LAPORAN KASUS BESAR
SEORANG BAYI LAKI-LAKI USIA 7 BULAN 7 HARI DENGAN BRONKOPNEUMONIA, DAN GIZI BAIK, PERAWAKAN NORMAL
Disusun oleh : Dr. Fatikha Fajar Wiati
Pembimbing: : dr. Herwasto, Sp.A
PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PESANGGRAHAN JAKARTA 2019
3
HALAMAN PENGESAHAN
Nama Judul
: :
dr. Fatikha Fajar Wiati Seorang
Bayi
Laki-Laki
Usia
7
Bulan
7
Hari
dengan
Bronkopneumonia, dan Gizi Baik, Perawakan Normal Pembimbing
:
dr. Herwasto, Sp.A
Jakarta, 25 Februari 2019
Pembimbing,
dr. Herwasto, Sp.A
4
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................... ii KATA PENGANTAR ............................................................................................... iii DAFTAR ISI ............................................................................................................. iv BAB II. LAPORAN KASUS ..................................................................................... 3 2.1 IDENTITAS PENDERITA ....................................................................... 3 2.2 DATA DASAR ......................................................................................... 3 2.3 DATA KHUSUS ....................................................................................... 9 2.4 PEMERIKSAAN FISIK ............................................................................ 13 2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG ............................................................... 17 2.6 DAFTAR MASALAH ............................................................................... 20 2.7 DIAGNOSIS............................................................................................... 21 2.8 RENCANA PEMECAHAN MASALAH .................................................. 21 BAB III.PEMBAHASAN ......................................................................................... 24 3.1 PNEUMONIA ............................................................................................ 33 3.5 STATUS GIZI BAIK, PERAWAKAN NORMAL.................................... 39 3.6. PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF DAN HOLISTIK .............. 42 BAB IV. RINGKASAN ............................................................................................. 47 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 50
5
BAB I ILUSTRASI KASUS
2.1 Identitas Penderita Nama penderita
: An. AR
Umur
: 7 bulan 7 hari (10 Juni 2018)
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Alamat
: Jl. Sabar 2/3 No 15 Petukangan Selatan
Agama
: Islam
Tanggal masuk
: 17 Januari 2019
Tanggal keluar
: 23 Januari 2019
Bangsal
: Pelangi
No CM
: 66076
Identitas Orangtua Nama ayah
: Tn. AA
Umur
: 36 tahun
Pekerjaan
: Karyaan Swasta
Pendidikan
: SMA
Nama ibu
: Ny. SR
Umur
: 26 tahun
Pekerjaan
: tidak bekerja
Pendidikan
: SMP
2.2 Data Dasar Anamnesis Alloanamnesis dengan ibu penderita tanggal 17 Januari 2019, pukul 10.00 WIB di poli Anak RSUD Pesanggrahan. a. Keluhan Utama : demam
6
b. Riwayat Penyakit Sekarang + 3 hari sebelum masuk rumah sakit, anak mengalami demam (+) mendadak tinggi, terus menerus tetapi suhu tidak diukur oleh ibu anak. Demam disertai dengan batuk (+) ngekel, dahak (+) sulit keluar, terdengar “grok grok”. Pilek (+), sesak napas (-), bibir kebiruan (-), ujung jari kebiruan (-), mual (-), muntah (-). Anak tampak aktif (+), menyusu dan nafsu makan (+) seperti biasa. BAK seperti biasa, warna kuning jernih, jumlah cukup, darah (-), tidak rewel saat BAK. BAB dalam batas normal, frekuensi 1x/hari, konsistensi lunak, warna kekuningan, darah (-). + 1 hari sebelum masuk rumah sakit, anak masih mengalami demam (+), batuk (+) semakin memberat, dahak (+) sulit keluar, terdengar “grok grok”, pilek (+). Selain itu, keluhan juga disertai dengan sesak napas (+), bibir kebiruan (+), ujung jari kebiruan (-), anak tampak tidak aktif dan lemas (+), tidak mau menyusu (+) dan nafsu makan menurun (+). BAK dan BAB normal seperti biasa. Setelah itu ibu dan ayah anak membawa anak ke poli RSUD Pesanggrahan.
c. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat sakit seperti ini sebelumnya (-) Riwayat kontak dengan anggota keluarga batuk lama (+) kakek pasien Riwayat kontak dengan anggota keluarga yang merokok (+) ayah pasien Riwayat asma pada keluarga disangkal
Umur Hiperbilirubinemi 1hr, bil=24 Dirawat di a RS Fatm awati Pertusis
Varisela
-
7
Diare
Umur -
Disentri basiler
-
Disentri amoeba
-
Difteri
-
Tifus abdominalis
-
Malaria
-
Cacingan
-
Tetanus
-
Operasi
-
Angina
-
Gegar otak
-
Bronkopneumoni
-
Patah Tulang
-
Bronkitis
-
Reaksi obat
-
DBD Bengkak
-
Muntaber Sesak
-
d. Riwayat Penyakit Keluarga dan Pohon Keluarga (diberikan oleh ibu) ada anggota keluarga yang menderita batuk lama (+) kakek pasien Riwayat anggota keluarga minum obat selama enam bulan yang menyebabkan kencing berwarna merah (-) Ayah pasien merokok (+)
Gambar 1. Pohon Keluarga
8
Kesan: Tidak terdapat penyakit yang diturunkan dan kemungkinan ada penyakit yang ditularkan pada keluarga pasien
e. Riwayat Sosial Ekonomi Ayah penderita seorang lulusan SMA, bekerja sebagai wiraswasta penghasilan Rp 3.000.000,00 per bulan, ibu penderita lulusan SMP, tidak bekerja. Keluarga menanggung satu orang anak. Biaya pengobatan dengan JKN non PBI. Kesan sosial ekonomi kurang. Riwayat ayah pasien merokok (+), selama lebih dari 10 tahun. Ayah pasien biasa merokok di dalm dan luar rumah.
2.3 Data Khusus 1.
Riwayat Perinatal Riwayat Prenatal: Perawatan antenatal > 4 kali di bidan, imunisasi TT (+), vitamin dan tablet besi (+), riwayat minum jamu disangkal, riwayat penggunaan obat-obatan di luar resep dokter (-), riwayat demam tinggi disertai kulit kemerahan/ruam (-), penyakit gula (-), darah tinggi (-), trauma (-). Selama masa kehamilan, sehari-hari ibu pasien terpapar asap rokok dari suami di rumah. Riwayat Natal : Lahir bayi laki-laki dari ibu G1P0A0 saat usia 26 tahun, usia kehamilan 38 minggu, lahir di RSUD Pesanggrahan ditolong oleh bidan, bayi langsung menangis, Berat bayi lahir 2800 gram, panjang lahir 48 cm, biru (-), kuning (+) saat hari ke-2 kelahiran. Bilirubin total 24,3. Riwayat Posnatal: Bayi mendapatkan vitamin K dan imunisasi Hep B
9
1.
Riwayat Persalinan G1P0A0 No 1.
