Asuhan Keperawatan pada Balita
Dosen Pengampu: Ns. Diah Ratnawati, M. Kep, Sp. Kep. Kom Disusun Oleh: Endang Dwi S Ismi Zakiah Januarita Akhrina Ardita Qori Anjani Putri Zalfa Diah Ayu Kusumaningrum Tessya Deant
1610711055 1610711056 1610711057 1610711063 1610711064 1610711067 1610711070
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN “VETERAN” JAKARTA 2019
KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penyusun sehingga akhirnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.Makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan pada Balita. Pada kesempatan yang baik ini, izinkanlah penyusun menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah memberikan bantuan dan dorongan kepada penyusun dalam menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya.
Depok, 27 Februari 2019
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar Daftar Isi BAB I PENDAHULAN I.1Latar Belakang I.2Rumusan Masalah I.2Tujuan BAB II TINJAUAN TEORI II.1 Program Kesehatan II.2 Program kota sehat II.3 Prevalensi Populasi II.4 Karakteristik dan umbuh kembang balita II.5 Pengertian dan etiologi dan tanda dan gejala II.6 Akibat dan komplikasi II.7 Cara pencegahan II.8 Penatalaksanaan II.9 Kasus dan Asuhan Keperawatan
BAB III PENUTUP III.1 Kesimpulan III.2 Saran Daftar Pustaka
ii iii 1 2 2 3 7 9 11 17 23 24 30 31
40 40
iii
iv
BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Masalah gizi merupakan masalah yang ada di tiap-tiap negara, baik negara miskin, negara berkembang dan negara maju. Negara miskin cenderung dengan masalah gizi kurang, hubungan dengan penyakit infeksi dan negara maju cenderung dengan masalah gizi lebih (Soekirman, 2000). Saat ini di dalam era globalisasi dimana terjadi perubahan gaya hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi permasalahan gizi ganda. Di satu pihak masalah gizi kurang yang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi. Selain itu masalah gizi lebih yang disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu disertai dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi (Azrul,2004). Penanganan gizi buruk sangat terkait dengan strategi sebuah bangsa dalam menciptakan sumber daya manusia yang sehat, cerdas, dan produktif. Upaya peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas dimulai dengan cara penanganan pertumbuhan anak sebagai bagian dari keluarga dengan asupan gizi dan perawatan yang baik. Dengan lingkungan keluarga yang sehat, maka hadirnya infeksi menular ataupun penyakit masyarakat lainnya dapat dihindari. Di tingkat masyarakat faktor-faktor seperti lingkungan yang higienis, ketahanan pangan keluarga, pola asuh terhadap anak dan pelayanan kesehatan primer sangat menentukan dalam membentuk anak yang tahan gizi buruk. Secara makro, dibutuhkan ketegasan kebijakan, strategi, regulasi, dan koordinasi lintas sektor dari pemerintah dan semua stakeholders untuk menjamin terlaksananya poin-poin penting seperti pemberdayaan masyarakat, pemberantasan kemiskinan, ketahanan pangan, dan pendidikan yang secara tidak langsung akan mengubah budaya buruk dan paradigma di tataran bawah dalam hal perawatan gizi terhadap keluarga termasuk anak. Keberhasilan pembangunan nasional yang diupayakan oleh pemerintah dan masyarakat sangat ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia. Indikator yang digunakan untuk mengukur tinggi rendahnya kualitas sumber daya manusia antara lain Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks Kemiskinan Manusia (IKM). Pada umumnya IPM dan IKM mempunyai komponen yang sama, yaitu angka harapan hidup (tingkat kesehatan), penguasaan ilmu pengetahuan (tingkat pendidikan) dan standar kehidupan yang layak (tingkat ekonomi). Pada
1
IPM, standar hidup layak dihitung dari pendapatan per kapita, sementara IKM diukur dengan persentase penduduk tanpa akses terhadap air bersih, fasilitas kesehatan, dan balita kurang gizi. I.2 RUMUSAN MASALAH 1. apa saja program kesehatan gizi di Indonesia? 2. Apa saja program kota sehat? 3. Bagaimana prevalensi gizi buruk dan anemia pada balita? 4. Apa saja karakteristik dan bagaimana proses tumbuh-kembang pada balita? 5. Apa saja pengertian, etiologi, dan tanda gejala dari kasus? 6. Apa saja akibat dan komplikasi dari kasus? 7. Bagaimana cara pencegahan dalam kasus? 8. Apa saja penatalaksanaan yang dilakukan pada kasus? 9. Bagaimana asuahan keperawatan pada kasus? I.3 TUJUAN 1. Untuk mengetahui program kesehatan gizi di Indonesia 2. Untuk mengetahui program kota sehat 3. Untuk mengetahui prevalensi gizi buruk dan anemia pada balita 4. Untuk mengetahui karakteristik dan proses tumbuh-kembang pada balita 5. Untuk mengetahui pengertian, etiologi, tanda dan gejala yang ada didalam kasus 6. Untuk mengetahui akibat dan komplikasi yang ada di dalam kasus 7. Untuk mengetahui cara pencegahan yang ada di dalam kasus 8. Untuk mengetahui penatalaksanaan yang dilakukan 9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang ada didalam kasus
2
BAB II TINJAUAN TEORI II.1 Program Kesehatan Gizi di Indonesia 1. Posyandu Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar. a. Kegiatan Posyandu Terdiri dari kegiatan utama dan kegiatan pengembangan/pilihan. Kegiatan utama, mencakup; 1) Kesehatan ibu dan anak; 2) Keluarga berencana; 3) Imunisasi; 4) Gizi; 5) Pencegahan dan penanggulangan diare. Kegiatan pengembangan/pilihan, masyarakat dapat menambah kegiatan baru disamping lima kegiatan utama yang telah ditetapkan, dinamakan Posyandu Terintegrasi. Kegiatan baru tersebut misalnya; - Bina Keluarga Balita (BKB); Tanaman Obat Keluarga (TOGA); - Bina Keluarga Lansia (BKL); - Pos Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD); - berbagai program pembangunan masyarakat desa lainnya. Semua anggota masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan dasar yang ada di Posyandu terutama; - bayi dan anak balita; - ibu hamil, ibu nifas dan ibu menyusui; - pasangan usia subur; - pengasuh anak. b. Manfaat Posyandu 1) Bagi Masyarakat a) Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan bagi ibu, bayi, dan anak balita. b) Pertumbuhan anak balita terpantau sehingga tidak menderita gizi kurang atau gizi buruk. c) Bayi dan anak balita mendapatkan kapsul Vitamin A d) Bayi memperoleh imunisasi lengkap. e) Ibu hamil akan terpantau berat badannya dan memperoleh tablet tambah darah (Fe) serta imunisasi Tetanus Toksoid (TT). f) Ibu nifas memperoleh kapsul Vitamin A dan tablet tambah darah (Fe). g) Memperoleh penyuluhan kesehatan terkait tentang kesehatan ibu dan anak.
3
h) Apabila terdapat kelainan pada bayi, anak balita, ibu hamil, ibu nifas dan ibu menyusui dapat segera diketahui dan dirujuk ke puskesmas. i) Dapat berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang kesehatan ibu, bayi, dan anak balita 2) Bagi Kader a) Mendapatkan berbagai informasi kesehatan lebih dahulu dan lebih lengkap. b) Ikut berperan secara nyata dalam perkembangan tumbuh kembang anak balita dan kesehatan ibu. c) Citra diri meningkat di mata masyarakat sebagai orang yang terpercaya dalam bidang kesehatan. d) Menjadi panutan karena telah mengabdi demi pertumbuhan anak dan kesehatan ibu. c. Pemberian Asi ASI adalah makanan terbaik untuk bayi. ASI mudah dicerna oleh bayi dan mengandung zat gizi sesuai dengan kebutuhan untuk pertumbuhan kekebalan dan mencegah berbagai penyakit, serta untuk kecerdasan. 1) Beri ASI saja sampai anak berumur 6 bulan. 2) Setelah 6 bulan, teruskan menyusui sampai anak berumur 2 tahun dan berikan makanan pendamping ASI. 3) Makanan pendamping ASI berupa makanan lumat diberikan secara bertahap, mula-mula 2 kali berangsur sampai 3 kali sehari, dalam jumlah yang kecil sebagai makanan perkenalan. Kenalkan buah/ sari buah 2 kali sehari sedikit demi sedikit. d. Tumbuh kembang anak 1) Perhatikan tumbuh kembang anak secara teratur. 2) Bawa ke Posyandu untuk ditimbang, dapatkan kapsul vitamin A, imunisasi, stimulasi tumbuh kembang dan periksa kesehatan. 3) Timbanglah berat badan untuk memantau pertumbuhan anak sehingga dapat mencegah gizi kurang atau gizi buruk. Bila ditimbang berat badan tidak naik 2 bulan berturut-turut atau turun rujuk ke Puskesmas. 4) Beri makanan bergizi sesuai kelompok umur anak, agar tumbuh dan berkembang menjadi anak yang sehat dan cerdas. 5) Gunakan garam beryodium setiap kali masak. 6) Bila ada gangguan perkembangan anak, rujuk ke Puskesmas. 7) Bila anak sakit, bawa ke Puskesmas. e. Pemberian kapsul vitamin A 1) Vitamin A bersumber dari sayur-sayuran berwarna hijau (bayam, daun katuk, serta buah-buahan segar berwarna cerah seperti pepaya, tomat, wortel, mangga dan dari sumber hewani seperti telur, hati, ikan). 2) Vitamin A membuat mata sehat, tubuh kuat dan mencegah kebutaan. 4
