Karakteristik Dan Konfigurasi Enansiomer.docx

  • Uploaded by: Hartarti Uminah
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Karakteristik Dan Konfigurasi Enansiomer.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,515
  • Pages: 21
Makalah

STEREOKIMIA “KARAKTERISTIK DAN KONFIGURASI ENANSIOMER”

Disusun oleh : ABDUR RAHMAN A 202 18 018

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN SAINS JURUSAN MAGISTER PENDIDIKAN SAINS FAKULTAS PASCASARJANA TAHUN 2019

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Alloh Swt yang telah melimpahkan rahmat-Nya, maka pada hari ini makalah yang berjudul “MAKALAH STEREOKIMIA “KARAKTERISTIK DAN KONFIGURASI ENANSIOMER”” dapat diselesaikan. Penulis sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pengampu mata kuliah kimia Organik , Dr. Anang Wahid M.Diah, M.Si., Ph.D. Penulis menyadari, makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan, baik dari segi isinya maupun struktur penulisannya, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran positif untuk perbaikan makalah dikemudian hari. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, saran dari berbagai pihak sangat diharapkan demi kemajuan selanjutnya. Palu, 18 Februari 2019

Penyusun

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

Halaman i

KATA PENGANTAR

ii

DAFTAR ISI

iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1

1.2 Rumusan Masalah

2

1.3 Tujuan Penulisan

2

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 1. Eansiomer

2

3

1.1 Defenisi Enansiomer

4

1.2 Tahapan membuat senyawa dengan Enansiomer

4

1.3 Karakteristik senyawa Enansiomer

4

Diastereomer 2.1 Definisi Diastereomer

6 6

3. Perbedaan Enantiomer, Diastereomer, dan Meso Compound

8

4. KONFIGURASI ENANSIOMER

9

4.1 KONFIGURASI RELATIF (PROYEKSI FISCHER)

9

4.2 Aturan Chan-Ingold-Prelog

10

4.3 Senyawa dengan 2 atau lebih atom C asimetrik

12

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 3.2 Saran DAFTAR PUSTAKA

16 17 iv

iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Kimia Organik merupakan salah satu cabang ilmu kimia yang berpijak pada premis tunggal, bahwa “perilaku kimia ditentukan oleh struktur molekul” (Morrison & Boyd, 2002). Molekul digambarkan dalam struktur tiga dimensi. Atas dasar inilah, dalam pembelajaran kimia organik dari tingkat dasar hingga lanjutan, seyogyanya mengeksplorasi hubungan mendasar antara struktur tiga dimensi molekul dengan sifat-sifatnya. Sifat yang dipelajari meliputi sifat fisik, sifat kimia, maupun aktivitas biologisnya (Hehre, Nelson, & Shusterman, 1998). Dalam perkuliahan Kimia Organik, hubungan penataan atom-atom dalam ruang tiga dimensi dan sifat-sifat yang diakibatkannya, secara khusus dibahas pada topik stereokimia. Stereokimia, sebuah subdisiplin kimia, melibatkan studi tentang penataan ruang relatif atom yang membentuk struktur molekul dan manipulasi mereka (wikipedia) susunan ruang dari atom dan gugus fungsi dalam molekul umumnya, molekul organik dalam obyek tiga dimensi yang merupakan hasil hibridisasi dan ikatan secara geometri dari atom dalam molekul. Artinya bagaimana atom-atom dalam sebuah molekul diatur dalam ruang satu terhadap ruang yang lainnya. Stereokimia berkaitan dengan bagaimana penataan atom-atom dalam sebuah molekul dalam ruang tiga dimensi. Adapun tiga aspek yang mencakup dari stereokimia ini ialah : 1). Konformasi molekul: Berkaitan dengan bentuk molekul dan bagaimana bentuk molekul itu diubah akibat adanya putaran bebas disepanjang ikatan C-C tunggal. 2). Konfigurasi berkaitan dengan Kiralitas molekul: Bagaimana penataan atom-atom disekitar atom karbon yang mengakibatkan terjadinya isomer, 3). Isomer Geometrik : Terjadi karena ketegaran (rigit) dalam molekul yang mengakibatkan adanya isomer.

1

Sering sulit menhayati molekul tiga dimensi dari dalam suatu gambar, oleh karena itu dalam makalah ini akan dibahas sub bab dari stereokimia yaitu sifat-sifat dan konfigurasi enansiomer.

