KERANGKA ACUAN KERJA (TERMS REFERENCE/TOR) TAHUN 2015 OUTPUT KEGIATAN : JUMLAH LOKASI EKOSISTEM PERAIRAN UMUM DARATAN (PUD) YANG TERKELOLA SUMBER DAYA IKAN Kementerian Negara/Lembaga Unit Eselon I Program Hasil
:Kementerian Kelautan dan Perikanan : Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap : Pengembangan dan Pengelolaan Perikanan tangkap : Meningkatkan produktivitas perikanan tangkap dan kesejahteraan nelayan, dengan indikator kinerja utama program : (1) jumlah produksi perikanan tangkap, (2) volume produksi (ton), (3) nilai produksi (Rp.juta), jumlah pendapatan nelayan (Rp/Bulan/Org)
Unit Eselon II /Satker Dekonsentrasi: Dinas perikanan Kabupaten Musi Banyuasin Kegiatan : Pengelolaan Sumber daya ikan Indikator Kinerja Kegiatan ::: Jumlah lokasi ekosistem perairan umum Daratan (PUD) Yang Terkelola Sumber daya ikannya Satuan Ukur dan jenis keluaran : Jumlah dan laporan Volume : 1 (satu) laporan A. Latar Belakang 1. Dasar Hukum Tugas Fungsi/Kebijakan o Undang- Undang No. 45 Tahun 2009 Tentang perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan o Undang -Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang perairan Indonesia ; o Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya o Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan , Ikan dan Tumbuhan. o Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang pengesahan Kovensi perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3556). o CCRF (Code of Conduct Responsible Fisheries FA0,1995). o Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
o Peraturan pemerintahan Nomor 60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan. o Peraturan Menteri Kelautan dan perikanan No. PER. 15/MEN/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kelautan dan Perikanan. 2. Gambaran Umum 3. Dengan luas mencapai 13,8 juta hektar (Sukadi and Kartamihardja, 1995), perairan umum Indonesia mempunyai keragaman sumberdaya ikan yang tinggi. perairan umumn Indonesia memiliki berbagai jenis ikan asli seperti ikan bilih (Mystacoleuseus padangensis ) yang hanya terdapat danau Singkarak, Sumatera Barat, ikan jelawat (Leptobarbus hoevanii), baung (Mystus planices), belida (Chitala lopis), dan tangadak(Barbodes schwanenfeldi)di Danau Sentarum Kalimantan Barat, nike di Danau Tondano, Sulawesi Utara, ikan gabus asli (Oxyeleotris heterondon) Danau Sentani di papua dan lain lain. 4. Komisi Nasional Plasma Nutfah Indonesia melaporkan bahwa perairan umum daratan Indonesia mengandung kekayaan plasma nutfah ikan yang jenisnya sangat banyak mencapai 25% dari jumlah jenis ikan yang ada di dunia. Di perairan umum daratan indonesia yang meliputi Sumatera, Jawa Kalimantan dan Sulawesi saja, dihuni oleh lebih dari 1000 jenis ikan ( Kottelat et al., 1994), bahkan menurut FAO , Perairan umum daratan Indonesia dihuni oleh sekitar 2000 jenis ikan. Banyak 5. diantara jenis ikan yang ada belum tercatat atau belum terindentifikasi sehingga jumlah jenisnya dari tahun ke tahun selalu bertambah. 6. Ondara (1982) menyatakan bahwa lebih dari 358 jenis ikan yang termasuk dalam ordo Ostarophsyi dan labyrinthici mendominasi perairan umum di Sumatera dan Kalimantan. Di bagian timur garis Wallace., jenis-jenis ikan yang menghuni perairan tawar berbeda dengan di bagian baratnya. Jenis-jenis ikan yang menghuni perairan tawarnya jauh lebih sedikit dan tidak ditemukan jenis-jenis dari ordo Ostariophsyci, jenis dari ordo labirinthyci hanya diwakili oleh jenis yang termasuk Anabas spp dan Channa spp. Rinciannya adalah Sumatera jumlah spesies: 272 spesies endemik: 30, Jawa jumlah spesies: 132 spesies endemik: 12, Kalimantan jumlah spesies: 394 spesies endemik: 149, Sulawesi jumlah spesies: 68 spesies endemik: 52, papua jumlah spesies: 58 spesies endemik: 32. 