LAPORAN PENDAHULUAN KATARAK
A. Pengertian Katarak Katarak berasal dari bahasa Yunani “Katarrhakies”, dalam bahasa Inggris “Cataract”, dan dalam bahasa Latin “Cataracta” yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduanya (Ilyas, 2015). Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak kongenital). Dapat juga berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka panjang, penyakit sistemik, pemajanan radiasi, pemajanan yang lama sinar ultraviolet, atau kelainan mata lain seperti uveitis anterior (Suzzane C Smeltzer, 2012). Menurut Corwin (2011), katarak adalah penurunan progresif kejernihan lensa. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan ketajaman penglihatan berkurang. Katarak terjadi apabila protein-protein lensa yang secara normal transparan terurai dan mengalami koagulasi. Sedangkan menurut Mansjoer (2010), katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (panambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat kedua-duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif. Jadi, dapat disimpulkan katarak adalah kekeruhan lensa yang normalnya transparan dan dilalui cahaya menuju retina, dapat disebabkan oleh berbagai hal sehingga terjadi kerusakan penglihatan.
B. Etiologi Katarak Katarak dapat timbul pada usia berapa saja setelah trauma lensa, infeksi mata, atau akibat pajanan radiasi atau obat tertentu. Janin yang tepajan virus rubella dapat mengalami katarak. Para pengidap diabetes melitus kronik sering mengalami katarak, yang kemungkinan besar disebabkan oleh gangguan aliran darah ke mata dan perubahan penanganan dan metabolisme glukosa.
1
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun keatas. Akan tetapi, katarak dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus pada saat hamil muda. Penyebab katarak lainnya meliputi: 1. Faktor keturunan. 2. Cacat bawaan sejak lahir. 3. Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid. 4. Gangguan pertumbuhan. 5. Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama. 6. Rokok dan Alkohol. 7. Operasi mata sebelumnya dan trauma (kecelakaan) pada mata. 8. Proses degeneratif (Katarak Senilis). 9. Penyakit mata lain (Uveitis). 10. Penyakit sistemik (DM). 11. Defek kongenital (salah satu kelainan herediter sebagai akibat dari infeksi virus prenatal, seperti German Measles). 12. Faktor-faktor lainya yang belum diketahui. Sebagian besar katarak yang disebut katarak senilis, terjadi akibat perubahanperubahan degeneratif yang berhubungan dengan pertambahan usia. Pajanan terhadap sinar matahari selama hidup, alkohol, merokok dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu yang lama serta predisposisi herediter berperan dalam munculnya katarak senilis.
C. Epidemologi / Insiden Kasus Lebih dari 90% kejadian katarak merupakan katarak senilis. 20-40% orang usia 60 tahun ke atas mengalami penurunan ketajaman penglihatan akibat kekeruhan lensa. Sedangkan pada usia 80 tahun ketas insidensinya mencapai 60-80%. Prevalensi katarak congenital pada negara maju berkisar 2-4 setiap 10000 kelahiran. Frekuensi katarak lakilaki dan perempuan sama besar. Di seluruh dunia, 20 juta orang mengalami kebutaan akibat katarak. Penyakit katarak tidak menimbulkan gejala rasa sakit tetapi dapat menggangu penglihatan dari penglihatan kabur sampai menjadi buta. penyakit katarak di Indonesia banyak terjadi pada umur di atas 40 tahun padahal sebagai penyakit yang degeneratif buta katarak umumnya terjadi pada usia lanjut. 2
Salah satu teori menyatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi, jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia. Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik dan matang ketika orang memasuki dekade ke tujuh .
