Kasus Anak Sekolah.docx

  • Uploaded by: uci
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kasus Anak Sekolah.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 12,962
  • Pages: 61
KEPERAWATAN KOMUNITAS II Asuhan Keperawatan Anak Usia Sekolah

Dosen pengampu: Ns. Diah Ratnawati M.Kep, Sp. Kep. Kom Disusun oleh:

Endang Dwi S

1610711055

Amelia Diah Wardani

1610711065

Januarita Akhrina

1610711057

Cintya Veronica

1610711069

Purwandari Nurfaizah

1610711059

Tessya Deant Eka Putri

1610711070

Amastia Ikayuwandari

1610711060

Gustina Rahmiandini

1610711071

Adinda Zein Nur

1610711062

Leni Marlia

1610711073

Anggryta putry Lestari

1610711082

Asya Shalbiah Muamar

1610711075

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL "VETERAN" JAKARTA TAHUN 2019

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.Makalah yang Asuhan Keperawatan Anak Usia Sekolahyang ditulis guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas II. Pada kesempatan yang baik ini, izinkanlah penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan masalah ini dengan sebaik-baiknya.

Depok, 21 Februari 2019

Penyusun

ii

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR

ii

DAFTAR ISI

iii

BAB I PENDAHULUAN

4

1.1 Latar Belakang

4

1.2 Rumusan Masalah

5

1.3 Tujuan Penulisan

5

BAB II TINJAUAN TEORI

6

2.1 Program kesehatan terkait kasus (PHBS di sekolah)

6

2.2 Program kota sehat (program PHBS kota depok & kebijakannya) 2.3 Prevalensi populasi (Dunia, Indonesia, dan Jawa Barat) 2.4 Karakteristik & tumbang usia anak sekolah 2.5 Pengertian & etiologi cacingan 2.6 Tanda gejala anak cacingan 2.7 Akibat dan komplikasi cacingan 2.8 Cara pencegahan cacingan 2.9 Penatalaksanaan 2.10 Pengkajian dengan anak umur sekolah 2.11 Analisa data dan diagnosa keperawatan 2.12 Tujuan umum khusus & intervensi

BAB III PENUTUP

11

3.1 Kesimpulan

11

3.2 Saran

11

BAB IV DAFTAR PUSTAKA

12

iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penyakit infeksi cacingan merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia yang dapat menimbulkan kekurangan gizi berupa kalori dan protein, serta kehilangan darah yang berakibat menurunnya daya tahan tubuh dan menimbulkan gangguan tumbuh kembang anak.Sanitasi lingkungan yang belum memadai, keadaan ekonomi yang rendah didukung oleh iklim yang sesuai untuk pertumbuhan cacing merupakan beberapa faktor penyebab tingginya infeksi cacing.WHO (2016) melaporkan lebih dari 2 miliar orang terinfeksi penyakit cacingan. Menurut DEPKES RI (2004), angka nasional prevalensi cacingan pada anak sekolah dasar pada tahun 2003 sebesar 33%. Pada tahun 2004, prevalensi penyakit cacingan meningkat menjadi 46,8% (DEPKES RI, 2006). Pada tahun 2005, survei infeksi cacingan di sekolah dasar di beberapa provinsi menunjukan prevalensi sekitar 60%80% (DEPKES RI, 2005). Faktor-faktor risiko penyebab tingginya prevalensi penyakit cacingan adalah rendahnya tingkat sanitasi pribadi (Perilaku Hidup Bersih Sehat) dan buruknya sanitasi lingkungan (Umar, 2008). Perilaku seperti tidak mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar (BAB), tidak menjaga kebersihan kuku, perilaku jajan di sembarang tempat yang kebersihannya tidak dikontrol, perilaku BAB tidak di WC yang menyebabkan pencemaran tanah dan lingkungan oleh feses yang mengandung telur cacing, serta kurangnya ketersediaan sumber air bersih adalah beberapa kondisi sebagai penyebab infeksi cacingan (Astuty dkk, 2012). WHO (2011) mengatakan di dalam konferensi internasional kesehatan pertama tahun 1986 (Ottawa Charter) dijelaskan bahwa ada sembilan prasyarat (pre requisites) yang mempengaruhi kesehatan, salah satunya adalah knowledge atau pengetahuan.Tingkat pengetahuan orang tua akan permasalahan kesehatan dapat mempengaruhi perilaku dan tingkat kesehatan anak (Notoatmodjo, 2012). Faridan (2013) mengatakan bahwa penyakit cacingan paling banyak terjadi pada anak usia sekolah dasar. Hal itu disebabkan anak pada usia tersebut sering melakukan kontak dengan tanah. Kasus cacingan terbanyak dari golongan cacing Ascariasis (Faridan, 2013). 4

DEPKES RI (2006) menyatakan bahwa anak usia sekolah dasar merupakan golongan tertinggi terinfeksi cacing yang penularannya melalui tanah. 1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja yang menjadi Program kesehatan terkait kasus (PHBS di sekolah) ? 2. Apa saja yang menjadi Program kota sehat (program PHBS kota depok dan kebijakannya) ? 3. Bagaimana Prevalensi populasi Dunia, Indonesia, Jawa Barat) ? 4. Bagaimana Karakteristik & tumbang usia anak sekolah ? 5. Apa Pengertian & etiologi dari cacingan ? 6. Apa saja tanda gejala aak cacingan ? 7. Apa akibat & komplikasinya? 8. Bagaimana Cara pencegahan? 9. Bagaimana Penatalaksanaan? 10. Apa saja Pengkajian yang dapat dilakukan? 11. Apa saja analisa data dan diagnosa keperawatan 12. Apa Tujuan umum khusus dan intervensi yang dilakukan? 1.3 Tujuan Penulisan 1. Mengetahui dan memahamiProgram kesehatan terkait kasus (PHBS di sekolah) 2. Mengetahuidan memahami Program kota sehat (program PHBS kota depok & kebijakannya) 3. Mengetahuidan memahamiPrevalensi populasi (Dunia, Indonesia, dan Jawa Barat) 4. Mengetahuidan memahamiKarakteristik & tumbang usia anak sekolah 5. Mengetahuidan memahamiPengertian & etiologi cacingan 6. Mengetahuidan memahamiTanda gejala anak cacingan 7. MengetahuiAkibat dan komplikasi cacingan 8. Mengetahuidan memahamiCara pencegahan cacingan 9. Mengetahuidan memahamiPenatalaksanaan 10. Mengetahuidan memahamiPengkajian dengan anak umur sekolah 11. Mengetahuidan memahamiAnalisa data dan diagnosa keperawatan 12. Mengetahui dan memahami Tujuan umum khusus & intervensi 5

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 Program Kesehatan Terkait Kasus (PHBS di sekolah) A. Pengertian PHBS Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri (mandiri) di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat. Dengan demikian, PHBS mencakup beratus-ratus bahkan mungkin beribu-ribu perilaku yang harus dipraktikkan dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tinggingnya. Di bidang pencegahan dan penanggulangan penyakit serta penyehatan lingkungan harus dipraktikkan perilaku mencuci tangan dengan sabun, pengelolaan air minum dan makanan yang ccair yang memenuhi syarat, memberantas jentik nyamuk, tidak merokok di dalam ruangan dan lain- lain. Di bidang kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana harus dipraktikkan perilaku meminta pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, menimbang balita setiap bulan, mengimunisasi lengkap bayi, menjadi akseptor keluarga berencana dan lain-lain. Di bidang gizi dan farmasi harus dipraktikkan perilaku makan dengan gizi seimbanng, minum Tablet Tambah Darah selama hamil, memberi bayi air susu ibu (ASI) eksklusif, mengonsumsi Garam Beryodium dan lain-lain. Sedangkan di bidang pemeliharaan kesehatan harus dipraktikkan perilaku ikut serta dalam jaminan pemeliharaan kesehatan, aktif mengurus dan atau memanfaatkan upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM), memanfaatkan Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan lain dan lain-lain.

B. Pembinaan PHBS di Institusi Pendidikan Di institusi pendidikan, pembinaan PHBS dilaksanakan melalui kegiatan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) yang terintegrasi dengan kegiiatan pengembangan dan pembinaan Desa Siaga dan Kelurahan Siaga Aktif.Tanggung jawab pembinaan yang terendah tidak diletakkan di tingkat kecamatan, melainkan di tingkat kabupaten/kota (Pokjanal Kabupaten/Kota). a) Pemberdayaan 6

Pemberdayaan di institusi pendidikan seperti sekolah, madrasah, pesantren, seminari dan lain-lain, dilakukan terhadap para anak didik.Sebagaimana di desa atau kelurahan, di sebuah institusi pendidikan pemberdayaan juga diawali dengan pengorgani-sasian masyarakat

(yaitu

masyarakat

institusi

pendidikan

tersebut).

Pengorganisasian

masyarakat ini adalah untuk membentuk atau merevitalisasi Tim Pelaksana UKS atau yang disebut dengan nama lain dan para pendidik di institusi pendidikan yang bersangkutan

(pengembangan

kapasitas

pengelola).

Dengan

mengorganisasian

masyarakat di institusi pendidikan tersebut, maka selanjutnya pemberdayaan anak didik dapat diserahkan kepada pimpinan institusi pendidikan, komite atau dewan penyantun, Tim Pelaksana UKS atau yang disebut dengan nama lain, para pendidik, dan anak-anak didik yang ditunjuk sebagai kader (misalnya dokter kecil). Pemberdayaan dilaksanakan di berbagai kesempatan, yaitu terintegrasi dalam proses belajar mengajar (kurikuler) dan dalam kegiatanan-kegiatan di luar proses belajar-mengajar (ekstra kurikuler). Juga dapat dilaksanakan melalui penyelenggaraan Klinik Konsultasi Kesehatan (UKBM) yang dikelola oleh para pendidik dan kader dibantu petutuas kesehatan dari Puskesmas/rumah sakit/dinas kesehatan. b) Bina Suasana Bina suasana di institusi pendidikan selain dilakukan oleh para pendidik, juga oleh para pemuka masyarakat (khususnya pemuka masyarakat bidang pendidikan dan agama), pengurus organisasi anak didik seperti OSIS dan sejenisnya, Pramuka dan para kader berperan sebagai panutan dalam mempraktikkan PHBS di lingkungan pendidikan tersebut. Bina suasana juga dapat dilakukan dengan pemanfaatan media seperti billboard di halaman, poster di ruang-ruang kelas, pertunjukan film, pemuatan makalah/berita di majalah dinding atau majalah sekolah, serta penyelenggaraan seminar/simposium/diskusi, mengundang pakar atau alim-ulama atau figur publik untuk berceramah, pemanfaatan halaman untuk taman obat/taman gizi dan lain-lain. c) Advokasi Advokasi dilakukan oleh fasilitator dari kabupaten/ kota/provinsi terhadap para pemilik/pimpinan institusi pendidikan, para pendidik dan pengurus organisasi peserta didik, agar mereka berperan serta dalam kegiatan pembinaan PHBS di institusi pendidikannya.Para pemilik/pimpinan institusi pendidikan misalnya, harus memberikan 7

dukungan kebijakan/pengaturan dan menyediakan sarana agar PHBS di Institusi Pendidikannya dapat dipraktikkkan. Advokasi juga dilakukan terhadap para penyandang dana, termasuk pengusaha, agar mereka membantu upaya pembinaan PHBS di Institusi Pendidikan. Kegiatan-kegiatan pemberdayaan, bina suasana dan advokasi di institusi pendidikan tersebut di atas harus didukunng oleh kegiatan-kegiatan (1) bina suasana PHBS di Institusi Pendidikan dalam lingkup yang lebih luas (kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan nasional) dengan memanfaatkan media massa berjangkauan luas seperti surat kabar, majalah, radio, televisi dan internet; serta (2) advokasi secara berjenjang dari tingkat pusat ke tingkat provinsi, dan dari tingkat provinsi ke tingkat kabupaten/kota.

C. Peran Pemangku Kepentingan a) Pemilik/Komite/Dewan Penyantun/Pengelola Institusi Pendidikan 1. Memberikan dukungan kebijakan berupa peraturan yang mendukung pembinaan PHBS di institusi pendidikannya. 2. Menyediakan sarana/fasilitas (air bersih, jamban sehat, kantin sehat, tempat sampah dan lain-lain) untuk mendukung PHBS di institusi pendidikannya. 3. Menyediakan dana dan sumber daya lain yang diperlukan untuk pembinaan PHBS di institusi pendidikannya. b) Tim Pelaksana UKS/Pendidik 1. Menyusun rencana, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi pembinaan PHBS di institusi pendidikannya. 2. Membentuk dan menyelenggarakan Klinik Konsultasi Kesehatan. c) Kader 1. Melaksanakan promosi kesehatan dalam rangka pembinaan PHBS bagi teman-teman (anak didik) lainnya. 2. Membantu penyelenggaraan Klinik Konsultasi Kesehatan.