1.2. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang yang ditulis diatas, maka yang menjadi masalah dalam penulisan makalah ini adalah bagaimanakah karakteristik senyawa enansiomer dan konfigurasi enantiomer itu?

1.3. Tujuan Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Kimia organik sekaligus untuk mengetahui karakteristik senyawa enansiomer dan konfigurasi enansiomer.

2

BAB II PEMBAHASAN

I.

Enansiomer 1.1

Definisi Enansiomer Secara garis besar enansiomer merupakan salah satu bagian dari

stereoisomer, dimana stereoisomer sendiri adalah salah satu bentuk dari isomer. Isomer merupakan kondisi dimana senyawa yang berbeda namun memiliki rumus molekul yang sama, Isomer terbagi ke dalam dua bagian : isomer konstitusional dan stereoisomer. Senyawa yang sama ketika mempunyai bentuk konfigurasi atom 3-Dimensi yang berbeda akan disebut stereoisomer. Enansiomer adalah salah satu dari stereoisomer yang merupakan cerminan dari senyawa lainnya atau juga dapat disebut ‘not superimposable’ bentuk enansiomer dari suatu senyawa biasanya terjadi pada molekul kiral, dimana kiralitas disebabkan oleh adanya karbon asimetris, yaitu atom karbon yang memiliki 4 substituen yang berbeda. Ilustrasi enansiomer dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Ilustrasi Enansiomer dari senyawa CHBrCIF Sumber : Smith, Janice Goryzonski. 2011. Organic Chemistry Third Edition. New York : McGraw-Hills Publisher

3

1.2

Tahapan membuat senyawa dengan Enansiomer Untuk menentukan suatu senyawa memiliki sifat enansiomer adalah melalui beberapa tahapan sebagai berikut : a)

Pastikan senyawa tersebut merupakan molekul kiral dan memiliki stereogenic center

b)

Apabila senyawa tersebut memiliki lebih dari satu stereogenic center

maka

dapat

dihitung

jumlah

isomernya

dengan

perhitungan 2n,dengan n sebagai jumlah stereogenic center c)

Setelah

ditentukan

stereogenic

center

maka

selanjutnya

menggambar bayangan cermin dari senyawa tersebut d)

Hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan mengidentifikasi senyawa tersebut memiliki konfigurasi R (Rectus) yang berarti searah arah jarum jam, atau konfigurasi S (Sinister) yang berarti berlawanan arah jarum jam

e)

Apabila dilakukan perbandingan antara 2 senyawa, dapat diidentifikasi melalui konfigurasi R/Snya, apabila senyawa tersebut tidak identic dan memiliki konfigurasi yang berbeda (merupakan cerminan) maka senyawa tersebut merupakan enansiomer

f)

Apabila senyawa yang diidentifikasi dalam bentuk yang berbeda (konformasi 3D/Konformasi Fischer dll) akan lebih baik disamakan

terlebih

dahulu

agar

mempermudah

dalam

identifikasi 1.3

Karakteristik senyawa Enansiomer Hal yang mendasar ketika membedakan berbagai senyawa adalah mengidentifikasi bahwa senyawa tersebut termasuk ke dalam enansiomer, diastereomer atau meso-compound 4

ENANSIOMER

• Senyawa tidak identik • Merupakan cerminan dari senyawa awal

DIASTEREOMER

• Senyawa tidak identik • Merupakan bukan cerminan dari senyawa awal

MESO-COMPOUND

• Senyawa identik • Apabila dibagi dalam satu bidang menghasilkan bentuk senyawa yang sama

Perbedaan dari ketiga kasus tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut :

A

B

C

Senyawa A dan B : Enansiomer Senyawa C : meso-compound Senyawa A dan B merupakan Diastereomer dari Senyawa C

5

II.

Diastereomer 2.1 Definisi Diastereomer Diastereomer adalah stereoisomer yang bukan cerminan satu sama lain. Diastereomer memiliki dua atau lebih pusat stereogenik.