Kehamilan dan kelahiran
Usia
Laki-laki, aterm, spontan, BBL 7 bulan 7
Anak demam,
2800 gram, panjang lahir 48 cm, hari
sesak dan batuk
langsung menangis, kuning di hari ke 2 2.
Riwayat Makan dan Minum a. 0 – 6 bulan
: ASI ad libitum
b. 6 bulan – sekarang
: ASI ad libitum, MPASI 3x/hr
c. Kesan: ASI eksklusif
3.
Riwayat Imunisasi Dasar dan Ulang BCG
: belum diberikan
DPT
: belum diberikan
Polio
: belum diberikan
HiB
: belum diberikan
Hepatitis B
: 1 kali ( usia0 bulan )
Vit K
: 1 kali ( usia 0 bulan)
Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap sesuai umur
4.
Keadaan saat ini
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak a. Pertumbuhan : Berat badan lahir
: 2800 gram
Panjang badan lahir
: 48 cm
Lingkar Keapala lahir
: 33 cm
Berat badan bulan lalu
: 6900 gram
Berat badan sekarang
: 7500 gram
10
Panjang badan sekarang
: 68 cm
Lingkar Kepala
: 45 cm
Gambar 1. KMS anak laki-laki Kesan: Longitudinal : Arah garis pertumbuhan N2 (Normal Growth) - Berdasarkan status anthropometri dengan WHO Anthro WAZ
: - 1,02 SD
WHZ
: - 0,74 SD
HAZ
: - 0,71 SD
HC
: -0,70 SD
BMI for age
: - 0,81 SD
Kesan: cross sectional: gizi baik, perawakan normal 11
Gambar 2. Berat Badan Menurut Umur. WAZ : - 1,00 SD
Gambar 3. Panjang Badan Menurut Umur. HAZ : - 0,71 SD
12
Gambar 4. Berat Badan Menurut Panjang Badan. WHZ : - 0,74 SD
Gambar 5. BMI Menurut Umur. BMI for age : - 0,81 SD
13
Gambar 6. Lingkar Kepala Menurut Umur. HC : 0,70 SD
Gambar 7. Lingkar Kepala menggunakan nellhaus
14
b.
Perkembangan : Motorik Kasar
: anak dapat duduk dan merangkak dengan menyangga kepala
Motorik Halus
: anak dapat memegang benda dengan edua tangannya dan dapat memegang benda-benda kecil
Bahasa
: anak dapat mengucapkan aah, dapat tertawa spontan dan menjerit gembira bila diajak main
Personal Sosial
:anak
dapat
bermain
ciluk-ba,dan
sudah
mulai
menangis bila dipegang orang lain Kesan
: berdasarkan milestone, perkembangan sesuai usia
Kesan : Perkembangan anak baik (jumlah jawaban YA = 10)
2.4 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 17 Januari 2019 di Poli Anak RSUD Pesanggrahan pukul 09.30. Seorang anak laki-laki, usia 7 bulan, BB: 7500 gram, PB: 68 cm. Keadaan umum : tampak sakit sedang, Tanda vital
:
Kesadaran
: composmentis
HR
: 150x per menit
Nadi
: regular, isi dan tegangan cukup
RR
: 60x per menit
Temperatur
: 36,9°C (axilla)
Sa O2
: 85-89 % room air
Status Generalis Kepala Lingkar Kepala
: heading nodding (+) : 45 cm, mesosefal 15
Ubun ubun besar
: belum menutup, datar
Mata
: Cekung (-/-), konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), air mata (+/+)
Hidung
: nafas cuping hidung (+)
Telinga
: discharge (-)
Bibir
: sianosis (+)
Mukosa
: kering (-), oral trush (-)
Mulut
: sianosis (+)
Lidah
: kotor (-), hiperemis (-)
Gigi geligi
: karies (-)
Tenggorokan
: T1-T1, faring hiperemis (-)
Leher
: simetris, pembesaran nnll (-/-)
Thoraks Paru-paru Inspeksi
: simetris saat statis dan dinamis, retraksi subcostal (+)
Palpasi
: stem fremitus kanan = kiri
Perkusi
: sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi
: Depan
suara dasar : vesikuler + /+ | + /+
Belakang
suara tambahan : ronki basah halus +/+ | +/+ wheezing -/- | -/-
Jantung Inspeksi
: Iktus cordis tidak tampak
Palpasi
: Iktus cordis teraba di sela iga IV di linea medioclavicula sinistra, tidak melebar, tidak kuat angkat, thrill (-)
Perkusi
: batas jantung sulit dinilai
16
Auskultasi
: bunyi jantung I normal, bunyi jantung II normal, thrill (-),
gallop (-)
Abdomen Inspeksi
: datar, venektasi (-)
Auskultasi
: bising usus (+), normal
Perkusi
: timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih(-)
Palpasi
: supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Kelenjar Getah Bening Pembesaran nnll (-) Genitalia Laki-laki, OUE hiperemis (-) Anus (+), hiperemis (-) Anggota Gerak Supor
Infor
Edema
-/-
-/-
Sianosis
-/-
-/-
Akral dingin
-/-
-/-
Cap.refill
<2”
<2”
Gerak
+/+
+/+
Kekuatan
5/5/5
5/5/5
Tonus
N/N
N/N
Muscle wasting
-/-
-/-
Baggy Pants
-/-
-/-
Refleks Fisiologis
+/+
+/+
Refleks Patologis
-/-
-/-
17
Status Antropometri WAZ
: - 1,02 SD
WHZ
: - 0,74 SD
HAZ
: - 0,71 SD
HAC
: 0,70 SD
BMI for age
: - 0,81 SD
Kesan: gizi baik, berat badan cukup, perawakan normal
18
2.5
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Darah Rutin
17 Januari 2019 Pemeriksaan Hematologi Hemoglobin Hematokrit Eritrosit LED MCH MCV MCHC Leukosit Trombosit Hitung Jenis Eosinofil Basofil Neutrofil Limfosit Monosit Glukosa Darah Glukosa Darah Sewaktu Elektrolit Darah Natrium Darah Kalium Darah Clorida Darah
Kesan :
Hasil
Satuan
Nilai Normal
10,8 34 5,26 22 20,5 65,2 31,5 20.840 509.000
g/dl % juta/Ul mm/jam Pg Fl gr/Dl ul ul
11,2 – 17,5 34-50 3 – 5,4 P:0-10, W:0-20 23 – 31 77-101 29,0– 36,0 3.980-10.040 163.000369.000
0 0 84 12 4
% % % % %
1-7 0–1 34-71 19-53 5- 13
98
mg/dl
<180
137 4,7 99
mmol/L mmol/L mmol/L
136-146 3,5-5 98-106
Leukositosis (17 Januari 2019 19
Pemeriksaan Radiologi (17 September 2017) X Foto Thorax PA
COR
: CTR < 0,52
PULMO
:
Infiltrat perihiler bilateral dengan air bronchogram (+) Tampak corakan bronchovaskular meningkat kasar Tampak costophrenicus lancip Tampak kedua diafragma licin, tak mendatar KESAN
:
Cor dalam batas normal
Bronchopnemoniae (terutama dextra)
20
Skoring TB Parameter Kontak TB
0 Tidak jelas
1 -
Uji Tuberkulin (Mantoux)
Negatif
-
Berat Badan/ Keadaan Gizi
-
BB/TB <90% atau BB/U <80%
Demam yang tidak diketahui penyebabnya Batuk Kronik Pembesaran kelenjar limfe colli, axilla, inguinal Pembengkakan tulang/ sendi panggul/lutut, falang Normal/kelainan Foto Thoraks tidak jelas
> 2 minggu
2 Laporan keluarga, BTA (-)/ BTA tidak jelas/ tidak tahu -
Klinis gizi buruk atau BB/TB <70% atau BB/U <60% -
3 BTA (+)
Skor 2
Positif (> 10 mm) 0 atau > 5 mm pada imunokompromais 0
-
0
> 3 minggu > 1 cm, lebih dari 1 KGB, tidak nyeri Ada pembengka kan
-
-
0 0
-
-
0
Gambar sugestif (mendukung ) TB TOTAL
-
-
0
Kesan : bukan TB (scoring TB < 6)
21
2
2.6
Daftar Masalah
Tabel 2. Daftar Masalah No
Masalah Aktif
Tanggal
No
1.
