KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA ( K3 ) HAZARD FISIK
KELOMPOK 6
NAMA :
KELAS :
1. Rheini Dwi Mulia (PO.71.39.1.18.66) 2. Ridho Putrama
(PO.71.39.1.18.67)
3. Rosalina
(PO.71.39.1.18.68)
4. Shafa Nathasya Akina
(PO.71.39.1.18.69)
5. Sisi Kurnia Lisa
(PO.71.39.1.18.70)
REGULER 1B
POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG JURUSAN FARMASI TAHUN AJARAN 2018/2019
DAFTAR ISI
Cover Daftar Isi Kata Pengantar BAB I PENDAHULUAN .............................................................................1 1.1 Abstrak..................................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah................................................................................1 1.3 Tujuan...................................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN...............................................................................3 2.1 Pengertian Hazard Fisik.....................................................................3 2.2 Macam – Macam Hazard Fisik...........................................................3 2.3 Pembebanan Kerja Fisik...................................................................10
BAB III PENUTUP.................................................................................................11 3.1 Kesimpulan.......................................................................................11 3.2 Saran dan Kritik................................................................................11 Daftar Pustaka.........................................................................................13
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Hazard Fisik“. Pada makalah ini kami banyak mengambil dari berbagai sumber, referensi dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih sebesar-sebesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat jauh dari sempurna, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah ini. Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk semua pihak yang membaca.
Palembang, 4 Januari 2019
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Abstrak Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pada Pasal 1 menyatakan bahwa tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber-sumber bahaya. Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut. Potensi bahaya mempunyai potensi untuk mengakibatkan kerusakan dan kerugian kepada : 1) manusia yang bersifat langsung maupun tidak langsung terhadap pekerjaan, 2) properti termasuk peratan kerja dan mesin-mesin, 3) lingkungan, baik lingkungan di dalam perusahaan maupun di luar perusahaan, 4) kualitas produk barang dan jasa, 5) nama baik perusahaan.
Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang
dapat
mempengaruhi
kesehatan
tenaga
kerja
atau
dapat
menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja., Potensi bahaya adalah segala sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cidera, sakit, kecelakaan atau bahkan dapat mengakibatkan kematian yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja.
1.2 Rumusan Masalah 1.2.1
Apa itu hazard fisik ?
1.2.2
Apa saja macam-macam hazard fisik ?
1.3 Tujuan 1.3.1
Untuk mengetahui tentang hazard Fisik
1.3.2
Untuk mengetahui macam macam hazard fisik
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Bahaya Fisik Potensi
bahaya
fisik,
yaitu
potensi
bahaya
yang
dapat
menyebabkan gangguan-gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar, hazard fisik erat sekali hubungannya dengan manusia, managemen kegiatan yaitu salah satu cara untuk mengatur hazard yang nampak ini. Terkait dengan aspek dari resiko yang dapat mempengaruhi munculnya suatu kerugian, baik dari segi frekuensi atau dari segi tingkat kerusakan. Beberapa contoh hazard fisik adalah seperti bangunan yang berbahan kayu, gudang yang menyimpan bahan mudah terbakar, parkir di luar pada saat keadaan sepi, atau penggunaan bahan kimia di tempat kerja, terpapar kebisingan intensitas tinggi, suhu ekstrim (panas dan dingin), intensitas penerangan kurang memadai, getaran, radiasi.
