3) Kistektomi antara lain pada kista coklat (endometrioma), kista dermoid, dan kista ovarium lain. 4) Ovariolisis, pada perlekatan periovarium. Indikasi Operatif terbadap Organ dalam Rongga Pelvis 1) Lisis perlekatan oleh omentum dan usus.

3

b. Kontraindikasi Kontraindikasi Absolut 1) Kondisi pasien yang tidak memungkinkan dilakukannya anestesi. 2) Diatese hemoragik sehingga mengganggu fungsi pembekuan darah. 3) Peritonitis akut, terutamayang mengenai abdomen bagian atas, disertai dengan distensi dinding perut, sebab kelainan ini merupakan kontraindikasi untuk melakukan pneumoperitoneum. Kontraindikasi Relatif 1) Tumor abdomen yang sangat besar, sehingga sulit untuk memasukkan trokar ke dalam rongga pelvis oleh karena trokar dapat melukai tumor tersebut. 2) Hernia abdominalis, dikhawatirkan dapat melukai usus pada saat memasukkan trokar ke dalam rongga pelvis, atau memperberat hernia pada saat dilakukan pneumoperitoneum. Kini kekhawatiran ini dapat dihilangkan dengan modifikasi alat pneumoperitoneum otomatlk. 3) Kelainan atau insufisiensi paru-paru, iantung, hepar, atau kelainan pembuluh darah vena porta, goiter, atau kelainan metabolisme lain yang sulit menyerap gas CO2. 3. Prosedur Laparoskopi Operatif a. Posisi Pasien Posisi pasien pada saat operasi laparoskopi berlainan dengan posisi pasien pada operasi ginekologik lazimnya. Pada umumnya pasien dalam posisi Trendelenburg, dengan sudut kemiringan 15° - 25° (15° biasanya cukup), dengan sikap seperti akan dilakukan pemeriksaan ginekologik. Kekhususan lain ialah bokong pasien harus lebih menjorok ke depan, melewati ujung meja, agar hidrotubator yang telah dipasang sebelumnya dapat digerakkan bebas untuk manipulasi tertentu. Kadang-kadang diperlukan posisi antiTrendelenburg. Dalam posisi seperti ini, hampir sebagian besar cairan peritoneum akan terkumpui di dalam kavum Douglasi dan apabila diperlukan aspirasi maka dengan mudah dapat dilakukan. Hukum gayaberat, gravitasi, selalu dimanfaatkan pada operasi laparoskopi.

4

b. Akses Masuk ke Kavum Abdomen Akses masuk ke kamm abdomen melalui trokar dengan diameter 10 mm setelah insuflasi kaurm abdomen adekuat. Trokar tersebut ditusukkan di umbilikus. Dua tusukan lainnya berada pada daerah inguinal 3 jari ke median. Jika diperlukan tusukan ke-empat maka tusukan tersebut berada di supra pubis (lihat gambar dibawah ini).

5

c. Peralatan Peralatan laparoskopi yang digunakan untuk tujuan diagnostik seperti generator pneumoperitoneum, sumber cahaya dingin, laparoskop dengan berbagai ukuran dan sudut pandang optik, kabel fiber optik untuk menyalurkan cahaya dingin, trokar dengan berbagai ukuran, jarum veress, dan sebagainya (lihat Gambar 25-3) merupakan peralatan standar yang digunakan untuk operasi iaparoskopi operatif. Untuk tindakan tertentu, saat ini telah banyak diciptakan peralatan khusus.

6

Pemanfaatan video monitor baik untuk tujuan diagnostik maupun untuk tujuan operarif, merupakan sesuatu yang lumrah pada saat ini. Dulu sebeium cara ini dikembangkan, mata operator harus selalu mengintip lewat okuler laparoskop yang sempit untuk melihat panorama di dalam rongga pelvis. Namun, saat ini apabila okuler laparoskop dihubungkan dengan alat khusus, panorama yang ditangkap di dalam rongga pelvis akan jelas dapat ditayangkan di layer monitor. Dengan cara ini, operasi laparoskopi lebih mudah dilaksanakan, karena organ genitalia yang tampak di layar monitor dapat diperbesar dari ukuran yang sesungguhnya atau diperdekat (zoom). Dengan cara ini dapat pula dibuat berbagai dokumentasi berbagai patologi genitalia interna, atau berbagai prosedur operasi laparoskopi, lewat pita video atau Potret berwarna. d. Peralatan Khusus Inswflator Elektronik Alat ini dipakai untuk menginsuflasi (mengembungkan) rongga abdomen melalui jarum Veress, dan menjaga intraabdomen secara konstan tanpa melebihi batas aman. Beberapa tipe terbaru memiliki sistem panas agar gas yang keluar bisa menyesuaikan dengan suhu tubuh. Endokoagwlator Endokoagulator dalam operasi laparoskopi berfungsi cukup banyak. Endokoagulasi merupakan tindakan memanaskan (beating) jaringan dalam batas tertentu, seperti halnya efek memasak putih telur. Dengan endokoagulator jaringan dapat dipanaskan, dan panas dapat diatur sekitar 20° - 160° Celcius; biasanya dipanaskan sampai dengan suhu 120° Celcius. Dengan cara demikian, jaringan tubuh lain atau tubuh pasien tidak dialiri oleh aliran listrik. Oleh sebab itu, kerusakan jaringan dapat dicegah dan terbatas seminimal mungkin. Dengan adanya endokoagulator, untuk maksud hemostasis pada operasi laparoskopi, saat ini telah diciptakan beberapa aksesori hemostasis seperti forseps mulut buaya (crocodile forcqs) yang dapat iruga digunakan untuk lisis jaringan; forseps bola (ujungnya seperti bola) untuk hemostasis pada perdarahan difus, dan sebagainya. Endoloop Gagasan menciptakan endoloop pada operasi laparoskopi berasal dari cara hemostasis pada operasi toksilektomi. Endoloop diciptakan untuk mengikat jaringan sebelum atau sesudah dipotong, disayat, atau digunting pada saat operasi laparoskopi. Dengan endoloop dapat dilakukan hemostasis pada perdarahan atau mengikat pembuluh darah sebelum dipotong atau digunting. Penggunaan endoloop pada operasi laparoskopi dimungkinkan dengan diciptakannya suatu aplikator khusus untuk maksud tersebut. Di pasaran telah dijual dengan nama dagang Endoloop (Ethicon).

