BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Etik merupakan prinsip yang menyangkut benar dan salah, baik dan buruk dalam hubungan dengan orang lain. Etik merupakan studi tentang perilaku, karakter dan motif yang baik serta ditekankan pada penetapan apa yang baik dan berharga bagi semua orang. Etik dapat digunakan untuk mendeskripsikan suatu pola atau cara hidup, sehingga etik merefleksikan sifat, prinsip dan standar seseorang yang mempengaruhi perilaku profesional. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa etik merupakan istilah yang digunakan untuk merefleksikan bagaimana seharusnya manusia berperilaku, apa yang seharusnya dilakukan seseorang terhadap orang lain. Nilai-nilai, keyakinan, dan filosofi individu memainkan peranan penting pada pengambilan keputusan etik yang menjadi bagian tugas rutin perawat. Peran perawat ditantang ketika harus berhadapan dengan masalah dilema etik, untuk memutuskan mana yang benar dan salah, apa yang dilakukannya jika tak ada jawaban benar atau salah, dan apa yang dilakukan jika semua solusi tampak salah. Dilema etik dapat bersifat personal ataupun profesional. Dilema sulit dipecahkan bila memerlukan pemilihan keputusan tepat diantara dua atau lebih prinsip etis. Penetapan keputusan terhadap satu pilihan, dan harus membuang yang lain menjadi sulit karena keduanya sama-sama memiliki kebaikan dan keburukan apalagi jika tak
satupun keputusan memenuhi semua kriteria. Berhadapan dengan dilema etis bertambah pelik dengan adanya dampak emosional seperti rasa marah, frustrasi, dan takut saat proses pengambilan keputusan rasional. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini berkembang sangat besar. Manusia mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menggunakan rasa, karsa dan daya cipta yang dimiliki. Salah satu bidang iptek yang berkembang pesat dewasa ini adalah teknologi reproduksi. Teknologi reproduksi adalah ilmu reproduksi atau ilmu tentang perkembangbiakan yang menggunakan peralatan serta prosedur tertentu untuk menghasilkan suatu produk (keturunan). Salah satu teknologi reproduksi yang telah banyak dikembangkan adalah inseminasi buatan. Inseminasi buatan merupakan terjemahan dari artificial insemination yang berarti memasukkan cairan semen (plasma semen) yang mengandung sel-sel kelamin pria (spermatozoa) yang diejakulasikan melalui penis pada waktu terjadi kopulasi atau penampungan semen terhadap sel telur wanita. Hal ini akhirnya memunculkan isu etis yaitu masalah-masalah etis yang berkembang dalam dilema etik itu sendiri. Beberapa Persoalan yang muncul dari hasil-hasil inseminasi ini antara lain, bagaimana hak anak untuk mengetahui ayahnya yang sesungguhnya, hak untuk mengetahui latar belakang ayahnya, dan bagaimana hak sang donor untuk dirahasiakan identitasnya, termasuk terhadap anak yang dihasilkan dari pembuahan oleh sel sperma sang donor. Pada makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai dilema etik disertai dengan isu etis transplansi yang berkembang di masyarakat.
1.2 Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui apa pengertian dilema etik serta prinsip-prinsip yang diterapkan dalam penyelesaian dilema etik tersebut. 2. Untuk mengetahui salah beberapa contoh kasus inseminasi buatan yang berkembang di masyarakat. 3. Untuk mengetahui resiko dan dampak inseminasi buatan. 4. Untuk memahami dan mengetahui beberapa pandangan tentang inseminasi buatan dari segi agama, sosial, dan hukum.
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Konsep Bayi Tabung A. Pengertian Inseminasi Bayi Tabung Pelayanan terhadap bayi tabung dalam dunia kedokteran sering dikenal dengan istilah fertilisasi-in-vintro yang merupakan pembuahan sel telur oleh sel sperma di dalam tabung petri yang dilakukan oleh petugas medis. Bayi tabung merupakan suatu teknologi reproduksi berupa teknik pembuahan sel telur (ovum) di luar tubuh wanita. Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses ovulasi secara hormonal, pemindahan sel telur dari ovarium dan pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah
medium
cair.
