BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
KASUS BESAR
FAKULTAS KEDOKTERAN
MARET 2019
UNIVERSITAS HALU OLEO
VERNAL KERATOCONJUCTIVITIS
Oleh: Muh. Irham Ramli, S.Ked. K1A1 14 130
Pembimbing: dr. Rizky Magnadi, Sp.M
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2019
HALAMAN PENGESAHAN Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa : Nama
: Muh. Irham Ramli
Stambuk
: K1A1 14 130
Judul Kasus Besar
: Vernal Keratoconjuctivitis
Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran, Universitas Halu Oleo.
Kendari,
Maret 2019
Mengetahui, Pembimbing
dr. Rizky Magnadi, Sp. M
BAB I LAPORAN KASUS
A. Identitas Nama
: Ny. MSB
Umur
: 31 tahun
Pekerjaan
: IRT
Alamat
: Jl. RA. Kartini
Suku
: Bugis
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Tanggal Berobat
: 4 Maret 2019
No. Register
: 07 60 14
Dokter Muda Pemeriksa
: Muh. Irham Ramli, S.Ked
B. Anamnesis Keluhan Utama
: Mata terasa perih
Anamnesis terpimpin
:
Pasien datang ke poli mata RS Santa Anna Kendari dengan keluhan mata terasa perih sejak 1 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan mata sering berair dan rasa seperti ada benda asing yang masuk serta pandangan menjadi silau serta kabur. Riwayat penyakit mata sebelumnya (-), Riwayat penggunaan kacamata (-), riwayat penyakit keluarga (-), riwayat pengobatan sebelumnya (+) pasien sudah sering datang ke RS untuk kontrol. C. Pemeriksaan Fisik 1.
Inspeksi No.
Pemeriksaan
OD
OS
Ptosis (-), edema (-)
Ptosis (-), edema (-),
1.
Palpebra
2.
App. Lakrimalis
Lakrimasi (+)
Lakrimasi (+)
Pemeriksaan
OD
OS
Madarosis (-),
Madarosis (-),
No. 3.
Silia
4.
Konjungtiva
5.
Bola mata
6.
Mekanisme
Sikatrik (-)
Sikatrik (-)
Hiperemis (-)
Hiperemis (-)
Baik ke segala arah
Baik ke segala arah
Jernih
Jernih
Nomal
Normal
Coklat, kripte (+)
Coklat, kripte (+)
Bulat, sentral,
Bulat, sentral,
diameter 2.5 mm,
diameter 2.5 mm,
RCL (+)
RCL (+)
Jernih
Jernih
muscular 7.
Kornea
8.
Bilik
mata
depan 9.
Iris
10.
Pupil
11. 2.
Lensa
Palpasi No.
Pemeriksaan
OD
OS
1.
Tensi Okuler
N
N
2.
Nyeri Tekan
(-)
(+)
3.
Massa Tumor
(-)
(-)
4.
Glandula
Pembesaran (-)
Pembesaran (-)
periaurikuler 3.
Tonometri
: 20 mm Hg
4.
Visus
: VOD = 6/12 VOS = 6/6
5.
Funduskopi
: Tidak dilakukan pemeriksaan
6.
Slit Lamp
: Cobble stone halus pada konjungtiva tarsal superior ODS
7.
Laboratorium
: Tidak dilakukan pemeriksaan
8.
Colour Sense
: Tidak dilakukan pemeriksaan
9.