7

Endoswtwre Teknik jahitan endoswtwre memungkinkan dilakukannya lahitan pada jaringan atau pembuluh darah pada operasi laparoskopi. Dengan bantuan endoloop atau laparoskop sendiri, dapat dilaksanakan jahitan-jahitan endosuture. Terdapat 2 macam teknik ikatan end,osutwre, yaitu (1) cara simpul luar dan (2) cara simpul dalam. Bedanya, dengan cara simpul luar, simpul dibuat di luar rongga pelvis dan kemudian diluncurkan ke dalam rongga pelvis, dengan menggunakan aplikator endoloop atau laparoskop. Dengan cara simpul dalam, simpul dibuat di dalam dan diikat di dalam rongga pelvis. Teknik ini memerlukan keterampilan khusus. Morselator Morselator merupakan alat khusus yang digunakan untuk merusak jaringan padat dan kemudian jaringan tersebut dapat dikeluarkan dari rongga pelvis. Jaringan padat seperti miom, ovarium, dengan mudah diperkecil volumenya oleh morselator ini, dan kemudian dikeluarkan dari rongga pelvis melalui laparoskop. Dengan morselator, seolah-olah jaringan padat tersebut digigit sedikit demi sedikit dan kemudian ditarik ke luar dari rongga pelvis; seperti halnya mengunyah buah apel.

Alat-alat Lain Secara lengkap alat-alat lain yang harus tersedia antara lain. 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)

Teleskop Unit kamera Sumber cahaya Sumber energi (bipolar dan unipolar elektrokauterisasi), dan energi laser Sistem irigasi dan aspirasi Kantong laparoskopi (endobag) Uterus manipulator

4. Macam Atau Jenis Laparoskopi Operatif 8

a. Kistektomi Kista Ovarium Kista dapat diangkat dengan berbagai macam teknik. Jika kista tersebut adalah kista kompleks, maka singkirkan keganasan dengan mencari tanda asites, permukaan tidak rata pada ovarium, atau implantasi pada peritoneal, hepar, atau permukaan diafragma. Jika keganasan tidak jelas, hati-hati dalam mendiseksi kista, usahakan mengangkat kista secara intak. Sebuah kantong dapat digunakan untuk membuang kista dari rongga peritoneum melalui portal 10 mm, mengeringkan kista dilakukan sebelum memindahkan kantong. Jlka ada keraguran, dinding kista harus dikirim untuk potong beku untuk mengonfirmasi kista jinak. Jika keganasan ditemukan, laparotomi harus dilakukan. Potongan permanen dan diagnosis patologi dilakukan pada semua kista. Kista ovarium dengan septa, eko internal, tumor padat adalah bukan kandidat yang baik untuk laparoskopi operatif kecuali kista jinak teratoma sangat dicurigai. Jika kista pecah saat pengangkatan, maka secara bebas dapat dilakukan pencucian rongga peritoneum dengan lamtan ringer laktat. Kista dermoid secara khusus diperhatikan karena kontaminasi rongga peritoneum dari materi sebasea dapat menyebabkan peritonitis kimiawi. Ketakutan akan penyebaran bibit keganasan (seeding) pada rongga peritoneum selalu ada, akan tetapi data terbaru mengarahkan bahwa tumpahan (spilling) tidak mengubah prognosis walaupun penentuan stadium laparotomi dilakukan segera. Kista pascamenopausal juga dapat diangkat dengan laparoskopi, walaupun dengan peningkatan kekhawatiran akan keganasan, melakukan ooforektomi dan laparotomi dapat lebih diterima. Dokter yang melakukan laparoskopi harus nyaman dengan Penentuan stadium dengan laparoskopi atau laparotomi dan keganasan harus disingkirkan saat perioperative. b. Miomektomi Jika miom tersebut bertangkai maka tangkai tersebut dengan mudah dapat diinsisi. Untuk jenis intramural, risiko perdarahan sangat besar. Kadang diperlukan injeksi vasopresin untuk mempertahankan hemostasis. Jejas bekas miomektomi harus dijahit, ini sesuatu yang mutlak. Cara pengeluaran massa miom, apabila tersedia alat morselator maka dengan mudah miom dapat dikeluarkan. Saat ini laparoskopi tidak terbukti lebih baik dari laparotomi untuk pengobatan menoragia atau infertilitas. Sebagai tambahan, ada kekhawatiran untuk risiko uterus mptur selama kehamilan lebih besar pada miomektomi dengan laparoskopi daripada Iaparotomi. Namun, pada Tabel 25-1 terlihat bahwa miomektomi perlaparoskopi relatif lebih menguntungkan daripada miomektomi perlaparotomi.