Demam → 18
17-01-2019
1.
2.
Batuk → 18
17-01-2019
2.
3.
Saat batuk, terdengar bunyi “grokgrok” → 18
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Pilek → 18 Sesak nafas → 18 Tidak aktif, tidak menangis → 18 Tidak mau menyusu dan makan → 18 Head nodding → 18 Nafas Cuping Hidung → 18 Bibir sianosis → 18 Takipneu (RR 60x/m) → 18 SaO2 85-89% → 18 Retraksi subcostal → 18 Auskultasi paru : Ronkhi basah halus pada lapangan paru dekstra et sinistra, 18
17-01-2019 17-01-2019 17-01-2019 17-01-2019 17-01-2019 17-01-2019 17-01-2019 17-01-2019 17-01-2019 17-01-2019 17-01-2019 17-01-2019
WAZ : - 1,02 SD WHZ : - 0,74 SD 15.
HAZ : - 0,71 SD HAC : 0,70 SD
17-01-2019
BMI for age: - 0,81 SD 16.
19 Pemeriksaan Darah:
17-01-2019 22
3.
Masalah Pasif Riwayat kontak dengan penderita batuk lama → 18 Ayah pasien seorang perokok aktif → 18 Riwayat imunisasi tidak lengkap sesuai usia → 12
Tanggal 14-09-2017
14-09-2017
17. 18. 19.
LED Meningkat (22mm/jam) Leukositosis (20.840 ul) Neutrofil meningkat (84%) 18 X foto thoraks AP : Gambaran brokopneumonia → 18 Bronkopnemoniae Gizi baik, perawakan normal
17-01-2019 17-01-2019 17-01-2019
2.7 Diagnosis
Diagnosis Kerja 1. Bronkopnemoniae 2. Gizi baik, perawakan normal
2.7 Rencana Pemecahan Masalah 1. Bronkopnemoniae Assesment Terapi
: Bronkopnemoniae : -
Oksigen nasal canul 2 lpm
-
Infus KaEN 1B 35ml/jam
-
Injeksi Ampicillin 200 mg/6 jam
-
Injeksi Gentamicin 60 mg/24 jam
-
Paracetamol syrup 75 mg per 4-6 jam (bila suhu ≥37,6 ºC)
Monitoring
: Keadaan umum, tanda vital, distress respirasi (napas cepat,
napas cuping hidung, retraksi), sianosis (kebiruan di ujung ekstremitas atau pada bibir), perbaikan keluhan
23
Edukasi -
:
Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa keluhan-keluhan yang diderita anak adalah akibat bronkppneumonia, yaitu penyakit infeksi saluran pernapasan, tepatnya pada paru, yang kemungkinan disebabkan oleh virus dan bakteri
-
Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa saat ini telah dilakukan penangananan baik secara obat-obatan maupun suportif dengan pemberian oksigen untuk mengatasi infeksi pada anak dan akibat-akibat yang ditimbulkannya
-
Menjelaskan kepada keluarga pasien agar segera melaporkan kepada perawat atau dokter yang bertugas apabila pada anak didapatkan tandatanda sesak napas yang berat seperti napas anak yang cepat, adanya napas cuping hidung, dan perut atau rongga dada anak terlihat cekung saat menarik napas. Juga memperhatikan apakah ada tanda-tanda kebiruan pada ujung-ujung jari dan kaki yang menandakan anak kekurangan oksigen
-
Mengedukasi keluarga pasien posisi tubuh pasien yang baik dan menepuknepuk punggung pasien agar sputum mudah keluar.
-
Mengedukasi keluarga pasien bahwa faktor resiko di rumah sebisa mungkin harus dihilangkan yaitu kebiasaan merokok ayah pasien dan kontak terhadap penderita batuk lama, di mana akibatnya tidak baik untuk kesehatan keluarga di rumah terutama kesehatan dan pertumbuhan anak saat ini.
2. Gizi baik, perawakan Normal Assesment Terapi
: Gizi baik, perawakan normal : - Infus KaEN 1B 35ml/jam - ASI ad libitum - Bubur MPASI 24
Monitoring
: Status gizi dan akseptabilitas makanan
Edukasi
:
-
Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa saat ini kondisi gizi anak baik
-
Menjelaskan kepada keluarga pasien untuk memantau status gizi anak setiap bulannya, minimal dengan mengetahui berat badan anak, agar tetap mengalami peningkatan sesuai dengan arah tumbuh yang ideal.
-
Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa gizi yang baik akan membantu meningkatkan daya tubuh dan secara tidak langsung membantu tubuh untuk melawan berbagai sumber penyakit.