Awal
berkembangnya
teknik
ini
bermula
dari
ditemukannyateknik pengawetan sperma. Sperma bisa bertahan hidup lama bila dibungkus dalam gliserol yang dibenamkan dalam cairan nitrogen pada temperatur 321 derajat fahrenheit. Pada mulanya program ini bertujuan untuk menolong pasangan suami istri yang tidak mungkin memiliki keturunan secara alamiah disebabkan tuba falopi istrinya mengalami kerusakan permanen. Namun kemudian mulai ada perkembangan dimana kemudian program ini diterapkan pada yang memiliki penyakit atau kelainan lainnya yang menyebabkan tidak dimungkinkan untuk memperoleh keturunan. Inseminasi buatan atau bayi tabung ialah upaya pembuahan yang dilakukan dengan cara mempertemukan sperma dan ovum tidak melalui hubungan langsung
(bersenggama). Hal ini dilakukan melalui proses pembuahan sperma dan sel telur (Fertilisasi) di dalam gelas (in vitro, latin) atau dengan kata lain ikhtiar mempertemukan sel telur (ovum) dengan sperma di luar kandungan, kemudian dimasukkan lagi ke rahim setelah pembuahan terjadi. Tujuannya
adalah
untuk
memperoleh
keturunan
yang diharapkan,
maksudnya, dengan cara inseminasi buatan atau bayi tabung itu si pasien mendapatkan anak sesuai dengan keinginannya.
B. Latar Belakang Inseminasi Buatan atau Bayi Tabung Dalam dunia kedokteran sistem inseminasi buatan atau bayi tabung ini bukan merupakan hal yang baru. Bangsa Arab telah mempraktekan sistem ini pada abad 14 dalam upaya mengembangbiakan peternakan kuda dan mulai dikenal di dunia Barat pada akhir abad ke-18. John Hanter adalah dokter pertama dari Inggris yang merekayasa sistem ini tahun 1899 M, yaitu dengan experimen pada sepasang suami isteri. Pada tahun 1978 di Inggris, dokter Step Toe berhasil melakukan inseminasi ini pada pasangan tuan dan nyonya Brown. Pada tahun 1918 M di Perancis terjadi inseminasi buatan atau bayi tabung dengan benih selain dari suami isteri. Kemudian muncul bank-bank sperma untuk mendukung penemuan baru tersebut. Yang menjadi persoalan dalam praktek inseminasi buatan/ bayi tabung ini bukan prosesnya itu sendiri, tapi sperma siapa yang digunakan, dan sel telur siapa yang dibuahi. Karena
itu praktek inseminasi buatan ini ditinjau dari aspek subyeknya (Pasien) adalah sebagai berikut: a) Inseminasi buatan/bayi tabung dari sperma dan ovum suami isteri yang dimasukkan kedalam rahim isterinya sendiri. b) Inseminasi buatan/bayi tabung dari sperma dan ovum suami isteri yang dimasukkan ke dalam rahim selain isterinya. Atau disebut juga sewa rahim. c) Inseminasi buatan/bayi tabung dengan sperma dan ovum yang diambil dari bukan suami/isteri. Inseminasi buatan/bayi tabung dengan sperma yang dibekukan dari suaminya yang sudah meninggal.
