Katarak Kongenital.docx

  • Uploaded by: asfwegere
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Katarak Kongenital.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,493
  • Pages: 18
BAB I PENDAHULUAN Katarak kongenital dan infantile secara umum terjadi akibat gangguan pada perkembangan normallensa. Prevalensi pada negara berkembang sekitar 4-5 anak tiap 10.000 kelahiran hidup. Gejalanya berupa pandangan kabur, silau, halo dan penurunan tajam, bayangan ganda dapat juga awal dari katarak. Selain itu kadang dapat ditemukan gejala awal seperti silau dan diplopia monokular yang tidak dapat dikoreksi. Pada penderita yang tidak dapat melihat baik dengan kacamata, dapat dilakukan operasi Intracapsular Cataract Extraction ( ICCE) atau Extracapsular Cataract Extraction (ECCE) berupa Small Incision Cataract Surgery (SICS) dan teknik terbaru Phacoemulsification

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1

Anatomi lensa Lensa merupakan struktur transparan yang bentuknya bikonveks serta jernih. Berlokasi

diantara iris dan vitreous. Digantung oleh suspensory ligament atau zonule of Zinn yang melekat ke badan siliar dan ekuator lensa. Komposisi dari lensa terdiri atas 64% air, 35% protein, dan 1% lipid, karbohidrat, dan elemen lain. Memiliki indeks refraktif 1,39. Diameter = 8,8 – 9,2 mm. Ketebalan = 4 mm. Berat = 250 mg. Lensa memiliki dua permukaan, yaitu permukaan anterior dan posterior. Permukaan posterior lebih cembung dibandingan anterior yang memiliki radius kurvatura anterior 10mm dan radius kurvatur posterior 6mm. Bagian – bagian lensa (gambar 1), yaitu •

Kapsul lensa

Tipis, membrane transparan yang lebih tebal di anterior (14 mikrometer) dan lebih tipis pada bagian posteriornya (4 mikrometer). •

Korteks

Terdapat diantara kapsul lensa dan nukleus. Yang mengandung serat – serat lensa. •

Nucleus

Lensa memiliki 4 nuclei yang terbentuk pada 4 tahap yang berbeda, yaitu: embryonic nucleus (13 bulan gestasi), fetal nucleus (dari 3 bulan masa gestasi sampai lahir), infantile nucleus (dari lahir sampai pubertas), dan adult nucleus (masa dewasa awal).

Gambar 1. Anatomi lensa 2.2

Fisiologi lensa Lensa merupakan struktur yang pada kondisi normalnya berfungsi memfokuskan berkas

cahaya ke retina. Posisinya tepat di sebelah posterior iris dan disangga oleh serat-serat zonula yang berasal dari corpus siliare. Serat-serat ini menyisip pada bagian equator kapsul lensa. Kapsul lensa adalah suatu membran basalis yang mengelilingi substansi lensa. Sel-sel epitel dekat ekuator lensa membelah sepanjang hidup dan terus berdiferensiasi membentuk serat-serat lensa baru sehingga serat-serat lensa yang lebih tua ditempatkan ke nukleus sentral, serat-serat muda yang kurang padat di sekelilinng nukleus menyusun korteks. Secara fisiologi, lensa mempunyai sifat tertentu yaitu lensa kenyal atau lentur karena berperan dalam akomodasi untuk mencembung, dan bersifat jernih atau trannsparan yang diperlukan sebagai media refraksi. Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi, menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukurannya yang terkecil, daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya paralel atau terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologik tersebut antara korpus siliaris, zonula, dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa perlahan-lahan

berkurang. Selain itu juga terdapat fungsi refraksi, yang mana sebagai bagian optik bola mata untuk memfokuskan sinar ke bintik kuning, lensa menyumbang +18.0 Dioptri. 2.3