BAB II 25
CATATAN KEMAJUAN
1. Hari ke-2 Perawatan (18 Januari 2019) S: Demam mulai turun, batuk (+), pilek (+), sesak (+), sudah mulai mau menetek, makan hanya sedikit O: T: 37 HR: 125x/m RR:58 SpO2: 99% dengan O2 lpm (91-93% room air) Head nodding (-), Napas cuping hidung (+), Retraksi subcostal (+), Ronkhibasah halus (+/+), wheezing (-/-) A: Bronkopnemoniae Gizi baik, perawakan normal P: Terapi dan monitoring dilanjutkan
2. Hari ke-3 Perawatan (19 Januari 2019) S: Demam (-), batuk (+), pilek perbaikan, sesak (+) perbaikan, sudah mau menetek, makan masih sedikit O: T: 37 HR: 160x/m RR:48
26
SpO2: 99% dengan O2 lpm (96-97% room air) Napas cuping hidung (+), Retraksi subcostal (+), Ronkhi basah halus (+/+), wheezing (-/-) A: Bronkopnemoniae Gizi baik, perawakan normal P: Terapi dan monitoring dilanjutkan
3. Hari ke-4 Perawatan (20 Januari 2019) S: Kembali demam (+), batuk (+), pilek (+), sesak (+), mau menetek, makan hanya sedikit O: T: 38,6 HR: 140x/m RR: 40 SaO2: 99% dengan O2 lpm (97% room air) Head nodding (-), Napas cuping hidung (+), Retraksi subcostal (+), Ronkhi basah halus (+/+), wheezing (-/-) A: Bronkopnemoniae Gizi baik, perawakan normal P: Terapi dan monitoring dilanjutkan
4. Hari ke-5 Perawatan (21 Januari 2019) 27
S: Demam (+), batuk (+), pilek, sesak (+), mau menetek, makan masih sedikit O: T: 38 HR: 138x/m RR:40 SpO2: 98% dengan O2 lpm (95% room air) Napas cuping hidung (+), Retraksi subcostal (+), Ronkhi basah halus (+/+), wheezing (-/-) A: Bronkopnemoniae Gizi baik, perawakan normal P: Terapi sebelumnya dihentikan O2 nasal kanul 2 lpm Inj. Ceftriaxone 2x375mg iv Inj. Dexametasone 3x1,5mg iv X Photo Thorax AP ulang Cek lab darah lengkap Monitoring TTV
5. Hari ke-6 Perawatan (22 Januari 2019)
28
S: Demam (-), batuk (+), pilek (-), sesak (+) perbaikan, mau menetek, makan hanya sedikit O: T: 36,4 HR: 136x/m RR: 39 SaO2: 99% dengan O2 lpm (93% room air) Napas cuping hidung (-), Retraksi subcostal perbaikan, Ronkhi basah halus (+/-), wheezing (-/-) A: Bronkopnemoniae Gizi baik, perawakan normal P: Terapi dan monitoring sebelumnya dilanjutkan
6. Hari ke-7 Perawatan (22 Januari 2019) S: Demam (-), batuk (+) perbaikan, sesak (-), mau menetek, makan mulai banyak O: T: 36,4 HR: 140x/m RR: 34 SpO2: 99% dengan O2 lpm (96% room air) Retraksi subcostal (-), Ronkhi basah halus (-/-), wheezing (-/-) A: Bronkopnemoniae Gizi baik, perawakan normal
29
P: Boleh Pulang Cefixime 2x40 mg po Ambroxol 3x5mg po Chlorpheniramine maleat 3x1mg po Salbutamol 3x0,15mg po
Pemeriksaan penunjang Hari ke-5 perawatan (21 Januari 2019) 1. Laboratorium Darah
18 Januari 2019
30
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai Normal
Hematologi Hemoglobin Hematokrit Eritrosit LED MCH MCV MCHC Leukosit Trombosit
9,5 30 4,56 43 20,8 66,2 31,5 5.580 257.000
g/dl % juta/Ul mm/jam Pg Fl gr/Dl ul ul
11,2 – 17,5 34-50 3 – 5,4 P:0-10, W:0-20 23 – 31 77-101 29,0– 36,0 3.980-10.040 163.000369.000
Hitung Jenis Eosinofil Basofil Neutrofil Limfosit Monosit
0 0 34 48 18
% % % % %
1-7 0–1 34-71 19-53 5- 13
2. X Photo Thorax AP
31
COR
: CTR < 0,56
PULMO
:
Infiltrat minimal perihiler bilateral terutama dextra dengan air bronchogram (+) Tampak corakan bronchovaskular normal Tampak costophrenicus lancip Tampak kedua diafragma licin, tak mendatar KESAN
:
Cor dalam batas normal
Bronchopnemoniae (terutama dextra)
32
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1
Pneumonia
3.1.1 Definisi Pneumonia merupakan inflamasi pada parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan interstitial. Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dan lain-lain). Pneumonia
adalah
penyakit klinis,
sehingga didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis, dan perjalanan penyakitnya. Salah satu definisi klasik menyatakan bahwa pneumonia adalah penyakit respiratorik yang ditandai dengan batuk, sesak nafas, demam, ronki basah halus, dengan gambaran infiltrat pada foto polos dada. 3.1.2 Faktor Risiko Suatu individu dapat menderita pneumonia merupakan kombinasi paparan terhadap faktor risiko yang meliputi faktor host, faktor lingkungan, dan faktor infeksi itu sendiri. Kategori faktor risiko kejadian pneumonia pada anak yang ditetapkan oleh WHO dibagi menjadi 3 yaitu: Definite risk factors: malnutrisi, BBLR, ASI tidak eksklusif, imunisasi belum dilakukan, polusi indoor. Likely risk factors: kebiasaan merokok orang tua, defisiensi zinc, pengalaman ibu sebagai pengasuh, dan keadaan komorbid lainnya (diare, asma, penyakit jantung). Possible risk factors: tingkat pendidikan orang tua, kebiasaan menitipkan anak di day-care, musim hujan (kelembaban), lokasi rumah di dataran tinggi (udara dingin), defisiensi vitamin A, polusi outdoor.