C. Langkah-langkah bayi tabung Sebelum menjalani program bayi tabung, di Brawijaya Fertility Centre, pasutri akan mendapat penjelasan proses, kemudian menjalani pemeriksaan awal apakah memenuhi syarat yang akan diputuskan dalam rapat tim ahli. Secara umum proses bayi tabung terdiri dari 8 tahap: 1. Pemeriksaan USG, hormon, saluran telur dan sperma 2. Penyuntikan obat penekan hormon 3. Penyuntikan obat untuk membesarkan sel telur 4. Pengambilan sel telur 5. Pembuahan 6. Pengembangan embrio 7. Penanaman embrio
8. Menunggu hasil Waktu yang diperlukan dalam menjalani bayi tabung 4 hingga 6 minggu, sebagi berikut: Embrio yang ditanamkan dalam proses bayi tabung adalah 2 - 3 embrio stadium 6-8 sel akan ditanam ke dalam rahim. Menurut sejumlah ahli, inseminasi buatan atau bayi tabung secara garis besar dibagi menjadi dua: a) Pertama : Pembuahan di dalam rahim. Dilakukan dengan dua cara yaitu: Cara pertama: Sperma laki-laki diambil, kemudian disuntikan pada tempat yang sesuai dalam rahim sang istri sehingga sperma tersebut akan bertemu dengan sel telur istri kemudian terjadi pembuahan yang akan menyebabkan kehamilan. Cara seperti ini dibolehkan oleh Syare’ah, karena tidak terjadi pencampuran nasab dan ini seperti kehamilan dari hubungan seks antara suami dan istri. Cara kedua:Sperma seorang laki-laki diambi, kemudian disuntikan pada rahim istri orang lain, atau wanita lain, sehingga terjadi pembuahan dan kehamilan. Cara sperti ini hukum haram, karena akan terjadi percampuran nasab, halini sebagaimana seorang laki-laki yang berzina dengan wanita lain yang menyebabkan wanita tersebut hamil. b) Kedua : Pembuahan di luar rahim. Cara pertama: Sperma suami dan sel telur istrinya diambil dan dikumpulkan dalam sebuah tabung agar terjadi pembuahan. Setelah dirasa cukup, maka hasil pembuahan tadi dipindahkan ke dalam rahim istrinya yang memiliki sel telur tersebut Hasil pembuahan tadi akan berkembang di dalam rahim istri tersebut, sebagaimana orang yang hamil kemudian melahirkan ana yang dikandungnya.
Bayi tabung dengan proses seperti di atas hukumnya boleh, karena tidak ada percampuran nasab. Cara kedua :Sperma seorang laki-laki dicampur dengan sel telur seorang wanita yang bukan istrinya ke dalam satu tabung dengan tujuan terjadinya pembuahan. Setelah itu, hasil pembuahan tadi dimasukkan ke dalam rahim istri laki-laki tadi. Bayi tabung dengan cara seperti ini jelas diharamkan dalam Islam, karena akan menyebabkan tercampurnya nasab. Cara ketiga :Sperma seorang laki-laki dicampur dengan sel telur seorang wanita yang bukan istrinya ke dalam satu tabung dengan tujuan terjadinya pembuahan. Setelah itu, hasil pembuahan tadi dimasukkan ke dalam rahim wanita yang sudah berkeluarga. Ini biasanya dilakukan oleh pasangan suami istri yang tidak mempunyai anak, tetapi rahimnya masih bia berfungsi. Bayi tabung dengan proses seperti ini jelas dilarang dalam Islam. Cara keempat: Sperma suami dan sel telur istrinya diambil dan dikumpulkan dalam sebuah tabung agar terjadi pembuahan. Setelah dirasa cukup, maka hasil pembuahan tadi dipindahkan ke dalam rahim seorang wanita lain. Ini jelas hukumnya haram. Sebagian orang menamakannya ” Menyewa Rahim “. Cara kelima :Sperma suami dan sel telur istrinya yang pertama diambil dan dikumpulkan dalam sebuah tabung agar terjadi pembuahan. Setelah dirasa cukup, maka hasil pembuahan tadi dipindahkan ke dalam rahim istri kedua dari laki-laki pemilik sperma tersebut. Walaupun istrinya pertama yang mempunyai sel telur
telah rela dengan hal tersebut, tetap saja bayi tabung dengan proses semacam ini haram, hal itu dikarenakan tiga hal: o Karena bisa saja istri kedua yang dititipi sel telur yang sudah dibuahi tersebut hamil dari hasil hubungan seks dengan suaminya, sehingga bisa dimungkinkan bayi yang ada di dalam kandungannya kembar, dan ketika keduanya lahir tidak bisa dibedakan antara keduanya, tentunya ini akan menyebabkan percampuran nasab yang dilarang dalam Islam. o Seandainya tidak terjadi bayi kembar, tetapi bisa saja sel telur dari istri pertama mati di dalam rahim istri yang kedua, dan pada saat yang sama istri kedua tersebut hamil dari hubungan seks dengan suaminya, sehingga ketika lahir, bayi tersebut tidak diketahui apakah dari istri yang pertama atau istri kedua. Anggap saja kita mengetahui bahwa sel telur dari istri pertama yang sudah dibuahi tadi menjadi bayi dan lahir dari rahim istri kedua, maka masih saja hal tersebut meninggalkan problem, yaitu siapakah sebenarnya ibu dari bayi tersebut, yang mempunyai sel telur yang sudah dibuahi ataukah yang melahirkannya ? Tentunya pertanyaan ini membutuhkan jawaban.