2.2 Macam-Macam Bahaya Fisik 2.2.1 Kebisingan Bunyi adalah sesuatu yang tidak dapat kita hindari dalam kehidupan sehari-hari, termasuk di tempat kerja.Bahkan bunyi yang kita tangkap melalui telinga kita merupakan bagian dari kerja misalnya bunyi telepon,
bunyi
mesin
ketik
/
komputer,
mesin
cetak,
dan
sebagainya.Namun sering bunyi-bunyi tersebut meskipun merupakan bagian dari kerja kita tetapi tidak kita inginkan, misalnya teriakan orang, bunyi mesin diesel yang melebihi ambang batas pendengaran, dan sebagainya.Bunyi yang tidak kita inginkan atau kehendaki inilah yang sering disebut bising atau kebisingan.Kebisingan dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan seseorang maupun suatu populasi.Kualitas bunyi ditentukan oleh 2 hal yakni frekuensi dan intensitasnya.Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik yang disebut hertz (Hz), yaitu jumlah gelombang-gelombang yang sampai di telinga setiap detiknya.Biasanya suatu kebisingan terdiri dari campuran
sejumlah gelombang dari berbagai macam frekuensi. Sedangkan intensitas atau arus energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu logaritmis yang disebut desibel ( DB ). Aspek yang berkaitan dengan kebisingan antara lain : jumlah
energi bunyi, distribusi
frekuensi,dan lama pajanan. Kebisingan dapat menghasilkan efek akut seperti masalah komunikasi, turunnya konsentrasi, yang pada akhirnya mengganggu job performance tenaga kerja.Pajanan kebisingan yang tinggi
(biasanya
>85
dBA)
pada
jangka
waktu
tertentu
dapat
menyebabkan tuli yang bersifat sementara maupun kronis. Tuli permanen adalah penyakit akibat kerja yang paling banyak di klaim .Contoh : Pengolahan kayu, tekstil dan metal Kebisingan
mempengaruhi
kesehatan
antara
lain
dapat
menyebabkan kerusakan pada indera pendengaran sampai kepada ketulian. Dari hasil penelitian diperoleh bukti bahwa intensitas bunyi yang dikategorikan bising dan yang mempengaruhi kesehatan (pendengaran) adalah diatas 60 dB.Oleh sebab itu para karyawan yang bekerja di pabrik dengan intensitas bunyi mesin diatas 60 dB maka harus dilengkapi dengan alat pelindung (penyumbat) telinga guna mencegah gangguan pendengaran.Disamping
itu
kebisingan
juga
dapat
mengganggu
komunikasi. Dengan suasana yang bising memaksa pekerja berteriak didalam berkomunikasi dengan pekerja lain. Kadang-kadang teriakan atau pembicaraan yang keras ini dapat menimbulkan salah komunikasi (miss communication) atau salah persepsi terhadap orang lain. Oleh karena sudah biasa berbicara keras di lingkungan kerja sebagai akibat lingkungan kerja yang bising ini maka kadang-kadang di tengah-tengah keluarga juga terbiasa berbicara keras.Bisa jadi timbul salah persepsi di kalangan keluarga kebisingan
karena yang
dipersepsikan terus-menerus
sebagai dapat
sikap
marah.Lebih
mengakibatkan
jauh
gangguan
konsentrasi pekerja yang akibatnya pekerja cenderung berbuat kesalahan dan akhirnya menurunkan produktivitas kerja.Kebisingan terutama yang berasal dari alat-alat bantu kerja atau mesin dapat dikendalikan antara lain dengan menempatkan peredam pada sumber getaran atau memodifikasi
mesin untuk mengurangi bising. Penggunaan proteksi dengan sumbatan telinga dapat mengurangi kebisingan sekitar 20-25 dB.Tetapi penggunaan penutup telinga ini pada umumnya tidak disenangi oleh pekerja karena terasa risih adanya benda asing di telinganya.Untuk itu penyuluhan terhadap
mereka
agar
menyadari
pentingnya
tutup
telinga
bagi
kesehatannya dan akhirnya mau memakainya. 2.2.2 Getaran Getaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising seperti: frekuensi, amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran terus menerus atau intermitten. Metode kerja dan ketrampilan memegang peranan penting dalam memberikan efek yang berbahaya. Pekerjaan manual
menggunakan
gangguan
peredaran
“powered darah
tool”
yang
berasosiasi
dikenal
sebagai
dengan ”
gejala
Raynaud’s
phenomenon ” atau ” vibration-induced white fingers”(VWF). Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif pada sistem saraf
dan
sistem
musculo-skeletal
dengan
mengurangi
kekuatan
cengkram dan sakit tulang belakang.Contoh : Loaders, forklift truck, pneumatic tools, chain saws.