3) Beri kapsul vitamin A pada bayi dan anak balita, kapsul biru dengan dosis 100.000 SI untuk bayi dan kapsul merah dengan dosis 200.000 SI untuk anak balita. 4) Dapatkan kapsul vitamin A secara gratis setiap bulan Februari dan Agustus di Posyandu atau Puskesmas 2. Pedoman Gizi Seimbang a. Tujuan Pedoman Gizi Seimbang Tujuan Pedoman Gizi Seimbang (PGS) bertujuan untuk menyediakan pedoman makan dan berperilaku sehat bagi seluruh lapisan masyarakat berdasarkan prinsip konsumsi anekaragam pangan, perilaku hidup bersih, aktivitas fisik dan mempertahankan berat badan normal. b. Sasaran Sasaran PGS adalah penentu kebijakan, pengelola program, dan semua pemangku kepentingan antara lain Lembaga Swadaya Masyarakat, organisasi profesi, organisasi keagamaan, perguruan c. Pengertian PGS Gizi Seimbang Susunan pangan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup bersih dan mempertahankan berat badan normal untuk mencegah masalah gizi. d. Empat Pilar Gizi Seimbang Pedoman Gizi Seimbang yang telah diimplementasikan di Indonesia sejak tahun 1955 merupakan realisasi dari rekomendasi Konferensi Pangan Sedunia di Roma tahun 1992. Pedoman tersebut menggantikan slogan “4 Sehat 5 Sempurna” yang telah diperkenalkan sejak tahun 1952 dan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam bidang gizi serta masalah dan tantangan yang dihadapi. Dengan mengimplementasikan pedoman tersebut diyakini bahwa masalah gizi beban ganda dapat teratasi. Prinsip Gizi Seimbang terdiri dari 4 (empat) Pilar yang pada dasarnya merupakan rangkaian upaya untuk menyeimbangkan antara zat gizi yang keluar dan zat gizi yang masuk dengan memonitor berat badan secara teratur. Empat Pilar tersebut adalah: 1) Mengonsumsi makanan beragam. Tidak ada satupun jenis makanan yang mengandung semua jenis zat gizi yang dibutuhkan tubuh untuk menjamin pertumbuhan dan mempertahankan kesehatannya, kecuali Air Susu Ibu (ASI) untuk bayi baru lahir sampai berusia 6 bulan. Contoh: nasi merupakan sumber utama kalori, tetapi miskin vitamin dan mineral; sayuran dan buah-buahan pada umumnya kaya akan vitamin, mineral dan serat, tetapi miskin kalori dan protein; ikan merupakan sumber utama protein tetapi sedikit kalori. Khusus 5
untuk bayi berusia 0-6 bulan, ASI merupakan makanan tunggal yang sempurna. Hal ini disebabkan karena ASI dapat mencukupi kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang dengan optimal, serta sesuai dengan kondisi fisiologis pencernaan dan fungsi lainnya dalam tubuh. 2) Membiasakan perilaku hidup bersih Perilaku hidup bersih sangat terkait dengan prinsip Gizi Seimbang : Penyakit infeksi merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi status gizi seseorang secara langsung, terutama anak-anak. Seseorang yang menderita penyakit infeksi akan mengalami penurunan nafsu makan sehingga jumlah dan jenis zat gizi yang masuk ke tubuh berkurang. Sebaliknya pada keadaan infeksi, tubuh membutuhkan zat gizi yang lebih banyak untuk memenuhi peningkatan metabolisme pada orang yang menderita infeksi terutama apabila disertai panas. Pada orang yang menderita penyakit diare, berarti mengalami kehilangan zat gizi dan cairan secara langsung akan memperburuk kondisinya. Demikian pula sebaliknya, seseorang yang menderita kurang gizi akan mempunyai risiko terkena penyakit infeksi karena pada keadaan kurang gizi daya tahan tubuh seseorang menurun, sehingga kuman penyakit lebih mudah masuk dan berkembang. Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa hubungan kurang gizi dan penyakit infeksi adalah hubungan timbal balik. 3) Melakukan aktivitas fisik. Aktivitas fisik yang meliputi segala macam kegiatan tubuh termasuk olahraga merupakan salahsatu upaya untuk menyeimbangkan antara pengeluaran dan pemasukan zat gizi utamanyasumber energi dalam tubuh. Aktivitas fisik memerlukan energi. Selain itu, aktivitas fisik juga memperlancar sistem metabolisme di dalam tubuh termasuk metabolisme zat gizi. Oleh karenanya, aktivitas fisik berperan dalam menyeimbangkan zat gizi yang keluar dari dan yang masuk ke dalam tubuh. 4) Mempertahankan dan memantau Berat Badan (BB) normal Bagi orang dewasa salah satu indikator yang menunjukkan bahwa telah terjadi keseimbangan zat gizi di dalam tubuh adalah tercapainya Berat Badan yang normal, yaitu Berat Badan yang sesuai untuk Tinggi Badannya. Indikator tersebut dikenal dengan Indeks Masa Tubuh (IMT). Oleh karena itu, pemantauan BB normal merupakan hal yang harus menjadi bagian dari ‘Pola Hidup’ dengan ‘Gizi Seimbang’, sehingga dapat mencegah penyimpangan BB dari BB normal, dan apabila terjadi penyimpangan dapat segera dilakukan langkah-langkah pencegahan dan penanganannya. Bagi bayi dan balita indikator yang digunakan adalah perkembangan berat badan sesuai dengan pertambahan umur. Pemantauannya dilakukan dengan menggunakan KMS.
6
e. Gizi Seimbang untuk Anak usia 2-5 tahun Kebutuhan zat gizi anak pada usia 2-5 tahun meningkat karena masih berada pada masa pertumbuhan cepat dan aktivitasnya tinggi. Demikian juga anak sudah mempunyai pilihan terhadap makanan yang disukai termasuk makanan jajanan. Oleh karena itu jumlah dan variasi makanan harus mendapatkan perhatian secara khusus dari ibu atau pengasuh anak, terutama dalam “memenangkan” pilihan anak agar memilih makanan yang bergizi seimbang. Disamping itu anak pada usia ini sering keluar rumah sehingga mudah terkena penyakit infeksi dan kecacingan, sehingga perilaku hidup bersih perlu dibiasakan untuk mencegahnya.
II.2 Program Kota Sehat 1. Bulan Penimbangan Balita Sebagai salah satu bentuk kegiatan peningkatan status gizi masyarakat, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Depok mencanangkan Bulan Penimbangan Balita (BPB) Tahun 2016. Kegiatan ini memfasilitasi penyediaan informasi gizi balita secara berkala untuk evaluasi perkembangan status gizi penduduk. “Di bulan Agustus ini seluruh Posyandu di Kota Depok terdapat pencanangan bulan penimbangan balita dan tentunya ditambah dengan pemberian Vitamin A secara cuma-cuma untuk balita usia 6 sampai 60 bulan,” ujar Deasy Martini, Pelaksana Gizi, Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Depok, Jumat (5/8/2016). Dirinya menambahkan perkembangan kondisi kesehatan gizi balita penting untuk dipantau, salah satunya dengan menimbang balita secara rutin ke Posyandu terdekat. Pemantauan status gizi juga bertujuan mengurangi jumlah anak yang kurang gizi serta mencegah secara dini kematian seorang balita. Selain itu, penimbangan balita yang dilakukan setiap bulan di Posyandu berguna untuk melihat perkembangan berat badan balita yang dapat dilihat pada KMS masing-masing balita. Serta mengapa BPB dilakukan pada Agustus karena bersamaan dengan bulan pemberian Vitamin A pada balita, cakupan balita biasanya lebih tinggi dibandingkan bulan lainnya. “Pencanangan BPB ini guna menaikkan angka D/S setiap bulan di tiap Posyandu seKota Depok,” tandasnya. D/S berguna untuk menggambarkan berapa besar jumlah partisipasi masyarakat di daerah tersebut yang telah tercapai. Ia mengimbau kepada para orangtua di Kota Depok untuk membawa anak balitanya ke Posyandu terdekat. Guna dilakukan penimbangan, pendataan, serta diberikan Vitamin A secara gratis. Namun, bagi yang terlewat atau lupa membawa balitanya ke
7
Posyandu, para orangtua dapat memberikan data berat badan anaknya ke Kader Posyandu yang berada di wilayahnya. 2. Pemberian makanan tambahan (PMT) Merupakan salah satu komponen penting Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) dan program yang dirancang oleh pemerintah. PMT sebagai sarana pemulihan gizi dalam arti kuratif, rehabilitatif dan sebagai sarana untuk penyuluhan merupakan salah satu bentuk kegiatan pemberian gizi berupa makanan dari luar keluarga, dalam rangka program UPGK. PMT ini diberikan setiap hari, sampai keadaan gizi penerima makanan tambahan ini menunjukkan perbaikan dan hendaknya benar-benar sebagai penambah dengan tidak mengurangi jumlah makanan yang dimakan setiap hari dirumah. Pada saat ini program PMT tampaknya masih perlu dilanjutkan mengingat masih banyak balita dan anak-anak yang mengalami kurang gizi bahkan gizi buruk. Tujuan Pemberian Makanan Tambahan: Pemberian makanan tambahan bertujuan untuk memperbaiki keadaan gizi pada anak golongan rawan gizi yang menderita kurang gizi, dan diberikan dengan kriteria anak balita yang tiga kali berturut-turut tidak naik timbangannya serta yang berat badannya pada KMS terletak dibawah garis merah. Bahan makanan yang digunakan dalam PMT hendaknya bahan-bahan yang ada atau dapat dihasilkan setempat, sehingga kemungkinan kelestarian program lebih besar. Diutamakan bahan makanan sumbar kalori dan protein tanpa mengesampingkan sumber zat gizi lain seperti: padi-padian, umbi-umbian, kacang-kacangan, ikan, sayuran hijau, kelapa dan hasil olahannya
8
II. 3 Prevalensi Gizi Buruk Pada Balita
Berdasarkan grafik menurut Pantauan Status Gizi (PSG) 2017 yang dilakukan Kementerian Kesehatan di atas, bayi usia di bawah lima tahun (Balita) yang mengalami masalah gizi pada 2017 mencapai 17,8%, sama dengan tahun sebelumnya. Jumlah tersebut terdiri dari Balita yang mengalami gizi buruk 3,8% dan 14% gizi kurang. Menurut status gizi berdasarkan indeks Tinggi Badan terhadap Usia (TB/U), Balita Indonesia yang mengalami stunting/kerdil pada tahun lalu mencapai 29,6%. Angka ini lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Sedangkan menurut indeks Berat Badan terhadap Usia (BB/U) sebanyak 9,5% Balita masuk kategori kurus dan turun dibanding tahun sebelumnya. Sedangkan Balita yang mengalami kegemukan (obesitas) mencapai 4,6%, juga lebih rendah dari tahun sebelumnya. Menurut World Health organization (WHO) gizi buruk mengakibatkan 54% kematian bayi dan anak. Hasil sensus WHO menunjukkan bahwa 49% dari 10,4 juta kematian balita di
9
negara berkembang berkaitan dengan gizi buruk. Tercatat sekitar 50% balita Asia, 30% balita Afrika, 20% Amerika Latin menderita gizi buruk (Depkes, 2010).
