LAPORAN PORTOFOLIO RUMAH SAKIT KASUS KEMATIAN
SEORANG NEONATUS PEREMPUAN 7 HARI DENGAN GANGGUAN NAPAS ET CAUSA PNEUMONIA ASPIRASI DD/ BAKTERIAL DD/VIRUS, TERSANGKA PENYAKIT JANTUNG BAWAAN ASIANOTIK, TERSANGKA VSD DD/ ASD DD/ PDA, NEONATAL INFEKSI, LABIOGNTAOPALATOSCHIZIS
Disusun oleh: dr. Oryza Sativa Pembimbing: dr. Budi Darmayanto, Sp. A Pendamping: Dr. Ken Mardiyanah
PROGRAM DOKTER INTERNSIP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. R. SOETIJONO BLORA 2019
Berita Acara Presentasi Portofolio Pada hari ini tanggal 30 Maret 2019 telah dipresentasikan portofolio oleh : Nama : dr. Oryza Sativa Judul/Topik : Seorang Neonatus Perempuan 7 hari dengan Gangguan Napas e.c Pneumonia Aspirasi dd/ Bacterial dd/ Virus, Tersangka Penyakit Jantung Bawaan Asianotik, Tersangka VSD dd/ ASD dd/ PDA, Neonatal Infeksi, Labiognatopalatoschizis Nama Pendamping : dr. Ken Mardiyanah Nama Wahana : RSUD Dr. R. Soetijono Blora No
Nama Peserta Presentasi
Tanda Tangan
1.
1.
2.
2.
3.
3.
4.
4.
5.
5.
6.
6.
7.
7.
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesunguhnya.
Pembimbing,
dr. Budi Darmayanto, Sp. A
Pendamping,
dr. Ken Mardiyanah NIP 19600226 200604 2 002
TOPIK : Seorang Neonatus Perempuan 7 hari dengan Gangguan Napas e.c Pneumonia Aspirasi dd/ Bacterial dd/ Virus, Tersangka Penyakit Jantung Bawaan Asianotik, Tersangka VSD dd/ ASD dd/ PDA, Neonatal Infeksi, Labiognatopalatoschizis Tanggal (Kasus) : 18 Januari 2019 Presenter : dr. Oryza Sativa Tanggal Presentasi : 30 Maret 2019
Pendamping : dr. Budi Darmayanto, Sp.A
Tempat Presentasi : RSUD dr. R. Soetijono Blora Obyektif Presentasi : Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi : Pasien Neonatus perempuan umur 7 hari rujukan dari Puskesmas B datang ke IGD RSUD Blora dengan keluhan sesak napas sejak 8 jam smrs, panas, lemas, gerak kurang aktif dan tidak mau minum sejak 1 hari SMRS. Pasien lahir spontan di Puskesmas tanggal 10 Januari 2019, lahir langsung menangis, gerak aktif, badan kemerahan, berat lahir 2700 gram. Pasien lahir dari ibu G1P0A0 hamil 37 minggu. Tujuan : 1. Mengetahui penegakan diagnosis pneumonia neonatus, penyakit jantung bawaan 2. Mengetahui penatalaksanaan pneumonia neonatus, penyakit jantung bawaan Bahan Bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit Cara Membahas Diskusi
Presentasi dan Diskusi
E-mail
Pos
DATA PASIEN
Nama : By. Ny NK
No. Registrasi : 398632
Nama Klinik : IGD
Telp : -
Terdaftar sejak : 17-01-2019
Data utama untuk bahan diskusi : Diagnosis : Seorang Perempuan Neonatus 7 hari dengan Gangguan Napas e.c Pneumonia Aspirasi dd/ bacterial dd/ virus, Tersangka Penyakit jantung bawaan asianotik, tersangka VSD dd/ ASD dd/ PDA, Neonatal Infeksi, Labiognatopalatoschizis 1. Gambaran Klinis (Riwayat Penyakit Sekarang) Pasien Neonatus perempuan umur 7 hari datang ke IGD RSUD Blora dengan keluhan sesak napas sejak 8 jam SMRS, panas, lemas, gerak kurang aktif dan tidak mau minum sejak 1 hari SMRS. Pasien lahir spontan di Puskesmas tanggal 10 Januari 2019, lahir langsung menangis, gerak aktif, badan kemerahan, berat lahir 2700 gram. Pasien lahir dari ibu G1P0A0 hamil 37 minggu. DAFTAR PUSTAKA : 1. 2. 3.
http://www.worldpneuoniaday.org Pudjiadi, Atonius. 2009. Pedoman pelayanan medis, IDAI. Jakarta Ontoseno, T., Diagnosis Dan Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan Yang Kritis Pada Neonatus ( Diagnosis And Management Of Critical Congenital Heart Disease In The Newborn), Divisi Kardiologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FK Unair – RSU Dr. Soetomo, Surabaya, 2005 4. Suardi, A., Penyakit Jantung Bawaan, available at: http://www.jantungku. com/2008/09/14/penyakitjantung-bawaan/, 2008.
3
5. Khan NA, Irion LK, Mohammed ES. Neonatal Pneumonia Imaging. Medscape. Okt 2011. URL: http://emedicine.medscape.com/article/412059-overview 6. Soetikno DR. Pneumonia neonatus. Kegawatdaruratan pada Pediatri. Radiologi Emergency. Bandung; Rafika Aditama. 2011. P260-262
HASIL PEMBELAJARAN : 1. Mengetahui penegakan diagnosis Pneumonia Neonatus, Penyakit Jantung Bawaan 2. Mengetahui penatalaksanaan Pneumonia Neonatus, Penyakit Jantung Bawaan I.
SUBJECTIVE
Keluhan Utama : Sesak napas Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien neonatus umur 7 hari rujukan puskesmas B dateng ke IGD RSUD Blora dengan keluhan sesak napas sejak 8 jam SMRS. Panas, lemas, gerak kurang aktif, menangis merintih atau lemah dan tidak mau minum sejak 1 hari SMRS. Pasien tampak kebiruan, ludah berlebih, tali pusar normal. Tidak muntah, tidak kejang. BAK dalam batas normal, BAB dalam batas normal 2-3x/hari. Pasien kemudian di rujuk ke RSUD Blora, di puskesmas hanya di beri oksigen 0,5Lpm/nk tanpa di infus Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat sesak napas sebelumnya disangkal Riwayat demam sebelumnya disangkal Tidak mudah biru Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada yang menderita batuk lama di rumah pasien Tidak ada yang sedang pengobatan TB Tidak ada yang menderita sesak nafas Tidak ada riwayat penyakit jantung bawaan Riwayat kehamilan dan kelahiran Pasien anak pertama Pasien lahir spontan dari ibu G1P0A0 hamil 37 minggu, pukul 06.00 di puskesmas, lahir langsung menangis, AS 7-8-9, berat lahir 2700 gram, panjang badan 48 cm. Pasien lahir gerak aktif, tidak kebiruan, tidak kuning. Selama 7 hari dirumah pasien mau minum, gerak aktif, menangis kuat. ANC (+) di puskesmas kontrol tidak rutin, tidak pernah USG Tidak mengkonsumsi obat anti kejang, anti TBC, obat pengencer darah dan jamujamuan Riwayat kehamilan ibu pasien tidak pernah sakit sewaktu hamil
Pemberian ASI (+) selama 7 hari tetapi frekuensi jarang, karna ASI yang keluar sedikit
4
menurut pengakuan ibu. Pasien juga minum susu fomula.
Riwayat persalinan dibantu oleh bidan desa.
Riwayat habituasi, social ekonomi Ayah pasien bekerja petani Ibu pasien sebagai ibu rumah tangga Penghasilan kurang lebih 1 juta perbulan Ayah pasien merokok di rumah Keadaan rumah yang terlalu padat penghuni, dan ventilasi rumah minimal II. OBJECTIVE PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 17 Januari 2019) Status Generalis Kesadaran
: lemah
Keadaan umum
: tampak sakit berat
Berat badan
: 2700 gram
Tinggi badan
: 48cm
Tanda-tanda vital : Frekuensi Nadi
: 140 kali/menit.
Tekanan Darah
: - mmHg
Frekuensi Nafas
: 70 kali/menit
Suhu
: 39,9oC (axilla)
SpO2
: 93-96 %
Head To Toe Kepala
: normosefal, distribusi rambut merata, warna hitam, tidak mudah dicabut.