Efek getaran terhadap tubuh tergantung besar kecilnya frekuensi yang mengenai tubuh: 1 3 . 9 Hz : Akan timbul resonansi pada dada dan perut. 2 6 . 10 Hz : Dengan intensitas 0,6 gram, tekanan darah, denyut jantung, pemakaian O2 dan volume perdenyut sedikit berubah. Pada intensitas 1,2 gram terlihat banyak perubahan sistem peredaran darah. 3 10 Hz : Leher, kepala, pinggul, kesatuan otot dan tulang akan beresonansi. 4 13 . 15 Hz : Tenggorokan akan mengalami resonansi. 5 < 20 Hz : Tonus otot akan meningkat, akibat kontraksi statis ini otot menjadi lemah, rasa tidak enak dan kurang ada perhatian.
2.2.3 Radiasi
Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk panas, partikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya (foton) dari sumber radiasi. Ada beberapa sumber radiasi yang kita kenal di sekitar kehidupan kita, contohnya adalah televisi, lampu penerangan, alat pemanas makanan (microwave oven), komputer, dan lain-lain.Selain benda-benda tersebut ada sumber-sumber radiasi yang bersifat unsur alamiah dan berada di udara, di dalam air atau berada di dalam lapisan bumi. Beberapa di antaranya adalah Uranium dan Thorium di dalam lapisan bumi; Karbon dan Radon di udara serta Tritium dan Deuterium yang ada di dalam air.
Secara garis besar radiasi digolongkan ke dalam radiasi pengion dan radiasi non-pengion. 2.2.3.1 Radiasi Mengion Radiasi pengion adalah jenis radiasi yang dapat menyebabkan proses ionisasi (terbentuknya ion positif dan ion negatif) apabila berinteraksi dengan materi. Yang termasuk dalam jenis radiasi pengion adalah partikel alpha, partikel beta, sinar gamma, sinar-X dan neutron. Setiap jenis radiasi memiliki karakteristik khusus. Yang termasuk radiasi pengion adalah partikel alfa (α), partikel beta (β), sinar gamma (γ), sinar-X, partikel neutron.
2.2.3.1 Radiasi Non Mengion Radiasi non-pengion adalah jenis radiasi yang tidak akan menyebabkan efek ionisasi apabila berinteraksi dengan materi. Radiasi non-pengion tersebut berada di sekeliling kehidupan kita. Yang termasuk dalam jenis radiasi non-pengion antara lain adalah gelombang radio (yang membawa informasi dan hiburan melalui radio dan televisi); gelombang mikro (yang digunakan dalam microwave oven dan transmisi seluler handphone); sinar inframerah (yang memberikan energi dalam bentuk panas); cahaya tampak (yang bisa kita lihat); sinar ultraviolet (yang dipancarkan matahari).
Dalam
penggunaan
radiasi
untuk
berbagai
keperluan
ada
ketentuan yang harus dipatuhi untuk mencegah penerimaan dosis yang tidak seharusnya terhadap seseorang. Ada 3 prinsip yang telah direkomendasikan oleh International Commission Radiological Protection (ICRP) untuk dipatuhi, yaitu : 1.
Justifikasi, Setiap pemakaian zat radioaktif atau sumber lainnya harus didasarkan pada azaz manfaat. Suatu kegiatan yang mencakup paparan atau potensi paparan hanya disetujui jika kegiatan itu akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar bagi individu atau masyarakat dibandingkan dengan kerugian atau bahaya yang timbul terhadap kesehatan.
2.
Limitasi, Dosis ekivalen yang diterima pekerja radiasi atau masyarakat tidak boleh melalmpaui Nilai Batas Dosis (NBD) yang telah ditetapkan. Batas dosis bagi pekerja radiasi dimaksudkan untuk mencegah munculnya efek deterministik (non stokastik) dan mengurangi peluang terjadinya efek stokastik.
3.
Optimasi,
Semua
penyinaran
harus
diusahakan
serendah-
rendahnya (as low as reasonably achieveable - ALARA), dengan mempertimbangkan
faktor
ekonomi
dan
sosial.
Kegiatan
pemanfaatan tenaga nuklir harus direncanakan dan sumber radiasi harus dirancang dan dioperasikan untuk menjamin agar paparan radiasi yang terjadi dapat ditekan serendah-rendahnya.