D. Macam-macam Proses Bayi Tabung 1. Pembuahan Dipisahkan dari Hubungan Suami-Isteri. Teknik bayi tabung memisahkan persetubuhan suami – istri dari pembuahan bakal anak. Dengan teknik tersebut, pembuahan dapat dilakukan tanpa persetubuhan. Keterarahan perkawinan kepada kelahiran baru
sebagaimana diajarkan oleh Gereja tidak berlaku lagi. Dengan demikian teknik kedokteran telah mengatur dan menguasai hukum alam yang terdapat dalam tubuh manusia pria dan wanita. Dengan pemisahan antara persetubuhan dan pembuahan ini, maka bisa muncul banyak kemungkinan lain yang menjadi akibat dari kemajuan ilmu kedokteran di bidang pro-kreasi manusia. 2. Wanita Sewaan untuk Mengandung Anak. Ada kemungkinan bahwa benih dari suami – istri tidak bisa dipindahkan ke dalam rahim sang istri, oleh karena ada gangguan kesehatan atau alasan – alasan lain. Dalam kasus ini, maka diperlukan seorang wanita lain yang disewa untuk mengandung anak bagi pasangan tadi. Dalam perjanjian sewa rahim ini ditentukan banyak persyaratan untuk melindungi kepentingan semua pihak yang terkait. Wanita yang rahimnya disewa biasanya meminta imbalan uang yang sangat besar. Suami – istri bisa memilih wanita sewaan yang masih muda, sehat dan punya kebiasaan hidup yang sehat dan baik. praktik seperti ini biasanya belum ada ketentuan hukumnya, sehingga kalau muncul kasus bahwa wanita sewaan ingin mempertahankan bayi itu dan menolak uang pembayaran, maka pastilah sulit dipecahkan. 3. Sel Telur atau Sperma dari Seorang Donor. Masalah ini dihadapi kalau salah satu dari suami atau istri mandul; dalam arti bahwa sel telur istri atau sperma suami tidak mengandung benih untuk pembuahan. Itu berarti bahwa benih yang mandul itu harus dicarikan penggantinya melalui seorang donor.
Masalah ini akan menjadi lebih sulit karena sudah masuk unsur baru, yaitu benih dari orang lain. Pertama, apakah pembuahan yang dilakukan antara sel telur istri dan sel sperma dari orang lain sebagai pendonor itu perlu diketahui atau disembunyikan identitasnya. Kalau wanita tahu orangnya, mungkin ada bahaya untuk mencari hubungan pribadi dengan orang itu. Ketiga, apakah pria pendonor itu perlu tahu kepada siapa benihnya telah didonorkan. Masih banyak masalah lain lagi yang bisa muncul. 4. Munculnya Bank Sperma Praktik bayi tabung membuka peluang pula bagi didirikannya bank – bank sperma. Pasangan yang mandul bisa mencari benih yang subur dari bank – bank tersebut. Bahkan orang bisa menjual – belikan benih – benih itu dengan harga yang sangat mahal misalnya karena benih dari seorang pemenang Nobel di bidang kedokteran, matematika, dan lain-lain. Praktek bank sperma adalah akibat lebih jauh dari teknik bayi tabung. Kini bank sperma malah menyimpannya dan memperdagangkannya seolah – olah benih manusia itu suatu benda ekonomis. Tahun 1980 di Amerika sudah ada 9 bank sperma non – komersial. Sementara itu bank – bank sperma yang komersil bertumbuh dengan cepat. Wanita yang menginginkan pembuahan artifisial bisa memilih sperma itu dari banyak kemungkinan yang tersedia lengkap dengan data mutu intelektual dari pemiliknya. Identitas donor dirahasiakan dengan rapi dan tidak diberitahukan kepada wanita yang mengambilnya, kepada penguasa atau siapapun.