UUB (+) tidak membojol dan cekung Wajah
: simetris
Mata
: mata tampak tidak cekung, konjungtiva anemis (-/-),sklera
ikterik (-/-),
kornea jernih, pupil bulat, isokor diameter 3 mm/3mm, reflex cahaya langsung (+/+), reflex cahaya tidak langsung (+/+) Hidung
: bentuk hidung normal, nafas cuping hidung (+)
Telinga
: bentuk normal
Mulut
: sianotik (+), labiognatopalatoschizis (+) 5
Leher
: trakea ditengah
Thoraks
: retraksi intercostal(+). Simetris saat statis dan dinamis
Paru
: Inspeksi
: retraksi intercostal (+), simetris saat statis dan dinamis
Palpasi
: sulit di evaluasi
Perkusi
: sonor dikedua lapang paru
Auskultasi
: bronkovesikuler (+/+), wheezing (-/-), rbh (+/+), rbk (+/+)
Jantung
:
Inspeksi
: ictus cordis tidak nampak
Palpasi
: ictus kordis teraba di ICS IV linea midclavicula sinistra, kuat angkat
Perkusi
: sulit dievaluasi
Auskultasi
: bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler dan terdengar bising
jantung sistolik
Abdomen
:
Inspeksi
: dinding dada sejajar dengan dinding perut
Auskultasi
: Bising usus (+) N
Perkusi
: Timpani
Palpasi
: Turgor baik, supel, hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae, lien tidak teraba.
Genitalia
: perempuan, bentuk normal
Ekstremitas
: Akral hangat , edema -/-, sianosis (-/-), RCT < 2 detik, fleksi (+), gerak kurang aktif
6
Pemeriksaan Penunjang : 17 Januari 2019 Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai Normal
Hemoglobin
12.2
g/Dl
15.2-20.4
Leukosit
2.5
103/Ml
5.0 – 10,0
Hematokrit
35.3
%
35 – 49
Trombosit
284
103/Ml
150 – 450
Limfosit
52.0
%
25-27
Granulosit
41.0
%
50-70
GDS
75
Mg/dl
<180
Hematologi Rutin
Hitung Jenis Leukosit
Baby gram
7
III. ASSESMENT 1. Gangguan Napas et causa Pneumonia Aspirasi dd/ Bacterial dd/ Virus 2. Diagnosis Etiologi : Tersangka Penyakit Jantung Bawaan Asianotik Diagnosis Anatomi : Tersangka VSD dd/ ASD dd/ PDA 3. Neonatal infeksi 4. Labiognatopalatoshizis 5. Neonatus BBLC, partus spontan IV. PLAN Medikamentosa •
02 nasal canul 0,5 lpm
•
Pasang OGT -> alirkan
•
IVFD D5 ¼ NS 17 cc/jam
•
Inj. Ampisilin 140 mg/12 jam IV (50mg/KgBB/12jam)
•
Inj. Gentamisin 14 mg/24 jam IV (4-5 mg/kgBB/36 jam)
•
Cek DL, bilirubin, elektrolit, GDS, baby gram
•
Jaga kehangatan, edukasi keluarga
V. PROGNOSIS Qua ad vitam
: dubia ad malam
Qua ad fuctionam
: dubia ad malam
Qua ad sanationam
: dubia ad malam
V. PERJALANAN PENYAKIT Tgl, Jam 18/1/2019 07.00
Klinis, Penunjang PERINATOLOGI BB:2700 gr S: Apneu, bradikardi O: KU : lemah HR : 40x/menit RR :apneax/menit t : 38.3ºC SpO2: 73%
Assessment Terapi, Tindakan, Diet, Program - Apneu, bradikardi o Dilakukan RJP + VTP (3:1) -> - Gangguan napas et ROSC causa Pneumonia o Edukasi keluarga Aspirasi dd/ Bacterial dd/ Virus - DE : PJB Asianotik DA : Tersangka VSD dd/ ASD dd/PDA - Neonatal infeksi - Labiognatopalatosh izis - Neonatus BBLC, partus spontan 8
07.10
08.00
S: - Gangguan napas et Evaluasi, napas causa Pneumonia spontan (+) Aspirasi dd/ O: Bacterial dd/ Virus KU : lemah - DE : PJB Asianotik HR : 140x/menit DA : Tersangka RR : 40x/menit VSD dd/ ASD t : 38,2ºC dd/PDA SpO2: 88-93% - Neonatal infeksi - Labiognatopalatosc hizis - Neonatus, BBLC, Partus spontan S: - Apnea, bradikardia Apneu, Bradikardi - Gangguan napas O: napas et causa KU : lemah pneumonia aspirasi HR : 40x/menit dd/ bacterial dd/ RR :apnea virus t : 39,9ºC - DE : PJB Asianotik SpO2: 73%% DA : Tersangka VSD dd/ ASD dd/PDA - Neonatal infeksi - Labiognatopalatosc hizis - Neonatus, BBLC, Partus spontan
o Dilakukan intubasi ett no 3,5 kedalaman 9 batas bibir kan=ki o 02 intubasi -> Jackson rees o IVFD D1/4 ns 12cc/jam o Ampisilin 140mg/12 jam o Gentamisin 14mg/24 jam
o Dilakukan RJP + VTP 3:1 (3 siklus), epinefrin 0,3 cc -> respon () o HR: (-), Rr: (-), pupil midriasis, reflek cahaya (-), pasien dinytatakan meninggal didepan perawat dan keluarga
9
VI.
TINJAUAN PUSTAKA
A. PNEUMONIA Risiko terbesar dari kematian akibat pneumonia di masa anak-anak ialah pada masa neonatal. Setidaknya sepertiga dari 10,8 juta kematian pada anak-anak di seluruh dunia terjadi pada 28 hari kehidupan, dengan proporsi yang besar diakbiatkan oleh pneumonia. Diperkirakan bahwa pneumonia memberikan kontribusi antara 750 000 dan 1,2 juta kematian neonatal per tahun, terhitung 10% kematian anak secara global, Dari semua kematian neonatal, 96% terjadi di Negara berkembang. Kongenital dan neonatal pneumonia sering sulit untuk di identifikasi dan diobati, Manifestasi klinis sering tidak spesifik, temuan Laboratorium juga memiliki nilai yang terbatas, dengan upaya untuk mengidentifikasi mikroba tertentu sering tidak berhasil karena kesulitan dalam pengambilan sampel yang berasal dari intrapulmonal tanpa kontaminasi. Bukti dari hasil pemeriksaan radiologi dapat di akibatkan non infkesi seperti aspirasi mekonium. Kebanyakan sistem pertahanan paru-paru pada janin dan neonatal terganggu, termasuk barier non-spesifik seperti glottis dan pita suara, eskalator cilary, fagosit saluran napas, sekresi antibodi, jaringan limfoid mukosa, antimikroba protein dan opsonin. Proporsi gangguan pernapasan pada neonatal yang disebabkan oleh pneumonia akan tergantung pada sumber populasi (rumah sakit tersier, rumah sakit kabupaten, atau komunitas), tahap dalam periode perinatal, usia kehamilan bayi dan ketersediaan fasilitas intensive care unit. Dari 150 neonatus dengan gangguan pernapasan di rumah sakit di India, sebanyak 103 (68.7%) didiagnosis pneumonia. Berbeda dengan kasus di sebuah rumah sakit pendidikan di Brasil, sebanyak 318 bayi mengalami gangguan pernapasan dalam 4 hari pertama kehidupan, sebanyak 31 (9,7%) didapatkan infeksi memlalui pemeriksaan kultur bakteri dan dengan hasil radiografi dengan tanda pneumonia didapatkan sebanyak 62 (19,5%). a) Definisi Pneumonia Pneumonia merupakan suatu proses inflamasi yang dapat bersifat local atau sistemik pada parenkim paru. Kelainan patensi saluran napas serta ventilasi alveolar dan perfusi sering terjadi karena berbagai mekanisme. Keadaan ini secara signifikan
10
dapat mengubah pertukaran gas dan metabolisme sel yang menyokong banyak jaringan dan organ dan berkontribusi terhadap kualitas hidup seseorang.1 Pada neonatus, agen penyebab infkesi umumnya bakteri daripada virus. Infeksi ini sering diperoleh pada saat proses persalinan, dapat berasal dari cairan ketuban atau jalan lahir, tetapi juga dapat terjadi sebagai akibat dari intubasi dan ventilasi. Tandatanda klinis dan radiografi pneumonia pada neonatal dapat non-spesifik. Kegagalan untuk mengobati pneumonia pada neonatal dapat mengakibatkan kematian, karena itu semua neonatus menunjukkan tanda-tanda distress pernapasan baik itu tanpa sebab non-infeksi yang jelas harus dipertimbangkan untuk pemberian antibiotik secara rutin.2 Neonatus dengan gangguan pernapasan seperti salah satu dari gejala berikut seperti; takipneu, bising, sulit bernapas, retraksi dinding dada, batuk, mendengus) yang memiliki hasil kultur darah positif atau dua atau lebih hal berikut:3 a. Faktor predisposisi, Ibu demam (>38˚C), air ketuban berbau, air ketuban pecah (>24 jam) b. Gejala klinis sepsis, seperti;malas makan, lethargy, refleks yang buruk, hipotermia atau hipertermia, dan distensi abdomen c. Radiograf sugestif pneumonia (nodular atau infiltrate patchy kasar, difus atau granularity, air bronchogram, lobar atau konsolidasi segmental), perubahan radiologi tidak kembali dalam waktu 48 jam d. Layar sepsis Positif (salah satu dari berikut); Band >20% dari leukosit, hitung leukosit dari kisaran referensi, peningkatan protein C reaktif, peningkatan sedimentasi eritrosit b) Etiologi Pneumonia