Prevalensi Anemia Pada Balita Berdasarkan Riskesdas (2013), dilaporkan bahwa angka kejadian anemia secara nasional adalah sebesar 21,7%, dimana 18,4% terjadi pada laki-laki dan 23,9% terjadi pada perempuan. Anemia defisiensi zat besi merupakan masalah gizi yang paling lazim di dunia dan menjangkiti lebih dari 600 juta manusia.Prevalensi anemia secara global adalah sekitar 51%. Prevalensi untuk balita sekitar 43%, anak usia sekolah 37%, pria dewasa hanya 18%, dan wanita tidak hamil 35%.
10
II.4 Karakteristik Balita Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2014) seorang anak dikatakan balita apabila anak berusia 12 bulan sampai dengan 59 bulan. Price dan Gwin (2014) mengatakan bahwa seorang anak dari usia 1 sampai 3 tahun disebut batita atau toddler dan anak usia 3 sampai 5 tahun disebut dengan usia pra sekolah atau preschool child. Menurut karakteristik, balita terbagi dalam dua kategori yaitu anak usia 1–3 tahun (batita) dan anak usia prasekolah. Anak usia 1−3 tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima makanan dari apa yang disediakan ibunya. Laju pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa usia pra- sekolah sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif besar. Namun perut yang masih lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu diterimanya dalam sekali makan lebih kecil dari anak yang usianya lebih besar. Oleh karena itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering pada usia prasekolah anak menjadi konsumen aktif. Mereka sudah dapat memilih makanan yang disukainya. Karakteristik balita Anak usia 1 sampai 3 tahun akan mengalami pertumbuhan fisik yang relatif melambat, namun perkembangan motoriknya akan meningkat cepat (Hatfield, 2008). Anak mulai mengeksplorasi lingkungan secara intensif seperti anak akan mulai mencoba mencari tahu bagaimana suatu hal dapat bekerja atau terjadi, mengenal arti kata “tidak”, peningkatan pada amarahnya, sikap yang negatif dan keras kepala (Hockenberry, 2016). Pertumbuhan dan perkembangan seorang anak memiliki karakteristik yang berbedabeda di setiap tahapannya. Karakteristik perkembangan pada balita secara umum dibagi menjadi 4 yaitu :1. negativism, Negativism adalah anak cenderung memberikan respon yang negatif dengan mengatakan kata “tidak”. 2. Ritualism, Ritualism adalah anak akan membuat tugas yang sederhana untuk melindungi diri dan meningkatkan rasa aman. Balita akan melakukan hal secara leluasa jika ada seseorang seperti anggota keluarga berada disampingnya karena mereka merasa aman ada yang melindungi ketika terdapat ancaman. 3. Temper tantrum, Temper tantrum adalah sikap dimana anak memiliki emosi yang cepat sekali berubah. Anak akan menjadi cepat marah jika dia tidak dapat melakukan sesuatu yang tidak bisa dia lakukan.
11
4. Egocentric, Erikson tahun 1963 menyatakan Egocentric merupakan fase di perkembangan psikososial anak. Ego anak akan menjadi bertambah pada masa balita. Berkembangnya ego ini akan membuat anak menjadi lebih percaya diri, dapat membedakan dirinya dengan orang lain, mulai mengembangkan kemauan dan mencapai dengan cara yang tersendiri serta anak juga menyadari kegagalan dalam mencapai sesuatu (Price dan Gwin, 2014; Hockenberry, 2016). Pada usia ini anak mulai bergaul dengan lingkungannya atau bersekolah playgroup sehingga anak mengalami beberapa perubahan dalam perilaku. Pada masa ini anak akan mencapai fase gemar memprotes sehingga mereka akan mengatakan “tidak” terhadap setiap ajakan. Secara umum tumbuh kembang setiap anak berbeda-beda, namun prosesnya senantiasa melalui tiga pola yang sama, yakni (Hartono, 2008): 1. Pertumbuhan dimulai dari tubuh bagian atas menuju bagian bawah (sefalokaudal). Pertumbuhannya dimulai dari kepala hingga ke ujung kaki, anak akan berusaha menegakkan tubuhnya, lalu dilanjutkan belajar menggunakan kakinya. 2. Perkembangan dimulai dari batang tubuh ke arah luar. Contohnya adalah anak akan lebih dulu menguasai penggunaan telapak tangan untuk menggenggam, sebelum ia mampu meraih benda dengan jemarinya. 3. Setelah dua pola di atas dikuasai, barulah anak belajar mengeksplorasi keterampilanketerampilan lain. Seperti melempar, menendang, berlari dan lain-lain.
Konsep Tumbuh Kembang Balita Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm,meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh); sedangkan perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. (Soetjiningsih. 1998 )
12
Pertumbuhan adalah bertambah banyak dan besarnya sel seluruh bagian tubuh yang bersifat kuantitatif dan dapat diukur; sedangkan perkembangan adalah bertambah sempurnanya fungsi dari alat tubuh. ( Depkes RI ) Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu; perkembangan lebih menitikberatkan aspek perubahan bentuk atau fungsi pematangan organ atau individu, termasuk perubahan aspek sosial atau emosional akibat pengaruh lingkungan. (Markum,1991) Perkembangan selanjutnya pada balita usia 3 tahun adalah anak mulai bisa menggunakan sepeda beroda tiga, berdiri dengan satu kaki dalam beberapa detik, melompat luas, dapat membangun atau menyusun menara dengan menggunakan 9 sampai 10 kubus, melepaskan pakaian dan mengenakan baju sendiri. Usia 4 tahun, anak dapat melompat dengan satu kaki, dapat menyalin gambar persegi, mengetahui lagu yang mudah, eksplorasi seksual dan rasa ingin tahu yang ditunjukkan dengan bermain seperti menjadi dokter atau perawat. Anak usia 5 tahun dapat melempar dan menangkap bola dengan baik, menyebutkan empat atau lebih warna, bicara mudah dimengerti, dan sebagainya (Hockenberry et.al., 2016; KIA, 2016).
Perkembangan Psikoseksual Freud Bagi Balita Pada teori Psikoanalisa ini Freud membagi tahapan-tahapan perkembangan kehidupan manusia menjadi lima fase, yaitu fase oral, fase anal, fase phalic, fase latency dan fase genital. (wong 2009) Tahapan perkembangan diatas akan dijelaskan sebagaimana berikut : 1. Fase Oral ( 0 – 1 tahun ) Adalah masa dimana kepuasan baik fisik dan emosional berfokus pada daerah sekitar mulut. Kebutuhan akan makanan adalah kebutuhan yang paling penting untuk faktor fisik dan emosional yang sifatnya harus segera dipuaskan. Makan/minum menjadi sumber kenikmatannya. Kenikmatan atau kepuasan diperoleh dari rangsangan terhadap bibir-rongga mulut-kerongkongan, tingkah laku menggigit dan menguyah (sesudah gigi tumbuh), serta menelan dan memuntahkan makanan (kalau makanan tidak memuaskan). Kenikmatan yang diperoleh dari aktivitas menyuap/menelan (oral incorforation) dan menggigit (oral
13
agression). Dimasa ini id dan pemenuhan kebutuhan sesegera mungkin berperan sangat dominan. 2. Fase Anal (1 – 3 tahun) Adalah masa dimana sensasi dari kesenangan berpusat pada daerah sekitar anus dan segala aktivitas yang berhubungan dengan anus. Pada masa inilah anak mulai dikenalkan dengan “toilet training”, yaitu anak mulai diperkenalkan tentang rasa ingin buang air besar atau kecil. Anak diperkenalkan dan diberi pembiasaan tentang kapan saatnya dan dimana tempatnya untuk buang air besar atau kecil, dan juga mengeliminasi kebiasaan – kebiasaan anak yang kurang tepat dalam hal BAB dan BAK, misalnya BAB / BAK di celana. Contoh : ketika anak sudah menunjukkan gejala atau bahasa tubuh ingin BAB / BAK, orang tua / guru / orang dewasa segera mengantarkan anak ke kamar kecil, prilaku ini dilakukan berulang – ulang dan konsisten. Berasal dari fase anal, dampak toilet training terhadap kepribadian di masa depan tergantung kepada sikap dan metode orang tua dalam melatih. Misalnya, jika ibu terlalu keras, anak akan menahan facesnya dan mengalami sembelit. Ini adalah prototip tingkah laku keras kepala dan kikir (anal retentiveness personality). Sebaliknya ibu yang membiarkan anak tanpa toilet training, akan membuat anak bebas melampiaskan tegangannya dengan mengelurkan kotoran di tempat dan waktu yang tidak tepat, yang di masa mendatang muncul sebagai sifat ketidakteraturan/jorok, deskruktif, semaunya sendiri, atau kekerasan/kekejaman (anal exspulsiveness personality). Apabila ibu bersifat membimbing dengan kasih sayang (dan pujian kalau anak defakasi secara teratur), anak mendapat pengertian bahwa BAB/BAK kapan saatnya dan dimana tempatnya untuk buang air besar atau kecil dengan tepat. 3. Fase Phalic ( 3 – 5 tahun ) Adalah masa dimana alat kelamin merupakan bagian paling penting, anak sangat senang memainkan alat kelaminnya yang terkadang dilakukannya untuk membuat orang tuanya tidak senang. Anak laki – laki pada usia ini sangat dekat dan merasa sangat mencintai ibunya (oedipus complex) begitu juga dengan anak perempuan yang sangat mencintai ayahnya sehingga terkadang menganggap ibunya adalah saingannya (electra complex). Di masa ini anak – anak akan merasa sangat kecewa dan diabaikan jika keinginan atau 14