D. Evaluasi PHBS di Sekolah Terwujudnya Institusi Pendidikan Ber-PHBS, dengan indikator: a) Tersedia sarana untuk mencuci tangan menggunakan sabun. 8

b) Tersedia sarana untuk mengkonsumsi makanan dan minuman sehat. c) Tersedia jamban sehat. d) Tersedia tempat sampah. e) Terdapat larangan untuk tidak merokok. f) Terdapat larangan untuk tidak menggunakan NAPZA. g) Terdapat larangan untuk untuk meludah di sembarang tempat. h) Terdapat kegiiatan memberantas jentik nyamuk secara rutin

2.2 Program Kota Sehat (program PHBS kota depok & kebijakannya) Depok Kota Sehat KOTA SEHAT: “adalah suatu kondisi kota yang bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni penduduk, yang dicapai melalui terselenggaranya penerapan beberapa tatanan dengan kegiatan yang terintergrasi yang disepakati masyarakat dan pemerintah daerah”. Pemerintah Kota Depok memastikan warganya memiliki akses terhadap layanan kesehatan yang terjangkau dan andal.Pelaksanaan SJKN ditekankan pada peningkatan perilaku dan kemandirian masyarakat, profesionalisme sumber daya manusia kesehatan, serta upaya promotif dan preventif tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitative. Pelaksanaan kota sehat dilakukan dengan menempatkan masyarakat sebagai pelaku pembangunan, yaitu melalui pembentukan atau pemanfaatan forum Kota Depok Sehat, dengan dukungan pemerintah daerah melalui program yang telah direncanakan. Strategi yang dilakukan dapat melibatkan semua potensi yang ada di masyarakat dalam forum (FKDS dan FKKS) maupun Pokja Kelurahan Sehat, sebagai penggerak kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan. Serta dapat juga melakukan advokasi konsep kota sehat penentu kebijakan. Tatanan Kota Sehat yang dapat dilaksanakan oleh Kota Depok diantaranya adalah: A. Kawasan Permukiman, Sarana dan Prasarana Umum 1. Udara bersih 2. Air sungai bersih 9

3. Penyediaan air bersih individu dan umum 4. Pembuangan air limbah domestic (rumah tangga) 5. Pengelola sampah 6. Perumahan dan permukiman 7. Pertamanan dan hutan kota 8. Sekolah 9. Pengelola pasar 10. Sarana olahraga dan rekreasi tempat bermain anak-anak 11. Penataan sector informal (pedagang kaki lima/asongan atau rumah tangga)

B. Kehidupan Masyarakat yang sehat dan Mandiri 1. Perilaku hidup bersih dan sehat 2. Tempat-tempat umum 3. Permukiman, perumahan, dan bangunan sehat 4. Penyediaan air bersih 5. Kesehatan dan keselamatan kerja, pencegahan kecelakaan dan rudapaksa 6. Kesehatan keluarga, reproduksi dan KB 7. Pembinaan kesehatan jiwa masyarakat, dan Pola asuh anak 8. Kesehatan olahraga dan kebugaran jasmani 9. Program anti tembakau 10. Immunisasi 11. Pelayanan pengobatan dan perawatan 12. Pemberantasan malaria 13. Pemberantas penyakit DBD 14. Pemberantas TB paru 15. Pemberantas diare 16. Pencegahan Penyakit Degeneratif 17. Gizi 18. JPKM

10

C. Kehidupan Sosial yang Sehat 1. Penanganan kemiskinan dan Ketunaan social (fakir miskin, korban napza, anak jalanan, pengemis dan gelandangan, tuna susila) 2. Penanganan kecacatan (cacat fisik, cacat mental, cacat fisik dan mental) 3. Penanganan komunitas adat terpencil 4. Penanganan keterlantaran (anak, lanjut usia/jompo) 5. Penanggulangan korban bencana kekerasan (anak, wanita dan usia lanjut), dan kerusuhan

D. Ketahanan Pangan dan Gizi 1. Ketersediaan (terlaksananya Intensifikasi pertanian dan pola tanam, masyarakat menyediakan lumbung pangan, pemerintah menyediakan buffer stock) 2. Distribusi (berfungsi lembaga distribusi pangan yang ada di masyarakat seperti koperasi, dll.) 3. Konsumsi (terjangkaunya daya beli masyarakat, menurunnya KEP, masyarakat mengkonsumsi makanan secara B3 yaitu: begizi beragam, Menurunnya proporsi balita dengan gizi buruk, berfungsinya lembaga konsultasi gizi 4. Kewaspadaan (Penurunan Kasus Gizi berlebih, Bebas Keracunan Pestisida pada petani, Kecamatan bebas rawan pangan, Menurunnya penderita Kretin baru, Kecamatan bebas rawan gizi) 5. Kemasyarakatan (Adanya kegiatan kelompok masyarakat dalam upaya penanggulangan masalah gizi, meningkatnya pendapatan petani, Petani mendapatkan pelatihan Pengendalian Hama Terpadu dan Penggunaan Petisida)  Dinkes Laksanakan Roadshow Kampanye CTPS ke TK/Paud Anak usia sekolah merupakan kelompok usia rawan terhadap penularan berbagai penyakit terutama yang berhubungan dengan perut seperti diare, typoid, kecacingan dan lain-lain. Kebiasaan anak-anak mengkonsumsi jajanan secara bebas diikuti perilaku anak anak tidak mencuci tangan pakai sabun sebelum makan akan mengakibatkan berbagai kuman penyakit mudah masuk kedalam tubuh, karena tangan adalah bagian tubuh yang paling banyak tercemar kotoran dan bibit penyakit.

11

Tangan merupakan salah satu media tempat masuknya kuman penyakit. Beberapa penyakit yang dapat menular melalui tangan antara lain diare, thypoid, influenza, ISPA, kecacingan, dan flu burung. Mencuci tangan secara tepat dengan menggunakan sabun dapat mengurangi risiko penyakit diare sebesar 42 sampai 47 %. Perilaku Cuci tangan Pakai Sabun (CTPS) merupakan indikator Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) pada beberapa tatanan diantaranya Tatanan Rumah Tangga, Tatanan Sekolah, Tatanan Fasilitas Kesehatan, dan Tatanan Tempat Tempat Kerja. Hal ini berarti Perilaku CTPS menjadi indikator PHBS yang sangat penting dan ada di setiap tatanan. Namun tingkat kesadaran masyarakat untuk cuci tangan pakai sabun rata-rata barumencapai 12 % (kemenkes RI,2004). Banyak orang yang belum menyadari pentingnya perilaku cuci tangan pakai sabun bagi kesehatan.Mencuci tangan memakai sabun atau mencuci tangan dengan benar dianggap memperlama suatu pekerjaan. Setiap tanggal 15 Oktober merupakan Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia, kegiatan ini dilakukan untuk menggalakkan perilaku mencuci tangan dengan sabun oleh masyarakat untuk menurunkan tingkat kematian dan pencegahan penyakit akibat diare.Selain itu sebagai upaya peningkatan pembangunan fasilitasi sanitasi di sekolah.Perubahan perilaku CTPS di sekolah hingga menjadi budaya tentunya memerlukan dukungan semua pihak tidak hanya siswa, guru, orang tua dan masyarakat juga peran serta lintas sector dan swasta. Tujuan dilaksanakannya kegiatan ini adalah: 1. Meningkatkan pemahaman terhadap perilaku hygiene terutama di usia TK dan PAUD. 2. Mengenalkan pemahaman CTPS di usia TK/PAUD 3. Membentuk Karakter anak yang peduli terhadap kesehatan, khususnya higiene sanitasi

Sedangkan hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah: 1. Terciptanya Pemahaman terhadap perilaku hygiene terutama di usia TK dan PAUD. 2. Terciptanya pengenalan pemahaman CTPS di usia TK/PAUD 3. Terbentuknya karakter anak yang peduli terhadap kesehatan, khususnya higiene sanitasi. 12

Hari ini, Selasa 9 Oktober 2018, Dinas Kesehatan Kota Depok melaksanakan Roadshow Kampanye Sosialisasi CTPS di Sekolah TK Kinderfield, Depok.Kegiatan Roadshow ini pertama kali dilaksanakan dari 5 kali kegiatan yang dimotori oleh Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olah Raga. Berikut jadwal Roadshow Kampanye Sosialisasi CTPS Dinas Kesehatan Kota Depok ke TK/Paud di Kota Depok :

No

Tanggal

Lokasi

Puskesmas

1

09 Oktober 2018

TK Kinderfield

Puskesmas Kemiri Muka

2

10 Oktober 2018

TK Al-Fikri

Puskesmas Pondok Sukmajaya

TK

Islam

Dian

3

11 Oktober 2018

Didaktika

Puskesmas Cinere

4

15 Oktober 2018

TK Bustanul Aisyiyah

Puskesmas Pondok Sukmajaya

5

17 Oktober 2018

TK Darul Abidin

Puskesmas Beji

Sumber

:

Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olah Raga  Promkes Depok Goes To School Penerapan PHBS di sekolah merupakan salah satu upaya strategis untuk menggerakkan dan memberdayakan sekolah dan lingkungannya untuk hidup bersih dan sehat. Sekolah yang berPHBS akan membentuk anak yang sehat dan cerdas. Anak yang sehat dan cerdas merupakan asset dan modal pembangunan kesehatan di masa depan. PHBS sekolah diarahkan untuk memberdayakan setiap siswa, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah agar tahu, mau dan mampu menolong diri sendiri di bidang kesehatan dengan menerapkan nilai – nilai kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan sekolah sehat. 13

Seksi Promosi Kesehatan Dinkes Kota Depok berkolaborasi dengan pemegang program kesga dan gizi, POM

dari tanggal 06 September 2016 hingga tanggal 14 September 2016

telah melakukan roadshow ke beberapa sekolah, khususnya sekolah yang telah menjadi pemenang dalam Lomba Sekolah Sehat tingkat Kota Depok sebagai bentuk pembinaan untuk persiapan maju ke tingkat berikutnya. Harapannya dengan dilaksanakan roadshow ke sekolah-sekolah maka pengetahuan dari guruguru serta peserta didik akan pentingnya kesehatan reproduksi, gizi seimbang, pangan sehat, kantin sehat, lingkungan sekolah yang sehat, serta penyakit yang sering menjangkit di lingkungan sekolah dapat langsung terinformasikan. 2.3 Prevalensi Populasi (Dunia, Indonesia, dan Jawa Barat) Indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) terdiri dari sepuluh indikator yang mencakup perilaku individu dan gambaran rumah tangga (Promkes 2009).Data PHBS pada tahun 2007 mengacu pada indikator PHBS yang sudah ditetapkan tahun 2004. Pada Indikator individu meliputi pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, bayi 0-6 bulan mendapat ASI eksklusif, kepemilikan/ketersediaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, penduduk tidak merokok, penduduk cukup beraktivitas fisik, dan penduduk cukup mengonsumsi sayur dan buah. Indikator Rumah Tangga meliputi rumah tangga memiliki akses terhadap air bersih, akses jamban sehat, kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni (≥8m2 / orang), dan rumah tangga dengan lantai rumah bukan tanah. Pada PHBS tahun 2007 untuk rumah tangga dengan balita digunakan 10 indikator, sehingga nilai tertinggi adalah 10; sedangkan untuk rumah tangga tanpa balita terdiri dari 8 indikator, sehingga nilai tertinggi adalah delapan (8) PHBS diklasifikasikan “kurang” apabila mendapatkan nilai kurang dari enam (6) untuk rumah tangga mempunyai balita dan nilai kurang dari lima (5) untuk rumah tangga tanpa balita. Pada tahun 2011 telah dibuat indikator PHBS yang baru dan sedikit berbeda dengan indikator PHBS ditetapkan sebelumnya. Indikator PHBS yang ditetapkan pada tahun 2011 oleh Pusat Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan mencakup 10 indikator yang meliputi : 1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan; 2. Melakukan penimbangan bayi dan balita;

14

3. Memberikan ASI eksklusif; 4. Penggunaan air bersih; 5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun; 6. Memberantas jentik nyamuk; 7. Memakai jamban sehat; 8. Makan buah dan sayur setiap hari; 9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari; 10. Tidak merokok dalam rumah. Pada PHBS tahun 2013 untuk rumah tangga dengan balita digunakan 10 indikator, sehingga nilai tertinggi adalah 10; sedangkan untuk rumah tangga tanpa balita terdiri dari 7 indikator, sehingga nilai tertinggi adalah tujuh. Penilaian PHBS rumah tangga baik diukur dengan batasan yang sama dengan penilaian rumah tangga PHBS tahun 2007. Kriteria rumah tangga dengan PHBS baik adalah rumah tangga yang memenuhi indikator baik, sebesar 6 indikator atau lebih untuk rumah tangga yang punya balita dan 5 indikator atau lebih untuk rumah tangga yang tidak mempunyai balita, Jumlah sampel rumah tangga dalam analisis PHBS ini adalah sebesar 294.959 (220.895 rumah tangga tanpa balita dan 74.064 rumah tangga yang memiliki balita). Dalam Riskesdas 2013 indikator yang dapat digunakan untuk PHBS sesuai dengan kriteria PHBS yang ditetapkan oleh Pusat Promkes pada tahun 2011, yaitu mencakup delapan indikator individu (cuci tangan, BAB dengan jamban, konsumsi sayur dan buah, aktivitas fisik, merokok dalam rumah, persalinan oleh tenaga kesehatan, memberi ASI eksklusif, menimbang balita), dan dua indikator rumah tangga (sumber air bersih dan memberantas jentik nyamuk). Pengertian indikator yang digunakan dalam PHBS Riskesdas 2013 ini adalah sebagai berikut: 1. Persalinan oleh tenaga kesehatan, Data ini didapatkan dari data persalinan yang terakhir yang ditolong oleh tenaga kesehatan dari riwayat persalinan dalam tiga tahun terakhir sebelum survei (kurun waktu tahun 2010 sampai tahun 2013) 2. Melakukan penimbangan bayi dan balita, Indikator ini menggunakan variabel individu usia 0 sampai 59 bulan yang mempunyai riwayat pernah ditimbang dalam enam bulan terakhir 15

