Karakteristik Reservoir.docx

  • Uploaded by: Dian Petroleum
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Karakteristik Reservoir.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 9,002
  • Pages: 48
BAB III DASAR TEORI 3.1.

Karakteristik Reservoir Reservoir merupakan suatu tempat terakumulasinya fluida hidrokarbon.

Proses akumulasi minyak bumi di bawah permukaan haruslah memenuhi beberapa syarat, yang merupakan unsur-unsur suatu reservoir minyak bumi. Reservoir merupakan salah satu bagian dari petroleum system, yang mana terdiri dari: 1. Source rock, sebagai wadah pertama kali terbentuknya hidrokarbon karena adanya tekanan dan temperature. 2. Migrasi, yaitu berpindahnya Hidrokarbon dari source rock ke reservoir karena adanya perbedaan tekanan. 3. Batuan Reservoir, yaitu tempat terakumulasinya hidrokarbon. 4. Perangkap reservoir (reservoir trap), merupakan suatu unsur pembentuk reservoir yang mempunyai bentuk sedemikian rupa sehingga lapisan beserta penutupnya merupakan bentuk konkav ke bawah dan dan menyebabkan minyak dan gas bumi berada dibagian teratas reservoir. 5. Lapisan penutup (cap rock), yaitu suatu lapisan batuan yang bersifat impermeable, yang terdapat pada bagian atas suatu reservoir, sehingga berfungsi sebagai penyekat fluida reservoir. Karakteristik suatu reservoir sangat dipengaruhi oleh karakteristik batuan penyusunnya, fluida reservoir yang menempatinya dan kondisi reservoir itu sendiri, yang satu sama lain akan saling berkaitan. Ketiga faktor itulah yang akan kita bahas dalam mempelajari karakteristik reservoir.

14

3.1.1. Karakteristik Batuan Reservoir Batuan adalah kumpulan dari mineral-mineral, sedangkan suatu mineral dibentuk dari beberapa ikatan kimia. Komposisi kimia dan jenis mineral yang menyusunnya akan menentukan jenis batuan yang terbentuk. Batuan reservoir umumnya terdiri dari batuan sedimen, yang berupa batupasir dan karbonat (sedimen klastik) serta batuan shale (sedimen nonklastikatau

kadang-kadang

volkanik.

Masing-masing

batuan

tersebut

mempunyai komposisi kimia yang berbeda, demikian juga dengan sifat fisiknya. Komponen penyusun batuan serta macam batuannya dapat dilihat pada Gambar 3.1 di bawah ini.

S a n d s to n e 100 % L im y S a n d s to n e

S h a ly S a n d s to n e

Sa n d y L im e s to n e

L im e s to n e 100 %

Sa n d y S h a le

S h a ly L im e s to n e

L im y S h a le

S h a le 100 %

Gambar 3.1 Diagram Komponen Penyusun Batuan2) 3.1.2. Komposisi Kimia Batuan Reservoir Unsur-unsur atau atom-atom penyusun batuan reservoir perlu diketahui, karena jenis dan jumlah atom-atom tersebut akan menentukan sifat-sifat dari mineral yang terbentuk, baik sifat-sifat fisik maupun sifat-sifat kimiawinya. 3.1.2.1. Komposisi Kimia Batupasir Batupasir (sandstone) merupakan batuan yang paling sering dijumpai di lapangan sebagai batuan reservoir. Batu pasir merupakan hasil dari proses sedimentasi mekanik, yaitu berasal dari proses pelapukan dan disintegrasi, yang kemudian tertransportasi serta mengalami proses kompaksi dan pengendapan.

15

Pori-pori pada batu pasir terbentuk secara primer bersamaan dengan proses pengendapan. Setelah pengendapan, dapat terjadi perubahan pada poripori batupasir, yang merupakan akibat dari sementasi, pelarutan serta proses sekunder lainnya, sehingga porositas batupasir bersifat intergranular. Berdasarkan mineral penyusunnya serta kandungan mineralnya, maka batupasir dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu orthoquartzites, pasir lempungan (graywacke), dan arkose. 1.

Orthoquartzites Orthoquartzites merupakan jenis batuan sedimen yang terbentuk dari

proses sedimentasi yang menghasilkan unsur silika yang tinggi, tanpa mengalami metaformosa dan pemadatan, terutama terdiri atas mineral kwarsa (quartz) dan mineral lainnya yang stabil. Proses metamorfosa adalah proses perubahan mineral batuan, karena adanya kondisi yang berbeda dengan kondisi awal. Material pengikatnya (semen) terutama terdiri atas karbonat dan silika. Orthoquartzites merupakan jenis batuan sedimen yang relatif bersih yaitu bebas dari kandungan shale dan clay. Komposisi kimia dari orthoquarzite diperlihatkan pada Tabel 3.1 di bawah ini.

16

Tabel 3.1 Komposisi Kimia Batupasir Orthoquartzites

MIN. SiO2 TiO2 Al2O3 Fe2O3 FeO MgO CaO Na2O K2 O H2O + H2O CO2

A 95,32 .... 2,85 0,05 .... 0,04 T

B 99,45 .... ....

C 98,87 .... 0,41 0,08 0,11 0,04 .... 0,80 0,15

D 97,80 .... 0,90 0,85 .... 0,15 0,10

E 99,39 0,03 0,30 0,12 .... None 0,29

F 93,13 .... 3,86 0,11 0,54 0,25 0,19

0,30

....

0,40

....

....

1,44a)

....

0,17

....

0,17

....

....

....

....

Total

100

99,88

99,91

100,2

0,30 T 0,13

16)

G 61,70 .... 0,31 0,24 .... .... 21,00 0,17 ....

H 99,58 .... 0,31 1,20 .... 0,10 0,14 0,10 0,03

I 93,16 0,03 1,28

1,43a)

....

0,03a)

0,65

....

....

16,10

....

2,01

100,3

99,51

99,52

99,6b)

101,1

A. Lorrain (Huronian)

F. Berea (Mississippian)

B. St. Peter (Ordovician)

G. “Crystalline Sandstone”, Fontainebleau

C. Mesnard (Preeambrian)

H. Sioux (Preeambrian)

D. Tuscarora (Silurian)

I. Average of A – H, inclusive.

E. Oriskany ( Devonian)

a)

0,43 0,07 3,12 0,39

. Loss of ignition

b)

. Includes SO3, 0,13 %.

Pada Tabel 3.1 diatas dapat dilihat bahwa unsur silika merupakan unsur penyusun orthoquarzites

dengan prosentase yang sangat tinggi jika

dibandingkan dengan unsur-unsur yang lain. Komposisi unsur silika (SiO2) berkisar antara 61,7 % sampai dengan 99,58 %, sedangkan sisanya adalah unsur penyusun yang lain, seperti TiO2, Al2O3, Fe2O3, FeO, MgO, CaO, Na2O, K2O, H2O+, H2O- dan CO2. 2.

Graywacke Graywacke merupakan jenis batupasir yang tersusun dari unsur-unsur

mineral yang berbutir besar, yaitu kwarsa, clay, mika flake {KAl2(OH)2 AlSi3O10}, magnesite (MgCO3), fragmen phillite, fragmen batuan beku,

17

feldspar dan mineral lainnya. Indikator yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi batuan jenis ini adalah adanya mineral illite. Sortasi (pemilahan) butir pada graywacke tidak bagus karena adanya matriks-matriks batuan. Hal ini juga menyebabkan berkurangnya porositas batuannya. Material pengikatnya adalah clay dan karbonat. Secara lengkap mineral-mineral penyusun graywacke terlihat pada Tabel 3.2 di bawah ini. Tabel 3.2 Komposisi Mineral Graywacke MINERAL Quartz Chert Feldspar Hornblende Rock Fragments Carbonate Chloride-Sericite T o t a l

16)

A

B

C

D

E

F

45,6 1,1 16,7 .... 6,7 4,6 25,0 99,7

46,0 7,0 20,0 .... . . . .a 2,0 22,5 97,5

24,6 .... 32,1 .... 23,0 .... 20,0b 99,7

9,0 .... 44,0 3,0 9,0 .... 25,0 90,0

Tr .... 29,9 10,5 13,4 .... 46,2d 100,0

34,7 .... 29,7 .... .... 5,3 23,3 96,0

A. Average of Six (3 Archean, 1 Huronian, 1 Devonian, and 1 Late Paleozoic). B. Krynine’s average “high-rank graywacke” (Krynine, 1948). C. Average of 3 Tanner graywackes (Upper Devonian – Lower Carboniferous) D. Average of 4 Cretaceous graywackes, Papua (Edwards, 1947 b). E. Average 0f 2 Meocene graywackes, Papua (Edwards, 1947 a). F. Average of 2 parts average shale and 1 part average Arkose. a)

. Not separately listed.

b) c)

. Include 2,8 per cent “limonitic subtance”

. Balance in glauconite, mica, chlorite, and iron ores.