7. Pada tahun 1970-an, total potensi produksi ikan perairan umum daratan Indonesia untuk perikanan tangkap diperkirakan berkisar antara 800.000 - 900.000 ton/th atau rata-rata 60 -65 kg/ha/th (Sarnita, 1986). Dengan pemanfaatan baru sekitar 30% atau sekitar 300 ribu ton menurut data produksi perikanan tangkap tahun 2007, seharusnya
masih memungkinkan untuk lebih mengoptimalkan pemanfaatan Sumberdaya ikan di perairan umum. Namun dalam kenyataannya, berbagai ekosistem perairan umum terjadi penurun hasil tangkapan di. Sebagai contoh adalah Danau tempe di provinsi Sulawesi Selatan. Sebagai gambaran, pada akhir tahun 1960-an Danau Tempe pernah di kenal sebagai sentra produksi perikanan air tawar di Indonesi dengan produksi mencapai 50.000 ton /tahun untuk berbagai jenis ikan air tawar . pada akhir tahun 200an, produksi perikanan Danau Tempe hanya sekitar 17.000 ton/tahun. Hal ini juga terjadi pada beberapa ekosistem perairan umum lainnya seperti Danau limboto, Danau Singkarak, Sungai Musi dan lainnya.
Penurunan tersebut di perkirakan sebagai akibat dari berbagai faktor seperti tingkat pemanfaatan yang tinggi, praktek penangkapan yang tidak ramah lingkungan, faktor degradasi habitat dan sebagainya. Salah satu upaya yang dilakukan dalam pemulihan Sumberdaya ikan adalah penebaran benih ikan terutama jenis ikan yang mengalami penurunan populasi serta rehabilitas habitat. Pengkayaan stok ikan merupakan alat (tools) pengelolaan sumberdaya ikan dan sekarang cenderung lebih banyak dilakukan karena merupakan suatu teknik manipulasi stok untuk meningkat kan populasi ikan sehingga total hasil hasil tangkapan atau hasil tangkapan jenis ikan tertentu meningkat (FAO, 1997; 1999 Welcomme and Bartley, 1998). Upaya ini dilakukan di perairan yang produktifitas alaminya tinggi tetapi rekruitmen alaminya terbatas (Lorenzen et al., 2001). Sebagai contoh keberhasilan pengkayaan stok ikan melalui kegiatan penebaran telah dilakukan oleh beberapa Negara antara lain jepang Norwegia, Australia dan Kanada. Langkah berikutnya setelah pelaksanaan kegiatan pengkayaan sumberdaya ikan adalah pemantauan. Pemantauan Pengkayaan sumberdaya ikan di ekosistem perairan umum merupakan kegiatan pengumpulan data dan informasi secara tentang kondisi sumberdaya ikan setelah kegiatan pengkayaan sumberdaya ikan di perairan umum daratan. Langkah ini diperlukan untuk mengetahui pengaruh kegiatan tersebut terhadap sumberdaya ikan di ekosistem yang telah dilakukan kegiatan pengkayaan. Upaya lain yang dilakukan dalam rangka pemulihan sumberdaya ikan adalah pembuatan reservaat (suaka perikanan). Suaka perikanan pada dasarnya dapat memberikan manfaat jangka panjang maupun jangka pendek. Manfaat jangka panjang suaka perikanan adalah sebagai berikut: (a) Dengan adanya suaka perikanan diharapkan stok ikan penangkapan akan selalu ada dalam jangka waktu yang panjang karena ikan sempat memijah, mengasuh anaknya, ada tempat mencari makan dan ada tempat berlindung dari bahaya, sehingga penambahan individu ikan-ikan muda atau