harapannya kepada salah satu orang tua yang dianggap segala – galanya dan sangat dicintai tidak terpenuhi. Pada umumnya anak lelaki sangat bangga akan kelaminnya dan sering membanggakan di depan anak perempuan sehingga anak perempuanpun sangat tertarik dan bertanya – tanya kenapa mereka tidak memiliki seperti yang dimiliki oleh anak laki – laki dan hal ini menimbulkan perasaan rendah diri pada anak perempuan. Di masa ini juga anak akan belajar mengenal dan mengidentifikasi dirinya dengan melihat perbedaan antara ayah dan ibunya dan mencari kesamaan dalam dirinya (misalnya ; seorang anak laki – laki mengidentifikasikan dirinya dengan melihat kepada ayahnya yang berjenis kelamin sama dengan dirinya ; bagaimana berpakaian ayahnya, bagaimana peran ayah di rumah, dll). Masa ini sangat penting untuk perkembangan identifikasi jenis kelamin pada anak, bagaimana seharusnya anak laki – laki atau anak perempuan bersikap, berpakaian dan berperan. Jika masa ini lingkungan tidak mendukung anak untuk mengidentifikasi dirinya dengan baik, maka anak akan mengalami bias (ketidakjelasan) dalam mengidentifikasikan dirinya sebagai seorang laki – laki atau perempuan. Perkembangan Psikososial Erikson Menurut Erik Erikson (1963) perkembangan psikososial terbagi menjadi beberapa tahap. Masing-masing tahap psikososial memiliki dua komponen, yaitu komponen yang baik (yang diharapkan) dan yang tidak baik (yang tidak diharapkan). Perkembangan pada fase selanjutnya tergantung pada pemecahan masalah pada tahap masa sebelumnya. Adapun
tahap-tahap
perkembangan
psikososial
anak
adalah
sebagai
berikut:
1. Percaya Vs Tidak percaya ( 0-1 tahun ) Komponen awal yang sangat penting untuk berkembang adalah rasa percaya. Membangun rasa percaya ini mendasari tahun pertama kehidupan. Begitu bayi lahir dan kontakl dengnan dunia luar maka ia mutlak terganting dengan orang lain. Rasa aman dan rasa percaya pada lingkungan merupakan kebutuhan. Alat yang digunakan bayi untuk berhubungan dengan dunia luar adalah mulut dan panca indera, sedangkan perantara yang tepat antara bayi dengan lingkungan dalah ibu. Hubungan ibu dan anak yang harmonis yaitu melalui pemenuhan kebutuhan fisik, psikologis dan sosial, merupakan pengalaman dasar rasa percaya bagi anak. Apabila pada umur ini tidak tercapai rasa percaya dengan lingkungan 15
maka dapat timbul berbagai masalah. Rasa tidak percaya ini timbul bila pengalaman untukmeningkatkan rasa percaya kurang atau kebutuhan dasar tidak terpenuhi secara adekwat, yaitu kurangnya pemenuhan kebutuhan fisik., psikologis dan sosial yang kurang misalnya: anak tidak mendapat minuman atau air susu yang edukat ketika ia lapar, tidak mendapat
respon
ketika
ia
menggigit
dot
botol
dan
sebagainya.
2. Otonomi Vs Rasa Malu dan Ragu ( 1-3 tahun ) Pada masa ini alat gerak dan rasa telah matang dan ada rasa percaya terhadap ibu dan lingkungan. Perkembangan Otonomi selama periode balita berfokus pada peningkatan kemampuan anak untuk mengontrol tubuhnya, dirinya dan lingkungannya. Anak menyadari ia dapat menggunakan kekuatannya untuk bergerak dan berbuat sesuai dengan kemauannya misalnya: kepuasan untuk berjalan atau memanjat. Selain itu anak menggunakan kemampuan mentalnya untuk menolak dan mengambil keputusan. Rasa Otonomi diri ini perlu dikembangkan karena penting untuk terbentuknya rasa percaya diri dan harga diri di kemudian hari. Hubungan dengan orang lain bersifat egosentris atau mementingkan diri sendiri. Peran lingkungan pada usia ini adalah memberikan support dan memberi keyakinan yang jelas. Perasaan negatif yaitu rasa malu dan ragu timbul apabila anak merasa tidak mampu mengatasi tindakan yang di pilihnya serta kurangnya support dari orangtua dan lingkungannya,
misalnya
orangtua
terlalu
mengontrol
anak.
3. Inisiatif Vs Rasa Bersalah ( 3-6 tahun ) Pada tahap ini anak belajar mengendalikan diri dan memanipulasi lingkungan. Rasa inisiatif mulai menguasai anak. Anak mulai menuntut untuk melakukan tugas tertentu. Anak mulai diikut sertakan sebagai individu misalnya turut serta merapihkan tempat tidur atau membantu orangtua di dapur. Anak mulai memperluas ruang lingkup pergaulannya misalnya menjadi aktif diluar rumah, kemampuan berbahasa semakin meningkat. Hubungan dengan teman sebaya dan saudara sekandung untuk menang sendiri. Peran ayah sudah mulai berjalan pada fase ini dan hubungan segitiga antara AyahIbu-Anak sangat penting untuk membina kemantapan idantitas diri. Orangtua dapat melatih anak untuk menguntegrasikan peran-peran sosial dan tanggungjawab sosial. Pada tahap ini 16
kadang-kadang anak tidak dapat mencapai tujuannya atau kegiatannya karena keterbatasannya, tetapi bila tuntutan lingkungan misalnya dari orangtua atau orang lain terlalu tinggi atau berlebihan maka dapat mengakibatkan anak merasa aktifitasnya atau imajinasinya buruk, akhirnya timbul rasa kecewa dan rasa bersalah.
II.5 Pengertian, Etiologi, Dan Tanda Gejala 1. Pengertian anemia Suatu keadaan menurunnya kadar hemoglobin danatau jumlah eritrosit lebih rendah dari nilai normal. (Mansjoer,2001) Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 1mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang didapatkan ( packed red cells volume) dalam100 ml darah. (Ngastiyah,1997) 2.Etiologi anemia Anemia dapat dibedakan menurut mekanisme kelainan pembentukan,kerusakan atau kehilangan sel-sel darah merah serta penyebabnya. penyebab anemia antara lain sebagai berikut : 1.Anemia pasca perdarahan : akibat perdarahan massiv seperti kecelakaan, operasi dan persalinan dengan perdarahan atau perdarahan menahun: cacingan. 2.Anemia defisiensi : kekurangan bahan baku pembuat sel arah. Bisa karena intake kurang, absorbsi kurang, sintesis kurang,keperluan yang bertambah. 3.Anemia hemolitik:terjadi penghancuran eritrosit yang berlebihan. Karena faktor intrasel: talasemia, hemoglobinopatie,dll.sedangkan factor ekstrasel : intoksikasi, infeksii mmalaria, reaksi hemolitik transfusi darah. 4.Anemia aplastik disebabkan terhentinya pembuatan sel darah oleh sumsum tulang (kerusakan sumsum tulang). Berdasarkan penyebab tersebut diatas, anemi dapat dikelompokkan mnjadi beberapa jenis, yaitu : 1. Anemia Defisiensi Zat Besi (Fe) Merupakan anemia yang terjadi karena kekurangan zat besi yang merupakan bahan baku pembuat sel darah dan hemoglobin. Kekurangan zat besi (Fe) dapat disebabkan oleh berbagai hal yaitu asupan yang kurang mengandung zat besi terutama pada fase pertumbuhan cepat, penurunan reabsorbsi karena kelainan pada usus atau karena anak banyak mengkonsumsi the (menurut penelitian, ternyata teh dapat menghambat rebsorbsi Fe), dan kebutuhan yang mengikat, misalnya pada anak balita yang pertumbuhannya cepat sehingga memerlukan nutrisi yang lebih banyak. 2. Anemia Megaloblastik
17
Merupakan anemi yang terhjadi karena kekurangan asam folat. Disebut juga dengan anemia defisensi asam folat. Asam folat merupakan bahan esensial untuk sintesis DNA dan RNA yang penting untuk metabolisme inti sel. DNA diperlukan untuk sintesis, sedangkan RNA untuk pematangan sel. Berdasarkan bentuk sel darah, anemi megaloblastik tergolong dalam anemi makrositik, seperti pada anemi pernisiosa. Ada beberapa penyebab penurunan asam folat (FK UI, 1985:437), yaitu: 1) Masukan yang kurang. Pemberian susu saja pada bayi di atas 6 bulan (terutama susu formula) tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup juga dapat menyebabkan defisiensi asam folat. 2) Gangguan absorbsi. Adanya penyakit atau gangguan pada gastrointestinal dapat menghambat absorbsi bahan makanan yang diperlukan tubuh. 3) Pemberian obat yang antagonis terhadap asam folat. Anak yang mendapat obat-obat tertentu, seperti metotreksat, pitrimetasin, atau derivate barbiturate sering mengalami defisiensi asam folat. Obat-obat tersebut dapat menghambat kerja asam folam dalam tubuh, karena mempunyai sifat yang bertentangan. 3. Anemia Permisiosa Merupakan anemi yang terjadi karena kekurangan vitamin B12. Anemi pernisiosa ini tergolong anemi megaloblastik karena bentuk sel darah yang hampir sama dengan anemi defisiensi asam folat. Bentuk sel darahnya tergolong anemi makrositik normokromik, yaitu ukuran sel darah merah yang besar dengan bentuk abnormal tetapi kadar Hb normal. Vitamin B12 (kobalamin) berfungsi untuk pematangan normoblas, metabolisma jaringan saraf, dan purin. Selain asupan yang kurang, anemi pernisiosa dapat disebabkan karena adanya kerusakan lambung, sehingga lambung tidak dapat mengeluarkan skeret yang berfungsi untuk absrobsi B12 (Markum, 1991:125). 4. Anemia Pascapendarahan Terjadi sebagai akibat dari pendarahan yang massif (perdarahan terus menerus dan dalan jumlah banyak), sperti pada kecelakaan, operasi, dan persalinan dengan perdarahan hebat yang dapat terjadi secara mendadak maupun menahun. Berdasarkan bentuk sel darah, anemi pascapendarahan ini termasuk anemi normositik normokromik, yaitu sel darah berbentuk normal tetapi rusak/habis. Akibat kehilangan darah yang mendadak maka akan terjadi reflek cardiovascular yang fisiologis berupa kontraksi arteriol, pengurangan aliran darah ke organ yang kurang vital, dan penambahan aliran darah ke organ vital (otak dan jantung). Kehilangan darah yang mendadak lebih berbahaya dibandingkan dengan kehilangan darah dalam waktu yang lama. Kehilangan darah 12-15% akan menyebabkan pucat dan takikardi, tetapi kehilangan 15%20% akan menimbulkan gejala syok (renjatan) yang reversible. Bila lebih 20% maka dapat menimbulkan syok yang irreversible (menetap). Selain reflek kardiovascular, akan terjadi pergeseran cairan ekstravaskular ke intravascular agar tekanan osmotic dapat dipertahankan. Akibatnya, terjadi hemodilusi dengan gejala: (1) 18