Organisme yang penyebab pneumoni bervariasi menurut kelompok umur. Neonatus sejak lahir sampai usia 3 minggu, kelompok bakteri pathogen yang umum didapatkan ialah B streptokokus dan bakteri gram negatif. Infeksi bakteri ini merupakan penularan yang bersumber dari ibu. Streptococcus pneumoniae paling sering didapatkan pada bayi berumur 3 minggu sampai 3 bulan. Pada umur 3 bulan sampai umur prasekolah, virus dan Streptococcus pneumoniae yang paling dominan menyebabkan pneumonia, sedangkan bakteri lain yang berpotensi termasuk Mycoplasma pneumoniae, Haemophilus influenzae tipe B dan non-typeable strain, Staphylococcus aureus, dan Moraxella catarrhalis.4 11
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme. Kecurigaan klinis yang disebabkan oleh agen pathogen dapat dijadikan petunjuk disamping riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Sementara hampir setiap mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia seperti infeksi bakteri spesifik, infeksi virus, jamur, dan mikobakteri. Usia pada saat terkena infeksi, sejarah eksposur, faktor risiko terhadap agen patogen, dan riwayat imunisasi semuanya dapat memberikan petunjuk yang mengarahkan kepada agen yang menginfeksi.5 Dalam sebuah studi multicenter prospektif, dari 154 anak dirawat di rumah sakit dengan Community-acquired pneumonia (CAP), didapatkan 79% anak terinfeksi agen patogen. Bakteri piogenik menyumbang 60% dari kasus, dimana 73% adalah karena Streptococcus
pneumoniae,
sedangkan
bakteri
atipikal
pneumoniae
seperti
Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydophila pneumonia terdeteksi masing-masing 14% dan 9%, Sedangkan virus didapatkan 45%. Sebanyak 23% dari anak-anak dapat memiliki penyakit virus dan bakteri bersamaan akut. Analisis multivariabel menunjukkan bahwa suhu yang tinggi (38,4 ° C) dalam waktu 72 jam dan adanya efusi pleura secara bermakna dikaitkan dengan pneumonia bakteri.5 Pada bayi baru lahir (usia 0-30 hari), beberapa organisme bertanggung jawab terhadap terjadinya infeksi terutama pneumonia yang pada akhirnya dapat terjadi sepsis neonatorum dini. Hal ini tidak mengherankan mengingat peran dari genitourinari ibu dan flora saluran pencernaan merupakan proses yang dapat mengakibatkan infeksi pada neonatus. Infeksi oleh kelompok B Streptococcus, Listeria monocytogenes, atau gram negatif batang (misalnya, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae) merupakan penyebab umum pneumonia bakteri. Agen patogen ini dapat diperoleh di dalam rahim, melalui aspirasi saat dalam jalan lahir, atau melalui kontak pascakelahiran dengan orang lain atau peralatan yang terkontaminasi.5 Grup B Streptococcus (GBS) merupakan bakteri yang paling umum didapatkan pada tahun 1960-an sampai 1990-an, ketika dampak kemoprofilaksis intrapartum dalam mengurangi infeksi neonatal dan maternal oleh organisme ini menjadi jelas, bakteri E coli telah menjadi yang paling umum didapatkan pada bayi dengan berat 1500 gr atau kurang, lain organisme bakteri potensial seperti; Nontypeable Haemophilus influenzae (NTHI),
Basil Gram negative,
enterococci, dan
Staphylococcus aureus.5
12
Infeksi oleh bakteri streptokokus Grup B paling sering ditularkan ke janin dalam rahim, biasanya sebagai akibat dari kolonisasi vagina dan leher rahim ibu. Agen infeksi kongenital kronis, seperti CMV, Treponema pallidum (penyebab pneumonia alba), Toxoplasma gondii, dan lain-lain, dapat menyebabkan pneumonia pada 24 jam pertama kehidupan. Gambaran klinis biasanya melibatkan sistem organ lain.5 Infeksi virus yang didapat dalam komunitas masyarakat sering juga terjadi pada pada bayi baru lahir dan jarang pada bayi yang lebih tua. Virus yang paling sering terisolasi adalah respiratory syncytial virus (RSV). Antibodi yang berasal dari ibu penting dalam melindungi bayi baru lahir dari infeksi tersebut. Pada bayi prematur diduga tidak mendapatkan cukup imunoglobulin transplasenta IgG, sehingga sangat rentan untuk mendapatkan infeksi.
c) Manifestasi Klinis Pneumonia
Pneumonia pada nonatus merupakan gangguan pernapasan pada bayi baru lahir, dengan gejala seperti pernafasan yang bising atau sulit, Takipnea > 60x/menit, retraksi dada, batuk dan mendengus. WHO tidak membedakan antara pneumonia neonatal dan bentuk lain dari sepsis berat, seperti bakteremia, karena gejala-gejala yang tampak hamper
sama,
dan
keterlibatan
organ
dan
pengobatan
empirik
rejimen yang sama. Takipnea merupakan tanda yang paling sering didapatkan dalam 60-89% kasus, termasuk tanda lain seperti retraksi dada (36-91% kasus), demam (3056%), ketidakmampuan untuk makan (43 -49%), sianosis (12-40%), dan batuk
(30-
84%). Tanda awal dan gejala pneumonia mungkin tidak spesifik, seperti malas makan, letargi, iritabilitas, sianosis, ketidakstabilan temperatur, dan keseluruhan kesan bahwa bayi tidak baik. Gejala pernapasan seperti grunting (mendengus), tachypnea, retraksi, sianosis, apnea, dan kegagalan pernafasan yang progresif. Pada bayi dengan ventilasi mekanik, kebutuhan untuk dukungan ventilasi meningkat dapat menunjukkan infeksi. Tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan fisik, seperti tumpul pada perkusi, perubahan suara napas, dan adanya ronki, radiografi thorax didapatkan infiltrat baru atau efusi pleura. Tanda akhir pneumonia pada neonates tidak spesifik seperti apnea, takipnea, malas makan, distensi abdomen, jaundice, muntah, respirasi distress, dan kolaps sirkulasi.
13
d) Diagnosis Pneunomia
Kultur bakteriologis konvensional merupakan tes yang paling banyak digunakan. Aerobik inkubasi dari kultur sudah cukup untuk mendapatkan agen pathogen yang menyebabkan infeksi. Meskipun air ketuban berbau busuk yang sering disebabkan oleh bakteri anaerob, tetapi organisme ini jarang menjadi penyebab infeksi. Kultur jamur, virus, dan U. urealyticum merupakan tes yang lainnya yang dapat dilakukan tetapi harus didasarkan pada gejala klinis yang ada.1 Selain pengujian hematologi, biokimia darah, dan kultur bakteri, pencitraan pencitraan dada radiografi dianggap komponen penting dalam membuat diagnosis pneumonia neonatal. Pencitraan diagnostik tidak hanya dilakukan pada penilaian awal kondisi neonatus dan untuk menegakkan diagnosis, tetapi juga untuk memantau perkembangan penyakit dan efek dari tindakan terapi intervensi. Radiografi thorax konvensional tetap menjadi diagnosis andalan pada neonatus dengan gejala distress pernapasan. Pada neonatus, radiografi thorax sebagian besar dilakukan dengan posisi supine dan dalam proyeksi anteroposterior.8 Pada pneumonia didapatkan Perbercakan dengan pola garis di perihilar yang dapat menyerupai TTN, Perbercakan pada pneumonia akibat S. Pneumonia group B dapat menyerupai HMD dengan penurunan volume paru. Bayi aterm dengan gambaran HMD harus dianggap sebagai pneumonia sampai terbukti sebaliknya. Efusi pleura pada 25% kasus.