Fluorescent Test
: Tidak dilakukan pemeriksaan
D. Resume Pasien datang ke poli mata RS Santa Anna Kendari dengan keluhan mata terasa perih sejak 1 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan mata sering berair dan rasa seperti ada benda asing yang masuk serta pandangan menjadi silau serta kabur. Riwayat penyakit mata sebelumnya (-), Riwayat penggunaan kacamata (-), riwayat penyakit keluarga (-), riwayat pengobatan sebelumnya (+) pasien sudah sering datang ke RS untuk kontrol. Pada pemeriksaan opthalmologis di dapatkan; visus VOD 6/12 dan VOS 6/6, slit lamp ditemukan cobble stone halus pada konjungtiva tarsal superior ODS. E. Diagnosis Vernal keratocunjuctivitis oculi dextra sinistra F. Penatalaksanaan Cetrizine Tab 10mg 2x1 Metilprednisolon Tab 4mg 3x1 P-Pred ED 0,6 mL 4 ddgtt 1 ODS G. Prognosis Ad vitam
: Dubia ad bonanm
Ad fungsionam
: Dubia ad bonam
Ad sanactionam : Dubia ad malam H. Gambar Klinis
Gambar 1. Palpebra tarsal superior OS pasien
BAB II LAPORAN KASUS
A. Pendahuluan Vernal keratoconjunctivitis (VKC) adalah bentuk alergi mata yang relatif jarang dan kronis yang berpotensi menyebabkan komplikasi visual yang parah. Mempengaruhi terutama anak-anak dan dewasa muda, VKC adalah penyakit yang diperantarai sel IgE dan T, yang mengarah ke peradangan kronis di mana eosinofil, limfosit dan aktivasi sel struktural terlibat1. Konjungtivitis merupakan radang pada konjungtiva dan dapat diakibatkan oleh karena allergi, virus, bakteri, maupun akibat kontak dengan benda asing dan mengakibatkan timbul keluhan mulai dengan mata merah, gatal, produksi air mata yang meningkat hingga perubahan anatomi pada konjungtiva. Konjungtivitis vernal merupakan salah satu bentuk konjungtivitis allergi yang berulang khas musiman, bersifat bilateral, sering pada orang dengan riwayat alergi pada keluarga, diperkirakan diseluruh dunia insiden konjungtivitis vernal berkisar antara 0,1 % – 0,5 % dan cenderung lebih tinggi di negara berkembang. Pada bumi belahan utara lebih sering pada musim panas dan musim semi, sedang pada bumi belahan selatan lebih sering pada musim gugur dan musim dingin2. B. Anatomi Konjungtiva Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi palpebra (suatu sambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus3. Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior (pada forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris3. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di foniks dan melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata
bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva skretorik (duktus-duktus kelenjar lakrimal bermuara ke forniks temporal superior). Konjugtiva bulbaris melekat longgar pada kapsul tenon dan sklera di bawahnya, kecuali di limbus (tempat kapsul tenon dan konjungtiva menyatu sepanjang 3 mm) 3. Lipatan konjungtiva bulbaris yang tebal, lunak, dan mudah bergerak (plica semilunaris) terletak di kantus internus dan merupakan selaput pembentuk kelopak mata dalam beberapa hewan kelas rendah. Struktur epidermoid kecil semacam daging (caruncula) menempel secara superfisial ke bagian dalam plica semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengandung baik elemen kulit maupun membran mukosa3. Histologi Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silindris bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas carunculan, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri atas sel-sel epitel skuamosa bertingkat. Sel-sel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresikan mukus. Mukus yang terbentuk mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispresi lapisan air mata prakornea secara merata. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superfisial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen3. Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Hal ini mejelaskan gambaran reaksi papilar pada radang konjungtiva. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata3. Kelenjar lakrimal aksesorius (kelenjar Krause dan Wolfring), yang struktur dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak dalam stroma. Sebagian besar kelenjar Krause berada di forniks atas, sisanya ada di forniks bawah. Kelenjar Wolfring terletak di tepi atas tarsus atas3.
Perdarahan, Limfatik, & Persarafan Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteria ciliaris anterior dan arteria palpebralis. Kedua arteri in beranastomosis dengan bebas dan –bersama banyak vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya – membentuk jaringan-jaringan vaskular konjungtiva yang sangat banyak. Pembuluh limfe konjungtiva tersusun di dalam lapisan superfisial dan profundus dan bergabung dengan pembuluh limfe palpebra membentuk pleksus limfatikus yang kaya. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan (oftalmik) pertama nervus V. Saraf ini memiliki serabut nyeri yang relatif sedikit3. C. Definisi Vernal keratokonjungtivitis (VKC) adalah inflamasi alergi pada konjungtiva, bilateral, yang biasanya berulang secara musiman, ditandai oleh hipertrofi gelatin limbal dan/atau papila besar pada konjungtiva tarsal4. D. Tanda dan Gejala Vernal keratokonjungtivitis (VKC) biasanya bilateral, meskipun kadang-kadang dapat muncul secara unilateral, paling tidak pada awalnya. Gejala utamanya adalah gatal pada mata, diikuti dengan sobekan, keluarnya selaput lendir, fotofobia parah, blepharospasm dan sensasi benda asing4. VKC dapat hadir sebagai penyakit palpebral murni atau limbal murni, tetapi berbagai penampilan campuran ada. Tanda khas palpebral VKC adalah hiperplasia papiler konjungtiva tarsal atas, mulai dari papilla berdiameter 1 mm hingga papillae batu raksasa atau batu bulat ( Gambar 2)4. Papilla yang mungkin mencapai ukuran 7-8 mm dikenal sebagai cobblestone papillae. Ukuran papilla berkorelasi positif dengan persistensi atau memburuknya gejala selama follow-up jangka panjang. Papila ini menjadi sangat bengkak selama tahap aktif tetapi bertahan bahkan selama tahap diam5.