peremajaan stok ikan akan selalu terjaga, (b) Di sisi lain, dalam jangka panjang adanya suaka perikanan dapat mengurangi terjadinya ancaman kepunahan ikan-ikan jenis tertentu sehingga suaka perikanan dapat juga bermanfaat sebagai sarana penyimpanan keanekaragaman jenis sumberdaya ikan yang potensial untuk digunakan dalam budidaya ikan di masa datang, dan (c) Suaka perikanan juga berpotensi
untuk
memulihkan populasi ikan yang sudah rusak atau terganggu Suaka perikanan di Indonesia dilaporkan dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif
untuk
memulihkan populasi ikan yang sudah terancam kepunahan karena berbagai faktor (Hartoto et al., 1995, Hartoto 2000). Pengembnagan suaka di tapak-tapak yang dipilih sebagai zona inti yang sekaligus sebagai tempat untuk kegiatan merestorasi habitathabitat alami ikan yang populasinya rusak atau hampir penuh. Sementara itu manfaat jangka pendek dari suaka perikanan adalah : (a) Dengan tersedianya suatu suaka perikanan di daerah penangkapan ikan menyebabkan adanya bagian perairan yang lebih dapat terawasi dari kegiatan penangkapan Ikan dengan cara dan alat-alat yang bertentangan dengan UU dan peraturan yang ada, (b) Di zona penyangga sebuah suaka perikanan, sebagai imbalan bagi nelayan yang menjaga zona inti dapat dikembangkan “Perikanan wisata pemancingan”. Untuk itu nelayan dapat membangun “lapak-lapak” (gubuk-gubuk untuk memancing). Lapak-lapak ini dapat disewakan kepada pemancing wisata dengan tarif imbalan persatuan waktu . Bila selang waktu penangkapan di zona penyangga cukup lama, misalnya setahun sekali, sesudah masa pemancingan wisata dapat dilakukan penangkapan masal oleh para nelayan . kegiatan ini sekaligus dapat memicu perkembangan ekotorisme (Hartoto et al., 1999), (c) Adanya zona penyanggaan akan memudahkan nelayan untuk memperoleh bibit dan atau benih untuk usaha budidaya karamba apung. Jadi disini suaka perikanan berperan sebagai bank plasma nutfah perikanan, (d) Adanya zona inti yang relatif terjaga baik ekosistemnya akan menyebabkan proses-proses biogeokimia di perairan tersebut berjalan dengan sempurna sehingga pada akhirnya kualitas air di zona inti akan lebih baik bila dibandingkan dengan bagian lain dari daerah penagkapan tersebut. tanpa disengaja tersedialah suatu badan air permukaan yang dapat memasok air baku untuk keperluan domestic, dan (e) Adanya suaka perikanan di berbagai perairan darat sebenarnya menyediakan tapak referensi (“reference site”) perairan umum daratan untuk kegiatan pemantauan kualitas air dalam rangka pengendalian pencemaran.
1. Istilah dan Defenisi Berikut ini dijelaskan definisi tentang suaka perikanan dari beberapa sumber sebagai berikut.
Suaka perikanan adalah suatu pengaturan yang khusus untuk melindungi biodiversitas ikan di suatu perairan tertentu bagi kegiatan penagkapan baik secara persial maupun total. Bila ada jenis ikan dikhawatirkan akan punah, atau pada sistem perairan yang luas terjadi penangkapan dengan intensitas tinggi dan dikhwatirkan terjadi penangkapan lebih (over fishing) atau terjadi perubahan habitat perikanan yang berlangsung relatif cepat maka perlu dipilih suatu badan air (dengan batas yang jelas untuk dijadikan suaka perikanan) Adanya suaka perikanan memungkinkan ikan berkembang biak sehingga mencapai kondisi populasi berimbang atau dapat menyediakan benih ikan untuk memperkaya stok di perairan sekitarnya (Gaffar dan Mutmainnah 2001).