Tabel 25-1.. Perbandingan miomektomi perlaparoskopi dengan laparotomi.

9

Hasil Akhir Kehilangan darah (ml)* flaktu operasi (menit)* Injeksi analgetik* Pasien bebas analgetik pada hari ke-2 (%) Pasien dipulangkan pada hari ke-3 (%) Pasien kembali bekeria padahari ke15 (%) *nilai adalah mean ± SD

Laparoskopi (n=20)

Laparatomi (n=20)

Kemaknaan

200 ± 50

230 ± 44

p > 0,05

100 ± 31

93 ± 27

p > 0,05

1,9 ± 4,7

4,1 ± 1,4

p < 0,05

85

10

p < 0,05

90

15

p < 0,05

90

5

p < 0,05

c. Histerektomi Tiga pendekatan dasar dari laparoskopi histerektomi adalah: 1) Laparoskopi berbantu histerektomi vaginal (Laparoscopic-Assisted Vaginal Hysterectornjt/IAVH). 2) Histerektomi laparoskopi (LH). 3) Laparoskopi Supraservikal Histerektomi (LSH). d. Kehamilan Ektopik Laparoskopi operatif adalah pilihan pertama untuk sebagian besar kehamilan ektopik yang belum terganggu, salpingostomi atau salpingektomi dapat digunakan untuk mengangkat embrio dan kantong gestasi. Linear salpingostomi dikerjakan dengan tujuan mengobservasi tuba untuk fertilitas yang masih diinginkan, dikerjakan pada pasien dengan hemodinamik yang masih stabil, diameter kehamilan ektopik lebih kecil dari 5 cm, serta lokasinya di pars ampularis, atau pars ismika. Sementara itu, salpingektomi dikerjakan apabila sudah teriadi ruptura tuba atau kehamilan tuba yang berulang pada tuba yang sama, serta besarnya kehamilan ektopik lebih besar dari 5 cm. 5. Anestesi Pada Laparoskopi Operatif Apa pun jenis atau cara pemberiannya, tindakan pemberian anestesi ini tidak boleh dianggap ringan. Apabila tindakan dan cara pemberian anestesi ini tidak benar, dapat mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan. Kaidah-kaidah ilmu anestesi harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh, sama halnya dengan kaidah-kaidahyanglazimnya digunakan pada operasi laparotomi. a. Anestesi Lokal