Komposisi kimia graywacke tersusun dari unsur silika dengan kadar lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata batupasir, dan kebanyakan silika yang ada bercampur dengan silikat. Keterangan secara terperinci komposisi kimia graywacke dapat dilihat pada Tabel 3.3 di bawah ini. Tabel 3.3 Komposisi Kimia Graywacke16) MINERAL Quartz Chert Feldspar Hornblende Rock Fragments Carbonate Chloride-Sericite T o t a l

A

B

C

D

E

F

45,6 1,1 16,7 .... 6,7 4,6 25,0

46,0 7,0 20,0 .... . . . .a 2,0 22,5

24,6 .... 32,1 .... 23,0 .... 20,0b

9,0 .... 44,0 3,0 9,0 .... 25,0

Tr .... 29,9 10,5 13,4 .... 46,2d

34,7 .... 29,7 .... .... 5,3 23,3

99,7

97,5

99,7

90,0

100,0

96,0

18

A. Average of Six (3 Archean, 1 Huronian, 1 Devonian, and 1 Late Paleozoic). B. Krynine’s average “high-rank graywacke” (Krynine, 1948). C. Average of 3 Tanner graywackes (Upper Devonian – Lower Carboniferous) D. Average of 4 Cretaceous graywackes, Papua (Edwards, 1947 b). E. Average 0f 2 Meocene graywackes, Papua (Edwards, 1947 a). F. Average of 2 parts average shale and 1 part average Arkose. a) . Not separately listed. b) . Include 2,8 per cent “limonitic subtance” c) . Balance in glauconite, mica, chlorite, and iron ores. d) . “Matrix”

3.

Arkose Arkose merupakan jenis batupasir yang tersusun dari kuarsa sebagai

mineral yang dominan, dan feldspar (MgAlSi3O8). Selain dua mineral utama tersebut, arkose juga mengandung mineral-mineral yang bersifat kurang stabil, seperti

clay

{Al4Si4O10(OH)8},

microline

(KAlSi3O8),

biotite

{K(Mg,Fe)3(AlSi3O10)(OH)2} dan plagioklas {(Ca,Na)(AlSi)AlSi2O8}. Arkose mempunyai sortasi butiran yang kurang baik, dengan bentuk butir yang menyudut. Kandungan mineral lainnya, secara berurutan sesuai prosentasenya dapat dilihat pada Tabel 3.4 di halaman selanjutnya. Komposisi kimia arkose ditunjukkan pada Tabel 3.5 di halaman selanjutnya juga, dimana terlihat bahwa arkose mengandung lebih sedikitsilika jika dibandingkan dengan orthoquartzites, tetapi kaya akan alumina, lime, potash, dan soda.

Tabel 3.4 Komposisi Mineral dari Arkose (%)16) MINERAL

A

B

C

D a)

E a)

F a)

G

Quartz

57 24 6 3 9

51 30 11 1 7

60 34 .... .... ....

57

35

28

48

64

43 2 8

c)

c)

.... .... .... 8 e)

Microcline Plaglioclase Micas Clay Carbonate Other

1

....

35

b)

.... .... c)

6

d)

19

8

e)

59

b)

.... .... 2 4 e)

c) c)

A. Pale Arkose (Triassic) (Krynine, 1950). B. Red Arkose (Triassic) (Krynine, 1950). C. Sparagmite (Preeambrian) (Barth, 1938). D. Torridonian (Preeambrian) (Mackie, 1905). E. Lower Old Red (Devonian) (Mackie, 1905). F. Portland (Triassic) (Merrill, 1891). G. Average of A – G, anclusive. a) . Normative or calculated composition; b). Modal Feldspar; c). Present in amount under 1 %. d) . Chlorite; e). Iron oxide (hematite) and kaolin.

MINERAL Si O2 Ti O2 Al2 O3 Fe2 O3 Fe O Mn O Mg O Ca O Na2 O K2 O H2 O + H2 O – P2 O3 C O2 Total

A

B

C

D

E

F

69,94 .... 13,15 0,70 T 3,09 3,30 5,43

82,14 .... 9,75 1,23 .... .... 0,19 0,15 0,50 5,27

73,32 .... 11,31 3,54 0,72 T 0,24 1,53 2,34 6,16

80,89 0,40 7,57 2,90 1,30 .... 0,04 0,04 0,63 4,75

76,37 0,41 10,63 2,12 1,22 0,25 0,23 1,30 1,84 4,99

1,01

0,64 a

0,30 a

1,11

0,83

.... ....

0,12 0,19

75,57 0,42 11,38 0,82 1,63 0,05 0,72 1,69 2,45 3,35 1,06 0,05 0,30 0,51

.... 0,92

.... ....

0,21 0,54

99,1

100,18

100

100,2

99,63

100,9

2,48

A. Portland stone, Triassic (Merrill, 1891). B. Torridon sandstone, Preeambrian (Mackie, 1905). C. Torridonian arkose (avg. of 3 analyses) (Kennedy, 1951). D. Lower Old Red Sandstone, Devonian (Mackie, 1905). E. Sparagmite (unmetamorphosed) (Barth, 1938). F. Average of A – E, inclusive. a) . Loss of ignition.

Tabel 3.5 Komposisi Kimia dari Arkose (%)

16)

3.1.2.2. Komposisi Kimia Karbonat Batuan

karbonat

yang

dimaksud

dalam

bahasan

ini

adalah

limestone, dolomite, dan yang bersifat diantara keduanya. Limestone adalah istilah yang biasa dipakai untuk kelompok batuan yang mengandung paling sedikit 80 % calcium carbonate atau magnesium. Istilah limestone juga dipakai untuk batuan yang mempunyai fraksi karbonat melebihi unsur non-karbonatnya.

20

Pada limestone fraksi disusun terutama oleh mineral calcite, sedangkan pada dolomite mineral penyusun utamanya adalah mineral dolomite. Tabel 3.6 di bawah ini menunjukkan komposisi kimia limestone secara lengkap.

Tabel 3.6 Komposisi Kimia Limestone

21

16)

A .

MINERAL Si O2 Ti O2 Al2 O3 Fe2 O3 Fe O

A 5,19 0,06 0,81 0,54

B 0,70 .... 0,68 0,08 ....

C 7,41 0,14 1,55 0,70 1,20

D 2,55 0,02 0,23 0,02 0,28

E 1,15 .... 0,45 .... 0,26

F 0,09 .... 0,11

Mn O Mg O Ca O Na2 O K2 O

0,05 7,90 42,61 0,05 0,33

.... 0,59 54,54 0,16 None

0,15 2,70 45,44 0,15 0,25

0,04 7,07 45,65 0,01 0,03

.... 0,56 53,80 0,07

.... 0,35 55,37 .... 0,04

H2 O + H2 O –

0,56 0,21

.... ....

0,38 0,30

0,05 0,18

0,69 0,23

0,32

0,04 41,58 0,09 T .... 100,09

.... 42,90 0,25 .... T 99,96

0,16 39,27 0,25 .... 0,29 100,16

0,04 43,60 0,30 .... 0,40 100,04

.... 42,69 .... .... .... 99,9

.... 43,11 .... .... 0,17 100,1

P2 O3 C O2 S Li2 O Organic Total

Composite analysis of 345 limestones, HN Stokes, analyst (Clarke, 1924, p. 564) B. “Indiana Limestone” (Salem, Mississippian), AW Epperson, analyst (Loughlin, 1929, p. 150) C. Crystalline, crinoidal limestone (Brassfield, Silurian, Ohio), Down Schaff, analyst (Stout, 1941, p. 77) D. Dolomitic Limestone (Monroe form., Devonian, Ohio), Down Schaff, analyst (Stout, 1941, p. 132) E. Lithoeraphic Limestone (Solenhofen, Bavaria), Geo Steigner, analyst (Clarke, 1924, p. 564) F. Travertine, Mammoth Hot Spring, Yellowstone, FA Gooch, analyst (Clarke, 1904, p.323)

1.

Limestone Komposisi kimia limestone dapat menggambarkan adanya sifat dari

komposisi mineralnya yang cukup padat, karena pada limestone sebagian besar

22

terbentuk dari calcite, bahkan jumlahnya bisa mencapai lebih dari 95%. Unsur lainnya yang dianggap penting adalah MgO, bila jumlahnya lebih dari 1% atau 2%, maka menunjukkan adanya mineral dolomite. 2.

Dolomite

Dolomite adalah jenis batuan yang merupakan variasi dari limestone yang mengandung unsur carbonate lebih besar dari 50 %, sedangkan untuk batuanbatuan yang mempunyai komposisi pertengahan antara limestone dan dolomite akan mempunyai nama yang bermacam-macam tergantung dari unsur yang dikandungnya. Batuan yang unsur calcite-nya melebihi dolomite disebut dolomite limestone, dan yang unsur dolomite-nya melebihi calcite disebut dengan limy, calcitic, calciferous atau calcitic dolomite. Komposisi kimia dolomite pada dasarnya hampir mirip dengan limestone, kecuali unsur MgO merupakan unsur yang penting dan jumlahnya cukup besar. Tabel 3.7 menunjukkan komposisi kimia unsur penyusun dari dolomite. Tabel 3.7 Komposisi Kimia Dolomite

23

16)

MINERAL Si O2 Ti O2 Al2 O3 Fe2 O3 Fe O Mn O Mg O Ca O Na2 O K2 O H2 O + H2 O – P 2 O3 C O2 S Sr O Organic Total

A

B

D

E

F

.... .... .... .... .... .... 21,90 30,40 .... .... .... ....

