K4.docx

  • Uploaded by: Putri Belinda
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View K4.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,644
  • Pages: 23
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang masih memberikan

kita kesehatan, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas pembuatan

makalah ini dengan judul “Konsep Gender Dalam KesehatanReproduksi Perempuan”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah kesehatan reproduksi dan keluarga berencana

. Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-

besarnya kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini. Kami juga berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang sangat kami harapkan dari para pembaca guna untuk meningkatkan dan memperbaiki pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

Bengkulu, 10 Februari 2019

Penulis

1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.. ..................................................................... 1 DAFTAR ISI ..................................................................................... 2 BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang .......................................................................... 3 B Rumusan Masalah ..................................................................... 3 C Tujuan Masalah ......................................................................... 3 BAB II PEMBAHASAN A. Konsep Gender Dalam Kesehatan Reproduksi Perempuan 1. Definisi Gender…………………………………………5 2. Kesetaraan dan Keadilan gender dalam kesehatan reproduksi………………………...…5 3. Peran gender………………………………………….…6 4. Kaitan gender dengan kesehatan………………………7 5. Isu gender dalam ruang lingkup kesehatan reproduksi………………………………...…11 6. Seksualitas dan gender……………………………….…12 7. Budaya yang berpengaruh terhadap gender…………...15 8. Diskriminasi gender……………………………………...17 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ………………………………………..………...19 B. Saran ……………………………………………………..…..19 DAFTAR PUSTAKA………………………………………......…....20

2

BAB I PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG Gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam peran, fungsi, hak, tanggung jawab dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai social, budaya dan adat istiadat(Badan Pemberdayaan Masyarakat, 2003). Seringkali orang mencampur adukkan ciri-ciri manusia yang bersifat kodrati (tidak berubah) dengan yang bersifat non kondrati (gender) yang bisa berubah dan diubah . Peran gender adalah peran sosial yang tidak ditentukan oleh perbedaan kelamin. Oleh karena itu, pembagian peranan antara pria dengan wanita dapat berbeda diantara satu masyarakat dengan masyarakat yang lainnya sesuai dengan lingkungan . Peran gender juga dapat berubah dimasa kemasa, karena pengaruh kemajuan seperti pendidikan, teknologi, ekonomi, dll. Hal itu berarti, peran gender dapat ditukarkan antara pria dan wanita (Agung Aryani, 2002 dan Tim Pusat Studi Wanita Universitas Udayana, 2003).

B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa yang di maksud dengan gender? 2. bagaimana kesetaraan dan keadilan gender dalam kesehatan reproduksi? 3. Apa peran gender? 4. bagaimana kaitan gender dengan kesehatan? 5. bagaimana isu gender dalam ruang lingkup kesehatan reproduksi? 6. apa perbedaan seksualitas dan gender? 7. bagaiamana budaya yang berpengaruh terhadap gender? 8. Bagaimana diskriminasi gender?

C. TUJUAN 1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan gender 2. Untuk mengetahui bagaimana kesetaraan dan keadilan gender dalam kesehatan reproduksi 3. Untuk mengetahui peran gender 4. Untuk mengetahui bagaimana kaitan gender dengan kesehatan

3

5. Untuk mengetahui bagaimana

isu gender dalam ruang lingkup kesehatan

reproduksi 6. Untuk mengetahui perbedaan seksualitas dan gender? 7. Untuk mengetahui bagaiamana budaya yang berpengaruh terhadap gender 8. Untuk mengetahui bagaimana diskriminasi gender

4

BAB II PEMBAHASAN

A. KONSEP GENDER DALAM KESEHATAN REPRODUKSI PEREMPUAN 1. Definisi Gender Menurut WHO (1998) Gender adalah peran sosial dimana peran laki-laki dan perempuan ditentukan perbedaan fungsi, perandan tanggung jawab laki-laki dan perempuan sebagai hasil konstruksi sosial yang dapat berubah atau diubah sesuai perubahan zaman peran dan kedudukan sesorang yang dikonstrusikan oleh masyarakat. dan budayanya karena sesorang lahir sebagai laki-laki atau perempuan (Azim, 2012). Gender adalah pandangan masyarakat tentang perbedaan peran, fungsi dan tanggung jawab antara perempuan dan atau laki–laki yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya dan dapat berubah dan atau diubah sesuai dengan perkembangan zaman. Gender berasal dari kata “gender” (bahasa Inggris) yang diartikan sebagai jenis kelamin. Namun jenis kelamin di sini bukan seks secara biologis, melainkan sosial budaya dan psikologis. Pada prinsipnya konsep gender memfokuskan perbedaan peranan antara pria dengan wanita, yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan norma sosial dan nilai sosial budaya masyarakat yang bersangkutan.

2.

Kesetaraan Dan Keadilan Gender Dalam Kesehatan Reproduksi a. Kesetaraan Gender Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas) serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. Terwujudnya kesetaraan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, kontrol atas pembangunan dan 5

memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan. Adapun indikator kesetaraan gender adalah sebagai berikut: 1.