3. Memberikan ASI eksklusif, Indikator ini menggunakan data dari riwayat pernah diberikan ASI eksklusif diantara individu baduta usia 0 – 23 bulan. Pengertian pemberian ASI eksklusif dalam analisis ini adalah bayi usia ≤6 bulan yang hanya mendapatkan ASI saja dalam 24 jam terakhir saat wawancara atau individu baduta yang pertama kali diberi minuman atau makanan berumur enam bulan atau lebih 4. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, Indikator mencuci tangan dengan benar mencakup mencuci tangan dengan air bersih dan sabun saat sebelum menyiapkan makanan, setiap kali tangan kotor, setelah buang air besar, setelah menggunakan pestisida (bila menggunakan), setelah menceboki bayi dan sebelum menyusui bayi (bila sedang menyusui) 5. Memakai jamban sehat, Perilaku menggunakan jamban sehat diukur dari perilaku buang air besar menggunakan jamban saja 6. Melakukan aktivitas fisik setiap hari, Indikator ini diukur berdasarkan individu yang biasa melakukan aktivitas fisik berat atau sedang dalam tujuh hari seminggu 7. Konsumsi buah dan sayur setiap hari, Perilaku konsumsi buah dan sayur diukur berdasarkan individu yang biasa konsumsi buah dan sayur selama tujuh hari dalam seminggu

Laporan Riset kesehatan dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2013 menyatakan bahwa, kesehatan dipengaruhi oleh perilaku yang menjunjung tinggi keadaan kebersihan.Akibat kurangnya perhatian terhadap kebersihan ini, maka masih banyak penyakit yang timbul seperti diare, kecacingan, filariasis, demam berdarah, dan muntaber. Masalah kebersihan yang masih banyak dialami oleh siswa SD yaitu masalah pada gigi sebanyak 86%, tidak bisa potong kuku sebanyak 53%, tidak bisa menggosok gigi sebanyak 42%, dan tidak mencuci tangan sebelum makan sebanyak 8%. Sedangkan penyakit yang sering diderita oleh anak SD adalah penyakit kecacingan 60-80% dan caries gigi sebanyak 74,4%. Oleh sebab itu, untuk mengatasi masalah tersebut perlu adanya upaya secara komprehensif dari berbagai sektor.

16

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah Rumah tangga yang seluruh anggotanya berperilaku hidup bersih dan sehat, yang meliputi 10 indikator, yaitu pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, bayi diberi ASI eksklusif, balita ditimbang setiap bulan, menggunakan air bersih, mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, menggunakan jamban sehat, memberantas jentik di rumah sekali seminggu, makan sayur dan buah setiap hari, melakukan aktivitas fisik setiap hari, dan tidak merokok di dalam rumah. Apabila dalam Rumah Tangga tersebut tidak ada ibu yang melahirkan, tidak ada bayi dan tidak ada balita, maka pengertian Rumah Tangga berPHBS adalah rumah tangga yang memenuhi 7 indikator.

Pelaksanaan Program Perilaku Hidup

Bersih dan Sehat (PHBS) secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap penanggulangan masalah kesehatan melalui pencegahan terjadinya kesakitan maupun kematian.PHBS mengisyaratkan slogan “Lebih Baik Mencegah daripada Mengobati’. Program PHBS adalah upaya untuk pengalaman belajar bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, untuk meningkatkan pengetahuan,sikap dan perilaku hidup bersih dan sehat, yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat turut menangani masalah di bidang kesehatan serta berperan-aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya. PHBS mencakup tatanan Rumah Tangga, Sekolah, Tempat Kerja, Tempat Umum dan Sarana Kesehatan. Jumlah Rumah Tangga di Jawa Barat sebanyak 12.634.514 rumah tangga, dan dipantau sikap prilaku ber-PHBS sebanyak 8.253.302 keluarga (65,3%) , dari pemantauan ini ditemukan 4.334.650 keluarga berprilaku PHBS (52,5%). Berdasarkan Kab/Kota di Jawa Barat. Cakupan tertinggi di capai oleh Kota Depok (77,2%) dan terendah Kab Purwakarta (6,3%). Cakupan rumah tangga ber-PHBS dari tahun ke tahun menunjukan adanya peningkatan, pada tahun 2015 persentase PHBS mencapai 53,7% dan pada tahun 2016 mencapai 52,5% turun 2,8% untuk lebih jelas berikut ini gambaran persentase rumah tangga PHBS tahun 2016.

17

Hasil riset kesehatan daerah di kabupaten/kota se-Provinsi Jawa Barat tahun 2007 menunjukkan persentase keluarga PHBS yang tinggal diperkotaan lebih baik (45,1%) dibandingkan dengan di pedesaan (31,1%). Berdasarkan tingkat pengeluaran per-kapita keluarga, semakin sejahtera tingkat sosial ekonomi keluarga semakin besar proporsi pencapaian keluarga bersih dan sehat. Penerapan PHBS di rumah tangga diharapkan mengurangi risiko terjadinya kematian bayi karena tidak ditolong oleh tenaga kesehatan, meningkatkan daya tahan tubuh dengan ASI.Pencegahan penyakit degeneratif dengan berolah raga, mengkonsumsi makanan bergizi.Pencegahan penyakit pernafasan dengan tidak merokok dan tinggal di tempat yang tidak terlalu padat hunian.Ketersediaan air bersih, jamban dan lantai mengurangi risiko kejadian penyakit berbasis lingkungan, seperti diare, penyakit kulit, dan lain-lain.Hingga saat ini penyakit Infeksi saluran pernafasan dan diare masih merupakan penyebab kematian bayi yang cukup besar di Jawa Barat. Hasil Susenas 2012, persentase penduduk 10 tahun keatas yang merokok di Jawa Barat sebanyak 29,38% yang terdiri dari umur 10-17 tahun sebanyak 2,93%, umur 18-24 tahun sebanyak 26,36% dan diatas 25 tahun sebanyak 37,68%. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku hidup bersih dan sehat pada masyarakat masih merupakan tantangan berat. Gambaran perilaku masyarakat tercermin dari perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).Pelaksanaan program perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) secara langsung maupun 18

tidak langsung berpengaruh terhadap penanggulangan masalah kesehatan melalui pencegahan terjadinya kesakitan maupun kematian.Program PHBS merupakan upaya belajar bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan sikap dan perilaku dalam hidup bersih dan sehat, yang menjadikan seseorang atau keluarga yang turut menangani masalah dalam bidang kesehatan dan dapat berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya.PBHS mencakup tatanan Rumah tangga, tempat kerja, tempat umum dan sarana kesehatan. Cakupan Rumah tangga berperilaku Bersih dan Sehat (PHBS) tahun 2013 sebesar 74%, tahun 2014 sebesar 77,2%, tahun 2015 sebesar 77,5% dan tahun 2016 77,2%. Cakupan rumah tangga berperilaku bersih dan sehat (PHBS) dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2016 disajikan pada gambar berikut :

Pada tahun 2016, cakupan tertinggi rumah tangga berperilaku bersih dan sehat berdasarkan kecamatan, terdapat pada wilayah kerja Kecamatan Pancoran Mas sebesar 92,1 % dan cakupan terendah terdapat di wilayah kerja Kecamatan Sawangan sebesar 59.3 %. Cakupan Rumah Tangga Berperilaku Bersih dan Sehat (PHBS) disajikan pada gambar berikut :

19

2.4 Karakteristik & Tumbang Usia Anak Sekolah A. Karakterisitik Anak Sekolah Karakteristik anak usia sekolah merupakan golongan yang mempunyai karakteristik mulai mencoba mengembangkan kemandirian dan menentukan batasan-batasan norma. Variasi individu mulai lebih mudah dikenali di sini seperti pertumbuhan dan perkembangannya, pola aktivitas, kebutuhan zat gizi, perkembangan kepribadian, serta asupan makanan (Yatim, 2005). Ada beberapa karakteristik lain anak usia ini, yaitu anak banyak menghabiskan waktu di luar rumah, aktivitas fisik anak semakin meningkat, dan pada usia sekolah anak akan mencari jati dirinya. Anak akan banyak berada di luar rumah untuk jangka waktu antara 4-5 jam. Aktivitas fisik anak meningkat seperti pergi dan pulang sekolah, bermain dengan teman, meningkatkan kebutuhan energi. Apabila anak tidak memperoleh energi sesuai kebutuhannya maka akan terjadi pengambilan cadangan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, sehingga anak menjadi lebih kurus dari sebelumnya (Khomsan, 2010).

20

Pada usia sekolah dasar anak mencari jati diri dan akan sangat mudah terpengaruh lingkungan, terutama teman sebaya yang pengaruhnya sangat kuat seperti anak akan merubah perilaku dan kebiasaan temannya, termasuk perubahan kebiasaan makan. Peranan orang tua sangat penting.Selama pertengahan tahun masa kanak-kanak, dasar-dasar peran dewasa dalam pekerjaan, rekreasi, dan interaksi sosial terbentuk. Negara-negara industri periode ini dimulai saat anak mulai masuk sekolah dasar sekitar usia 6 tahun, pubertas sekitar usia 12 tahun merupakan tanda akhir masa kanak-kanak menengah. Tugas perkembangan pada masa anak usia sekolah berfokus pada kemampuan fisik, kognitif, dan psikososial (Potter& Perry, 2005). Sekolah atau pengalaman pendidikan memperluas dunia anak dan merupakan transisi dari kehidupan yang secara relatif bebas bermain ke kehidupan belajar, dan bekerja terstruktur.Sekolah dan rumah mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan.Hal ini membutuhkan penyesuaian dengan orang tua dan anak, anak harus belajar menghadapi peraturan dan harapan yang dituntut oleh sekolah dan teman sebaya.Orang tua harus membiarkan anak-anak membuat keputusan menerima tanggung jawab dan belajar dari pengalaman kehidupan (Potter& Perry, 2005). Selama tahap primer (6-7 tahun) anak laki-laki dan perempuan bermain bersama, bergantung pada siapa yang bersedia dan siapa yang tertarik. Sekitar usia 8 tahun, kelompok sosial dengan teman sebaya berjenis kelamin sama mulai terbentuk. “Kelompok” ini menyatakan kemandirian mereka dari peran orang tua, dan membuat kode atau bahasa rahasia dan perilaku mereka sendiri.Periode seringkali mengarah pada masyarakat rahasia dimasa kanak-kanak. Persahabatan adolesense (10-12 tahun) dikarakterisasi dengan memiliki sahabat dengan jenis kelamin yang sama. Hubungan ini mungkin sementara, tetapi hubungan mereka sangat erat dan tercipta diskusi yang menyangkut seluruh area kehidupannya (Potter& Perry, 2005). B. Tumbuh-Kembang Anak Usia Sekolah (6-12 Tahun) 1. Pertumbuhan Fisik Pertumbuhan selama periode ini rata-rata 3-3,5 kg dan 6cm atau 2,5 inchi pertahunnya. Lingkar kepala tumbuh hanya 2-3 cm selama periode ini, menandakan pertumbuhan otak yang melambat karena proses mielinisasi sudah sempurna pada usia 7 21

tahun (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000). Anak laki-laki usia 6 tahun, cenderung memiliki berat badan sekitar 21 kg, kurang lebih 1 kg

lebih berat daripada anak

perempuan. Rata-rata kenaikan berat badan anak usia sekolah 6 – 12 tahun kurang lebih sebesar 3,2 kg per tahun. Periode ini, perbedaan individu pada kenaikan berat badan disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Tinggi badan anak usia 6 tahun, baik laki-laki maupun perempuan memiliki tinggi badan yang sama, yaitu kurang lebih 115 cm. Setelah usia 12 tahun, tinggi badan kurang lebih 150 cm (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011). 2. Perkembangan Kognitif Concrete operational (7 – 11 tahun).Menurut Piaget, usia 7–11 tahun menandakan fase operasi konkret. Anak

mengalami perubahan selama tahap ini, dari interaksi

egosentris menjadi interaksi

kooperatif. Anak usia sekolah juga mengembangkan

peningkatan mengenai konsep yang berkaitan dengan objek-objek tertentu, contohnya konservasi

lingkungan atau pelestarian margasatwa. Pada masa ini anak-anak

mengembangkan pola pikir logis dari pola pikir intuitif, sebagai contoh merekabelajar untuk mengurangi angka ketika mencari jawaban dari suatu soal atau pertanyaan. Pada usia ini anak juga belajar mengenai hubungan sebab akibat, contohnya mereka tahu bahwa batu tidak akan mengapung sebab batu lebih berat daripada air (Piaget, J., 1996; Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011). 3. Perkembangan Moral Menurut Kohlberg, beberapa anak usia sekolah masuk pada tahap I tingkat prakonvensional Kohlberg (Hukuman dan Kepatuhan), yaitu mereka berupaya

untuk

menghindari hukuman, akan tetapi beberapa anak usia sekolah berada pada tahap 2 (Instumental–Relativist orientation). Anak-anak tersebut melakukan berbagai hal untuk menguntungkan diri mereka. (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011). 4. Perkembangan Spiritual Pada saat anak tidak dapat memahami peristiwa tertentu seperti penciptaan dunia, mereka menggunakan khayalan untuk menjelaskannya. Pada masa ini, anak usia sekolah dapat mengajukan banyak pertanyaan menegnai Tuhan dan agama dan secara umum 22

meyakini bahwa Tuhan itu baik dan selalu ada untuk membantu. Sebelum memasuki pubertas, anak-anak mulai menyadari bahwa doa mereka tidak selalu dikabulkan dan mereka merasa kecewa karenanya. Beberapa anak

menolak agama pada usia ini,

sedangkan sebagian yang lain terus menerimanya.