2,55 0,02 0,23 0,02 0,18 0,04 7,07 45,65 0,01 0,03 0,05 0,18

C 7,96 0,12 1,97 0,14 0,56 0,07 19,46 26,72 0,42 0,12 0,33 0,30

3,24 .... 0,17 0,17 0,06 .... 20,84 29,56 .... .... 0,30

24,92 0,18 1,82 0,66 0,40 0,11 14,70 22,32 0,03 0,04 0,42 0,36

0,73 .... 0,20 .... 1,03 .... 20,48 30,97 .... .... .... ....

.... 47,7 .... .... ....

0,04 43,60 0,30 0,01 0,04

0,91 41,13 0,19 None ....

.... 43,54 .... .... ....

0,01 33,82 0,16 None 0,08

0,05 47,51 .... .... ....

100

100,06

100,40

99,90

100,04

100,9

A. Theoretical composition of pure dolomite. B. Dolomitic Limestone C. Niagaran Dolomite

D. “Knox” Dolomite E. Cherty-Dolomite F. Randville Dolomite

3.1.2.3. Komposisi Kimia Batuan Shale Pada umumnya unsur penyusun shale ini terdiri dari lebih kurang 58 % silicon dioxide (SiO2), 15 % alumunium oxide (Al2O3), 6 % iron oxide (FeO) dan Fe2O3. 2 % magnesium oxide (MgO), 3 % calcium oxide (CaO), 3 % potasium oxide (K2), 1 % sodium oxide (Na2), dan 5 % air (H2O). Sisanya adalah metal oxide dan anion seperti terlihat pada Tabel 3.8 di bawah ini.

Tabel 3.8 Komposisi Kimia Shale

24

16)

MINERAL Si O2 Ti O2 Al2 O3 Fe2 O3 Fe O Mn O Mg O Ca O Na2 O K2 O H2 O + H2 O – P2 O3 C O2 S O3 Organic Misc. Total

A 58,10 0,54 15,40 4,02 2,45 .... 2,44 3,11 1,30 3,24 5,00 0,17 2,63 0,64 0,80 a .... 99,95

B 55,43 0,46 13,84 4,00 1,74 T 2,67 5,96 1,80 2,67 3,45 2,11 0,20 4,62 0,78 0,69 a 0,06 b 100,84

C 60,15 0,76 16,45 4,04 2,90 T 2,32 1,41 1,01 3,60 3,82 0,89 0,15 1,46 0,58 0,88 a 0,04 b 100,46

D 60,64 0,73 17,32 2,25 3,66 .... 2,60 1,54 1,19 3,69 3,51 0,62 .... 1,47 .... .... 0,38 c 99,60

E 56,30 0,77 17,24 3,83 5,09 0,10 2,54 1,00 1,23 3,79 3,31 0,38 0,14 0,84 0,28 1,18 a 1,98 c 100,00

F 69,96 0,59 10,52 3,47 0,06 1,41 2,17 1,51 2,30 1,96 3,78 0,18 1,40 0,03 0,66 0,32 100,62

A. Average Shale (Clarke, 1924, p.24) B. Composite sample of 27 Mesozoic and Cenozoic shales, HN Stokes, analyst, (Clarke, 1924, p.552). C. Composite sample of 52 Paleozoic shales, HN Stokes, analyst, (Clarke, 1924, p.552). D. Unweighted avrg. of 36 analyses of Slate (29 Paleozoic, 1 Mesozoic, 6 Precambrian)(Eckel, 1904). E. Unweighted avrg. of 33 analyses of Precambrian Slate (Nanz, 1953) F. Composite analyses of 235 samples of Mississippi delta, (Clarke, 1924, p. 509). a c . Carbon; b. Ba O; . Fe S2 .

Dalam keadaan normal, shale mengandung sejumlah besar quartz, silt, bahkan jumlah ini dapat mencapai 60%. Pada keadaan tertentu, beberapa shale bisa mengandung silika dengan kandungan tinggi yang bukan berasal dari silt. Kandungan silika yang berlebihan didapatkan pada bentuk kristalin quartz yang sangat halus, calcedony atau opal. Shale yang kaya besi lebih banyak pyrite atau siderit, atau silikat besi, yang kesemuanya itu secara tidak langsung menunjukkan bahwa pada kondisi lingkungan pengendapan paling tidak terjadi penurunan atau bahkan kekurangan unsur silika. 3.1.3. Sifat Fisik Batuan Reservoir Sifat fisik batuan reservoir diantaranya adalah sebagai berikut.

3.1.3.1. Porositas

25

Porositas () didefinisikan sebagai perbandingan antara volume ruang pori-pori terhadap volume batuan total (bulk volume). Besar-kecilnya porositas suatu batuan akan menentukan kapasitas penyimpanan fluida reservoir. Secara matematis porositas dapat dinyatakan sebagai : 

Vb  Vs Vp  Vb Vb …………………………………...……………….…..(3.1)

Keterangan : Vb

= volume batuan total (bulk volume), cm3

Vs

= volume padatan batuan total (volume grain), cm3

Vp

= volume ruang pori-pori batuan, cm3

C o n n e c te d o r E ff e c tiv e P o r o s i ty To ta l P o ro s i ty Is o la t e d o r N o n - E ff e c tiv e P o r o s i ty

Gambar 3.2 Skema Perbandingan Porositas14) Porositas batuan reservoir dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: 1. Porositas absolut, adalah perbandingan antara volume pori-pori total terhadap volume batuan total (bulk volume), yang dinyatakan dalam persen. 

Volume pori total  100% bulk volume

.……………….….……………………..(3.2)

2. Porositas efektif, adalah perbandingan antara volume pori-pori yang saling berhubungan terhadap volume batuan total (bulk volume), yang dinyatakan dalam persen. 

Volume pori yang berhubungan  100% ........................................ (3-3) bulk volume

26

Untuk selanjutnya porositas efektif digunakan dalam perhitungan karena dianggap sebagai fraksi volume yang produktif. Disamping itu menurut waktu dan cara terbentuknya, maka porositas dapat juga diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : 1. Porositas primer, adalah porositas yang terbentuk pada waktu batuan sedimen diendapkan. 2. Porositas sekunder, adalah porositas batuan yang terbentuk sesudah batuan sedimen terendapkan. Tipe batuan sedimen atau reservoir yang mempunyai porositas primer adalah batuan konglomerat, batupasir, dan batu gamping. Porositas sekunder dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu : 1. Porositas larutan, adalah ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya proses pelarutan batuan. 2. Rekahan, celah, kekar, yaitu ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya kerusakan struktur batuan sebagai akibat dari variasi beban, seperti: lipatan, sesar, atau patahan. Porositas tipe ini sulit untuk dievaluasi atau ditentukan secara kuantitatif karena bentuknya tidak teratur. 3. Dolomitisasi,

dalam

proses

ini

batu

gamping

(CaCO 3)

ditransformasikan menjadi dolomite (CaMg(CO3)2) dengan reaksi kimia sebagai berikut : 2CaCO3 + MgCl2 CaMg(CO3)2 + CaCl2. Menurut para ahli batu gamping yang terdolomitasi mempunyai porositas yang lebih besar dari pada batu gampingnya sendiri. Besar-kecilnya porositas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: ukuran butir (semakin baik distribusinya, semakin baik porositasnya), susunan butir (susunan butir berbentuk kubus mempunyai porositas lebih baik dibandingkan bentuk rhombohedral), kompaksi dan sementasi. 3.1.3.2. Permeabilitas Permeabilitas didefinisikan sebagai suatu bilangan yang menunjukkan kemampuan dari suatu batuan untuk melewatkan fluida. Definisi kuantitatif

27

permeabilitas pertama-tama dikembangkan oleh Henry Darcy (1856) dalam hubungan empiris dengan bentuk differensial, yang bermula dari dua persamaan sebagai berikut : v=

q … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … …(3.4) A

Dan v=

−k dP x … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … …(3.5) ❑ dL

Sehingga jika diturunkan menjadi : q −k dP = x … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .(3.6) A ❑ dL Dan jika disubsitusikan menjadi : q dL=k A dP ..… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .(3.7)

Dengan percobaan yang dilakukan oleh Henry Darcy (1856), berdasarkan persamaan – persamaan di atas maka diperoleh harga permeabilitas absolut batuan, sesuai persamaan berikut :

k=

Q .μ. L A . ( P1 −P2 ) ............................................................................... (3-8)

dimana : k

= permeabilitas media berpori, D

Q

= laju alir, cm /s



= viskositas fluida yang mengalir, cp

L

= panjang media berpori, cm

A

= luas, cm

P

= tekanan, atm

3

2

Tanda negatif pada persamaan (3-5) menunjukkan bila tekanan bertambah dalam satu arah, maka arah alirannya berlawanan dengan arah pertambahan tekanan itu. Beberapa anggapan yang digunakan Darcy dalam persamaan (3-5) :

28



Alirannya mantap (steady state)



Fluida yang mengalir satu fasa



Viskositas fluida yang mengalir konstan



Kondisi aliran isothermal



Formasinya relatif dan arah alirannya horizontal

Gambar 3.3 Diagram Percobaan Pengukuran Permeabilitias14) Tabel 3.9 Klasifikasi Harga Permeabilitas8) Permeabilitas ( mD )

Keterangan

1 – 10

Cukup

10 – 100

Baik

100-1000

Baik Sekali

Dalam batuan reservoir, permeabilitas dibedakan menjadi tiga, yaitu : A.