D. Patofisiologi Katarak Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela. Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalamui distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak. Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti diabetes. Namun kebanyakan merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik ketika seseorang memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alkohol, merokok, diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama (Smeltzer, 2012). 3
E. Pathway Katarak
Pathway Bertambahnya usia
Perubahan fisik lensa
Perubahan serabut halus yang memanjang dari badan silier ke luar lensa
Perubahan warna pada nukleus lensa
Hilangnya transparansi lensa
Perubahan kimia
Perubahan protein lensa
Perubahan dalam serabut-serabut lensa, mengalami denaturasi
Penglihatan menjadi distorsi
Terjadi koagulasi Katarak Terbentuknya daerah keruh lensa
Dapat mengakibatkan: Glaukoma, Kebutaan Tindakan : Pre Operasi
Gangguan Gangguan persepsi persepsi sensori sensori Risiko cedera Risiko tinggi Defisiensi cedera Pengetahuan Kurangnya Ansietas pengetahuan Ansietas
Intra Operasi
Risiko hipotermia
Post Operasi
4
Nyeri akut Nyeri Gangguan persepsi Gangguan sensori persepsi sensori Risiko cedera Risiko cedera Risiko infeksi Risiko infeksi
F. Manifestasi Klinik Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya, pasien melaporkan penurunan ketajaman fungsi penglihatan, silau, dan gangguan fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan karena kehilangan penglihatan tadi, temuan objektif biasanya meliputi pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan kabur atau redup, menyilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari. Pupil yang normalnya hitam, akan tampak kekuningan, abu-abu atau putih. Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun , dan ketika katarak sudah sangat memburuk, lensa koreksi yang lebih kuat pun tak akan mampu memperbaiki penglihatan. Orang dengan katarak secara khas selalu mengembangkan strategi untuk menghindari silau yang menjengkel yang disebabkan oleh cahaya yang salah arah. Misalnya, ada yang mengatur ulang perabotan rumahnya sehingga sinar tidak akan langsung menyinari mata mereka. Ada yang mengenakan topi berkelepak lebar atau kaca mata hitam dan menurunkan pelindung cahaya saat mengendarai mobil pada siang hari (Smeltzer, 2012). Menurut Mansjoer (2010), pada katarak senil, dikenal 4 stadium yaitu: insipiens, matur, imatur, dan hipermatur.
KEKERUHAN CAIRAN LENSA IRIS BILIK MATA DEPAN SUDUT BILIK MATA SHADOW TEST PENYULIT
INSIPIENS Ringan Normal
MATUR Sebagian Bertambah
IMATUR Seluruh Normal
HIPERMATUR Masif Berkurang
Normal Normal
Terdorong Dangkal
Normal Normal
Tremulans Dalam
Normal
Sempit
Normal
Terbuka
Negative
Postitif
Negative
Pseudopositif
-
Glaucoma
-
Uveitis, Glaukoma
5
G. Klasifikasi Katarak Menurut Dale Vaughan (2010), katarak dapat diklasifikasikan sebagai berikut. 1. Katarak terkait usia (katarak senilis) Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai. Satusatunya gejala adalah distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin kabur. 2. Katarak anak-anak Katarak anak-anak dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: a. Katarak kongenital, yang terdapat sejak lahir atau segera sesudahnya. Banyak katarak kongenital yang tidak diketahui penyebabnya walaupun mungkin terdapat faktor genetik, yang lain disebabkan oleh penyakit infeksi atau metabolik, atau beerkaitan dengan berbagai sindrom. b. Katarak didapat, yang timbul belakangan dan biasanya terkait dengan sebabsebab spesifik. Katarak didapat terutama disebabkan oleh trauma, baik tumpul maupun tembus. Penyebab lain adalah uveitis, infeksi mata didapat, diabetes dan obat. 3. Katarak traumatik Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di lensa atau trauma tumpul terhadap bola mata. Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda asing karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor aqueus dan kadang- kadang korpus vitreum masuk kedalam struktur lensa. 4. Katarak komplikata Katarak komplikata adalah katarak sekunder akibat penyakit intraocular pada fisiologi lensa. Katarak biasanya berawal didaerah sub kapsul posterior dan akhirnya mengenai seluruh struktur lensa. Penyakit- penyakit intraokular yang sering berkaitan dengan pembentukan katarak adalah uveitis kronik atau rekuren, glaukoma, retinitis pigmentosa dan pelepasan retina. 5. Katarak bilateral Katarak bilateral dapat terjadi karena gangguan-gangguan sistemik berikut: diabetes mellitus, hipoparatiroidisme, distrofi miotonik, dermatitis atropik, galaktosemia, dan syndrome Lowe, Werner atau Down. 6. Katarak toksik Katarak toksik jarang terjadi. Banyak kasus pada tahun 1930-an sebagai akibat penelanan dinitrofenol (suatu obat yang digunakan untuk menekan nafsu makan).
6
Kortokosteroid yang diberikan dalam waktu lama, baik secara sistemik maupun dalam bentuk tetes yang dapat menyebabkan kekeruhan lensa. 7. Katarak ikutan Katarak ikutan menunjukkan kekeruhan kapsul posterior akibat katarak traumatik yang terserap sebagian atau setelah terjadinya ekstraksi katarak ekstrakapsular.