AKSES yang dimaksud dengan aspek akses adalah peluang atau kesempatan dalam memperoleh atau menggunakan sumber daya tertentu. Mempertimbangkan bagaimana memperoleh akses yang adil dan setara antara perempuan dan laki-laki, anak perempuan dan laki-laki terhadap sumberdaya yang akan dibuat. Sebagai contoh dalam hal pendidikan bagi anak didik adalah akses memperoleh beasiswa melanjutkan pendidikan untuk anak didik perempuan dan laki-laki diberikan secara adil dan setara atau tidak.

2.

PARTISIPASI Aspek partisipasi merupakan keikutsertaan atau partisipasi seseorang atau kelompok dalam kegiatan dan atau dalam pengambilan keputusan. Dalam hal ini perempuan dan laki-laki apakah memiliki peran yang sama dalam pengambilan keputusan di tempat yang sama atau tidak.

3.

KONTROL adalah penguasaan atau wewenang atau kekuatan untuk mengambil keputusan. Dalam hal ini apakah pemegang jabatan tertentu sebagai pengambil keputusan didominasi oleh gender tertentu atau tidak.

4.

MANFAAT adalah kegunaan yang dapat dinikmati secara optimal. Keputusan yang diambil oleh sekolah memberikan manfaat yang adil dan setara bagi perempuan dan laki-laki atau tidak.

b. Keadilan Gender Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, 6

beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki. Ketidakadilan gender (gender inequalities) merupakan sistem dan struktur di mana baik kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut. Ketidakadilan gender menurut beberapa pakar timbul dalam bentuk: 1. Stereotype Pelabelan atau penandaan yang seringkali bersifat negatif secara umum dan melahirkan ketidakadilan. Sebagai contoh, perempuan sering digambarkan emosional, lemah, cengeng, tidak rasional, dan sebagainya. Stereotype tersebut yang kemudian menjadikan perempuan selama ini ditempatkan pada posisi domestik, kerapkali perempuan di identikan dengan urusan masak, mencuci, dan seks (dapur, sumur, dan kasur).

2. Kekerasan (violence) Kekerasan berbasis gender, kekerasan tersebut terjadi akibat dari ketidak seimbangan posisi tawar (bargaining position) atau kekuasaan antara perempuan dan laki-laki. Kekerasan terjadi akibat konstruksi peran yang telah mendarah daging pada budaya patriarkal yang menempatkan perempuan pada posisi lebih rendah. Cakupan kekerasan ini cukup luas, diantaranya eksploitasi seksual, pengabaian hak-hak reproduksi, trafficking, perkosaan, pornografi, dan sebagainya. 3. Marginalisasi Peminggiran terhadap kaum perempuan terjadi secara multidimensional yang disebabkan oleh banyak hal bisa berupa kebijakan pemerintah, tafsiran agama, keyakinan, tradisi dan kebiasaan, atau pengetahuan (Mansour Faqih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h.14). Salah satu bentuk paling nyata dari marginalisasi ini adalah lemahnya 7

peluang perempuan terhadap sumber-sumber ekonomi. Proses tersebut mengakibatkan perempuan menjadi kelompok miskin karena peminggiran terjadi secara sistematis dalam masyarakat. 4. Subordinasi Penomorduaan (subordinasi) ini pada dasarnya merupakan keyakinan bahwa jenis kelamin tertentu dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya (Leli Nurohmah dkk, Kesetaraan Kemajemukan dan Ham, Jakarta: Rahima, h. 13). Hal ini berakibat pada kurang diakuinya potensi perempuan sehingga sulit mengakses posisi-posisi strategis dalam komunitasnya terutama terkait dengan pengambilan kebijakan. 5. Beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (double burden) Adanya anggapan bahwa perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin serta tidak cocok untuk menjadi kepala keluarga berakibat bahwa semua pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab perempuan (Mansour Faqih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, h.21). Untuk keluarga miskin perempuan selain bertanggung jawab terhadap pekerjaan domestik, mereka juga mencari nafkah sebagai sumber mata pencarian tambahan keluarga, ini menjadikan perempuan harus bekerja ekstra untuk mengerjakan kedua bebannya. Demikian penjelasan pengertian gender dan penekanan bahwa kesetaraan gender adalah tidak adanya diskriminasi dalam hal akses, berpartisipasi, kontrol atas pembangunan dan memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan suatu bangsa.

c. Ketidak-Setaraan Gender Ketidak-setaraan gender merupakan keadaan diskriminatif (sebagai akibat dari perbedaan jenis kelamin) dalam memperoleh kesempatan, pembagian sumber-sumber dan hasil pembangunan, serta akses terhadap pelayanan.