Embriologi dan perkembangan lensa Pada bulan pertama kehamilan permukaan ektoderm berinvaginasi ke vesikel optik

primitif yang terdiri atas neuroektoderm. Struktur ektoderm murni ini akan berdiferensiasi menjadi tiga struktur, yakni serat geometrik sentral lensa, permukaan anterior sel epithel, dan kapsul hyalin aselular. Arah pertumbuhan struktur epithel yang normal adalah sentrifugal. Sel yang telah berkembang sempurna akan bermigrasi ke permukaan dan mengelupas. Pertumbuhan serat lensa primer membentuk nukleus embrionik. Di bagian ekuator, sel epithel akan berdiferensiasi menjadi serat lensa dan membentuk nukleus fetus. Serat sekunder yang baru ini akan menggantikan serat primer ke arah pertengahan lensa. Pembentukan nukleus fetus yang mendekati nukleus embrionik akan sempurna saat lahir. Laju pertumbuhan lensa fetus adalah 180 mg/tahun. Lensa fetus berbentuk bulat sempurna. Lensa akan terus tumbuh dan membentuk serat lensa seumur hidup, tidak ada sel yang mati ataupun terbuang karena lensa ditutupi oleh kapsul lensa. Pembentukan serat lensa pada ekuator, yang akan terus berlanjut seumur hidup, membentuk nukleus infantil selama dekade pertama dan kedua kehidupan serta membentuk nukleus dewasa selama dekade ketiga. Arah pertumbuhan lensa yang telah berkembang berlawanan dengan arah pertumbuhan embriologinya. Sel yang termuda akan selalu berada di permukaan dan sel yang paling tua berada di pusat lensa. Laju pertumbuhan lensa adalah 1,3 mg/tahun antara usia 10-90 tahun 2.4

Katarak kongenital

2.4.1

Definisi Katarak juvenil adalah katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai

terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenile merupakan kelanjutan dari katarak kongenital. Katarak juvenile biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolic dan penyakit lainnya seperti katarak metabolik, otot, katarak traumatik, katarak komplikata, kelainan kongenital lain, dan katarak radiasi

2.4.2

Epidemiologi

Prevalensi dari katarak kongenital bervariasi mulai dari 2.2 sampai 13.6 per 10.000 anak pada beberapa penelitian di seluruh dunia. Rata rata prevalensi katarak kongenital yaitu 4.24 per 10.000 anak dimana Asia memiliki prevalensi tertinggi. Penyakit ini dikategorikan langka menurut WHO karena sesuai dengan kriteria WHO tentang penyakit langka yaitu memiliki angka prevalensi < 6.5 per 10.000. Terdapat penelitian yang menjelaskan bahwa 1 dari 3 katarak kongenital diturunkan, 1 dari 3 katarak kongenital berhubungan dengan faktor risiko lingkungan, sedangkan sisanya idiopatik. Sekitar 56% dari katarak kongenital unilateral bersifat idiopatik dan hanya 6% saja yang diturunkan. Dari penelitin tentang morfologi katarak kongenital, 4 dari 199 anak dengan katarak kongenital diklasifikasikan dengan katarak total. Namun pada negara berkembang, katarak total lebih umum terjadi. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh deteksi dini katarak pada negara maju. Untuk data epidemiologi yang lengkap dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Data epidemiologi 2.4.3

Etiologi Terdapat penelitian yang menjelaskan bahwa lebih dari 50% katarak kongenital memiliki

etiologi idiopatik. Pada penelitian lain tentang etiologi katarak kongenital menjelaskan bahwa penyebab tersering adalah diturunkan melalui autosomal dominan. Kelainan genetik lain seperti