2.2 Karakteristik senyawa Diastereomer Diastereomer adalah jika senyawa dengan dua pusat stereogenik memiliki konfigurasi R, R dan senyawa lainnya memiliki konfigurasi R, S atau S, R; yaitu dua pusat stereogenik memiliki konfigurasi berlawanan dan pusat stereogenik yang lain memiliki konfigurasi yang sama. Sebagai contoh:

dan Kedua senyawa tersebut adalah diastereomers, dimana senyawa pertama memiliki dua pusat stereogenik dengan konfigurasi S, S dan senyawa kedua memiliki konfigurasi R, S. Hal itu menunjukkan bahwa pada kedua senyawa,

6

dua pusat stereogenik memiliki konfigurasi berlawanan dan pusat stereogenik yang lain memiliki konfigurasi yang sama. Pada isomer cis dan trans, senyawa dengan isomer cis dan senyawa isomer trans selalu diastereomer, tidak ada hubungan dengan konfigurasi pusat stereogenik. Contoh disajikan sebagai berikut:

dan Kedua senyawa tersebut adalah diastereomers, dimana senyawa pertama adalah senyawa dengan isomer cis dan senyawa kedua adalah senyawa dengan isomer trans. Pada proyeksi Fischer, pertama yang dilakukan adalah menentukan prioritas, kemudian menentukan konfigurasi pusat stereogenik (R atau S) dengan cara biasa. Kemudian, membalikkan konfigurasi pusat stereogenik (R atau S) jika kelompok prioritas berada di depan (pada wedge).

dan Pada proyeksi Fischer senyawa pertama, senyawa memiliki dua pusat stereogenik dengan konfigurasi S, S; namun karena kelompok prioritas berada

7

di depan (pada wedge) maka konfigurasi pusat stereogenik dibalik menjadi R, R. Sama halnya dengan proyeksi Fischer senyawa kedua. Sehingga kedua senyawa tersebut adalah diastereomers, dimana senyawa pertama memiliki dua pusat stereogenik dengan konfigurasi R, R dan senyawa kedua memiliki konfigurasi S, R. III. Perbedaan Enantiomer, Diastereomer, dan Meso Compound 3.1

Enantiomer (Optical Isomer) merupakan stereoisomer yang memiliki bayangan cermin nonsuperimposable yakni senyawa bayangan cermin yang tidak saling menutup. Contoh:

3.2

Diastereomer merupakan stereoisomer yang bukan bayangan cermin dan tidak saling menutup (nonsuperimposable, nonmirror image). Isomer cis dan trans termasuk ke dalam golongan diastereomer.

8

Contoh:

3.3

Meso compound merupakan suatu molekul dengan stereogenik yang superimposable pada bayangan cermin.

IV.

KONFIGURASI ENANSIOMER 4.1. KONFIGURASI RELATIF (PROYEKSI FISCHER) Proyeksi adalah gambar suatu benda yg dibuat rata (mendatar) atau berupa garis pada bidang

datar. Gambar proyeksi merupakan dasar

menggambar teknik untuk menyatakan bentuk dan ukuran suatu obyek atau

9

benda. Ditemukan oleh Emil Fischer yang merupakan seorang ahli kimia berasal dari Jerman. Proyeksi yang menggambarkan bentuk

molekul 3

Dimensi menjadi 2 dimensi. Rumus proyeksi yang dikemukakan Fischer ini untuk menunjukkan penataan ruang dari gugus atau atom di sekitar atom karbon kiral (asimetris). 4.2.Aturan Chan-Ingold-Prelog Untuk menentukan susunan konfigurasi pada atom C kiral : a) Ditentukan prioritas atom/gugus yang terikat pada atom misalnya : a(prioritas tertinggi)-b-c-d(prioritas terendah) b) Molekul dilihat dari arah yang bertentangan dengan atom/gugus yang mempunyai prioritas terendah c) Bila a-b-c-d mempunyai urutan searah dengan putaran jarum jam maka senyawa/atom c kiral tersebut mempunyai

konfigurasi R (Rectus).

Dari bahasa latin (kanan) Dan jika a-b-c-d mempunyai urutan berlawanan dengan arah jarum jam maka senyawa / atom c kiral itu mempunyai konfigurasi S (Sinister) . Dari bahasa latin (kiri) Cara menentukan konfigurasi R/S

10

Apabila atom-atom yang dipermasalahkan berbeda-beda, maka urutan prioritas ditentukan oleh nomer atom. Atom dengan nomer atom tinggi menjadi prioritas utama. Jika atom-atom itu adalah isotop, maka isotop dengan nomor masa tinggi memproleh prioritas. Jika atom-atom yang terikat langsung pada atom C kiral sama, maka prioritas ditentukkan oleh atom berikutnya. Atom - atom yang terikat oleh ikatan rangkap 2 atau rangkap 3 diberi kesetaraan ikatan tunggal sehingga atom-atom ini dapat diperlakukan

sebagai gugus-gugus berikatan tunggal dalam menentukan

prioritas. Contoh : ikatan rangkap 2 dianggap mengikat 2 atom yang sama. Atom yang mengikat 2 atom C yang riil mempunyai Prioritas lebih tinggi daripada ikatan rangkap.