8

Beberapa contoh ketidak-seteraan gender dalam bidang kesehatan sebagai berikut: 1) Bias gender dalam penelitian kesehatan Ada indikasi bahwa penelitian kesehatan mempunyai tingkat bias gender yang nyata, baik dalam pemilihan topic, metode yang di gunakan, maupun dalam analisis data. Gangguan kesehatan yang mengakibatkan gangguan berarti pada perempuan tidak mendapat perhatian bila tidak mempengaruhi fungsi reproduksinya, misalnya disnenore dan osteoporosis. 2) Perbedaan gender dalam akses terhadap pelayanan kesehatan Berbeda dengan Negara maju, kaum perempuan di Negara berkembang pada umumnya

belu,

dapat

memanfaatkan

pelayanan

kesehatan

sesuai

kebutuhannya. Prosrs persalinan yang normal sering di jadikan peristiwa medis yang tidak mempertimbangkan kebutuhan perempuan, misalnya kebutuhan untuk didampingi oleh orang yang terdekat atau mengambil posisi yang dirasakan paling nyaman. B. Ketidak-Adilan Gender Dalam berbagai aspek ketidak-setaraan gender tersebut sering di temukan pula ketidak-adilan gender, yaitu ketidak-adilan berdasarkan norma dan standar yang berlaku, dalam hal distribusi manfaat dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan (dengan pemahaman bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai perbedaan kebutuhan dan kekuasaan). Definisi “keadilan gender dalam kesehatan” menurut WHO mengandung 2 aspek: 1)

Keadilan dalam (status) kesehatan, yaitu terciptanya derajat kesehatan yang setinggi mungkin ( fisik, psikologi dan social bagi setiap warga Negara ).

2)

Keadilan dalam pelayanan kesehatan, yaitu berarti bahwa pelayanan diberikan sesuai dengan kebutuhan tampa tergantung pada kedudukan social seseorang, dan diberikan sebagai respon terhadap harapan yang pantas dari masyarakat, dengan penarikan biaya pelayanan yang sesuai dengan kemampuan bayar seseorang.

3. Peran Gender

9

a. Peran

reproduktif,

yaitu

peran-peran

yang

dijalankan

dan

tidak

menghasilkan uang, serta dilakukan di dalam rumah. Contoh peran reproduktif antara lain : pengasuhan atau pemeliharaan anak, pekerjaanpekerjaan rumah tangga, menjamin seluruh anggota keluarga sehat, menjamin seluruh anggota keluarga kecukupan makan, menjamin seluruh anggota keluarga tidak lelah. b. Peran produktif, yaitu peran - peran yang jika dijalankan mendapatkan uang langsung atau upah - upah yang lain. Contoh peran produktif yang dijalankan di luar rumah : sebagai guru disuatu sekolah, buruh perusahaan, pedagang di pasar. Contoh peran produktif yang dijalankan di dalam rumah ; usaha salon dirumah, usaha menjahit di rumah dsb. c. Peran kemasyarakatan (sosial) terdiri dari aktivitas yang dilakukan di tingkat masyarakat. Peran kemasyarakatan yang dijalankan oleh perempuan adalah melakukan aktivitas yang digunakan

bersama. Contohnya :

pelayanan posyandu, pengelolaan sampah rumah tangga, pekerjaan seperti itu (pekerjaan sosial di masyarakat) dan tidak dibayar.

4. Kaitan Gender Dengan Kesehatan Pendekatan gender dalam kesehatan mengenali bahwa faktor sosial budaya, serta hubungan kekuasaan antar laki-laki dan perempuan, merupakan faktor penting yang berperan dalam mendukung atau mengancam kesehatan seseorang. Hal ini dinyatakan dengan jelas oleh WHO dalam koferensi perempuan sedunia ke IV diBejing pada tahun 1995. a. Jenis Kelamin, Gender, dan Kesehatan Pola kesehatan dan penyakit pada laki-laki dan perempuan menunjukkan perbedaan yang nyata. Perempuan sebagai kelompok cenderung mempunyai angka harapan hidup yang lebih panjang dari pada laki-laki, yang secara umum dianggap sebagai faktor biologis. Namun dalam kehidupannya perempuan lebih banyak mengalami kesakitan dan tekanan dari pada laki-laki. Walaupun faktoryang melatar belakanginya berbeda-beda pada berbagai kelompok sosial, hal tersebut menggambarkan bahwa