Permeabilitas Absolut

Yang dimaksud dengan permeabilitas absolut adalah permeabilitas batuan dimana fluida yang mengalir melalui media berpori tersebut hanya satu fasa, misalnya hanya minyak atau gas saja.

29

Dasar penentuan permeabilitas relatif batuan adalah hasil percobaan yang dilakukan oleh Henry Darcy menggunakan batupasir tidak kompak yang dialiri air. Batupasir silindris yang porous ini 100% dijenuhi cairan dengan viskositas μ, dengan luas penampang A, dan panjangnya L. Kemudian dengan memberikan tekanan masuk P1 pada salah satu ujungnya maka terjadi aliran dengan laju sebesar Q, sedangkan P2 adalah tekanan keluar. Dari percobaan dapat ditunjukkan bahwa Q. μ.L/A.(P1-P2) adalah konstan dan akan sama dengan harga permeabilitas batuan yang tidak tergantung dari cairan, perbedaan tekanan dan dimensi batuan yang digunakan. Dengan mengatur laju Q sedemikian rupa sehingga tidak terjadi aliran turbulen, maka diperoleh harga permeabilitas absolut batuan. Gambar 3.4 pada gambar dibawah ini, menunjukkan Diagram Percobaan Pengukuran Permeabilitas absolut.

Gambar 3.4 Diagram Percobaan Pengukuran Permeabilitas Absolut Sehingga secara matematis permeabilitas absolut dapat dituliskan :

8)

k  Q..L ............................................................................................ (3-9) Satuan permeabilitas dalam percobaan ini adalah :

k ( darcy )=

Q (cm3 /sec ). μ (centipoise ) L ( cm) A (sqcm ).( P1 −P2 ) (atm )

……..………….…….…....(3.10)

Satuan permeabilitas untuk percobaan ini adalah darcy. Secara definisi, batuan yang mempunyai permeabilitas sebesar 1 darcy adalah jika fluida berfasa 1 (satu), dengan viscositas 1 cp mengalir dengan kecepatan 1 cm/detik Karena permeabilitas dari suatu batuan biasanya kurang dari 1 darcy, maka dipakai satuan milidarcy (1 md = 0.001 darcy). 30

Dari persamaan (3.8) dapat dikembangkan untuk berbagai kondisi aliran yaitu aliran linier dan radial, masing-masing untuk fluida yang compressible dan incompressible. B.

Permeabilitas Efektif Permeabilitas efektif didefinisikan sebagai permeabilitas batuan dimana

fluida yang mengalir lebih dari satu fasa, misalnya minyak dan air, air dan gas, gas dan minyak atau ketiga-tiganya. Harga permeabilitas efektif dinyatakan sebagai ko, kg, kw, dimana masing-masing untuk minyak, gas, dan air. Jika laju aliran minyak adalah Qo dan laju aliran air adalah Qw, maka laju aliran total (Qo + Qw) yang keluar dari sampel core per satuan waktu akan sama, tetapi perbandingan antara minyak dan air yang keluar tidaklah sama dengan Qo/Qw. Suatu keseimbangan akan terjadi apabila jumlah air yang keluar sama dengan yang masuk. Harga saturasi minyak (So) dan saturasi air (Sw) dapat dihitung dari jumlah minyak dan air yang diinjeksikan dan jumlah minyak dan air yang keluar setelah keseimbangan dicapai. Apabila kondisi sudah stabil dan tekanan injeksi (P1) serta tekanan keluar P2 telah diukur, maka analog dengan persamaan (3.8) dapat ditentukan persamaan permeabilitas efektif minyak dan air adalah : ko 

Qo .o .L ..................................................................................... (3-11) A.(P1  P2 )

kw 

Qw .w .L ..................................................................................... (3-12) A.(P1  P2 )

Keterangan : o = viskositas minyak, cp w = viskositas air, cp ko= permeabilitas efektif minyak, md kw = permeabilitas efektif air, md

31

Percobaan ini diulangi untuk laju permukaan (input rate) yang berbeda untuk minyak dan air, dengan (Qo + Qw) konstan. Harga-harga Ko dan Kw pada persamaan (3.11) dan persamaan (3.12) jika diplot terhadap So dan Sw akan diperoleh hubungan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.5.

8)

Gambar 3.5 Kurva Permeabilitas Efektif Untuk Sistem Minyak Dan Air Dari Gambar 3.5 di atas ini menunjukkan Kurva Permeabilitas Efektif Untuk Sistem Minyak Dan Air, terdapat tiga hal yang harus diperhatikan mengenai hubungan antara permeabilitas dengan saturasi, yaitu : 1.

ko turun dengan cepat ditandai dengan naiknya Sw dari harga nol. Demikian pula dengan kw yang akan turun pada saat Sw menjauhi harga 1. Jadi adanya air meskipun sedikit akan mempersulit aliran minyak dalam

2.

batuan tersebut, demikian pula sebaliknya. ko berharga nol walaupun masih ada So didalam core tersebut (titik C pada Gambar 3.5.). Hal ini berarti di bawah suatu harga saturasi terkecil maka minyak tidak akan bisa mengalir dalam core tersebut. Harga minimum saturasi ini disebut dengan Residual Oil Saturation (S or) atau Critical Oil

32

Saturation (Soc) dan titik D adalah Residual Water Saturation (Swr) atau 3.

Critical Water Saturation (Swc). Kedua harga ko dan kw akan selalu lebih kecil dari k kecuali pada titik A dan B. Untuk suatu harga So manapun, jumlah harga ko dan kw akan selalu lebih rendah dari k atau ko + kw  k.

C.

Permeabilitas Relatif Permeabilitas

relatif

didefinisikan

sebagai

perbandingan

antara

permeabilitas efektif dengan permeabilitas absolut. Sedangkan permeabilitas relatif dinyatakan sebagai berikut : k ro =

ko k

………………………………..……………………….……….…

(3.13)

k rg =

kg k

……………………………………………………………..……..

kw k

…………………….………………………….………………….

(3.14)

k rw = (3.15)

Keterangan : kro = permeabilitas relatif minyak krg = permeabilitas relatif gas krw = permeabilitas relatif air 3.1.3.3

Saturasi Fluida Batuan Saturasi fluida batuan didefinisikan sebagai perbandingan antara

volume pori-pori batuan yang ditempati oleh suatu fluida tertentu dengan volume pori-pori total suatu batuan. Tetapi karena dalam batuan reservoir minyak umumnya terdapat lebih dari satu macam fluida, kemungkinan terdapat air, minyak, dan gas yang tersebar ke seluruh bagian reservoir, maka saturasi didefinisikan sebagai fraksi salah satu fluidanya terhadap volume pori 33

batuanya. Harga saturasi untuk masing-masing fluida tersebut dapat dituliskan sebagai berikut : 

Saturasi minyak (So) adalah :

S o= 

volume pori− pori yang diisi oleh min yak volume pori− pori total ....................... (3-16)

Saturasi air (Sw) adalah :

Sw=

volume pori− pori yang diisi oleh air volume pori− pori total .............................. (3-17)

 Saturasi gas (Sg) adalah :

S g=

volume pori− pori yang diisi oleh gas volume pori−pori total .............................. (3-18)

Jika pori-pori batuan diisi oleh gas-minyak-air maka berlaku hubungan : Sg + So + Sw = 1 ........................................................................ (3-19)

Gambar 3.6 Profil Saturasi Fluida di Reservoir8) Terdapat tiga faktor yang penting mengenai saturasi fluida, yaitu : a) Saturasi fluida akan bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dalam reservoir, saturasi air cenderung untuk lebih besar dalam bagian batuan yang kurang porous. Bagian struktur reservoir yang lebih rendah relatif 34

akan mempunyai Sw yang tinggi dan Sg yang relatif rendah. Demikian juga untuk bagian atas dari struktur reservoir berlaku sebaliknya. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan densitas dari masing-masing fluida. b) Saturasi fluida akan bervariasi dengan kumulatif produksi minyak. Jika minyak diproduksikan maka tempatnya di reservoir akan digantikan oleh air dan atau gas bebas, sehingga pada lapangan yang memproduksikan minyak, saturasi fluida berubah secara kontinyu. c) Saturasi minyak dan saturasi gas sering dinyatakan dalam istilah poripori yang diisi oleh hidrokarbon. Jika volume contoh batuan adalah V, ruang pori-porinya adalah .V, maka ruang pori-pori yang diisi oleh hidrokarbon adalah: So..V + Sg..V = (1-Sw)..V .........................................................(3-20) 3.1.3.4. Tekanan Kapiler Rongga pori-pori dari suatu batuan reservoir berisi fluida yang tidak tercampur satu sama lainnya, seperti minyak dan air. Kesetimbangan gaya akan terjadi pada molekul-molekul yang sejenis, dimana akan terjadi gaya tarik menarik.