Penyakit b-hemolytic streptococcal grup B. seorang bayi umur 2 hari, tampak bayangan infiltrate yang luas pada kedua paru terutama pada paru kiri dan efusi pleura pada paru kiri. Mediastinum terdiring ke sisi kanan
14
Pneumonia aspirasi. Tampak granular kasar dengan aerasi tidak teratur dari aspirasi bahan yang terkandung dalam cairan ketuban, seperti verniks kaseosa, sel-sel epitel, dan mekonium
Bayi baru lahir segera setelah lahir dengan sianosis dan gangguan pernapasan dan menjalani operasi untuk penyakit jantung bawaan. Terdapat bayangan udara sebelum operasi, yang diinterpretasikan sebagai edema paru. Namun, setelah operasi, dengan tindakan aspirasi bronkial didapatkan Staphylococcus aureus. Meskipun pneumonia neonatal tidak memiliki tanda karakteristik yang jelas, Banyak hasil radiografi thorax yang ditemukan konsisten dengan pneumonia neonatal. Ada beberapa tanda seperti kekeruhan yang luas pada parenkim paru yang menyerupai tanda “ground-glass appearance” dari sindrom distress pernapasan . Tanda ini tidak spesifik ditemukan pada proses hematogen. Aspirasi cairan yang terinfeksi dapat memberikan gambaran serupa.6
15
Kekeruhan yang merata atau konsolidasi umumnya dianggap sebagai komplikasi antepartum atau aspirasi intrapartum, terutama ketika bagian perifer dari paru-paru terlibat. Densitas yang merata di bada bagian basa di kedua paru terutama paru kanan menunjukkan aspirasi postnatal.6 Hiperinflasi terkait dengan konsolidasi merata menunjukkan obstruksi jalan napas parsial yang disebabkan oleh sumbatan lender dan debris inflamasi. Tanda air bronchogram biasanya menunjukkan konsolidasi yang luas, tetapi tanda ini tidak pesifik dan mungkin berkaitan perdarahan paru atau edema. Kehadiran pneumatoceles terkait dengan efusi pleura menunjukkan proses infeksi pneumonia.6 Dalam sebuah studi tentang radiografi thorax didapatkan 30 bayi yang di otopsi dengan parau-paru yang terinfeksi, kelainan yang paling umum diidentifikasi adalah densitas alveolar bilateral (77%). Dari pasien ini, sepertiga memiliki karakteristik yang luas, perubahan densitas alveolar dengan air bronchograms yang banyak. Kehadiran efusi pleura pada penyakit membran hialin dan transien takipnea yang menetap selama 1-2 hari merupakan tanda yang sangat membantu membantu dalam diagnosis pneumonia neonatal. Perubahan radiografi yang didapat dapat membantu dalam diagnosis pneumonia neonatal, terutama jika informasi ini berkorelasi dengan gambaran klinis.
e)
Pengobatan Pneumonia WHO merekomendasikan penggunaan ampicillin (50mg/kg) setiap 12 jam dalam minggu pertama kehidupan, kemudian pada umur 2-4 minggu diberikan tiap 8 jam, ditambah dengan dosis tunggal gentamicin. Pengobatan lini pertama dapat diberikan ampicilin seperti benzylpenicillin atau amoxicillin, sedangkan gentamicin seperti amikasin atau tobramycin. Jika bakteri S. Aureus yang didapat, dengan resisten terhadap penicillin seperti flucloxacillin atau cloxacillin maka harus diganti dengan ampicillin. Dalam sebuah percobaan acak pada bayi Kenya, pemberian sehari sekali gentamicin dengan dosis loading 8 mg/kg, pada bayi < 2 kg diberikan 2 mg/kb, sedangkan pada bayi > 2 kg diberikan 4 mg dalam minggu pertama kehidupan. Pemberian 4 mg/kg pada bayi yang berat < 2 kg atau 6 mg/kg dengan berat > 2 kg dalam minggu kedua tau lebih. Jika bayi tidak berespon terhadap pemberian antibiok
16
lini pertama, WHO merekomendasikan untuk mengganti antibiotic dengan generasi ketiga cephalosporin atau kloramfenikol terutama pada bayi yang tidak premature dan level obat dapat di monitor. Prinsip-prinsip umum pengobatan serupa dengan anak, yaitu hidrasi, anti-pyretics dan ventilasi dukungan jika diperlukan. Pada bayi yang berumur kurang dari 1 bulan jika penyebabnya bakteri dapat diberikan ampicillin 75-100 mg/kg/hr dan gentamicin 5 mg/kg, untuk umur 1-3 bulan dapat diberikan Cefuroxime 75–150 mg/kg/hr atau coamoxiclav 40 mg/kg/hari. Sedangkan pada umur lebih dari 3 bulan diberikan Benzylpenicillin atau erythromycin, jika tidak berespon segera ganti dengan cefuroxime atau amoxicillin.. Pengobatan pendukung pada pneumonia non bakteri, jika penyebabnya Chlamydia dan mycoplasma harus diterpi dengan erythromycin 40–50 mg/kg/hari dan diberikan peroral. Jika pneumonia yang disebabkan oleh pneumocystis carinii dapat diberikan co-trimoxazole 18–27 mg/kg/hr.13 Prioritas awal pada anak dengan pneumonia meliputi identifikasi dan pengobatan gangguan pernapasan, hipoksemia, dan hiperkarbia. Mendengus, melebar, tachypnea parah, dan retraksi harus meminta dukungan pernapasan langsung. Anak-anak yang berada dalam kesulitan pernapasan yang parah harus menjalani intubasi trakea jika mereka tidak mampu untuk mempertahankan oksigenasi atau mengalami penurunan tingkat kesadaran.14 Amoksisilin digunakan sebagai agen lini pertama untuk anak-anak dengan pneumonia komunitas tanpa komplikasi, Generasi kedua atau ketiga dari sefalosporin dan antibiotik macrolide seperti azitromisin merupakan alternatif yang bisa diterima. Pada pasien rawat inap biasanya diobati generasi sefalosporin intravena, dan seringkali dikombinasikan dengan macrolide.14 Pneumonia Influenza A yang sangat parah atau bila terjadi pada pasien berisiko tinggi dapat diobati dengan oseltamivir atau zanamivir. Pneumonia Virus Herpes Simplex diobati dengan asiklovir parenteral, sedangkan Infeksi jamur invasif, seperti yang disebabkan oleh Aspergillus atau spesies Zygomycetes, dapat diberikan amfoterisin B atau vorikonazol.14 Amoxicillin dapat digunakan sebagai terapi lini pertama, pada bayi dan anak yang diduga pneumonia rigan sampai sedang. Pemberian amoxicillin efektif pada bakteri 17
pathogen invasive streptococcus pneumoniae. Ampicillin or penicillin G dapat juga diberikan pada bayi dan usia sekolah. Terapi empiris dengan pemberian cephalosporin generasi ketiga seperti ceftriaxone atau cefotaxime pada bayi dan anak yang dirawat di rumah sakit dengan riwayat imunisasi yang tidak lengkap.
f) Perawatan Suportif Pneumonia
Perawatan supportif pada neonatus dengan pneumonia akan memberikan hasil akhir yang lebih baik dan menurunkan angka kematian. Hal ini termasuk penggunaan oksigen, deteksi dan pengobatan hipoksemia dan apnea, termoregulasi, deteksi dan pengobatan hipoglikemia, dan meningkatkan penggunaan cairan intravena dan suplemen gizi melalui nasogastrik. Pemberian ASI yang sering sangat dianjurkan kecuali bila ada kontraindikasi yang pasti, seperti muntah, intoleransi gastrointestinal atau risiko tinggi aspirasi. Pemberian intravena yang mengandung garam isotonik dengan dextrose 5-10% yang lebih sedikit dibanding dosis maintenance merupakan rekomendasi, disebabkan karena ekskresi air cairan bebas bebas menurun pada bayi dengan infeksi pneumonia akut.
g) Pencegahan Pneumonia Strategi untuk mencegah dan mengobati pneumonia neonatal membutuhkan intervensi di semua tingkat penyediaan layanan kesehatan, yaitu masyarakat, perawatan primer, kabupaten dan rumah sakit tersier. Langkah-langkah yang telah terbukti efektif dalam pencegahan pneumonia neonatal meliputi: (1) manajemen aktif pada penanganan pecah ketuban (2) Inisiasi menyusi dini dan pemberian ASI eksklusif, dan (3) Menghindari pneumonia nosokomial pada unit perawatan intensif di mana akibat infeksi yang umum ditemukan seperti enterik basil Gram negatif (E. coli, Klebsiella, Enterobacter dan Pseudomonas spp), staphylococcus koagulase negatif dan S. aureus multiresisten. Bakteri kolonisasi pada tabung endotrakeal, humidifers, ventilator tabung, infus, probe temperatur. Peralatan (misalnya stetoskop) dan sarung tangan tangan merupakan awal terjadinya infeksi neonatal. Mencuci tangan adalah hal yang paling sederhanadan dan paling efektif untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Identifikasi dan pembersihan peralatan yang terkontaminasi juga mencegah infeksi nosokomial.