Keputusan ini biasanya sangat

dipengaruhi oleh orang tua (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011). Tahap perkembangan spiritual menurut Fowler Tahapan

Usia

Deskripsi

0

0-3 tahun

Bayi

tidak

mampus

merumuskan

(Tidak terdiferensiasi)

konsep

mengenai diri sendiri atau lingkungan 1

4-6 tahun

Suatu kombinasi gambaran dan

(Intuitif – proyektif)

kepercayaan

diberikan yang

oleh

oranglain

dipercaya,

digabungkan

yang

yang dengan

pengalaman dan imajinasi diri sendiri 2 (Mitos-factual)

7-12 tahun

Dunia fantasi dan khayalan pribado;

symbol-simbol

mengacu pada sesuatu yang khusus; kisah-kisah dramatic dan mitos digunakan untuk menyampaikan

maksud-

maksud spiritual.

23

5. Perkembangan Psikoseksual Freud menggambarkan anak-anak kelompok usia sekolah (6–12 tahun) masuk dalam tahapan fase laten. Selama fase ini, fokus perkembangan adalah pada aktivitas fisik dan intelektual, sementara kecenderungan seksual seolah ditekan (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011). Fase Laten (6-12 tahun) Selama periode laten, anak menggunakan energy fisik dan psikologis

yang

merupakan

pengalamannya melalui

media untuk mengkesplorasi

pengetahuan dan

aktivitas fisik maupun sosialnya. Pada fase laten, anak

perempuan lebih menyukai teman dengan jenis kelamin perempuan, dan laki-laki dengan laki-laki. Pertanyaan anak tentang seks semakin banyak dan bervariasi, mengarah pada sistemtem reproduksi. Orangtua harus bijaksana dalam merespon pertanyaan-pertanyaan anak, yaitu menjawabnya dengan jujur dan hangat. Luanya jawaban orangtua disesuaikan dengan maturitas anak. anak mungkin dapat bertindak coba-coba dengan teman sepermainan karena seringkali begitu penasaran dengan seks. Orangtua sebainya waspada apabila anak tidak pernah bertanya mengenai seks. Peran ibu dan ayah sangat penting dalam melakukan pendekatan dengan anak, termasuk mempelajari apa yang sebenarnya sedang dipikirkan anak berkaitan dengan seks. 6. Perkembangan Psikososial Industry versus inferiority (6-12 tahun) Anak akan belajar untuk bekerjasama dengan bersaing dengan anak lainnya melalui kegiatan yang dilakukan, baik dalam kegiatan akademik maupun

dalam pergaulan melalui permainan yang dilakukan bersama.

Otonomi mulai berkembang pada anak di fase ini, terutama awal usia 6 tahun dengan dukungan keluarga terdekat. Perubahan fisik, emosi, dan sosial pada anak yang terjadi mempengaruhi gambaran anak terhadap tubuhnya (body image). Interaksi sosial lebih luas dengan teman, umpan balik berupa kritik dan evaluasi dari teman atau lingkungannya mencerminkan penerimaan dari kelompok akan membantu anak semakin mempunyai konsep diri yang positif. Perasaan sukses dicapai anak dengan dilandasi adanya motivasi internal untuk beraktivitas yang mempunyaitujuan. Kemampuan anak untuk berinteraksi sosial lebih luas dengan teman dilingkungannya dapat memfasilitasi perkembangan perasaan sukses (sense of industry). Perasaan tidak adekuat dan rasa 24

inferiority atau rendah diri akan berkembang apabila anak terlalu mendapat tuntutan dari lingkungannya dan anak tidak berhasil memenuhinya. Harga diri yang kurang pada fase ini akan mempengaruhi tugas-tugas untuk fase remaja dan dewasa. Pujian atau penguatan (reinforcement) dari orangtua atau orang dewasa terhadap prestasi yang dicapainya menjadi begitu penting untuk menguatkan perasaan berhasil dalam melakukan sesuatu.

2.5 Pengertian & Etiologi Cacingan A. Definisi Anak Sekolah Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia 6-12 tahun, memiliki fisik lebih kuat mempunyai sifat individual serta aktif dan tidak bergantung dengan orang tua. Banyak ahli menganggap masa ini sebagai masa tenang atau masa latent, di mana apa yang telah terjadi dan dipupuk pada masa-masa sebelumnya akan berlangsung terus untuk masa-masa selanjutnya (Gunarsa, 2006). Menurut Wong (2008), anak sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun, yang artinya sekolah menjadi pengalaman inti anak. Periode ketika anak-anak dianggap mulai bertanggung jawab atas perilakunya sendiri dalam hubungan dengan orang tua mereka, teman sebaya, dan orang lainnya.Usia sekolah merupakan masa anak memperoleh dasar-dasar pengetahuan untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan memperoleh keterampilan tertentu. B. Definisi UKS Usaha kesehatan sekolah atau UKS merupakan usaha yang dilakukan sekolah untuk menolong murid dan juga warga sekolah yang sakit di kawasan lingkungan sekolah.UKS biasanya dilakukan di ruang kesehatan suatu sekolah. Menurut Notoatmojo (2007), pendidikan kesehatan dapat menghasilkan perubahan atau peningkatan dan akan berpengaruh pada sikap dan perilaku. Perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku kesehatan dapat meningkatkan ketrampilan dalam melaksanakan hidup sehat. Sementara menurut Depkes RI (2006), Usaha Kesehatan Sekolah adalah wahana belajar mengajar untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat, sehingga meningkatkan pertumbuhan

25

dan perkembangan peserta didik yang harmonis dan optimal, agar menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. C. Definisi PUSKESMAS Puskesmas adalah organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat dan memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok (Depkes RI, 1991). Dengan kata lain puskesmas mempunyai wewenang dan tanggungjawab atas pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya. Menurut Kepmenkes RI No. 128/Menkes/SK/II/2004 puskesmas merupakan Unit Pelayanan

Teknis

Dinas

kesehatan

kabupaten/kota

yang

bertanggung

jawab

menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. D. Definisi Cacingan Definisi infeksi kecacingan menurut WHO (2011) adalah sebagai infestasi satu atau lebih cacing parasit usus yang terdiri dari golongan nematodausus.Diantara nematoda usus ada sejumlah spesies yang penularannyamelalui tanah atau biasa disebut dengan cacing jenis STH yaitu Ascarislumbricoides, Necator americanus, Trichuris trichuira dan Ancylostoma duodenale (Margono et al., 2006). Cacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit berupa cacing.Cacing umumnya tidak menyebabkan penyakit berat sehingga sering kali diabaikan walaupun sesungguhnya memberikan gangguan kesehatan. Tetapi dalam keadaan infeksi berat atau keadaan yang luar biasa, kecacingan cenderung memberikan analisa keliru ke arah penyakit lain dan tidak jarang dapat berakibat fatal (Margono, 2008). Cacingan adalah gangguan kesehatan akibat adanya cacing parasit di dalam tubuh.Penyebab cacingan yang populer di Indonesia adalah cacing pita, cacing kremi, dan cacing tambang.Biasanya cacing bisa dengan mudah menular.Ascaris lumbricoides adalah nama latin dari cacing gelang yang hidup di usus manusia. Cacing ini merupakan penyebab penyakit ascariasis alias cacingan pada manusia.Ascaris termasuk parasit dalam tubuh

26

manusia dari jenis roundworms.Cacing ini seringnya berada pada lingkungan yang tidak bersih dan tinggal di wilayah yang beriklim hangat. E. Definisi Status Gizi Status gizi (nutrition status) merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variable tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variable tertentu (Supariasa, 2002).Status gizi adalah keadaan kesehatan individu-individu atau kelompokkelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energy zat gizi yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri (Almatsier, 2001). F. Etiologi Penyebab cacingan adalah adalah cacing Ascaris Iumbricoides alias cacing gelang 1. Makanan yang terkontaminasi Cacing bisa berkembang biak akibat telur yang terus menetas. Ada kalanya, telur tersebut hadir melalui media makanan, dan air.Salah satu makanan yang bisa saja terkontaminasi telur cacing adalah daging. 2. Jari yang kotor Anak akan mudah terinfeksi cacing setalah bermain kotor-kotoran di tanah basah dan lembab yang di dalamnya terdapat telur atau cacing. Dengan jari yang kotor serta belum dicuci bersih, maka cacing dan telurnya dapat tertinggal di jari anak.Kemudian, masuk ke mulut di saat anak makan. 3. Proses memasak yang kurang baik Jika memasak, maka masaklah makanan hingga matang. Karena, dengan makanan yang masih relatif mentah atau setengah matang, kemungkinan cacing belum mati dan masih bisa berkembang biak dengan bebas. Juga, sebelum memutuskan untuk memasak suatu bahan makanan, pastikan Anda telah mencucinya dengan sangat bersih terutama untuk kategori sayuran serta daging. 4. Tidak menjaga kebersihan anus 27

Jika anak terkena cacingan, khususnya cacing kremi, umumnya gejala yang ditimbulkan adalah gatal di daerah anus yang sangat mengganggu. Ketika anak menggaruk anusnya yang gatal, telur cacing akan pecah dan larva nantinya akan masuk ke dalam dubur. Saat digaruk, telur-telur ini bersembunyi di jari dan kuku, sebagian lagi menempel di sprei, bantal atau pakaian. Lewat kontak langsung, telur cacing menular ke orang lain. 5. Bermain di perairan yang kotor Larva cacing banyak terdapat di perairan kotor seperti sungai, kolam, atau danau.

2.6 Tanda Gejala Anak Cacingan Gejala klinik yang dapat muncul akibat infeksi dari cacing Ascaris lumbricoides antara lain rasa tidak enak pada perut, diare, nausea, vomiting, berat badan menurun dan malnutrisi. Bolus yang dihasilkan oleh cacing dapat menyebabkan obstruksi intestinal, sedangkan larva yang migrasi dapat menyebabkan pneumonia dan eosinophilia (Soedarmo, 2010). Tanda gejala cacingan pada anak adalah lesu, tidak bergairah, konsentrasi belajar kurang, Pucat, rentan terhadap penyakit, prestasi kerja menurun, anemia merupakan manifestasi klinis yang sering terjadi. (Menteri Kesehatan, 2006) Gejala penyakit cacing umumnya berupa gangguan lambung dan usus, seperti: Mulas, kejang-kejang, kehilangan nafsu makan, pucat dan anemia, sering sakit karena daya tahan tubuh rendah, pertumbuhannya terganggu, kurus atau berat badan rendah karena kekurangan gizi. 2.7 Akibat dan Komplikasi Cacingan 1. Siswa jajan ke pedagang kaki lima yang kebersihannya tidak terjamin dan perilaku tidak mencuci tangan sebelum makan a. Diare Diare adalah keadaan tidak normalnya pengeluaran feses yang ditandai dengan peningkatan volume dan keenceran feses serta frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali sehari (pada neonatus lebih dari 4 kali sehari) dengan atau tanpa lendir darah.Diare dapat mengakibatkan demam, sakit perut, penurunan nafsu makan, rasa lelah dan penurunan berat badan.Diare juga dapat menyebabkan kehilangan cairan

28

dan elektrolit secara mendadak, sehingga dapat terjadi berbagai macam komplikasi yaitu dehidrasi, renjatan hipovolemik, kerusakan organ bahkan sampai koma.