10

Laparoskopi operatif yang tidak memerlukan waktu lama dan intervensi yang .berat, dapat dilakukan dalam anestesi lokal, seperti pemasangan cincin tuba atau klip tuba pada tindakan sterilisasi. Cukup banyak keuntungan pemberian anestesi lokal ini, antara lain waktu rawar dapar dipersingkat dan efek samping yang ringan. Konsep atau istilah volonelgesia yaitu vokal, dapat berkomunikasi dengan pasien pada saat operasi; lokal, dengan menggunakan sediaan anestesia lokal yang relatif murah antara lain lidokain 0,5% 20 - 40 ml, unruk memati rasa kulit di seputar tusukan trokar: volo, bahasa Latin yang artinya ingin, pasien ingin sadar, terutama pada pasien yang takut tidur; dan penggunaan sediaan neutroleptanalgesia, antara lain diazepam atau meperidin atau sejenisnya; sangat menguntungkan, aman, dan banyak digunakan dalam cara pemberian anestesi lokal pada laparoskopi operatif. Beberapa operator, walaupun hal ini tidak perlu benar, menl'untikkan anestesi paraservikal apabila diperlukan intervensi pada uterus, tenrtama sebelum memasukkan kanula manipulator uterus. Beberapa operaror menyemprotkan (spray) juga anestesi lokal pada tuba, sebelum dilakukan pemasangan cincin tuba atau klip tuba. Semua cara pemberian anestesi lokal tersebut bertujuan untuk menghilangkan rasa sakit, selama dan pascaoperasi. Pemberian neuroleptanalgesia bertujuan untuk menghilangkan ansietas, dan juga bersifat sedatif. Pemberian sediaan ini sebaiknya melalui intravena, yang sebelumnya telah terpasang infus Dekstrosa 5%. Dapat diberikan diazepam (Valium) 5 mg, dan kemudian meperidin (Demoral) 25 - 50 mg, intravena perlahan-lahan. Apabila pemberian sediaan ini tidak didampingi oleh spesialis anestesi, dianjurkan selama operasi pemberian diazepam tidak melebihi 10 mg, dan meperidin 100 mg. Sediaan lain yang dapat digunakan antara lain fentanil yang dapat dikombinasikan dengan droperidol. Apabila sediaan ini digunakan, pemantauan kardiovaskular perlu diperhatikan lebih baik dan kadangkala diperlukan pemberian oksigen bagi pasien. b. Anestesi Regional Anestesi regional (kaudal, epidural, atau blok spinal), hanya digunakan apabila anestesi inhalasi merupakan kontraindikasi. Beberapa efek samping yang kurang disenangi dalam pemberian anestesi regional antara lain dapat terjadi vasodilatasi dan hipotensi yang mendadak. Cara anestesi ini untuk tindakan laparoskopi telah banyak ditinggalkan. c. Anestesi lJmum Anestesi umum untuk semua operasi hanya aman apabila ditangani oleh spesialis anestesi. Anestesi umum dapat digunakan dengan kaidah-kaidah ilmu anestesi biasanya untuk tujuan laparoskopi operatif. Apabila digunakan kanula endotrakheal, sebaiknya dipasang kanula nasogastrik untuk mencegah distensi gaster. Pada saat pemasangan trokar, apabila rcrdapat distensi gaster, akan dapat melukai dindingnya. Apabila terjadi perforasi gaster yangtidak dikenal, dapat mengakibatkan abdomen akut pascaoperasi. Kadangkala diperlukan pernapasan bantu (assisted respiration), terutama pada operasi laparoskopi dalam posisi Trendelenburg, oleh karena diafragma mendesak paru ke atas. Hal lain 11

yang perlu diperhatikan pada pemberian anestesi umum ialah kejadian asidosis, ten)tarr,a pada operasi yang lama, dengan menggunakan gas CO2 yang cukup banyak untuk maksud maintenance pneumoperitoneum. Dalam hal ini pemantauan kondisi kardiovaskular perlu lebih diperhatikan. Asidosis yang tidak dikoreksi dan berlangsung lama dapat mengakibatkan henti jantrng (cardiac anest). 6. Robotik Laparoskopi Diperkenalkannya teknologi robotik dapat menjembatani gap yang ada antara laparoskopi dengan laparotomi. Terdapat tiga bentuk teknologi robot yang digunakan pada pembedahan ginekologi. Pertama adalah automated endoscopic system for optimal positioning (AESOP) merupakan teknologi robot pertama yang disetujui oleh badan administrasi pangan dan obat Amerika (FDA). Teknologi robot ini dikendalikan melalui suara. Sistem robot yang kedua adalah Sistem Pembedahan Zeus yang menyediakan lapang penglihatan dua dimensi dengan pengendalian jaraklarh lengan robot pada meja operasi. Akan tetapi, sistem ini sudah tidak diproduksi lagi. Sistem robot yang terakhir adalah Sistem operasi da Vinci. AIat ini dapat juga dikendalikan larak jauh tetapi dengan lapangpandang tiga dimensi yang asli dan dilengkapi teknologi peredam tremor. Sistem ini memiliki keuntungan pembedahan potensial laparotomi disertai dengan keuntungan laparoskopi