kromosom trisomy (13, 18, dan 21), deletion (5p, 18p, 18q) dan autosomal resesif merupakan etiologi yang lebih jarang. Terdapat hubungan dengan penyakit metabolik seperti diabetes, hipoglikemi, dan defisiensi galaktosemia. Katarak kongenital juga dapat muncul dengan spektrum yang lebih luas yang mempengaruhi organ lainnya. Contohnya adalah ginjal (lowe syndrome, Alport syndrome dan Hallerman-Streiff-Francois syndrome), sistem musculoskeletal (distrofi miotonik), atau dermis (cockayne, incontinentia pigmenti, dan ichtyosis). Infeksi TORCH, trauma dan paparan radiasi merupakan faktor predisposisi dari pembentukan katarak. Selain itu didapatkan bahwa katarak unilateral dan lebih dari setengah katarak bilateral bersifat idiopatik. Katarak autosomal dominant biasanya berhubungan dengan defek connexin dan kristalin. Beberapa contohnya adalah Norrie disease yang merupakan penyakit x link resesif dengan manifestasi berupa katarak kongenital, lipatan retina, penglepasan retina, perdarahan vitreous, massa retrolental bilateral yang berisi perdarahan vaskular dan jaringan glia. Penyakit ini berhubungan dengan mutasi pada gen NDP yang terletak pada kromosm X. Penyakit ini juga berhubungan dengan tuli sensorineural dan hambatan perkembangan. Penyakit lain yang berhubungan yaitu Nance-Horan syndrome (NHS). NHS merupakan penyakit x link resesif yang terjadi pada laki laki dengan katarak nuclear, mikrokornea, dan kelainan gigi. Penyakit lain yang berhubungan dengan katarak kongenital adalah sindrom down. Katarak umum dijumpai pada anak anak dengan sindrom down, dengan insidensi berkisar antara 6% - 50%. Mereka cenderung mempunyai hyperopia, nystagmus, strabismus, atau entropion dari lipatan mata. Penyakit lainnya adalah sindrom lowe. Sindrom lowe merupakan penyakit x link multisystem dengan trias klasik berupa katarak kongenital, retardasi mental, dan disfungsi tubulus renal proksimal. 2.4.4

Manifestasi klinis Tanda yang sangat mudah untuk mengenali katarak kongenital adalah bila pupil atau

bulatan hitam pada mata terlihat berwana putih atau abu-abu. Hal ini disebut dengan leukoria, Bila ukurannya masih kecil, orang tua belum memeriksakan anaknya ke dokter. Leukoria yang kecil makin lama makin besar sampai terlihat jelas oleh orang tua. Pada setiap leukoria diperlukan pemeriksaan yang teliti untuk menyingkirkan diagnosis banding lainnya. Walaupun 60 % pasien dengan leukoria adalah katarak congenital. Leukoria juga terdapat pada retiboblastoma, ablasio retina, fibroplasti retrolensa dan lain-lain.

Adanya riwayat keluarga perlu ditelusuri mengingat sepertiga katarak kongenital bilaterak merupakna herediter. Riwayat kelahiran yang berkaitan dengan prematuritas, infeksi maternal dan pemakaian obat-obatan selama kehamilan. Pada katarak kongenital total penyulit yang dapat terjadi adalah makula lutea yang tidak cukup mendapatkan rangsangan. Proses masuknya sinar pada saraf mata sangat penting bagi penglihatan bayi pada masa mendatang, karena bila terdapat gangguan masuknya sinar setelah 2 bulan pertama kehidupan, maka saraf mata akan menjadi malas dan berkurang fungsinya. Makula tidak akan berkembang sempurna hingga walaupun dilakukan ekstraksi katarak maka biasanya visus tidak akan mencapai 5/5. Hal ini disebut ambliopia sensoris. Selain itu katarak kongenital dapat menimbulkan gejala nistagmus, strabismus dan fotofobia. Apabila katarak dibiarkan maka bayi akan mencari-cari sinar melalui lubang pupil yang gelap dan akhirnya bola mata akan bergerak-gerak terus karena sinar tetap tidak ditemukan. Katarak kongenital sering terjadi bersamaan dengan kelainan okular atau kelainan sistemik lainnya. Hal ini didapatkan pada pasien-pasien dengan kelainan kromosom dan gangguan metabolik. Kelainan okular yang dapat ditemukan antara lain mikroptalmos, megalokornea, aniridia, koloboma, pigmentasi retina, atofi retina dan lain-lain. Sedangkan kelainan non okular yang didapati antara lain : retardasi mental, gagal ginjal, anomali gigi, penyakit jantung kongenital, facies mongoloid dan sebagainya. 2.4.5

Manifestasi klinis Manifestasi klinis katarak sesuai dengan klasifikasinya. Klasifikasi katarak dibuat

berdasarkan letaknya terhadap lensa. Klasifikasi yang pertama yaitu katarak yang berada pada seluruh lensa atau cataract involving the whole lens. Katarak ini terdiri dari total cataracts, congenital morgagnian cataracts, dan disk like and membranous cataracts. Katarak total Katarak total (gambar 2) merepresentasikan opasitas secara generala pada seluruh serat lensa. Beberapa lensa sudah opak seutuhnya saat pertama kali didiagnosa. Sedangkan pada kasus lainnya, timbul dari katarak nuklear atau lamellar. Biasanya katarak total bersifat bilateral.