Kelemahan proyeksi Fischer pada struktur diatas yaitu Sebuah molekul yang sama akan mempunyai proyeksi Fischer yang berbeda tergantung arah melihatnya atau kedudukan dari molekul tersebut. Misalnya molekul tipe C abcd dapat digambarkan proyeksi Fischernya

11

Jadi semuanya ada 24 proyeksi Fischer, untuk molekul tipe C Sebenarnya hanya menggambarkan 2 bentuk molekul

abcd.

C abcd yang

merupakan enantiomer satu sama lain. 4.3. Senyawa dengan 2 atau lebih atom C asimetrik Senyawa dengan 2 atom C khiral, sekurang-kurang nya mempunyai satu substituen yang berbeda pada ke dua atom C khiral itu (serinya tipe : Cabc – Cabd; Cabc – Cade ; Cabc – Cdef) mempunyal 4 bentuk Stereo Isomer. Umumnya senyawa yang mempunyai n atom C khiral akan mempunyai 2 Stereo Isomer Proyeksi Fischer ke empat Stereo Isomer senyawa tersebut adalah :

A dan B ; C dan D merupakan senyawa enantiomer A dan C ; A dan D tidak ada hubungan bayangan cermin satu sama lain, meskipun atom/gugus yang terikat pada ke dua atom C khiral adalah sama. Hubungan semacam ini disebut diastereoisomer. Enaritiomer, sifat kimia dan fisikanya sama kecuali sifat optiknya berbeda. Diastereoisomer mempunyai sifat kimia dan fisika (titik lebur dan kelarutan) yang berbeda. Hubungan antara A, B, C dan D dapat digambarkan sebagai berikut

12

Beberapa kelemahan proyeksi Fischer untuk menggambarkan senyawa yang mempunyai dua atau lebih atom C khiral tidak melukiskan keadaan (konformasi) molekul yang sebenarnya. Molekul yang sama bila dilihat dari arah yang berbeda akan memberikan proyeksi Fischer yang berbeda. Selain itu pada proyeksi ini digambarkan konfigurasi “eclipset’ dari gugus-gugus yang terikat pada atom C khiral, sedangkan sebenarnya konfigurasi ‘staggered’ lebih stabil.

Senyawa yang mengandung 2 atom C khiral dengan tipe C

abc

– C abc

hanya mempunyai 3 bentuk stereo isomer. Dua dari ketiga isomer ini merupakan bayangan cermin yang tidak saling menutup, sehingga bersifat optis aktif isomer yang ketiga, diastereoisomer dari kedua bentuk yang pertama mempunyai sebuah bidang simetri, dapat saling menutup dengan bayangan cerminnya dan tidak bersifat optis aktif. Stereoisomer yang tidak optis aktif disebut bentuk meso. Bentuk meso ini mempunyai sifat-sifat yang berbeda dari pasangan yang merupakan bayangan cermin, sebagal contoh misalnya asam tartrat. Asam meso tartrat melebur pada temperatur (140°C) yang lebih rendah daripada isomer optis aktif (170°C)/ Mempunyai berat jenis yang

13

lebih rendah, kelarutan yang lebih kecil dan merupakan asam yang lebih lemah.

Rantai karbon berada pada garis vertikal. Karbon dengan bilangan oksidasi tertinggi berada pada bagian atas. Rotasi 180 pada bidang tidak mengubah molekul. Jangan merotasi molekul 90o, rotasi ini akan mengubah molekul Suatu rotasi 180° masih dapat dimungkinkan karena tidak mengubah konfigurasi dari masing2 ikatan.

Rotasi 90° akan mengubah orientasi dari gugus2 yang berada pada garis horizontal dan vertikal. Jangan merotasi proyeksi Fischer pada 90°.