2.2 Contoh Kasus Perjalanan Penantian Memperoleh Anak Kami adalah sepasang suami istri yang memulai hidup berumah tangga pada tanggal 25 Maret 2001. Saya adalah seorang tunanetra sedangkan istriku berpengelihatan awas.Upacara pernikahan yang teramat sederhana menandai permulaan kami menempuh hidup bersama sebagai suami istri. Kehidupan dalam tatanan yang sama sekali baru bagi kami tentu saja tidak mudah dijalani. Kami sering terlibat dalam beda pendapat yang berujung pada pertengkeraan. Pertengkaran demi pertengkaran menjadikan kami
semakin menyadari kepribadian masing-masing.
Kesadaran yang semakin tumbuh menambah rasa membutuhkan di antara kami. Setelah satu tahun menempuh hidup berumah tangga, ternyata kami belum dikaruniai keturunan. Tanda-tanda kehamilan belum pernah nampak pada istriku. Menyadari keadaan itu, saya teringat pesan salah seorang paman yang berprofesi sebagai dokter kandungan, jika pernikahan sudah berusia satu tahun dan belum menampakan
tanda-tanda
kehamilan
pada
istri
maka
sebaiknya
segera
dikonsultasikan ke dokter. Hal itu disebabkan semakin lama tidak dikonsultasikan berarti semakin sulit pertolongan yang diberikan dokter. Berdasar keterangan paman, saya lalu berkonsultasi langsung kepada paman sendiri karena beliau seorang dokter kandungan. Langkah awal yang diberikan paman adalah pemberian obat penyubur selama satu bulan pada istri saya. Satu bulan berlalu tetapi belum ada tanda kehamilan juga. Lalu pengobatan diulang untuk periode satu bulan lagi
dan tanda kehamilan belum datang juga.
Memasuki bulan ketiga, saya diminta melakukan tes sperma. Hasil tes menunjukkan bahwa jumlah sperma saya pada batas minimal dan terjadi aglitinasi yang cukup tinggi. Aglitinasi adalah terikatnya ekor sperma satu dengan yang lain sehingga menghambat kemampuan bergerak menembus sel telur. Berdasarkan hasil tes itu, saya diminta paman berkonsultasi kepada dokter andrologi. Dokter andrologi melakukan pemeriksaan dan mengulang tes sperma. Hasil pemeriksaan menunjukkan saya mengalami herni dan varises di skortum (kantung buah zakar). Adapun tes sperma menunjukkan jumlah sperma minimal dan gerakan sperma di tempat lebih tinggi daripada gerakan lari sperma. Istri juga dikonsultasikan kepada seorang dokter kandungan etapi kali ini bukan paman. Hasil pemeriksaan ternyata keasaman yang disebabkan keputihan pada istriku cukup tinggi. Selanjutnya kami berdua sama-sama diterapi. Bulan demi bulan kami jalani dengan jadwal terapi yang ketat. Namun tanda-tanda kehamilan itu belum nampak. Suatu saat dokter andrologi meminta saya melakukan tes ketahanan hidup sperma selama 24 jam. Atas permintaan dokter itu saya menyetujuinya. Namun sebelum tes dilakukan dokter mengatakan, bahwa daripada mubasir sperma dibuang setelah dites, beliau meminta izin untuk memilih sperma terbaik dan kemudian diinseminasikan kepada istri saya. Atas permintaan itu pun saya menyetujuinya. Tes selesai dilakukan dan hasilnya spema saya cukup banyak yang dapat bertahan hidup selama 24 jam. Selanjutnya inseminasi dilakukan terhadap istri. Oleh karena inseminasi itu dilakukan tidak semata-mata dengan tujuan inseminasi dan