Gambar 2. Katarak kongenital total Congenital morgagnia cataract Katarak ini jarang terjadi. Katarak ini memiliki bentuk pada zona luar menjadi cair sementara nukleus masih intak (gambar 3). Hal ini menyebabkan nukleus dapat jatuh sesuai dengan arah gravitasi, tergantung arah kepala jatuh. Cairan seperti susu diduga menyebabkan glaukoma paska operasi katarak apabila tidak diaspirasi. Sementara itu caira dapat direabsorbsi sehingga kapsul anterior dan posterior dari nukelus bisa menempel.

Gambar 3. Congenital morgagnia cataract

Disk like and membranous cataracts Katarak ini merepresentasikan stadium bervarasi dari reabsorbsi lensa yang meninggalkan materi lensa atau cairan seperti susu yang dapat menjadi padat dan menjadi opak, kadang ada pula yang berbentuk tipis dan transparan. Reabsorbsi, dapat terjadi setelah trauma atau dapat muncul secara spontan. Hal ini dapat terlihat pada rubella kongenital, sindrom hallerman streiff, dan sindrom lowe. Ketika reabsorbsi terjadi, lensa dapat berbentuk seperti hollow doughnut, polo¸atau life buoy sweet shape. Kegagalan reabsorbsi dapat menyebabkan perubahan morfologi pada lensa. Klasifikasi katarak berikutnya yaitu katarak sentral atau pusat. Hal ini mencakup lamellar or zonular cataracts, central pulverulent cataracts, ant egg cataracts, nuclear cataracts, oil drop cataracts, cortical cataract, dan cerulean, floriform, atau coronary cataracts. Lamellar or zonular cataracts Katarak ini sangat umum dijumpai. Bentuknya dapat melibatkan satu atau lebih lapisan dari lensa sebagai cangkang dari opasitas yang dihasilkan, melapisi bagian antara nukleus dan korteks (gambar 4). Secara tipikal, biasa timbul secara bilateral namun sedikit asimetris kadang memiliki derajat opasitas yang berbeda dengan meridian yang berbeda pula. Terkadang katarak ini memiliki kecenderungan untuk bertambah pekat seiring perjalanan waktu, namun kadang menjadi lebih jernih.

Gambar 4. Lamellar or zonular cataracts

Central pulverulent cataracts Katarak ini berbentuk seperti totol totol kecil. Katarak ini bersifat nonprogresif, terjadi bilateral, dan jarang menyebabkan gangguan penglihatan. Katarak ini biasa dideskripsikan berbentuk seperti diskus sirkular dengan tepi tajam yang terletak di lensa antara nukleus dan sisi posterior (gambar 5).

Gambar 5. Central pulverulent cataracts Ant egg cataracts Terkadang katarak sentral berbentuk seperti totol putih besar yang disebabkan oleh kalsifikasi sekunder (gambar 6). Hal ini disebut sebagai ant eggs cataracts. Kalsifikasi berwarna putih ini ada kemungkinan tidak dapat diaspirasi dan ditemukan pada bilik mata anterior dari mata afakia.

Gambar 6. Ant egg cataracts

Nuclear cataracts Densitas dari katarak ini bervariasi mulai dari titik halus sampai bercak kasar (gambar 7). Katarak ini non progresif dan lama kelamaan opasitas sentral berkurang. Kondisi ini biasanya terjadi bilateral. Terkadang opasitas dapat muncul pada sutura. Opasitas bilateral nukleus merupakan bentuk yang paling umum terjadi.