Penyebab diare pada anak umunya terjadi karena faktor makanan yang dikonsumsi. Apalagi di usia sekolah, seringkali anak jajan sembarangan di sekolah. Jajanan yang dijajakan oleh penjual biasanya disajikan secara terbuka, sehingga mudah terkontaminasi oleh polusi dan debu dari jalanan hingga lalat dan binatang lain yang hinggap di makanan. Jajanan yang tidak higienis tersebut juga tercemar cacing, bakteri E.coli salmonella, sigella dan amoeba.Bakteri yang masuk ke saluran cerna si kecil itulah yang menyebabkan diare dan infeksi pada saluran cerna. b. Tifus Disebabkan oleh Salmonella typhi yaitu bakteri enterik gram negatif berbentuk basil dan bersifat patogen pada manusia, dan bersifat patogen pada manusia (Nurtjahjani, 2007). Thypoid mudah berpindah dari satu orang ke orang lain yang kurang menjaga kebersihan diri dan lingkungannya yaitu penularan secara langsung jika bakteri ini terdapat pada feses, urine atau muntahan penderita dapat menularkan kepada orang lain dan secara tidak langsung melalui makanan atau minuman (Djauzi, 2005; Easmon, 2005, Vollard 2007). Penularan demam tifoid dapat terjadi melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F. Jalur penularan 5F tersebut antara lain : 1. Food 2. Fingers 3. Fomitus 4. Fly 5. Feces Feces dan muntahan dari penderita demam tifoif dapat menularkan bakteri Salmonella thypii kepada orang lain. Kuman tersebut ditularkan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi dan melalui perantara lalat, dimana lalat tersebut akan hinggap di makanan yang akan dikonsumsi oleh orang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar oleh bakteri Salmonella thipii masuk ke tubuh orang yang 29

sehat melalui mulut selanjutnya orang sehat tersebut akan menjadi sakit (Zulkoni, 2010). c. Cacingan Helminthiasis atau kecacingan menurut World Health Organization (WHO) adalah infestasi satu atau lebih cacing parasit usus yang terdiri dari cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura) dan cacing kait (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale) (WHO, 2015) Faktor penyebab dari cacingan adalah 1) Personal hygiene (mencuci tangan, memotong dan membersihkan kuku) Paling banyak karena faktor memotong dan membersihkan kuku karena penularan infeksi cacingan bisa melalui kuku jari tangan yang panjangn yang kemungkinan terselip telur cacing dan bisa tertelan ketika makan 2) Sanitasi lingkungan (sumber air, pembuangan kotoran manusia dan sanitasi makanan) d. Kanker Menurut dokter spesialis anak, dr. Arifianto SpA, penggunaan bahan-bahan berbahaya yang melewati dari batas normal dalam jajanan anak sekolah menjadi penyebab utama pemicu penyakit kanker. Bahan kimia seperti bahan pengawet, pewarna dan pemanis buatan tersebut bersifat karsinogenik, yakni akan mengendap dan merusak suatu zat dengan mengubah DNA dalam sel-sel tubuh. Jika dikonsumsi terus menerus, lama kelamaan bahan berbahaya tersebut akan terakumulasi dalam tubuh. Efek jangka panjangnya adalah bahan kimia berbahaya tersebut akan membentuk akumulasi di dalam tubuh hingga menumpuk dan menimbulkan penyakit seperti kanker dan tumor pada organ tubuh si kecil. e. Gagal ginjal Menurut Dr. Tb Rachmat Sentika, Sp.A.,MARS, anggota tim ahli Komisi Perlindungan Anak Indonesia, bahan-bahan berbahaya yang terkandung di dalam jajanan anak sekolah bisa menyebabkan si kecil mengalami gagal ginjal dini. Hal tersebut dikarenakan bahan berbahaya seperti bahan pengawet pewarna dan pemanis buatan akan tercampur di dalam darah. Ginjal yang bertugas untuk membersihkan darah akan menyaring aneka bahan berbahaya tersebut. Akibatnya racun dari bahan 30

pengawet, pewarna dan pemanis buatan berbahaya tersebut menjadi kerak di dalam ginjal dan mulai merusak sistem kerja ginjal hingga mengakibatkan terjadinya gagal ginjal.

2. Siswa jarang sarapan pagi a. Menurunnya kemampuan kognitif Studi yang dilakukan Centers for Disease Control terhadap program sarapan sekolah menemukan bahwa anak yang tidak sarapan akan lebih sulit menerima pelajaran, menurunnya kemampuan ingatan hingga memecahkan masalah. Sedangkan mereka yang sarapan mendapatkan nilai yang lebih bagus karena memahami pelajaran dan mengingat lebih baik. Hal ini pun ternyata berlaku bagi orang dewasa saat bekerja di kantor, dengan atau tanpa sarapan. b. Kegemukan/ obesitas Anak yang tidak sarapan akan merasa sangat lapar saat mendekati jam makan siang. Oleh karena itu, tak jarang mereka menjadi 'kalap' dan makan dalam porsi banyak saat jam makan siang tiba. Bahkan, tak jarang mereka pun jadi lebih tergoda untuk jajan makanan yang tinggi kalori, entah karena masih lapar atau sebagai misi 'balas dendam'. c. Tumbuh kembang anak kurang optimal Dengan mengonsumsi sarapan, anak akan mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan asupan nutrisi yang lebih lengkap dibanding mereka yang melewatkannya. Meskipun hanya sarapan dengan telur ceplok dan susu, menu tersebut juga merupakan makanan yang bergizi. Dari telur, anak bisa mendapatkan protein serta sedikit vitamin A, B6, B12, D, dan zat besi. Sedangkan dari segelas susu, anak bisa memperoleh asupan protein, kalsium, vitamin D, vitamin B2, dan vitamin B12. Dengan gizi yang lebih lengkap, tumbuh kembang anak pun lebih optimal. d. Mudah lapar dan moody Anak yang tidak sarapan akan lebih mudah lapar sebelum jam makan siang tiba. Akhirnya ketika lapar, anak tersebut akan memiliki mood yang lebih buruk ketimbang saat ia dalam keadaan kenyang. 31

Efek langsung dari melewatkan sarapan adalah gula darah menurun.Insulin dalam tubuh pun bekerja keras menghasilkan energi meskipun tubuh dalam keadaan ‘kosong’. Akibatnya akan langsung berkaitan dengan suasana hati dan reaksi otak. Hal ini diperkuat oleh studi dari BBC News World Edition tahun 2002 yang menemukan 26% orang memiliki suasana hati yang lebih baik setelah rutin sarapan. e. Lebih mudah sakit Meskipun kerentanan terhadap penyakit dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, tetapi penelitian menunjukkan bahwa anak yang tidak rutin sarapan setiap pagi memiliki angka absen karena sakit lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang rutin sarapan.

3. Kebersihan mulut dan gigi kurang a. Radang gusi (ginggivitis) Dalam istilah kedokteran gigi, radang gusi disebut ginggivitis.Ini adalah suatu kondisi ketika gusi terlihat bengkak dan memiliki warna yang lebih merah dari biasanya. Ginggivitis ditandai dengan keluarnya darah pada saat menyikat gigi.Kondisi ini bisa timbul akibat adanya plak serta karang gigi yang menempel dan menumpuk di tepian gusi. Ginggivitis akan menjadi lebih buruk bila tidak segera ditangani dengan tepat. Kondisi tersebut bisa mengarah pada komplikasi yang lebih parah, yaitu periodontitis―peradangan gusi serius yang menyebabkan rusaknya jaringan lunak dan tulang pendukung gigi. b. Karies gigi Karies adalah munculnya lubang pada gigi yang disebabkan oleh bakteri.Penyakit ini adalah gangguan rongga mulut yang paling umum terjadi di kalangan masyarakat. Karies gigi perlu segera diatasi, dengan penambalan atau cabut gigi, tergantung dari kondisi. Bila tidak, lama-kelamaan lubang yang timbul akan semakin luas dan dalam, sehingga dapat merusak gigi dan menyebabkan infeksi pada saluran akar gigi. c. Gigi sensitif

32

Gigi sensitif disebabkan oleh adanya penurunan posisi gusi.Keadaan ini bisa terjadi akibat kebiasaan sikat gigi yang tidak tepat, karies gigi yang tidak diatasi dengan baik, gigi patah, dan efek samping proses bleaching gigi yang salah. Gigi sensitif dapat menyebabkan keluhan gigi ngilu, linu, atau terasa nyeri, khususnya saat terpapar makanan atau minuman dingin. d. Bau mulut Bau mulut atau halitosis umumnya berasal dari kesehatan rongga mulut yang tidak terjaga dengan baik.Kondisi ini juga bisa terjadi sebagai akibat dari gigi berlubang, penumpukan karang gigi, atau pemakaian gigi tiruan yang tidak dibersihkan secara rutin.

2.8 Cara Pencegahan Cacingan Praktik kesehatan masyarakat dapat dipahami dengan memeriksadua komponen dasar — promosi kesehatan danpencegahan masalah kesehatan.Tingkat pencegahannya adalahkunci untuk praktik kesehatan masyarakat. A. MENURUT TEORI 1. Promosi Kesehatan Promosi Kesehatan diakui sebagai salah satu yang paling penting komponen kesehatan masyarakat dan kesehatan masyarakat latihan (USDHHS, 2000). Promosi kesehatan mencakup semua upaya yang berusaha untuk memindahkan orang lebih dekat ke kesejahteraan optimal atau tingkat kesehatan yang lebih tinggi. Perawatan, khususnya, memiliki mandat sosial untuk terlibat dalam promosi kesehatan (Pender, Murdaugh & Parsons, 2006). Program promosi kesehatan dan kegiatan mencakup banyak bentuk pendidikan

kesehatan.

Misalnya,

mengajarkan

bahaya

penggunaan

narkoba,

berdemonstrasi praktik sehat seperti olahraga teratur, dan memberikan lebih banyak pilihan promosi kesehatan seperti menu yang sehat untuk jantung pilihan. Promosi kesehatan masyarakat, kemudian, mencakup pengembangan dan manajemen pencegahan layanan perawatan kesehatan yang responsif terhadap kesehatan masyarakat kebutuhan. Program kesehatan di sekolah dan industri adalah contoh. Demonstrasi praktik sehat seperti makan makanan bergizi dan berolahraga lebih sering dilakukan dan dipromosikan 33

oleh petugas kesehatan perorangan. Sebagai tambahan, kelompok dan lembaga kesehatan yang mendukung bebas rokok lingkungan, mendorong program kebugaran fisik untuk semua usia, atau menuntut agar produk makanan diberi label dengan benar menggaris bawahi pentingnya praktik-praktik ini dan menciptakan kesadaran publik. Tujuan promosi kesehatan adalah untuk meningkatkan tingkat kesehatan untuk individu, keluarga, populasi, dan komunitas. Upaya kesehatan masyarakat mencapai tujuan ini upaya tiga cabang untuk: a. Meningkatkan rentang hidup sehat untuk semua warga negara b. Mengurangi kesenjangan kesehatan di antara kelompok populasi c. Mencapai akses ke layanan pencegahan untuk semua orang secara khusus, pada 1980-an, Kesehatan Masyarakat AS

2. Pencegahan Masalah Kesehatan Pencegahan masalah kesehatan merupakan bagian utama dari praktik kesehatan masyarakat. Pencegahan berarti mengantisipasi dan menghindari masalah atau menemukan mereka sedini mungkin untuk meminimalkan potensi kecacatan dan gangguan. Hal ini dipraktekkan pada tiga tingkat dalam kesehatan masyarakat: primer pencegahan, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier (Neuman, 2001 dan/ Leavell & Clark).

34

a. P e n c e g a h a n

P r i m e r

( Pre – Pathogenesis ) Meniadakan terjadinya masalah kesehatan dengan tujuan untuk menjaga penyakit atau cedera terjadi. Ini diterapkan pada umumnya pada populasi sehat dan mendahului penyakit atau disfungsi. Pencegahan primer melibatkan perencanaan antisipatif dan tindakan pada bagian dari profesional kesehatan masyarakat, siapa harus memproyeksikan diri ke masa depan, membayangkan potensi kebutuhan dan masalah, dan kemudian merancang program untuk meniadakan masalah, sehingga masalah tidak pernah terjadi. Seorang perawat kesehatan masyarakat yang menginstruksikan sekelompok individu yang kelebihan berat tentang bagaimana caranya ikuti diet seimbang sambil menurunkan berat badan kemungkinan defisiensi nutrisi. Program pendidikan yang mengajarkan praktik seks aman atau bahaya 35

merokok dan penyalahgunaan zat adalah contoh lain dari pencegahan primer. Selain itu, kapan perawat kesehatan masyarakat melayani di komite pencari fakta mengeksplorasi efek dari pembuangan limbah beracun yang diusulkan di pinggiran kota, perawat prihatin tentang primer pencegahan. Konsep pencegahan dan perencanaan primer untuk masa depan adalah asing bagi banyak kelompok sosial, siapa dapat menolak atas dasar nilai-nilai yang saling bertentangan. 1) Health Promotion atau peningkatan kesehatan Peningkatan status kesehatan masyarakat, dengan melalui beberapa kegiatan, sebagi berikut: a) Pendidikan kesehatan atau health education b) Penyuluhan kesehatan

masyarakat

(PKM) seperti:

penyuluhan

tentang masalah gizi c) Pengamatan tumbuh kembang anak atau growth and development monitoring d) Pengadaan rumah yang sehat e) Pengendalian lingkungan masyarakat f) Program P2M (pemberantasan penyakit tidak menular) g) Simulasi dini dalam kesehatan keluarga dan asuhan pada anak atau balita penyuluhan tentang pencegahan penyakit

2) General and spesific protection (perlindungan umum dan khusus Merupakan usaha kesehatan untuk memberikan perlindungan secara khusus dan umum terhadap seseorang atau masyarakat, antara lain : a) Imunisasi untuk balita b) Hygine perseorangan c) Perlindungan diri dari terjadinya kecelakaan d) Perlindungan diri dari lingkungan kesehatan dalam kerja e) Perlindungan diri dari carsinogen, toxic dan allergen b. Pencegahan Sekunder ( Pathogenesis : Asimtomatik – Simtomatik ) Melibatkan upaya untuk mendeteksi dan mengobati masalah kesehatan yang ada pada tahap sedini mungkin, ketika penyakit atau gangguan sudah ada. Hipertensi dan 36

program skrining kolesterol di banyak komunitas membantu mengidentifikasi individu yang berisiko tinggi dan mendorong sejak dini pengobatan untuk mencegah serangan jantung atau stroke. Contoh lainnya mendorong pemeriksaan payudara dan testis secara teratur menggunakan mammogram dan Pap smear untuk deteksi dini kemungkinan kanker, dan menyediakan tes kulit untuk tuberkulosis (pada bayi pada usia 1 tahun dan secara periodik sepanjang hidup, dengan meningkatnya frekuensi untuk kelompok berisiko tinggi). Upaya pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan masalah kesehatan pada suatu titik ketika intervensi dapat mengarah pada kontrol atau pemberantasannya. Ini adalah tujuan di balik pengujian sampel air dan tanah untuk kontaminan dan bahan kimia berbahaya di bidang masyarakat kesehatan lingkungan. Ini juga mendorong komunitas perawat kesehatan untuk mengawasi tanda-tanda awal pelecehan anak di keluarga, gangguan emosional di antara para janda, atau alkohol dan penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja. 1) Early diagnosis and prompt treatment (diagnosis awal dan pengobatan segera atau adekuat), antara lain melalui: a) Pemeriksaan kasus dini (early case finding) b) Pemeriksaan umum lengkap (general check up) c) Pemeriksaan missal (mass screening) d) Survey terhadap kontak, sekolah dan rumah (contactsurvey, school survey, household survey), e) Kasus (case holding) f) Pengobatan adekuat (adekuat tretment)