rendahnya Hb, eritrosit, hematokrit, (2) leucositosis (15.000-20.000/mm3), (3) kadangkadang terdapat gagal jantung, (4) kelaina cerebral akibat hipoksemia, dan (5) menurunnya aliran darah ke ginjal, sehingga dapat menyebabkan oliguria/anuria. Pada kehilangan darah yang terjadi secara menahun, pengaruhnya akan terlihat sebagai gejala akibat defisiensi besi bila tidak diimbangi masukan Fe yang cukup. 5. Anemia Aplastik Merupakan anemi yang ditandai dengan pansitopenia (penurunan jumlah semua sel darah) darah tepi dan menurunnya selularitas sumsum tulang. Dengan menurunnya selularitas, susmsum tulang tidak mampu memproduksi sel darah. Berdasarkan bentuk sel darahnya, anemia ini termasuk dalam anemia normositik normokromik seperti anemi pascapendarahan. Adapun beberapa penyebab terjadinya anemi aplastik diantaranya adalah: a. Menurunnya jumlah sel induk yang merupakan bahan dasar sel darah. Penurunan sel darah induk bisa terjadi karena bawaan, dalam arti tidak jelas penyebabnya (idiopatik), yang dialami sekitar 50% penderita. Selain karena bawaan, penurunan sel induk juga bisa terjadi karena didapat, yaitu karena adanya pemakaian obat-obatan seperti bisulfan, kloramfenikol, dan klopromazina. Obat-obat tersebut menyebabkan penekanan sumsum tulang. b. Lingkungan mikro (micro environment) seperti radiasi dan kemoterapi yang lama dapat mengakibatkan sembab yang fibrinus dan infiltrasi sel. c. Penurunan poitin, sehingga yang befungsi merangsang tumbuhnya sel-sel darah dalam sumsum tulang tidak ada. d. Adanya sel inhibitor (T. Limphosit) sehingga menekan/menghambat maturasi sel-sel induk pada sumsum tulang. 6. Anemia Hemolitik Merupakan anemi yang terjadi karena umur eritrosit yang lebih pendek/prematur. Secara normal, eritrosit berumur antara 100-120 hari. Adanya penghancuran eritrosit yang berlebihan akan mempengaruhi fungsi hepar, sehingga ada kemungkinan terjadinya peningkatan bilirubin. Selain itu, sumsum tulang dapat membentuk 6-8 kali lebih banyak sistem eritropoetik daripada biasanya, sehingga banyak dijumpai eritrosit dan retikulosit pada darah tepi. Benrdasarkan bentuk sel darahnya anemi hemolitik ini termasuk dalam anemi normositik normokromik. Kekurangan bahan pembentuk sel darah, seperti vitamin, protein, atau adanya infeksi dapat menyebabkan ketidakseimbangan antara pengahancuran dan pembetukan sistem eritropoetik. Penyebab anemi hemolitik diduga sebagai berikut: a. Kongenital, misalnya kelainan rantai Hb dan defisiensi enzim G6PD. b. Didapat, misalnya infeksi sepsis, penggunaan obat-obatan, dan keganasan sel. 3. Tanda dan Gejala Anemia 1. Anak terlihat lemah, letih, lesu, hal ini karena oksigen yang dibawa keseluruh tubuh berkurang karena media trasportnya berkurang (Hb) kurang sehingga tentunya yang membuat energy berkurang dan dampaknya adalah 3L, lemah, letih dan lesu 19
2. Mata berkunang-kunang. Hampir sama prosesnya dengan hal diatas, karena darah yang membawa oksigen berkurang, aliran darah serta oksigen ke otak berkurang pula dan berdampak pada indra penglihatan dengan pandangan mata yang berkunang-kunang. 3. Menurunnya daya pikir, akibatnya adalah sulit untuk berkonsentrasi 4. Daya tahan tubuh menurun yang ditandai dengan mudah terserang sakit 5. Pada tingkat lanjut atau anemia yang berat maka anak bisa menunjukkan tanda-tanda detak jantung cepat dan bengkak pada tangan dan kaki. 6 sianosis pada mukosa bibir dan faring, telapak tangan, dasar kuku 7.konjungtiiva okular berwarnaa kebiruan atau putih mutiara( pearly white) 8.takikardia 1. Pengertian Gizi (nutrition) adalah proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi (penyerapan),transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan, untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal organ-organ, serta menghasilkan energi (Pudiastuti, 2011). Gizi kurang atau kurang gizi (sering kali tersebut malnutrisi) muncul akibat asupan energi dan makronutrien yang tidak memadai. Pada beberapa orang kurang gizi juga terkait dengan defisiensi mikronutrien nyata ataupun subklinis (Webster-Gandy, 2014) Gizi kurang merupakan keadaan kurang gizitingkat berat yang disebabkan olehrendahnya konsumsi energi protein darimakanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama (Sodikin, 2013) Menurut Depkes (2002), status gizi merupakan tanda-tanda penampilan seseorang akibatkeseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan yangdikonsumsi pada suatu saat berdasarkan pada kategori dan indikator yang digunakan.Dalam menetukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang sering disebut reference.Baku antropometri yang sering digunakan di Indonesia adalah World Health Organization –National Centre for Health Statistic (WHO-NCHS). Berdasarkan baku WHO - NCHS statusgizi dibagi menjadi empat : 1. Gizi lebih untuk over weight, termasuk kegemukan dan obesitas. 2. Gizi baik untuk well nourished. 3. Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderat, PCM (Protein Calori Malnutrition)/ disebut juga Protien Energi Malnutrisi ( PEM ) atau (MEP) Malnutrisi Energi dan Protein 4. Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmik-kwasiorkor dan a. Marasmus yaitu keadaan kurang kalori. b. Kwarshiorkor ialah defisiensi protein yang disertai defisiensi nutrien lainnya yang biasa dijumpai pada bayi masa disapih dan anak prasekolah (balita) 20
c Marasmus kwashiorkor yaitu keadaan peralihan antara marasmus dan kwashiorkor. Klasifikasi MEP ditetapkan dengan patokan perban dingan berat badan terhadap umuranak sebagai berikut: 1. Berat badan 60-80% standar tanpa edema : gizi kurang (MEP ringan). 2. Berat badan 60-80% standar dengan edema : kwashiorkor (MEP berat). 3. Berat badan <60% standar tanpa edema : marasmus (MEP berat). 4. Berat badan <60% standar dengan edema : marasmik kwashiorkor (MEP berat). 2. Etiologi 1. Agen a. Makanan tidak seimbang b. Penyakit infeksi yang mungkin di derita anak c. Tidak cukup tersedia pangan atau makanan di keluarga d. Pola pengasuhan anak yang tidak memadai e. Keadaan sanitasi yang buruk dan tidak tersedia air bersih f. Pelayanan kesehatan dasar yang tidak memadai 2. Host a. Berat Badan Lahir Anak Balita B. Status Imunisasi Tujuan imunisasi adalah mencegah penyakit dan kematian anak balita yang disebabkan oleh wabah yang sering terjangkit, artinya anak balita yang telah memperoleh imunisasi yang lengkap sesuai dengan umurnya otomatis sudahmemiliki kekebalan terhadap penyakit tertentu maka jika ada kuman yang masuk ketubuhnya secara langsung tubuh akan membentuk antibodi terhadap kuman tersebut. a. Status ASI Eksklusif ASI mengandung gizi yang cukup lengkap untuk kekebalan tubuh bayi.Keunggulan lainnya, ASI disesuaikan dengan sistem pencernaan bayi sehinggazat gizi cepat terserap. Berbeda dengan susu formula atau makanan tambahanyang diberikan secara dini kepada bayi. Susu formula sangat susah diserap ususbayi sehingga dapat menyebabkan susah buang air besar pada bayi. Prosespembuatan susu formula yang tidak steril menyebabkan bayi rentan terkena diare.Hal ini akan menjadi pemicu terjadinya kurnag gizi pada anak. b. Pemberian Kolostrum C. Tingkat pendidikan Ibu Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting yangdapat mempengaruhi keadaan gizi karena dengan tingkat pendidkan yang lebihtingggi diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki menjadilebih baik. d. Pengetahuan Gizi Ibu Pengetahuan tentang gizi sangat diperlukan agar dapat mengatasi masalah yangtimbul akibat konsumsi gizi. Wanita khususnya ibu sebagai orang yangbertanggung jawab terhadap konsumsi makanan bagi keluarga, ibu harusmemiliki pengetahuan tentang gizi baik melalui pendidikan formal maupuninformal
21
.e. Pekerjaan Ibu Meningkatnya kesempatan kerja wanita dapat mengurangi waktu untuk tugas-tugas pemeliharaan anak, kurang pemberian ASI. f. Jumlah Anak dalam Keluarga Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat nyata padamasing-masing keluarga. Sumber pangan keluarga terutama mereka yang sangatmiskin, akan lebih mudah memenuhi makanannya jika yang harus diberi makanjumlahnya sedikit. Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga miskin adalahpaling rawan terhadap kurang gizi diantara seluruh anggota keluarga dan anakyang paling kecil biasanya paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. g. Penyakit Infeksi Gizi kurang menghambat reaksi imunologis dan berhubungan dengan tingginyaprevalensi dan beratnya penyakit infeksi. Penyakit infeksi pada anak-anak yaituKwashiorkor atau Marasmus sering didapatkan pada taraf yang sangat berat.Infeksi sendiri mengakibatkan penderita kehilangan bahan makanan melaluimuntah-muntah dan diare. D. Tanda Dan Gejala Washiorkor Marasmus 1.Marasmus - Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit - Wajah seperti orang tua - Cengeng, rewel - Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit, bahkan sampai tidak ada - Sering disertai diare kronik atau konstipasi/susah buang air, serta penyakit kronik - Tekanan darah, detak jantung, dan pernafasan berkurang. kwashiorkor - Oedem umumnya di seluruh tubuh dan terutama pada kaki (dorsum medis) - Wajah membulat dan sembab - Otot-otot mengecil, lebih nyata apabila diperiksa pada posisi berdiri dan duduk, anak berbaring terus-menerus - Perubahan status mental: cengeng, rewel, kadang apatis - Anak sering menolak segala jenis makanan (anoreksia) - Pembesaran hati - Sering disertai infeksi, anemia, dan diare/mencret - Rambut berwarna kusam dan mudah dicabut - Gangguan kulit berupa bercak merah yang meluas dan berubah menjadi hitam terkelupas (crazy pavement dermatosis) - Pandangan mata anak nampak sayu Marasmus-KwashiorkorTanda-tanda marasmus-kwashiorkor adalah gabungan dari tanda-tanda yang ada pada marasmus dan kwashiorkor yang ada. 22