Gambar 7. Nuclear cataracts Oil drop cataracts Biasanya katarak ini muncul bersamaan dengan pasien galaktosemia. Terdapat area sentral dengan refraksi yang berbeda disbanding sekelilingnya sehingga mirip seperti tetesan minyak di air (gambar 8). Katarak ini dapat hilang dengan sendirinya dan terkait dengan diet galaktosemia. Apabila diet tidak dijaga maka opasitas lamellar dapat meningkat. Cortical cataracts Katarak kortikal jarang dijumpai pada anak anak. Beberapa keluarga menjelaskan bahwa katarak ini diturunkan secara autosomal dominan. Onset dari katarak ini yaitu post natal, dan gangguan penglihatan mulai timbul saat bayi. Opasitas yang timbul terbatas pada korteks luar.

Gambar 8. Oil drops cataract Cerulean, Floriform, or Coronary Cataracts Opasitas yang timbul berwarna sky-blue atau sea-green dan dapat dilihat pada pemeriksaan slit lamp. Beberapa warna lain dapat dilihat seperti merah dan juga coklat.(gambar 9) Katarak ini diturunkan secara autosomal dominan dan memiliki early onset. Biasanya katarak ini terjadi bilateral dan tidak mengganggu penglihatan. Katarak ini memiliki ukuran bervariasi dan bentuk seperti titik kadang memanjang.

Gambar 9. Cerulean cataract

2.4.6

Patofisiologi Perubahan fisik dan Kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi, ditandai

dengan adanya perubahan pada serabut halus multiple (zunula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa Misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan Kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi. Sehingga terjadinya pengkabutan pandangan /kekeruhan lensa sehingga dapat menghambat jalannya cahaya ke retina. Hal ini diakibatkan karena protein pada lensa menjadi water insoluble dan membentuk partikel yang lebih besar. Dimana diketahui dalam struktur lensa terdapat dua jenis protein yaitu protein yang larut dalam lemak (soluble) dan tidak larut dalam lemak (insolube) dan pada keadaan normal protein yang larut dalam lemak lebih tinggi kadarnya dari pada yang larut dalam lemak. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi karena disertai adanya influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak. Komponen terbanyak dalam lensa adalah air dan protein. Dengan menjadi tuanya seseorang maka lensa mata akan kekurangan air dan menjadi lebih padat. Adapun lensa akan menjadi padat di bagian tengahnya, sehingga kemampuan fokus untuk melihat benda dekat berkurang. Adapun patofisiologi katarak adalah kompleks dan perlu untuk dipahami. Pada semua kemungkinan, patogenesisnya adalah multifaktorial yang melibatkan interaksi kompleks antara proses fisiologis yang bermacam-macam. Sebagaimana lensa berkembang seiring usia, berat dan ketebalan terus meningkat sedangkan daya akomodasi terus menurun. Bermacam mekanisme memberikan kontribusi pada hilangnya kejernihan lensa. Epitelium lensa dipercaya mengalami perubahan seiring dengan pertambahan usia, secara khusus melalui penurunan densitas epitelial dan differensiasi abberan dari sel-sel serat lensa. Sekali pun epitel dari lensa katarak mengalami kematian apoptotik yang rendah di mana menyebabkan penurunan secara nyata pada densitas sel, akumulasi dari serpihan-serpihan kecil epitelial dapat menyebabkan gangguan pembentukan serat lensa dan homeostasis dan akhirnya mengakibatkan hilangnya kejernihan lensa. Lebih jauh

lagi, dengan bertambahnya usia lensa, penurunan ratio air dan mungkin metabolit larut air dengan berat molekul rendah dapat memasuki sel pada nukleus lensa 2.4.7