2) Disability limitation (pambatasan kecacatan) Penyempurnaan danintensifikasiterhadapterapi

lanjutan,

pencegahan

komplikasi, perbaikan fasilitas kesehatan, penurunan beban sosial penderita, dan lain- lain. Pada pencegahan level ini menekankan pada upaya penemuan kasus secara dini atau awal dan pengobatan tepat atau “early diagnosis and prompt treatment”. Pencegahan sekunder ini dilakukan mulai saat fase patogenesis (masa inkubasi) yang dimulai saat bibit penyakit masuk kedalam tubuh manusia sampai saat 37

timbulnya gejala penyakit atau gangguan kesehatan. Diagnosis dini dan intervensi yang tepat untuk menghambat prosespatologik (proses perjalanan penyakit) sehingga akan dapat memperpendek waktu sakit dan tingkat keparahan atau keseriusan penyakit.

c. Pencegahan Tersier ( Pasca Pathogenesis ) Bertujuan untuk mengurangi jangkauan dan keparahan masalah kesehatan ke tingkat terendah yang mungkin, sehingga untuk meminimalkan cacat dan memulihkan atau mempertahankan fungsi. Contohnya termasuk perawatan dan rehabilitasi orang setelah stroke untuk mengurangi gangguan, latihan postmastectomy program untuk memulihkan fungsi, dan perawatan dini dan manajemen diabetes untuk mengurangi masalah atau memperlambat masalah mereka. Orang-orang yang terlibat memiliki penyakit yang sudah ada atau kecacatan yang dampaknya pada kehidupan mereka berkurang pencegahan tersier. Masalah kesehatan paling efektif dicegah oleh pemeliharaan gaya hidup sehat dan lingkungan yang sehat. Untuk tujuan ini, praktik kesehatan masyarakat mengarahkan banyak dari itu upaya untuk menyediakan kehidupan dan kerja yang aman dan memuaskan kondisi, makanan bergizi, dan udara dan air bersih. Ini bidang praktik termasuk bidang pengobatan pencegahan, yang berfokus pada populasi, atau berorientasi komunitas, cabang praktik medis yang menggabungkan kesehatan masyarakat sains dan prinsip (Kriebel & Tickner, 2001). Pencegahan tersier adalah usaha pencegahan terhadap masyarakat yang setelah sembuh dari sakit serta mengalami kecacatan antara lain : 1) Pendidikan kesehatan lanjutan 2) Terapi kerja (work therapy) 3) Perkampungan rehabilitsi social 4) Penyadaran terhadap masyarakat 5) Lembaga rehabilitasi dan partisipasi masyarakat Perawatan penderita pada stadium terminal (pasian yang tidak mampu diatasi penyakitnya) jarang dikategorikan sebagai pencegahan tersier tetapi bersifat paliatif, prinsip upaya pencegahan adalah mencegah agar individu atau kelompok masyarakat 38

tidak jatuh sakit, diringankan gejala penyakitnya atau akibat komplikasi sakitnya, dan ditingkatkan fungsi tubuh penderita setelah perawatan dilakukan. Rehabilitas sebagai tujuan pencegahan tersier lebih dari upaya untuk menghambat proses penyakitnya sendiri yaitu mengembalikan individu kepada tingkat yang optimal dari ketidakmampuannya. B. MENURUT KASUS 1. Masalah Kesehatan Masalah kesehatan baik dari segi lingkungan maupun individu yang terjadi menurut kasus adalah : b. Data Subjektif 1) Siswa mengeluh sulit menyebrang jalan karena tidak ada petugas yang bertugas untuk menyebrangkan siswa 2) Siswa jarang sarapan pagi

c. Data Objektif 1) Kebersihan makanan pedagang kaki lima yang berjualan di sekitar SD X tidak dapat terjamin 2) Hasil pemeriksaaan fisik : kebersihan gigi dan mulut kotor dan kuku jari kotor serta paanjang 3) Sebanyak 33 orang siswa menderita cacingan, khususnya dari Kelas II dan III 4) Siswa lebih memilih membeli makanan di pedagang kaki lima daripada di kantin sekolah selama istirahat sekolah

2. Cara Pencegahan a. Pencegahan Primer ( Pre – Pathogenesis ) 1) Health Promotion a) Melakukan pendidikan kesehatan : PHBS, pentingnya sarapan pagi, gizi baik, dan anak usia sekolah b) Pengendalian lingkungan sekolah (keamanan sekolah, kebersihan sekolah, kesehatan sekolah, sarana dan prasarana sekolah, dll) 2) General A Spesific Protection 39

a) Hygiene perseorangan (mencuci tangan, menggososk gigi, kumur – kumur yang benar, menggunting kuku) b) Melakukan uji makanan yang berada di kantin maupun di pedagang kaki lima dengan bantuan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan c) Menggalakkan program UKS (penkes, pelayanan kesehatan ; pemeriksaan rutin cacingan dan minum obat cacing 6 bulan sekali di puskesmas, lingkungan sekolah sehat : pembinaan kantin sekolah) b. Pencegahan Sekunder ( Pathogenesis ) 1) Early Diagnosis dan Prompt Treatment a) Pemeriksaan Kasus Dini : di wilayah sekolah, puskesmas wilayah sekolah, kelurahan sekolah, tempat tinggal siswa, dll Mencari penyebab dan akibatnya dari kasus yang sedang terjadi (cacingan) dan mencari apakah kasus tersebut mewabah atau tidak b) Pemeriksaan Fisik : terutama pada kebersihan gigi, mulut, dan kuku jari serta kondisi nutrisi siswa c) Melakukan survey ke tempat tinggal siswa d) Segera melakukan pemeriksaan di puskesmas atau rumah sakit agar mendapatkan obat cacing yang sesuai dengan usianya 2) Disability Limitation a) Melakukan pencegahan komplikasi cacingan Cacingan atau infeksi cacing dapat berpengaruh terhadap pemasukkan, pencernaan, penyerapan, serta pengolahan makanan yang berakibat hilangnya protein, karbohidrat, lemak, dan vitamin dalam jumlah besar. Cacingan juga dapat menimbulkan anemia, diare, dan gangguan respon imun. Anak yang menderita cacingan memiliki resiko tinggi mengalami gangguan nutrisi, gangguan tumbuh kembang, dan penurunan prestasi belajar. Oleh sebab itu, agar anak tidak mengalami komplikasi cacingan perlu diperhatikan dengan sangat kebersihan makanan dan minuman yang anak makan, kebersihan tempat bermain, dan kepatuhan terhadap minumobat cacing 6 bulan sekali

40

c. Pencegahan Tersier a) Melakukan pendidikan kesehatan lanjutan b) Meningkatkan peraturan sekolah tentang membeli makanan di Pedagang Kaki Lima saat jam istirahat c) Membuat MCK yang sehat dan bersih d) Melakukan operasi kepada anak yang menderita dengan catatan anak tersebut sudah mengalami komplikasi berat dan sudah terdapat penumpukan cacing dalam perut atau tubuhnya.

2.9 Penatalaksanaan Cacingan Penatalaksanaan askariasis ( cacingan ) menurut Kemenkes RI nomor 5 tahum 2014 adalah sebagai berikut : 1. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat akan pentingnya kebersihan diri dan lingkungan, antara lain kebiasaan mencuci tangan dengan sabun, menutup makanan, masing-masing keluarga memiliki jamban keluarga, tidak menggunakan tinja sebagai pupuk, menjaga kondisi rumah dan lingkungan agar tetap bersih dan tidak lembab. 2. Farmakologis -

Pirantel pamoat, 10 mg/kgBB, dosis tunggal. Menghasilkan angka penyembuhan 85100%. Efek samping dapat berupa mual, muntah, diare, dan sakit kepala, namun jarang terjadi.

-

Albendazol, 400 mg, dosis tunggal. Menghasilkan angka penyembuhan lebih dari 95%, namun tidak boleh diberikan kepada ibu hamil. Pada infeksi berat, dosis tunggal perlu diberikan selama 2-3 hari.

-

Mebendazol, diberikan 100 mg, 2 kali sehari selama 3 hari. Pada infeksi ringan, dapat diberikan dalam dosis tunggal (200 mg).

-

Piperazin, 75 mg/kgBB ( maksimum 3,5 gram ), diberikan selama 2 hari, sebelum atau sesudah makan pagi. Obat ini bersifat fast-acting. Efek samping yang kadang ditemukan adalah gejala gastrointestinal dan sakit kepala. Gejala sistem saraf pusat juga bisa ditemukan, tetapi jarang. Piperazin tidak boleh diberikan pada penderita dengan insufiensi hati dan ginjal, kejang atau penyakit saraf menahun.

41

2.10 Asuhan Keperawatan dengan Anak Usia Sekolah Kasus Anak Sekolah Data laporan hasil survey yang dilakukan oleh penanggung jawab UKS dan puskesmas di SD X untuk tempat pemeriksaan kesehatan anak sebagai berikut: jumlah siswa 123 orang berusia 6-12 tahun dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan, 100% anak usia sekolah belum menikah. Dari 123 orang, sebagian besar adalah penduduk asli sekitar yang merupakan suku Sunda dan beberapa ada yang berasal dari suku Betawi dan Jawa. Siswa-siswi SD Xada yang beragama islam, kristen, dan hindu tapi dominan beragama islam. Tipe bangunan sekolah permanen, tempatnya strategis di pinggir jalan walau kadang berbahaya untuk siswa, terdapat 2 lantai dengan tangga yang sempit dan licin, kurangnya ventilasi udara dari luar ke dalam kelas, kebersihan lingkungan sekolah kurang bersih akibat siswa suka membuang sampah sembarangan, dan malas melakukan piket, ada kantin di dalam sekolah yang kurang terjamin dan ada toilet yang kurang terawat. Di pinggir jalan banyak pedagang yang berjualan, makanan yang dijual kebersihannya tidak terjamin akibat banyaknya debu dan polusi dari jalan raya, dan siswa jarang sarapan pagi.Perilaku siswa terlihat tidak mencuci tangan sebelum makan. Hasil pemeriksaan fisik juga didapatkan kebersihan gigi dan mulut kurang, siswa tidak menggosok gigi sebelum tidur dan jarang melakukan pemeriksaan gigi dan mulut serta kuku jari tangan kotor juga panjang. Selain itu, sebanyak 33 orang siswa menderita cacingan khususnya siswa kelas II dan III, sehingga membuat napsu makan menurun yang menyebabkan pertumbuhan siswa menjadi terhambat, dan siswa merasa sedih karena tidak bisa bermain dengan teman sebayanya. Pada saat istirahat, siswa lebih banyak membeli jajanan ke pedagang kaki lima daripada di kantin.Siswa juga mengeluh sulit menyeberang jalan karena kendaraan yang lewat banyak.Tidak ada petugas yang menyeberangkan siswa.Untuk menuju sekolah siswa ada yang jalan kaki, naik sepeda, naik kendaraan umum dan diantar oleh orang tua. Siswa mengikuti berbagai macam ekstrakulikuler di sekolah seperti drum band dan pramuka. Komunikasi yang dilakukan oleh siswa adalah bertanya dan berdiskusi dengan teman sebaya, guru, dan orang tua. Siswa jarang mendapatkan informasi mengenai kesehatan seperti pentingnya sarapan, tata cara makan yang baik,dan bagaimana lingkungan yang sehat sehingga masih banyak yang belum mengerti pentingnya kesehatan. Siswa biasanya berrekreasi bersama keluarga ke taman atau kebun

42

binatang.Rata-rata ekonomi orang tua siswa di SD X mampu karena sebagian besar memiliki pekerjaan. A. Pengkajian 1. Demografi SD X untuk usia 6-12 tahun berjumlah 123 orang dengan jenis kelamin perempuan dan laki-laki. 2. Statistic Vital a) Angka Kesakitan Sebanyak 33 orang siswa menderita cacingan khususnya siswa kelas II dan III. b) Status Perkawinan 100% dari anak usia sekolah belum menikah. c) Agama Siswa-siswi SD Xada yang beragama islam, kristen, dan hindu tapi rata-rata beragama islam. 3. Suku Dari 123 orang, sebagian besar adalah penduduk asli sekitar yang merupakan suku Sunda dan beberapa ada yang berasal dari suku Betawi dan Jawa. 4. Karakteristik Anak 

Fisik Kebersihan gigi dan mulut kurang akibat siswa tidak menggosok gigi sebelum tidur serta kuku jari tangan kotor juga panjang.



Psikologis Anak merasa sedih karena tidak bisa main dengan teman sebayanya dan napsu makan anak menurun yang menyebabkan pertumbuhannya menjadi terhambat.



Sosial Penanggung jawab UKS dan puskesmas di SD X melakukan pemeriksaan kesehatan pada anak.