dalam

menjalani

kehidupannya

perempuan

kurang

sehat

dibandingkan laki-laki. Penjelasan terhadap paradoks ini berakar pada

10

hubungan yang kompleks antara faktor biologis jenis kelamin dan sosial (gender) yang berpengaruh terhadap kesehatan. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa berbagai penyakit menyerang laki-laki dan perempuan pada usia yang berbeda, misalnya penyakit kardiovaskuler ditemukan pada usia yang lebih tua pada perempuan dibandingkan laki-laki. Beberapa penyakit, misalnya animea, gangguan makakn dan gangguan pada ototserta tulang lebih banyak ditemukan pada perempuan daripada laki-laki. Berbagai penyakit atau gangguan hanya menyerang perempuan, misalnya gangguan yang berkaitan dengan kehamilan dan kanker serviks, sementara ituhanya laki-laki yang terkena kanker prostat.Kapasitas perempuan untuk hamil dan melahirkan menunjukkan bahwa mereka memerlukan pelayanan kesehatan reproduksi yang berbeda, baik dalam keadaansakit maupun sehat. Perempuan memerlukan kemampuan untuk mengendalikan fertilitas dan melahirkan dengan selamat, sehingga akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas sepanjang siklus hidupnya sangat menentukan kesejahteraan dirinya. Kombinasi antara faktor jenis kelamin dan peran gender dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya seseorang dapat meningkatkan resiko terhadap terjadinya beberapa penyakit, sementara di sisi lain memberikan perlindungan terhadap penyakit lainnya. Perbedaan yang timbul dapat berupa keadaan sebagai berikut : 1) Perjalanan penyakit pada laki-laki dan perempuan. 2) Sikap laki-laki dan perempuan dalam menghadapi suatu penyakit 3) Sikap masyarakat terhadap laki-laki dan perempuan yang sakit. 4) Sikap laki-laki dan perempuan terhadap pengobatan dan akses pelayanan kesehatan. 5) Sikap petugas kesehatan dalam memperlakukan laki-laki dan perempuan.

Sebagai contoh, respon tetrhadap epidemi HIV/AIDS dimulai dengan pemberian fokus pada kelompok resiko tinggi,termasuk pekerja seks komersial. Laki-laki dianjurkan untuk menjauhi pekerja seks komersial atau memakai kondom. Secara bertahap, fokus beralih pada perilaku resiko 11

tinggi, yang kemudian menekankan pentingnya laki-laki menggunakan kondom. Hal ini menghindari isu gender dalam hubungan seksual, karena perempuan tidak menggunakan kondom tetapi bernegosiasi untuk penggunaanya oleh laki-laki. Dimensi gender tersebut tidak dibahas, sampai pada saat jumlah ibu rumah tangga biasa yang tertular penyakit menjadi banyak. Dewasa ini, kerapuhan perempuan untuk tertular HIV/AIDS dianggap sebagai akibat dari ketidaktahuan dan kurangnya akses terhadap informasi. Ketergantungan ekonomi dan hubungan seksual yang dialkukan atas dasar pemaksaan. Tejadinya tindak kekerasan pada umumnya berkaitan dengan gender. Secara umum pelaku kekerasan biasanya laki-laki, yang merefleksikan keinginan untuk menunjukkan maskulinitas, dominasi, serta memaksakan kekuasaan dan kendalinyaterhadap perempuan, seperti terlihat pada kekerasan dalam rumah tangga (domestik). Karena itu kekerasan terhadap perempuan sering disebut sebagai “kekerasan berbasis gender”. b. Pengaruh

Gender

Terhadap

Kesehatan

Reproduksi

Laki-Laki

Sehubungan dengan peran gender, laki-laki tidak terlalu tertarik untuk mempelajari kesehatan seksual dan reproduksinya. Sehingga pengetahuan mereka cenderung terbatas. Hal ini menyebabkan laki-laki kurang berminat mencari informasi dan pengobatan terhadap penyakit, misalnya : Infeksi Menular Seksual (IMS). c.

Pengaruh

Gender

Terhadap

Kesehatan

Reproduksi

Perempuan

Menikah pada usia muda bagi perempuan berdampak negatif terhadap kesehatannya. Namun menikah di usia muda kebanyakan bukanlah keputusan mereka, melainkan karena ketidakberdayaannya (isu gender). Di beberapa tempat di Indonesia, kawin muda dianggap sebagai takdir yang tak bisa ditolak. Perempuan tidak berdaya untuk memutuskan kawin dan dengan siapa mereka akan menikah. Keputusan pada umumnya ada di tangan laki-laki; ayah ataupun keluarga laki-laki lainnya. Salah satu kasus yang terkait dengan masalah gender yaitu : Seorang gadis umur 17 tahun, mengalami perdarahan. Setelah dirawat disebuah rumah sakit selama dua jam, dia meninggal dunia. Gadis tersebut merupakan korban aborsi yang dilakukan oleh seorang dukun. Usaha lain sebelum melakukanaborsi adalah minum jamu peluntur, pil kina, dan pil lainnya yang dibeli di apotek. Kemudian dia datang ke seorang dokter 12

kandungan. Dokter menolak melakukan aborsi karena terikat sumpah dan hukum

yang

mengkriminalisasi

aborsi.