2.2.4 Pencahayaan atau Penerangan ( Illuminasi ) Penerangan yang kurang di lingkungan kerja bukan saja akan menambah beban kerja karena mengganggu pelaksanaan pekerjaan tetapi juga menimbulkan kesan kotor. Oleh karena itu penerangan dalam lingkungan kerja harus cukup untuk menimbulkan kesan yang higienis. Disamping itu cahaya yang cukup akan memungkinkan pekerja dapat melihat objek yang dikerjakan dengan jelas dan menghindarkan dari
kesalahan kerja.Tujuan pencahayaan adalah untuk Memberi kenyamanan dan efisiensi dalam melaksanakan pekerjaan dan untuk Memberi lingkungan kerja yang aman.Efek pencahayaan yang buruk yaitu mata tidak nyaman, mata lelah, sakit kepala, berkurangnya kemampuan melihat, dan menyebabkan kecelakaan.
Untuk mengurangi kelelahan akibat dari penerangan yang tidak cukup dikaitkan dengan objek dan umur pekerja ini dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut : 1. Perbaikan kontras dimana warna objek yang dikerjakan kontras dengan latar belakang objek tersebut. Misalnya cat tembok di sekeliling tempat kerja harus berwarna kontras dengan warna objek yang dikerjakan. 2. Meningkatkan penerangan, sebaiknya 2 kali dari penerangan diluar tempat kerja. Disamping itu di bagian-bagian tempat kerja perlu ditambah dengan dengan lampu-lampu tersendiri. 3. Pengaturan tenaga kerja dalam shift sesuai dengan umur masingmasing tenaga kerja. Misalnya tenaga kerja yang sudah berumur diatas 50 tahun tidak diberikan tugas di malam hari.
Disamping akibat-akibat pencahayaan yang kurang seperti diuraikan diatas, penerangan / pencahayaan baik kurang maupun cukup kadangkadang juga menimbulkan masalah apabila pengaturannya kurang baik yakni silau. Silau juga menjadi beban tambahan bagi pekerja maka harus dilakukan pengaturan atau dicegah.Pencegahan silau dapat dilakukan antara lain : 1. Pemilihan jenis lampu yang tepat misalnya neon. Lampu neon kurang menyebabkan silau dibandingkan lampu biasa. 2. Menempatkan sumber-sumber cahaya / penerangan sedemikian rupa sehingga tidak langsung mengenai bidang yang mengkilap. 3. Tidak menempatkan benda-benda yang berbidang mengkilap di muka jendela yang langsung memasukkan sinar matahari
4. Penggunaan alat-alat pelapis bidang yang tidak mengkilap. 5. Mengusahakan agar tempat-tempat kerja tidak terhalang oleh bayangan suatu benda.
Penerangan yang silau buruk (kurang maupun silau) di lingkungan kerja akan menyebabkan hal-hal sebagai berikut : 1. Kelelahan mata yang akan berakibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja. 2. Kelemahan mental 3. Kerusakan alat penglihatan (mata). 4. Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas maka dalam mendirikan bangunan tempat kerja (pabrik, kantor, sekolahan, dan sebagainya) sebaiknya mempertimbangkan ketentuan-ketentuan antara lain sebagai berikut :
1. Jarak
antara
gedung
dan
abngunan-bangunan
lain
tidak
mengganggu masuknya cahaya matahari ke tempat kerja. 2. Jendela-jendela dan lubang angin untuk masuknya cahaya matahari
harus
cukup,
seluruhnya
sekurang-kurangnya
1/6
daripada luas bangunan. Apabila cahaya matahari tidak mencukupi ruangan tempat kerja, harus diganti dengan penerangan lampu yang cukup. 3. Penerangan tempat kerja tidak menimbulkan suhu ruangan panas (tidak melebihi 32 derajat celsius). 4. umber penerangan tidak boleh menimbulkan silau dan bayangbayang yang mengganggu kerja. 5. Sumber cahaya harus menghasilkan daya penerangan yang tetap dan menyebar serta tidak berkedip-kedip.