persiapannya pun tidak untuk inseminasi, kami tidak terlalu berpikir terjadi kehamilan.Ternyata kehendak Alloh SWT lebih berkuasa dibanding apapun juga. Istriku terlambat haid. Keterlambatan haid yang terjadi tidak meyakinkan sebagai tanda kehamilan
karena kadang-kadang timbul bercak darah. Ditambah lagi
inseminasi tidak dilakukan semata-mata untuk itu semakin membuat tidak berpikir terjadi kehamilan. Namun perasaanku mengatakan ada kehadiran mahluk Alloh SWT yang hadir di antara kami. Saya juga tiba-tiba senang terhadap rujak dan sering letih. Sesuatu yang lebih aneh bagiku adalah keingiinan terhadap suatu barang tidak dapat ditolak oleh akal sehat. Keadaan itu tidak dirasakan istriku sama sekali. Menyadari kejadian yang tidak biasanya itu saya meminta istri tes kehamilan. Istri menolak melakukannya dengan alasan dia tidak merasa apa-apa. Mendapat reaksi itu membuat saya agak memaksa istri untuk tes. Disebabkan tes yang dilakukan setengah terpaksa, isriku mengalami kesulitan untuk buang air kecil saat tes. Setelah minum dalam jumlah banyak akhirnya dapat buang air kecil dan tes dilakukan. Hasil tes sungguh diluar dugaan karena ternyata istriku hamil. Kegembiraan tentu kami beserta keluarga besar
rasakan. Di balik
kegembiraan kami terselip rasa khawatir, yaitu kecemasan. Kecemasan itu berkaitan dengan bercak darah yang merupakan tanda terjadi pendarahan. Dokter berusaha menyelamatkan janin kami dengan memberi obat penguat. Doa demi doa kami lantumkan kepada Alloh SWT sebagai pemilik hidup dan mati manusia agar menyelamatkan janin kami. Alloh SWT melalui takdirNya akhirnya meggariskan
tanggal 14 September 2003 janin kami terpaksa dicuret karena sudah tidak tumbuh lagi. Kami hanya dapat menangis menghadapi kejadian yang melenyapkan harapan selama ini. Itulah saat iman kami sangat turun karena lupa bahwa segala sesuatu berasa dari Alloh SWT dan akan kembali kepada Alloh SWT. Setelah operasi, janin yang dikeluarkan kemudian diperiksa. Alhamdulillah tidak ada jaringan yang bersifat ganas. Selanjutnya istri dites torch. Dalam tes ini diketahui beberapa virus termasuk tokso bersarang di darah istriku. Pengobatan selama tiga bulan tanpa boleh putus lalu dilakukan untuk menekan jumlah virus tokso dalam darah. Tiga bulan berlalu dan inseminasi mulai dicoba diulang, tetapi kali ini dengan persiapan matang dan dilakukan oleh dokter kandungan. Sekali lagi Alloh SWT melalui takdir-Nya menunjukkan kekuasaan yang tidak
tertanding oleh siapapun dan apapun. Ternyata inseminasi kali ini gagal.