H. Pemeriksaan Penunjang Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk mengetahui kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak subkapsuler posterior dapat membaik dengan dilatasi pupil. Pada pemeriksaan slit lamp biasanya dijumpai keadaan palpebra, konjungtiva,dan kornea dalam keadaan normal. Iris, pupil, dan COA terlihat normal. Pada lensa pasien katarak, didapatkan lensa keruh. Lalu, dilakukan pemeriksaan shadow test untuk menentukan stadium pada penyakit katarak senilis. Ada juga pemeriksaan-pemeriksaan
lainnya
seperti
biomikroskopi,
stereoscopic
fundus
examination, pemeriksaan lapang pandang dan pengukuran TIO. 1. Retinometri adalah tes yang dilakukan untuk mengetahui apakah penglihatan yang turun itu disebabkan katarak atau tidak. 2. Keratometri 3. Pemeriksaan lampu slit 4. Oftalmoskopis yaitu dengan melihat refleks merah didalam manik mata atau pupil. Apabila tidak ada katarak maka akan terlihat reflek merah padda pupil yang merupakan reflek retina yang terlihat melalui pupil. Bila terdapat katarak atau kekeruhan padat pada pupil maka refleks merah ini tidak akan terlihat. 5. A-Scan ultrasound (Echography) 6. Penghitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi dan implantasi.
I.
Penatalaksanaan Pengobatan pada katarak adalah pembedahan. Untuk menentukan kapan katarak dapat dibedah ditentukan oleh keadaan tajam penglihatan. Tajam penglihatan dikaitkan dengan tugas sehari-hari penderita. Satu-satunya terapi untuk pasien katarak adalah bedah katarak dimana lensa diangkat dari mata (ekstraksi lensa) dengan prosedur intrakapsular atau ekstrakapsular :
7
1. Ekstraksi intrakapsular (ICCE) Lensa diangkat seluruhnya. Keuntungannya prosedur mudah dilakukan dan Kerugiannya mata berisiko mengalami retinal detachment (lepasnya retina). 2. Ekstraksi ekstrakapsular (ECCE) Pada teknik ini, bagian depan kapsul dipotong dan diangkat, lensa dibuang dari mata, sehingga menyisakan kapsul bagian belakang. Lensa intraokuler buatan dapat dimasukkan ke dalam kapsul tersebut. Kejadian komplikasi setelah operasi lebih kecil kalau kapsul bagian belakang utuh. 3. Fakofragmentasi dan fakoemulsifikasi Merupakan teknik ekstrakapsular yang menggunakan getaran-getaran ultrasonik untuk mengangkat lensa melalui irisan yang kecil (2-5 mm), sehingga mempermudah penyembuhan luka pasca-operasi. Teknik ini kurang efektif pada katarak yang padat. 4. Small Incision Catarac Sustruction (SICS) Teknik operasi katarak dengan menggunakan metode SICS memerlukan dua sayatan kecil di sisi bola mata, lalu melepas lensa mata keruh dan memasangkan lensa intraokular buatan. Operasi katarak terdiri dari pengangkatan sebagian besar lensa dan penggantian lensa dengan implan plastik. Saat ini pembedahan semakin banyak dilakukan dengan anestesi lokal daripada anestesi umum. Anestesi lokal diinfiltrasikan di sekitar bola mata dan kelopak mata atau diberikan secara topikal. Jika keadaan sosial memungkinkan, pasien dapat dirawat sebagai kasus perawatan sehari dan tidak memerlukan perawatan rumah sakit. Kekuatan implan lensa intraokular yang akan digunakan dalam operasi dihitung sebelumnya dengan mengukur panjang mata secara ultrasonik dan kelengkungan kornea (maka juga kekuatan optik) secara optik. Kekuatan lensa umumnya dihitung sehingga pasien tidak akan membutuhkan kacamata untuk penglihatan jauh. Pilihan lensa juga dipengaruhi oleh refraksi mata kontralateral dan apakah terdapat terdapat katarak pada mata tersebut yang membutuhkan operasi. Jangan biarkan pasien mengalami perbedaan refraktif pada kedua mata. Pascaoperasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka pendek. Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas insisi telah sembuh. Rehabilitasi visual dan peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat dengan metode fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat berakomodasi maka pasien 8
membutuhkan kacamata untuk pekerjaan jarak dekat meski tidak dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat ini digunakan lensa intraokular multifokal, lensa intraokular yang dapat berakomodasi sedang dalam tahap pengembangan.