33
3.1.3 Etiologi Bakteri penyebab pneumonia berbeda sesuai dengan distribusi umur pasien (tabel 1). Tabel 1. Etiologi pneumonia berdasarkan umur Usia
Bakteri
Virus
<1
Group B Streptococcus
Cytomegalovirus
bulan
Escherichia coli Other gram-negative enteric bacteria Listeria monocytogenes
2
Streptococcus pneumoniae
Respiratory synctial
bulan-1
Haemophilus influenza type b
virus
tahun
Staphylococcus aureus
Influenza virus
Pseudomonas aeruginosa
Parainfluenza virus
Chlamydia trachomatis
Adenovirus Human metapneumovirus
2-5 tahun
Streptococcus pneumoniae Haemophilus influenza type b
Respiratory synctial virus
Mycoplasma pneumoniae
Influenza virus
Mycobacterium tuberculosis
Parainfluenza virus Adenovirus Human metapneumovirus Rhinovirus
34
6-18 tahun
Streptococcus pneumoniae
Influenza virus
Chlamydophila pneumoniae Mycoplasma pneumoniae Mycobacterium tuberculosis
Berdasarkan tempat didapatkanya kuman, pneumonia diklasifikasikan menjadi Community Acquired Pneumonia (CAP) dan Hospital Acquired Pneumonia (HAP). CAP adalah pneumonia yang didapatkan di luar lingkungan rumah sakit sedangkan HAP adalah pneumonia yang didapatkan setelah ≥ 48 jam masuk rumah sakit yang sebelumnya tidak memiliki gejala atau tanda pneumonia saat masuk rumah sakit. Klasifikasi lain pneumonia berdasarkan lokasi paru yang terkena infeksi yaitu adalah pneumonia lobaris, pneumonia, dan pneumonia interstitial. Pneumonia lobaris terjadi karena infeksi bakteri akut pada sebagian atau keseluruhan lobus. Keseleruhan lobus dapat terinfeksi karena penyebaran inflamasi melalui saluran Khon dan Lambert. Penyebab pneumonia ini adalah Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, β Haemolytic streptococci, Haemophilus influenzae, dan Klebsiella pneumoniae. Pneumonia adalah infeksi bakteri akut di bronkiolus terminalis yang memiliki karakteristik eksudat purulen yang menyebar sampai ke alveolus di sekitarnya melalui jalur endobronchial sehingga membentuk gambaran patchy consolidation. Penyebab pneumonia ini adalah Streptococci, Staphylococcus aureus, β Haemolytic streptococci, Haemophilus influenzae, Klebsiella pneumonia dan Pseudomonas. Pneumonia interstitialis adalah perubahan inflamasi patchy
yang
disebabkan oleh infeksi virus atau mikoplasma, yang sebagian besar mengenai jaringan interstitial paru tanpa adanya eksudat alveolus. Pneumonia ini ditandai oleh edema septum alveolar dan infiltrat mononuklear. Penyebab pneumonia ini
35
adalah Mycoplasma pneumoniae, Respiratory syncytial virus, Influenza virus, adenoviruses, cytomegaloviruses and uncommonly Chlamydia dan Coxiella Kepentingan klasifikasi ini akan mendasari pengambilan keputusan klinis dalam penatalaksanaan penyakit, mengingat secara epidemiologi organisme patogen pada masing-masing klasifikasi adalah berbeda sehingga membutuhkan metode pendekatan dan terapi empiris yang berbeda. 3.1.4
Patogenesis Sebagian besar kasus pneumonia adalah akibat dari infeksi bakteri dan merupakan kondisi ikutan infeksi saluran pernapasan atas sebelumnya yang disebabkan oleh virus. Bakteri umumnya masuk ke saluran pernapasan melalui berbagai jalur, namun karena manusia sebelumnya telah memiliki banyak mekanisme pertahanan tubuh, bakteri-bakteri ini secara normalnya tidak akan berhasil menyebabkan suatu keadaan pneumonia. Pneumonia dapat terjadi apabila mikroorganisme patogen penyebabnya merupakan suatu strain yang sangat virulen, jumlah bakterinya yang sangat banyak, atau pada keadaankeadaan di mana sistem pertahanan tubuh suatu individu tersebut sedang terganggu. Lima mekanisme pertahanan sistem respiratorik manusia akan bekerja mempertahankan paru dalam keadaan bebas patogen
Mekanisme pertahanan di nasofaring meliputi IgA, komplemen, dan flora normal orofaring akan mencegah terbentuknya proliferasi dan kolonisasi bakteri. Refleks bersin berfungsi untuk membersihkan saluran pernapasan atas dari bakteri. Faktor-faktor yang dapat menurunkan sistem pertahanan ini, yaitu: defisiensi immunoglobulin, infeksi virus pada saluran pernapasan, kelainan anatomis hidung, dan lain-lain. Malnutrisi dan kondisi kronik sistemik lainnya akan menurunkan kadar fibronektin pada saliva untuk fungsi proteksi. Konsumsi antibiotik juga merupakan faktor yang dapat
36
mensupresi flora normal dan berakibat kolonisasi bakteri gram-negatif yang resisten antibiotik.
Depresi refleks batuk dan refleks glottis dapat mengakibatkan aspirasi isi lambung, terutama pada anak-anak dengan penyakit neuromuskuler.
Epitel saluran pernapasan yang merupakan epitel bersilia terlapisi mukus merupakan salah satu mekanisme pertahanan terhadap patogen. Gerakan silia dan karakteristik protektif mukus sepanjang trakea hingga bronkiolus terminal akan membersihkan saluran pernapasan dari mikroorganisme dan mengeluarkannya lewat mulut. Mekanisme pertahanan epitel ini dapat terganggu akibat paparan kronis terhadap zat toksik asap rokok, polusi udara, maupun akibat infeksi-infeksi virus.
Sistem pertahanan terakhir di alveolus berupa makrofag. Makrofag alveolar bekerja sangat efektif dalam memfagosit berbagai macam material-material asing yang berhasil masuk hingga alveolus. Keadaan seperti paparan kronis asap rokok, anemia kronis, malnutrisi kronis, hipoksemia, dan infeksi virus diketahui dapat mengganggu fungsi sistem makrofag alveolar dan berakibat pada kejadian pneumonia.
Sistem imunitas tubuh merupakan sistem utama pertahanan melawan berbagai macam infeksi oleh agen patogen. Sehingga setiap keadaan yang berefek terhadap fungsi imunitas secara keseluruhan, baik defisiensi immunoglobulin
hingga
terapi
imunosupresif,
dapat
berkontribusi
menyebabkan mikroorganisme berkembang biak dan menyebabkan penyakit pada tubuh manusia Ketika
suatu
mikroorganisme
menginvasi
sistem
pertahanan
respiratorik, menempel pada dinding-dinding bronkus dan bronkiolus dan bermultiplikasi secara ekstraseluler, makrofag alveolar biasanya mampu mengeliminasi agen-agen tersebut tanpa memicu sistem inflamasi atau respon imunitas yang signifikan. Namun pada keadaan-keadaan di mana agen
37
patogen bersifat sangat virulen atau terkumpul dalam jumlah yang sangat banyak, hal ini akan mengaktifkan respon imunitas berupa inflamasi sistemik berskala luas. Mekanisme ini meliputi empat fase yaitu •
Kongesti vasodilatasi kapiler alveoli dan peningkatan permeabilitas kapiler ekstravasasi cairan plasma dan protein
•
Hepatisasi Merah emigrasi dan akumulasi sel-sel polimorfonuklear, sedikit eritrosit, dan fibrin
•
Hepatisasi Kelabu fagositosis sel terinfeksi, deposisi fibrin, eritrosit lisis
•
Resolusi Fibrin menipis, debris sel dan mikroba dalam alveoli menghilang, ekstravasasi cairan diserap atau dibatukkan atau dicerna secara enzimatis
38
3.1.5 Manifestasi Klinis Pneumonia Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Sebagian yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin telah terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan intensif rawat inap. Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah imaturitas anatomik dan imunologik terkait usia anak, perbedaan mikroorganisme penyebab, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik invasif, dan faktor patogenesis. Pneumonia viral lebih sering diasosiasikan dengan batuk, mengi, dan gejala demam yang lebih tidak menonjol dibanding etiologi bakteri. Pneumonia bakterial secara tipikal berasosiasi dengan demam tinggi, menggigil, batuk, dispneu, dan pada pemeriksaan fisik auskultasi paru ditemukan tanda konsolidasi paru berupa ronkhi. Gejala-gejala ini lebih sering terjadi pada bayi yang lebih tua dan pada anak. Gejala tidak khas ditemukan pada bayi kecil, hanya berupa takipneu dan batuk. Gejala klinis terkait pneumonia meliputi gejala infeksi umum dan gejala spesifik gangguan respiratori. Gejala-gejala tersebut seperti:
Batuk Tiga puluh persen anak yang datang ke instalasi rawat jalan, setelah mengeksklusi adanya mengi, ternyata memiliki gambaran radiologis pneumonia. Batuk merupakan gejala yang didapatkan pada 76% pasien anak dengan CAP. Batuk terjadi akibat ekspirasi eksplosif bertujuan proteksi organ paru terhadap benda asing. Batuk tanpa sputum tidak mengeksklusi kemungkinan pneumonia karena pada anak seringnya sputum tersebut akan ditelan daripada dikeluarkan.