B. Teknik Pemberian Obat Epidural 1. Sejarah 12

Teknik pemberian obat epidural atau yang biasa disebut Analgesia Epidural Lumbal adalah metode pereda nyeri yang sangat efektif yang menjadi terkenal sejak penggunaannya di bidang obstetri semakin meluas di tahun 1970-an. Seorang dokter anatesi senior harus ada atau siap sedia selama pemberian anestesi epidural lumbal. Hal ini membatasi penggunaan teknik ini di unit-unit atau pusat-pusat yang tidak dapat menyediakan anestesi dalam waktu 24 jam. Akan tetapi, baru-baru ini ODA dan perawat telah mulai memasukkan analgesi epidural untuk wanita bersalin. 2. Pengertian Epidural adalah suatu anestesi local, biasanya bupivakain hidroklorida (Marcain®) diinjeksikan ke dalam ruang epidural antara vertebra lumbal kedua dan ketiga. Obat ini bekerja pada saraf spinalis di level ini untuk memproduksi hambatan sensorik dan hambatan motor parsial. Hambatan saraf sensorik menghasilkan pereda nyeri yang dahsyat karena memengaruhi pleksus saraf uteri dan serviks, yang merupakan transmiter utama sensasi nyeri selama kontraksi uteri. Sumbatan saraf motorik parsial membuat wanita tidak mampu berjalan ke sekeliling, dengan demikian ia tetap dirawat di tempat tidur. Terdapat reflex relaksasi pembuluh darah dibagian bawah tubuh, menyebabkan peningkatan kehangatan dan perasaan berat di tungkai bawah. Pergeseran hemodinamika ini menghasilkan hipotensi pantul, meningkatkan sirkulasi di tubuh bagian bawah, dan relaksasi dasar panggul. Saat persalinan mengalami kemajuan. Nyeri kontraksi berpusat pada rektum dan dasar panggul, dan pleksus saraf sakralis kemudian dilibatkan dalam transmisi nyeri. Dosis Marcain® yang lebih kuat dapat diberikan dengan wanita berada dalam posisi lebih tegak untuk memberikan pereda nyeri yang efektif pada saat ini disebut sebagai second stage top-up. 3. Fungsi Epidural Epidural tidak akan membuat Anda hilang kesadaran sepenuhnya, karena fungsinya hanya untuk menawar rasa sakit (analgesia). Ketika Anda diberikan epidural, impuls-impuls saraf sensoris tulang belakang Anda akan dihentikan. Saraf sensoris bertugas untuk mengirimkan berbagai sinyal pada otak, seperti rasa sakit atau panas. Akibatnya, sensasi atau rasa sakit yang seharusnya Anda rasakan pada bagian bawah torso Anda, lebih tepatnya di rahim, leher rahim, dan bagian atas vagina akan berkurang. Namun, saraf motoris Anda masih akan bekerja dengan baik sehingga otak masih bisa mengirimkan perintah bagi panggul dan bagian-bagian tubuh lainnya untuk berkontraksi dan bekerja sesuai kebutuhan.

4. Jenis Epidural Anestesi epidural dapat diberikan dalam beberapa cara. Standar: 10 ml Marcain 0,250,5% melalui kanula epidural. Setiap dosis bertahan selama 1-2 jam, oleh sebab itu obat diberikan kembali sesuai kebutuhan (epidural top-up). 13

Kombinasi epi-spinal: kombinasi Marcain® dosis rendah (0,15%) ke ruang epidural, dengan opiate dosis rendah (Fentanyl 3 μg ¿ ke dalam ruang subarachnoid, digunakan untuk menghasilkan sumbatan saraf motorik yang tidak terlalu padat sehingga memungkinkan wanita melakukan lebih banyak mobilitas. Ini terkadang disebut sebagai mobile epidural, tetapi ini tidak berarti wanita dapat berjalan ke sekeliling. Ia akan memiliki kontrol motorik yang lebih baik sehingga ia akan mampu bergerak ke sekeliling tempat tidur dengan lebih mudah. Injeksi Marcain® secara teratur setiap 1-2 jam keruang epidural akan tetap dibutuhkan. Infuse lumbal epidural kontinu: setelah sumbatan epidural tercipta, larutan Marcain® 0,1 atau 0,125% sebanyak 10-15 mg/jam (dengan atau tanpa opiat) diberikan memulai pompa infusi yang dihubungkan ke kanula epidural. Ini dapat dikombinasikan dengan alat yang dikontrol pasien yang memungkin wanita menaikkan dosis , dalam batasan yang ketat (pilihan yang sangat terkenal bagi ibu dan bidan). Pilihan antara metode di atas bergantung pada ketersediaan, protocol unit (bidan untuk memberikan peningkatan kadar analgesi),dan pilihan ibu. Sebelum meminta persetujuan, jelaskan risiko dan manfaat prosedur kepada wanita yang sedang mempertimbangkan untuk menggunakan analgesi epidural. 5. Indikasi

a. Jika pelahiran dengan instrument/alat atau pelahiran operatif di butuhkan analgesia epidural memberikan control nyeri yang menakjubkan seama prosedur operatif sehingga mencegah resikoyang ditimbulkan oleh anesthesia umum.

b. Malpresentasi atau malposisi ( misalnya bokong atau sungsang oksipito posterior ) yang memperbesar resikokelambatan kemajuan persalinan dan intervensi. Keuntungan analgesia epiduralharus di imbangi dengan kehilangan sensasi mengejan dan kegagalan bagian pesentasi janin untuk berotasi dan menurun, yang vital untuk menghasilkan pelahiran pe vagina. c. Kehamilan multipel, jika terdapat resiko lebih besar dari normal dalam hal masalah pelajiran bayi kembar kedua.

d. Wanita dengan kehamilan presentasi bokong atau kehamilan multipel. Wanita yang beniat melahirkan per vagina dapat menolak analgesia epidural dan keinginan mereka harus dihargai.