J.
Komplikasi Bila katarak dibiarkan maka akan terjadi komplikasi berupa glaucoma dan uveitis. Glaukoma adalah peningkatan abnormal tekanan intraokuler yang menyebabkan atrofi saraf optik dan kebutaan bila tidak teratasi (Doenges, 2000). Uveitis adalah inflamasi salah satu struktur traktus uvea (Smeltzer, 2012). Sedangkan komplikasi yang dapat timbul jika dilakukan tindakan operasi adalah sebagai berikut. 1. Hilangnya vitreous Hal ini dapat terjadi apabila kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi, yang mengakibatkan gel vitreous dapat masuk ke dalam bilik anterior. 2. Prolaps iris Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada periode pasca operasi dini. Terlihat sebagai daerah berwarna gelap pada lokasi insisi, dan pupil mengalami distorsi. Keadaan ini membutuhkan perbaikan segera dengan pembedahan. 3. Endoftalmitis Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang serius namun jarang terjadi (kurang dari 0,3%). Pasien datang dengan keluhan mata merah yang terasa nyeri, penurunan tajam pengelihatan (biasanya dalam beberapa hari setelah pembedahan), pengumpalan sel darah putih di bilik anterior. 4. Astigmatisme pascaoperasi Mungkin diperlukan pengangkatan jahitan kornea untuk mengurangi astigatisme kornea. 5. Edema makular sistoid Makula menjadi edema setelah pembedahan, terutama bila disertai hilangnya vitreous. Dapat sembuh seiring waktu namun dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan yang berat. 6. Ablasio retina Teknik-teknik modern dalam ekstraksi katarak dihubungkan dengan rendahya tingkat komplikasi ini. Tingkat komplikasi ini bertambah bila terdapat kehilangan vitreous. 9
7. Opasifikasi kapsul posterior Pada sekitar 20% pasien, kejernihan kapsul posterior berkurang pada beberapa bulan setelah pembedahan ketika sel epitel residu bermigrasi melalui permukaannya. Pengelihatan menjadi kabur dan mungkin didapatkan rasa silau. 8. Resiko iritasi dan infeksi Jika jahitan nilon halus tidak diangkat setelah pembedahan maka jahitan dapat lepas dalam beberapa bulan atau tahun setelah pembedahan dan mengakibatkan iritasi atau infeksi. Gejala hilang dengan pengangkatan jahitan.
10
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN KATARAK
A. Pengkajian 1. Biodata Identitas klien: nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register. 2. Riwayat kesehatan a. Keluhan utama Penurunan ketajaman penglihatan dan silau. b. Riwayat kesehatan dahulu Riwayat kesehatan pendahuluan pasien diambil untuk menemukan masalah primer pasien, seperti: kesulitan membaca, pandangan kabur, pandangan ganda, atau hilangnya daerah penglihatan soliter. Perawat harus menemukan apakah masalahnya hanya mengenai satu mata atau dua mata dan berapa lama pasien sudah menderita kelainan ini. Riwayat mata yang jelas sangat penting. Apakah pasien pernah mengalami cedera mata atau infeksi mata, penyakit apa yang terakhir diderita pasien. c. Riwayat kesehatan sekarang Eksplorasi keadaan atau status okuler umum pasien. Apakah ia mengenakan kacamata atau lensa kontak, apakah pasien mengalami kesulitan melihat (fokus) pada jarak dekat atau jauh, apakah ada keluhan dalam membaca atau menonton televisi, bagaimana dengan masalah membedakan warna atau masalah dengan penglihatan lateral atau perifer. d. Riwayat kesehatan keluarga Adakah riwayat kelainan mata pada keluarga derajat pertama atau kakek-nenek. 3. Pemeriksaan fisik Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop (Smeltzer, 2002). Katarak terlihat tampak hitam terhadap refleks fundus ketika mata diperiksa dengan oftalmoskop direk. Pemeriksaan slit lamp memungkinkan pemeriksaan katarak secara rinci dan identifikasi lokasi opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia biasanya terletak didaerah nukleus, korteks, atau subkapsular. Katarak terinduksi steroid umumnya terletak di subkapsular posterior. Tampilan lain yang menandakan penyebab okular katarak dapat ditemukan, antara lain deposisi pigmen pada lensa 11