Gambar 2. Reaksi papiler raksasa konjungtiva tarsal cobblestone papillae (Smedt et al, 2012).
Tanda klinis yang dominan pada VKC limbal adalah infiltrasi jaringan subconjunctival limbal yang membentuk nodul, kadang-kadang disertai oleh pannus neovaskularisasi superfisial dari kornea perifer, membuat limbus tampak menebal dan buram yang dikenal sebagai Horner-Trantas dots yang merupakan debris dari eosinofil dan sel epitel yang terdegenerasi (gambar 3)4,5.
Gambar 3. Dalam kasus keratoconjunctivitis verba limbal ini, limbus tampak menebal dan buram dan diatapi oleh Horner-Trantas dots papillae (Smedt et al, 2012).
Bonini et al. (2000) menilai papila pada konjungtiva tarsal atas atau pada limbus korneoskleral sebagai berikut5: 1. Grade 0: tidak ada reaksi papiler. 2. Grade 1+: beberapa papila, 0,2 mm tersebar luas di konjungtiva tarsal atau di sekitar limbus.
3. Grade 2+: papila 0,3-1 mm di atas konjungtiva tarsal atau di limbus. 4. Grade 3+: papila 1-3 mm di seluruh konjungtiva tarsal atau untuk 360° di sekitar limbus. 5. Grade 4+: papila lebih dari 3 mm di atas konjungtiva tarsal atau penampilan agar-agar pada limbus yang menutupi kornea perifer. E. Patogenesis VKC secara tradisional telah dianggap sebagai reaksi hipersensitivitas IgE – sel mast yang dimediasi limfosit, seperti pada kejadiannya yang bersifat musiman, hubungan dengan riwayat atopi pribadi atau keluarga, peningkatan kadar sel mast, eosinofil, IgE spesifik, dan responsnya terhadap terapi anti alergi. Namun, sebagian besar pasien VKC kekurangan satu atau lebih dari karakteristik ini. Bonini dan rekannya menemukan bahwa 42% dan 47% dari penelitian kohort subjek VKC mereka masing-masing memiliki hasil negatif pada skin prick test dan radio-allergosorbent (RAST). Studi lain menunjukkan bahwa setidaknya 35% pasien VKC tidak memiliki riwayat atopik pribadi atau keluarga6. Pemeriksaan histopatologis konjungtiva yang terkena menunjukkan peningkatan jumlah sel mast, eosinofil (sel yang terkait dengan reaksi alergi), dan limfosit, baik di subepitel dan epitel, serta sel mononuklear, fibroblast, dan kolagen yang baru disekresi. Seiring perkembangan penyakit, infiltrasi sel dan deposisi kolagen baru membentuk papila raksasa. Temuan ini telah menyebabkan banyak orang menyimpulkan bahwa
patogenesis
VC
mewakili
interaksi
kompleks
antara
hipersensitivitas sel mast-IgE dan hipersensitivitas tipe limfositik dominan, dan mekanisme tidak spesifik6. Aktivasi dan degranulasi sel mast, baik dengan jalur termediasi IgE klasik atau dari rangsangan spesifik atau nonspesifik lainnya, memainkan peran penting dalam patogenesis VKC dan alergi mata lainnya. Sel mast tampaknya sangat terkonsentrasi di epitel dan stroma subepitel pasien VKC. Derivatif sel mast yang terbentuk sebelumnya, seperti histamin dan
triptase, telah berulang kali ditemukan meningkat pada pasien VKC. Histamin bertanggung jawab atas gatal dan kemerahan yang dialami pada alergi mata. Tryptase, protease netral yang hanya ada dalam sel mast, dianggap sebagai penanda yang lebih baik untuk aktivasi sel mast daripada histamin. Tryptase diadakan pada konsentrasi yang lebih tinggi dalam sel mast dan dapat dideteksi untuk periode yang lebih lama setelah rilis6. Meskipun banyak fitur VKC menunjukkan patogenesis alergi, penyakit mata ini tidak lagi dapat dianggap sebagai penyakit klasik yang diperantarai IgE tipe I, seperti yang termasuk dalam klasifikasi oleh Gell dan