14

Proyeksi Fisher lebih mudah digambar dan dan lebih mudah untuk menemukan enansiomer dan bidang cermin internal ketika molekul memiliki dua atau lebih karbon kiral. Prioritas terendah (biasanya H) diletakkan ke arah pengamat, sehingga aturan penandaan

yang berkebalikan dibandingkan dengan aturan

sebelumnya. Urutan prioritas searah jarum jam 1-2-3 merupakan konfigurasi (S) dan urutan prioritas berlawanan arah jarum jam 1-2-3 merupakan konfigurasi (R). Misalnya: Proyeksi Fischer dapat diputar 180˚ pada bidang kertas (tidak 90˚ atau 270˚), tanpa merubah arti. Proyeksi Fischer dapat digunakan

untuk

menggambarkan lebih dari satu atom karbon kiral dalam sebuah molekul, dengan ketentuan bahwa atom karbon selalu ditempatkan diatas. atom karbon tetra hedral dalam proyeksi Fischer digambarkan sebagai dua garis bersilang, dengan ketentuan bahwa garis horisontal mengarah keatas bidang (mendekati pembaca) dan garis vertikal mengarah kebawah bidang

Struktur Gula D

semua gula yang ada di alam yang mempunyai gugus hidroksil pada atom karbon kiral paling bawah terletak dikanan disebut dengan gula D. semua gula L memiliki gugus hidroksil pada atom karbon kiral paling bawah terletak dikiri dalam proyeksi Fischer, jadi gula L adalah bayangan cermin dari gula D. Emil Fischer adalah seorang pelopor dalam kimia karbohidrat (hadiah nobel

thn.

1902).

Proyeksi

Fischer

sebenarnya

diciptakan

untuk

menggambarkan struktur monosakarida. Sebagai dasar adalah gliseraldehida yang optis aktif dan memutar bidang polarisasi cahaya ke kanan (dgliseraldehida).

15

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Berdasarkan pemaparan dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Enantiomer (Optical Isomer) merupakan stereoisomer yang memiliki bayangan cermin nonsuperimposable yakni senyawa bayangan cermin yang tidak saling menutup. 2. Diastereomer merupakan stereoisomer yang bukan bayangan cermin dan tidak saling menutup (nonsuperimposable, nonmirror image). Isomer cis dan trans termasuk ke dalam golongan diastereomer. 3. Meso compound merupakan suatu molekul dengan stereogenik yang superimposable pada bayangan cermin. 4. Proyeksi adalah gambar suatu benda yg dibuat rata (mendatar) atau berupa garis pada bidang datar. Gambar proyeksi merupakan dasar menggambar teknik untuk menyatakan bentuk dan ukuran suatu obyek atau benda 5. Proyeksi Fischer adalah suatu cara singkat dan mudah untuk memaparkan molekul kiral. Oleh adanya keterbatasan proyeksi ini, seperti misalnya keterbatasan dalam hal rotasi tersebut di atas, maka proyeksi Fischer harus diterapkan dengan hati-hati. Disarankan agar mengubah dulu proyeksi Fischer ke rumus dimensional atau bola-dan-pasak (atau menggunakan model molekul) bila akan melakukan manipulasi ruang.

16

3.2 Saran Materi yang terdapat dalam makalah ini bukanlah pembahasan yang mutlak dalam artian masih perlu adanya pembuatan makalah lanjutan. Karena didalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan oleh sebab itu penulis menyarankan agar pembaca lebih kritis dalam menganalisa kekurangan materi yang ada dalam makalah ini.

17

DAFTAR PUSTAKA

Carey, F.A., (2000). OrganicChemistry (4th. Ed). United State of America: The McGraw Hill-Companies. Inc. Fessenden, R.J, J.S. Fessenden. 1986. Kimia Organik Edisi 3. Jakarta: Erlangga. Hahre, W.J., Nelson, J.E., & Shusterman, A.J. (1998). The Molecular Modeling Workbook for Organic Chemistry. Irvine: Wavefunction, Inc. Hart, H. 1990. Kimia Organik: Suatu Kuliah Singkat. Jakarta: Erlangga. Morrison, R.T. & Boyd, R. N. (2002). Organic Chemistry. Sixth Edition. New Delhi: Prentice-Hall of India. Wade, L. G. Jr., (2006). Organic Chemistry (6th Edition). Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Prentice Hall https://www.academia.edu/29962353/Konfigurasi_R_dan_S_Molekul_Kiral diakses tanggal 18 februari 2019 https://www.pdfcoke.com/document/394822401/Proyeksi-Fischer diakses tanggal 18 februari 2019 https://id.wikipedia.org/wiki/Stereokimia?veaction=edit§ion=1 diakses tanggal 18 februari 2019 http://aannofia.blogspot.com/2016/10/stereokimia.html diakses tanggal 18 februari 2019

18

Related Documents


More Documents from "Dicky Seprianto"