II.6 Akibat Dan Komplikasi Kebiasaan tidak makan dengan gizi seimbang Asupan zat besi dalam tubuh kurang
belum memeriksakan anak
Defisiensi zat besi Kebutuhan zat besi untuk mengikat o2 menurun Hemoglobin menurun
Metabolisme glukosa, lemak, dan protein menurun Hilangnya energi (ATP)
Anemia Darah membawa nutrisi menurun Pucat, konjungtiva Teknan darah anemis arteri menurun Jantung Sulit memompa Beban kerja jtg meningkat Afterload
Tdk ada cad makanan
Jaringan lemak Ginjal tipis Sulit Hipotermia menyaring zat berbahaya Tdk dpt mengekskresikan sisa2 metabolisme
Tubuh kurus Gizi Buruk
Fgs ginjal terganggu
Gagal Jantung
Nurtisi tubuh menurun Anoreksia Malnutrisi
Nutrisi otak menurun Gg pertumb. otak IQ Rendah
Gluksa menurun hipoglike mia Kelemahan
Kurangnya cairan & elektrolit Dehidrasi
Otot & tulang Kalsium turun Tubuh pendek Stunting
Gg pertumb & perkemb.
23
Tulang rapuh Resiko Cidera
II.7 Cara Pencegahan Teori Dan Kasus Praktik kesehatan masyarakat dapat dipahami dengan memeriksa dua komponen dasar — promosi kesehatan dan pencegahan masalah kesehatan. Tingkat pencegahannya adalah kunci untuk praktik kesehatan masyarakat. A. MENURUT TEORI 1. Promosi Kesehatan Promosi Kesehatan diakui sebagai salah satu yang paling penting komponen kesehatan masyarakat dan kesehatan masyarakat latihan (USDHHS, 2000). Promosi kesehatan mencakup semua upaya yang berusaha untuk memindahkan orang lebih dekat ke kesejahteraan optimal atau tingkat kesehatan yang lebih tinggi. Perawatan, khususnya, memiliki mandat sosial untuk terlibat dalam promosi kesehatan (Pender, Murdaugh & Parsons, 2006). Program promosi kesehatan dan kegiatan mencakup banyak bentuk pendidikan kesehatan. Misalnya, mengajarkan bahaya penggunaan narkoba, berdemonstrasi praktik sehat seperti olahraga teratur, dan memberikan lebih banyak pilihan promosi kesehatan seperti menu yang sehat untuk jantung pilihan. Promosi kesehatan masyarakat, kemudian, mencakup pengembangan dan manajemen pencegahan layanan perawatan kesehatan yang responsif terhadap kesehatan masyarakat kebutuhan. Program kesehatan di sekolah dan industri adalah contoh. Demonstrasi praktik sehat seperti makan makanan bergizi dan berolahraga lebih sering dilakukan dan dipromosikan oleh petugas kesehatan perorangan. Sebagai tambahan, kelompok dan lembaga kesehatan yang mendukung bebas rokok lingkungan, mendorong program kebugaran fisik untuk semua usia, atau menuntut agar produk makanan diberi label dengan benar menggaris bawahi pentingnya praktik-praktik ini dan menciptakan kesadaran publik. Tujuan promosi kesehatan adalah untuk meningkatkan tingkat kesehatan untuk individu, keluarga, populasi, dan komunitas. Upaya kesehatan masyarakat mencapai tujuan ini upaya tiga cabang untuk: a. Meningkatkan rentang hidup sehat untuk semua warga negara b. Mengurangi kesenjangan kesehatan di antara kelompok populasi c. Mencapai akses ke layanan pencegahan untuk semua orang secara khusus, pada 1980an, Kesehatan Masyarakat AS
24
2. Pencegahan Masalah Kesehatan Pencegahan masalah kesehatan merupakan bagian utama dari praktik kesehatan masyarakat. Pencegahan berarti mengantisipasi dan menghindari masalah atau menemukan mereka sedini mungkin untuk meminimalkan potensi kecacatan dan gangguan. Hal ini dipraktekkan pada tiga tingkat dalam kesehatan masyarakat: primer pencegahan, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier (Neuman, 2001 dan/ Leavell & Clark).
a. Pencegahan Primer ( Pre – Pathogenesis ) Meniadakan terjadinya masalah kesehatan dengan tujuan untuk menjaga penyakit atau cedera terjadi. Ini diterapkan pada umumnya pada populasi sehat dan mendahului 25
penyakit atau disfungsi. Pencegahan primer melibatkan perencanaan antisipatif dan tindakan pada bagian dari profesional kesehatan masyarakat, siapa harus memproyeksikan diri ke masa depan, membayangkan potensi kebutuhan dan masalah, dan kemudian merancang program untuk meniadakan masalah, sehingga masalah tidak pernah terjadi. Seorang perawat kesehatan masyarakat yang menginstruksikan sekelompok individu yang kelebihan berat tentang bagaimana caranya ikuti diet seimbang sambil menurunkan berat badan kemungkinan defisiensi nutrisi. Program pendidikan yang mengajarkan praktik seks aman atau bahaya merokok dan penyalahgunaan zat adalah contoh lain dari pencegahan primer. Selain itu, kapan perawat kesehatan masyarakat melayani di komite pencari fakta mengeksplorasi efek dari pembuangan limbah beracun yang diusulkan di pinggiran kota, perawat prihatin tentang primer pencegahan. Konsep pencegahan dan perencanaan primer untuk masa depan adalah asing bagi banyak kelompok sosial, siapa dapat menolak atas dasar nilainilai yang saling bertentangan. 1) Health Promotion atau peningkatan kesehatan Peningkatan status kesehatan masyarakat, dengan melalui beberapa kegiatan, sebagi berikut: a) Pendidikan kesehatan atau health education b) Penyuluhan kesehatan
masyarakat
(PKM) seperti: penyuluhan tentang masalah
gizi c) Pengamatan tumbuh kembang anak atau growth and development monitoring d) Pengadaan rumah yang sehat e) Pengendalian lingkungan masyarakat f) Program P2M (pemberantasan penyakit tidak menular) g) Simulasi dini dalam kesehatan keluarga dan asuhan pada anak atau balita penyuluhan tentang pencegahan penyakit
2) General and spesific protection (perlindungan umum dan khusus Merupakan usaha kesehatan untuk memberikan perlindungan secara khusus dan umum terhadap seseorang atau masyarakat, antara lain : a) Imunisasi untuk balita 26
b) Hygine perseorangan c) Perlindungan diri dari terjadinya kecelakaan d) Perlindungan diri dari lingkungan kesehatan dalam kerja e) Perlindungan diri dari carsinogen, toxic dan allergen b. Pencegahan Sekunder ( Pathogenesis : Asimtomatik – Simtomatik ) Melibatkan upaya untuk mendeteksi dan mengobati masalah kesehatan yang ada pada tahap sedini mungkin, ketika penyakit atau gangguan sudah ada. Hipertensi dan program skrining kolesterol di banyak komunitas membantu mengidentifikasi individu yang berisiko tinggi dan mendorong sejak dini pengobatan untuk mencegah serangan jantung atau stroke. Contoh lainnya mendorong pemeriksaan payudara dan testis secara teratur menggunakan mammogram dan Pap smear untuk deteksi dini kemungkinan kanker, dan menyediakan tes kulit untuk tuberkulosis (pada bayi pada usia 1 tahun dan secara periodik sepanjang hidup, dengan meningkatnya frekuensi untuk kelompok berisiko tinggi). Upaya pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan masalah kesehatan pada suatu titik ketika intervensi dapat mengarah pada kontrol atau pemberantasannya. Ini adalah tujuan di balik pengujian sampel air dan tanah untuk kontaminan dan bahan kimia berbahaya di bidang masyarakat kesehatan lingkungan. Ini juga mendorong komunitas perawat kesehatan untuk mengawasi tanda-tanda awal pelecehan anak di keluarga, gangguan emosional di antara para janda, atau alkohol dan penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja. 1) Early diagnosis and prompt treatment (diagnosis awal dan pengobatan segera atau adekuat), antara lain melalui: a) Pemeriksaan kasus dini (early case finding) b) Pemeriksaan umum lengkap (general check up) c) Pemeriksaan missal (mass screening) d) Survey terhadap kontak, sekolah dan rumah (contactsurvey, school survey, household survey), e) Kasus (case holding) f) Pengobatan adekuat (adekuat tretment)
2) Disability limitation (pambatasan kecacatan) 27
Penyempurnaan
dan intensifikasi terhadap terapi lanjutan, pencegahan
komplikasi, perbaikan fasilitas kesehatan, penurunan beban sosial penderita, dan lainlain. Pada pencegahan level ini menekankan pada upaya penemuan kasus secara dini atau awal dan pengobatan tepat atau “early diagnosis and prompt treatment”. Pencegahan sekunder ini dilakukan mulai saat fase patogenesis (masa inkubasi) yang dimulai saat bibit penyakit masuk kedalam tubuh manusia sampai saat timbulnya gejala penyakit atau gangguan kesehatan. Diagnosis dini dan intervensi yang tepat untuk menghambat prosespatologik (proses perjalanan penyakit) sehingga akan dapat memperpendek waktu sakit dan tingkat keparahan atau keseriusan penyakit.