Perilaku Perilaku siswa terlihat tidak mencuci tangan sebelum makan, siswa jarang sarapan pagi, anak suka membuang sampah sembarangan, dan malas melakukan piket. 43

B. Susbsytem 1. Lingkungan Fisik Tipe bangunan sekolah permanen, tempatnya strategis di pinggir jalan walau kadang berbahaya untuk anak, terdapat 2 lantai dengan tangga yang sempit dan licin, kurangnya ventilasi udara dari luar ke dalam kelas, kebersihan lingkungan sekolah kurang bersih akibat anak suka membuang sampah sembarangan, dan jarang piket di kelas, ada kantin di dalam sekolah yang kurang terjamin dan ada toilet yang kurang terawat. Banyak jajanan kaki lima didepan gerbang sekolah yang tidak terjamin akibat banyaknya debu dan polusi dari jalan raya. 2. Pelayanan Kesehatan Pelayanan Kesehatan di SD X terdapat UKS dan Puskesmas untuk tempat pemeriksaan kesehatan anak. 3. Ekonomi Rata-rata ekonomi orang tua anak di SD X mampu karena sebagian besar memiliki pekerjaan. 4. Keamaan dan Transportasi a) Keamanan -

Anak mengeluh sulit menyebrang jalan karena banyak kendaraan lewat dan tidak ada petugas yang membantu untuk menyebrang.

-

Di pinggir jalan banyak pedagang yang berjualan, makanan yang dijual kebersihannya tidak terjamin akibat banyaknya debu dan polusi dari jalan raya.

b) Transportasi Anak-anak ada yang jalan kaki, naik sepeda, naik kendaraan umum dan diantar oleh orang tua. 5. Kebijakan dan Pemerintahan Anak mengikuti berbagai macam organisasi di sekolah seperti drum band dan pramuka. 6. Komunikasi Komunikasi yang dilakukan oleh anak adalah bertanya dan berdiskusi dengan teman sebaya, guru, dan orang tua, anak jarang mendapatkan informasi mengenai kesehatan 44

pentingnya sarapan, tata cara makan yg baik, dan bagaimana lingkungan yang sehat sehingga masih banyak yg belum mengerti pentingnya kesehatan. 7. Pendidikan SD X 8. Rekreasi Anak-anak biasanya rekreasi bersama orang tua ke taman atau kebun binatang.

2.11 Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan Analisa Data No. Data 1. DS: Siswa mengatakan tidak menggosok gigi sebelum tidur

2.

3.

DO:  Siswa suka membuang sampah sembarangan dan tidak suka melakukan piket  Perilaku siswa terlihat tidak mencuci tangan sebelum makan  Pada saat istirahat, siswa lebih banyak membeli jajanan ke pedagang kaki lima daripada di kantin DS:  Siswa mengatakan jarang melakukan pemeriksaan gigi dan mulut  Siswa mengatakan jarang sarapan gigi DO:  Hasil pemeriksaan fisik didapatkan kebersihan gigi dan mulut kurang serta kuku jari tangan kotor juga panjang  Sebanyak 33 orang siswa menderita cacingan khususnya siswa kelas II dan III DS: Siswa mengeluh sulit menyeberang jalan karena kendaraan yang lewat banyak DO:  Di pinggir jalan banyak pedagang yang berjualan, makanan yang dijual kebersihannya tidak terjamin akibat

Masalah Perilaku kesehatan cenderung berisiko pada anak sekolah di SD X dengan masalah kurangnya pemahaman tentang PHBS

Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan pada anak sekolah di SD X dengan masalah kurangnya pemahaman tentang keseimbangan gizi dan risiko gangguan tumbuh kembang

Risiko cidera pada anak sekolah di SD X dengan masalah kurangnya pemahaman tentang keamanan dan keselamatan di lingkungan sekolah

45

banyaknya debu dan polusi dari jalan raya.  Pada bangunan sekolah terdapat 2 lantai dengan tangga yang sempit dan licin serta kurangnya ventilasi udara dari luar ke dalam kelas  Tidak ada petugas yang menyeberangkan siswa Prioritas Masalah Keperawatan No. Diagnosa Tingkat Perubahan Peningkatan Prioritas Jumlah Keperawatan pentingnya positif bagi kualitas masalah Komunitas masalah masyarakat hidup jika dari 1-6: untuk jika masalah diselesaikan: 1=kurang diselesaikan: diselesaikan: 0=tidakada penting 1=rendah 0=tidakada 1=rendah 6=sangat 2=sedang 1=rendah 2=sedang penting 3=tinggi 2=sedang 3=tinggi 3=tinggi 1.

2.

3.

Perilaku kesehatan cenderung berisiko pada anak sekolah di SD X dengan masalah kurangnya pemahaman tentang PHBS Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan pada anak sekolah di SD X dengan masalah kurangnya pemahaman tentang keseimbangan gizi dan risiko gangguan tumbuh kembang Risiko cidera pada anak

3

3

3

6

15

2

3

3

5

13

2

2

2

4

10

46

sekolah di SD X dengan masalah kurangnya pemahaman tentang keamanan dan keselamatan di lingkungan sekolah

Diagnosa Keperawatan 1. Perilaku kesehatan cenderung berisiko pada anak sekolah di SD X dengan masalah kurangnya pemahaman tentang PHBS 2. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan pada anak sekolah di SD X dengan masalah kurangnya pemahaman tentang keseimbangan gizi dan risiko gangguan tumbuh kembang 3. Risiko cidera pada anak sekolah di SD X dengan masalah kurangnya pemahaman tentang keamanan dan keselamatan di lingkungan sekolah.

47

2.12 Tujuan Umum Khusus & Intervensi A. Intervensi Keperawatan

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS di SD X NO

1

DIAGNOSA KEPERAWATA N KOMUNITAS

Perilaku kesehatan cenderung berisiko pada anak sekolah di SD X dengan masalah kurangnya pemahaman tentang PHBS

TUJUAN

RENCANA KEGIATAN STRATE GI

KEGIATAN

EVALUASI KRITER IA - Kognitif

TujuanUmum: Setelah di lakukan penyuluhan kesehatan tentang penting nya periaku kesehatan dan mempraktekkan kegiatan tersebut dalam hal Mencuci Tangan sebelum dan sesudah makan, Menggosok gigi 3 kali sehari, Membersihkan lingkungan sekolah seperti diadakan jadwal piket, dan Menjelaskan tentang makanan yang sehat .Di harapkan siswa siswi yang perilaku kesehatan cenderung berisiko cacingan dapat teratasi. Tujuan Khusus : 1. Melakukan penyuluhan kesehatan dan Mempraktekkan Cara menggosok gigi yang baik kepada siswa siswi di SD X. dilakukan 2 kali selama sebulan 2. Melakukan penyuluhan kesehatan tentang

Pendidikan Kesehatan

Proses kelompok

Partner ship

Penyuluhan Kesehatan tentang penyakit cacingan, makanan yang sehat, Menggosok gigi 3 kali sehari, Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, Menjaga kebersihan sekolah. Dan Mempraktekkan Cara menggososk gigi yang baik serta 6 langkah cuci tangan, membersihkan kuku tangan dan kuku kaki kepada siswa dan siswi di SD X

- Psikomotor

- Kognitif

- Psikomotor

dilakukan selama sebulan. - Kognitif

- Afektif

- Kognitif

STANDAR - Peningkatkan pengetahuan siswa siswi SD X tentang pentingnya menggosok gigi 3 kali sehari untuk mencegah kerusakan gigi. -Siswa siswi SD X dapat mempraktekkan cara menggosok gigi yang baik - Peningkatan pengetahuan siswa siswi SD X tentang mencuci tangan sebelum makan. dan pentingnya membersihkan kuku tangan dan kaki

EVALUATOR

- Mahasiswa

Pembimbing Mahasiswa

- Orang tua siswa dan siswi SD X

- Guru SD X

- Siswa siswi SD X dapat mempraktekkan 6 langkah cuci tangan dan cara menggunting kuku dengan baik. - Peningkatan pengetahuan Orang tua siswa siswi tentang penyakit cacingan. serta cara pemberian obat cacing.

- Peningkatan pengetahuan siswa dan siswi tentang

48

Kebersihan lingkungan sekolah untuk mencegah adanya penyakit kepada siswa-siswi beserta jajaran pengajar dan penjaga sekolah di SD X . dilakukan 2 kali selama sebulan

- Afektif

- Kognitif

- Afektif

makanan 4 sehat 5 sempurna untuk pertumbuhan. - Peningkatan pengetahuan murid, pengajar, dan penjaga sekolah di SD X tentang kebersihan lingkungan sekolah.

3. Melakukan Penyuluhan kesehatan tentang Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan. Serta mempraktekkan 6 langkah mencuci tangan yang baik untuk siswa dan siswi di SD X. dilakukan 4 kali selama sebulan. 4. Melakukan penyuluhan kesehatan tentang memakan makanan yang sehat untuk menjaga kesehatan tubuh kepada siswa dan siswi di SD X. dilakukan 2 kali selama sebulan. 5. Melakukan penyuluhan tentang penyakit cacingan pada anak kepada orang tua siswa dan siswi SD X. dilakukan 1 kali selama sebulan.

2.

- Kognitif

Tujuan Umum:

Ketidakefektifa

Setelah di lakukan

Pendidikan Kesehatan

- Peningkatan Pengetahuan Orang tua dan staf

- Mahasiswa

49

n pemeliharaan kesehatan pada anak sekolah di SD X dengan masalah kurangnya pemahaman tentang keseimbangan gizi dan risiko gangguan tumbuh kembang

penyuluhan kesehatan tentang penting nya Gizi Seimbang pada anak, Makanan 4 sehat 5 sempurna, Resiko gangguan tumbuh kembang anak, dan pengukuran tumbuh kembang pada anak kepada orang tua serta staf pengajar siswa siswi di SD X. dilakukan 4 kali selama sebulan Tujuan Khusus : 1. Melakukan penyuluhan kepada orang tua tentang pentingnya Gizi Seimbang dilakukan 1 kali selama sebulan 2. Melakukan penyuluhan kesehatan tentang makanan 4 sehat 5 sempurna kepada orang tua dan staf pengajar di SD X dilakukan 1 kali selama sebulan

Partner ship

Pemberday aan

Penyuluhan Kesehatan kepada orang tua dan staf pengajar di SD X tentang Gizi seimbang, makanan 4 sehat 5 sempurna, resiko gangguan tumbuh kembang pada anak, dan cara pengukuran tumbuh kembang pada anak

dilakukan selama sebulan.

- Afektif

pengajar tentang Gizi Seimbang di SD X.

- Kognitif

- Peningkatan Pengetahuan Orang tua dan staf pengajar tentang Makanan 4 sehat 5 sempurna di SD X.

- Afektif

- Kognitif

- Afektif

- Kognitif

- Afektif

Pembimbing Mahasiwa

- Peningkatan Pengetahuan Orang tua dan staf pengajar tentang apa saja resiko gangguan tumbuh kembang anak di SD X. - Peningkatan Pengetahuan Orang tua dan staf pengajar tentang cara pengukuran tumbuh kembang pada anak di SD X.

3. Melakukan penyuluhan kesehatan resiko gangguan tumbuh kembang pada anak kepada orang tua dan staf pengajar di SD X dilakukan 1 kali selama sebulan. 4. Melakukan penyuluhan untuk mengukur tumbuh kembang pada anak kepada orang tua dan staf pengajar di 50

SD X dilakukan 1 kali selama sebulan. 3.

- Kognitif

Tujuan Umum:

Risiko cidera pada anak sekolah di SD X dengan masalah kurangnya pemahaman tentang keamanan dan keselamatan di lingkungan sekolah

Setelah di lakukan penyuluhan tentang penting nya Keamanan dan Keselamatan siswa siswi di lingkungan sekolah kepada staff pengajar dan penjaga sekolah di SD X. dilakukan 2 kali selama sebulan Tujuan Khusus : 1. Melakukan penyuluhan tentang menyebrang jalan yang benar kepada siswa dan siswi di SD X. dilakukan 1 kali selama sebulan. 2. Melakukan penyuluhan tentang kemanan siswa siswi saat menyebrang kepada penjaga sekolah dan staf pengajar di SD X dilakukan 1 kali selama sebulan. 3. Melakukan Demonstrasi menyebrang yang baik dan benar kepada siswa siswi dan didampingi oleh penjaga sekolah di SD X. Dilakukan 2 kali selama sebulan.

Pendidikan Kesehatan

Perberdaya an

Partner ship

Proses kelompok

Penyuluhan kepada siswa siswi, orang tua dan staf pengajar, dan penjaga sekolah di SD X tentang Menyebrang jalan yang benar, Keamanan saat menyebrang jalan, keamanan anak saat berangkat dan pulang sekolah serta melakukan demonstrasi untuk anak cara menyebrang yang benar di dampingi oleh penjaga sekolah

- Afektif

- Kognitif

- Afektif

- Kognitif

dilakukan selama sebulan. - Afektif

Psikomoto r

- Peningkatan Pengetahuan Orang tua, staf pengajar, dan penjaga sekolah tentang Bahaya jika anak tidak didampingi saat menyebrang jalan.

-Mahasiswa

Pembimbing Mahasiswa

- Peningkatan Pengetahuan Orang tua dan staf pengajar cara menyebrangkan anak yang baik.

- Peningkatan Pengetahuan Orang tua untuk selalu menjaga keamanan anak saat pergi dan pulang sekolah.

- Dapat melakukan demostrasi yang baik dalam mempraktekkan cara menyebrang jalan yang baik kepada anak

4. Melakukan penyuluhan kepada orang tua siswa dan siswi tentang keamanan anak saat berangkat dan pulang kesekolah dilakukan 1 kali selama sebulan

51

Rencana Kerja (Plan Of Action/POA) Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Anak Sekolah dengan Cacingan di SD X 2019

No.