Demam
39
Didapatkan pada 88 – 96% kasus pneumonia. Demam merupakan peningkatan suhu tubuh melebihi variasi normal sehari-hari akibat peningkatan set-point hipotalamik. Umumnya dipicu oleh pirogen eksogenik (produk mikroba, mikroba) inflamasi dan reaksi imun pelepasan IL-1 dan IL-6 pelepasan prostaglandin di endotel jaringan hipotalaus peningkatan cAMP peningkatan set-point.
•
Tanda-tanda distres respiratori Tanda-tanda yang dimaksud meliputi takipneu dan dispneu (retraksi dada, napas cuping hidung, merintih, dan penggunaan otot-otot pernapasan tambahan). Takipneu merupakan tanda yang sangat sensitif untuk pneumonia. Lima puluh hingga delapan puluh persen anak dengan takipneu sesuai kriteria WHO ternyata memiliki gambaran radiologis pneumonia, dan tidak adanya napas cepat diyakini sudah cukup untuk mengeliminasi kemungkinan penyakit pneumonia. Pada anak usia kurang dari 5 tahun, sensitifitas tanda
40
takipneu mencapai 74% dan spesifisitasnya 67%.
Mekanisme terjadinya
takipneu adalah akibat penurunan ventilasi perubahan mekanan pada jaringan paru penurunan volume kapasitas residu fungsi paru ketidaksesuaian
rasio
ventilasi-perfusi
hipoksemia
dideteksi
kemoreseptor persepsi sesak napas stimulasi otot-otot bantu pernapasan.
Nyeri dada
Nyeri perut, dengan/tanpa disertai muntah dan penurunan nafsu makan
Nyeri kepala Pada pemeriksaan fisik, dapat dijumpai tanda-tanda seperti:
Ronkhi basah halus nyaring ditemukan pada 33 – 90% anak dengan pneumonia. Suara dasar vesikuler paru dapat menurun dan lebih terdengar suara dasar bronkhial. Suara dasar bronkhial normal terdengar di daerah interskapular dan di atas trakea. Saat terdengar di lapangan perifer paru, merupakan tanda adanya eksudasi dan konsolidasi di alveolar. Ronkhi basah (crackles) halus, sedang, atau kasar tergantung dari besarnya bronkus yang terkena dan umumnya terdengar pada inspirasi. Ronkhi basah halus biasanya terdapat pada bronkiolus dengan diameter lumen kecil, dan lebih halus lagi berasal dari alveolus. Sifat ronkhi basah halus ini dapat nyaring (oleh infiltrat) dan redup/tidak nyari (pada edema paru)
Mengi atau wheezing, pada individu tanpa demam, membuat diagnosis pneumonia atipikal harus mulai dipertimbangkan. Mengi juga bisa dan cukup sering didapatkan pada infeksi oleh virus, pada kurang lebih 30% kasus
41
Tabel 3. Klasifikasi pneumonia berdasarkan spektrum klinis gejala dan tanda menurut WHO
3.1.5. Pemeriksaan Penunjang Pneumonia Pemeriksaan tambahan yang dibutuhkan pada kasus-kasus pneumonia meliputi: 1) pemeriksaan saturasi oksigen dengan pulse oximetry, wajib dilakukan pada seluruh pasien dengan pneumonia karena hasilnya akan menjadi dasar penilaian derajat beratnya penyakit dan keperluan merujuk; 2) pemeriksaan laboratorium darah; 3) pemeriksaan mikrobiologi untuk penentuan etiologi; 4) uji serologis, dan 5) foto rontgen thorax.3,5
Pemeriksaan laboratorium darah (darah perifer)
42
Pada pneumonia bakteri umumnya ditemukan leukositosis dengan predominan PMN. Leukositosis hebat (>30000/mmk) hampir selalu menunjukkan infeksi bakteri yang sudah sampai tahap bakteriemi dengan risiko
adanya
komplikasi
lebih
tinggi.
Sebaliknya,
leukopenia
(<5000/mmk) menunjukkan prognosis yang lebih buruk. Pneumonia oleh karena infeksi virus, juga pada pneumonia atipik, hasil laboratorium darah perifer bersifat tidak spesifik karena semua panel umumnya berada dalam batas normal. Eosinofilia dapat ditemukan pada kasus infeksi oleh Chlamydia pneumoniae. Selain leukosit, kadang pada kasus pneumonia dapat ditemukan anemia ringan dan laju endap darah yang meningkat. Pada dasarnya, sulit membedakan infeksi virus dengan infeksi bakteri hanya dari pembacaan darah perifer.
Pemeriksaan mikrobiologi Menentukan patogen spesifik pada anak dengan pneumonia merupakan suatu hal yang cukup sulit dilakukan. Seringnya anak tidak mengeluarkan dahak yang cukup untuk dilakukan pemeriksaan mikrobiologis. Swab nasofaring tidak dapat dengan pasti menentukan mikroorganisme penyebab karena bakteri yang didapat dari saluran pernapasan atas belum tentu adalah bakteri yang menyebabkan pneumonia. Prosedur diagnostik invasif tidak direkomendasikan. Namun, sesuai rekomendasi American Academy of Pediatrics, lain halnya pasien-pasien yang dirawat secara intensif di ICU maupun yang masuk dalam keadaan komplikasi, prosedur diagnostik mikrobiologis wajib dilakukan. Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari swab tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, kultur darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru. Aspirasi cairan pleura memiliki nilai sensitifitas mencapai 100% namun prosedur ini tergolong invasif. Apabila kultur darah ditemukan bakteri positif, prosedur ini wajib dilanjutkan karena
43
akan memberikan informasi etiologi mikroorganisme dan resistansi antibiotik.
Uji serologis Secara umum, uji serologis tidak terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi bakteri tipik. Akan tetapi, untuk deteksi antigen virus dan bakteri atipik peningkatan titer antibodi IgG dan IgM pada complement fixation test dan ELISA dapat menjadi standar baku emas. Uji serologis juga tidak dapat digunakan untuk memantau efektivitas dan perjalanan terapi.