14

e. Hipertensi akibat kehmilan penurunan tekanan darah yang diinduksi oleh anestesi epidural mengimbangi peningkatan tekanan darah lebih mudah dikontrol selama persalinan.

f. Induksi persalinan; obat-obatan yang digunakan untuk menginduksi persalinan menciptakan kontraksi uteri tingkat tinggi secara artifisial selama periode waktu yang lebih lama. Lama persalinan seringkali memanjang sehingga pereda nyeri yang adekut menjadi lebih bermasalah.

g. Permintaan ibu; ini bukanlah suatu pilihan yang baik untuk pelahiran resiko rendah pada persalinan spontan normal karena efek sampingnya sekali melebihi manfaatnya. Wanita memerlukan persiapan yang baik, dukungan dan penguatan dari bidan untuk pertama kali mencoba pilihan pereda nyeri yang lain. Akan tetapi, jika wanita telah memahami dan mempertimbangkan secara cermat informs yang diberikan maka pilihannya harus dihargai.

6. Kontraindikasi

a. Obnormalitas spinal; rujuk kedokter anestesi selama kehamilan jika wanita sangat berharap untuk mendapat analgesia epidural selama persalinan. b. Infeksi sistemik karena menambah resiko penyebaran ke area epidural. c. Gangguan perdrahan/pembekuan karena resiko membentuk hematoma diruang epidural. d. Keraguan maternal; jika wanita tidak tidak ingin maka ia tidak memberikan izin yang tepat! e. Tidak ada tingkat staf kebidanan/staf anestesi yang adekuat untuk memastikan perawatan yang aman.

15

7. Komplikasi

a. Gangguan penurunan dan rotasi bagian resentasi janin. Ini terkadang dapat ditemu dengan penggunaan oksitosin per IV selama kala dua. Ini merupakan penyebab utama peningkatan pelahiran instrumental yang dikaitkan dengan analgesia epidural. b. Hiportensi bermakna secara mendadak dapat di cegah dengan pemberian beban yang adekuat pada sirkulasi maternal. Obat-obatan resusitasi darurat harus tersedia dalam ruangan setiap saat. c. Tap dural; jarum spinal atau kanula menuruk dural mater, membuat cairan serebrospinalis keluar dan menyebabkan sakit kepala hebat. Upaya mengejan mungkin perlu dibatasi. Setelah pelahiran, ibu harus dibaringkan datar selama 24 jam. Sebuah koyo darah (blood pach) dapat ditempel untuk menutup dural meter. d. Infeksi ditempat masuknya injeksi.

e. Hipertemia janin akibat peningkatan efek hangat dibagian bawah tubuh wanita. Kondsi tersebut meningkat seiring dengan peningkatan lama persalinan. Pemantauan jantung janin elektronik yang kontinu diperlukan selama keadaan ini. Ini dapat diimbangi dengan menunda analgesia epidural dengan menggunakan metode lain, seperti opiat atau analgesia inhalasi, selama awal persalinan, dan kemudian dengan menggunakan dosis terendah yang memungkinkan untuk mencapai kenyamanan materal. f. Masalah neurologis; cendera/trauma ke medulla spinalis yang disebabkan oleh kesalahan obat atau operator.

8. Perawatan wanita selama analgesia epidural Sebelum memasukkan epidural, 500 ml salin normal (atau yang ekuivalen) per IV di gunakan untuk memberikan bevab terlebih dahulu (pre-load) sirkulasi maternal, untuk mengimbangi efek hipoensif dari epidural. Infus ini harus dipertahankan selama persalinan sampai analgesik epidural tidak lagi dibutuhkan (sekitar 1 jam per lahiran). Seorang dokter anastesi senior,perawat terlatih yang tepat, atau ODA memasukkan kanula epidural dan dosis ertama diberikan pada saat ini. Kanula dimasukkan melalui sebuah jarum spinal, ini di gunakn sekitar lokasi ruang epidural. Posisi wanita selama insesi sangat penting;ia harus tegak dengan kaki berada diatas tepi 16