Sedangkan

pada

molekul-molekul

yang

berlainan

jenis

kesetimbangan gaya tidak terjadi, dalam hal ini akan terjadi gaya tolak menolak antar molekul. Hal ini terjadi pada batas antara dua macam fluida atau antara fluida dengan benda padat. Ketidakseimbangan gaya ini akan menimbulkan tegangan antar permukaan. Tekanan kapiler (Pc) didefinisikan sebagai perbedaan tekanan yang ada antara permukaan dua fluida yang tidak tercampur (cairan-minyak atau cairangas) sebagai akibat dari terjadinya pertemuan permukaan yang memisahkan mereka. Perbedaan tekanan dua fluida ini adalah perbedaan tekanan antara fluida “non-wetting phase” (Pnw) dengan fluida “wetting fasa” (Pw) atau : Pc = Pnw - Pw ............................................................................................ (3-21) Tekanan permukaan fluida yang lebih rendah terjadi pada sisi pertemuan permukaan fluida immiscible yang cembung. Di reservoir biasanya

35

air sebagai fasa yang membasahi (wetting phase), sedangkan minyak dan gas sebagai non-wetting fasa atau fasa tidak membasahi.

Pa h Pa

A’

Pw

Po b

B‘ B

Pw b

h

a ir

Po a

A

O il

A

A’

Pw a

w a te r

a . A ir - W a te r

B‘ B

w a te r

b . O il - W a te r 8)

Gambar 3.7 Tekanan dalam Pipa Kapiler Tekanan kapiler dalam batuan berpori tergantung pada ukuran pori-pori dan macam fluidanya. Secara kuantitatif dapat dinyatakan dalam hubungan sebagai berikut : Pc 

2. .cos    . g. h r ……………………...………………….……….(3.22)

Keterangan :

Dari

Pc

= tekanan kapiler, dyne/cm2



= tegangan permukaan antara dua fluida, dyne/cm

cos

= sudut kontak permukaan antara dua fluida, derajat

r

= jari-jari lengkung pori-pori, cm



= perbedaan densitas dua fluida, gr/cm3

g

= percepatan gravitasi, cm/sec2

h

= tinggi kolom, cm

persamaan

(3-21)

dapat

dilihat

bahwa

tekanan

kapiler

berhubungan dengan ketinggian di atas permukaan air bebas (oil-water contact), sehingga data tekanan kapiler dapat dinyatakan menjadi plot antara h versus saturasi air (Sw). Perubahan ukuran pori-pori dan densitas fluida akan mempengaruhi bentuk kurva tekanan kapiler dan ketebalan zona transisi. Dari persamaan (3-21) ditunjukkan bahwa h akan bertambah jika perbedaan densitas

36

fluida berkurang, sementara faktor lainnya tetap. Hal ini berarti bahwa reservoir gas yang terdapat kontak gas-air, perbedaan densitas fluidanya bertambah besar sehingga akan mempunyai zona transisi minimum. Demikian juga untuk reservoir minyak yang mempunyai API gravity rendah maka kontak minyak-air akan mempunyai zona transisi yang panjang. Ukuran pori-pori batuan reservoir sering dihubungkan dengan besaran permeabilitas yang besar akan mempunyai tekanan kapiler yang rendah dan ketebalan zona transisinya lebih tipis daripada reservoir dengan permeabilitas yang rendah. 3.1.3.5 Wettabilitas Wettabilitas didefinisikan sebagai suatu kemampuan batuan untuk dibasahi oleh fasa fluida, jika diberikan dua fluida yang tak saling campur (immisible). Pada bidang antar muka cairan dengan benda padat terjadi gaya tarik-menarik antara cairan dengan benda padat (gaya adhesi), yang merupakan faktor dari tegangan permukaan antara fluida dan batuan. Pada umumnya reservoir bersifat water wet, sehingga air cenderung melekat pada permukaan batuan sedangkan minyak akan terletak diantara fasa air. Jadi minyak tidak mempunyai gaya tarik-menarik dengan batuan dan akan lebih mudah mengalir. Gambaran tentang water wet dan oil wet ditunjukkan pada Gambar 3.8 di bawah ini.

a . O il W e t

b . W a te r W e t

P o re s p a c e o c c u p ie d b y H O R o c k m a trix P o re s p a c e o c c u p ie d b y O il

Gambar 3.8 Pembasahan Fluida dalam Pori-pori Batuan2) Dalam sistem reservoir digambarkan sebagai air dan minyak (atau gas) yang ada diantara matrik batuan. Kesetimbangan Gaya-gaya pada Batas AirMinyak-Padatan pada Gambar 3.9 di halaman selanjutnya.

37

wo

cos  

  so

 so   sw wo

 sw

O il

W a te r

S o lid

Gambar 3.9 Kesetimbangan Gaya-gaya pada Batas Air-Minyak-Padatan2) Suatu cairan dapat dikatakan membasahi zat padat jika tegangan adhesinya positip (< 75o), yang berarti batuan bersifat water wet. Apabila sudut kontak antara cairan dengan benda padat antara 75 - 105, maka batuan tersebut bersifat intermediet. Apabila air tidak membasahi zat padat maka o

tegangan adhesinya negatip (> 105 ), berarti batuan bersifat oil wet. Gambar 3.10 dan Gambar 3.11 menunjukkan besarnya sudut kontak dari air yang berada bersama-sama dengan hidrokarbon pada media yang berbeda, yaitu pada permukaan silika dan kalsit.

= 30o

Is o - O c t a n e

= 158

= 83o

o

Is o - O c t a n e + Is o - Q u i n o li n e 5 , 7 % Is o - Q u i n o l in e

= 35o

N a p h th e n ic A c id

Gambar 3.10 Sudut Kontak Antara Permukaan Air dengan Hidrokarbon pada Permukaan Silika2) = 30o

Is o - O c t a n e

= 48o

= 54

o

Is o - O c t a n e + Is o - Q u i n o li n e 5 , 7 % Is o - Q u i n o l in e

= 106

o

N a p h th e n ic A c id

Gambar 3.11 Sudut Kontak Antara Permukaan Air dengan Hidrokarbon 2) pada Permukaan Kalsit

38

Menurut Srobod (1952), harga wettabilitas dan sudut kontak nyata ditentukan berdasarkan karakteristik pembasahan, yang merupakan fungsi dari threshold pressure (Pt), sesuai dengan persamaan sebagai berikut :

cos θ wo PTwo σ oa Wettabilitiy Number =

cos θ oa PToa σ wo

...................................... (2-23)

Dimana : Cos wo

= sudut kontak air dengan minyak dalam inti batuan

Cos oa

= sudut kontak minyak dengan udara dalam inti batuan

PTwo

= tekanan threshold inti batuan terhadap minyak

PToa

= tekanan threshold inti batuan terhadap udara

wo

= tegangan antar muka antara air dengan minyak

oa

= tegangan antar muka antara minyak dengan udara

3.1.3.6. Kompresibilitas Kompressibilitas didefinisikan sebagai perubahan volume pori per satuan perubahan tekanan. Batuan yang berada pada kedalaman tertentu akan mengalami dua macam tekanan, antara lain : 1. Tekanan internal, yang diakibatkan oleh tekanan hidrostatik fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan. 2. Tekanan eksternal, yang disebabkan oleh berat batuan yang ada diatasnya (overburden pressure). Apabila tekanan internal fluida didalam rongga pori berkurang pada suatu tekanan eksternal (overburden) yang konstan, maka volume bulk batuan akan berkurang, sedangkan volume material batuan yang padat makin bertambah besar. Menurut Geerstma (1957), konsep kompressibilitas batuan dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu : 1. Kompressibilitas matriks batuan, yaitu fraksi perubahan volume material padatan (grains) terhadap satuan perubahan tekanan. 2. Kompressibilitas bulk batuan, yaitu fraksi perubahan volume bulk batuan terhadap satuan perubahan tekanan.

39

3. Kompressibilitas pori-pori batuan, yaitu fraksi perubahan volume poripori batuan terhadap satuan perubahan tekanan. Diantara konsep diatas, kompressibilitas pori-pori batuan dianggap yang paling penting dalam teknik reservoir khususnya.