Coombs. Bahkan, tes kulit dan RAST sering negatif pada VKC dan beberapa pasien tidak memiliki riwayat atopi pribadi atau keluarga. Studi mediator imunohistokimia baru-baru ini menyarankan mekanisme dan definisi yang digerakkan oleh Th2, mirip dengan asma, dari 'penyakit radang alergi konjungtiva dengan sel mast, eosinofil, dan limfosit'. Pendukung dari definisi ini adalah temuan bahwa klon sel-T yang berasal dari jaringan VKC sebagian besar dari tipe Th2 dan dalam area CD4 dari biopsi VKC, ada peningkatan sinyal hibridisasi in situ untuk IL-5 yang terkait dengan peningkatan IL-57.
Gambar 4. Histopatologi papila raksasa. (a) Pewarnaan PAS menunjukkan pertumbuhan ke dalam epitel beberapa di antaranya menghasilkan musin (hipertrofi kelenjar), serat kolagen berlimpah dengan fibroblast. Sel-sel inflamasi dan neovaskularisasi juga dapat dihargai. (B) immunostaining Anticollagen I (9100) menunjukkan kolagen - I di bagian papilla raksasa. (c) Infiltrat sel inflamasi yang melimpah di VKC dengan banyak sel CD4 + (anti-CD4 immunostaining, 9400) (Vichyanond et al, 2014).
Limfosit Th2 bertanggung jawab baik untuk hiperproduksi IgE (interleukin 4, IL-4) dan untuk diferensiasi dan aktivasi sel mast (IL-3) dan eosinofil (IL-5). Sel mast dan basofil menyebabkan reaksi langsung (melalui pelepasan histamin) dan perekrutan sel inflamasi (limfosit dan eosinofil). Rekrutmen sel ini menghasilkan pelepasan mediator sel toksik lainnya (seperti protein kationik eosinofil, EDN / EPX) yang mengarah pada kerusakan epitel kornea. Beberapa sel inflamasi menginduksi proliferasi fibroblast dan produksi kolagen yang mengarah ke temuan konjungtiva yang khas7. F. Diagnosis Tanda-tanda dan gejala khas yang khas dari penyakit ini membuat diagnosis VKC cukup mudah. Identifikasi tanda dan gejala VKC memungkinkan diagnosis dini dan akurat dari penyakit ini. Saat ini, penentuan IgE total dan spesifik, serta tes kulit tidak dapat dianggap tes laboratorium tambahan yang berguna, karena lebih dari 50% pasien dengan VKC ditemukan negatif. Dalam kasus dilema diagnostik, pengikisan konjungtiva dapat dilakukan dalam menunjukkan adanya eosinofil yang menginfiltrasi epitel konjungtiva7. G. Terapi Terapi Medikamentosa Gejala iritasi mata, sensasi terbakar, dan kekaburan penglihatan disebabkan oleh adanya sitokin inflamasi dan infiltrat seluler pada permukaan konjungtiva. Membilas mata dengan jumlah salin normal dingin yang cukup menghilangkan sisa-sisa seluler dan zat-zat beracun ini dan dapat meredakan gejala-gejala signifikan8. Penggunaan antihistamin topikal saja belum menghasilkan hasil yang memuaskan dalam VKC, meskipun fakta bahwa histamin adalah mediator utama pada penyakit ini. Antihistamin yang lebih baru dengan sifat-sifat yang diperluas seperti epinastin dan olopatadin memiliki peran yang menjanjikan dalam peradangan mata alergi, agen ini telah semakin banyak digunakan dalam VKC meskipun tidak tersedianya data klinis dalam VKC
sedang hingga berat. Epinastin, selain menjadi antagonis H1 dan H2, menghambat neutrofil dan aktivasi eosinofil, juga menurunkan produksi sitokin Th2. Olopatadine, antihistamin kuat lainnya, menghambat regulasi sel mast konjungtiva anti-IgE yang distimulasi oleh ICAM-1 pada sel epitel konjungtiva in vitro8. Lodoxamide adalah agen penstabil sel mast yang memiliki efek penghambatan pada migrasi neutrofil dan eosinofil dan down mengatur ekspresi
ICAM-1
dalam
sel
epitel
konjungtiva
yang
dikultur.