Suaka perikanan adalah suatu luasan tertentu dari perairan umum daratan yang mempunyai bagian tertentu yang ikannya tidak boleh ditangkap, yang dikelolah untuk melestarikan dan meningkatkan produksi berdasarkan stok alami setempat untuk kesejahtraan masyarakat setempat (Dede Irving Hartoto, 2007)
2. Speksifikasi Teknis Suaka Perikanan Speksifikasi Teknis untuk pembangunan suaka perikanan terdiri dari : a) Pembuatan patok reservaat, patok ini sebagai tanda tanda dari lokasi suaka perikanan. tanda ini dapat dibedakan atas dua bagian, yakni tanda yang menggambarkan lokasi suaka perikanan di bagian darat (berupa papan penggumuman) dan tanda memgambarkan posisi dari (a) zona inti, (b) zona ekonomi, dan (c) zona penyangga di bagian perairan (badan air) suaka perikanan tersebut. Berikut ini adalah contoh pembuatan patok atau tanda pengenal reservaat (suaka perikanan) b) Pembagunan tanggul suaka perikanan . Pembangunan tanggul ini diarahkan untuk menahan laju tumbu-tumbuhan dan smpah lain nya yang biasa nya masuk ke dalam lokasi suaka perikanan paa saat musim hujan.dengan adanya tanggul ini, maka diharapkan kondisi badan air dilokasi reservaat tidak mengalami pencemaran akibat sampah yang menumpuk. Selain pembangunan tangul, di dalam air suaka perikanan juga akan dibangun berupa shelter (tempat berlindung ikan) ,seperti gambar dibawah ini :
C. Penerima manfaat Penerima menfaat dari jenis keluaran ini adalah para pemenfaatan sumberdaya ikan khususnya pada ekosistem perairan umum daratan yang mengalami penurunan populasi sumber daya ikan atau yang terindifikasi mengalami kerusakan habitat.
D.
Strategi pencapaian keluaran
1. Metode pelaksanan Kegiatan pembangunan suaka perikanan dilaksanankan menggunanakan metode kombinasi secara swakelola dan pembangunan oleh pihak ketiga atau melalui proses tender. Informasi lokasi pembanguanan tangul reservaat diawali dengan identifikasi lokasi yang dilakukan secara swakelola oleh dinas perikanan kabupaten musi banyuasin, semantara pembanguanan tanggul dilaksanankan melalui proses tender. 2. Tahapan dan waktu pelaksanan Tahapan pelaksanan kegiatan ini meliputi : a. Persiapan yang terdiri dari : (a) konsultasi ke provinsi dan pusat, (b) identifikasi lokasi penempatan tanggul reservaat.pelaksanan kegiatan yang terdiri dari (a) pembuatan patok (papan tanda pengenal) reservaat, dan (b) pembanguanan tanggul reservaat) b. Pemantauan dan pelaporan kegiatan. Secara detail waktu pelaksanaan dari 4 tahapan di atas adalah sebagai berikut:
No
1
2 3
E.
Kegiatan
Waktu pelaksanaan (Bulan) 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Persiapan meliputi:(a)konsultasi ke Propinsi dan pusat,(b)identifikasi lokasi penempatan tanggul reservaat - Pelaksanaan kegiatan meliputi:pembanguna n tangul reservaat. Pemantauan dan pelaporan kegiatan
Waktu pencapaian keluaran Keluaran kegiatan yang selanjutnya di rinci dalam 1 (Satu) komponen kegiatan tersebut
di atas harus di capai dalam jangka waktu 12 (Dua belas) Bulan pada tahun anggaran (TA) 2015
F.
Biaya Yang Diperlukan Biaya yang diperlukan dalam kegiatan ini adalah sebesar Rp. 1,500.000.000,-, dengan rincian
biaya sebagaimana terlampir dalam RAB
Kepala Dinas perikanan Kabupaten Musi Banyuasin
Bogor, 11 September 2014 Sesditjen perikanan Tangkapan
H. Abdul Mukohir , A.Pi, M.Si NIP. 19640410 198903 1 008
Ir. Abdur Rouf Sam, M.Si NIP. 19581009 198303 1 002
PENGESAHAN DARI TIM DJPT
PENGESAHAN BIRO PERENCANA
1. Bagian Program
1.
2. Direktorat SDI
2.