18
Selain menghindari kontak menular, vaksinasi merupakan adalah modus utama pencegahan. Sejak diperkenalkannya vaksin HIB terkonjugasi, tingkat pneumonia HIB telah menurun secara signifikan. Namun, diagnosis masih harus dipertimbangkan pada orang yang tidak divaksinasi, termasuk yang pada umur yang lebih muda dari 2 bulan, yang belum menerima suntikan pertama mereka. Bayi yang berisiko tinggi seperti bayi prematur dan bayi yang baru lahir dengan penyakit jantung bawaan, pemberian profilaksis RSV intramuskular bulanan palivizumab dengan dosis 15 mg / kg volume 1 mL maksimum per injeksi, merupakan rekomendasi. B. Penyakit Jantung Bawaan
Penyakit jantung bawaan merupakan kelainan bawaan yang sering ditemukan, yaitu 10% dari seluruh kelainan bawaan dan sebagai penyebab utama kematian pada masa neonatus. Perkembangan di bidang diagnostik, tatalaksana medikamentosa dan tehnik intervensi non bedah maupun bedah jantung dalam 40 tahun terakhir memberikan harapan hidup sangat besar pada neonatus dengan PJB yang kritis. Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan penyebab kematian tersering dari seluruh kelainan bawaan. Angka kejadian PJB terjadi sekitar 8 dari 1000 kelahiran hidup. Angka kematian PJB, 50% terjadi dalam 6 bulan pertama kehidupan, 80% pada usia 1 tahun kehidupan. Umumnya, neonatus dengan penyakit jantung bawaan yang kompleks pada beberapa jam atau hari setelah lahir sering tanpa disertai gejala klinis yang jelas. Tapi ada pula pada sebagian neonatus dengan kelainan serupa sudah memberikan gejala-gejala kritis. Kondisi tersebut disebabkan karena perubahan sirkulasi fetal ke neonatal berlangsung dalam satu bulan pertama kehidupan, sehingga selama proses tersebut perlu dilakukan evaluasi yang cermat. Bahkan dengan perkembangan ekokardiografi fetal, telah dapat dideteksi defek anatomi jantung, disritmia serta disfungsi miokard pada masa janin. Di bidang pencegahan terhadap timbulnya gangguan organogenesis jantung pada masa janin, sampai saat ini masih belum memuaskan, walaupun sudah dapat diidentifikasi adanya multifaktor yang saling berinteraksi yaitu faktor genetik dan lingkungan.2
19
a) Definisi Penyakit Jantung Bawaan Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang dibawa sejak lahir, karena
sudah
terjadi
ketika
bayi
masih
dalam
kandungan.
Pada
akhir kehamilan 7 minggu, pembentukan jantung sudah lengkap; jadi kelainan pembentukan jantung terjadi pada awal kehamilan. Penyebab PJB seringkali tidak bisa diterangkan, meskipun beberapa faktor dianggap berpotensi sebagai penyebab. Faktorfaktor ini adalah: infeksi virus pada ibu hamil (misalnya campak Jerman atau rubella), obat-obatan atau jamu-jamuan, alkohol.4 Faktor keturunan atau kelainan genetik dapat juga menjadi penyebab meskipun jarang, dan belum banyak diketahui. Misalnya sindroma Down (Mongolism) yang acapkali disertai dengan berbagai macam kelainan, dimana PJB merupakan salah satunya. Merokok berbahaya bagi kehamilan, karena berpengaruh terhadap pertumbuhan bayi dalam kandungan sehingga berakibat bayi lahir prematur atau meninggal dalam kandungan.
b) Anatomi Jantung Jantung terdiri dari 4 ruangan. Atrium kiri dan kanan dibagian atas. Ventrikel kiri dan kanan terletak dibagian bawah. Ventrikel kiri merupakan rauang yang terbesar.katup jantung dapat membuka dan menutup sedemikian rupa sehingga darah hanya dapat mengalir dalam satu arah. 4 katup tersebut yaitu: Katup tricuspid, katup pulmonal, katupmitral dan katup aorta.5 Darah dari tubuh masuk ke atrium kanan. Darah dalam tubuh mengandung kadar Oksigen rendah dan harus menambah oksigen sebelum kembali ke dalam tubuh. Darah dari atrium kanan masuk ke ventrikel kanan melalui katup tricuspid. Darah kemudian dipompa oleh ventrikel kanan ke paru-paru melewati katup pulmonal kemudian diteruskan oleh arteri pulmonal ke paru-paru untuk mengambil oksigen.Darah yang sudah bersih yang kaya oksigen mengalir ke atrium kiri melalui vena pulmonalis. Dari atrium kirii darah mengalir ke ventrikel kiri melewati katup mitral. Ventrikel kiri kemudian memompa darah keseluruh tubuh melalui katup aorta dan diteruskan oleh pembuluh aorta keseluruh tubuh.bersih Dari tubuh kemudian darah yang dari tubuh dengan kadar oksigen yang rendah karena telah diambil oleh sel-sel tubuh kembali ke atrium kanan dan begitu seterusnya.
20
c) Fisiologis Jnatung Neonatus Peredaran darah didalam fetus (the fetal circulation) adalah berbeda dengan yang sesudah lahir. Sirkulasi fetus mendapatkan oksigen dan nutrisi dari ibu melalui placenta. Sirkulasi fetus juga mempunayi komunikasi yang penting (shunt) antara kedua
ruangan
atas
jantung
dan
pembuluh
darah
besar
dekat
jantung.
Konsekwensinya adalah kebanyakan tipe dari PJB dapat ditoleransi denga baik selama kehidupan fetus. Bahkan suatu bentuk PJB yang parah seperti hypoplasia jantung kiri
(yang mana seluruh jantung kiri
tidak berkembang) dapat
dikompensasikan oleh sirkulasi fetus.6
a. Sirkulasi Fetus Tiga fitur utama dari sirkulasi fetus adalah : 1. Sirkulasi maternal (ibu) melalui placenta membawa oksigen dan nutrisi ke fetus dan mengeluarkan karbon dioksida dari sirkulasi fetus. 2. Foramen ovale adalah sebuh lubang yang terletak di septum (dinding) antara kedua ruangan atas jantung (atria kanan dan kiri). Foramen mengizinkan darah mengalir melalui jalur samping (shunt) dari atrium kanan ke atrium kiri. 3. Jalur samping yang lain, ductus arteriosus, mengizinkan darah yang miskin oksigen mengalir dari arteri pulmonary kedalam aorta dan melalui itu ke tubuh.6
b. Sirkulasi sesudah kelahiran Placenta sudah dikeluarkan dan paru-paru harus mengambil alih fungsi oksigenisasi darah. Perubahan-perubahan utama sirkulasi terjadi setelah kelahiran. Perubahan-perubahan ini termasuk : 21
Sirkulasi maternal tidak dapat lagi membawa oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida dari sirkulasi bayi.
Foramen ovale menutup dan tidak bertindak lagi sebagai jalur samping antara kedua atria jantung.
Ductus arteriosus menutup dan tidak lagi menyediakan komunikasi antara arteri pulmonary dan aorta.6
Tangisan pertama merupakan proses masuknya oksigen yang pertama kali ke dalam paru. Peristiwa ini membuka alveoli, pengembangan paru serta penurunan tahanan ekstravaskular paru dan peningkatan tekanan oksigen sehingga terjadi vasodilatasi disertai penurunan tahanan dan penipisan dinding arteri pulmonalis. Hal ini mengakibatkan penurunan tekanan ventrikel kanan serta peningkatan saturasi oksigen sistemik. Perubahan selanjutnya terjadi peningkatan aliran darah ke paru secara progresif, sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan di atrium kiri sampai melebihi tekanan atrium kanan. Kondisi ini mengakibatkan penutupan foramen ovale juga peningkatan tekanan ventrikel kiri disertai peningkatan tekanan serta penebalan sistem arteri sistemik. Peningkatan tekanan oksigen sistemik dan perubahan sintesis serta metabolisme bahan vasoaktif prostaglandin mengakibatkan kontraksi awal dan penutupan fungsional dari duktus arteriosus yang mengakibatkan berlanjutnya penurunan tahanan arteri pulmonalis. Pada neonatus aterm normal, konstriksi awal dari duktus arteriosus terjadi pada 10-15 jam pertama kehidupan, lalu terjadi penutupan duktus arteriosus secara fungsional setelah 72 jam postnatal. Kemudian disusul proses trombosis, proliferasi intimal dan fibrosis setelah 3-4 minggu postnatal yang akhirnya terjadi penutupan secara anatomis. Pada neonatus prematur, mekanisme penutupan duktus arteriosus ini terjadi lebih lambat, bahkan bisa sampai usia 4-12 bulan.2 Pemotongan tali pusat mengakibatkan peningkatan tahanan vaskuler sistemik, terhentinya aliran darah dan penurunan tekanan darah di vena cava inferior serta penutupan duktus venosus, sehingga tekanan di atrium kanan juga menurun sampai dibawah tekanan atrium kiri. Hal ini mengakibatkan penutupan foramen ovale, dengan demikian ventrikel kanan hanya mengalirkan darahnya ke arteri pulmonalis. Peristiwa ini disusul penebalan dinding ventrikel kiri oleh karena menerima beban tekanan lebih besar untuk menghadapi tekanan arteri sistemik. Sebaliknya ventrikel
22
kanan mengalami penipisan akibat penurunan beban tekanan untuk menghadapi tekanan arteri pulmonalis yang mengalami penurunan ke angka normal. Penutupan duktus venosus, duktus arteriosus dan foramen ovale diawali penutupan secara fungsional kemudian disusul adanya proses proliferasi endotel dan jaringan fibrous yang mengakibatkan penutupan secara anatomis (permanen).2 Tetap terbukanya duktus venosus pada waktu lahir mengakibatkan masking effect terhadap total anomalous pulmonary venous connection dibawah difragma. Tetap terbukanya foramen ovale pada waktu lahir mengakibatkan masking effect terhadap kelainan obstruksi jantung kanan. Tetap terbukanya duktus arteriosus pada waktu lahir mengakibatkan masking effect terhadap semua PJB dengan ductus dependent sistemic dan ductus dependent pulmonary circulation. 2 Sekali ini terjadi, maka sirkulasi fetus menjadi suatu barang dari masa lalu dan seluruh pengaruh dari berbagai kerusakan jantung genital dirasakan. Kerusakankerusakan ini menjadi nyata, menyebabkan tanda-tanda dan gejala-gejala yang dapat didiagnosis. Perubahan-perubahan lebih jauh terjadi di sistim kardiovaskular selama waktu bayi dan waktu anak-anak dan juga di hubungan tekanan antara ventricle kanan dan ventricle kiri. Perubahan-perubahan ini membawa lebih banyak kasus-kasus PJB ke permukaan.
