Kaus Atut Fiks.docx

  • Uploaded by: Larassati Laras
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kaus Atut Fiks.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,357
  • Pages: 5
RATU ATUT TERBUKTI KORUPSI ALKES H. Ratu Atut Chosiyah, S.E (lahir di Ciomas, Serang, Banten, 16 Mei 1962; umur 56 tahun) adalah Gubernur Banten yang menjabat dua periode sejak 11 Januari 2007 hingga resmi dinonaktifkan pada 13 Mei 2014. Ia adalah Gubernur Wanita Indonesia pertama. Pada 4 Januari 2007, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengirim radiogram tentang keputusan presiden (keppres) penetapan gubernur melalui Depdagri. Radiogram No 121.36/04/SJ tertanggal 4 Januari 2007 ditandatangani Sekjen Depdagri, Progo Nurjaman. Radiogram berisi permintaan kepada ketua DPRD Banten agar mengadendakan dan menetapkan jadwal rapat paripurna istimewa DPRD dalam rangka pelantikan gubernur dan wakil gubernur terpilih. Bersama wakil gubernur terpilih, Mohammad Masduki, ia dilantik pada 11 Januari 2007 dalam Sidang Paripurna Istimewa di Cipocok Jaya. Pelantikannya dipimpin oleh Ketua DPRD Banten, Ady Surya Dharma. Pelantikan yang dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri Muhammad Ma'ruf di Gedung DPRD Provinsi Banten dengan dihadiri sekitar 2700 undangan. Selain Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso, hadir juga Ketua DPR-RI Agung Laksono dan Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad serta bupati/wali kota se-Provinsi Banten dan sejumlah tokoh nasional lain. Sidang paripurna mendapat pengamanan sedikitnya 2500 anggota kepolisian, Tentara Nasional Indonesia, Satuan Polisi Pamong Praja, serta petugas Dinas Perhubungan di sekitar Gedung DPRD dan sepanjang jalan menuju lokasi pelantikan. Sebelumnya, Ratu Atut terpilih sebagai wagub berpasangan dengan Djoko Munandar pada 11 Januari 2002. Ketika Djoko Munandar dicopot dari jabatannya karena terkait kasus korupsi, ia ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas Gubernur Banten. Ia adalah wanita pertama yang menjabat sebagai gubernur sebuah Provinsi di Indonesia. Pada 17 Desember 2013, Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam pengadaan alat kesehatan di Banten[1][2]. Ia resmi dinonaktifkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 13 Mei 2014 terkait kasus suap pilkada di MK. Mantan gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah didakwa melakukan perbuatan korupsi dalam pengadaan alat kesehatan Rumah Sakit Rujukan Pemerintah Provinsi Banten yang masuk dalam APBD dan APBD Perubahan 2012. “Ratu Atut Chosiyah bersama-sama dengan

Tubagus Chaeri Wardana Chasan alias Wawan melakukan pengaturan dalam proses pengusulan anggaran Dinas Kesehatan provinsi Banten pada APBD 2012 dan APBD Perubahan 2012 dan pengaturan pelaksanaan anggaran pada pelelangan pengadaan alat kesehatan (alkes) RS Rujukan pemprov Banten TA 2012 sehingga memenangkan pihak-pihak tertentu," kata Jaksa Penuntut Umum KPK Afni Carolina saat pembacaan surat dakwaan di pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu. Perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp79,79 miliar sesuai laporan

hasil

pemeriksaan

investigatif

BPK

pada

31

Desember

2014.