X-photo thorax Foto rontgen thorax pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, biasanya direkomendasikan pada pneumonia berat yang perlu perawatan. Umumnya posisi yang digunakan hanyalah posisi AP, karena posisi lateral tidak secara signifikan menambah spesifisitas dan sensitivitas pemeriksaan. Foto rontgen thorax posisi AP dan lateral hanya dilakukan pada kasus-kasus pasien yang datang dengan keluhan distres pernafasan berat. Secara umum, gambaran foto thorax dapat meliputi: a. Infiltrat interstitial, ditandai dengan peningkatan corak bronkovaskular (perivaskular dan peribronkial), peribronchial cuffing, dan hiperaerasi b. Infiltrat alveolar, merupakan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrat hingga konsolidasi berbatas kurang tegas, disertai air bronchogram, yang dapat meluas hingga daerah perifer paru c. Konsolidasi umumnya terletak di lapangan bawah paru d. Pembesaran hilus e. Atelektasis lobar/segmental Gambaran
foto
rontgen
thorax
dapat
membantu
mengarahkan
kecenderungan etiologi pneumonia. Penebalan peribronkial, infiltrat
44
interstitial merata, dan hiperinflasi cenderung dikaitkan dengan pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen dan air bronchogram
sangat
erat
dikaitkan
dengan
pneumonia
akibat
mikroorganisme bakteri. Gambaran foto rontgen thorax juga dikaitkan dengan prediktor perjalanan penyakit di mana apabila lesi terletak di paru kiri lobus bawah, resiko terjadinya pleuritis lebih meningkat
Gambar 2. Gambaran Foto Rontgen Thorax Pneumonia pada Anak. Konsolidasi alveolar di lobus kiri bawah dan kanan bawah. Mycoplasma pneumoniae pneumonia.5
3.1.6 Tatalaksana Pada umumnya, kebanyakan kasus anak dengan pneumonia dapat dirawat jalan (outpatient basis). Adapun beberapa indikasi rawat inap, yaitu:5
Hipoksemia – saturasi oksigen < 92% pada bayi dan anak, PaO2 < 60 mmHg, PaCO2 > 50 mmHg, sianosis sentral
Tanda-tanda pneumonia berat – sesak napas, takipneu (bayi > 60x/menit, anak > 50x/menit), distres pernapasan (retraksi, grunting)
Tanda-tanda dehidrasi, anak tidak mau minum/menetek 45
Tanda-tanda sepsis/syok sepsis
Bayi usia < 6 bulan
Adanya kondisi komorbid, seperti: Penyakit Jantung Bawaan, defisiensi sistem imun, displasia bronkopulmoner, fibrosis kistik, dan lain-lain
Pneumonia yang disebabkan oleh agen patogen dengan virulensi tinggi, contoh: bakteri MRSA
Pernah rawat jalan sebelumnya namun pasien memburuk
Ketidakmampuan keluarga untuk merawat di rumah Pasien-pasien yang dirawat di rumah harus datang untuk kontrol kembali
dalam waktu 2 hari, meskipun kondisi anak sudah membaik dan demamnya sudah turun. Edukasi pada keluarga sangat penting untuk diperhatikan. Keluarga yang merawat harus mengetahui cara menurunkan demam anak, mencegah dehidrasi, dan mengenali tanda-tanda kegawatan. Sebaiknya pasien yang dirawat jalan juga memiliki akses cepat ke pusat pelayanan kesehatan.5 Pada pasien yang dirawat inap dengan keadaan saturasi oksigen < 92%, terapi oksigen harus diberikan dengan kanul nasal, head box, atau sungkup. Pada pasien pneumonia berat dengan dehidrasi, diberikan cairan intravena dan dipantau balans cairannya dengan ketat. Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan pasien. Nebulisasi dengan 𝛽-2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk memperbaiki mucocilliary clearance. Pasien harus diobservasi setidaknya 4 jam sekali. Kondisi anak seharusnya akan membaik, terbukti dari evaluasi klinis dan laboratoris, dalam 48-72 jam pertama setelah penanganan yang adekuat. Kegagalan perbaikan mewajibkan pemeriksaan dan investigasi lebih lanjut akan kecurigaan adanya komplikasi, mikroorganisme resisten, maupun diagnosis alternatif.7 Rekomendasi WHO untuk pemberian antibiotik pada pneumonia adalah:8
Anak dengan pneumonia napas cepat (+), tanpa retraksi/ tanda bahaya umum,
diterapi
dengan
amoxicillin
46
oral
minimal
40
mg/kgBB/pemberian 2 kali sehari (80 mg/kgBB/hari) untuk 5 hari. Di daerah dengan prevalensi HIV rendah, amoxicillin dapat diberikan selama 3 hari. Bila gagal, rujuk ke fasilitas lanjutan untuk terapi lini ke 2.
Anak usia 2-59 bulan yang sakit pneumonia dengan retraksi diterapi amoxicillin oral minimal 40 mg/kgBB/pemberian 2 kali sehari untuk 5 hari.
Anak usia 2-59 bulan dengan pneumonia berat harus diterapi ampicillin (atau penicillin) dan gentamicin sebagai lini pertama. -
Ampicillin: 50mg/kgBB atau benzyl penicillin: 50.000 units per kgBB (IM/IV) tiap 6 jam selama minimal 5 hari
-
Gentamicin 7,5 mg/kgBB IM/IV 1 kali sehari minimal selama 5 hari
Ceftriaxone diberikan sebagai lini kedua bila lini pertama gagal atau terdapat penyulit.
Ampicillin (atau penicillin jika ampicillin tidak tersedia) ditambah gentamicin atau ceftriaxone direkomendasikan sebagai antibiotik lini pertama pada bayi yang terpapar dan terinfeksi HIV serta anak di bawah usia 5 tahun dengan pneumonia retraksi (+) atau pneumonia berat. Apabila lini pertama tidak berhasil, maka diberikan ceftriaxone saja untuk pengobatan lini kedua.
Kotrimoksosol empiris untuk suspek pneumonia Pneumocystis jirovecii (PCP) direkomendasikan sebagai terapi tambahan untuk bayi yang terpapar atau terinfeksi HIV yang berusia 2 bulan-1 tahun dengan retraksi
(+)
atau
pneumonia
berat.
Kotrimoksasol
tidak
direkomendasikan pada anak usia lebih dari satu tahun dengan kondisi yang sama. Nebulisasi dengan beta agonis jangka pendek dan/atau NaCl dapat diberikan untuk memperbaiki mucocilliary clearance. Namun hal tersebut
47
tidak direkomendasikan oleh WHO. Selain itu, pemberian steroid untuk terapi pneumonia pada anak-anak juga tidak di rekomendasikan oleh WHO. Beberapa
penelitian
menyebutkan
bahwa
anak
yang menderita
pneumonia yang mendapatkan beta agonis dan kortikosteroid sistemik mempunyai length of stay yang lebih pendek. Hasil penelitian juga menyebutkan anak yang menderita pneumonia yang hanya diberikan kortikosteroid sistemik tanpa beta agonis mempunyai length of stay yang lebih panjang dan meningkatkan kekambuhan. Beta agonis hanya diindikasikan jika ditemukan wheezing pada pasien yang datang dengan diagnosis CAP, sedangkan kortikosteroid sistemik hanya diberikan pada
pasien dengan
wheezing akut.