Diagnosa banding Diagnosa banding utama dari katarak kongenital adalah retinoblastoma. Retinoblastoma

merupakan suatu neoplasma yang berasal dari neuroretina (sel batangdan sel kerucut) atau sel glia, yang ganas, bersifat kongenital dan terjadi pada anak-anak. Gejala klinis retinoblastoma beraneka ragam, seperti adanya leukokoria, strabismus,peradangan (iritis), buphtalmos, hifema spontan dan retinal etachment. Hal ini menyebabkan beberapa pemeriksaan khusus sangat diperlukan seperti oftalmoskopi (direct dan indirect), USG, X-Ray, dan CT-Scan, serta pemeriksaan histology. Pengobatan retinoblastoma tergantung dari stadium, gambaran histology dan ada atau tidaknya komplikasi. Jenis pengobatan dapat berupa operasi (enukleasi bulbi dan eksenterasi orbita), penyinaran, khemoterapi, fotokoagulasi, dan krioterapi, yang dapat diberikan secara tersendiri atau kombinasi. 2.4.8

Tatalaksana Pengobatan untuk katarak adalah pembedahan yang dilakukan jika penderita tidak dapat

melihat dengan baik dengan bantuan kaca mata untuk melakukan kegiatannya sehari-hari. Beberapa penderita mungkin merasa penglihatannya lebih baik hanya dengan mengganti kaca matanya, menggunakan kaca mata bifokus yang lebih kuat atau menggunakan lensa pembesar. Jika katarak tidak mengganggu biasanya tidak perlu dilakukan pembedahan. Indikasi operasi mencakup : 1. Indikasi Optik Merupakan indikasi terbanyak dari pembedahan katarak. Jika penurunan dari tajam penglihatan pasien telah menurun hingga mengganggu kegiatan sehari-hari, maka operasi katarak bisa dilakukan.

2. Indikasi Medis Pada beberapa keadaan di bawah ini, katarak perlu dioperasi segera, bahkan jika prognosis kembalinya penglihatan kurang baik seperti glaukoma sekunder, uveitis sekunder, dislokasi atau sublukasi lensa, benda asing intralentikuler, diabetik retinopati, dan ablasio retina. 3. Indikasi Kosmetik Jika penglihatan hilang sama sekali akibat kelainan retina atau nervus optikus, namun kekeruhan katarak secara kosmetik tidak dapat diterima, misalnya pada pasien muda, maka operasi katarak dapat dilakukan hanya untuk membuat pupil tampak hitam meskipun pengelihatan tidak akan kembali. Teknik operasi katarakan mencakup : 1. Intracapsular Cataract Extraction ( ICCE) Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa besama kapsul. Dapat dilakukan pada zonula Zinn telah rapuh atau bergenerasi dan mudah diputus. Pada katarak ekstraksi intrascapular tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama populer. Akan tetapi pada tehnik ini tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai segmen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedaha ini yaitu astigmat, glaucoma, uveitis, endoftalmitis dan perdarahan, sekarang jarang dilakukan. 2. Extracapsular Cataract Extraction (ECCE) Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan tesebut. Termasuk dalam golongan ini ekstraksi linear, aspirasi dan ligasi. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, bersamasama keratoplasti, implantasi lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan bedah glaucoma, mata dengan predisposisi untuk tejadinya prolaps badan kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid macula edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit

pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder. 3. Small Incision Cataract Surgery (SICS) SICS adalah salah satu teknik operasi katarak yang pada umumnya digunakan di Negara berkembang. Teknik ini biasanya menghasilkan hasil visus yang bagus dan sangat berguna untuk operasi katarak dengan volume yang tinggi. Teknik ini dilakukan dengan cara insisi 6 mm pada sclera (jarak 2 mm dari limbus), kemudian dibuat sclera tunnel sampai di bilik mata depan. Dilakukan CCC, hidrodiseksi, hidrideliniasi dan disini nucleus dikeluarkan dengan manual, korteks dikeluarkan dengan aspirasi dan irigasi kemudian dipasang IOL in the bag. 4. Phacoemulsification. Phacoemulsifikasi adalah teknik yang paling mutakhir. Hanya diperlukan irisan yang sangat kecil saja. Dengan menggunakan getaran ultrasonic yang dapat menghancurkan nukleus lensa. Sebelum itu dengan pisau yang tajam, kapsul anterior lensa dikoyak. Lalu jarum ultrasonik ditusukkan ke dalam lensa, sekaligus menghancurkan dan menghisap massa lensa keluar. Cara ini dapat dilakukan sedemikian halus dan teliti sehingga kapsul posterior lensa dapat dibiarkan tanpa cacat. Dengan teknik ini maka luka sayatan dapat dibuat sekecil mungkin sehingga penyulit maupun iritasi pasca bedah sangat kecil. Irisan tersebut dapat pulih dengan sendirinya tanpa memerlukan jahitan sehingga memungkinkan pasien dapat melakukan aktivitas normal dengan segera. Teknik ini kurang efektif pada katarak yang padat. 2.4.9