"Yang memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu menguntungkan terdakwa Ratu Atut Chosiyah sebesar Rp3,859 miliar, menguntungkan orang lain yaitu Tubagus Chaeri Wardana Chasan sebesar Rp50,083 miliar, Yuni Astuti Rp23,396 miliar, Djadja Buddy Suhardjo Rp590 juta, Ajat Ahmad Putra Rp345 juta, Rano Karno sebesar Rp300 juta, Jana Sunawati Rp134 juta. Kemudian, Yogi Adi Prabowo sebesar Rp76,5 juta, Tatan Supardi sebesar Rp63 juta, Abdul Rohman sebesar Rp60 juta, Ferga Andriyana sebesar Rp50 juta, Eki Jaki Nuriman sebesar Rp20 juta, Suherma sebesar Rp15,5 juta, Aris Budiman sebesar Rp1,5 juta dan Sobran Rp 1 juta," tambah jaksa Afni. Kerugian negara juga bertambah karena ada pemberian fasilitas berlibur ke Beijing berikut uang saku senilai total Rp1,659 miliar untuk pejabat Dinkes Banten, tim survei, panitia pengadaan dan panitia pemeriksa hasil pekerjaan. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yaitu merugikan keuangan negara sebesar Rp 79.789.124.106,35. Atut selaku pelaksana tugas (Plt) Gubernur Banten pada 2005 dan menjabat sebagai gubernur definitif untuk periode 2007-2012 dan 2012-2017 selalu meminta komitmen kepada para pejabat untuk loyal kepadanya. “Sejak diangkat baik sebagai plt maupun gubernur definif, terdakwa memilih beberapa pejabat di lingkungan pemprov Banten dengan selalu meminta komitmen kepada pejabat tersebut untuk senantiasa loyal atau patuh sesuai arahan terdakwa maupun Wawan sebagai adik kandung terdakwa yang merupakan pemilik atau komisaris utama PT Bali Pacific Pragama (PT BPP),” ungkap jaksa Afni. Fee kepala dinkes Saat Djaja Buddy Suhardja akan dipromosikan sebagai kepala Dinas Kesehatan Banten, Atut meminta komitmen loyalitas Djaja. Djaja kemudian menandatangani

surat pernyataan loyalitas pada 14 Februari 2006 di hotel Kartika Chandra Jakarta dan selanjutnya Atut mengangkat Djaja sebagai Kadis Kesehatan Banten pada 17 Februari 2006. Pada pertengahan 2006 di rumah Atut, Atut mengarahkan Djaja agar setiap proses pengusulan anggaran maupun pelaksanaan proyek-proyek pekerjaan yang ada pada Dinas Kesehatan provinsi Banten dikoordinasikan dengan Wawan. “Koordinasi dilakukan untuk mengatur proses pengusulan anggaran sampai menentukan perusahaan yang akan menjadi pemenang dalam pengadaan tersebut," kata Jaksa Afni. Pertama adalah proses penyusunan dan pelaksanaan anggaran untuk pengadan alkes RS Rujukan Pemprov Banten pada Dinas Kesehatan provinsi Banten pada APBD 2012. Djaja sebagai Kadis Kesehatan Banten bertemu dengan Ajat Drajat selaku Sekretaris Dinkes Banten; Kasubag Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan Dinkes Banten Suherman dan Wawan beberapa kali yang juga dihadiri oleh staf PT BPP Dadan Prijatna dan pemilik PT Java Medica selaku orang kepercayaan Wawan, Yuni Astuti. Dalam salah satu pertemuan, Wawan meminta agar Dinkes Banten menyusun anggaran dengan komposisi 90 persen dalam bentuk pekerjan kontraktual (pengadaan) dan 10 persen dalam bentuk pekerjaan nonkontraktual. Wawan juga meminta agar anggaran tidak dibuat rinci agar pemaketan dan pengerjaan pekerjaan bisa 'lebih fleksibel'. Atas permintaan itu Djaja setuju dan melaporkan ke terdakwa,” sambung

Jaksa

Penuntut

Umum

KPK

Budi

Nugraha.