Si gadis minta tolong dukun paraji untuk menggugurkannya. Rupa-rupanya tidak berhasil, malah terjadi perdarahan. Ia masih sempat menyembunyikan inisemua kepada kedua orang tuanya, selama 4 hari berdiam di kamar dengan alasan sedang datang bulan. Ia tidak berani bercerita pada siapasiapa apalagi pada ibu dan bapaknya. Cerita itu berakhir dengan amat tragis, gadis itu tidak tertolong. Kasus tersebut menggambarkan ketidakberdayaan si gadis. Ia memilih mekanisme defensif dan menganggapnya sebagai permasalahan dirinya sendiri. Ia menyembunyikan keadaannya karena malu dan merasa bersalah. Masyarakat akan menyalahkan karena dia tidak mengikuti apa yang disebut moral atau aturan sehingga ia memilih mati meskipun tidak sengaja. Aborsi merupakan dilema bagi perempuan, apa pun latar belakang penyebab kehamilannya dan apa pun status ekonominya. Untuk menuntut hak reproduksinya dia harus mendapat dukungan seperti bantuan dari komunitasnya atau dukungan emosional dan tanggung jawab bersama dari orang yang paling dekat (pacarnya). Dalam konteks ini, maka jelas bahwa persoalan hak reproduksi pada akhirnya adalah persoalan relasi antara lakilaki yang berbasis gender serta masyarakat dan negara sebagai perumus, penentu, dan penjaga nilai bagi realisasi hak reproduksi perempuan. Pada contoh kasus tersebut merupakan bentuk kekerasan yang berbasis gender yang memiliki alasan bermacam-macam seperti politik, keyakinan, agama, dan ideologi gender. Salah satu sumber kekerasan yang diyakini penyebab pada kasus tersebut adalah kekerasan dari laki-laki terhadap perempuan adalah ideologi gender, misalnya perempuan dikenal lemah lembut, emosional, cantik, dan keibuan. Sementara laki-laki dianggap lebih kuat, rasional, jantan, dan perkasa. Bentuk kekerasan ini merupakan dilanggarnya hak reproduksi akibat perbedaan gender. Perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan terjadi melalui

proses

yang

sangat

panjang.

Perbedaan

ini

dibentuk,

disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksikan secara sosial dan budaya. Pada akhirnya perbedaan ini dianggap sebagai ketentuan Tuhan yang tidak bisa diubah dan dianggap sebagai perempuan. 13

Kekerasan rumah tangga dalam berbagai bentuk sering terus berlangsung

meskipun

perempuan

tersebut

sedang

mengandung.

Konsekuensi paling merugikanbagi perempuan yang menjadi korban kekerasan adalah dampak terhadap kondisi kesehatan mentalnya. Dampak ini terutama menonjol pada perempuan korban kekerasan seksual. Dalam tindak perkosaan, misalnya, yang diserang memang tubuh perempuan. Namun,

yang

yaitukesehatan

dihancurkan fisik,

adalah

mental

seluruh

jati

psikologi,

diri dan

perempuan sosialnya.

Kekerasan domestik biasanya merupakan kejadian yang kronis dalam kehidupan rumah tangga seorang perempuan. Cedera fisik dapat sembuh setelah diobati, tetapi cedera psikis mental (seperti insomnia, depresi, berbagai bentuk psikosomatik sakit perut yang kronis sampai dengan keinginan bunuh diri) akan selalu dapat terbuka kembali setiap saat Dampak psikologis yang paling sulit dipulihkan adalah hilangnya kepercayaan

kepada

diri

sendiri

dan

orang

lain.

Selain itu juga ada kecenderungan masyarakat untuk selalu menyalahkan korbannya. Hal ini dipengaruhi oleh nilai masyarakat yang selalu ingin tampak harmonis. Bahkan, walaupun kejadian dilaporkan, usaha untuk melindungi korbandan menghukum para pelaku kekerasan sering mengalami kegagalan. Kondisi tersebut terjadi karena kekerasan dalam rumah tangga, khususnya terhadap perempuan, tidak pernah dianggap sebagai masalah pelanggaran hak asasi manusia.

5. Isu gender dalam kesehatan reproduksi a. Kesehatan ibu dan bayi (safe motherhood) 1) Ketidakmampuan perempuan dalam mengambil keputusan. Misalnya : menentukan kapan hamil dan dimana akan melahirkan. 2) Sikap dan perilaku keluarga yang cenderung mengutamakan laki – laki. b. Keluarga berencana 1) Kesetaraan perKB yang timpang antara laki – laki dan perempuan. 2) Perempuan tidak mempunyai kekuatan untuk memutuskan metoda kontrasepsi 3) Pengambilan keputusan 14

4) Ada anggapan bahwa KB adalah urusan perempuan karna kodrat perempuan untuk hamil dan melahirkan. c. Kesehatan reproduksi remaja 1) Ketidakadilan dalam membagi tanggung jawab. 2) Ketidakadilan dalam aspek hukum 3) Dalam tidakan aborsi ilegal yang terancam adalah perempuan d. Penyakit menular PMS 1) Perempuan selalu dijadikan obyek intervensi dalam program pemberantasan PMS, walau laki – laki sebagai konsumen,justru memberikan kontribusi yang besar pada permasalahan tersebut. 2) Setiap upaya mengurangi praktik prostitusi, perempuan sebagai PSK selalu menjadi obyek dan tudingan sumber permasalahan, sementara laki – laki mungkin menjadi sumber penularan tidak pernah diintervensi dan dikoreksi.