Kemanjurannya telah ditunjukkan pada penyakit mata alergi, dan juga pada VKC8. Karena eksaserbasi sering terjadi pada VKC walaupun terus menggunakan stabilisator sel mast sebagai terapi pemeliharaan, pasien seringkali membutuhkan terapi kortikosteroid topikal yang kuat untuk menghasilkan pengendalian penyakit. Prednisolon, fluorometholon, dan deksametason sering dipilih untuk tujuan tersebut. Baru-baru ini, loteprednol, ‘soft steroid’ dengan sedikit efek pada tekanan intraokular, ditemukan sama efektifnya dengan prednisolon (dan lebih efektif daripada fluorometholone) di VKC8. Karena agen dual-acting cukup untuk mengontrol aktivitas penyakit dalam VKC sedang hingga berat, ada upaya yang meningkat untuk menemukan imunomodulator yang dapat menghambat sel T-helper, terutama sel Th2 - sel penting dalam VKC. Cyclosporine (CsA) dan tacrolimus adalah agen yang ditargetkan untuk tujuan ini, karena mereka menghambat aktivasi sel T melalui penghambatan kalsineurin dan dengan demikian mengurangi produksi sitokin inflamasi, termasuk IL-4 dan IL-58. Terapi Pembedahan Jarang, pasien VKC membutuhkan pendekatan bedah. Pengangkatan plak kornea secara bedah direkomendasikan hanya pada kasus yang persisten untuk mengurangi gejala parah dan untuk memungkinkan epitelisasi ulang kornea. Eksisi papila raksasa dengan mitomisin-C 0,02% intra-operatif diikuti dengan pengobatan topikal CsA hanya diindikasikan
pada kasus pseudoptosis mekanis atau adanya papila raksasa kasar dan penyakit aktif terus menerus8. H. Komplikasi Keratoconjunctivitis vernal berat biasanya merupakan penyakit yang sembuh sendiri; Namun, dalam beberapa kasus komplikasi penglihatan dapat berkembang. Epitel kornea bertindak sebagai penghalang bagi patogen yang bersirkulasi, tetapi dapat menjadi rusak pada penyakit parah baik karena trauma dari papila tarsal atas dan berbagai molekul inflamasi yang kompleks. Kombinasi dari trauma berulang dan lingkungan inflamasi ini kemudian dapat menyebabkan ulkus dan plak yang melindungi. Ulkus perisai biasanya terbentuk pada sepertiga bagian atas kornea dan dapat menyebabkan komplikasi yang mengancam penglihatan pada hingga 6% pasien. Mereka mulai sebagai erosi epitel belang yang menyatu untuk membentuk macroerosions yang kemudian berkembang menjadi ulkus perisai yang kemudian dapat sembuh sendiri. atau mengembangkan konsekuensi lebih lanjut seperti keratitis bakteri. Plak terbentuk ketika puing-puing radang menumpuk di dasar ulkus pelindung. Mereka sangat resisten terhadap terapi topikal dan mungkin memerlukan intervensi bedah9. Pasien dengan keratoconjunctivitis vernal yang sudah berlangsung lama juga dapat mengalami defisiensi sel induk limbal karena peradangan yang berlangsung lama. Prevalensi defisiensi sel induk limbal pada pasien dengan VKC mungkin setinggi 1,2% dan terjadi pada pasien yang lebih tua dengan VKC. Komplikasi lain yang biasanya terkait dari vernal keratoconjunctivitis termasuk keratoconus dan astigmatisme tidak teratur karena seringnya menggosok mata pada populasi pediatrik atopik dan glaukoma
yang
diinduksi
kortikosteroid topikal9.