d) Etiologi PJB Penyakit jantung congenital dapat mempunyai beragam penyebab. Penyebabpenyebabnya termasuk faktor lingkungan (seperti bahan-bahan kimia, obat-obatan dan infeksi-infeksi), penyakit-penyakit tertentu ibu, abnormalitas chromosome, penyakit-penyakit keturunan (genetic) dan faktor-faktor yang tidak diketahui (Idiopathic). Faktor-faktor lingkungan kadang-kadang yang bersalah. Contohnya, jika seorang ibu mendapat German measles (rubella) selama kehamilan, maka infeksinya dapat mempengaruhi perkembangan jantung dari bayi kandungannya (dan juga organ-organ lainnya). Jika ibunya mengkonsumsi alkohol selama kehamilan, maka fetusnya dapat menderita fetal alcohol syndrome (FAS) termasuk PJB. Exposure
terhadap
obat-obatan
tertentu
selama
kehamilan
dapat
juga
menyebabkan PJB. Satu contoh adalah retinoic acid (nama merek Accutane) yang
23
digunakan untuk jerawat(acne). Contoh-contoh lain adalah obat-obat anticonvulsant, terutama hydantoins (seperti Dilantin) dan valproate. Penyakit-penyakit tertentu pada ibu dapat meningkatkan risiko mengembangkan PJB pada fetus. Bayi-bayi dari wanita dengan diabetes mellitus, terutama pada wanita-wanita yang gula darahnya kurang optimal terkontrol selama kehamilan, berisiko tinggi mendapat PJB. Dan wanita yang mempunyai penyakit keturunan phenylketonuria (PKU) dan tidak berada pada special dietnya selama kehamilan, bertendensi juga mempunyai bayi dengan PJB. 6 Kelainan chromosome
dapat
menyebabkan
penyakit
jantung congenital
(chromosome mengandung materi genetic, DNA). Pada kira-kira 3% dari seluruh anak-anak dengan PJB dapat ditemukan kelainan chromosome.
e) Klasifikasi PJB Berdasarkan penampilan fisik, PJB secara garis besar dibagi atas 2 kelompok, yakni PJB tidak biru (asianosis) dan PJB biru (sianosis). Berdasarkan kelainan anatomis, PJB secara garis besar dibagi atas 3 kelompok, yakni:
A. Stenosis Adanya penyempitan (stenosis) atau bahkan pembuntuan pada bagian tertentu jantung, yakni: katup atau salah satu bagian pembuluh darah di luar jantung. Penyempitan ini menimbulkan gangguan aliran darah dan membebani otot jantung. Pada kasus-kasus dengan penyempitan yang berat, aliran darah ke bagian tubuh setelah area penyempitan akan sangat menurun, bahkan terhenti sama sekali pada pembuntuan total. 1. Stenosis katup pulmonal 2. Stenosis katup aorta 3. Atresia katup pulmonal 4. Coarctatio aorta
B. Defect Adanya
lubang
pada
sekat
pembatas
antar
ruang
jantung
(septum),
sehingga terjadi aliran pirau (shunt) dari satu sisi ruang jantung ke ruang sisi lainnya. Karena tekanan darah di ruang jantung sisi kiri lebih tinggi dibanding sisi kanan,
24
maka aliran pirau yang terjadi adalah dari kiri ke kanan. Akibatnya, aliran darah paru berlebihan/banjir (contoh: ASD = Atrial Septal Defect/ lubang di sekat serambi, VSD = Ventricular Septal Defect/ lubang di sekat bilik). Aliran pirau ini juga bisa terjadi bila pembuluh darah yang menghubungkan aorta dan pembuluh pulmonal tetap terbuka (PDA = Patent Ductus Arteriosus). Karena darah
yang mengalir dari sirkulasi darah bersih ke sirkulasi
darah kotor, maka penampilan pasien tidak biru (asianosis). Namun, beban yang berlebihan pada jantung akibat aliran pirau yang besar dapat menimbulkan gagal jantung kiri maupun kanan. Tanda-tanda aliran darah paru yang berlebih adalah: debaran jantung kencang, cepat lelah, sesak nafas, pada bayi sulit menyusu, pertumbuhan terganggu, sering batuk panas (infeksi saluran nafas bagian bawah).4 Dalam kondisi seperti tersebut diatas, perlu diberikan obat-obatan yang bermanfaat
untuk
mengurangi
beban
jantung,
yakni
obat
diuretik
(memperlancar kencing) dan obat vasodilator (pelebar pembuluh darah).
1. Atrial Septal Defect (ASD) ASD adalah terdapat lubang di sekat serambi. Lubang ASD kini dapat ditutup dengan tindakan non bedah : Amplatzer Septal Occluder (ASO), yakni memasang alat penyumbat yang dimasukkan melalui pembuluh darah di lipatan paha. Namun sebagian kasus tak dapat ditangani dengan metode ini, dan memerlukan pembedahan.
2. Ventricular Septal Defect (VSD) VSD adalah terdapatnya lubang di sekat bilik. Pada VSD tertentu dapat ditutup dengan tindakan non bedah menggunakan penyumbat Amplatzer, namun sebagian besar kasus memerlukan pembedahan
25
3. Patent Ductus Arteriosus (PDA) Pada PDA pembuluh penghubung aorta dan pembuluh darah paru terbuka. PDA juga dapat ditutup dengan tindakan non bedah menggunakan penyumbat Amplatzer, namun bila PDA sangat besar tindakan bedah masih merupakn pilihan utama. PDA pada bayi baru lahir yang premature dapat dirangsang penutupannya dengan menggunakan obat Indomethacine.
C. Malposisi Pembuluh darah utama jantung keluar dari ruang jantung dalam posisi tertukar (pembuluh darah aorta keluar dari bilik kanan sedangkan pembuluh darah pulmonal/paru keluar dari bilik kiri). Kelainan ini disebut transposisi arteri besar (TGA = Transposition of the Great Arteries). Akibatnya darah kotor yang kembali ke jantung dialirkan lagi ke seluruh tubuh, sehingga terjadi sianosis/biru di bibir, mukosa mulut dan kuku. Bayi dapat bertahan hidup bila darah kotor yang mengalir ke seluruh tubuh mendapat pencampuran darah bersih melalui PDA atau lubang di salah satu sekat jantung (ASD/VSD)
26
Tetralogi Falot Tetralogi Fallot merupakan penyakit jantung bawaan biru (sianotik) yang terdiri dari empat kelainan, yaitu:
Defek septum ventrikel (lubang diantara ventrikel kiri dan kanan)
Stenosis katup pulmoner (penyempitan pada katup pulmonalis)
Transposisi aorta
Hipertrofi ventrikel kanan (penebalan otot ventrikel kanan). (word. Tetralogi falot).