6. Seksualitas dan Gender Definisi Seksualitas a. Seksualitas/jenis (khususnya

kelamin

system

adalah

reproduksi

karakteristik dan

hormonal)

biologis-anatomis diikuti

dengan

karakteristik fisiologis tubuh yang menentukan seseorang adalah lakilaki atau perempuan (Depkes RI, 2002:2). b. Seksualitas/Jenis Kelamin (seks) adalah perbedaan fisik biologis yang mudah dilihat melalui cirri fisik primer dan secara sekunder yang ada pada kaum laki-laki dan perempuan(Badan Pemberdayaan Masyarakat, 2003) c. Seksualitas/Jenis Kelamin adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan secara biologis melekat pada jenis kelamin tertentu (handayani, 2002 :4) d. Seks adalah karakteritik genetic/fisiologis atau biologis seseorang yang menunjukkan apakah dia seorang perempuan atau laki-laki (WHO, 1998) Perbedaan gender dan seks Pengertian Gender Secara umum gender dapat didefinisikan sebagai perbedaan peran, kedudukan dan sifat yang dilekatkan pada kaum laki-laki 15

maupun perempuan melaui konstruksi secara sosial maupun kultural (Nurhaeni, 2009). Sedangkan menurut Oakley (1972) dalam Fakih (1999), gender adalah perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial, yakni perbedaan yang bukan kodrat dan bukan ketentuan Tuhan melainkan diciptakan oleh manusia melalui proses sosial dan kultural. Lebih lanjut dikemukakan oleh Haspels dan Suriyasarn (2005), gender adalah sebuah variabel sosial untuk menganalisa perbedaan laki-laki dan perempuan yang berkaitan dengan peran, tanggung jawab dan kebutuhan serta peluang dan hambatan. Pengertian Seks adalah perbedaan jenis kelamin yang ditentukan secara biologis, yang secara fisik melekat pada masing-masing jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Perbedaan jenis kelamin merupakan kodrat atau ketentuan Tuhan, sehingga sifatnya permanen dan universal. Jadi jelas bahwa jenis kelamin atau seks adalah perbedaan biologis hormonal dan anatomis antara perempuan dan laki-laki. Sex tidak bisa berubah, permanen dan tidak bisa dipertukarkan antara laki-laki dan perempuan karenanya bersifat mutlak. Konsep gender juga menyebabkan terbentuknya tereotipe yang ditetapkan secara budaya atau hal yang umum tentang karakteristik gender yang spesifik, berupa karakteristik yang berpasangan yang dapat menggambarkan perbedaan gender. Dapat dilihat bahwa hal itu dibentuk saling bertentangan, tetapi karakteristiknya saling berkaitan. Sebagai contoh, laki-laki adalah mahluk yang rasional, maka perempuan mempunyai karakteristik yang berlawanan yaitu tidak rasional atau emosional. Padahal sebenarnya, karakteristik atau sifat-sifat tersebut dapat dipertukarkan, artinya ada laki-laki yang emosional, cerewet, lemah lembut, dan ada perempuan yang rasional, sombong, obyektif dan kuat. Perubahan karakteristik gender antara laki-laki dan perempuan tersebut dapat terjadi dari waktu ke waktu, dari tempat ke tempat lain, dari kelas ke kelas masyarakat yang berbeda. Misalnya, pada suku tertentu (Amazon), perempuan lebih kuat dari laki-laki. Dengan demikian perbedaan seks dan gender adalah :

Jenis Kelamin

Gender

16

Tidak dapat berubah,

Dapat berubah, contohnya

contohnya alat kelamin laki-

peran dalam kegiatan sehari-

laki dan perempuan

hari, seperti banyak perempuan menjadi juru masak jika dirumah, tetapi jika di restoran juru masak lebih banyak laki-laki.

Tidak dapat dipertukarkan,

Dapat dipertukarkan

contohnya jakun pada lakilaki dan payudara pada perempuan Berlaku sepanjang masa,

Tergantung budaya dan

contohnya status sebagai laki-

kebiasaan, contohnya di jawa

laki atau perempuan

pada jaman penjajahan belanda kaum perempuan tidak memperoleh hak pendidikan. Setelah Indo merdeka perempuan mempunyai kebebasan mengikuti pendidikan

Berlaku dimana saja,

Tergantung budaya setempat,

contohnya di rumah, dikantor

contohnya pembatasan

dan dimanapun berada,

kesempatan di bidang

seorang laki-laki/perempuan

pekerjaan terhadap

tetap laki-laki dan perempuan

perempuan dikarenakan budaya setempat antara lain diutamakan untuk menjadi perawat, guru TK, pengasuh anak

17

Merupakan kodrat Tuhan,

Bukan merupakan budaya

contohnya laki-laki

setempat, contohnya

mempunyai cirri-ciri utama

pengaturan jumlah a nak

yang berbeda dengan cirri-ciri

dalam satu keluarga

utama perempuan yaitu jakun. Ciptaan Tuhan, contohnya

Buatan manusia, contohnya

perempuan bisa haid, hamil,

laki-laki dan perempuan

melahirkan dan menyusui

berhak menjadi calon ketua

sedang laki-laki tidak.

RT, RW, dan kepala desa bahkan presiden.