steroid
karena
sering
menggunakan
I. Prognosis Prognosis untuk pasien VKC umumnya baik dan penyakit ini umumnya sembuh sendiri dengan pengobatan yang tepat. Prognosis jangka panjang umumnya baik; namun 6% pasien mengalami kerusakan kornea, katarak, atau glaucoma10. Pada pasien yang diteliti, lebih dari setengahnya akan terus memiliki gejala
setelah
5
tahun
dan
keberadaan
mengindikasikan prognosis yang lebih buruk9.
papila
raksasa
dapat
BAB III PEMBAHASAN
Pasien datang ke poli mata RS Santa Anna Kendari dengan keluhan mata terasa perih sejak 1 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan mata sering berair dan rasa seperti ada benda asing yang masuk serta pandangan menjadi silau serta kabur. Riwayat penyakit mata sebelumnya (-), Riwayat penggunaan kacamata (-), riwayat penyakit keluarga (-), riwayat pengobatan sebelumnya (+) pasien sudah sering datang ke RS untuk kontrol. Pada pemeriksaan opthalmologis di dapatkan; visus VOD 6/12 dan VOS 6/6, slit lamp ditemukan cobble stone halus pada konjungtiva tarsal superior ODS. Keluhan dan temuan pada pasien diatas sesuai dengan kepustakaan bahwa gejala utama dari vernal keratokonjungtivitis (VKC) biasanya bilateral, fotofobia, dan sensai benda asing. Pasien ditatalaksana dengan terapi Cetrizine Tab 10mg 2x1, Metilprednisolon Tab 4mg 3x1, P-Pred ED 0,6 mL 4 ddgtt 1 ODS. Hal ini juga sesuai dengan kepustakaan bahwa VKC dapat dilakukan terapi dengan menggunakan antihistamin untuk menghambat neutrofil dan aktivasi eosinofil serta terapi kortikosteroid sebagai imunosupresan dalam pengendalian penyakit. Penggunaan Lodoxamide sebagai agen penstabil sel mast belum diberikan kepada pasien ini dan Cyclosporine (CsA) sebagai agen dual-acting untuk menghambat sel T-helper, terutama sel Th2 juga tidak diberikan kepada pasien ini. Pemeriksaan lanjutan yang dapat dianjurkan kepada pasien adalah pemeriksaan histopatologi
konjungtiva
untuk
menginfiltrasi epitel konjungtiva.
menunjukkan
adanya
eosinofil
yang
DAFTAR PUSTAKA 1. Leonardi, A. 2013. Management of Vernal Keratoconjunctivitis. Ophtalmol Ther. 2:73-88. 2. Lukitasari, A. 2012. Konjungtivitis Vernal. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. 12(1): 58-62. 3. Vaughan., Ashbury. 2016. Oftalmologi Umum. Ed XVII. EGC. Jakarta 4. Smedt, SD., Wildner, G., Kestelyn, P. 2012. Vernal Keratoconjunvtivitis: an update. Br J Ophtalmol. 97:9-14. 5. Kumar, S. 2009. Vernal Keratoconjunctivitis: a Major Review. Acta Ophtalmol. 87:133-147. 6. Jun, J., Bielory, L., Raizman MB. 2008. Vernal Conjunctivitis. Elsevier: Immunol Allergy Clinics of North America.28:59-82. 7. Bonini, S., Coassin, M., Aronni, S., Lambiase A. 2004. Eye. 18:345-351. 8. Vichyanond, P., Pacharn, P., Pleyer, U., Andrea, L. 2014. Vernal Keratoconjunctivitis: a Severe Allergic Eye Disease with Remodeling Changes. Pediatric Allergy and Immunology. 25: 314-322. 9. Addis,
H.,
Jeng,
BH.
2018.
Vernal
Keratoconjungtivitis.
Clinical
Ophtalmology. 12:119-123. 10. Jivagi, SV., Raikar, HA., Khatib, ZI., Abhilasa, MN., Suhana, A. 2015. Clinical Profile Of Patients With Vernal Keratocojunctivitis. International Journal of Research in Medical Sciences. 3(10):2831-2834.