3.4 Status Gizi 3.5.1.
Klasifikasi Status Gizi10
Berat badan/umur Status gizi ini diukur sesuai dengan berat badan terhadap umur dalam bulan yang hasilnya kemudian dikategorikan sesuai Tabel 7.
Tinggi badan/umur Status gizi ini diukur sesuai dengan tinggi badan terhadap umur dalam bulan yang hasilnya dikategorikan sesuai Tabel 7.
Berat badan/tinggi badan Status gizi ini diukur sesuai dengan berat badan terhadap tinggi badan yang hasilnya kemudian dikategorikan sesuai Tabel 7. Parameter ini banyak digunakan karena memiliki beberapa kelebihan, yaitu tidak memerlukan data umur dan dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal, kurus).
Lingkar lengan atas/umur
48
Lingkar lengan atas hanya dikategorikan menjadi dua kategori yaitu gizi buruk dan gizi baik dengan batasan indeks sebesar 1,5cm/tahun dan LILA < 11,5 cm dikategorikan gizi buruk.
Tabel 7. Penilaian Status Gizi
3.5.2.
Klasifikasi Arah Pertumbuhan10
Pertumbuhan dikategorikan normal jika berat badan dan panjang badan tumbuh pada persentil yang sama. Dalam aplikasi dengan menggunakan KMS, anak dapat dikategorikan tumbuh normal jika grafik pertumbuhan berat badannya sejajar dengan kurva baku. Berikut adalah lima arah garis pertumbuhan. a. Tumbuh kejar atau Catch-Up Growth atau N1 (Arah garis pertumbuhan
melebihi arah garis baku). b. Tumbuh Normal atau N2 (Arah garis pertumbuhan sejajar atau berimpit
dengan arah garis baku).
49
c. Growth Faltering atau T1 (Arah garis pertumbuhan kurang dari arah garis
baku atau pertumbuhan kurang dari yang diharapkan). d. Flat- Growth atau T2 (Arah garis pertumbuhan datar atau berat badan tetap). e. Loss of Growth atau T3 (Arah garis pertumbuhan menurun dari arah garis
baku).
Gambar 8. Contoh garis arah pertumbuhan
50
BAB IV PEMBAHASAN
Pada anamnesis, gejala yang dirasakan pasien antara lain sesak napas memberat (keluhan utama), suara napas “grok-grok”, kepala teranggukangguk, hidung kembang kempis, cekungan di dada saat bernapas, demam, batuk pilek, sianosis perifer curiga pneumonia berat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan takipneu, kepala terangguk-angguk, dengan napas cuping hidung, sianosis pada mukosa mulut dan lidah, suara napas tambahan berupa ronki basah kedua lapang paru, terdapat wheezing merupakan kategori pneumonia berat. Pada pemeriksaan penunjang terhadap pasien didapatkan takipneu, kepala terangguk-angguk, dengan napas cuping hidung, sianosis pada mukosa mulut dan lidah, suara napas tambahan berupa ronki basah kedua lapang paru, terdapat wheezing merupakan kategori pneumonia berat Pada pasien didapatkan sianosis, takipneu, saturasi oksigen dibawah 92%, distres pernapasan akut berupa retraksi subcostal sehingga perlu dirawat inap. Terapi yang diberikan yaitu terapi antibiotik lini pertama sesuai WHO yaitu antibiotik ampicilin 200mg/6jam iv dan gentamicin 60mg/24jam iv ditambah dengan terapi oksigen 2 liter per menit dengan nasal kanul untuk mengurangi sesak, asupan cairan dengan pemberian intravena Kaen1B 35 ml/jam dan anti-piretik parasetamol 75 mg/4-6jam jika demam diatas 37,8 oC. Pada hari ke-2 dan ke-3 perawatan kondisi pasien mulai membaik. Namun pada hari ke-4 dan ke-5 pasien kembali demam dan sesak, sehingga terapi antibiotik diganti menjadi Ceftriaxone 2x375mg iv dan ditambah dexametasone 2x1,5mg iv serta dilakukan X Photo thorax dan Cek ulang darah lengkap. Pada hari ke-6 dan ke-7 kondisi pasien mulai membaik, batuk perbaikan, sudah tidak sesak, tidak retraksi dan ronkhi. Ada perbaikan dari 51
pemeriksaan penunjang. Pada hari ke-7 pasien dibolehkan pulang, dengan obat pulang cefixim 2x40mg, ambroxol 3x5mg, Chlorpeniramine maleat 3x1mg, salbutamol 3x0,15mg.
52
DAFTAR PUSTAKA
1. Said M. Pneumonia. Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku ajar respirologi anak. Edisi pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2012. hal. 350-64. 2. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED. Panduan Praktik Klinis Departemen Ilmu Kesehatan Anak. 2015. Hal 535-540 3. Grossman S, Porth CM. Porth’s Pathophysiology: Concepts of Altered Health States. 9th ed. USA: Lippincott Williams and Wilkins; 2014 4. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. 8th ed. USA: Elsevier Saunders; 2010 5. Schwartzschein RM. Dyspnea. In: Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo J, editors. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 19th edition. USA: New York; 2015. 47e-1-5 6. Light RB. Pulmonary pathophysiology of pneumococcal pneumonia. Semin Respir Infect.1999; 14(3): 218-26 7. Fishman AP, Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Senior RM, Pack AI. Fishman;s Pulmonary Disease and Disorders. 4th ed. USA: McGraw-Hill; 2008 8. Dinarello CA, Porat R. Fever. In: Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo J, editors. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 19th edition. USA: New York; 2015. P. 123-6 9. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: IDAI. 2009; hal 250-256 10. Marcdante KJ, Kliegman RM. Nelson Essentials of Pediatrics. 7th ed. USA: Elsevier Saunders; 2015
53
11. Said M, et al. Manajemen Kasus Respiratorik Anak dalam Praktek Seharihari. Jakarta: Yapnas Suddhaprana. 2007; hal. 83-94. 12. WHO. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit: Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertam di Kabupaten/Kota. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia: 2009 13. Wojsyk-Banaszak I, Bręborowicz A. Pneumonia in Children, InTech, 2013. 14. Indonesia DKR. Riset Kesehatan Dasar Dinas Kesehatan Republik Indonesia, 2013. 15. Diponegoro DIKAFKU. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2011. 16. Tanto C E a. e. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I Ed.4. Jakarta: Media Aesculapius, 2014. 17. Bręborowicz A. Pneumonia in Children, InTech, 2013. 18. Singh YD. Pathophysiology of community acquired pneumonia. J Assoc Physicians India 2012;60 Suppl:7-9. 19. Indonesia IDA. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2009. 20. WHO. Revised WHO classification and treatment of childhood pneumonia at health facilities, 2014:34. 21. Weiss AK, Hall M, Lee GE, Kronman MP, Sheffler-Collins S, Shah SS. Adjunct corticosteroids in children hospitalized with community-acquired pneumonia. Pediatrics 2011;127:e255-63. 22. Supariasa IDN BB, Fajar I. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2002.
54
55