2.2.5 Bau-Bauan
Yang dimaksud bau-bauan dalam kaitannya dengan kesehatan kerja Yang dimaksud bau-bauan dalam kaitannya dengan kesehatan kerja adalah bau-bauan yang tidak enak di lingkungan kerja dan mengganggu kenyamanan
kerja.Selanjutnya
bau-bauan
ini
dapat
mengganggu
kesehatan dan produktivitas kerja.Bau-bauan sebenarnya merupakan jenis pencemaran udara yang tidak hanya mengganggu penciuman tetapi juga dari segi higiene pada umumnya.Cara pengukuran bau-bauan yang dapat mengklasifikasikan derajat gangguan kesehatan belum ada sehingga pengukurannya masih bersifat objektif.Hal ini disebabkan karena seseorang yang mencium bau tertentu dan merasa tidak biasa dengan bau tersebut, apabila sudah lama atau biasa mencium bau aneh tersebut maka akhirnya menjadi terbiasa dan tidak mencium bau yang aneh tersebut. Orang yang bekerja di lingkungan yang berbau bensin atau oli, mula-mula merasakan bau tersebut tetapi lama-kelamaan tidak akan merasakan bau tersebut meskipun bau tersebut tetap di lingkungan kerja itu. Hal ini disebut penyesuaian penciuman.Dalam kaitannya dengan kesehatan kerja atau dalam lingkungan kerja, perlu dibedakan antara penyesuaian
penciuman
dan
kelelahan
penciuman.Dikatakan
penyesuaian penciuman apabila indera penciuman menjadi kurang peka setelah dirangsang oleh bau-bauan secara terus-menerus, seperti contoh pekerja tersebut diatas.Sedangkan kelelahan penciuman adalah apabila seseorang tidak mampu mencium kadar bau yang normal setelah mencium kadar bau yang lebih besar. Misalnya orang tidak mencium bau bunga setelah mencium bau yang kuat dari bangkai binatang.Ketajaman penciuman seseorang dipengaruhi oleh faktor psikologis sewaktu-waktu, misalnya emosi, tegangan, ingatan, dan sebagainya. Orang yang sedang mengalami ketegangan psikologis atau stress, ia tidak dapat mencium bau-bauan yang aneh, yang dapat dicium oleh orang yang tidak dalam keadaan tegang. Disamping itu penciuman juga dapat dipengaruhi oleh kelembaban udara.Pada kelembaban antara 40-70 % tidak mempengaruhi penciuman tetapi dibawah atau diatas kelembaban itu dapat mempengaruhi
penciuman. Pengendalian bau-bauan di lingkungan kerja dapat dilakukan antara lain :
1. Pembakaran terhadap sumber bau-bauan misalnya pembakaran butil alkohol menjadi butarat dan asam butarat. 2. Proses menutupi yang didasarkan atas kerja antagonistis diantara zat-zat yang berbau. Kadar zat tersebut saling menetralkan bau masing-masing. Misalnya bau karet dapat ditutupi atau ditiadakan dengan paraffin. 3. Absorbsi (penyerapan), misalnya penggunaan air dapat menyerap bau-bauan yang tidak enak. 4. Penambahan bau-bauan kepada udara yang berbau untuk mengubah zat yang berbau menjadi netral (tidak berbau). Misalnya menggunakan pengharum ruangan. 5. Alat
pendingin
menyejukkan
ruangan ruangan
(air
conditioning)
juga
sebagai
disamping cara
untuk
deodorisasi
(menghilangkan bau-bauan yang tidak enak) di tempat kerja.
2.3 Pembebanan Kerja Fisik 1 Beban kerja fisik bagi pekerja kasar perlu memperhatikan kondisi iklim, sosial ekonomi dan derajat kesehatan. 2 Pembebanan tidak melebihi 30 – 40% dari kemampuan kerja maksimum tenaga kerja dalam jangka waktu 8 jam sehari. 3 Berdasarkan hasil beberapa observasi, beban untuk tenaga Indonesia adalah 40 kg. Bila mengangkat dan mengangkut dikerjakan lebih dari sekali maka beban maksimum tersebut harus disesuaikan. 4 Oleh karena penetapan kemampuan kerja maksimum sangat sulit, parameter praktis yang digunakan adalah pengukuran denyut nadi yang diusahakan tidak melebihi 30-40 permenit di atas denyut nadi sebelum bekerja.