menunjukkan inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris menandakan trauma mata sebelumnya (James, 2005). 4. Perubahan pola fungsional (Gordon) a. Persepsi tehadap kesehatan Manajemen pasien dalam memelihara kesehatan, adakah kebiasaan merokok, mengkonsumsi alkohol,dan apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap obat, makanan atau yang lainnya. b. Pola aktifitas dan latihan Kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas atau perawatan diri, apakah perlu bantuan, ketergantungan penuh atau tidak. c. Pola istirahat tidur Berapa lama waktu tidur pasien, apakah ada kesulitan tidur seperti insomnia atau masalah lain. Apakah saat tertidur sering terbangun. d. Pola nutrisi metabolik Adakah diet khusus yang dijalani pasien, jika ada anjuran diet apa yang telah diberikan. Kaji nafsu makan pasien sebelum dan setelah sakit mengalami perubahan atau tidak, adakah keluhan mual dan muntah, adakah penurunan berat badan yang drastis dalam 3 bulan terakhir. e. Pola eliminasi Kaji kebiasaan BAK dan BAB pasien, apakah ada gangguan atau kesulitan. Untuk BAK kaji warna, bau dan frekuensi sedangkan untuk BAB kaji bentuk, warna, bau dan frekuensi. f. Pola kognitif perseptual Status mental pasien atau tingkat kesadaran, kemampuan bicara, mendengar, melihat, membaca serta kemampuan pasien berinteraksi. Adakah keluhan nyeri karena suatu hal, jika ada kaji kualitas nyeri. g. Pola konsep diri Bagaimana pasien mampu mengenal diri dan menerimanya seperti harga diri, ideal diri pasien dalam hidupnya, identitas diri dan gambaran akan dirinya. h. Pola koping Masalah utama pasien masuk rumah sakit, cara pasien menerima dan menghadapi perubahan yang terjadi pada dirinya dari sebelum sakit hingga setelah sakit. i. Pola seksual reproduksi
12
Pola seksual pasien selama di rumah sakit, menstruasi terakhir dan adakah masalah saat menstruasi. j. Pola peran hubungan Status perkawinan pasien, pekerjaan, kualitas bekerja, sistem pendukung dalam menghadapi masalah, dan bagaiman dukungan keluarga selama pasien dirawat di rumah sakit.
B. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera ditandai dengan menurunnya ketajaman. 2. Nyeri akut berhubungan dengan luka pasca operasi. 3. Risiko cedera berhubungan dengan keterbatasan penglihatan. 4. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invansif (operasi katarak)
C. Intervensi Keperawatan No
Diagnosa
NOC
Keperawatan
1. 1. Gangguan sensori
persepsi NOC
NIC
berhubungan a. Sensori function:
dengan
gangguan
penerimaan sensori/status
NIC
vision
Neurologik Monitoring: a. Monitor tingkat neurologis
Kriteria Hasil:
b. Monitor fungsi neurologis
organ a. Menunjukan tanda
klien
indera ditandai
dan gejala persepsi
c. Monitor respon neurologis
dengan menurunnya
dan sensori baik:
d. Monitor reflek-reflek
ketajaman penglihatan.
penglihatan baik. b. Mampu
meningeal e. Monitor fungsi sensori dan
mengungkapkan
persepsi : penglihatan,
fungsi persepsi dan
penciuman, pendengaran,
sensori dengan tepat
pengecapan, rasa f.
Monitor tanda dan gejala penurunan neurologis klien
Eye Care:
13
a. Kaji fungsi penglihatan klien b. Jaga kebersihan mata c. Monitor penglihatan mata d. Monitor tanda dan gejala kelainan penglihatan e. Monitor fungsi lapang pandang, penglihatan, visus klien Monitoring Vital Sign: a. Monitor TD, Suhu, Nadi dan pernafasan klien b. Catat adanya fluktuasi TD c. Monitor vital sign saat pasien berbaring, duduk atau berdiri d. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan e. Monitor TD, Nadi, RR sebelum dan setelah aktivitas f. Monitor kualitas Nadi g. Monitor frekuensi dan irama pernafasan h. Monitor suara paru i. Monitor pola pernafasan abnormal j. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit k. Monitor sianosis perifer l. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, brakikardi, peningkatan sistolik) 2. 1. Nyeri akut berhubungan NOC :
NIC:
14
dengan operasi.