f) Manifestasi klinis a. Penyakit Jantung Bawaan Asianotik Pada neonatus neonatus normal, saat lahir masih disertai tahanan arteri pulmonalis yang tinggi. Setelah 4-12 minggu terjadi penurunan tahanan arteri pulmonalis sampai menuju nilai normal. Pada neonatus dengan PJB non sianotik, selama tahanan arteri pulmonalis masih tinggi, defek jantung yang ada belum menimbulkan perubahan aliran darah dari sistemik ke paru. Setelah 4-12 minggu postnatal, pada saat terjadi penurunan tahanan arteri pulmonalis sampai menuju nilai normal, defek jantun yang dan akan menimbulkan perubahan aliran darah yaitu yang seharusnya ke sistemik berubah menuju ke paru. Pada saat inilah baru terjadi pirau kiri ke kanan disertai gejala klinis berupa mulai terdengarnya bising sampai gagal jantung dengan gejala utama takipnea. Harus dibedakan takipnea akibat PJB dan akibat kelainan parenkhim paru, Takipnea akibat PJB non sianosis pada neonatus baru timbul bila peningkatan aliran darah ke paru sampai lebih dari 2,5 kali aliran normal. Takipnea akibat penyakit paru pada neonatus sudah timbul walaupun peningkatan aliran darah ke paru masih ringan-ringan saja. Adanya penyakit pada paru akan memperjelas gejala takipnea pada PJB usia neonatus. Peningkatan aliran darah ke paru mengakibatkan peningkatan tekanan prekapiler di paru dan aliran limfatik sehingga terjadi peningkatan cairan intersisial di parenkhim paru dan terutama di peribronkhial. Hal ini mengakibatkan penurunan fungsi bronkhioli dan terjadi penurunan aliran
27
udara serta peningkatan tekanan udara, kondisi ini meningkatkan work of breathing dan terdengarnya wheezing expiratoir. 2 PJB asianotik dapat diklasifikasikan berdasarkan fisiologi beban pengisian (load) jantung predominan. Sebagian besar kelainan akan meningkatkan beban volum (volume load), yaitu dari kelompok PJB asianotik dengan pirai kiri ke kanan (LTRS) (misalnya VSD, ASD, AVSD, dan PDA). Kelompok kedua adalah penyakit jantung bawaan dengan peningkatan beban tekanan (pressure load), yang sebagian besar merupakan bentuk kelainan obstruktif sekunder dari sirkulasi ventrikular (misalnya stenosis pulmonal dan stenosis aorta) atau penyempitan salah satu arteri besar (misalnya koarktasio aorta). g) Diagnosis PJB A. Riwayat.
Famili dengan penyakit herediter, saudaranya dengan PJB
Kehamilan dan perinatal : infeksi virus, obat yang dikonsumsi si ibu terutama saat kehamilan trimester I.
Postnatal : kesulitan minum, sianosis sentral. 2
B. Pemeriksan Fisik.
Auskultasi : harus dilakukan pertama kali sebelum bayi menangis. Frekuensi meningkat dan irama denyut jantung tidak teratur, suara jantung II mengeras atau tidak terdengar, terdengar bising jantung (kualitas, intensitas, timing, lokasi), gallop. Tidak semua bising jantung pada neonatus adalah PJB dan tidak semua neonatus dengan PJB terdengar bising jantung.
Sianosis sentral, penurunan perfusi perifer, hiperaktivitas prekordial, thrill, pulse dan tekanan darah ke 4 ekstremitas berbeda bermakna, takipnea, takikardia, edema. Tidak semua gejala tersebut timbul pada masa neonatus dan tidak semua neonatus dengan gejala tersebut memerlukan tindakan spesifik yang harus segera dilaksanakan tapi memerlukan pemeriksaan tambahan.
28
C. Pemeriksaan tambahan
Foto polos dada : adanya kelainan letak, ukuran dan bentuk jantung, vaskularisasi paru, edema paru, parenkim paru, letak gaster dan hepar.
Elektrokardiografi : adanya kelainan frekuensi, irama, aksis gelombang P dan QRS, voltase di sandapan prekordial. 2
D. Pada monitoring, ditemukan kelainan berupa
Perbedaan saturasi O2 arteri dengan pulse oksimetri pada preduktal (tangan kanan) dan postduktal (kaki).
pH arteri, dan analis gas darah terhadap hipoksemia dan asidosis metabolik (pada neonatus dengan gagal jantung ada peningkatan CO2) Gejala takipnea pada neonatus dengan PJB non sianotik (terdapat pirau kiri
ke kanan) baru terjadi beberapa hari atau minggu kehidupan, yaitu setelah terjadi penurunan tahanan pembuluh darah paru dan penurunan hemoglobin kearah normal. Oleh karena itu, takipnea yang timbul segera setelah lahir tanpa disertai gejala sianosis sentral dan penurunan perfusi perifer menunjukkan suatu kelainan paru, bukan PJB. Neonatus normal bernafas lebih cepat daripada bayi, namun tidak lebih dari 60 kali per menit untuk periode waktu yang lama.
h) Penatalaksanaan PJB
Penatalaksanaan neonatus dengan dugaan PJB kritis tidak jauh berbeda dengan kondisi kritis pada neonatus akibat penyakit diluar jantung. Faktanya, ada kecenderungan para dokter untuk melepaskan tanggung jawab dan menyerahkan ke dokter konsultan jantung. Hal ini tidak boleh terjadi dan alur penatalaksanaannya menjadi tidak efektif sehingga akhirnya merugikan pasien. 2 Penatalaksanaan awal pada setiap neonatus dengan PJB kritis sangat berperan dalam mencegah memburuknya kondisi klinis bahkan kematian dini. Diawali dengan penatalaksanaan kegawatan secara umum kemudian dilanjutkan penatalaksanaan kegawatan jantung secara khusus sesuai dengan
29
masalah kritis yang sedang dihadapi (sianosis sentral, peningkatan aliran darah ke paru atau penurunan aliran darah ke sistemik) sebagai berikut : 2 1. Penempatan pada lingkungan yang nyaman dan fisiologis (suhu 36,5-37oC dan kelembaban sekitar 50%). 2 2. Pemberian oksigen. Oksigen sering diberikan pada neonatus yang dicurigai menderita PJB tanpa mempertimbangkan tujuan dan dampak negatifnya. Pemberian oksigen pada neonatus mengakibatkan vasokonstriksi arteria sistemik dan vasodilatasi arteria pulmonalis, hal ini memperburuk PJB dengan pirau kiri ke kanan. Pemberian oksigen pada neonatus ductus dependent sistemic circulation atau ductus dependent pulmonary circulation malah mempercepat penutupan duktus dan memperburuk keadaan. Pada kedua kondisi tersebut lebih baik mempertahankan saturasi oksigen tidal lebih dari 85% dengan udara kamar (0,21% O2). 2 Saturasi oksigen neonatus dengan PJB sianotik selalu rendah dan tidak akan meningkat secara nyata dengan pemberian oksigen. Namun demikian, pada neonatus yang mengalami distres, akan mengganggu ventilasinya dan gangguan ini dapat akan berkurang dengan pemberian oksigen yang dilembabkan dengan kecepatan 2-4 liter per menit dengan masker atau kateter nasofaringeal. Pada neonatus dengan distres nafas yang berat maka bantuan ventilasi mekanik sangat diperlukan. 2
3. Pemberian cairan dan nutrisi Harus dipertahankan dalam status normovolemik sesuai umur dan berat badan. Pada neonatus yang dengan distres ringan dengan pertimbangan masih dapat diberikan masukan oral susu formula dengan porsi kecil tapi sering. Perlu perhatian khusus pada PJB kritis terhadap gangguan reflex menghisap dan pengosongan lambung serta risiko aspirasi. Pemberian melalui sonde akan menambah distres nafas dan merangsang reflex vagal. Pada kondisi shock, pemberian cairan 10 – 15 ml/kgBB dalam 1-2 jam, kemudian dilihat respons terhadap peningkatan tekanan darah, peingkatan produksi urine dan tanda vital yang lain. Disfungsi miokard akibat asfiksia berat memerlukan pemberian dopamin dan dobutamin. 2
30
Pemberian diet pada penderita penyakit jantung bawaan untuk mengatasi gangguan pertumbuhan seharusnya dengan pemberian komponen diet yang lebih tinggi dibanding
anak normal agar dapat mencapai pertumbuhan
optimal. Recommended
Dietary Allowances (RDA) yang dibutuhkan oleh
anak umur kurang dari 6 bulan dengan PJB berat adalah 40 % lebih besar dari kebutuhannya. 9 Namun
penelitian ini tidak membedakan tipe dari PJB dan beratnya
gangguan hemodinamiknya. Pada anak dengan PJB asianotik membutuhkan nutrien lebih tinggi daripada anak normal. Energi yang dibutuhkan 20-30 % di atas RDA agar dapat mencapai tumbuh kejar. 9 Penelitian dilakukan oleh Bougle dkk pada bayi berumur 2-14 minggu dengan PJB asianotik yang mengalami gagal jantung dan gagal tumbuh serta memperoleh digitalis dan diuretik. Mereka diberi minum melalui sonde lambung secara kontinyu selama 40 hari. Cairan susu formula bayi yang diperkaya energi dalam bentuk MCT dan karbohidrat, diberikan mulai 40 ml/kgBB/hari ditingkatkan secara progresif sampai terjadi kenaikan berat badan. Jumlah kalori yang diberikan rata-rata 137 kkal/kgBB/hari. Terjadi peningkatan berat badan yang bermakna.