c. Pencegahan Tersier ( Pasca Pathogenesis ) Bertujuan untuk mengurangi jangkauan dan keparahan masalah kesehatan ke tingkat terendah yang mungkin, sehingga untuk meminimalkan cacat dan memulihkan atau mempertahankan fungsi. Contohnya termasuk perawatan dan rehabilitasi orang setelah stroke untuk mengurangi gangguan, latihan postmastectomy program untuk memulihkan fungsi, dan perawatan dini dan manajemen diabetes untuk mengurangi masalah atau memperlambat masalah mereka. Orang-orang yang terlibat memiliki penyakit yang sudah ada atau kecacatan yang dampaknya pada kehidupan mereka berkurang pencegahan tersier. Masalah kesehatan paling efektif dicegah oleh pemeliharaan gaya hidup sehat dan lingkungan yang sehat. Untuk tujuan ini, praktik kesehatan masyarakat mengarahkan banyak dari itu upaya untuk menyediakan kehidupan dan kerja yang aman dan memuaskan kondisi, makanan bergizi, dan udara dan air bersih. Ini bidang praktik termasuk bidang pengobatan pencegahan, yang berfokus pada populasi, atau berorientasi komunitas, cabang praktik medis yang menggabungkan kesehatan masyarakat sains dan prinsip (Kriebel & Tickner, 2001). Pencegahan tersier adalah usaha pencegahan terhadap masyarakat yang setelah sembuh dari sakit serta mengalami kecacatan antara lain : 1) Pendidikan kesehatan lanjutan 2) Terapi kerja (work therapy) 28
3) Perkampungan rehabilitsi social 4) Penyadaran terhadap masyarakat 5) Lembaga rehabilitasi dan partisipasi masyarakat Perawatan penderita pada stadium terminal (pasian yang tidak mampu diatasi penyakitnya) jarang dikategorikan sebagai pencegahan tersier tetapi bersifat paliatif, prinsip upaya pencegahan adalah mencegah agar individu atau kelompok masyarakat tidak jatuh sakit, diringankan gejala penyakitnya atau akibat komplikasi sakitnya, dan ditingkatkan fungsi tubuh penderita setelah perawatan dilakukan. Rehabilitas sebagai tujuan pencegahan tersier lebih dari upaya untuk menghambat proses penyakitnya sendiri
yaitu
mengembalikan
individu
kepada
tingkat
yang
optimal
dari
ketidakmampuannya.
B. MENURUT KASUS 1. Masalah Kesehatan Masalah kesehatan baik dari segi lingkungan maupun individu yang terjadi menurut kasus adalah : 1) Menurut data survei Desa L : balita memiliki berat badan yang kurang dari usia normalnya 2) Menurut ddata Posyandu : ada 100 balita yang menderita anemia 3) Menurut hasil pengkajian Kader : 30 balita memiliki tubuh kurus, 56 balita tampak lemah, 25 balita memiliki rmbut seperti jagung, 38 balita memiliki konjungtiva mata anemis 4) Keluarga balita dengan gizi kurang belum memeriksakan anaknya ke pelayanan kesehatan 5) Perilaku keluarga balita dengan kebiasaan tidak makan dengan gizi seimbang
2. Cara Pencegahan a. Pencegahan Primer ( Pre – Pathogenesis ) 1) Health Promotion
29
a) Melakukan pendidikan kesehatan : pentingnya makanan bergizi untuk balita, gizi buruk, gizi seimbang 2) General a Spesific Protection a) Menggalakkan program gizi seimbang dari posyandu atau kader – kader kesehatan setempat : poster, banner, iklan, dll
b. Pencegahan Sekunder ( Pathogenesis ) 1) Early Diagnosis dan Prompt Treatment a) Pemeriksaan Kasus Dini : tempat tinggal balita b) Pemeriksaan gizi dan MTBS di posyandu c) Meminum asam folat atau suplemen zat besi d) Meningkatkan konsumsi berbagai vitamin (sayur – sayuran, buah – buahan, dlll) e) Segera melakukan pemeriksaan di puskesmas atau rumah sakit agar mendapatkan pengobatan yang sesuai dengan usianya
2) Disability Limitation a) Melakukan pencegahan komplikasi gizi buruk : menjalankan pengobatan yang diberikan
b. Pencegahan Tersier a) Melakukan pendidikan kesehatan lanjutan b) Melanjutkan dan meningkatkan program gizi seimbang : 4 sehat, 5 sempurnA
II..8 Penatalaksanaan 1. Pemeriksaan berat badan dan tinggi badan untuk Body Massa Indeks secara teratur 2. Pemeriksaan MTBS dan gizi di Posyandu secara rutin 3. Pemeriksaan kadar darah : hemoglobin Batas normal hemoglobin menurut WHO : 6 bulan – 6 tahun
11gr/dl
4. Konsumsi suplemen zat besi atau asam folat sesuai dengan kebutuhan Kebutuhan zat besi menurut WHO : 0 – 6 bulan
3mg 30
7 – 12 bulan
5mg
1 – 3 tahun
8mg
4 – 6 tahun
9mg
5. Pengaturan pola makan dan vitamin (sayur – sayuran hijau, kacang – kacangan, buah – buahan, daging, ikan, dll) 6. Pemeriksaan Xray Untuk melihat adanya kerusakan pada organ lain atau tidak II.9 Kasus Dan Asuhan Keperawatan 1. Kasus Balita Data survey di Desa L, balitanya memiliki berat badan yang kurang dari normal usianya. Kondisi balita saat ini dari data posyandu, bahwa 100 balita menderita anemia. Data hasil pengkajian kader didapatkan sebanyak 30 balita memiliki tubuh kurus, sebanyak 56 balita tampak lemah, sebanyak 25 balita memiliki rambut seperti jagung dan sebanyak 38 balita memiliki konjungtiva mata anemis. Keluarga balita yang gizi kurang umumnya belum memeriksakan anaknya ke pelayanan kesehatan. Perilaku keluarga balita kebanyakan tidak memiliki kebiasaan makan dengan gizi seimbang. Data tambahan Jumlah balita 249 orang berusia 1-5 tahun dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan, 100% balita belum menikah. Dari 249 orang ada yang beragama islam dan kristen tapi dominan beragama islam. Sebagian besar tingkat pendidikan ibu memiliki pendidikan yang rendah.Orang tua mengatakan tidak mengerti bagaimana ciri-ciri anak yang kekurangan gizi dan butuh perawatn khusus.Rata -rata pendapatan keluarga di Desa L berpenghasilan rendah. Maka dari itu banyak orang tua yang mengatakan bahwa mereka tidak mampu untuk membeli makanan bergizi dan sering memberikan mie instan pada anaknya.Hanya sebagian kecil balita mengikuti program perbaikan gizi, pemberdayaan keluarga.Sebagian besar orang tua menganggap tidak terlalu penting untumemeriksakan anakanya.Berdasarkan hasil survey banyak anak yang kekurangan gizi dan sudah sakit tetapi belum mendapatkan perawatan yang sesuai. Sebagian balita terlihat lesu dan sedih karena tidak dapat bermain dengan teman sebayanya. Kader posyandu sudah melakukan pemeriksaan pada balita. Lingkungan pedesaan kurang bersih, rata-rata rumah tidak memiliki ventilasi dan kurangnya pencahayaan yang masuk ke rumah. .Terdapat puskesmas di dekat pedesaan untuk tempat pemeriksaan kesehatan anak. Akses menuju ke jalan raya sangat mudah karena letak Desa L dekat dengan jalan raya, berbagai angkutan umum dapat dimanfaatkan seperti angkot dan ojek, transportasi yang banyak digunakan warga Desa L alah angkot dan kendaraan pribadi. Komunikasi yang dilakukan balita adalah bertanya kepada orangtuanya, anak jarang mendapatkan informasi mengenai kesehatan cara makan yang baik, makanan apa saja yang bergizi dan bagimana lingkungan yang sehat sehingga masih banyak yang belum mengerti pentingnya kesehatan. Balita biasanya rekreasi bersama orangtua ke taman atau kebun binatang. Pengkajian dengan Balita
A. Pengkajian 31
1. Demografi Desa L untuk balita usia 1-5 tahun berjumlah 249 orang dengan jenis kelamin perempuan dan laki-laki. 2. Statistic Vital a) Angka Kesakitan Sebanyak 100 orang balita menderita anemia. b) Status Perkawinan 100% dari balita belum menikah. c) Agama Dari 249 orang ada yang beragama islam dan kristen tapi dominan beragama islam. 3. Karakteristik Balita Fisik Tubuh kurus, tampak lemah, rambut seperti jagung dan konjungtiva mata anemis. Psikologis Sebagian balita terlihat lesu dan sedih karena tidak dapat bermain dengan teman sebayanya. Sosial Kader posyandu sudah melakukan pemeriksaan pada balita. Perilaku Perilaku keluarga balita kebanyakan tidak memiliki kebiasaan makan dengan gizi seimbang. B. Subsystem Ada 8 subsystem : 1. Lingkungan Fisik Lingkungan pedesaan kurang bersih, rata-rata rumah tidak memiliki ventilasi dan kurangnya pencahayaan yang masuk ke rumah. 2. Pelayanan Kesehatan Terdapat puskesmas di dekat pedesaan untuk tempat pemeriksaan kesehatan anak. 3. Ekonomi Rata-rata pendapatan keluarga di Desa L berpenghasilan rendah. 4. Transportasi Akses menuju ke jalan raya sangat mudah karena letak Desa L dekat dengan jalan raya, berbagai angkutan umum dapat dimanfaatkan seperti angkot dan ojek, transportasi yang banyak digunakan warga Desa L alah angkot dan kendaraan pribadi. 5. Kebijakan dan Pemerintahan Keluarga balita dan balita mengikuti program perbaikan gizi dan pemberdayaan keluarga. 6. Komunikasi Komunikasi yang dilakukan balita adalah bertanya kepada orangtuanya, anak jarang mendapatkan informasi mengenai kesehatan cara makan yang baik, makanan apa saja yang bergizi dan bagimana lingkungan yang sehat sehingga masih banyak yang belum mengerti pentingnya kesehatan. 32