tempat tidur, dengan kaki ditopang, atau dengan berbaring datar, disisi kiri ( miring kiri ) dengan tulang belakangnya dilengkungkan keluar dan tungkai difleksikan, kemudian berbaring dalam keadaan tidak bergerak sampai kanula berada ditempatnya. Posisi ini sangat sulit dicapai dan dipertahankan selama kontraksi yang sering dan nyeri. Bidan harus membatntu wanita dan tetap bersamanya sampai prosedur selesai. Jika dokter anestsi memerlukan bantuan, bidan kedua harus hadir. Selama insersi, sangat penting memilikicatatan jelas tentang jantung janin, dan bidan mungkin perlu menggunakan transduser ultrasound yang dipegang oleh tangannya untuk mendapatkan catatan ini. Kanula di fiksasi dengan kuat menggunakan balutan perekat dan filter/penyaring diujung distal dibiarkan tetap mudah diakses. Dokter anestesi memastikan bahwa wanita mendapatkan sumbatan/blog analgesia yang adekuat sebelum menyerahkanya keperawatan bidan. Dokter anestesi juga meninggalkan intruksi jelas tentang dosis dan frekuensi peningkatan dosis, selama kala dua, persalinan dan untuk pelahiran per vagina dengan bantua instrumen/alat. 9. Perawatan saat persalinan mengalami kemajuan Setelah dosis awal dan dosis lanjutnya, ukur tekanan darah (TD) materal, denyut nadi maternal, dan denyut jantung janin setiap 5 menit selama 15 menit. Staf nadi harus diberitahu jika hasil pemeriksaan muncul kekhawatiran, mis; jika denyut jantung janin kurang dari 110 x/menit, jika tekanan darah sistolik maternal kurang dari 100 mmHg. Setelah itu, ukur nadi, tekanan darah, dan kontraksi setengah jam dan pantau denyut jantung janin secara kontinu. Bantu wanita untuk sering mengubah posisinya, untuk menghindari terjadinya luka akibat tekanan. Tidak adanya sensasi dikandung kemih merupakan gambaran metode pereda nyeri ini dan wanita tidak akan menyadari kebutuhan unttuk berkemih. Bantu ia untuk mengosongkan kandungan kemihnya setiap 2 jam, dengan kateter urine jika perlu. Tindakan ini mencegah cidera pada saluran kemih dan abstruksi persalinan akibat penuhnya kandungan kemih. Jangan biarkan wanita berbaring datar kecuali bidan berada bersamanya. Berbaring datar dapat mengurangi aliran darah ke area plasenta sehingga menyebabkan bradikardia janin. Hindari konpresi aurto-kaval dengan memposisikan wanita berbaring miring, dengan bantal/baji kecil di bawah sisi tubuhnya, untuk menekuk abdomennya. Refleks pengeluaran janin atau reflex mengejan sering kali hilang akibal analgesia epidural. Oleh sebab itu, selama kala dua persalinan, arahkan perawatan untuk memastikan upaya maternal yang adekuat namun aman selama mengejan kaena ibu tidak akan tahu kapan harus mengejan dan sering akan dicegah oleh yang terlihat olehnya, tidak terjadinya kemajuan persalinan. Ideal nya, bagian presentasi janin harus terlihat atau berada dibawah spina iskiadika sebelum anda menganjurkan wanita untuk mengejan. C. KOMPRES 1. Definisi Kompres 17

Kompres adalah metode pemeliharaan suhu tubuh dengan menggunakan cairan atau alat yang dapat menimbulkan hangat atau dingin pada bagian tubuh yang memerlukan. 2. Jenis kompres: a. Kompres panas b. Kompres dingin 3. Tujuan pemberian kompres a. Kompres panas 1) Memperlancar sirkulasi darah 2) Mengurangi rasa sakit 3) Memberi rasa hangat, nyaman, dan tenang pada klien 4) Merangsang peristatik usus b. Kompres dingin 1) Menurunkan suhu tubuh 2) Mencegah peradangan meluas 3) Mengurangi kongesti 4) Mengurangi perdarahan setempat 5) Mengurangi rasa sakit pada daerah setempat 4. Indikasi pemberian kompres a. Kompres panas 1) Klien yang kedinginan(suhu tubuh yang rendah) 2) Klien dengan perut kembung 3) Klien yang punya penyakit peradangan, seperti radang persendian 4) Spasme otot 5) Adanya abses, hematoma

b. Kompres dingin 1) Klien dengan suhu tubuh yang tinggi 18

2) Klien dengan batuk dan muntah darah 3) Pasca tonsilektomi 4) Radang, memar

5. Kompres panas basah a. Persiapan alat : 1) Kom berisi air hangat sesuai kebutuhan (40-46 0C) 2) Bak seteril berisi dua buah kasa beberapa potong dengan ukuran yang sesuai 3) Kasa perban atau kain segitiga 4) Pengalas 5) Sarung tangan bersih di tempatnya 6) Bengkok dua buah 7) Waslap 4 buah/tergantung kebutuhan 8) Pinset anatomi 2 buah 9) Korentang b. Prosedur 1) Jelaskan maksud dan tujuan tindakan yang Anda lakukan kepada pasien 2) Dekatkan alat-alat kedekat klien 3) Perhatikan privacy klien 4) Cuci tangan 5) Atur posisi klien yang nyaman 6) Pasang pengalas dibawah daerah yang akan dikompres 7) Kenakan sarung tangan lalu buka balutan perban bila diperban. Kemudian, buang bekas balutan ke dalam bengkok kosong 8) Ambil beberapa potong kasa dengan pinset dari bak seteril, lalu masukkan ke dalam kom yang berisi cairan hangat. 19