Dinas kesehatan Banten pada APBD 2012 mendapatkan anggaran sebesar Rp208 miliar dan untuk pengadaan alkes RS Rujukan Banten sebesar Rp100,7 miliar. Kemudian Djaja selaku Pengguna Anggaran selanjutnya menunjuk Jana Sunawati sebagai pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) dan menetapkan panitia pengadaan sarana dan parsarana, panitia pengadaan barang atau jasa pekerjaan konstruksi serta tim survei pengadaan. Djaja pun membuat 10 paket pengadaan alkes yang telah disusun Jana berdasarkan spesifikasi teknis dan harga dari Yuni Astuti. Sedangkan dalam tahapan pengaturan lelang sampai pelaksanaan, Wawan menunjuk Dadang Prijatna untuk berkoordinasi dengan Yuni dan panitia pengadan dari Dinkes Banten. Calon pelaksana pekerjaan untuk sembilan paket pekerjaan pun sudah ditentukan Yuni yang sudah mempersiapkan daftar harga yang digelembungkan dengan memperhitungkan

keuntungan Wawan sebesar 43,5 persen dari nilai kontrak dan keuntungan Yuni sebesar 56,5 persen untuk paket alkes RS Rujukan. Alkes laboratorium Sedangkan untuk pengadaan alkes laboratorium dan instalasi kamar jenazah RS Rujukan disusun oleh Baharudin dengan memperhitungkan keuntungan Wawan sebesar 45 persen dari nilai kontrak dan keuntungan Baharuddin sebesar 55 persen dari nilai kontrak. Setelah alat-alat kesehatan yang disediakan Yuni dan Baharudin dikirim ke Dinkes Banten, panitia penerima memeriksa dan hasilnya ternyata belum 100 persen lengkap tapi karena sejak awal Djaja diminta Atut untuk berkoordinasi dengan Wawan maka yang muncul adalah berita acara penerima hasil pekerjaan seolah-olah pekerjaan sudah 100 persen. Kedua, proses penyusunan dan pelaksanaan anggaran Alkes RS Rujukan Banten dalam APBD Perubahan TA 2012. Dinkes Banten mendapatkan anggaran sebesar Rp252,35 miliar dengan Rp127,82 miliar dialokasikan untuk pengadaan alkes RS Rujukan Banten. Dalam anggaran ini dibuat 4 paket pengadaan dengan Yuni mempersiapkan daftar harga yang sudah digelembungkan dengan memperhitungkan keuntungan Wawan sebesar 56,5 persen dari nilai kontrak. Setelah alat-alat kesehatan dikirim ke Dines Banten, panitia penerima juga menemukan bahwa barang itu belum 100 persen lengkap tapi tetap dipersiapkan berita acara serah terima hasil pekerjaan yang seolah-olah serah terima sudah lengkap 100 persen. “Sehingga seluruh pembayaran atas pelaksanaan pengadaan dari APBD dan APBD P TA 2012 pada Dinkes Banten sebesar Rp112,78 miliar dengan keuntungan untuk Tubagus CHaeri Wardana Chasan alias Wawan sebesar Rp50,08 miliar dan keuntungan Yuni Astuti sebesar Rp30,57 miliar," ungkap jaksa. Sedangkan Ratu Atut mendapatkan Rp3,859 miliar yang diberikan secara bertahap antara Oktober-Desember 2012. Atas perbuatan itu, Ratu Atut didakwakan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar. Selain melakukan korupsi, Ratu Atut juga didakwa meminta uang secara paksa kepada Kadis Kesehatan Banten Djadja Buddy Suhardja, Kadis Perindustrian dan Perdagangan Banten dan juga Kadis Pendidikan Banten Hudaya Latuconsina, Kadis Sumber Daya Air dan Pemukiman (SDAP) Banten Iing Suwargi dan Kadis Bina Marga dan Tata Ruang Banten Sutadi senilai total Rp500 juta untuk kegiatan Istighosah. Atas dakwaan ini, Ratu Atut tidak mengajukan eksepsi (nota keberatan). REFERENSI https://www.hukumonline.com/berita/baca/begini-uraian-dakwaan-ratu-atut-di-kasuskorupsi-alkes

Related Documents


More Documents from ""

Kover Advokasi.docx
December 2019 42
Kaus Atut Fiks.docx
May 2020 25
Cover Laras Idk.docx
December 2019 36
Kover Kmb 2.docx
May 2020 26
Naskah Role Play Fiks.docx
December 2019 40