luka
pasca
a. Pain level,
Pain Management
b. Pain control,
a. Lakukan pengkajian nyeri
c. Comfort level
secara
komprehensif
Kriteria Hasil:
termasuk
lokasi,
a. Mampu
karakteristik,
durasi,
mengontrol
nyeri (tahu penyebab
frekuensi, kualitas dan faktor
nyeri,
presipitasi
mampu
menggunakan tehnik nonfarmakologi
dari ketidaknyamanan
untuk
mengurangi
nyeri,
mencari
bantuan)
c. Bantu pasien dan keluarga untuk
mencari
dan
menemukan dukungan
b. Melaporkan nyeri
b. Observasi reaksi nonverbal
bahwa
berkurang
d. Kontrol
lingkungan
yang
dapat mempengaruhi nyeri
dengan
seperti
menggunakan
pencahayaan dan kebisingan
manajemen nyeri c. Mampu
ruangan,
e. Kurangi faktor presipitasi
mengenali
nyeri
suhu
nyeri
(skala,
f. Kaji tipe dan sumber nyeri
intensitas, frekuensi
untuk menentukan intervensi
dan tanda nyeri) d. Menyatakan
g. Ajarkan tentang teknik non rasa
farmakologi:
napas
dala,
nyaman setelah nyeri
relaksasi, distraksi, kompres
berkurang
hangat/ dingin
e. Tanda vital
dalam
rentang normal f. Tidak
mengalami
gangguan tidur
h. Berikan
analgetik
untuk
mengurangi nyeri i. Tingkatkan istirahat j. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa
lama
berkurang
nyeri
dan
ketidaknyamanan prosedur
15
akan
antisipasi dari
k. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah
pemberian
analgesik pertama kali 3. 1. Risiko
cedera NOC
berhubungan dengan keterbatasan penglihatan.
NIC
a. Risk Kontrol Kriteria Hasil: a. Klien terbebas dari cedera
Environment Management a. Sediakan Iingkungan yang aman untuk pasien b. Identifikasi kebutuhan
b. Klien mampu
keamanan pasien, sesuai
menjelaskan
dengan kondisi fisik dan
cara/metode untuk
fungsi kognitif pasien dan
mencegah
riwayat penyakit terdahulu
injury/cedera
pasien
c. Klien mampu
c. Menghindarkan lingkungan
menjelaskan faktor
yang berbahaya (misalnya
resiko dari
memindahkan perabotan)
lingkungan/perilaku personal d. Mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injury e. Menggunakan
d. Memasang side rail tempat tidur e. Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih f. Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau pasien.
fasilitas kesehatan
g. Membatasi pengunjung
yang ada
h. Menganjurkan keluarga
f. Mampu mengenali perubahan status kesehatan
untuk menemani pasien. i. Mengontrol lingkungan dari kebisingan j. Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan k. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya
16
perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit. 4. 1. Risiko berhubungan prosedur (operasi katarak)
infeksi NOC
NIC
dengan
a. Immune Status
Infection Control
b. Knowledge :
a. Bersihkan lingkungan setelah
invansif
Infection control c. Risk control Kriteria Hasil: a. Klien bebas dari
dipakai pasien lain b. Pertahankan teknik isolasi c. Batasi pengunjung bila perlu d. Instruksikan pada
tanda dan gejala
pengunjung untuk mencuci
infeksi
tangan saat berkunjung dan
b. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya c. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi d. Jumlah leukosit dalam batas normal e. Menunjukkan perilaku hidup sehat
setelah berkunjung meninggalkan pasien e. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan f. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan g. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung h. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat i. Tingktkan intake nutrisi j. Berikan terapi antibiotik bila perlu Infection Protection a. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal b. Monitor kerentangan terhadap infeksi c. Batasi pengunjung d. Pertahankan teknik aspesis
17
pada pasien yang beresiko e. Inspeksi kondisi luka / insisi bedah f. Dorong masukan cairan g. Dorong istirahat h. Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep i. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi j. Ajarkan cara menghindari infeksi k. Laporkan kecurigaan infeksi l. Laporkan kultur positif
18
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2011. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Doengoes, Marilyn E. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC. Mansjoer, Arif, dkk. 2010. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapis FKUI. Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction Publishing. Smeltzer, Suzanne C. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarthi. Edisi 8. Alih Bahasa Oleh Agung Waluyo. Jakarta: EGC. Vaughan, Dale. 2010. Oftalmologi Umum. Alih Bahasa Jan Tambajong. Jakarta: Widya Medika.
19