7. Budaya yang berpengaruh terhadap gender a. Sebagian besar masyarakat banyak dianut kepercayaan yang salah tentang apa arti menjadi seorang wanita, dengan akibat yang berbahaya bagi kesehatan wanita. Dimana, dapat terjadi ekstramarital seks yang hal ini menimbulkan perilaku seksual yang pada akhirnya berhubungan dengan transmisi dari penyakit seksual seperti gonorhoe, syphilis, herpes genitalia, AIDS, kanker servik, hepatitis B, dan lainnya. b. Setiap masyarakat mengharapkan wanita dan pria untuk berpikir, berperasaan dan bertindak dengan pola-pola tertentu dengan alasan hanya karena mereka dilahirkan sebagai wanita/pria. Contohnya wanita diharapkan untuk menyiapkan masakan, membawa air dan kayu bakar, merawat anak-anak dan suami. Sedangkan pria bertugas memberikan kesejahteraan bagi keluarga di masa tua serta melindungi keluarga dari ancaman. c. Gender dan kegiatan yang dihubungkan dengan jenis kelamin tersebut, semuanya adalah hasil rekayasa masyarakat. Beberapa kegiatan seperti menyiapkan makanan dan merawat anak adalah dianggap sebagai “kegiatan wanita”. d. Kegiatan lain tidak sama dari satu daerah ke daerah lain diseluruh dunia, tergantung pada kebiasaan, hukum dan agama yang dianut oleh masyarakat tersebut. e.

Peran jenis kelamin bahkan bisa tidak sama didalam suatu masyarakat, tergantung pada tingkat pendidikan, suku dan umurnya, contohnya : di 18

dalam suatu masyarakat, wanita dari suku tertentu biasanya bekerja menjadi pembantu rumah tangga, sedang wanita lain mempunyai pilihan yang lebih luas tentang pekerjaan yang bisa mereka pegang. f.

Peran gender diajarkan secara turun temurun dari orang tua ke anaknya. Sejak anak berusia muda, orang tua telah memberlakukan anak perempuan dan laki-laki berbeda, meskipun kadang tanpa mereka sadari (Suryanti, 2009). Berikut akan dipaparkan beberapa budaya yang mempengaruhi gender 1. Budaya di Bali Salah satu budaya yang mempengaruhi gender yaitu budaya patriaki atau patrilinial. Budaya patriaki merupakan suatu budaya dimana yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga berada di pihak ayah. Dalam sistem kekerabatan masyarakat khususnya Bali, Bali termasuk dalam kelompok kekerabatan patrilinial yang dianut oleh masyarakat yang sangat jelas menempatkan kaum laki-laki pada kedudukan yang lebih tinggi. Laki-laki berkedudukan sebagai ahli waris, sebagai pelanjut nama keluarga, sebagai penerus keturunan, sebagai anggota masyarakat adat dan juga mempunyai peranan dalam pengambilan keputusan keluarga maupun masyarakat luas. Dalam masyarakat yang menganut sistem kekerabatan partilinial kaum perempuan justru sebaliknya yaitu mempunyai kedudukan yang sangat rendah, tidak sebagai ahli waris, tidak sebagai pelanjut keturunan, tidak sebagai penerus nama keluarga karena dalam perkawinan (pada umumnya) perempuan mengikuti suami dan juga tidak menjadi anggota masyarakat adat. 2. Budaya di Sulawesi Selatan Selain budaya patriaki, budaya yang dianut di Sulawesi Selatan yang terkait dengan gender adalah budaya siri. Budaya siri berlaku di masyarakat pesisir Sulawesi Selatan. Sebagian masyarakat pesisir di Sulawesi Selatan menilai perempuan pekerja masih dianggap siri (tradisi malu). Mereka beranggapan keterlibatan perempuan dalam bekerja melecehkan tanggungjawab laki-laki yang dinilai tidak mampu lagi menghidupi kebutuhan keluarga. Akibatnya, perempuan pesisir 19

hanya bisa menunggu dan menaruh harapan pada hasil tangkapan laki-laki yang sedang melaut. Hal ini masih diturunkan turuntemurun sampai saat ini oleh masyarakat pesisir Sulawesi Selatan (Aldito,2013).

8. Diskriminasi Gender Diskriminasi gender diartikan oleh Volart (2004, h.1) adalah pembedaan yang dilakukan oleh individu atau komunitas tertentu yang didasarkan pada jenis kelamin, diskriminasi gender pada umumnya memberatkan posisi jenis kelamin perempuan dimana pembedaan ini didasarkan pada pandangan atau persepsi bahwa

perempuan

memiliki

status

dan

kemampuan

yang

lebih

rendahdibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki. Volart (2004) menguraikan diskriminasi gender menjadi dua tipe, yaitu : a.Tipe diskriminasi gender secara sosial Tipe diskriminasi ini berdasarkan stigma sosial tertentu yang memberikan label bahwa perempuan memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah serta kurang berkompeten dibandingkan laki-laki sehingga ada pembatasan atas akses terhadap posisi tertentu. b.Tipe diskriminasi gender secara akses sumber daya Tipe diskriminasi ini membedakan akses atau jalan masuk terhadap sumbersumber daya yang ada di organisasi sepertipromosi, wewenang dan lain sebgainya.