9) Kemudian ambil kasa tersebut, lalu bentangkan dan letakkan pada area yang akan dikompres 10) Bila klien menoleransi kompres hangat tersebut, lalu ditutup/dilapisi dengan kasa kering. Selanjutnya dibalut dengan kasa perban atau kain segitiga 11) Lakukan prasat ini selama 15-30 menit atau sesuai program dengan anti balutan kompres tiap 5 menit 12) Lepaskan sarung tangan 13) Atur kembali posisi klien dengan posisi yang nyaman 14) Bereskan semua alat-alat untuk disimpan kembali 15) Cuci tangan 16) Dokumentasikan tindakan ini beserta responnya c. Hal yang perlu diperhatikan: 1) Kain kasa harus diganti pada waktunya dan suhu kompres di pertahankan tetap hangat 2) Cairan jangan terlalu panas, hindarkan agar kulit jangan sampai kulit terbakar 3) Kain kompres harus lebih besar dari pada area yang akan dikompres 4) Untuk kompres hangat pada luka terbuka, peralatan harus steril. Pada luka tertutup seperti memar atau bengkak, peralatan tidak perlu steril karena yang penting bersih. 6. Kompres panas kering menggunakan buli-buli panas a. Persipan alat : 1) Buli-buli panas dan sarungnya 2) Termos berisi air panas 3) Termometer air panas 4) Washlap b. Prosedur Kerja: 1) Jelaskan maksud dan tujuan tindakan yang akan Anda lakukan kepada pasien 2) Dekatkan peralatan ke dekat pasien 3) Cuci tangan 4) Lakukan pemasangan terlebih dahulu pada buli-buli panas dengan cara : mengisi buli-buli dengan air panas, kencangkan penutupnya kemudian membalik posisi buli-buli berulangulang. lalu kosongkan isinya. Siapkan dan ukur air yang di inginkan (50-60ºc) 5) Isi buli-buli dengan air panas sebanyak kurang lebih setengah bagian dari bulibuli tesebut. Lalu keluarkan udaranya dengan cara : a) Letakkan atau tidurkan buli-buli di atas meja atau tempat datar. b) Bagian atas buli-buli di lipat sampai kelihatan permukaan air di leher buli-buli c) Kemudian penutup buli-buli di tutup dengan rapat/benar 6) Periksa apakah buli-buli bocor atau tidak lalu keringkan dengan washlap dan masukan ke dalam sarung buli-buli 7) Bawa buli-buli tersebut ke dekat klien 8) Letakkan atau pasang buli-buli pada area yang memerlukan

20

9) Kaji secara teratur kondisi klien untuk mengetahui kelainan yang timbul akibat pemberian kompres dengan buli-buli panas, seperti kemerahan, ketidaknyamanan, kebocoran, dsb. 10) Ganti buli-buli panas setelah 30 menit di pasang dengan air panas lagi, sesuai yang dikehendaki 11) Bereskan alat-alat bila sudah selesai 12) Cuci tangan 13) Dokumentasikan 14) c. Hal-hal yang perlu di perhatikan : 1) Buli-buli panas tidak boleh diberikan pada klien pendarahan 2) Pemakaian buli-buli panas pada bagian abdomen, tutup buli-buli mengarah ke atas atau ke samping 3) Pada bagian kaki, tutup buli-buli mengarah ke bawah atau ke samping

Bab III Penutup A. Kesimpulan Laparoskopi adalah sebuah teknik melihat ke dalam perut tanpa melakukan pembedahan besar, walaupun awalnya adalah adalah prosedur ginekologi, laparoskopi semakin sering digunakan dalam pembedahan cabang lain. Epidural adalah suatu anestesi local, biasanya bupivakain hidroklorida (Marcain®) diinjeksikan ke dalam ruang epidural antara vertebra lumbal kedua dan ketiga. Obat ini bekerja pada saraf spinalis di level ini untuk memproduksi hambatan sensorik dan hambatan motor parsial. Kompres adalah metode pemeliharaan suhu tubuh dengan menggunakan cairan atau alat yang dapat menimbulkan hangat atau dingin pada bagian tubuh yang memerlukan. Bertujuan memenuhi kebutuhan rasa nyaman, menurunkan suhu tubuh , mengurangi rasa nyeri, mencegah edema, dan mengontrol peredaran darah dengan meningkatkan vasokontriksi. B. Saran Demikianlah makalah ini kami buat sebaik-baiknya namun sebagai manusia, penulis selalu tidak lepas dari kesalahan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun bagi penulis sangat diharapkan untuk menyempurnakan makalah ini. Adapun saran yang dapat diberikan adalah bahwa sebagai mahasiswa kita diharapkan dan mengerti serta lebih memahami materi KDK II yaitu Laparoskopi, Teknik Pemberian Obat Epidural dan Zidbath atau Kompres dan sebaiknya mahasiswa lebih banyak mencari referensi pelengkap sehingga menjadi lebih paham lagi akan materi tersebut.

21

22

Related Documents

Kdk Kel 7.docx
May 2020 4
Kdk Fix.docx
October 2019 32
Kdk Kelompok.docx
October 2019 28
Kdk Roni.docx
November 2019 24
Kdk Menik.docx
December 2019 26

More Documents from "Menik Rieskaa"

Kompres.docx
May 2020 0
Kdk Kel 7.docx
May 2020 4