Gambar 3.12 Kompressibilitas Pori Pada Batuan

2)

Pengosongan fluida dari ruang pori-pori batuan reservoir akan mengakibatkan perubahan tekanan-dalam dari batuan, sehingga resultan tekanan pada batuan akan mengalami perubahan pula. Adanya perubahan tekanan ini akan mengakibatkan perubahan pada butir-butir batuan, pori-pori dan volume total (bulk) batuan reservoir. Untuk padatan (grains) akan mengalami perubahan yang serupa apabila mendapat tekanan hidrostatik fluida yang dikandungnya maka akan mengalami perubahan bentuk yang seragam. Perubahan bentuk volume bulk batuan dapat dinyatakan sebagai kompressibilitas (Cr), yang secara matematis persamaanya sebagai berikut :

Cr =

dV r 1 . V r dP

............................................................................. (2-24)

Harga Cr untuk suatu batuan tertentu dapat ditentukan secara sederhana dengan menjenuhi batuan dengan fluida, kemudian dimasukkanke dalam tabung bertekanan yang 40

berisi fluida penjenuh.Setelah itu batuan dalam tabung diberi tekanan hidrostatik, maka perubahan volume dari batuan tersebut (Vr) dapat diamati dan diukur. Sedangkan perubahan bentuk volume pori-pori batuan dapat dinyatakan sebagai kompressibilitas (Cp) yaitu :

C p=

1 dV p . V p dP¿ ............................................................................ (2-25)

Keterangan : Vr

= volume padatan batuan (grains), inch3

Vp

= volume pori-pori batuan, inch3

P

= tekanan hidrostatik fluida di dalam batuan, psi

P*

= tekanan luar (tekanan overburden), psi

Cr

= perubahan bentuk volume bulk batuan

Cp

= perubahan bentuk volume pori-pori batuan

3.1.4. Karakteristir Fluida Reservoir Kegunaan dari mempelajari sifat fisik fluida reservoir antara lain untuk memperkirakan cadangan hiodrokarbon, menentukan laju alir minyak atau gas dari reservoir meneju dasar sumur dan mengontrol gerakan fluida dalam reservoir. Beberapa sifat fisik fluida reservoir yang perlu diketahui adalah : berat jenis, viskositas, faktor volume formasi, dan kompressibilitas. 3.1.4.1. Sifat Fisik Gas Gas adalah suatu fluida dengan massa jenis serta voskositas yang rendah, selain itu sifatnya yang utama adalah fluida ini akan mengisi penuh wadah apa saja. Sifat gas berbeda dengan cairan, terutama karena jarak antar molekul-molekulnya lebih besar dari pada cairan. a. Densitas Gas Densitas didefinisikan sebagai perbandingan antara rapatan gas tersebut dengan rapatan suatu gas standart. Kedua rapatan diukur pada tekanan dan temperatur yang sama. Biasanya yang digunakan sebagai gas standar adalah 41

udara kering massa tiap satuan volume dan dalam hal ini massa dapat diganti oleh berat gas, m. Secara sistematis densitas gas dapat dirumuskan sebagai berikut :

Mg. P R .T Mg × Mu. P 28 , 97 R .T

BJ gas =

.….……...................................................(3.26)

Dimana : 28.97 = Berat molekul udara kering Mg

= Berat molekul gas

R

= Konstanta, 10.73 Psia cuft/lb mol oR

T

= Temperatur reservoir, oR

P

= tekana reservoir, Psia

b. Spesific Gravity Gas Spesific Gravity Gas didefinisikan sebagai perbandingan antara densitas gas dengan densitas udara pada tekanan dan temperatur yang sama. Dimana :

γg =

ρg ρudara

............................................................................... (3-27)

keterangan :

γg

= Spesific Gravity Gas

ρ

= densitas udara

ρ udara

= densitas udara

dengan diasumsikan bahwa klakuan dari gas dan udara di representasikan oleh persamaan gas ideal, maka Spesific Gravity menjadi : pMg RT Mg Mg γg = = … … … … … … … … … … … … … ...(3−28) pM udara M udara 29 RT

42

Dimana Mudara adalah molekul berat dari udara dan Mg adalah molekul berat dari gas. Jika gas adlah sebuah campuran maka persamaannya menjadi : γ g=

Ma Ma = ......................................................................................(3-29) Mair 29 Dimana Ma adalah molekul gas campuran. Sebagai catatan bahwa

perhitugan ini berdasarkan jika gas dan udara merupakan gas ideal. Spesific Gravity Gas juga sering disebut Gravity atau Gas Gravity. c. Viskositas Gas Viskositas gas merupakan ukuran tahanan gas terhadap aliran. Viskositas gas hidrokarbon umumnya lebih rendah dari pada viskositas gas non hidrokarbon. Bila komposisi campuran gas diketahui, maka viskositasnya dapat diketahui dengan persamaan : 0,5 μ gi Y i M i ∑ μg = ∑ Y i M i 0,5

.................................................................... (2-30)

Dimana : μg = viskositas gas campuran pada tekanan atmosfer μgi = viskositas gas murni yi = fraksi mol komponen ke-i Mi = Berat molekul setiap komponen

Ada 2 jenis viskositas, yaitu : 1. Viskositas Dinamik, µ adalah perbandingan antara tegangan geser terhadap gradien kecepatan dengan satuan poise atau centipoise. 2. Viskositas Kinematik, v adalah perbandingan antara viskositas dinamik terhadap kerapatan dengan satuan stoke atau centistoke. Dalam perhitungan-perhitungan reservoir maupun produksi umumnya digunakan viskositas dinamik. Salah satu cara untuk menentukan viskositas gas 43

yaitu dengan korelasi grafis (Carr et al), dimana cara ini untuk menentukan viskositas gas campuran pada sembarang tekanan maupun suhu dengan memperhatikan adanya gas-gas ikutan, seperti H 2S, CO2, dan N2. Adanya gasgas non-hidrokarbon tersebut akan memperbesar viskositas gas campuran.

Gambar 3.13 Grafik μg vs T untuk Gas Pada P Atmosfer

10)

d. Faktor Volume Formasi Gas Faktor volume formasi gas didefinisikan sebagai volume dalam barel yang ditempati oleh 1 standart cubic feet gas (SCF) pada temperatur 60F dan tekanan 14.7 Psia, bila dikembalikan pada keadaan temperatur dan tekanan reservoir. Atau merupakan perbandingan volume dari sejumlah gas pada o

kondisi reservoir dengan kondisi standard (60 F, 14,7 psia). Persamaannya dapat dapat dicari dengan menggunakan persamaan gas nyata (real gas), berdasarkan kondisi di reservoir dan di permukaan :

Bg=

V res V sc

=

Z .n.R .T P Zsc.n. R .T Psc

.………..…………………………...………

(3.31)

44

Sehingga dari persamaan diatas faktor volume formasi gas menjadi :

Z .T . Psc = Zsc .Tsc .P

Bg

.………………………….……………….….…..….

(3.32) Keterangan : Z = Faktor kompressibilitas gas pada kondisi reservoir Zsc = Faktor kompressibilitas gas pada kondisi standart o

T = Suhu reservoir, R P = Tekanan reservoir, psia o

o

Tsc = Suhu standart = 60 F = 520 R Psc = Tekanan standar = 14,7 psia Persamaan (3-32) dapat dituliskan sebagai berikut :

Bg=

Z .T .(14 ,7) Z .T cuft =0,0282 P scf (1).(520).P

( )

.…..……………………….

(3.33) Atau

Bg=0,00504

Z . T res.bbl P scf

(

)

.….…….…………………………..…

(3.34) e. Kompressibilitas Gas Kompressibilitas gas didefinisikan sebagai perubahan volume gas yang disebabkan oleh adanya perubahan tekanan yang mempengaruhinya. Biasa juga dinyatakan sebagai coefficient kompressibilitas isotermal dari gas. Hal ini perlu dibedakan antara faktor kompressibilitas (Z) dengan kompressibilitas gas. Dimana faktor kompressibilitas adalah suatu faktor yang menunjukkan penyimpangan gas nyatadari keadaan ideal, sedangkan kompressibilitas gas

45

adalah menunjukkan efek dari tekanan terhadap volume gas pada temperatur tetap. Kompresibilitas gas dapat dinyatakan dengan persamaan :

Cg=−

1 dV v dP

( )

..................................................................................(3.35)

Dalam pembahasan mengenai kompressibilitas gas terdapat dua kemungkinan penyelesaian, yaitu :



Kompressibilitas Gas Ideal Persamaan gas ideal adalah sebagai berikut : PV = nRT atau V =

( dVdP )=− nRT P 2

n. R .T P

………………………..……………......……(3.36)

Kombinasi antara persamaan (3.35) dan persamaan (3.36) sebagai berikut:

1 = ( V1 )(− nRT P ) P

Cg= −



2

……….……………..……..……….(3.37)

Kompressibilitas Gas Nyata Pada gas nyata, faktor kompressibilitas diperhitungkan. Persamaannya

adalah sebagai berikut :

V =nRT

Z P

………...……………………………..………(3.38)

Bila dianggap konstan, penurunan persamaan tersebut menghasilkan persamaan sebagai berikut :

( dVdP )=nRT

P

dZ −Z dP P2

46

( V1 )( dVdP )

Cg= −

Cg=−

P nRT dZ P −Z 2 nRTZ P dP

(

)



1 1 dZ Cg= − P Z dP

Cara lain untuk menentukan kompressibilitas gas adalah dengan menggunakan hukum keadaan berhubungan, yaitu :

Cg=

C pr P pc

…………………………………………...………………(3.9)