4.
Pemberian prostaglandin E1 Merupakan tindakan awal yang harus diberikan, sebagai life-saving dan sementara menunggu kepastian diagnosis, evaluasi dan menyusun terapi rasional selanjutnya, prostaglandin E1 diberikan pada :
Setiap bayi umur kurang dari 2 minggu yang dicurigai dengan PJB sianosis (ductus dependent pulmonary circulation). Tujuan : meningkatkan aliran darah ke paru (Atresia pulmonal, pulmonal stenosis yang berat, atresia trikuspid) atau meningkatkan tekanan atrium kiri agar terjadi pirau kiri ke kanan sehingga oksigenasi sistemik menjadi lebih baik (transposisi pembuluh darah besar). 2
Setiap bayi umur kurang dari 2 minggu yang disertai syok, pulsasi perifer lemah atau tak teraba, kardiomegli dan hepatomegali (ductus dependent systemic circulation). Tujuan : meningkatkan aliran darah ke arteri
31
sistemik (aorta stenosis yang kritis, koartasio aorta, transposisi pembuluh darah besar, interrupted arkus aorta atau hipoplastik jantung kiri). 2
Dosis awal 0,05 mikrogram/kgBB/menit secara intravena atau melalui kateter umbilikalis, dosis bisa dinaikkan sampai 0,1 sampai 0,15 mikrogram/kgBB/menit selama belum timbul efek samping dan sampai tercapai efek yang optimal. Bila terjadi efek samping berupa hipotensi atau apnea maka pemberian prostaglandin segera diturunkan dosisnya dan diberikan bolus cairan 5-10 ml/kgBB intravena. Bila terjadi apnea maka selain menurunkan dosis prostaglandin E1, segera dipasang intubasi dan ventilasi mekanik dengan O2 rendah, dipertahankan minimal saturasi oksigen mencapai 65 %.2 Bila keadaan sudah stabil kembali maka dapat dimulai lagi dosis awal, bila tidak terjadi efek samping pada pemberian dosis 0,05 mikrogram/kgBB/menit tersebut, maka dosis dapat diturunkan sampai 0,01 mikrogram/kgBB/menit atau lebih rendah sehingga tercapai dosis minimal yang efektif dan aman. Selama pemberian prostaglandin E1 perlu disiapkan ventilator dan pada sistem infusion pump tidak boleh dilakukan flushed. Harus dipantau ketat terhadap efek samping lainnya yaitu : disritmia, diare, apnea, hipoglikemia, NEC, hiperbilirubinemia, trombositopenia dan koagulasi intravaskular diseminata, perlu juga diingat kontraindikasi bila ada sindroma distres nafas dan sirkulasi fetal yang
persisten.
Bila
ternyata
hasil
konfirmasi
diagnosis
tidak
menunjukkan PJB maka pemberian prostaglandin E1 segera dihentikan. 2 Telah dicoba pemakaian prostaglandin E2 per oral, mempunyai efek yang hampir sama dengan prostaglandin E1, lebih praktis dan harganya lebih murah. Pada awalnya diberikan setiap jam, namun bila efek terapinya sudah tercapai, maka obat ini dapat diberikan tiap 3-4 jam sampai 6 jam. Dapat mempertahankan terbukanya duktus dalam beberapa bulan, namun duktus akan menutup bila pemberiannya dihentikan. 2 Untuk neonatus usia 2-4 minggu, walaupun angka kesuksesan rendah , masih dianjurkan pemberian prostaglandin E1 . Bila dalam 1-2 jam setelah pemberian dosis maksimum (0,10 mikrogram/kgBB/menit)
32
ternyata tidak terjadi reopen duktus, maka pemberiannya harus segera distop dan direncanakan untuk urgent surrgical intervention. 2
5. Koreksi terhadap gagal jantung dan disritmia Bila gagal jantung telah dapat ditegakkan, maka obat pertama yang harus diberikan adalah diuretik dan pembatasan cairan, biasanya furosemid dengan dosis awal 1 mg/kgBB yang dapat diberikan intravena atau per oral, 1 sampai 3 kali sehari. 2 Cedilanid dapat ditambahkan untuk memperkuat kontraksi jantung (inotropik dan vasopresor) dengan dosis digitalisasi total untuk neonatus preterm 10 mikrogram/kgBB per oral, untuk neonatus aterm 10 – 20 mikrogramkgBB per oral. Diberikan loading dose sebesar 1/2 dari dosis digitalisasi total, disusul 1/4 dosis digitalisasi total 6 -12 jam kemudian dan 1/4 dosis sisanya diberikan 12-24 jam kemudian. Disusul dosis rumatan 5-10 mikrogram/kgBB per oral. Pemberian intravena dilakukan bila per oral tidak memungkinkan, dosis 80% dari dosis per oral. Dosis per oral maupun intravena diturunkan sampai 60% nya bila ada penurunan funsi ginjal. Dopamin dosis 2-20 mikrogram/kgBB/menit per drip (dilatasi renal vascular
bed)dikombinasi
dengan
Dobutamin
dosis
2-20
mikrogram/kgBB/menit per drip (meningkatkan kontraktilitas miokard) merupakan kombinasi yang sangat baik untuk meningkatkan penampilan jantung dengan dosis yang minimal. Captopril sebagai vasodilator (menurunkan tahanan vaskuler sistemik dan meningkatkan kapasitas sistem vena) ) sangat berperan pada neonatus dengan gagal jantung kongestif. Dosis 1 mg/kgBB per oral dosis tunggal disusul dosis yang sama untuk rumatan. Sangat efektif pada kondisi neonatus dengan:
penurunan fungsi ventrikel
pirau kiri ke kanan yang masif regurgitasi katup
hipertensi sistemik
hipertensi pulmonal.
33
Dengan meningkatkan kontraktilitas miokard, menurunkan sinoatrial node rate, dilatasi renal vascular bed, dan menurunkan tahanan sistemik, maka
penampilan
jantung
dapat
ditingkatkan
sehingga
dapat
meningkatkan sirkulasi perifer dan mengurangi hipoksia jaringan. 2 Disritmia
jantung
sering
menyertai
hipoksemia
berat,
bila
hipoksemia berat telah dikurangi dan kelainan metabolik lainnya dikoreksi, maka disritmianya biasanya akan menghilang dengan sendirinya. Tidak dianjurkan memberikan obat anti disritmia tanpa memperbaiki hipoksemia dan kelainan metabolik lainnya yang menyertai, selain tidak bermanfaat juga malah menimbulkan disritmia jenis lain yang lebih membahayakan. 2
6. Koreksi terhadap kelainan metabolik Hipoksia jaringan akan menyebabkan asidosis metabolik yang seringkali sukar dikoreksi. Untuk kondisi ini harus diberikan Na-bikarbonat, dosis 1-2 ml/kgBB intravena perlahan-lahan atau disesuaikan dengan hasil analisis gas darah. 2 Hipoglokemia dan gangguan keseimbangan elektrolit yaitu kalium, natrium, magnesium dan kalsium sering menyertaikondisi hipoksemia, koreksi secepatnya bila pada pemantauan klinis ditemukan hal-hal tersebut. 2
7. Terapi Genetik Sebuah penelitian baru membuktikan bahwa KCNQ1 adalah gen utama yang menyandi fungsi jantung. Mutasi yang terjadi pada gen tersebut akan menyebabkan penyakit jantung bawaan pada ratusan ribu anak dan akan menimbulkan gangguan rhytm atau irama jantung dengan penderitaan seumur hidup. Kondisi ini pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung atau Cardiac suddent dan kematian. Penelitian di Cardiac Research Center, Niigata University Hospital, Jepang telah melakukan uji gene screening pada lebih dari seratus keluarga dengan penderita penyakit jantung bawaan. 10 Dari hasil penelitian ini menggambarkan sesuatu yang sangat baru dalam ilmu genetika kedokteran, bahwa mutasi gen KCNQ1 menjadi dasar timbulnya
34
kelainan jantung bawaan LQTS, dan diturunkan secara dominan autosomal. Keparahan penyakit tersebut ditentukan bukan hanya oleh lokasi terjadinya mutasi, namun yang lebih penting lagi adalah jenis asam amino pembentuk mutan tersebut. Sehingga tentunya, hasil ini dimasa depan dapat digunakan sebagai dasar ilmiah teknik pengobatan genetik (gene therapy) bagi penderita penyakit jantung bawaan, yaitu dengan cara mentransgenikkan asam amino mutant pada pasien kearah asam amino normal.
VIII. ALUR KEMATIAN
Penyakit Jantung Bawaan Asianotik
Pneumonia Aspirasi dd/ Bacterial dd/ virus
VSD, ASD, PDA
Disfungsi Paru
Labiognatopalatoschi zis
Gangguan napas
Gagal napas
Kematian
35