Komplikasi Terdapat beberapa komplikasi yang bisa terjadi dari operasi katarak dan komplikasi ini

dibagai menjadi komplikasi intraoperasi dan juga paska operasi. Selama ECCE atau phacoemulsification, ruangan anterior mungkin akan menjadi dangkal karena pemasukan yang tidak adekuat dari keseimbangan solution garam kedalam ruangan anterior, kebocoran akibat insisi yang terlalu lebar, tekanan luar bola mata, tekanan positif pada vitreus, perdarahan pada suprachoroidal. Komplikasi selama postoperative dibagi dalam Early Complication Post Operation dan Late Complication Post Operation. Diantaranya adalah :

1. Hilangnya vitreous. Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi maka gel vitreous dapat masuk kedalam bilik anterior, yang merupakan resiko terjadinya glaucoma atau traksi pada retina. Keadaan ini membutuhkan pengangkatan dengan satu instrument yang mengaspirasi dan mengeksisi gel (vitrektomi). 2. Prolaps iris. Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada periode pasca operasi dini. Terlihat sebagai faerah berwarna gelap pada lokasi insisi. Pupil mengalami distorsi. Keadaan ini membutuhkan perbaikan segera dengan pembedahan. 3. Endoftalmitis. Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang serius namun jarang terjadi. Pasien datang dengan mata merah yang terasa nyeri disertai penurunan tajam penglihatan, biasanya dalam beberapa hari setelah pembedahan 4. Astigmatismepascaoperasi. Mungkin diperlukan pengangkatan jahitan kornea untuk mengurangi astigmatisme kornea. Ini dilakukan sebelum pengukuran kacamata baru namun setelah luka insisi sembuh. 5. Ablasio retina. Tehnik-tehnik modern dalam ekstraksi katarak dihubungkan dengan rendahnya tingkat komplikasi ini. Tingkat komplikasi ini bertambah bila terdapat kehilangan vitreous. 6. Edema macular sistoid. Makula menjadi edema setelah pembedahan, terutama bila disertai hilangnya vitreous. 2.4.10 Prognosis Tidak adanya penyakit okular lain yang menyertai pada saat dilakukannya operasi yang dapat mempengaruhi hasil dari operasi, seperti degenerasi makula atau atropi nervus optikus memberikan hasil yang baik dengan operasi standar yang sering dilakukan yaitu ECCE dan Phacoemulsifikasi

BAB III KESIMPULAN Katarak kongenital merupakan masalah dapat terjadi terutama pada anak. Meskipun prevalensi penyakit ini menurut WHO jarang terjadi, namun penyakit ini harus diwaspadai. Di Indonesia, prevalensinya masih belum diketahui secara pasti karena kurangnya perhatian khusus pada penyakit katarak kongenital. Prevalensi di negara berkembang diketahui lebih tinggi karena terdapat beberapa faktor risiko salah satu nya adalah keterbatasan saranan dan prasarana untuk dapat deteksi dini katarak. Manifestasi klinis yang ditimbulkan pun berbagai macam sesuai dengan klasifikasinya. Dalam penatalaksanaannya terdapat berbagai macam pilihan sesuai dengan indikasi dan kotnraindikasinya. Penentuan tatalaksana harus mempertimbangkan komplikasi yang dapat timbul.

Related Documents

Katarak
April 2020 27
Katarak
April 2020 24
Katarak Edit.docx
October 2019 42
Katarak Traumatika
May 2020 23
Katarak Jurnal.doc
April 2020 30

More Documents from "Icha Loebis"

Amaya2003.pdf
June 2020 10
Fakolitik.docx
June 2020 7