Keterangan : Cpr= pseudo-reduced compressibility Ppc= pseudo-critical pressure, psia Z

= faktor kompressibilitas

P

= tekanan reservoir, Psia

f. Faktor Deviasi Gas Penyelesaian masalah aliran gas, baik di reservoir, tubing maupun di pipa produksi membutuhkan hubungan yang dapat menerangkan tekanan, volume, dan temperatur. Untuk gas yang ideal hubungan tersebut dinyatakan oleh persamaan keadaan : P V = n R T .......................................................................................... (3-40) Gas yang bersifat sebagai gas nyata tidak memenuhi Persamaan (3-39), tetapi memberi penyimpangan sebesar Z, sehingga Persamaan (3-40), menjadi : P V = n z R T ………………………………………………................(2-41) Keterangan : P = tekanan, psia V

= volume, SCF

n

= jumlah mol, lb-mol

47

o

T

= temperatur, R

R

= konstanta gas, 10.732 cuft psia R lb-mol

Z

= faktor deviasi

-1

-1

Penentuan harga Z dari gas alam dapat dilakukan pengukuran langsung, menggunakan korelasi Standing & Katz, dan menggunakan “equation of state” \\

Gambar 3.14 Faktor Kompressibilitas untuk Natural Gas 10) Dengan diketahuinya harga Ppc dan Tpc, maka harga Pr dan Tr dapat dihitung. Untuk menentukan harga z (deviation faktor), Katz dan Standing telah membuat korelasi berupa grafik : Z = f (P r,Tr) dapat dilihat pada Gambar 3.14. Grafik tersebut memberikan hasil yang memuaskan bila gas tidak mengandung CO2 dan H2S. Untuk gas yang mengandung kedua unsur tersebut

48

perlu dilakukan korelasi untuk harga Ppc dan Tpc dahulu sebelum menghitung Pr dan Tr. 3.1.4.2. Sifat Fisik Minyak Minyak mentah adalah suatu fluida hidrokarbon yang berada di dalam reservoir dalam keadaan cair.Sesuai dengan sifat cairan pada umumnya, pada fasa cair jarak antara molekul-molekul relatif lebih kecil dari pada gas. Sifat fisik minyak ini meliputi viskositas, faktor volume formasi, densitas, kelarutan gas dalam minyak dan kompressibilitas minyak. a.

Densitas Minyak Densitas Minyak sering dinyatakan dalam Spesific Gravity. Densitas

minyak adalah perbandingan antara berat fluida terhadap volumenya. Hubungan antara Densitas Minyak dengan Spesific Gravity didasarkan pada berat jenis air, dengan persamaan sebagai berikut : ρo SG minyak =

ρw

........................................................................(3.42)

Keterangan : o

= densitas minyak, gr/cm3

w

= densitas air, gr/cm3

Didalam dunia perminyakan, Spesific Gravity minyak sering dinyatakan dalam satuan 0API. Hubungan antara SG minyak dengan 0API dapat dirumuskan sebagai berikut :

141 ,5 −131 ,5 0 API = SG

....................................................................(3.43)

Harga-harga untuk beberapa jenis minyak : 30 oAPI



Minyak ringan (light crude) ,



Minyak sedang , berkisar antara 20 – 30 oAPI



Minyak berat , berkisar antara 10 – 20 oAPI.

¿

49

b.

Viskositas Minyak Viskositas minyak adalah suatu ukuran tentang besarnya keengganan

minyak untuk mengalir. Viskositas dinyatakan dengan persamaan :

F A μ= dv dy

...……………………………………………………………….(3.44)

Keterangan : 

= viskositas, gr/(cm.sec)

F

= shear stress, dyne

A

= luas bidang paralel terhadap aliran, cm2

dv dy

=

gradient kecepatan, cm/(sec.cm). Viskositas minyak dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut : 

Temperatur, viskositas akan turun seiring dengan naiknya temperatur



Tekanan, pada tekanan dibawah Pb (bubble point) maka viskositas turun dengan naiknya tekanan tetapi tekanan diatas Pb (bubble point) maka viskositas akan naik seiring dengan naiknya tekanan.



Jumlah gas terlarut, viskositas akan turun dengan semakin banyaknya gas didalam cairan.

50

Gambar 3.15 Hubungan Viskositas Terhadap Tekanan c.

10)

Kelarutan Gas dalam Minyak Kelarutan gas (Rs) adalah banyaknya volume gas yang terbebaskan

(pada kondisi standart, SCF) dari suatu minyak mentah di dalam reservoir, yang di permukaan volumenya sebesar satu stock tank barrel (STB). Faktor-faktor yang mempengaruhi Rsadalah : 

Tekanan, pada suhu tetap, kelarutan gas dalam sejumlah zat cair tertentu berbanding lurus dengan tekanan .



Komposisi minyak dalam gas, kelarutan gas dalam minyak semakin besar dengan menurunnya specific gravity minyak.



Temperatur, Rsakan berkurang dengan naiknya temperatur. Rumus empiris yang digunakan untuk mencari harga Rs telah

dikemukakan oleh Standing, persamaannya adalah sebagai berikut :

Rs=γ g

[(

P +1,4 10 0,0125 API −0,000091 ( T−460 ) 18 , 2

)

Keterangan : T = temperatur, oF 51

1,2048

]

.……..………….……(3.45)

P = tekanan sistem, psia.

Gambar 3.16 Rs Sebagai Fungsi Tekanan d.

10)

Faktor Volume Formasi Minyak Faktor volume formasi minyak (Bo) adalah volume dalam barrel pada

kondisi reservoir yang ditempati oleh stock tank barrel minyak (STB minyak) termasuk gas yang terlarut di dalamnya (Bbl/STB). Atau dengan kata lain adalah perbandingan antara volume minyak termasuk gas yang terlarut pada kondisi reservoir dengan volume minyak pada kondisi standart (14,7 psia, 60 o

F), dengan satuan bbl/stb. Harga Bo yang diperoleh dari kedua proses diatas

akan berbeda sesuai dengan keadaan reservoir selama proses produksi berlangsung. Harga Bo pada proses flash liberation lebih kecil dibandingkan dengan proses differential liberation.Proses produksi minyak dari reservoir sampai ke permukaan dapat dianggap mendekati proses flash liberation, karena pembebasan gas yang terjadi dalam tubing dan peralatan-peralatan di permukaan mendekati sistem flash liberation.

52

Gambar 3.17 Ciri Alur Faktor Volume Formasi Terhadap Tekanan untuk Minyak 8) e.

Kompressibilitas Minyak Kompressibilitas minyak didefinisikan sebagai perubahan volume

minyak akibat adanya perubahan tekanan, secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

C o =−

1 dV V dP

( )

…...…………...……………………………………….

(3.46) Kompressibilitas minyak dibagi menjadi dua berdasarkan kondisi kejenuhannya, yaitu 

Kompressibilitas minyak tak jenuh (undersaturated oil) Besarnya harga kompressibilitas minyak tak jenuh ini tergantung dari berat jenis, tekanan, dan temperature.



Kompressibilitas minyak jenuh (saturated oil) Harga

kompressibilitas

minyak

jenuh

umumnya

lebih

besar

dibandingkan harga kompressibilitas minyak tak jenuh. 3.1.4.3 Sifat Fisik Air Formasi Umumnya didalam memproduksikan hidrokarbon seringkali jumlah air formasilah yang lebih banyak dari hidrokarbonya. Dimana pengaruh yang

53

ditimbulkan oleh adanya air formasi di dalam reservoir ini tidak lepas dari sifat-sifat fisik air formasi. a.

Densitas Air Formasi Densitas air formasi adalah perbandingan antara berat fluida terhadap

volumenya dan dapat dinyatakan dengan persamaan :

ρw . res=

ρw . st Bw

.………………………..…………………………...…(3.47)

Keterangan :

ρw .res = densitas air formasi pada kondisi reservoir, lb/cuft ρw .s tan dart = densitas air formasi pada kondisi standart, lb/cuft Bw

= faktor volume air formasi (brine water), bbl/STB.

Gambar 3.18 menunjukkan kadar garam dan temperatur reservoir sangat mempengaruhi densitas air formasi.

Gambar 3.18 Pengaruh Konsentrasi Garam dan Temperatur Pada 2) Densitas Air Formasi b.

Viskositas Air Formasi

54

Besarnya viskositas air formasi (μw) tergantung pada tekanan, temperature dan salinitas yang dikandung air formasi tersebut. Gambar 3.19 menunjukkan viskositas air formasi sebagai fungsi temperatur.

Gambar 3.19 Viskositas Air Pada Tekanan dan Temperatur Reservoir

2)

Pada Gambar 3.19 diatas, terlihat bahwa pengaruh salinitas di atas 6000 ppm dan tekanan di atas 7000 psi mempunyai pengaruh yang kecil pada viskositas air formasi, meskipun temperatur dinaikkan. Pada P dan T yang tetap, dengan naiknya salinitas maka akan menaikkan viskositas air. c.