Rencana Kegiatan

Sumber Daya Tujuan Kegiatan Penanggung Jawab Teridentifikasi Residen anak sekolah Kepala yang mengalami sekolah cacingan di SD X Puskesmas

Waktu Alokasi Pelaksanaan Dana Minggu 1 Residen bulan Maret 2019

Tempat Pelaksanaan SD X

1.

Identifikasi anak sekolah yang mengalami cacingan atau riwayat pernah cacingan 3 bulan terakhir.

2.

Pengkajian anak sekolah yang mengalami cacingan.

Terkajinya anak sekolah yang mengalami cacingan di SD X

Residen Puskesmas

Minggu 2 bulan Maret 2019

Residen

SD X

3.

Perumusan permasalahan anak sekolah yang yang mengalami cacingan.

Terumuskannya diagnosa keperawatan anak sekolah yang mengalami cacingan di SD X dengan pendekatan NANDA.

Residen Kepala sekolah Puskesmas

Minggu 3 bulan Maret 2019

Residen

SD X

4.

Penyusunan perencanaan asuhan keperawatan anak sekolah yang mengalami cacingan atau.mempunyai riwayat cacingan

Tersusunnya perencanaan asuhan keperawatan anak sekolah yang mengalami cacingan atau mempunyai riwayat cacingan

Residen Kepala sekolah Puskesmas

Minggu 3 bulan Maret 2019

Residen

SD X

5.

Implementasi asuhan keperawatan anak sekolah dengan cacingan

Terimplementasi tindakan keperawatan anak yang mengalami cacingan atau mempunyai riwayat cacingan: 1. Pendidikan Kesehatan

Residen Kepala sekolah Puskesmas

Minggu 4-5

Residen

SD X

52

tentang PHBS (penyakit cacingan, makanan yang sehat, mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, menggosok gigi 3 kali sehari

menjaga kebersihan sekolah) 2. Coaching 3. Conseling

6.

Evaluasi asuhan keperawatan anak sekolah yang mengalami cacingan atau mempunyai riwayat cacingan.

Terevaluasinya asuhan keperawatan anak sekolah yang mengalami cacingan atau mempunyai riwayat cacingan

Residen Kepala sekolah Puskesmas

Minggu 6

Residen

7.

Penyusunan laporan akhir asuhan keperawatan anak sekolah

Terlaporkannya asuhan keperawtan anak sekolah yang mempunyai riwayat cacingan.

Residen Puskesmas

Minggu 7

Residen

SD X

53

Rencana Kerja (Plan Of Action/POA) Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Anak Sekolah dengan Masalah Tumbuh Kembang di SD X 2019

No. 1.

Rencana Kegiatan Identifikasi anak sekolah yang mengalami masalah perkembangan dan pertumbuhan.

Sumber Daya Tujuan Kegiatan Penanggung Jawab Teridentifikasi Residen anak sekolah Kepala yang mengalami sekolah masalah Puskesmas

Waktu Alokasi Pelaksanaan Dana Minggu 1 Residen bulan Maret 2019

Tempat Pelaksanaan SD X

perkembangan dan pertumbuhan di SD X

2.

Pengkajian anak sekolah yang mempunyai masalah perkembangan dan pertumbuhan.

Terkajinya anak sekolah yang mengalami masalah perkembangan dan pertumbuhan di SD X

Residen Kepala sekolah Puskesmas

Minggu 2 bulan Maret 2019

Residen

SD X

3.

Perumusan permasalahan anak sekolah yang mempunyai masalah perkembangan dan pertumbuhan.

Terumuskannya diagnosa keperawatan anak sekolah yang mengalami masalah perkembangan dan pertumbuhan di SD X dengan pendekatan NANDA.

Residen Kepala sekolah Puskesmas

Minggu 3 bulan Maret 2019

Residen

SD X

4.

Penyusunan perencanaan asuhan keperawatan anak sekolah yang mempunyai masalah perkembangan dan pertumbuhan.

Tersusunnya perencanaan asuhan keperawatan anak sekolah yang mempunyai masalah perkembangan dan pertumbuhan

Residen Kepala sekolah Puskesmas

Minggu 3 bulan Maret 2019

Residen

SD X

5.

Implementasi asuhan keperawatan

Terimplementasi tindakan keperawatan anak

Residen Kepala sekolah

Minggu 4 bulan Maret 2019

Residen

SD X

54

anak sekolah dengan masalah perkembangan dan pertumbuhan

yang mempunyai masalah perkembangan dan pertumbuhan: 1. Pendidikan Kesehatan kepada orang tua dan staf pengajar di SD X tentang Gizi seimbang (makanan 4 sehat 5 sempurna, resiko gangguan tumbuh kembang pada anak, dan cara pengukuran tumbuh kembang pada anak dilakukan selama sebulan.) 2. Coaching 3. Conseling

Puskesmas

6.

Evaluasi asuhan keperawatan anak sekolah yang mempunyai masalah perkembangan dan pertumbuhan.

Terevaluasinya asuhan keperawatan anak sekolah yang mempunyai masalah perkembangan dan pertumbuhan

Residen Kepala sekolah Puskesmas

Minggu 5

Residen

SD X

7.

Penyusunan laporan akhir asuhan keperawatan anak sekolah

Terlaporkannya asuhan keperawtan anak sekolah yang mempunyai masalah perkembangan dan pertumbuhan.

Residen Puskesmas

Minggu 6

Residen

SD X

55

Rencana Kerja (Plan Of Action/POA) Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Anak Sekolah dengan Masalah Kurangnya Pemahaman tentang Keamanan dan Keselamatan di Lingkungan Sekolah di SD X 2019

No. 1.

Rencana Kegiatan Identifikasi anak sekolah yang mengalami masalah

Sumber Daya Tujuan Kegiatan Teridentifikasi anak sekolah yang mengalami masalah

kurangnya pemahaman tentang keamanan dan keselamatan di lingkungan sekolah

Penanggung Jawab Residen Kepala sekolah Puskesmas

Waktu Alokasi Tempat Pelaksanaan Dana Pelaksanaan Minggu 1 Residen SD X bulan Maret 2019

Residen Kepala sekolah Puskesmas

Minggu 2 bulan Maret 2019

Residen SD X

Residen Kepala sekolah Puskesmas

Minggu 3 bulan Maret 2019

Residen SD X

kurangnya pemahaman tentang keamanan dan di SD X keselamatan di lingkungan sekolah 2.

Pengkajian anak sekolah yang mempunyai masalah

kurangnya pemahaman tentang keamanan dan keselamatan di lingkungan sekolah 3.

Perumusan permasalahan anak sekolah yang mempunyai masalah

kurangnya pemahaman tentang keamanan dan keselamatan di lingkungan sekolah

Terkajinya anak sekolah yang mengalami masalah

kurangnya pemahaman tentang keamanan dan keselamatan di lingkungan sekolah

Terumuskannya diagnosa keperawatan anak sekolah yang mengalami masalah

kurangnya pemahaman tentang keamanan dan keselamatan di lingkungan sekolah di SD X.

56

4.

Penyusunan perencanaan asuhan keperawatan anak sekolah yang mempunyai masalah

kurangnya pemahaman tentang keamanan dan keselamatan di lingkungan sekolah 5.

Implementasi asuhan keperawatan anak sekolah dengan masalah

kurangnya pemahaman tentang keamanan dan keselamatan di lingkungan sekolah

Tersusunnya perencanaan asuhan keperawatan anak sekolah yang mempunyai masalah

Residen Kepala sekolah Puskesmas

Minggu 3 bulan Maret 2019

Residen SD X

Residen Kepala sekolah Puskesmas

Minggu 4 bulan Maret 2019

Residen SD X

kurangnya pemahaman tentang keamanan dan keselamatan di lingkungan sekolah

Terimplementasi tindakan keperawatan anak yang mempunyai masalah

kurangnya pemahaman tentang keamanan dan keselamatan di lingkungan sekolah: 1. Penyuluhan kepada siswasiswi, orang tua, staf pengajar dan penjaga sekolah di SD X tentang menyebrang jalan yang benar, keamanan saat menyebrang jalan, keamanan anak saat berangkat dan pulang sekolah serta melakukan demonstrasi untuk anak cara menyebrang yang benar di dampingi oleh

57

penjaga sekolah dilakukan selama sebulan. 2. Coaching 3. Conseling

6.

Evaluasi asuhan keperawatan anak sekolah yang mempunyai masalah

kurangnya pemahaman tentang keamanan dan keselamatan di lingkungan sekolah. 7.

Penyusunan laporan akhir asuhan keperawatan anak sekolah

Terevaluasinya asuhan keperawatan anak sekolah yang mempunyai masalah

kurangnya pemahaman tentang keamanan dan keselamatan di lingkungan sekolah

Terlaporkannya asuhan keperawtan anak sekolah yang mempunyai masalah

Residen Kepala sekolah Puskesmas

Minggu 5

Residen SD X

Residen Puskesmas

Minggu 6

Residen SD X

kurangnya pemahaman tentang keamanan dan keselamatan di lingkungan sekolah

58

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Definisi infeksi kecacingan menurut WHO (2011) adalah sebagai infestasi satu atau lebih cacing parasit usus yang terdiri dari golongan nematodausus.Diantara nematoda usus ada sejumlah spesies yang penularannyamelalui tanah atau biasa disebut dengan cacing jenis STH yaitu Ascarislumbricoides, Necator americanus, Trichuris trichuira dan Ancylostoma duodenale (Margono et al., 2006). Cacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit berupa cacing.Cacing umumnya tidak menyebabkan penyakit berat sehingga sering kali diabaikan walaupun sesungguhnya memberikan gangguan kesehatan. Tetapi dalam keadaan infeksi berat atau keadaan yang luar biasa, kecacingan cenderung memberikan analisa keliru ke arah penyakit lain dan tidak jarang dapat berakibat fatal (Margono, 2008). Status gizi (nutrition status) merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variable tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variable tertentu (Supariasa, 2002).Status gizi adalah keadaan kesehatan individu-individu atau kelompok-kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energy zat gizi yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri (Almatsier, 2001). Penyebab cacingan adalah adalah cacing Ascaris Iumbricoides alias cacing gelang, Makanan yang terkontaminasi, Jari yang kotor, Proses memasak yang kurang baik, Tidak menjaga kebersihan anus, Bermain di perairan yang kotor 3.2 Saran Dengan hasil yang didapat dari penelitian ini, maka disarankan kepada: A. Bagi Dinas Kesehatan Berdasarkan hasil penelitian bahwa adanya gambaran faktor-faktor yang mendukung terhadap kejadian infeksi cacingan pada anak, maka diharapkan dinas kesehatan setempat dapat mengadakan program penanggulangan kejadian infeksi cacingan. 59

B. Bagi Sekolah Pihak sekolah disarankan untuk lebih memperhatikan keadaan siswa-siswi di sekolah tersebut, salah satunya dengan menggalakkan Unit Kesehatan Sekolah yang telah ada untuk mengadakan pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan tersebut dapat dilakukan bekerja sama dengan Puskesmas yang menaungi UKS tersebut. C. Bagi Perawat Komunitas Diharapkan dengan hasil tersebut perawat dapat memberikan pendidikan kesehatan mengenai cara untuk mencegah terjadinya infeksi cacingan dan memberikan contoh perilaku menjaga personal hygiene dan sanitasi lingkungan. D. Bagi Peneliti Selanjutnya Dengan adanya gambaran dari hasil penelitian ini, maka diharapkan akan ada penelitian mengenai metode penyuluhan yang baik dan efektif untuk mengatasi kejadian infeksi cacingan pada anak.

60

BAB IV DAFTAR PUSTAKA

Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.Kementerian Kesehatan Indonesia. 2011. Hidayat, Rachmat, dkk. 2016. Kesehatan Gigi dan Mulut - Apa yang Sebaiknya Anda Ketahui? Yogyakarta: Penerbit Andi. Sariningsih, Endang. 2012. Merawat Gigi Anak Usia Dini. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan Anak: Gangguan Sistem Gastrointestinal dan Hepatobilier. Jakarta: Salemba Medik Suriadi & Rita Yuliani. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak(ed.2). Jakarta: Sagung Seto Departemen Kesehatan RI. 2004. Pedoman Umum Program Nasional Pemberantasan Cacingan di Era Desentralisi. Jakarta: Subdit Diare dan Penyakit Pencernaan Ditjen PPM & PLP Depkes RI. Departemen Kesehatan RI. 2005. Laporan Hasil Survei Morbiditas Cacingan Tahun

2005. Jakarta: Subdit Diare dan

Penyakit

Pencernaan Ditjen PPM & PLP Depkes RI. Faridan K, dkk. 2013. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kecacingan pada sisa Sekolah

Dasar

Negeri

Cempaka

1

Kota

Banjarbaru.

(Online),

(http://ejournal.litbang.depkes.g o.id/index.php/buski/article /view/3229/3200) Allender, J. A., Rector C., & Warner, K.D . 2010. Community Health Nursing: Promoting & Protecting the Public's Health (7 ed). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins Budi S, Bagus. 2017. Artikel Ikatan Dokter Anak Indonesia : Artikel ini dibuat berdasarkan wawancara dengan Dr. Mulya Rahma Karyanti, Sp.A(K) M.Sc di Dept. Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM pada taanggal 24 Januari 2017.

61

Related Documents


More Documents from "uci"