Kehamilan yang diharap belum datang kepada istriku. Hal ini tentu saja menggoncangkan semangat juang kami. Beberapa bulan kami menghentikan usaha yang selama ini dilakukan. Istirahat tersebut selain untuk menyusun semangat juang, juga guna mengumpulkan uang kembali yang selama ini tersedot dalam jumlah besar. Setelah semangat terkumpul kembali, kami mulai kembali. Kali ini kami ulang dari dokter andrologi sebagaimana pada awal terapi. Terapi mulai dilakukan dan inseminasi mulai dipersiapkan kembali. Obat-obat mulai kami konsumsi dan tanggal inseminasi pun sudah ditentukan. Alloh Yang Maha Besar sekali lagi memperlihatkan kekuasaan kepada kami hamba-hamba-Nya yang lemah. Bulan Juni
tahun 2004 ternyata istriku terlambat haid, tetapi kali ini tanpa diikuti bercak darah dan tanpa inseminasi. Ketidakyakinan terjadinya kehamilan sekali lagi meliputi istriku. Kali ini aku membujuk untuk tes kehamilan tanpa paksaan melainkan pemahaman baik dan buruk ketidakyakinan yang timbul. Aku menyatakan menghormati ketidakmauannya untuk tes, di lain sisi aku memberi gambaran sisi negatifnya. Sisi negatif tersebut adalah jika tidak diketahui hamil atau tidak padahal haid terlambat, maka saat berhubungan akan timbul keraguan dalam bawah sadarku tentang hamil atau tidaknya sang istri. Perlu diketahui di sini bahwa janin berumur tri semester pertama sangat lemah dan rentan terkena pancaran sperma. Akhirnya istriku memahaminya dan mau melakukan tes. Dalam tes kali ini terjadi sekali lagi kelucuan, yaitu alat tesnya terbalik. Bagaimana mungkin timbul hasil hamil atau tidak jika alat tesnya terbalik? Setelah menyadarinya istriku mengulang dan ternyata dia hamil.
Pertanyaan 1. Bagaimana menurut pendapat anda tentang kasus di atas? 2. Bagaimana menurut pandangan dari Segi Agama, Sosial, dan Hukum tentang inseminasi buatan?
Jawaban pertanyaan no 1: Pada kasus ini dapat ditemukan bahwa sang suami mengalami aglitinasi. Aglitinasi adalah terikatnya ekor sperma satu dengan yang lain sehingga menghambat
kemampuan bergerak menembus sel telur. Selain itu sang suami mengalami herni dan varises di skrotum (kantung buah zakar) sehingga gerakan sperma di tempat lebih tinggi daripada gerakan lari sperma. Sedangkan, pada istri terdapat kelainan keasaman yang cukup tinggi disebabkan oleh keputihan. Karena kelainan tersebutlah mereka mencoba melakukan inseminasi buatan. Setelah melakukan berbagai tahapan, inseminasi buatan pertama berhasil tetapi ternyata rahim sang istri tidak kuat sehingga mengalami pendarahan dan akhirnya keguguran. Sedangkan inseminasi kedua juga mengalami kegagalan. Berbagai terapi telah diikuti dan berbagai obatobatan telah dikonsumsi untuk memperlancar proses inseminasi selanjutnya. Namun, sebelum proses inseminasi ketiga dilaksanakan sang istri sudah hamil tanpa menjalankan proses inseminasi buatan tersebut. Hal ini menandakan bahwa kemajuan teknologi reproduksi khususnya dalam kasus inseminasi tidak selalu membuahkan hasil yang diharapkan karena kemajuan teknologi (inseminasi buatan) merupakan hasil karya manusia yang terkadang memiliki kelemahan dan tidak dapat melampaui kodrat Tuhan. Semua kembali itu kepada Tuhan sebagai penentu kehidupan, selain itu manusia hanya bisa berencana dan berusaha.