7. Pendidikan Sebagian besar tingkat pendidikan ibu memiliki pendidikan yang rendah. 8. Rekreasi Balita biasanya rekreasi bersama orangtua ke taman atau kebun binatang. C. ANALISA DATA Data Do: Data survey di Desa L, balitanya memiliki berat badan yang kurang dari normal usianya. Kondisi balita saat ini dari data posyandu, bahwa 100 balita menderita anemia. Data hasil pengkajian kader didapatkan sebanyak 30 balita memiliki tubuh kurus, sebanyak 56 balita tampak lemah, sebanyak 25 balita memiliki rambut seperti jagung dan sebanyak 38 balita memiliki konjungtiva mata anemis Ds: Maka dari itu banyak orang tua yang mengatakan bahwa mereka tidak mampu untuk membeli makanan bergizi dan sering memberikan mie instan pada anaknya Do: -Hanya sebagian kecil balita mengikuti program perbaikan gizi, pemberdayaan keluarga.Sebagian besar orang tua menganggap tidak terlalu penting untumemeriksakan
Masalah Kurangnya gizi
ketidakefektifan pemelihara kesehatan pada balita
33
anakanya.Berdasarkan hasil survey banyak anak yang kekurangan gizi dan sudah sakit tetapi belum mendapatkan perawatan yang sesuai. - Lingkungan pedesaan kurang bersih, rata-rata rumah tidak memiliki ventilasi dan kurangnya pencahayaan yang masuk ke rumah. Ds: -Sebagian besar tingkat pendidikan ibu memiliki pendidikan yang rendah.Orang tua mengatakan tidak mengerti bagaimana ciri-ciri anak yang kekurangan gizi dan butuh perawatn khusus
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Gizi buruk yang dialami balita sehubungan dengan masalah rendahnya pendapatan orangtua, kurangnya pengetahuan orang tua dengan kebiasaan memberi makan balita tidak sesuai dengan gizi seimbang 2. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan pada balta dengan masalah rendahnya pendidikan orang tua dengan kebiasaan tidak memperhatikan kondis rumah kotor dan tidak mengikutsertakan anak kedalam program perbaikan gizi
E. PRIORITAS MASALAH KOMUNITAS
34
N O
DIAGNOSA
1.
Gizi buruk yang 3 dialami balita sehubungan dengan masalah rendahnya pendapatan orangtua, kurangnya pengetahuan orang tua dengan kebiasaan memberikan makan balita tidak sesuai dengan gizi seimbang Ketidakefektifan 3 pemeliharaan kesehatan pada balta dengan masalah rendahnya pendidikan orang tua dengan kebiasaan tidak memperhatikan kondis rumah kotor dan tidak mengikut sertakan anak
2.
TINGKAT PENTING NYA MAALAH UNTUK DISELESA IKAN 1:RENDA H 2:SEDAN G 3:TINGGI
PERUBA HAN POSITIF BAGI MASYA RAKAT JIKA MASAL AH DISELES AIKAN 0:TIDAK ADA 1:REND AH 2:SEDA NG 3:TINGG I 3
PENING KATAN KUALIT AS HIDUP JIKA DISELE SAIKAN 0:TIDA ADA 1:REND AH 2:SEDA NG 3:TING GI
PRIORIT JUMLAH AS MASALA H DARI 1-6: 1:KURAN G PENTING ,6:SANG AT PENTING
3
4
13
3
3
5
14
35
kedalam program perbaikan gizi
Rencana Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Balita dengan Gizi Buruk di Desa L tahun 2019 N Diagnosa o Keperawata n Komunitas 1
Gizi buruk yang dialami balita sehubungan dengan masalah rendahnya pendapatan orangtua, kurangnya pengetahua n orang tua dengan kebiasaan memberika n makan balita tidak sesuai dengan gizi seimbang
Tujuan
Rencana Kegiatan
Strategi Tujuan Umum : Program tata laksana giziburuk di desa L berjalan optimal setelah dilakukan pembinaan selama 4 bulan. Tujuan Khusus : Tersedi anya pelayan an kesehat an untuk tatalaks ana balita gizi buruk dalam Kegiata
Kegiatan
Evaluasi
Kriteria
Afektif
Pendidi kan Keseha tan
Pelatihan kader Posyandu dalam pelaksanaan lima meja dan melakukan penyuluhan kesehatan pada balita dalam kegiatan pencegahan gizi buruk
Kogniti f
Afektif
36
Standar
Teridenti fikasi peserta pelatihan kader Posyand u yang akan mengiku ti pelatihan perwakil an tiap RW. Peningk atan pengetah uan tentang pencega han gizi buruk pada balita khususn ya kader kesehata n.
Evaluat or
Mahasi swa Kader Puskes mas Supervi sor
n Posyand u dan difasilit asi oleh kader kesehat an. Tersedi anya sarana dan prasaran a serta dana untuk menunj ang kegiatan kesehat an balita gizi buruk.
Psikom otor Peningk atan atau perbaika n sikap kader dalam pencega han gizi buruk
Mampu memberi kan pendidik an kesehata n pada balita dengan gizi buruk Mampu merubah perilaku orang tua untuk memberi kan makanan sesuai gizi seimban g untuk mencega h gizi buruk Melakuk an pemberi an makanan 37
dengan gizi seimban g Mampu melakuk an rujukan untuk balita yang sudah mengala mi gizi buruk 2
Ketidakefe ktifan pemelihara an kesehatan pada balita dengan masalah rendahnya pendidikan orang tua dengan kebiasaan tidak memperhati kan kondis rumah kotor dan tidak mengikut sertakan anak kedalam program perbaikan gizi
Tujuan Umum : Pemeliharaa n kesehatan dilakukan secara optimal melalui program PHBS oleh keluarga dan masyarakat dalam waktu 6 bulan. Tujuan Khusus : Meningk atkan pemaha man keluarga tentang penerapa n Pola Hidup Bersih dan Sehat Meningk atkan
Pendidi kan Keseha tan
Penyuluha n tentang penerapan PHBS pada keluarga di tingkat desa dalam bentuk kegiatan “Gerakan Keluarga Sehat” Penyebarl uasaan leaflet, poster penerapan PHBS Keluarga di Desa L
Kogniti f
Afektif
Psikom otor
Mahasi Terjadi swa peningka Kader tan Supervi pengetah sor uan peserta keluarga balita yang mengiku ti penyulu han.
Peningk atan atau perbaika n sikap keluarga balita terhadap penerapa n PHBS.
Mampu melakuk an penerapa 38
pengetah uan keluarga tentang PHBS Meningk atkan keteram pilan keluarga tentang penerapa n PHBS
n PHBS Keluarga Tersebar nya leaflet dan poster tentang penerapa n PHBS keluarga
39
BAB III PENUTUPAN III.1 KESIMPULAN Gizi kurang atau kurang gizi (sering kali tersebut malnutrisi) muncul akibat asupan energi dan makronutrien yang tidak memadai. Pada beberapa orang kurang gizi juga terkait dengan defisiensi mikronutrien nyata ataupun subklinis (Webster-Gandy, 2014) Dari kasus yang tersedia bisa disimpulkan bahwa kasus tersebut bertemakan balita dengan gizi buruk. Diagnosa pada kasus terdiri dari: Gizi buruk yang dialami balita sehubungan dengan masalah rendahnya pendapatan orangtua, kurangnya pengetahuan orang tua dengan kebiasaan memberi makan balita tidak sesuai dengan gizi seimbang dan Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan pada balta dengan masalah rendahnya pendidikan orang tua dengan kebiasaan tidak memperhatikan kondis rumah kotor dan tidak mengikutsertakan anak kedalam program perbaikan gizi.
III.2 SARAN Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber – sumber yang lebih banyak yang tentunga dapat di pertanggung jawabkan.
40
DAFTAR PUSTAKA Kementrian Kesehatan RI Buku Panduan Kader Posyandu. Jakarta. 2012 Kemenkes.RI. (2014). Pendoman Gizi Deimbang. Direktorat Jendral Bina Gizi dan KIA. Jakarta. Betz, Sowden. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta, EGC Suriadi, Yuliani R, (2001). Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 1. Jakarta, CV sagung seto Allender, J. A., Rector C., & Warner, K.D . 2010. Community Health Nursing: Promoting & Protecting the Public's Health (7 ed). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins Budi S, Bagus. 2017. Artikel Ikatan Dokter Anak Indonesia : Artikel ini dibuat berdasarkan wawancara dengan Dr. Mulya Rahma Karyanti, Sp.A(K) M.Sc di Dept. Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM pada taanggal 24 Januari 2017. Sari W, Arlinda. 2004. Anemia Defisiensi Pada Balita. Sumatera Utara : USU Digital Library
41