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Potensi
bahaya
fisik,
yaitu
potensi
bahaya
yang
dapat
menyebabkan gangguan gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar, hazard fisik erat sekali hubungannya dengan manusia, managemen kegiatan yaitu salah satu cara untuk mengatur hazard yang nampak ini. Beberapa contoh hazard fisik adalah seperti bangunan yang berbahan kayu, gudang yang menyimpan bahan mudah terbakar, parkir di luar pada saat keadaan sepi, atau penggunaan bahan kimia di tempat kerja, terpapar kebisingan intensitas tinggi, suhu ekstrim (panas dan dingin), intensitas penerangan kurang memadai, getaran, radiasi. Beban kerja fisik bagi pekerja kasar perlu memperhatikan kondisi iklim, sosial ekonomi dan derajat kesehatan.
3.2 Saran dan Kritik Masih banyaknya pekerja yang tidak menerapkan K3 dalam seharihari karena kurangnya himbauan dan perhatian dari institusi tempat mereka bekerja dan ketidaktahuan mereka menyebabkan sering terjadinya kecelakaan dan penyakit kerja terutama disebabkan terutama oleh hazard fisik. Sebaiknya perlu adanya sosialisasi dan himbauan tentang K3 agar pekerja dan orang lain terhindar dari kecelakaan dan penyakit kerja. Beban kerja fisik bagi pekerja perlu memperhatikan kondisi iklim, sosial ekonomi dan derajat kesehatan. Pembebanan tidak melebihi 30 – 40% dari kemampuan kerja maksimum tenaga kerja dalam jangka waktu 8 jam sehari. Berdasarkan hasil beberapa observasi, beban untuk tenaga Indonesia adalah 40 kg. Bila mengangkat dan mengangkut dikerjakan lebih dari sekali maka beban maksimum tersebut harus disesuaikan.Oleh karena penetapan kemampuan kerja maksimum sangat sulit, parameter
praktis yang digunakan adalah pengukuran denyut nadi yang diusahakan tidak melebihi 30-40 permenit di atas denyut nadi sebelum bekerja. Apabila prinsip K3 telah diterapkan dapat memperkecil kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit kerja.
Daftar Pustaka
Anonim. 2012. Makalah Bahaya Fisik Di Lingkugan Kerja Dan Dampakna Bagi Kesehatan. (Online). http://sibawellbercerita.blogspot.com/2012/09/makalah-bahaya-fisik-dilingkungan_27.html . diakses tanggal
Febriandi Rahmat. 2015. Faktor Bahaya Lingkungan Kerja. (Online). https://febriandhy.blogspot.com/2015/03/k3-faktor-bahaya-lingkungankerja.html. Diakses tanggal
Nurkamri. 2012. Identifikasi Faktor Bahaya Di Tempat Kerja. (Online). http://nrkamri.blogspot.com/2012/10/identifikasi-faktor-bahaya-ditempat.html. Diakses Tanggal
SOAL LATIHAN 1. Potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar disebut... a. Potensi bahaya kimia
d. Potensi bahaya laboratorium
b. Potensi bahaya fisik
e. Potensi bahaya biologi
c. Potensi bahaya ergonomi
2. Berikut macam-macam hazard... 1) Kebisingan
4. Radiasi
2) Getaran
5. Virus
3) Iluminasi
6. Bakteri
Yang termasuk hazard fisik adalah... a. 1,2,3, dan 5
d.1,2,3, dan 4
b. 1,2,5, dan 6
e. 2,3,4, dan 5
c. 2,3,4, dan 6
3. Bunyi adalah sesuatu yang tidak dapat kita hindari dalam kehidupan sehari-hari. Kualitas bunyi ditentukan oleh 2 hal, yaitu... a. Periode dan frekuensi d. Intensitas dan periode b. Frekuensi dan getaran e. Intensitas dan getaran c. Frekuensi dan intensitas
4. Efek getaran terhadap tubuh tergantung besar kecilnya frekuensi yang mengenai tubuh. Leher, kepala, pinggul, kesatuan otot dan tulang akan beresonasi pada frekuensi... a. 10 Hz
d. 13-15 Hz
b. 3-9 Hz
e. 6-10 Hz
c. <20 Hz
5. Penerangan yang suhu buruk ( kurang maupun silau ) di lingkungan kerja akan menyebabkan hal berikut, kecuali..
a. Kelelahan mata yang akan berakibat kurangnya daya dan efisiensi kerja b. Kelemahan mental c. Kerusakan alat penglihatan d. Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala disekitar mata e. Kelumpuhan sebagian bagian tubuh