Jawaban pertanyaan no 2: a)
Segi Agama Sekelompok agamawan menolak teknologi reproduksi (inseminasi buatan) karena
mereka meyakini bahwa kegiatan tersebut sama artinya bertentangan dengan ajaran
Tuhan yang merupakan Sang Pencipta. Tuhan adalah kreator terbaik. Manusia dapat saja melakukan campur tangan dalam pekerjaannya termasuk pada awal perkembangan embrio untuk meningkatkan kesehatan atau untuk meningkatkan ruang terjadinya kehamilan, namun perlu diingat Tuhan adalah Sang pemberi hidup. b) Segi Sosial Posisi anak menjadi kurang jelas dalam tatanan masyarakat, terutama bila sperma yang digunakan berasal dari bank sperma atau sel sperma yang digunakan berasal dari pendonor, akibatnya status anak menjadi tidak jelas. Selain itu juga, di kemudian hari mungkin saja terjadi perkawinan antar keluarga dekat tanpa di sengaja, misalnya antar anak dengan bapak atau dengan ibu atau bisa saja antar saudara sehingga besar kemungkinan akan lahir generasi cacat akibat inbreeding. Lain halnya dengan kasus seorang janda yang ditinggal mati suaminya, dan dia ingin mempunyai anak dari sperma beku suaminya. Hal ini dianggap etis karena sperma yang digunakan berasal dari suaminya sendiri sehingga tidak menimbulkan masalah sosial, karena status anak yang dilahirkan merupakan anak kandung sendiri. Kasus lainnya adalah seorang wanita ingin mempunyai anak dengan inseminasi tetapi tanpa menikah, dengan alasan ingin mempunyai keturunan dari seseorang yang diidolakannya seperti artis dan tokoh terkenal. Kasus tersebut akan menimbulkan sikap tidak etis, karena sperma yang diperoleh sama halnya dari sperma pendonor, sehingga akan menyebabkan persoalan dalam masyarakat seperti status anak yang tidak jelas. Selain itu juga akan
ada pandangan negatif kepada wanita itu sendiri dari masyarakat sekitar, karena telah mempunyai anak tanpa menikah dan belum bersuami. c)
Segi Hukum Dilihat dari segi hukum pendonor sperma melanggar hukum. Contoh kasus pada
bulan Juni 2002, pengadilan di Stockholm, Swedia menjatuhkan hukuman kepada laki-laki yang mengaku sebagai pendonor sperma kepada pasangan lesbian yang akhirnya bercerai. Dan diberi sanksi untuk memberi tunjangan terhadap 3 orang anak hasil inseminasi spermanya, sebesar 2,5 juta perbulan. Dalam kasus ini akan timbul sikap etis dan tidak etis. Sikap etis timbul dilihat dari sikap pendonor sperma yang telah memberikan spermanya kepada pasangan lesbian, karena berusaha untuk membantu pasangan tersebut untuk mempunyai anak. Sedangkan sikap tidak etis muncul
dari
pasangan
lesbian
yang
bercerai,
karena
telah
menuntut
pertanggungjawaban kepada pendonor sperma yang mengaku sebagai ayahnya untuk memberikan tunjangan hidup bagi ke-3 anak hasil inseminasi spermanya. Dengan demikian maka inseminasi buatan harus berlandaskan nilai etika tertentu, karena bagaimanapun juga perkembangan dalam dunia bioteknologi tidak lepas dari tanggung jawab manusia sebagai agen moral dan subjek moral. Etika diperlukan untuk menentukan arah perkembangan bioteknologi serta perkembangannya secara teknis, sehingga tujuan yang menyimpang dan merugikan bagi kemanusiaan dapat dihindarkan. Dan yang penting perlu diterapkannya aturan resmi pemerintah dalam pelaksanaan dan penerapan bioteknologi, sehingga ada pengawasan yang intensif terhadap bahaya potensial yang mungkin timbul akibat kemajuan bioteknologi.
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Inseminasi buatan harus berlandaskan nilai etika tertentu, karena bagaimanapun juga perkembangan dalam dunia bioteknologi tidak lepas dari tanggung jawab manusia sebagai agen moral dan subjek moral. Etika diperlukan untuk menentukan arah perkembangan bioteknologi serta perkembangannya secara teknis, sehingga tujuan yang menyimpang dan merugikan bagi kemanusiaan dapat dihindarkan. Dan yang penting perlu diterapkannya aturan resmi pemerintah dalam pelaksanaan dan penerapan bioteknologi, sehingga ada pengawasan yang intensif terhadap bahaya potensial yang mungkin timbul akibat kemajuan bioteknologi.