Macam-macam dan bentuk diskriminasi gender Diskriminasi gender adalah adanya perbedaan, pengecualian atau pembatasan yang dibuat berdasarkan peran dan norma gender yang dikontruksi secara sosial yang mencegah seseorang untuk menikmati HAM secara penuh. Perilaku diskriminasi akan menimbulkan dampak negative yaitu: a.

Steriotipe /Citra Baku

20

Adalah pelabelan atau penandaan yang sering kali bersifat negative secara umum seringkali ketidak adilan, contoh: Karena perempuan dianggap ramah, lembut, rapi, maka lebih pantas bekerja sebagai sekretaris, guru, taman kanak-kanak. kaum perempuan ramah dianggap genit, kaum laki-laki dianggap perayu. b.

Subordinasi / Penomorduaan Adanya anggapan bahwa salah satu jenis kelamin lebih rentang atau dinomerduakan posisinya dibanding jenis kelamin lainya. Contoh: Sejak dulu,perempuan mengurus pekerjaan domestic sehingga perempuan di anggap sebagai “orang rumah”atau “teman yang ada di belakang”.

c.

Marginalisasi/peminggiran Adalah kondisi atau proses peminggiran terhadap salah satu jenis kelamin dari arus /pekerjaan utama yang berakibat kemiskinan.Contoh: Perkembangan teknologi menyebabkan apa yang semula dikerjakan secara manual oleh perempuan diambil ahli oleh mesin yang pada umumnya dikerjakan oleh laki-laki.

d.

Beban ganda /Double Burden Adalah adanya perlakuaan terhadap salah satu jenis kelamin di mana yang bersangkutan bekerja jauh lebih banyak di bandingkan dengan jenis kelamin lainnya.Contoh: Seorang ibu dan anak perempuanya mempunyai tugas untuk menyiapkan makan, dan meyediakannya diatas meja, kemudian merapikan kembali sampai mencuci piring- piring kotor. Seorang bapak dan anak laki-laki setelah selesai makan yang sudah tersediah, mereka akan meninggal meja makan tanpa berkewajiban untuk mengangkat kotor bekas mereka dan akan meninggalkan meja makan tanpa berkewajiban untuk mengangkat kotoran mereka pakai.

e.

Kekerasaan/Violence Yaitu suatu serangan terhadap fisik maupun psikolagis seseorang,sehingga kekerasan

tersebut

tidak

(perkosaan,pemukulan),tetapi

hanya juga

non

menyangkut fisik

fisik

(pelecehan

seksual,ancaman,paksaan,yang bisa terjadi di rumah tangga,tempat kerja,dan tempat-tempat umum).Contoh:

21

1. Suami membatasi uang belanja dan memonitor pengeluaran secara ketat. 2. Suami memperketat istri dalam urusan ekonomi keluarga. 3. Suami melarang istri bersosialisasi di masyarakat. 4. Istri mencelah pendapatan suami di depan umum. 5. Istri merendahkan martabat suami di hadapan masyarakat. 6. Suami membakar dan memukul istri.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Gender adalah peran yang dikonstruksikan oleh masyarakat karena seseorang tersebut sebagai perempuan atau laki-laki. Perbedaan perempuan dan laki-laki berdasarkan jenis kelamin, yang dibentuk oleh masyarakat dan lingkungan serta dipengaruhi oleh waktu, tempat , sosial budaya, system kepercayaan dan situasi politik. Proses tersebut lama kelamaan menjadi budaya yang berdampak menciptakan perlakuan diskriminatif terhadap kaum perempuan.Perilaku diskriminasi terhadap perempuan dapat mengakibatkan berbagai permasalahan terhadap perempuan dan yang akan metimbul perkosaan, pelecehan seksual, kehamilan tidak diinginkan, aborsi dan sebagainya. Strategi untuk mencapai keadilan dan kesetaraan gender di kenal dengan pengarusutamaan gender, yang merupakan konsep pendekatan baru untuk mengintegrasikan perspektif gender dalam segala aspek sosial pembangunan.

B. Saran Diharapkan mahasiswa dapat mengerti dan memahami tentang gender.

22

DAFTAR PUSTAKA

Kumalasari. Intan, Andhyantoro. Iwan. 2012. Kesehatan Reproduksi Untuk Mahasiswa Kebidanan Dan Keperawatan. Jakarta Selatan. Salemba Medika. Lestari.Tri wiji, Ulfiana. Elisa, Suparmi.2011.Buku Ajar Kesehatan Reproduksi: Berbasis Kompetensi. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Marmi. 2013. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Maryanti.Dwi, Septikasari. Majestika. 2009. Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Teori Dan Praktikum. Yogyakarta. Nuha Medika. Yanti. 2011. Buku Ajar Kesehatan Reproduksi (Bagi Mahasiswa DIII Kebidanan). Yogyakarta. Pustaka Rihama

23

More Documents from "Putri Belinda"