Kelarutan Gas dalam Air Formasi Kelarutan gas dalam air formasi akan lebih kecil bila dibandingkan

dengan kelarutan gas dalam minyak di reservoir pada tekanan dan temperatur yang sama. Pada temperatur tetap, kelarutan gas dalam air formasi akan naik dengan naiknya tekanan. Sedangkan pada tekanan tetap, kelarutan gas dalam air formasi mula-mula menurun sampai harga minimum kemudian naik lagi terhadap naiknya suhu, dan kelarutan gas dalam air formasi akan berkurang dengan bertambahnya kadar garam. Kelarutan gas dalam air formasi akan berkurang dengan bertambahnya berat jenis gas.

55

S o lu b ility o f N a tu ra l G a s in W a te r, c u . f t/ b b l

24 20

16

12

1 0 0 0 p s ia

8

5 0 0 p s ia

4

0

60

100

140

180

Te m p e r a t u r e , o F

220

260

Gambar 3.20 Grafik Kelarutan Gas dalam Air 2) d.

Faktor Volume Formasi Air Formasi Faktor volume formasi air formasi (Bw) menunjukkan perubahan

volume air formasi dari kondisi reservoir ke kondisi permukaan. Faktor volume formasi air formasi ini dipengaruhi oleh pembebasan gas dan air dengan turunnya tekanan, pengembangan air dengan turunnya tekanan dan penyusutan air dengan turunnya suhu. Peningkatan faktor volume formasi air formasi disebabkan oleh pengembangan air formasi pada tekanan di bawah tekanan jenuh. Hal ini disebabkan karena terbebaskannya gas dari larutan, tetapi karena rendahnya kelarutan gas dalam air formasi, maka penyusutan fasa cair relatif kecil. Biasanya penyusutan ini tidak cukup untuk mengimbangi pengembangan air formasi pada penurunan tekanan, sehingga faktor volume formasi air formasi terus meningkat di bawah tekanan jenuh. Harga faktor volume formasi air formasi (Bw) berkisar antara 0,98 – 1,07 bbl/stb atau dianggap sama dengan 1,00. Gambar 3.21 di halaman selanjutnya menunjukkan factor volume air formasi sebagai fungsi dari tekanan dan temperature.

56

Gambar 3.21 Faktor Volume Air Formasi Sebagai Fungsi Dari Tekanan 2) dan Temperatur e.

Kompresibilitas Air Formasi Kompresibilitas air murni tergantung pada suhu, tekanan, dan kelarutan

gas dalam air. Kompresibilitas air murni tanpa adanya gas terlarut didalamnya ditunjukkan pada Gambar 3.22 dibawah ini.

Gambar 3.22 Kompressibilitas Air Formasi Sebagai Fungsi Tekanan dan Temperatur2)

57

3.2

Kondisi Reservoir

Tekanan dan temperatur merupakan besaran-besaran yang sangat penting dan berpengaruh terhadap keadaan reservoir, baik pada batuan maupun fluidanya (air, minyak, dan gas). Tekanan dan temperatur lapisan kulit bumi dipengaruhi oleh adanya gradien kedalaman, letak dari lapisan, serta kandungan fluidanya. 3.2.1

Tekanan Reservoir Tekanan reservoir atau tekanan formasi dapat didefinisikan sebagai

suatu tekanan yang bekerja pada fluida formasi (minyak, gas, air) dalam ruang pori-pori batuan. Tekanan reservoir yang normal adalah sama dengan tekanan hidrostatiknya sendiri, karena sebagian besar tekanan overburden ditahan oleh matrik batuan. Tekanan yang bekerja di dalam reservoir pada dasarnya disebabkan oleh tiga hal, yaitu : a.

Tekanan Hidrostatik Adalah suatu tekanan dari fluida yang berada di dalam pori-pori batuan

formasi. Faktor yang mempengaruhi tekanan hidrostatik adalah jenis dari fluida itu sendiri dan kondisi geologi. Persamaan yang digunakan untuk mencari tekanan ini adalah : Ph = 0.052 x  x g x h ……………………………………..……….(3.48) Keterangan :

b.

Ph

= tekanan hidrostatik, psi



= densitas fluida rata-rata, lb/gallon

D

= tinggi kolom fluida, ft

Tekanan Kapiler Adalah suatu tekanan yang disebabkan oleh adanya gaya yang

dipengaruhi tegangan permukaan antara fluida yang bersinggungan, besarnya volume dan bentuk pori serta sifat kebasahan dari batuan reservoir. Tekanan 58

kapiler mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam reservoir minyak dan gas karena dapat mengontrol distribusi fluida dalam reservoir dan merupakan tenaga pendorong bagi minyak dan gas bumi untuk bergerak ke daerah dimana minyak dan gas terperangkap.. Untuk menghitung tekanan kapiler dapat digunakan persamaannya sebagai berikut :

Pc=

h ρ +ρ 144 ( w o )

….…………………………………..………..(3.49)

Keterangan : Pc = tekanan kapiler, psi h

= ketinggian dari bidang diantar minyak dan air dimana

tekanan kapiler sama dengan nol pada WOC, ft

ρo = densitas minyak, lb/cuft ρw = densitas air, lb/cuft. c.

Tekanan Overburden Tekanan overburden adalah besarnya tekanan yang diakibatkan oleh

berat seluruh beban yang berada di atas kedalaman tertentu tiap satuan luas.

Po =

Gmb−G fl luas. area

…...…………………..……………………….…(3.50)

Dimana : Gmb = berat matrik batuan formasi, lb Gfl = berat fluida yang terkandung dalam batuan formasi, lb d.

Tekanan Formasi Tekanan formasi adalah tekanan yang berasal dari dalam formasi.

Tekanan formasi dapat dibedakan menjadi 3, yaitu diantaranya adalah : -

Tekanan Formasi Abnormal Tekanan abnormal adalah tekanan formasi yang mempunyai gradien tekanan lebih besar dari harga 0,465 psi/ft. Tekanan abnormal

59

tidak mempunyai komunikasi tekanan secara bebas sehingga tekanannya tidak akan cepat terdistribusi dan kembali menuju tekanan normalnya. Tekanan abnormal berkaitan dengan sekat (seal) terbentuk dalam suatu periode sedimentasi, kompaksi atau tersekatnya fluida di dalam suatu lapisan yang dibatasi oleh lapisan yang permeabilitasnya sangat rendah. -

Tekanan Formasi Normal Tekanan formasi normal adalah suatu tekanan formasi dimana tekanan hidrostatis fluida formasi dalam keadaan normal sama dengan tekanan kolom cairan yang ada dalam dasar formasi sampai permukaan.Tekanan formasi normal mempunyai gradien tekanan formasi antara 0,433 psi/ft sampai 0,465 psi/ft merupakan tekanan normal.

-

Tekanan Formasi Subnormal Tekanan formasi subnormal adalah formasi yang mempunyai gradien tekanan dibawah 0,433 psi/ft. Tekanan subnormal diakibatkan adanya rekahan-rekahan batuan.

e.

Tekanan Rekah Tekanan rekah adalah tekanan hidrostatis maksimum yang dapat

ditahan oleh formasi tanpa menyebabkan terjadinya pecah formasi tersebut. Besarnya gradien tekanan rekah dipengaruhi oleh tekanan overburden, tekanan formasi, dan kondisi kekuatan batuan. Tekanan rekah adalah tekanan hidrostatis maksimum yang dapat ditahan oleh formasi tanpa menyebabkan terjadinya pecah formasi tersebut. Besarnya gradien tekanan rekah dipengaruhi oleh tekanan overburden, tekanan formasi, dan kondisi kekuatan batuan. 3.2.2

Temperatur Reservoir Dalam kenyataannya temperatur reservoir akan bertambah terhadap

kedalaman, yang mana sering disebut sebagai gradient geothermis. Besaran geothermis ini bervariasi dari satu tempat ke tempat yang lain, di mana harga rata-ratanya adalah 2°F/100 ft. Gradient geothermis yang tertinggi adalah 4°F/100 ft, sedangkan yang terendah adalah 0,5 °F/100 ft. variasi yang kecil 60

dari gradient geothermis ini disebabkan oleh sifat konduktivitas thermis beberapa jenis batuan. Hubungan temperatur terhadap kedalaman dapat dinyatakan sebagai berikut : Td = Ta + @ x D

..……………………..………………..………..(3.51)

Keterangan : Td =

temperatur reservoir pada kedalaman D ft, oF

Ta =

temperatur pada permukaan, oF

@ =

gradien temperatur, oF/ft

D

kedalaman, ratusan ft.

=

Besarnya gradien temperatur bervariasi dari suatu daerah dengan daerah yang lainnya. Variasi gradien temperatur ini disebabkan oleh sifat konduktifitas atau daya hantar batuan. Pengukuran temperatur formasi dilakukan setelah “completion” dan temperatur formasi ini dapat dianggap konstan selama kehidupan reservoir, kecuali bila dilakukan proses stimulasi.

61

Related Documents


More Documents from "Nur Fauziyah"

Servik.docx
June 2020 46
Cover Inter.docx
May 2020 67
Grafik Modul 1.docx
June 2020 57
Etb12-labfaskes.xlsx
November 2019 77